Karakteristik Peserta Didik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEGIATAN BELAJAR 1 KARAKTERISTIK UMUM PESERTA DIDIK



CAPAIAN PEMBELAJARAN Setelah membaca kegitan belajar ini ibu-bapak dapat menguasai secara mendalam karakteristik umum peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran. Secara khusus dapat (1) mengidentifikasi karakteristik gender peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran, (2) mengidentifikasi karakteristik etnik peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran, (3) mengidentifikasi karakteristik usia peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran, (4) mengidentifikasi karakteristik kultural peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran, (5) mengidentifikasi karakteristik status social peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran, (6) mengidentifikasi karakteristik minat peserta didik dan mengaplikasikan dalam pembelajaran.



POKOK POKOK MATERI A. Karateristik gender peserta didik B. Karakteristik etnik peserta didik C. Karakteristik usia peserta didik D. Karakteristik kultural peserta didik E. Karakteristik status social peserta didik F. Karakteristik minat peserta didik.



URAIAN MATERI Tahukah Anda mengapa pendidik perlu memahami karakteristik peserta didik? Uraian ini berusaha memaparkan pentingnya dan klasifikasi karakteristik peserta didik khususnya karakteristik umum peserta didik. Suatu proses



pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakteristik yang dimiliki peserta didiknya. Pemahaman karakteristik peserta didik sangat menentukan hasil belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas dasar ini sebenarnya karakteristik peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Karakteristik peserta didik menurut Smaldino (2015: 40) secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu karakteristik umum, kemampuan awal dan gaya belajar.. Melalui kegiatan belajar ini akan diuraikan karakteristik umum peserta didik (Smaldino 2015: 40; Muhammad Yaumi (2013: 118) yang meliputi: gender, etnik, usia, kultural, status sosial, dan minat. Agar Anda memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang karakteristik umum peserta didik tersebut, maka akan dijelaskan dalam paparan berikut.



A. Gender dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Peserta didik dalam suatu kelas dilihat dari segi gender pada umumnya tidak homogen, bagaimana dengan kelas yang Anda beri pembelajaran? Jika kelas Anda heterogen atau terdiri dari peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan, tentunya memiliki karakter yang berbeda. Perbedaan karakter lakilaki dan perempuan menurut Barreca, Gina. 21 September 2014. Psychology Today.Com. antara lain: 1) Laki-laki sedikit peduli dengan apa yang perempuan katakan, sedangkan perempuan lebih memperhatikan apa yang dikatakan laki-laki. 2) Laki-laki lebih peduli dengan apa yang dilihat, sedangkan perempuan mencoba untuk peduli dengan apa yang laki-laki lihat. 3) Perempuan akan tersenyum walaupun tidak bahagia, tapi laki-laki tergantung sifat dasarnya. 4). Laki-laki tertawa ketika menemukan sesuatu yang lucu, tapi perempuan tergantung situasi yang tepat. …..” Lebih lanjut Suprayekti dan Agustyarini (2015: 24) menjelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki pesamaan dan perbedaan. Perbedaannya pada fisiologis dan biologis, peran, perilaku, kegiatan dan atribut di



masyarakat. Sedangkan kesamaan peran dalam hak dan kewajiban sesuai dengan adat istiadat, budaya masyarakat. Seperti kesetaraan dalam memperoleh pekerjaan, peningkatan ilmu dan takwa, mencapai cita-cita menjadi guru, dokter, dan lainlain. Atas dasar karakteristik yang demikian tentunya akan berimplikasi terhadap pengelolaan kelas, pengelompokan peserta didik, dan pemberian tugas yang dilakukan pendidik. Kelas yang peserta didiknya homogen tentunya tidak sesulit kelas yang peserta didiknya heterogen. Contoh, Pak Irwan seorang guru yang memiliki kelas dengan peserta didik laki-laki dan perempuan dalam pembentukan kelompok diskusi atau eksperimen terdiri dari peserta didik heterogen dari aspek gender, dipandang efektif untuk peserta didik yang tergolong kanak-kanak, tetapi belum tentu efektif untuk peserta didik yang berada pada fase remaja karena remaja sudah memiliki rasa ketertarikan pada lawan jenis, dan juga kebiasaan kerja laki-laki dan perempuan berbeda. Pak Irwan ketika memberi tugas tidak semuanya untuk dikerjakan di sekolah tetapi terkadang harus diselesaikan di luar sekolah/kelas. Kelompok yang peserta didik heterogin juga kadang terdapat kendala, karena laki-laki biasa mengerjakan tugasnya sampai larut malam, tetapi bagi perempuan belum tentu cocok, dan juga aturan keluarga anak wanita pergi sampai malam tidak semuanya mengizinkan dan memahaminya, berbeda dengan peserta didik laki-laki yang pada umumnya orang tuanya mengizinkan putranya belajar di luar rumah sampai malam. Hal-hal tersebut tentunya perlu dipahami oleh seorang pendidik dalam melakukan proses pembelajaran agar pembelajaran yang dilakukannya dapat berjalan efektif. Berikut foto berikut merupakan gambaran situasi kelas dengan peserta didik laki-laki dan perempuan sedang malakukan eksperimen secara kelompok yang anggota terdiri dari laki-laki dan perempuan.



Gambar 1. Peserta Didik Terdiri dari Laki-laki dan Perempuan



B. Etnik dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Negara Indonesia merupakan Negara yang luas wilayahnya dan kaya akan etniknya. Namun berkat perkembangan alat transpotasi yang semakin modern, maka seolah tidak ada batas antar daerah/suku dan juga tidak ada kesulitan menuju daerah lain untuk bersekolah, sehingga dalam sekolah dan kelas tertentu terdapat multi etnik/suku bangsa, seperti dalam satu kelas kadang terdiri dari peserta didik etnik Jawa, Sunda, Madura, Minang, dan Bali, maupun etnik lainnya. Seorang pendidik tentunya dalam melakukan proses pembelajaran perlu memperhatikan kondisi etnik dalam kelasnya. Seorang pendidik yang menghadapi peserta didik hanya satu etnik di kelasnya. Contoh Pak Ardi seorang pendidik di kelas 6 Sekolah Dasar yang peserta didiknya terdiri dari etnik Jawa semua atau Sunda semua, tentunya tidak sesulit ketika menghadapi peserta didik dalam satu kelas yang multi etnik. Jika Pak Ardi melakukan proses pembelajaran dengan peserta didik yang multi etnik maka dalam melakukan interaksi dengan peserta didik di kelas tersebut perlu menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua peserta didiknya. Kemudian ketika Pak Ardi memberikan contoh-contoh untuk memperjelas tema



yang sedang dibahasnya juga contoh yang dapat dimengerti dan dipahami oleh semuanya. Berikut ini merupakan foto salah satu kelas yang multi etnik.



Foto diambil dari https://cdni.a.production.image.static6.com



Gambar 2: Peserta Didik Terdiri dari Berbagai Etnik.



C. Usia dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Usia yang dimiliki peserta didik akan berkonsekuensi terhadap pendekatan pembelajaran, motode, media, dan jenis evaluasi yang digunakan pendidik. Ketika pendidki menghadapi peserta didik Taman Kanak-kanak pada umumnya berusia 5-6 tahun, sudah tentu akan berbeda pendekatan, metode, dan media yang digunakan ketika menghadapi peserta didik Sekolah Dasar yang umumnya berusia 7-11 tahun, dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama yang usianya berkisar 12-14 tahun dan juga peserta didik Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan , yang umumnya berusia 15-17 tahun, karena dilihat dari perkembangan intelektualnya saja jelas berbeda. Menurut Piaget, Jean perkembangan intelektual anak usia Taman Kanak-Kanak pada taraf pra operasional konkrit sedangkan peserta didik Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkrit, dan peserta didik Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas serta Sekolah Menengah Kejuruan pada tahap operasional formal. Untuk selanjutnya fase-fase perkembangan intelektual peserta didik menurut



pendapat Piaget, Jean dalam Dwi Siswoyo, dkk. (2013: 100) dapat dicermati sebagai berikut: Umur (Tahun)



Fase Perkembangan



Perubahan Perilaku



Kemampuan berfikir peserta didik baru melalui gerakan atau perbuatan. Perkembangan panca indera Tahap Sensori sangat berpengaruh dalam diri mereka. Keinginan 0,0 - 2,0 motor terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Pada usia ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah “menangis”. Memberi pengetahuan pada mereka usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang bergerak. Kemampuan skema kognitif masih terbatas, suka meniru perilaku orang lain, terutama meniru perilaku orang tua dan guriu yang pernah ia lihat ketika orang Tahap Pra- itu merespon terhadap perilaku orang, keadaan dan 0,2 – 7,0 operasional kejadian, yang dihadapi pada masa lampau. Mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat pendek secara efektif. Peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah; mempunyai kemampuan memahami cara 7,0 – 11,0 Tahap Operasional mengkombinasikan beberapa golongan benda yang Konkrit tingkatannya bervariasi. Sudah mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwaperistiwa konkrit. Telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara serentak 11,0 – Tahap operasional maupun berurutan. Misalnya kapasitas merumuskan 14,0 Formal hipotesis dan menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas merumuskan hipotesis peserta didik mampu berfikir memecahkan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan. Sedang dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak , peserta didik akan mampu mempelajari materi pelajaran yang abstrak, seperti agama, matematika, dan lainnya.



Berdasarkan teori perkembangan dari Piaget tersebut, selanjutnya dapat diketahui tiga dalil pokok Piaget dalam kaintannya dengan tahap perkembangan intelektual. Ruseffendi dalam Dwi Siswoyo, dkk. (2013: 101) menyebutkan



sebagai berikut: 1). Bahwa perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya setiap manusia akan mengalami urutan tersebut dan dengan urutan yang sama; 2). Bahwa tahaptahap perkembangan didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual. 3) Bahwa gerak melalui



melalui



tahap-tahap



tersebut



dilengkapi



oleh



keseimbangan



(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).



Gambar 3: Peserta Didik Usia Taman Kanak-Kanak



Gambar 4: Peserta Didik Usia SMA



D. Kultural dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan tentunya menjadi pendukung kebudayaan tertentu. Begitu juga peserta didik kita sebagai anggota suatu masyarakat memiliki budaya tertentu dan sudah barang tentu menjadi pendukung budaya tersebut.



Budaya yang ada di masyarakat kita sangatlah



beragam, seperti kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Hal ini sangat dimungkinkan karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang masing-masing memiliki budaya, bahasa, dan etnis masing-masing. Peserta didik yang kita hadapi mungkin berasal dari berbagai daerah yang tentunya memiliki budaya yang berbeda-beda sehingga kelas yang kita hadapi kelas yang multikultural.



Pendidikan multikultural sebagaimana diungkapkan Muhaemin el Ma’hady (dalam Choirul Mahfud, 2016: 176) didefinisikan sebagai pendidikan tentang keberagaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global). Pendidikan multikultural menurut Choirul Mahfud (2016: 187) memiliki ciri-ciri: 1) Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan manusia berbudaya (berperadaban). 2). Materinya



mangajarkan nilai-nilai



luhur



kemanusiaan, nilai-nilai bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural). 3) metodenya



demokratis,



keberagaman



yang



menghargai



aspek-aspek



perbedaan



dan



budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalisme). 4).



Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak didik yang meliputi aspek persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya lainnya. Atas dasar definisi dan ciri-ciri pendidikan multicultural tersebut di atas, seorang pendidik dalam melakukan proses pembelajaran harus mampu mensikapi keberagaman budaya yang ada di sekolahnya/kelasnya. Misalnya Pak Irwan seorang pendidik disalah satu SMA ketika menjelaskan materi pelajaran dan dalam memberikan contoh-contoh perlu mempertimbangkan keberagaman budaya tersebut, sehingga apa yang disampaikan dapat diterima oleh semua peserta didik, atau tidak hanya berlaku untuk budaya tertentu saja.



Gambar 5: Anggota masyarakat dengan kemajemukannya



E. Status Sosial dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Manusia diciptakan Tuhan dengan diberi rizki seperti berupa pekerjaan, kesehatan, kekayaan, kedudukan, dan penghasilan yang berbeda-beda. Kondisi seperti ini juga melatar belakangi peserta didik yang ada pada suatu kelas atau sekolah kita. Peserta didik pada suatu kelas biasanya berasal dari berbagai status sosial-ekonomi masyarakat, Dilihat dari latar belakang pekerjaan orang tua, di kelas kita terdapat peserta didik yang orang tuanya wira usahawan, pegawai negeri, pedagang, petani, dan buruh. Dilihat dari sisi jabatan orang tua, ada peserta didik yang orang tuanya menjadi pejabat seperti presiden, menteri, gubernur, bupati, camat, kepala desa, kepala kantor atau kepala perusahaan, Disamping itu ada peserta didik yang berasal dari keluarga ekonomi mampu, ada yang berasal dari keluarga yang cukup mampu, dan ada juga peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Peserta didik dengan bervariasi status ekonomi dan sosialnya menyatu untuk saling berinteraksi dan saling melakukan proses pembelajaran. Perbedaan ini hendaknya tidak menjadi penghambat dalam melakukan proses pembelajaran. Namun tidak dipungkiri kadang dijumpai status sosial ekonomi ini menjadi penghambat dalam belajar secara kelompok. Oleh karena itu pendidik dituntut untuk mampu mengakomodasi hal-hal seperti ini. Misal dalam proses pembelajaran pendidik jangan sampai membeda-bedakan atau diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada peserta didiknya. Dan juga dalam memberikan tugas-tugas juga yang sekiranya mampu diselesaikan oleh semua peserta didik dengan latar belakang ekonomi sosial yang sangat beragam.



Gambar 6: Keluarga Sederhana



Gambar 7: Profesi Petani



F. Minat dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran Minat dapat diartikan suatu rasa lebih suka, rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas. Hurlock, E. (1990: 114) menyatakan bahwa minat merupakan suatu sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang dipilihnya. Apabila seseorang melihat sesuatu yang memberikan manfaat, maka dirinya akan memperoleh kepuasan dan akan berminat pada hal tersebut. Lebih lanjut Sardiman, (2011: 76) menjelaskan bahwa minat sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara



situasi yang



dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan orang tersebut. Atas dasar hal tersebut sebenarnya minat seseorang khususnya minat belajar peserta didik memegang peran yang sangat penting. Oleh karena itu hendaknya terus ditumbuh kembangkan agar selalu tinggi. Namun sebagaimana kita ketahui bahwa minat belajar peserta didik tidaklah sama, ada peserta didik yang memiliki minat belajarnya tinggi, ada yang sedang, dan bahkan rendah. Untuk melihat peserta didik memiliki minat belajarnya tinggi atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari indikator minat itu sendiri. Indikator yang dimaksud meliputi: perasaan senang, ketertarikan peserta didik, perhatian dalam belajar, keterlibatan siswa, manfaat dan fungsi mata pelajaran. Agar diperoleh gambaran



yang lebih jelas maka akan diuraikan lebih lanjut. Perasaan senang, seseorang peserta didik yang memiliki perasaan senang ata suka terhadap mata pelajaran tertentu, misal mata pelajaran matematika, maka siswa tersebut akan terus belajar ilmu yang berkaiatan dengan matematika, tanpa ada perasaan terpaksa dalam belajar matematika tersebut. Ketertarikan peserta didik, ini berkaitan dengan daya gerak yang mendorong peserta didik untuk cenderung mersa tertarik pada orang, benda, kegiatan, dapat berupa pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri, Perhatian dalam belajar, perhatian atau konsentrasi dapat diartikan terpusatnya mental seseorang terhadap suatu objek. Peserta didik yang memiliki minat terhadap objek tertentu, maka peserta didik tersebut dengan sendirinya peserta didik tersebut akan memperhatikan objek tersebut. Misal peserta didik memiliki minat pada seni musik maka peserta didik tersebut akan memperhatikan ketika terdengar bunyi musik, bahkan mendatangi konser-konser musik, Keterlibatan belajar, keterlibatan atau partisipasi peserta didik dalam belajar sangat penting, karena apabila peserta didik terlibat aktif dalam belajar maka hasilnya tentunya akan baik. Ketelibatan belajar akan muncul manakala tertarik pada objek yang dipelajari yang kemudian merasa senang dan tertarik untuk melakukan kegiatan dari objek tersebut. Manfaat dan fungsi mata pelajaran, jika manfaat dari apa yang dipelajari peserta didik dapat diketahui dan dipahami secara jelas,



maka akan menumbuhkan motivasi peserta didik. Manfaat dari mata



pelajaran tertentu sebenarnya tidak hanya untuk sekarang tapi bisa manfaat untuk masa mendatang, atau manfaat bukan hanya saat di sekolah tetapi bisa manfaat ketika sudah bekerja atau dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, minat belajar merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, dan perlu untuk selalu ditingkatkan. Berbagai upaya perlu dilakukan pendidik untuk menumbuhkan minat belajar peserta didiknya diantaranya pendidik menyampaikan tujuan/manfaat mempelajari suatu tema/mata pelajaran, menggunakan media pembelajaran, dan menggunakan model pembelajaran inovatif. Contoh aplikasi dalam pembelajaran, Pak Ardi seorang pendidik dari salah satu sekolah A, hari itu sudah disepakti membahas tema H, Pada saat melakukan



proses pembelajaran, di awal pembelajaran terlebih dahulu mengemukakan tema yang akan dipelajrinya, menyampaikan tujuan pembelajaran yang diharapkan dimiliki, dan manfaat yang peserta didik setelah mempelajari tema H. Kemudian untuk melihat kemampuan awal peserta didiknya dilakukan pre tes terlebih dahulu. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan kemudian Pak Ardi melakukan tahap inti yaitu membahas tema H melalui media permainan ular tangga yang menjadi kesukaannya tentang materi H yang telah disiapkan (Belajar melalui media permainan Ular Tangga).



Suasana kelas tampak antusias, aktif, dan



menyenangkan. Setelah materi dipahami dan waktunya cukup maka Pak Ardi mengakhiri pelajaran dengan kegiatan penutup. Berdasarkan ilustrasi apa yang dilakukan Pak Ardi tersebut peserta didik tumbuh minatnya untuk belajar. Dengan dimilikinya minat belajar yang tinggi oleh peserta didik maka hasilnya tentunya akan baik.



Gambar 8: Peserta Didik dengan Minat Belajar Tinggi



Pengertian Kemampuan Awal Peserta Didik Setiap masing-masing peserta didik hadir ke ruang kelas dengan membawa berbagai macam pengetahuan, keterampilan, keyakinan, dan sikap yang berbeda-beda yang mereka peroleh dari pengalaman-pengalaman terdahulu (Beyer, 1991). Perbedaan latarbelakang inilah yang kemudian berimplikasi dan berpengaruh terhadap bagaimana peserta didik hadir di kelas untuk kemudian menafsirkan dan mengelola informasi yang diperoleh. Peserta didik pada hakekatnya belajar ketika mereka mampu menghubungkan antara konsep-konsep baru dengan pengetahuan atau konsep yang telah mereka punyai atau ketahui. Perbedaan cara peserta didik di dalam memproses dan mengintegrasikan informasi baru dapat berakibat pada berbeda-bedanya pula mereka dalam mengingat (memorizing), berpikir, menerapkan, dan menciptakan pengetahuan baru. Kemampuan awal peserta didik tidak hanya berkaitan pula dengan pengetahuan atau materi mata pelajaran tertentu. Namun, kemampuan awal yang dimaksud dapat berupa pengetahuan dalam dimensi-dimensi yang berbeda, seperti misalnya proses metakognitif dan pemahaman diri (self-understanding). Pengetahuan pada dasarnya bukan sekedar komoditas yang dapat ditransfer dari satu pikiran ke pikiran yang lain tanpa adanya transformasi (Bettencourt, 1993). Transformasi disini artinya adalah pemerolehan makna atau pun pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan atau pengalaman yang sudah diperoleh sebelumnya oleh peserta didik. Pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh peserta didik merefleksikan pentingnya kemampuan awal di dalam pembelajaran. Peserta didik pada hakekatnya bukan papan tulis kosong yang bisa ditulisi apa saja oleh seorang guru. Peserta didik justru memiliki kemampuan yang cukup signifikan dalam menginterpretasi situasi pembelajaran maupun fenomena lebih dari yang kita sadari. Apa yang mereka pelajari dikondisikan oleh apa telah mereka ketahui atau pelajari. Pengetahuan ini terdiri dari gabungan fakta, konsep, model, persepsi, keyakinan, nilai, dan sikap, yang beberapa di antaranya akurat, lengkap, dan sesuai dengan konteks yang akan dipelajari, namun beberapa di antaranya bisa jadi merupakan pengetahuan awal yang tidak akurat, dan tidak mencukupi sebagai pra-syarat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu. Idealnya, peserta didik membangun landasan pengetahuan yang kuat dan akurat sebelumnya, menjalin hubungan antara pengetahuan yang diperoleh sebelumnya dengan pengetahuan baru yang pada akhirnya dapat membantu mereka membangun struktur pengetahuan yang semakin kompleks dan 1



kuat. Namun, bisa saja terjadi peserta didik mungkin tidak mampu membuat koneksi ke pengetahuan sebelumnya yang relevan — dengan kata lain, jika pengetahuan itu tidak aktif — sehingga berimplikasi pada tidak terfasilitasinya integrasi pengetahuan awal ke pengetahuan baru. Hal ini disebabkan karena kemampuan awal peserta didik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap desain dan pengembangan instruksional yang akan dilakukan oleh guru. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kemampuan awal peserta didik terhadap sebuah subyek tertentu akan mempengaruhi bagaimana dan apa yang akan mereka pelajari (Dick, Carey, & Carey, 2009). Oleh karena itu, salah satu komponen penting yang diperlukan dalam mendesain suatu mata pelajaran adalah mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik anda. Guru dan peserta didik sudah seharusnya menjadikan karakteristik peserta didik yang terkait dengan kemampuan awal sebagai pijakan dalam mendesain, mengembangkan dan melaksanakan program-program pembelajaran. Kemampuan awal adalah pemahaman, pengalaman, pengetahuan prasyarat, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh peserta didik sebagai pegetahuan awal (prior knowledge) dan disusun secara hirarkis sebagai basis data pengalaman (experiential data base) di dalam diri peserta didik. Dalam hal ini, jika guru mengajarkan materi yang tingkat kesulitannya di atas kemampuan peserta didik, maka akan berimplikasi pada ketidak-efektifan proses dan hasil pembelajaran. Peserta didik akan mengalami kesulitan memahami materi tersebut disebabkan oleh adanya materi prasyarat (pre-requisite), pengetahuan atau kemampuan awal lainnya yang seharusnya menjadi pijakan bagi perolehan pengetahuan baru belum dikuasai oleh peserta didik. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Ausubel dalam Driscoll (1994) yang menegaskan bahwa mengaktifkan kemampuan awal (prior knowledge) yang relevan sangat penting untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Sementara itu Rebber (1988) dalam Muhibbin Syah (2006: 121) menyatakan bahwa kemampuan awal peserta didik merupakan prasyarat awal yang dapat dipergunakan untuk mengetahui adanya perubahan. Selanjutnya Gerlach & Ely (1971) mengungkapkan bahwa kemampuan awal peserta didik pada dasarnya ditentukan dengan cara memberikan entry test atau tes masuk. Kemampuan awal ini juga sangat penting bagi pendidik untuk mendesain pembelajaran dengan memberikan dosis muatan peljaran atau materi yang tepat dan memadai, termasuk juga untuk menentukan tingkat kesukaran dan kemudahan materi. Selain itu juga kemampuan awal 2



sangat berguna bagi pendidik untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan di dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini, Gagne (1979) menyatakan bahwa kemampuan awal mempunyai kedudukan yang lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan atau pengetahuan baru di dalam pembelajaran dimana kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki peserta didik sebelum memasuki pembelajaran menuju materi berikutnya yang lebih tinggi. Dengan demikian, seorang peserta didik yang sudah memiliki kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi pelajaran dibandingkan dengan dengan peserta didik yang tidak memiliki kemampuan awal dalam proses pembelajaran. Atwi Suparman (2001) juga menjelaskan bahwa kemampuan awal adalah pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Senada dengan itu, Dick & Carey (2005) menambahkan bahwa kemampuan awal merupakan suatu keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik yang harus dapat mereka tunjukkan sebelum mengikuti suatu kegiatan pembelajaran tertentu. John P. Decoco (1976) juga berpendapat bahwa kemampuan awal merupakan keadaan pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang dimiliki saat ini, dan nantinya akan dihubungkan dengan keadaan pengetahuan dan keterampilan mereka yang akan datang yang diharapkan oleh guru untuk dapat dicapai oleh peserta didik. Berdasarkan beberapa definisi kemampuan awal yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang relevan yang dimiliki oleh peserta didik pada saat sekarang (sebelum mengikuti pembelajaran) dan berfungsi sebagai referensi atau input utama bagi guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran, terutama untuk menetapkan tujuan pembelajaran serta desain pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Selain itu, kemampuan awal ini juga sangat penting diketahui oleh guru terutama untuk mengidentifikasi dua hal berikut: a) apakah peserta didik telah mempunyai pengetahuan atau kemampuan yang merupakan prasyarat (prerequisite) untuk mengikuti pembelajaran; dan b) sejauhmana peserta didik telah mengetahui atau menguasai materi yang akan disajikan oleh guru. Dengan demikian, diagnosis kemampuan awal (recognition of prior learning) merupakan salah satu variabel penting dalam penentuan desain dan proses pembelajaran. Upaya pembelajaran 3



apapun yang dipilih dan dilakukan oleh guru jika tidak bertumpu pada kemampuan awal peserta didik selaku subyek belajar yang aktif, maka pembelajaran tidak akan bermakna. Karakteristik peserta didik yang terkait dengan pengetahuan awal dapat diidentifikasi sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Oleh karena kedudukannya yang sangat signifiknan tersebut, maka dibutuhkan kemampuan seorang guru untuk menganalisa karakteristik kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik sebagai landasan dalam memilih metode dan strategi pembelajaran yang sesuai. Kemampuan awal sangat berpengaruh pula terhadap proses-proses internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik ketika belajar dan juga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dan hasil belajar peserta didik secara komprehensif. Hal ini disebabkan karena kemampuan awal menggambarkan kesiapan (readiness) peserta didik dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.



Kegunaan dari Identifikasi Kemampuan Awal Peserta Didik Bapak dan Ibu, dalam upaya mendesain pembelajaran yang bermakna, peserta didik pada hakekatnya harus memenuhi dua kriteria pemahaman, yaitu “keterhubungan" dan "kegunaan dalam konteks sosial” (Smith, 1991). "Connectedness", atau yang disebut juga keterhubungan tersebut dimulai ketika sebuah ide dipahami oleh sejauh mana siswa dapat dengan tepat menggambarkannya dan menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya dalam konteks sosial, hal ini disebut juga dengan struktur pengetahuan seseorang. Sedangkan "Kegunaan", menggambarkan "fungsi dari pengetahuan seseorang", yakni ketika sebuah ide dipahami oleh sejauh mana yang peserta didik dapat menggunakan ide itu dan berhasil melakukan tugas yang signifikan sesuai dengan konteks sosial (Smith, 1991). Lalu, apakah Bapak dan Ibu memahami bagaimanakah cara seorang pendidik dapat dengan tepat memfasilitasi peserta didik dalam pembelajarannya? Berikut ini akan dideskripsikan beberapa kegunaan dari identifikasi kemampuan awal peserta didik. Pertama, pendidik harus memahami bagaimana struktur dan fungsi pengetahuan atau kemampuan awal peserta didik terhubung selama proses pembelajaran. Dunkin dan Biddle (1974) menggambarkan sebuah model (Gambar 1) untuk membantu memahami interaksi antara proses dan faktor yang mengintervensi dalam situasi belajar mengajar. Memahami interaksi ini akan sangat membantu peserta didik untuk belajar lebih bermakna. Keberhasilan maupun kegagalan 4



dalam proses pembelajaran sebagian besar tergantung pada faktor-faktor yang mengintervensi dalam pembelajaran itu sendiri, terutama terkait dengan kemampuan awal peserta didik. Dalam hal ini, Dochy (1992) menegaskan bahwa pengetahuan atau kemampuan awal yang telah dimiliki oleh peserta didik, memiliki pengaruh yang besar terhadap cara dan tingkat pengetahuan baru tersebut dipahami, disimpan, dan digunakan oleh peserta didik.



Gambar 1. Hubungan antara kemampuan awal, aktivitas pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik (Dunkin dan Biddle, 1974) Kedua, dalam hal pentingnya mendiagnosis kemampuan awal ini, Harris (2000: 1) juga mengemukakan bahwa diagnosis kemampuan awal (recognition of prior learning) merupakan salah satu variabel penting dalam penentuan proses pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa “the recognition of prior learning (RPL) refers to practice developed within education and training to identify and recognise adults pevious learning. The broad principle is that previous learning – acquired informally, non-formally, experientally or formally- can and should be recognised and given currency within formal education and training framework”. Dalam hal ini, diagnosis kemampuan awal perlu dilakukan untuk mengetahui pengetahuan atau pembelajaran yang telah diperoleh oleh peserta didik baik secara formal maupun tidak formal. Pengetahuan akan



5



kemampuan awal tersebut perlu diidentifikasi agar proses pembelajaran dapat selaras antara guru dengan peserta didik. Ketiga, kemampuan awal juga digunakan tidak hanya untuk kepentingan keselarasan dalam proses pembelajaran, melainkan juga untuk meningkatkan kebermaknaan pengajaran. Kemampuan awal peserta didik juga berdampak pada kemudahan dalam mengikuti proses pembelajaran dan juga memudahkan pengintegrasian proses-proses internal yang berlangsung dalam diri peserta didik ketika belajar (Hamzah Uno, 2011). Martinis Yamin (2007: 32) mengungkapkan salah satu manfaat dan kegunaan yang diperoleh ketika mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik adalah guru dapat memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kompetensi/ kemampuan awal para peserta didik yang berfungsi sebagai prerequisite bagi bahan materi baru yang akan disampaikan. Kegunaan selanjutnya adalah dengan mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik maka guru dapat dengan lebih mudah dan tepat dalam mengembangkan strategi, media, dan evaluasi pembelajarannya. Implikasi yang lebih luas yaitu, kebutuhan peserta didik dapat diakomodasikan sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan. Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa kemampuan awal memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Telah dijelaskan di atas bahwa sebelum pembelajaran dilakukan, guru harus mengetahui karakteristik awal dari peserta didiknya, salah satunya yaitu kemampuan awal siswa. Menurut Smaldino (1996) seperti yang dikutip Dewi Salma (2008: 20) bahwa setiap peserta didik berbeda satu sama lain karena karakteristik umum, kemampuan awal prasyarat dan gaya belajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kemampuan awal atau prasyarat merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki sebelum peserta didik akan mempelajari kemampuan baru. Oleh sebab itu, penting bagi seorang guru untuk mengetahui karakteristik awal siswa sebelum merencanakan pembelajaran karena jika kurang, kemampuan awal ini menjadi mata rantai penguasaan materi dan menjadi penghambat dalam proses belajar. Dalam hal ini, guru dapat mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan informal seperti menanyakan tentang topik-topik tertentu pada saat pembelajaran di kelas. Selain itu, guru dapat pula memberikan tes formal berupa tes-tes standar yang dikembangkan sebelumnya.



6



Peserta didik menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan apa yang sudah mereka ketahui, menafsirkan informasi yang masuk, dan bahkan mempersepsikannya melalui indra, melalui lensa pengetahuan, keyakinan, dan asumsi mereka yang mereka ketahui (Vygotsky, 1978; National Research Council, 2000). Bahkan, ada kesepakatan luas di kalangan peneliti bahwa sangat penting bagi peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya untuk kepentingan pembelajaran (Bransford & Johnson, 1972; Resnick, 1983). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa mengajukan pertanyaan kepada peserta didik yang dirancang secara khusus untuk memicu retensi atau pengungkapan kembali informasi atau pengetahuan yang lama dapat membantu mereka menggunakan pengetahuan sebelumnya tersebut untuk melakukan integrasi dan retensi terhadap informasi baru (Woloshyn, Paivio, & Pressley, 1994). Menurut Suprayekti dan Agustyarini (2015: 50), identifikasi pengetahuan tentang kemampuan awal peserta didik sangat penting karena memiliki kegunaan sebagai berikut: a. Memberikan dosis pelajaran yang tepat. Artinya, materi yang diberikan dapat diorganisasikan dengan lebih baik, tidak terlalu mudah bagi peserta didik karena materi yang akan diajarkan ternyata sudah dikuasai oleh peserta didik; ataupun tidak terlalu sulit karena bisa saja terjadi kesenjangan yang cukup jauh antara kemampuan awal awal peserta didik dengan pengetahuan baru yang harus dikuasai. b. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan, seperti misalnya apakah peserta didik memerlukan remedial sebelum mereka siap menerima materi baru. Melalui identifikasi kemampuan awal peserta didik maka guru dapat merancang kegiatan pembelajaran yang tepat termasuk pemilihan strategi, media, dan penilaian pembelajaran dengan lebih baik. c. Mengukur apakah peserta didik memiliki prasyarat yang dibutuhkan. Prasyarat disini adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik sebelum mengikuti pelajaran tertentu. Analisis kemampuan peserta didik berfungsi juga untuk menggambarkan statistik kemampuan yang dimiliki peserta didik. Dalam hal ini, jika kemampuan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran telah dimiliki peserta didik, maka pembelajaran dapat dilanjutkan ke topik/materi berikutnya. Sebaliknya, jika tidak maka guru dapat meminta peserta didik mengambil tambahan pelajaran khusus/tertentu atau bahkan melakukan review/kajian terhadap materi terkait sebelum masuk pada materi pembelajaran yang sebenarnya. 7



d. Memilih pola-pola pembelajaran yang lebih baik. Dengan mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, maka guru dapat mendesain skenario pembelajaran dengan lebih baik, serta menentukan materi dengan lebih terorganisir, memilih strategi apa yang akan digunakan, serta menentukan media pembelajaran apa yang tepat dan dapat digunakan untuk membantu kegiatan pembelajaran.



Teknik-Teknik Mendeteksi Kemampuan Awal Peserta Didik Bapak dan Ibu setelah mengetahui dan memahami kegunaan atau fungsi dari mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik, selanjutnya akan dibahas beberapa teknik dalam mendeteksi kemampuan awal peserta didik. Teknik-teknik yang dimaksud bisa dilakukan baik secara informal (seperti misalnya mengajukan pertanyaan ke kelas) maupun dengan cara-cara yang lebih formal (misalnya, melakukan kajian/tinjauan terhadap hasil ujian terstandardisasi atau memberikan ujian dan penilaian yang dibuat oleh guru). Ujian masuk merupakan penilaian yang menentukan apakah peserta didik memiliki prasyarat atau kompetensi-kompetensi yang diperlukan sehingga proses pembelajaran berlangsung dengan optimal. Sebagai contoh, jika anda akan mengajar peserta didik tentang proses pemilihan Presiden, maka peserta didik harus sudah memahami makna “presiden” terlebih dahulu sebagai salah satu konten prasyarat atau kemampuan awal peserta didik. Dengan demikian, konten terkait presiden ini tidak perlu lagi disertakan ke dalam mata pelajaran. Untuk membantu mengklarifikasi kemampuan awal, sangat penting bagi seorang guru untuk membuat daftar kemampuan awal apa sajakah yang diperlukan di dalam rencana mata pelajaran. Dalam melakukan pendataan atau pencermatan terhadap jenis-jenis kemampuan awal yang akan dimasukkan ke dalam rencana mata pelajaran, guru dapat melakukannya dengan cara menyatakan jenis-jenis kemampuan awal tersebut ke dalam format “jenis tujuan”. Dalam materi pemilihan presiden misalnya, kemampuan awalnya bisa ditentukan sebagai berikut: “para peserta didik bisa mendefinisikan presiden”. Sedangkan untuk materi Geometri, kemampuan awal yang bisa dituliskan adalah: ‘para peserta didik bisa/mampu mengalikan”. Setelah kemampuan awal sudah berhasil diidentifikasi dan ditentukan, maka guru bisa menggunakan ujian masuk (entry test) untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum masuk ke mata pelajaran yang akan diajarkan. Ujian masuk tersebut, mungkin dibutuhkan untuk menilai konten 8



yang akan diajarkan untuk mengetahui apakah peserta didik belum menguasai apa yang guru rencanakan untuk ajarkan. Lebih lanjut, Suprayekti dan Agustyarini (2015: 52) menyatakan bahwa teknik mendeteksi kemampuan awal peserta didik dapat dilakukan diantaranya dengan: a. Menggunakan catatan atau dokumen yang tersedia. Dalam hal ini, catatan kemajuan peserta didik (raport) dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi untuk mendeteksi kemampuan awal peserta didik. b. Menggunakan tes prasyarat (prerequisite test) dan tes awal (pre-test). Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan ataupun dipersyaratkan sebelum mengikuti pelajaran tertentu. Sedangkan tes awal merupakan tes yang dilakukan untuk mendeteksi seberapa jauh peserta didik telah memiliki pengetahuan dan keterampilan terkait pelajaran yang akan diikuti. Teknik yang dapat dilakukan oleh guru diantaranya adalah dengan menggunakan wawancara, observasi, dan memberikan kuesioner kepada peserta didik. c. Mengadakan konsultasi individual. Teknik ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara mewawancarai peserta didik secara informal, bisa berupa konseling untuk mengetahui prestasi peserta didik ataupun untuk mengelaborasi masalah yang mungkin sedang dimiliki oleh peserta didik. d. Menggunakan angket atau kuesioner kepada peserta didik untuk memperoleh informasi terkait bagaimana karakteristik peserta didik khususnya kemampuan awal ataupun pengalaman yang sudah dimiliki oleh peserta didik. Beberapa teknik tersebut di atas dapat dipergunakan oleh guru sebagai alternatif dalam mendeteksi kemamppuan awal peserta didik sebelum mendesain pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, mendeteksi kemampuan awal peserta didik juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan beberapa topik yang relevan sebelum guru memulai pelajaran serta menggunakan pengetahuan/keterampilan yang sudah akrab bagi peserta didik. Dengan demikian, peserta didik dapat lebih siap dalam menerima materi baru dan lebih termotivasi untuk terlibat dalam aktivitas maupun tugas-tugas pembelajaran yang telah di rancang oleh guru.



9



Guru dapat mengukur tingkat pengetahuan peserta didik sebelumnya tersebut dan menggunakannya sebagai landasan untuk mempersiapkan pembelajaran.



Jenis-Jenis Kemampuan Awal Peserta Didik Pembelajaran pada hakekatnya berkontribusi terhadap perkembangan intelektual manusia karena sifatnya yang kumulatif. Peserta didik pada dasarnya berkembang dari satu titik ke titik berikutnya di dalam perkembangannya, dimana mereka juga belajar serangkaian atau pun seperangkat kemampuan melalui proses diferensiasi, mengingat (recall), dan transfer pembelajaran. Llewellyn (2002) berpendapat bahwa pembelajaran harus lebih bersifat kognitif dan tidak didasarkan pada transfer pengetahuan secara langsung dari pendidik kepada peserta didik semata. Peserta didik pada dasarnya merupakan individu yang 'unik' dan respon mereka terhadap konstruksi pengetahuan dalam konteks pembelajaran harus dipandang unik pula karena perbedaan dalam kemampuan awal mereka. Artinya adalah bahwasanya pengetahuan peserta didik adalah produk dari konstruksi mereka sendiri. Pada hakekatnya, mengaitkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dapat memfasilitasi proses pembelajaran. Peserta didik dapat dengan lebih mudah melakukan coding dan menyimpan informasi dalam memori jangka panjang ketika ada tautan ke pengalaman dan pengetahuan pribadi. Cara sederhana untuk merangsang ingatan adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang pengalaman sebelumnya, pemahaman tentang konsep sebelumnya, atau isi konten yang akan dipelajari. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk membangun pengetahuan atau keterampilan mereka sebelumnya. Pada bagian ini, akan dibahas terkait jenis-jenis kemampuan awal untuk belajar keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, sikap, dan psikomotorik. Gagne (1977) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam lima kategori atau taksonomi. Kelima taksonomi tersebut pada dasarnya merepresentasikan berbagai macam luaran sebagai hasil dari proses pembelajaran. Klasifikasi pembelajaran menurut Gagne (1977) meliputi lima jenis kemampuan atau ranah belajar, yakni: keterampilan intelektual, startegi kognitif, informasi verbal, sikap, dan psikomotor. Berikut akan diuraikan masing-masing jenis taksonomi atau kategori tersebut kaitannya dengan kemampuan awal peserta didik. 10



a. Keterampilan Intelektual Keterampilan intelektual merupakan jenis pengetahuan prosedural yang memerlukan kemampuan awal dengan jenis komponen keterampilan yang lebih sederhana. Keterampilan intelektual ini meliputi: 1) Diskriminasi; 2) Konsep konkret; 3) Penggunaan aturan; dan 4) Pemecahan masalah (problem solving). Diskriminasi yang dimaksud disini adalah membuat respon-respon yang berbeda untuk masing-masing peserta didik dengan melihat dan mengamati beragam perbedaan esensial diantara input yang berbeda-beda tersebut serta meresponnya dengan beragam pula terhadap tiap-tiap input. Belajar memperbedakan disini adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep. Dalam merespon lingkungannya, peserta didik membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua macam belajar memperbedakan yaitu memperbedakan tunggal dan memperbedakan jamak. Contoh memperbedakan tunggal, “siswa dapat menyebutkan segitiga sebagai lingkungan tertutup sederhana yang terbentuk dari gabungan tiga buah ruas garis”. Contoh memperbedakan jamak, siswa dapat menyebutkan perbedaan dari dua jenis segitiga berdasarkan besar sudut dan sisi-sisinya. Berdasarkan besar sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi terpanjang adalah sisi miringnya, sementara pada segitiga sama sisi besar sudut-sudutnya sama begitu pula dengan besar sisi-sisinya. Dalam hal ini guru dapat memberikan tes kemampuan awal dengan beragam jenis tes, misalnya dengan cara menanyakan kepada peserta didik tentang bentuk segitiga; meminta peserta didik yang lainnya menggambarkan bentuk segitiga; atau peserta didik diminta membedakan perbedaan sudut dan sisi. Konsep konkret disebut juga belajar pembentukan konsep dimana peserta didik belajar mengenal sifat bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkannya menjadi satu. Misalnya, untuk memahami konsep persegi panjang, peserta didik diminta mengamati jendela rumah (yang bentuknya persegi panjang), batu bata, meja kerja dan sebagainya. Benda-benda konkret ini diupayakan sedekat mungkin dengan pengalaman peserta didik sebelumnya, artinya peserta didik memang sudah familiar betul dengan benda-benda yang disebutkan sebagai contoh oleh guru.



11



Penggunaan aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam matematika misalnya adalah: teorema, dalil, atau sifat-sifat. Contoh aturan dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih. Sebagai contoh, terdapat sebuah segitiga dengan sisi siku-sikunya berturut-turut mempunyai panjang 3 cm dan 4 cm. Guru meminta anak untuk menentukan panjang sisi miringnya. Untuk menghitung panjang sisi miringnya, anak memerlukan suatu aturan Pythagoras yang berbunyi “pada suatu segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi siku-sikunya”. Dengan menggunakan aturan di atas maka akan diperoleh perhitungan berupa 32 + 42 = 25 = 52, jadi panjang sisi miring yang ditanyakan adalah 5 cm. Dalam hal ini kemampuan awal yang bisa dielaborasi oleh guru adalah pemahaman peserta didik terkait aturan-aturan dalam rumus phythagoras. Guru juga bisa melakukan cek terhadap pemahaman peserta didik terkait segitiga siku-siku. Pemecahan masalah dimaksudkan bahwasanya belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi tingkatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. Contoh belajar memecahkan masalah yang dilakukan oleh guru misalnya mencari selisih kuadrat dua bilangan yang sudah diketahui jumlah dan selisihnya. Dalam hal ini, kemampuan awal yang bisa dimasukkan ke dalam daftar atau format tujuan oleh guru berupa kemampuan peserta didik dalam memahami kuadrat dua bilangan. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar dimulai prasyarat yang sederhana, yang kemudian meningkat pada kemampuan kompleks. Gagne mengemukakan bahwa transfer belajar akan terjadi apabila pengetahuan dan keterampilan matematika yang telah dipelajari dan yang berkaitan dengan konsep dan prinsip, berhubungan langsung dengan permasalahan baru yang kita hadapi. Tetapi sebaliknya, apabila konteks yang baru tersebut membutuhkan suatu konsep dan prinsip yang berbeda dari kemampuan spesifik yang sudah dikuasai sebelumnya, maka transfer belajar tidak akan terjadi.



12



b. Strategi Kognitif Kapabilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan juga sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan beberapa aspek seperti perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir peserta didik menjadi terarah. Contoh penerapan dari kapabilitas strategi kognitif, adalah Guru Arya akan memberikan materi kepada peserta didik yakni terkait dengan macam-macam bencana alam. Di dalam apersepsi, untuk menggali kemampuan awal peserta didik, guru tersebut perlu mengembangkan proses berpikir mereka dengan memintanya untuk membaca artikel di majalah ilmiah terkait dengan macam-macam bencana alam. Apa yang dipelajari peserta didik dari artikel tersebut mungkin hanya berupa fakta, strategi, atau penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, dan memberikan kode terhadap informasi yang direkam dipikirannya, serta menemukan kembali informasi tersebut untuk keperluan pemerolehan pengetahuan baru, maka peserta didik harus mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang sudah dibaca dan dipelajarinya, terutama untuk memecahkan masalah ketika guru memberikan beberapa studi kasus di pembelaran inti. Berdasarkan kemampuan awal yang telah dimilikinya tersebut, maka peserta didik dapat membuat beberapa alternatif pemecahan masalah terkait mitigasi bencana.



c. Informasi Verbal Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Informasi Verbal juga merupakan kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan. Contoh, ketika guru akan memberikan materi tentang perhitungan segitiga dengan menggunakan rumus Phytagoras, guru dapat membuat daftar kemampuan awal yang harus dimiliki oleh peserta didik tersebut dengan diantaranya dengan peserta didik mampu menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya. 13



Contoh penerapan yang lain adalah jika guru akan mengajar peserta didik untuk menghitung luas bidang geometri, maka guru perlu memberikan pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal terkait dengan penyebutan bidang-bidang geometri oleh peserta didik untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum memasuki pelajaran geometri. Contoh kemampuan awal lainnya adalah, pada mata pelajaran Pengoperasian dan Perakitan Sistem Kendali (PPSK), proyek tugas akhir merupakan pembelajaran yang digunakan dalam materi pengendali elektronik. Sebelum membuat suatu barang tentu, peserta didik harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Materi pengendali elektronik merupakan suatu rangkaian pengendali yang menggunakan prinsip dasar elektronika. Dengan demikian, peserta didik perlu mengetahui dasar-dasar mengenai elektronika yang berhubungan dengan sistem kendali. Oleh karenanya, kemampuan awal yang harus dimiliki peserta didik dalam pengendali elektronik pada mata pelajaran PPSK diantaranya adalah menyebutkan prinsip pengoperasian, merencanakan rangkaian, membuat rangkaian dan mengoperasikan sistem pengendali elektronik.



d. Sikap Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau tidak. Contoh, seorang pserta didik memasuki toko buku yang didalamnya tersedia berbagai macam jenis buku, bila peserta didik tersebut memiliki sikap positif dan senang terhadap matematika, tentunya sikap yang dimilikinya tersebut akan berimplikasi terhadap terpengaruhnya peserta didik tersebut dalam memilih buku matematika dibandingkan dengan buku lain. e. Psikomotor Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam mendemonstrasikan alat-alat 14



peraga matematika merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. Dalam hal ini maka kemampuan awal yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah diantaranya mampu menggunakan penggaris, jangka, sampai kemampuan menggunakan alat-alat tadi untuk membagi sama panjang suatu garis lurus. Contoh penerapan yang lain adalah jika guru akan mengajar peserta didik untuk menghitung luas bidang geometri, maka guru perlu memberikan pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal terkait dengan kemampuan perkalian peserta didik untuk mengidentifikasi peserta didik mana yang membutuhkan perbaikan sebelum memasuki pelajaran geometri. Contoh kemampuan awal lainnya adalah, pada mata pelajaran Pengoperasian dan Perakitan Sistem Kendali (PPSK), proyek tugas akhir merupakan pembelajaran yang digunakan dalam materi pengendali elektronik. Sebelum membuat suatu barang tentu, peserta didik harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Materi pengendali elektronik merupakan suatu rangkaian pengendali yang menggunakan prinsip dasar elektronika. Dengan demikian, kemampuan awal yang harus dimiliki oleh peserta didik tidak hanya perlu mengetahui dasardasar mengenai elektronika yang berhubungan dengan sistem kendali saja melainkan juga dapat merencanakan rangkaian, membuat rangkaian dan mengoperasikan sistem pengendali elektronik.



15



Glosarium Kemampuan Awal Kemampuan atau pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti kegiatan instruksional seperti yang sudah dirancang oleh guru.



Kapabilitas Hasil belajar yang bersifat kognitif dan belum sampai ke tingkat kompetensi, namun dapat digunakan sebagai dasar dalam belajar lebih lanjut untuk mencapai kompetensi.



Strategi Kognitif Keterampilan yang terorganisasi secara internal. Kemampuan strategis menyangkut bagaimana cara mengingat, dan cara belajar berpikir tanpa terikat pada materi apa yang dipelajari atau dipikirkan.



Keterampilan Intelektual Hasil belajar yang meliputi cara melakukan atau pengetahuan yang bersifat prosedural.



Informasi Verbal Kemampuan menjelaskan secara verbal tentang sesuatu yang dipelajari baik berbentuk fakta, prinsip, maupun penggunaan aturan.



16



KEGIATAN BELAJAR 3 GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK



CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KEGIATAN Peserta PPG menguasai secara mendalam gaya belajar peserta didik dengan sub capaian (1) mengidentifikasi kekuatan dan preferensi perseptual dan mengaplikasinya dalam pembelajaran, (2) mengidentifikasi kebiasaan informasi dan aplikasinya dalam pembelajaran, (3) memahami kecerdasan majemuk dan strategi mengembangkannya, (4) memahami motivasi dan penerapannya dalam pembelajaran, (5) menganalisis faktor – faktor fisiologis dan aplikasinya dalam pembelajaran.



POKOK POKOK MATERI Kekuatan dan preferensi perseptual dan mengaplikasinya dalam pembelajaran. A. Kekuatan dan preferensi perseptual dan mengaplikasinya dalam pembelajaran B. Kebiasaan memproses informasi dan aplikasinya dalam pembelajaran. C. Kecerdasan majemuk dan strategi mengembangkannya. D. Motivasi dan penerapannya dalam pembelajaran. E. Faktor – faktor fisiologis dan aplikasinya dalam pembelajaran.



URAIAN MATERI Bapak ibu guru apakah tahu jika setiap peserta didik memiliki “design otak”?. Otak setiap individu berbeda dengan individu lain seperti juga sidik jari. Beberapa peneliti telah menelaah tentang hal tersebut dan mulai mencari tahu mengenai gaya belajar peserta didik, dan fakta bahwa setiap individu belajar



dengan cara yang berbeda dan memiliki preferensi yang berbeda mengenai dimana, kapan dan bagaimana kita belajar. Contoh-contohnya meliputi; kekuatan dan persepsi perseptual, kebiasaan memproses informasi, kecedasan majemuk, motivasi dan faktor-faktor fisiologis. A. Kekuatan dan persepsi perseptual Peserta didik memiliki gerbang sensorik (visual, auditori, jasmani, dan kinestetik) yang mereka lebih suka gunakan dan mana yang mahir penggunaannya. Bobi de porter (2000) mengemukakan bahwa gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Dalam kenyatannya, kita semua memiliki ketiga gaya belajar itu; hanya saja biasanya satu gaya mendominasi (Rose dan Nicholl, 1997). Bapak ibu guru setelah Anda memahami tentang hal tersebut, selanjutnya buatlah peserta didik menyadari gaya belajar masing-masing. Tes berikut akan membantu setiap peserta didik mengidentifikasi gayanya belajarnya. Tandailah kotak yang sesuai untuk setiap pertanyaan. Jumlahkan nilai Anda untuk setiap bagian. Kemudian buatlah grafik dari hasilnya. VISUAL



          



Apakah Anda rapi dan teratur? Apakah Anda berbicara dengan cepat? Apakah Anda perencana dan pengatur jangka panjang yang baik? Apakah Anda pengeja yang baik dan dapatkah Anda melihat kata-kata dalam pikiran Anda Apakah Anda lebih ingat apa yang dilihat daripada yang didengar? Apakah Anda menghafal dengan asosiasi visual? Apakah Anda sulit mengingat perintah lisan kecuali jika dituliskan, dan apakah Anda sering meminta orang mengulang ucapannya? Apakah Anda lebih suka membaca daripada dibacakan? Apakah Anda suka mencoret-coret selama menelepon/menghadiri rapat? Apakah Anda lebih menyukai seni daripada musik?



SERING



KADANGKADANG



JARANG



Apakah Anda tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak terpikir kata yang tepat? SUBTOTAL AUDITORIAL



             



    



KADANGKADANG



JARANG



SERING



KADANGKADANG



JARANG



Apakah Anda berbicara kepada diri sendiri saat bekerja? Apakah Anda mudah tergangu oleh keributan? Apakah Anda sering menggerakan bibir/melafalkan kata saat membaca Apakah Anda suka membaca keras-keras dan mendengarkan? Dapatkah Anda mengulang dan menirukan nada, perubahan, dan warna suara Anda? Apakah Anda merasa menulis itu sulit, tetapi pandai bercerita? Apakah Anda berbicara dengan pola berirama? Apakah menurut Anda, anda adalah pembicara yang fasih? Apakah Anda lebih menyuakai music daripada seni? Apakah Anda belajar melalui mendengar mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat Apakah Anda banyak bicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan panjanglebar? Apakah Anda lebih baik mengeja keras-keras daripada menulisnya? SUBTOTAL KINESTETIK



 



SERING



Apakah Anda berbicara lambat? Apakah Anda menyentuh orang untuk mendapatkan perhatiannya? Apakah Anda berdiri dekat-dekat saat berbicara dengan seseorang? Apakah Anda berorientasi pada fisik dan bentuk bergerak? Apakah Anda belajar melalui manipulasi dan praktek? Apakah Anda menghafal dengan berjalan dan melihat? Apakah Anda menggunakan jari untuk menunjuk saat membaca?



    



Apakah Anda banyak menggunakan isyarat tubuh? Apakah Anda tidak bisa duduk tenang untuk waktu lama? Apakah Anda membuat keputusan berdasarkan perasaan? Apakah Anda mengentuk-ngetuk pena, jari, atau kaki saat mendengarkan? Apakah Anda meluangkan waktu untuk berolahraga dan berkegiatan fisik lainnya? SUBTOTAL



Berikut ini merupakan cara yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik memanfaatkan preferensi belajar mereka: Pelajar Visual Dorong pelajar visual mempunyai banyak simbol dan gambar dalam catatan mereka. Dalam matematika dan ilmu pengetahuan, tabel dan grafik akan memperdalam pemahaman mereka. Peta pikiran dapat menjadi alat yang bagus bagi para pelajar visual belajar terbaik saat mulai dengan “gambaran keseluruhan,” melakukan tinjauan umum mengenai bahan pelajaran akan sangat membantu. Membaca bahan secara sekilas misalnya, memberikan gambaran umum mengenai bahan bacaan sebelum mereka terjun kedalam perinciannya. Pelajar Auditorial Para pelajar Auditorial mungkin lebih suka merekam pada kaset dari pada mencatat, karena mereka suka mendengarkan informasi berulang-ulang. Jika mereka kesulitan dengan satu konsep bantulah mereka berbicara dengan diri mereka sendiri untuk memahaminya. Anda dapat membuat fakta panjang yang mudah diingat oleh siwa auditorial dengan mengubahnya menjadi lagu, dengan melodi yang sudah dikenal dengan baik. Pelajar Kinestetik Pelajar-pelajar ini menyukai terapan. Lakon pendek dan lucu terbukti dapat membantu. Pelajar kinestetik suka belajar melalui gerakan dan paling baik menghafal informasi dengan mengasosiasikan gerakan dengan setiap fakta. Banyak pelajar kinestetik menjauhkan diri dari bangku, mereka lebih suka duduk di lantai dan menyebarkan pekerjaan di sekeliling mereka.



B. Kebiasaan memproses informasi dan aplikasinya dalam pembelajaran Bapak ibu selain peserta didik memiliki preferensi perseptual berbeda mereka juga memiliki gaya berfikir seperti yang diungkapkan Anthony Gregorc (1982) yang mengembangkan teori gaya berfikir berdasarkan dua variable, yaitu bagaimana cara kita melihat dunia (bagaimana kita melihat dunia secara abstrak dan konkrit). Dan juga cara kita memahami dunia (dalam pemahaman sistemasis dan acak). Menggunakan dua variable tersebut, Gregorc mengkombinasikannya sehingga membentuk empat gaya berfikir: a. Concrete Random Thinkers. pemikir ini, adalah pemikir yang menikmati eksperimen, juga dikenal sebagai pemikir yang berbeda. Mereka ingin mengambil lompatan intuitif untuk menciptakan. Mereka menemukan cara alternatif dalam melakukan sesuatu. Dengan demikian di dalam kelas, jenis pemikir perlu diizinkan untuk memiliki kesempatan guna membuat pilihan tentang pembelajaran mereka dan tentang bagaimana mereka menunjukkan apa yang meraka pahami. peserta didik menikmati menciptakan model baru dan hal-hal praktis yang dihasilkan dari pengembangan pembelajaran dan konsep baru mereka. Pebelajar dengan tipe ini mudah belajar melalui permainan, simulasi, proyek mandiri, dan discovery learning b. Concrete Sequential Thinkers. pemikir ini berbasis pada aktifitas fisik yang dimaknai dengan rasa. Mereka adalah detail oriented, dan mengingat merupakan hal mudah bagi mereka. Mereka membutuhkan struktur, kerangka, jadwal, dan organisasi pembelajaran. Mereka menyukai pembelajaran dan kegiatan yang diarahkan oleh guru. Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui workbook, pembelajaran berbasis komputer, demonstrasi, dan praktik laboratorium yang terstruktur. c. Abstract Sequential Thinkers. Pemikir ini senang dalam dunia teori dan pemikiran abstrak. proses berpikir mereka adalah rasional, logis, dan intelektual. Mereka nyaman ketika terlibat dengan pekerjaan dan investigasi mereka sendiri. Peserta didik ini perlu memiliki waktu untuk memeriksa



sepenuhnya ide baru, konsep, dan teori-teor yang ada di hadapan mereka. Mereka ingin mendukung informasi baru dengan menyelidiki dan menganalisa sehingga pembelajaran masuk akal dan memiliki arti nyata bagi mereka. Pebelajar dengan tipe ini mudah belajar melalui membaca dan mendengarkan presentasi. d. Abstract Random Thinkers. pemikir ini mengatur informasi melalui berbagi dan berdiskusi. Mereka hidup di dunia perasaan dan emosi dan belajar dengan mempersonalisasi informasi. Pembelajar ini ingin membahas dan berinteraksi dengan orang lain ketika mereka belajar. Kooperatif pada kelompok belajar, menjadi pusat belajar, dan mitra kerja memfasilitasi pemahaman mereka. Pebelajar dengan tipe ini akan mudah belajar melalui diskusi grup, ceramah, tanya jawab, dan penggunaan.



C. Kecerdasan majemuk dan strategi mengembangkannya Penting bagi Bapak ibu guru untuk mengenali semua kecerdasan peserta didik yang bervariasi. Jika guru menyadari hal ini, maka akan memiliki kesempatan untuk menangani masalah belajar secara tepat. Menurut Howard Gardner ada 8 jenis kecerdasan manusia, yaitu: a. Kecerdasan Logis Matematis Kecerdasan ini mencakup tiga bidang yang saling berhubungan yaitu; matematika, Ilmu Pengetahuan (sains), dan logika, yang melibatkan banyak komponen seperti perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif induktif, ketajaman pola dan hubungan. Karakteristik kecerdasan logis matematis adalah : 1. Menggunakan angka, penalaran, hubungan sebab-akibat dan hubungan logis suatu peristiwa. 2. Menunjukkan ketrampilan pemecahan yang logis. 3. Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti, membuat hipotesis, merumuskan berbagai model, mengembangkan contohcontoh tandingan, dan membuat argument yang kuat.



4. Menyukai operasi yang kompleks seperti kalkulus, fisika, pemograman komputer, atau metode penelitian. 5. Mengungkapkan ketertarikan dalam karir-karir seperti akuntansi, teknologi komputer, hokum, mesin, dan ilmu kimia. Pembelajaran logis matematis di sekolah dapat dikembangkan melalui beberapa strategi seperti berikut ini: 1. Menceritakan



masalah



yang



dihadapi



sehari-hari,



kemudian



dipecahkan dengan bantuan pemikiran matematis dengan mengatur waktu penyelesaian dengan tepat dan efektif. 2. Merencanakan suatu eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah yang diawali dengan mengungkapkan masalah, membuat hipotesis, melakukan percobaan, menafsirkan data, dan menarik kesimpulan. 3. Membuat diagram venn untuk mempolakan masalah agar mudah membangun pengertian sehingga mudah dipecahkan. 4. Membuat analogi untuk menjelaskan sesuatu sehingga mudah dipahami, misalnya menjelaskan tentang peristiwa erosi diwujudkan dengan analogi menumpahkan air pada kepala yang tidak berambut, air akan cepat mengalir ke badan. 5. Menggunakan ketrampilan berpikir dari tingkat rendah hingga berpikir tingkat tinggi untuk menyelesaikan masalah. 6. Mengkategorikan fakta – fakta yang dipelajari sesuai sifat dan jenisnya untuk memudahkan mengingat. 7. Merancang suatu pola atau kode, atau simbol untuk mengetahui obyek yang ingin dipelajari. b. Kecerdasan Bahasa Merupakan kemampuan menggunakan kata, baik itu verbal maupun tulisan, termasuk keahlian berbahasa. Orang – orang yang kurang dalam penglihatan, pendengaran, atau berbicara akan mengembangkan bahasa dan ketrampilan berkomunikasi dengan cara lainnya. Kecerdasan ini memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Menirukan suara, bahasa, membaca, menulis, dari orang lainnya.



2. Menggunakan ketrampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, menciptakan pengetahuan, menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri. 3. Membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan, atau menerangkan, mengingat yang telah dibaca. 4. Menulis secara efektif, menerapkan aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan menggunakan kosakata yang efektif 5. Menunjukkan minat dalam jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis, atau menyunting. Pembelajaran yang dapat membangkitkan kecerdasan linguistik dalam diri pesera didik dengan strategi berikut; 1. Bercerita Peserta didik akan senang menceritakan kisah yang dimiliki kepada temannya sebayanya, sebagian yang lain merasa malu. Mendengarkan cerita melibatkan ketrampilan mendengar dan linguistik. Metode bercerita bisa diajarkan kepada peserta didik dengan pendahuluan yang menarik, pemilihan karakter, cerita yang dipilih mengandung imajinasi yang bias dibayangkan oleh pendengar, memakai efek suara, tangan dan gerakan tubuh, suara jelas serta ekspresif, dan kontak mata dengan pendengar. 2. Diskusi Diskusi kelas digunakan hampir disetiap mata pelajaran dan semua tingkat. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar hasilnya positif dan memuaskan. Lima tahap diskusi yang harus diperhatikan guru adalah: a) Menjelaskan tujuan diskusi dengan menyampaikan apa yang akan dibahas serta perilaku peserta didik yang seharusnya. b) Mempertahankan jaannya diskusi, dengan menyampaikan atau meminta



sukarelawan



untuk



mengawali



pembicaraan,



memastikan bahwa tanggapan didengarkan dengan sopan.



Peserta didik bias memakai papan tulis, flip chart, atau mind map. c) Mengawasi jalan diskusi supaya topic tidak bergeser dari yang telah ditentukan. d) Mengakhiri diskusi dengan merangkum apa yang telah disampaikan, dan menghubungkan dengan pembelajaran kelas lainnya. e) Melakukan Tanya jawab mengenai diskusi yang telah dilaksanakan dan meminta peserta didik menyampaikan manfaat yang diperoleh. 3. Merekam dengan tape recorder Tape recorder digunakan untuk sebagai pengumpul informasi, wawancara, dan dapat digunakan untuk menyediakan informasi. Peserta didik dapat menggunakan untuk mempersiapkan tulisan, mengolah gagasan, sekaligus membicarakan topic mereka. Peserta didik yang kurang cakap menulis mungkin bisa merekam pemikiran mereka sebagai mode ekspresi alternative. Manfaat lain bias digunakan mengirim surat lisan kepada peserta didik lain untuk menceritakan pengalaman pribadi mereka, dan memperoleh umpan balik tentang sosialisasi di lingkungan kelas. 4. Menulis jurnal Jurnal ini dapat dibuat sangat pribadi dan hanya diceritakan pada guru atau dibacakan secara teratur di depan kelas. Jurnal ini dapat merangkum kecerdasan majemuk dengan menggunakan gambar, sketsa foto, dialog, dan data non verbal. Topic yang ditulis bias bidang umum, spesifik, catatan matematika, gagasan baru, dan mata pelajaran lain 5. Publikasi Publikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tulisan peserta didik dapat difotocopi dan disebarkan. Tulisan – tulisan dapat dijilid dalam bentuk buku dan ditempatkan khusus dikelas atau perpustakaan, dan



dipublikasikan di web site sekolah. Jika memungkinkan membentuk kelompok khusus kepenulisan utuk diskusi buku dan tulisan peserta didik. Apabila peserta didik tahu bahwa orang lain menggandakan, mendiskusikan, bahkan memperdebatkan tulisan mereka, hal itu memotivasi untuk terus mengembangkan keahliannya. c. Kecerdasan Musikal Merupakan kecerdasan yang meliputi kepekaan irama, melodi, ataupun warna suara. Kecerdasan ini memilii karakteristik sebagai berikut: 1. Mendengarkan dan merespon dengan ketertarikan terhadap berbagai bunyi, termasuk suara manusia, suara dari lingkungan alam, dan mengorganisasikan beberapa jenis suara ke dalam pola yang bermakna. 2. Mengoleksi musik dan informasi musik dalam berbagai bentuk. 3. Mengembangkan kemampuan menyanyi dan memainkan instrument secara sendiri atau bersama orang lain. 4. Dapat memberikan interpretasi mengenai composer dan menganalis serta mengkritik musik terpilih. 5. Mengungkapkan ketertarikan dalam bidang music seperti penyanyi, pemain instrument music, pengolah suara, produser, guru music, atau konduktor. Pembelajaran yang dapat mengembangkan kecerdasan musikal di dalam kelas adalah; 1. Irama, lagu dan senandung Mengambil inti materi pelajaran dan dikemas secara berirama misalnya untuk menghafalkan kata, tabel perkalian dengan lagu popular. Peserta didik diminta untuk menciptakan sendiri lagu untuk merangkum materi yang sudah dipelajari. 2. Diskografi Menambahkan referensi pembelajaran dengan daftar lagu yang cukup popular misalnya yang berkaitan dengan mengenang pahlawan adalah



lagu syukur kemudian meminta peserta didik mendiskusikan lagu tersebut. 3. Musik supermemori Peserta didik dapat mengingat informasi ketika mendengar penjelasan guru sambil mendengarkan musik dalam keadaan rileks. 4. Konsep musikal Nada dan music dapat digunakan sebagai alat kreatif untuk mengekspresikan konsep pola atau skema pembelajaran dengan bersenandung sampai mengggunakan nada rendah atau tinggi. 5. Music suasana Menggunakan rekaman musik yang membangun suasana hati misalnya suara alam, music klasik yang bisa membangun kondisi emosional tertentu. d. Kecerdasan Visual Spasial Kemampuan untuk mempersepsi & mentransformasikan dunia spasialvisual, berupa kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang & hubungan yang terjadi di dalamnya. Karakteristik kecerdasan visual spasial sebagai berikut: 1. Belajar dengan melihat, mengamati, mengenali wajah – wajah, benda – benda , warna, detail – detail, dan pemandangan. 2. Melihat hal atau benda dengan perspektif baru. 3. Merasakan pola – pola yang lembut maupun rumit. 4. Cakap mendesain secara abstrak atau representasional 5. Mengekspresikan ketertarikan menjadi artis, fotografer, teknisi, videographer, arsitek, perancang, pengamat seni, pilot dan lainnya Pembelajaran yang dirancang untuk mengaktifkan kecerdasan visual spasial adalah 1. Visualisasi Penerapan metode ini dengan menciptakan “layar lebar” di benak peserta didik, guru dapat membimbing dengan memejamkan mata dan



membayangkan apa yang baru saja mereka pelajari dan diminta untuk menceritakan kembali. 2. Penggunaan warna Penggunaan warna untuk memberi penekanan pada pola peraturan atau klasifikasi selama proses pembelajaran, misal warna merah pada semua kata – kata penting yang harus dipahami peserta didik. Warna juga sebagai penghilang stress peserta didik ketika menghadapi hal sulit menemukan makna. 3. Metafora gambar Metafora gambar adalah pengekspresian gagasan melalui pencitraan visual. Nilai pendidikan metafora ada pembentukan hubungan hal yang sudah diketahui peserta didik dan yang diajarkan. 4. Sketsa gagasan Strategi sketsa gagasan ini meminta peserta didik menggambarkan poin kunci, gagasan utama, tema sentral, atau konsep yang diajarkan, agar cepat dan mudah sketsa tidak harus rapi menyerupai kenyataan. e. Kecerdasan Kinestetis Meliputi kemampuan fisik, baik itu kecepatan, kelenturan, kekuatan, dan lain - lain. Karakteristik kecerdasan kinestetik sebagai berikut: 1. Belajar dengan langsung terlibat 2. Sensitive dan responsive terhadap lingkungan dan system secara fisik 3. Mendemostrasikan keseimbangan, ketrampilan, dan ketelitian dalam tugas fisik 4. Mempunyai kemampuan untuk memperbaiki segala sesuatu dan sempurna secara pementasan fisik. 5. Mengekspresikan ketertarikan pada karir atlit, penari, ahli bedah, atau pembuat gedung Pembelajaran dikelas yang dapat mengaktifkan kecerdasan kinestetik adalah; 1. Respon tubuh



Mintalah peserta didik menanggapi pelajaran menggunakan tubuh sebagai media respon misalnya mengangkat tangan, mengangguk, atau tersenyum jika memahami penjelasan guru. 2. Teater kelas Meminta peserta didik memerankan teks, soal, atau materi lain yang harus dipelajari dengan mendramakan isinya. 3. Konsep kinestetis Permainan tebak – tebakan yang dilakukan dengan gerakan yang menantang kemampuan peserta didik untuk mengungkapkan pengetahuan dengan cara tidak konvensional. 4. Hands on thinking Memberi kesempatan peserta didik untuk memanipulasi obyek atau menciptakan sesuatu dari tangan mereka dengan membuat patung, kolase, atau bentuk kerajinan lain. 5. Peta tubuh Tubuh manusia dapat digunakan sebagai alat pedagogis yang berguna, missal jari untuk menghitung, dengan menggunakan gerakan fisik akan menginternalisasikan gagasan. f. Kecerdasan Interpersonal Kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat serta kemampuan membedakan aneka tanda interpersonal & menanggapinya secara efektif. Karakteristik kecerdasan interpersonal sebagai berikut: 1. Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain. 2. Merasakan pikiran, perasaan, motivasi, tingkah laku orang lain. 3. Mempengaruhi pendapatan dan perbuatan orang lain 4. Menyesuaiakan diri terhadap lingkungan dan grup yang berbeda 5. Tertarik pada karir seperti mengajar, pekerjaan social, konseling, manajemen, dan politik. Pembelajaran dikelas yang mengaktifkan kecerdasan interpersonal adalah;



1. Berbagi rasa dengan teman sekelas Mengajari teman sebaya kepada teman lain, berbagi pengalaman dengan teman yang berbeda-beda. 2. Kerja kelompok Kelompok akan efektif jika terdiri atas tiga sampai delapan orang untuk mengerjakan tugas dengan cara yang berbeda-beda dengan diskusi, menganalisis video, menyusun laporan dan lain sebagainya. 3. Simulasi Simulasi melibatkan sekelompok orang yang bias bersifat spontan atau improvisasi memainkan skenario yang dibuat guru. g. Kecerdasan Intrapersonal Merupakan kecerdasan untuk memahami diri sendiri & bertindak sesuai pemahaman tersebut, termasuk juga kecerdasan untuk menghargai diri sendiri. Karakteristik kecerdasan interpersonal adalah sebagai berikut: 1. Sadar akan wilayah emosinya 2. Membangun hidup dengan suatu system nilai etik (agama) 3. Bekerja madiri 4. Berusaha untuk mengaktualisasikan diri 5. Termotivasi untuk mengidentifikasi dan memperuangkan tujuannya. Pembelajaran



dikelas



yang



dapat



mengembangkan



kecerdasan



intrapersonal adalah: 1. Sesi refleksi satu menit Sesi ini memberikan waktu pada peserta didik untuk mencerna informasi yang mereka terima, atau menghubungkan informasi dengan peristiwa dalam kehidupan mereka. 2. Moment mengekspresikan perasaan Selama proses pembelajarn peserta didik harus bias menciptakan momen dimana peserta didik untuk tertwa, merasa marah, mengungkapkan pendapat dengan membuat peserta didik merasa nyaman mengekspresikan emosi di kelas. 3. Sesi perumusan tujuan



Sesi perumusan tujuan yang realistis pada peserta didik baik tujuan jangka pendek atau panjang dengan bimbingan guru. h. Kecerdasan Naturalis Kecerdasan mengenali benda-benda fisik & fenomena alam. Biasanya kecerdasan naturalis ini dimiliki oleh ahli biologi, pecinta alam, aktivis lingkungan, pendaki gunung, dan lainnya. Karakteristik kecerdasan naturalis sebagai berikut: 1. Suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan. 2. Sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka 3. Suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang. 4. Menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam. 5. Suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya. 6. Berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup. Pembelajaran di kelas yang mengembangkan kecerdasan naturalis adalah; 1. Jalan – jalan di alam terbuka Cara ini untuk menguatkan materi yang akan dipelajari untuk semua mata pelajaran, misalnya untuk napak tilas perjuangan pahlawan, mempelajari pertumbuhan dan cuaca. 2. Melihat keluar jendela Untuk mengurangi kebosanan peserta didik di kelas, metode ini dapat dilakukan oleh guru dengan observasi diluar kelas, melakukan pengamatan, dan mencatatat hasilnya. 3. Ekostudi Strategi ini mengintegrasikan kepedulian peserta didik pada kelangsungan bumi untuk semua mata pelajaran.



D. Motivasi Bapak ibu pernahkah menjumpai ada peserta didik yang kehilangan semangat dalam pembelajaran, tidak fokus pada yang guru sampaikan? Salah satu pedekatan yang membantu memahami motivasi peserta didik adalah model ARCS



dari Keller. Empat aspek mendasar dari motivasi yang bisa dipertimbangkan para guru ketika merancang mata pelajaran: a. Perhatian (attention). Mengembangkan mata pelajaran yang para peserta didik anggap menarik dan berharga untuk diperhatikan. b. Relevansi (relevance). Memastikan bahwa pengajaran bermakna dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar peserta didik. c. Percaya diri (confidence). Merancang mata pelajaran yang membangun ekspektasi peserta didik untuk sukses berdasarkan usaha mereka sendiri. d. Kepuasan (satisfaction). Menyertakan ganjaran instrinsik dan ekstrinsik yang peserta didik terima dari pembelajaran. E. Faktor – faktor fisiologis Bapak ibu guru faktor – faktor yang terkait dengan perbedaan gender, kesehatan, dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi pembelajaran. Peserta didik lelaki dan perempuan cenderung merespon secara berbeda terhadap berbagai pengalaman sekolah. Misalnya peserta didik lelaki cenderung agresif dan kompetitif daripada peserta didik perempuan dan akibatnaya respon lebih baik terhadap permainan kompetitif, sementara peserta didik perempuan cenderung lebih menyukai aktivitas belajar diskusi dan berbagi gagasan. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah hirarki kebutuhan dari Maslow saat menganalisis kebutuhan peserta didik. Jika kebutuhan dasar peserta didik seperti rasa lapar, suhu, kebisingan, cahaya, dan waktu dalam sehari tidak diperhatikan, secara mental kurang mendapat aktivitas belajar yang bermakna. Anda akan dapati bahwa para peserta didik anda memiliki preferensi dan toleransi yang berbeda terkait dengan faktor – faktor tersebut. Lingkungan menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat mendukung agar suasana pembelajaran menjadi kondusif. Berikut ini adalah teknik untuk menciptakan lingkungan pembelajaran; a. Lingkungan sekeliling Lingkungan kelas berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk berfokus dan menyerap informasi. Peningkatan seperti poster ikon dapat menampilkan isi pelajaran secara visual. Sementara poster afirmasi



menguatkan dialog internal peserta didik karena isi dari poster afirmasi mengandung suatu motivasi dalam belajar. Penggunaan warna dapat membatu dalam penguatan pembelajaran, karena otak berpikir dalam warna. b. Alat bantu Alat bantu merupakan benda yang dapat mewakili suatu gagasan misalnya: 1) Boneka: mewakili tokoh dalam karya sastra. 2) Bola lampu: menandakan dimulainya brainstorming , atau menyoroti ide cemerlang 3) Panah : secara visual menunjukan “poin” yang dimaksud. 4) Kacamata besar : menunjukan pengambilan perspektif yang berbeda. 5) Topi Sherlock Holmes : menandakan pemikiran deduktif. c. Pengaturan Bangku Disebagian besar ruangan kelas, bangku peserta didik dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar bagi pelajaran apapun. Adapun beberapa pilihan dalam mengatur bangku kelas : 1) Setengah lingkaran : untuk diskusi kelompok besar yang dipimpin seorang fasilitator, yang menulis gagasan pada media yang disediakan. 2) Merapatkan bangku ke dinding jika member tugas individu dan mengosongkan pusat ruangan untuk member petunjuk kepada kelompok kecil ataumengadakan diskusi kelompok besar sambil duduk dilantai. 3) Menggunakan kursi lipat agar lebih fleksibel. d. Tumbuhan, Aroma, Hewan Peliharaan, Dan Unsur Organik Lainnya 1) Tumbuhan Dalam biologi dan Botani mengajarkan tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita, dan otak kita berkembang karena adanya oksigen. Semakin banyak oksigen yang didapatnya akan baik pula otak akan berfungsi. 2) Aroma Manusia dapat meningkatkan kemampuan berpikir sacara kreatif sebanyak 30% saat diberi wangi bunga tertentu (Hirch 1993). Didalam kelas dengan sedikit penyemprotan aroma berikut akan meningkatakan kewaspadaan



mental : lavender, mint, kemangi, jeruk, kayu manis,dan rosemary. Lavender, mawar dan jeruk memberikan ketenangan dan relaksasi. 3) Hewan Peliharaan Binatang peliharaan di kelas dapat menciptakan kesempatan melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan dan perawatan.