Karya Ilmiah Ilmu Hukum Universitas Terbuka  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAMPAK DARI OVER KAPASITAS PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB MUARA TEWEH



Ilco Praiyanto 041748055 [email protected] Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Terbuka



ABSTRAK Kelebihan kapasitas narapidana menciptakan siklus hidup negatif di Lapas Kelas IIB Muara Teweh, yang dapat mempengaruhi rehabilitasi narapidana dan menimbulkan ketakutan bahwa lembaga pemasyarakatan itu sendiri tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan residivisme di Lapas Kelas IIB Muara Teweh akibat kelebihan kapasitas narapidana. Memprediksi dampak kelebihan kapasitas narapidana terhadap hak-hak narapidana di Lapas Kelas IIB Muara Teweh. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif. Temuan menunjukkan bahwa Over Kapasitas narapidana di Lapas Kelas IIB Muara Teweh menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap narapidana, sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak narapidana. Penjara yang penuh sesak menghambat fungsi dan tujuan penjara dan dapat mengubah penjara menjadi akademi kriminal. Untuk mencegah pemenjaraan ini, Muara Teveh tanpa sepengetahuan mereka menggeledah rumah para tahanan, menghubungi mereka dan mengambil tindakan pencegahan. Selain itu, sebagai upaya penanggulangan, Lapas Kelas IIB Muara Teweh juga memberikan hukuman kategori yang dilanggar oleh narapidana. Kata Kunci : Over Kapasitas, Pemasyarakatan, Muara Teweh



PENDAHULUAN Tingginya angka kriminalitas di Indonesia disebabkan oleh ketimpangan sosial. Ketimpangan ini muncul karena perbedaan status sosial, ekonomi atau budaya. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku masyarakat, menimbulkan kejahatan baru di masyarakat, dan meningkatkan kemungkinan orang melakukan kejahatan dan menjadi penghuni baru Rutan dan Lapas. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, tentu akan menambah beban masalah



lama yaitu kelebihan kapasitas penjara. Kapasitas penjara di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah narapidana. Akibatnya, menjadi semakin sulit untuk memecahkan masalah kelebihan kapasitas. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah lembaga subsistem hukum pidana yang memiliki fungsi strategis baik sebagai lembaga pemasyarakatan maupun tempat penampungan narapidana. Sebelum istilah penjara dikenal di Indonesia, tempat ini disebut penjara. Lapas merupakan unit pelaksana teknis Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lapas merupakan subsistem lembaga pidana yang memiliki fungsi strategis sebagai tempat penahanan dan pembinaan narapidana, yang disebutkan dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022. fungsi penjara lama menurut KUHP (Gestichen-Verordnung S.1917 No 708). Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pelayanan Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa tujuan sistem pemasyarakatan tidak hanya untuk meningkatkan kualitas narapidana dan narapidana, tetapi juga untuk menjamin perlindungan hak-hak narapidana dan anak. Kerjasama, kemandirian, timbal balik, hilangnya kemerdekaan sebagai penderitaan dan profesionalisme. Beberapa Lapas di Indonesia saat ini menghadapi masalah kepadatan. Lapas yang overcrowded adalah kondisi di mana lapas memiliki narapidana yang lebih banyak dari kapasitasnya. Terjadi masalah kelebihan kapasitas di Lapas Kelas IIB Muara Teweh. Lapas Kelas IIB Muara Teweh merupakan Lapas teknis di wilayah Kalimantan Tengah, tepatnya di Kabupaten Barito Utara, yang memiliki daya tampung 175 narapidana per Oktober 2022, namun Lapas Kelas IIB Muara Teweh menampung 362 orang. Angka ini menunjukkan bahwa Lapas Kelas IIB Muara Teveh sudah terisi 100,69%. Dari uraian tersebut Penulis menyajikan judul “DAMPAK DARI OVER KAPASITAS PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B MUARA TEWEH” Berdasarkan uraian di atas Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa saja Dampak over kapasitas bagi Narapidana/Tahanan, apa saja penyebab terjadinya permasalahan over kapasitas, dan Bagaimana upaya penanggulangan dampak over kapasitas yang dilakukan oleh Lapas Kelas IIB Muara Teweh.



METODE PENELITIAN Penelitian karya ilmiah ini ber Lokasi pada Lapas Kelas IIB Muara Teweh, dimana Penulis merupakan Pegawai Negeri Sipil pada UPT tersebut dimana penulis bertugas melakukan pengawasan, pengamanan dan Pembinaan pada Hunian Lapas. A.



Tipe Penelitian



Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang menggunakan istilah lain penelitian hukum sosiologis dan bisa dianggap juga penelitian lapangan, yaitu menyelidiki ketentuan aturan yang berlaku dan apa yang terjadi pada Fenomena pada masyarakat. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro pendekatan yuridis empiris merupan pendekatan kepustakaan yang berpedoman dalam peraturan-peraturan, Kitab-kitab atau literatur-literatur aturan dan bahan-bahan yang memiliki permasalahan dan pembahasan pada penulisan penelitian dan pengambilan data langsung dalam objek penelitian yang berkaitan menggunakan peranan Intelkam Polisi Republik Indonesia dalam mengantisipasi permasalahan sosial.



B.



Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yurdis sosiologis. Pendekatan yuridis



sosiologis adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsi hukum sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam kehidupan yang nyata. Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun lansung ke obyeknya.



C.



Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari : 1.



Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian



dengan kegiatan wawancara kepada narasumber penelitian. Sumber data yang diperoleh dari lapangan secara langsung dengan wawancara kepada: a)



Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Lapas Kelas IIB Muara Teweh yaitu, Moedjianto.SH



b)



Kepala Seksi Keamanan dan Tata Tertib Lapas Kelas IIB Muara Teweh Slamet Sugianto.SH



c)



Kepala Seksi Pembinaan Lapas Kelas IIB Muara Teweh yaitu, Baduansyah.SH



d)



Seluruh Komandan Jaga Lapas Kelas IIB Muara Teweh



e)



Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Kelas IIB Muara Teweh



2.



Data Skunder



Data Skunder dalam penelitian ini merupakan data hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum utama berkaitan terkait imbas over kapasitas pada lembaga pemasyarakatan terhadap kinerja pemasyarakatan lapas kelas IIB Muara Teweh yang diperoleh dari fakta hukum, doktrin, buku, internet, surat kabar dan Jurnal Penelitian. Bahan Data sekunder pula bisa berupa pendapat berdasarkan narasumber. Yang dimaksud narasumber oleh penulis merupakan keterangan dan pandangan dari pegawai negeri sipil lapas yang pakar pada bidangnya dalam Lapas Kelas IIB Muara Teweh.



3.



Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan menggunakan Studi pustaka dan Studi Lapangan.



Studi pustaka dilakukan menggunakan serangkaian aktivitas misalnya membaca, menyelediki dan mengutip dari literatur dan melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan menggunakan pokok bahasan. Studi lapangan dilakukan menggunakan aktivitas wawancara (interview) pada responden sebagai usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian.



4.



Analisis Bahan Hukum Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah



diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dalam teknik analisis yang diharapkan merupakan adanya diskripsi yang mengurai syarat aturan yang terdapat dalam permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Selanjutnya dilakukan penafsiran yang memberikan penjelasan secara jelas tentang hukum yang berkaitan dengan masalah penelitian.



5.



Proses Berpikir Proses berpikir yang digunakan merupakan deduktif yaitu bertolak berdasarkan



proposisi umum yang kebenarannya sudah diketahui dan berakhir dalam suatu konklusi yang bersifat spesifik. Dalam hal ini yang umum berupa peraturan perundang-undangan tentang pengaruh jumlah narapidana yang melebihi kapasitas Lapas terhadap kinerja pemasyarakatan pada Lapas kelas IIB Muara Teweh, yang spesifik berupa hasil penelitian mengenai dampak kelebihan kapasitas di Lapas dan pengaruh terhadap kinerja pemasyarakatan pada Lapas kelas IIB Muara Teweh.



HASIL DAN PEMBAHASAN Di Indonesia, penangkapan dianggap sebagai salah satu kejahatan utama menurut Pasal 10 KUHP. Hukuman penjara dilakukan dalam sistem penjara yang merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. Sistem penjara tidak sesuai dengan cara hidup masyarakat Indonesia, sehingga menjadi sistem penjara berdasarkan prinsip kemanusiaan, pancasila, pengayoman dan tut wuri handayani. Ketika sistem berubah, begitu pula otoritas penjara, dari penjara ke penjara atau disingkat LAPAS. tetapi sekarang sebagian besar penjara di Indonesia penuh dengan orang. Menurut informasi Direktorat Pemasyarakatan (Ditjenpas) dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), jumlah narapidana mencapai 276.172 orang hingga 19 September 2022. Berdasarkan informasi ini, ada 1 .065 orang. orang, atau sekitar 109 persen dari daya tampung Rutan dan Lapas. Ada 227. 31 narapidana (napi) dan 8.7 1 narapidana. Salah satu Lapas yang kelebihan kapasitas di Indonesia adalah Lapas Kelas IIB Muara Teveh. Lapas Kelas IIB Muara Teweh menampung hingga 362 WBP (tahanan) pada Oktober, terdiri dari 305 narapidana dan 57 narapidana dengan daya tampung 175 orang.



A.



Dampak Over Kapasitas Berdasarkan temuan yang terdapat pada lapangan, di ketahui bahwa dampak dari over



kapasitas yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Muara Teweh adalah sebagai berikut : Masalah kelebihan kapasitas di Lapas Muara Teweh mempengaruhi kesehatan narapidana karena keterbatasan gerak dan istirahat. Tercatat dalam data di Poliknik per oktober 2022 ini, sampir setiap hari terdapat WBP yang melaporkan



keluhan Sakit



miasalnya Gatal kulit, Flu dan Batuk, dimana Petugas Kesehatan pada Lapas Kelas IIB Muara Teweh ini hanya ada 1 orang saja, yang tidak sebanding dengan jumlah Hunian 362 orang WBP. Narapidana dengan daya tampung tinggi terkena dampak minimnya pengawasan aparat keamanan. Lapas Kelas IIB Muara Teweh memiliki 4 regu penjaga masing-masing beranggotakan 8 orang. Ada sesuatu yang kurang ideal antara penjaga dan narapidana di Lapas. Kelebihan kapasitas berdampak langsung pada terganggunya keamanan dan ketertiban di Lapas. Kurangnya jumlah petugas menjadi penyebab lemahnya pengawasan aparat keamanan dan berdampak pada pengelolaan narapidana secara ilegal. Ketiadaan beberapa petugas pendamping dan kurangnya tempat pelatihan menyebabkan



perawatan narapidana tidak berjalan secara normal, sistem pemasyarakatan yang terutama pendidikan narapidana tidak berjalan sesuai kebutuhan.



B.



Penyebab Over Kapasitas Penyebab keadaan yang over kapasitas ini adalah: 1.



Wilayah Kota Muara Teweh yang luas Kabupaten Barito Utara adalah salah satu Kabupaten/Kota yang berada pada



Kalimantan



Tengah



dengan



ibukota



Muara



Teweh



yang



luasnya



10.169,73Km²(1.016.973Ha) dari perhitungan digital atas Peta Lampiran SK Menhut RI Nomor 523/Menhut-II/2012 tanggal 25 September 2012. Muara Teweh terdiri dari 9 kecamatan, 10 kelurahan, dan 93 desa, dengan Jumlah Penduduk Kabupaten Barito Utara berjumlah 152.308 Jiwa, terdiri dari laki-laki 79.292 Jiwa dan Perempuan 73.016 Jiwa Berdasarkan Data Registrasi pendududk Per Semester I Tahun 2017 oleh Disdukcapil Kabupaten Barito Utara. Semakin luas suatu daerah semakin banyak penduduknya, semakin berpengaruh pada tingkat terjadinya tindak pidana. 2.



Belum ada Rutan di Muara Teweh Dalam Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 mengnai



pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diatur bahwa rutan didirikan di tiap kabupaten atau kota madya. kenyataannya pada Kabupaten Barito Utara tidak terdapat rutan dan hanya memilki lapas. Hal ini mengakibatakan baik narapidana maupun terdakawa/ tersangka yang masih dalam proses peradilan di tempatkan dalam Lapas Kelas IIB Muara Teweh 3.



Tahap Praperadilan Tahap praperadilan terdiri dari dua proses, tahap penyidikan dan tahap



penuntutan. Selama tahap penyidikan, hukuman penjara dilakukan dari 20 hari dan dapat diperpanjang hingga 40 hari. Selain itu, setelah menyerahkan kasus ke kejaksaan, masa penahanan bisa diperpanjang hingga 50 hari. Dengan demikian, total penahanan praperadilan terhadap para tahanan mencapai 110 hari. Menurut standar internasional saat ini, tahanan atau mereka yang menunggu persidangan masih berhak untuk kembali ke masyarakat selama mereka dapat memenuhi persyaratan yang ada, seperti Kepatuhan terhadap aturan dan kesediaan untuk merencanakan selama proses negosiasi. . Akan tetapi tidak demikian diterapkan pada Indonesia yang tetap menahan tahanan mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan



pada sidang pengadilan tahanan tetap ditahan di dalam Rutan dan Lapas. Hal ini salah satu penyebab lahirnya permaslahan over kapasitas dalam Lapas. 4.



Residivis Masih Tinggi Pelaku tindak pidana yang sudah menjalankan hukuman sesuai dengan putusan



yang sudah ditetapkan dan lalu pulang melakukan tindakan yang sama sebagai akibatnya menciptakan dirinya masuk lagi kedalam lapas dan menjadi penyumbang bertambahnya jumlah penghuni menjadi lebih banyak. Mereka yang seharusnya tidak mengulangi kembali kesalahannya dan telah mendapatkan pembinaan dari Lapas diharapkan tidak terjerumus kedalam pergaulan yang salah dan membuat mereka melakukan pelanggaran yang berhadapan dengan hukum kembali. Pada Lapas Kelas IIB Muara Teweh berdasarkan data dari SDP (Sistem Data Pemasyarakatan) terdapat 61 orang residivis yang masuk per Oktober 2022.



C.



Upaya Penanggulangan Dampak Over kapasitas 1.



Melaksanakan Reintegrasi sosial Reintegrasi sosial sangat membantu dalam mengurangi jumlah penghuni yang



terdapat pada Lapas. Program ini merupakan bentuk pelatihan bagi narapidana pada tahap akhir. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mendekatkan narapidana dengan masyarakat melalui integrasi tiga mata pelajaran. narapidana, petugas lapas dan masyarakat. Jaminannya, jika program rehabilitasi sosial berhasil, adalah penurunan populasi dan pemulangan mantan napi ke dalam Lapas. Lapas Muara Teve Grade IIB terus berinvestasi dalam upaya mengurangi populasi lapasnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh di Lapangan, dari awal tahun 2021 hingga 2022, sekitar 180 orang telah menerima program tersebut, dan 65 persen di antaranya adalah asimilasi, dan 35 persen lainnya adalah masa percobaan, cuti bersyarat dan cuti hingga pembebasan. 2.



Zero HALINAR di Lapas Program Getting to Zero Halinar adalah program yang diberikan oleh Ditjen Pas



sebagai upaya membebaskan Rutan dan Lapas di Indonesia dari predaran hanpdhone praktik pungutan liar dan Narkoba. Kegiatan ini terbukti dijalankan dengan serius oleh Lapas Kelas IIB Muara Teweh untuk mengantisipasi terjadinya Tindakan pidana yang dilakukan oleh warga binaan di dalam Lapas sehingga tidak mengganggun keamanan dan ketertiban Lapas. Lapas kelas IIB Muara Teweh melakukan Razia rutin sebanyak kali dalam 1 bulannya, Target utama razia kamar hunian adalah untuk mencari barang



terlarang seperti hanpdhone dan narkoba yang disimpan warga binaan pada kamar huniannya Selanjutnya selain pemberantasan handphone dan narkoba di dalam Lapas, pemberantasan pungutan liar yang dilakukan Lapas Kelas IIB Muara Teweh pula terus dilakukan. Himbauan menurut Kepala Lapas selaku pimpinan pada Unit Pelaksanaan Teknis terus diberikan pada semua petugas untuk bekerja dengan mematuhi dan menggunakan SOP yang ada dan menghindari tindakan korupsi. Dengan jumlah penghuni yang sudah melebihi kapasitas dibandingkan jumlah petugas pengamanan dengan kuantitas yang sangat minim menyebabkan ancaman terhadap gangguan kamtib, kerusuhan dan hal negatif lain yang bisa saja terjadi di Lapas. Akar masalah ini mungkin munculnya ponsel, pemerasan dan obat-obatan di penjara. Oleh karena itu, Lapas Kelas IIB Muara Teveh berusaha mengatasi dampak kelebihan kapasitas dengan Zero Halinar di Lapas. 3.



Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental WBP Menjaga kesehatan fisik yang baik adalah cara terpenting agar semua orang



tidak sakit. Menjaga kebersihan akan membantu meminimalkan penyebaran penyakit di antara orang-orang. Kapasitas Lapas yang tinggi tentu mengganggu tingkat kebersihan dan memungkinkan lepasnya berbagai macam penyakit, seperti penyakit kulit, TBC, dll yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik narapidana. Untuk mengecek status warga binaan di blok dan kamar warga binaan, Lapas Kelas IIB Muara Tewe menghubungi masing-masing warga binaan satu per satu agar petugas bisa mendapatkan informasi status warga binaan di setiap blok dan kamar warga binaan. Menjalin komunikasi yang baik antara petugas dan narapidana. Selain itu, untuk menjaga kesehatan fisik warga binaan, Lapas melakukan senam setiap pagi. Guru senam diinstruksikan setiap pagi oleh narapidana terlatih. Lapangan tempat berolahraga berupa Tenis meja, bulu tangkis, dan Volly. Untuk menghilangkan rasa bosan, pihak Lapas menyediakan TV di setiap sudut kamar hunian yang dimana di hidupkan Setiap malam dari jam 19.00-24.00 WIB dan jika ada pertandingan Bola dan MotoGP di siang hari maka TV tersebut akan di hidupkan oleh petugas yang berjaga pada blok Hunian Lapas. Selain menjaga dan melindungi kesehatan fisik fasilitas, juga menjaga kesehatan mental para penghuninya. Overcrowding tentunya akan mempengaruhi psikis narapidana, dimulai dari ketakutan dan tekanan psikologis. Dalam hal ini, upaya penjara adalah melakukan ini sebelum narapidana ditempatkan di tempat tinggal. Menjaga keamanan dan ketertiban Lapas dalam rangka menjamin kenyamanan



penghuninya merupakan salah satu upaya lembaga pemasyarakatan untuk melindungi kesehatan jiwa para penghuninya. Dengan cara ini pembinaan berjalan dan narapidana mendapatkan pembinaan yang baik sehingga kualitas mereka pulih kembali sampai mereka kembali ke masyarakat nanti.



PENUTUP Kesimpulan Lapas Kelas IIB Muara Teweh yang memiliki kapasitas 175 orang dan dihuni oleh 362 orang yang terdiri dari 307 orang narapidana dan 50 orang tahanan tergolong over kapasitas sebanyak 100,69%. Dampak yang ditimbulkan dari kelebihan penghuni dari kapasitas yang tersedia di Lapas ini mengakibatkan : 1.



Gangguan kesehatan yang dirasakan oleh warga binaan pemasyarakatan dikarenakan terbatasnya ruang gerak dan tempat istirahat



2.



Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengamanan karena jumlah petugas yang tidak seimbang dengan penghuni Lapas sehingga menimbulkan gangguan Kamtib.



3.



Pembinaan terhadap warga binaan berjalan tidak maksimal. Permasalahan over kapasitas disebabkan oleh Wilayah hukum muara teweh yang luas,



tidak adanya Rutan, penahanan pra persidangan, serta Tingkat residivis yang masih tinggi. Upaya yang dilakukan Lapas untuk menanggulangi dampak over kapasitas yang telah terjadi di Lapas Kelas IIB Muara Teweh adalah dengan : 1.



Menjalankan Program reintegrasi sosial sebagai strategi jangka Panjang mengurangi over kapasitas.



2.



Menciptakan Zero HALINAR di lingkungan Lapas.



3.



Mengawasi kesehatan fisik dan mental warga binaan.



Saran Mengingat kondisi Lapas yang terlalu padat, maka perlu ditingkatkan pengawasan terhadap narapidana di Lapas dengan menambah jumlah narapidana sebanding dengan jumlah narapidana, terutama petugas keamanan dan tenaga medis seperti perawat dan dokter. Pembangunan gedung-gedung baru yang sesuai. Selain itu, petugas pemasyarakatan harus dapat lebih meningkatkan koordinasi antar wilayah untuk memaksimalkan kapasitas Petugas pemasyarakatan Khususnya bagian Pengamanan Tahanan/Narapidana.



DAFTAR PUSTAKA Jurnal dan Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. Bimantoro, U. (2021). Dampak Over Kapasitas Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Bagi Narapidana Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta. Sugema, J. (2020). Penanganan Over Kapasitas Di Dalam Lapas. Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(1), 201-208. Wijaya, M. &



Wibowo, P. (2021). Strategi Menangani Over Kapasitas Di Lembaga



Pemasyarakatan Di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 8(2), 111-117. Sandra, V. (2016). Pengaruh Over Capacity Lembaga Pemasyarakatan Terhadap Kinerja Pemasyarakatan Lapas Kelas II B Sleman tahun 2016. Jurnal Hukum, 6(3), 1-7.



Buku Prakoso, A. (2013). Kriminologi dan Hukum Pidana, Yogyakarta: Laksbang Grafika. Gultom, Maidin. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Refika Aditama Bandung. Septianto, M. (2014). Pidana Kerja Sosial Sebagai Alternatif Pidana Penjara Jangka Pendek. Malang, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Susanto, I.S. (2012). Kriminologi. Yogyakarta. Genta Publishing. Atasasmita, R. (2012). Kepenjaraan dalam saru bunga rampai. Bandung Armico.