Kasus Pembunuhan Dukun Santet Di Banyuwangi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KASUS PEMBUNUHAN DUKUN SANTET DI BANYUWANGI Mata Kuliah Hukum Dan Ham (I) Prof.Dr.Rahayu,S.H.,M.Hum Pulung Widhi Hari Hananto,SH,MH,LLM



DISUSUN OLEH : Hayyu Qomaryah Fitria Sari (11000117110147)



Pudja Nurfatimah (11000117110149) Nanda Nurlita Kartika (11000117120116) Liliana Christina (11000117120119) Yulita Listiani (11000117120136) Muhammad Rudi Indra (11010116120159)



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO 2019



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya serta karunia-Nya sehingga makalah ini yang berjudul “ANALIS KASUS PEMBUNUHAN DUKUN SANTET DI BANYUWANGI “ dapat kami selesaikan. Adapun penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan beberapa tugas Hukum dan HAM . Pada makalah ini membahas mengenai kronologi, penyelesaian kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi. Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap pembaca. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr.Rahayu,S.H.,M.Hum dan Pak Pulung Widhi Hari Hananto, SH,MH,LLM yang telah memberikan tugas ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai segala usaha kita. Terima kasih.



Semarang,18 November 2019



Kelompok 3



DAFTAR ISI Kata Pegantar...................................................................................................................... Daftar Isi................................................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 1.3 Tujuan.............................................................................................................................



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kronologi Kasus Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi................. 2.2 Penyelesaian Kasus Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi........... 2.3 Rekonsiliasi



BAB III PENUTUP 3.1 Saran................................................................................................................................ 3.2 Kesimpulan...................................................................................................................



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia dibawah pemerintahan Orde Baru berakhir pada tanggal 21 Mei 1998. Peristiwa tersebut ditandai dengan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri sebagai Presiden RI di Istana Merdeka dan di gantikan oleh Wapres B.J Habibie. Pergantian kekuasaan dari era Orde Baru menuju era Reformasi tersebut disertai dengan berbagai persoalan-persoalan besar, seperti masalah KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), krisis ekonomi, dan kasus-kasus kekerasan. Salah satu kekerasan yang terjadi menjelang runtuhnya Orde Baru adalah kasus kekerasan isu dukun santet di Banyuwangi pada tahun 1998. Masyarakat Banyuwangi sudah akrab dengan istilah dukun santet. Suku yang merupakan penduduk asli Banyuwangi sering menggunakan ilmu santet untuk menaklukan lawan jenis. Namun dalam perkembangannya, ilmu santet mengalami pergeseran makna dengan dijadikan salah satu cara untuk menyakiti orang lain, atas nama balas dendam, sakit hati, warisan, dan lain-lain. Praktek santet yang kerap memakan korban membuat masyarakat dan para penegak hukum kesulitan dalam menyeret dukun santet ke pengadilan. Hal ini terjadi karena sulitnya hal tersebut dibuktikan, malah sebaliknya orang yang melaporkan telah di santet justru diadili karena dituduh melakukan tindak pidana fitnah atau menyebarkan berita bohong. Peristiwa Pembunuhan dukun santet yang terjadi di sebagian wilayah Jawa Timur tahun 1998, menambah daftar panjang serangkaian peristiwa berdarah yang terjadi selama masa kepemipinan soeharto. Pembantaian Banyuwangi 1998 adalah peristiwa yang diduga melakukan praktik ilmu hitam atau santet yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dalam kurun waktu Februari hingga September 1998.



1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kronologi kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi? 2. Bagaimana penyelesaian kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi? 3. Bagaimana kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi dikaitkan dengan rekonsialisasi?



1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui kronologi kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi. 2. Untuk mengetahui penyelesaian kasus pembunuhan dukun santet di Banyuwangi.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kronologi Kasus Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi Pembunuhan pertama terjadi pada Februari 1998 dan memuncak hingga Agustus dan September 1998. Pada kejadian pertama di bulan Februari tersebut, banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa, dalam artian kejadian tersebut tidak akan menimbulkan sebuah peristiwa yang merentet panjang. Pembunuh dalam peristiwa ini adalah warga-warga sipil dan oknum asing yang disebut ninja. Dalam kejadian ini, setelah dilakukan pendataan korban. Ternyata banyak di antara para korban bukan merupakan dukun santet. Di antarapara korban terdapat guru mengaji, dukun suwuk (penyembuh) dan tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT atau RW. Sasarannya malah komunitas Using dan komunitas santri. Dan ternyata yang terkena cuma guru ngaji, seorang tua yang tukang suwuk, dan tokoh lokal. Menurut data yang didapatkan dari situs Departemen Keamanan Republik Indonesia, peristiwa kelam tersebut merenggut korban jiwa dengan jumlah 235 orang meninggal, luka berat 32 orang dan 35 orang luka ringan. Mereka dibantai di 7 Kabupaten di Jawa Timur antara lain di Bayuwangi, Jember, Situbondo, Bondowoso, Pasuruan, Pemekasan, dan Sampang. Korban tewas terbanyak terdapat di Banyuwuangi dengan jumlah 148 orang. Ada yang tewas digantung, dibakar bersama rumahnya, dipukuli, dibacok, dan yang paling banyak adalah dianiaya massa. Berkut ini data korban dari versi, yakni versi Pemkab dan Tim Pencari Fakta Nahdlatul Ulama



Kecamatan



Versi Pemkab Versi TPF NU (orang) (orang)



Kecamatan



Versi Pemkab (orang)



Versi TPF NU (orang)



Kota



2



2



Cluring



10



11



Giri



12



12



Tegaldlimo



2



2



Glagah



10



8



Purwoharjo



4



3



Kalipuro



4



2



Gambiran



3



7



Kabat



19



16



Genteng



2



5



Rogojampi



16



19



Sempu



5



16



Wongsorejo



3



3



Bangorejo



0



3



Singojuruh



9



9



Glenmore



0



3



Songgon



10



20



Kalibaru



2



2



Srono



2



3



Muncar



0



1



Jumlah



115



147



Camat Purwoharjo, Banyuwangi yang menjabat saat itu yakin mengatakan soal kemungkinan keterlibatan aparat kepolisian. Hal tersebut dikarenakan pada tanggal 11 Februari 1998 ada pertemuan yang dihadiri kepala-kepala desa di wilayahnya denga Wakil Kepala Kepolisian Sektor Purwoharjo tanpa persetujuan terlebih dahulu olehnya. Pejabat kepolisian tersebut meminta para kepala desa untuk mendata dukun santet dan dukun pengobatan tradisional. Alasannya adalah untuk mecegah hal-hal yang tidak diinginkan. Intruksi tersebut adalah intruksi atas perintah atasannya. Sampai saat ini masih belum jelas siapa atasan yang dimaksudkan. Namun dilain pihak, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur saat itu juga buru-buru membantah isu keterlibatan aparatnya. Ia menegaskan belum ada bukti- bukti yang mengandung muatan politis di balik pembunuhan massal di Banyuwangi dan kabupaten lainnya. Jadi, semua kasus pembunuhan dukun santet itu dinyatakan kasus kriminal murni. Tragedi “ dukun santet” menimbulkan trauma mendalam bagi warga Banyuwangi. Bahkan di cap sebagai kota santet. Ratusan orang menjadi korban demi memperjuangkan terwujudnya era reformasi dan terbebas dari belenggu orde baru. Pada tahun 1998 merupakan tahun yang meninggalkan sejarah yang akan diingat oleh masyarakat Indonesia di masa kepemimpinan militer Soeharto , mulai dari rezimnya presiden Soeharto menguasai negeri ini hingga akhir masa pemerintahannya, pertumpahan darah dijadikan sebagai cara untuk mempertahankan eksistensi kekuasaannya. 2.2 Penyelesaian Kasus Pembunuhan Dukun Santet di Banyuwangi



Jokowi meminta penyelesaian kasus pembunuhan dukun santen ini harus di usut dan di selesaikan dengn benar. Meski pun sudah berlangsung lama namun rasa trauma terhadap keluarga itu masih ada . namun setelah adanya lagi informasi dari komnas HAM tentag telah rampung menyelesaikan berkas kasus dugaan pembantaian dukun santet di sejumlah daerah di jawa timur. Kasus pembantaian yang akhirnya menyasar guru ngaji itu terbesar adalah di kabupaten banyuwangi yang mencapai ratusan orang. Penyelidikan kasus yang terjadi di banyuwangi,jember,dan malang tersebut telah di lakukan sejak tahun 2015. Ketika terjadi pergantian pemimpin di komnas HAM pada 2017, penyelidikan di lanjutkan oleh tim yang diketuai ole Beka Ulung Hapsara, yang juga merupakan komisioner komnas HAM perriode 2017 – 2022. Komnas HAM kemudian menemukan pola peristiwa yang di mulai dengan unsur pra-kejadian. Beka menyebutkan , bahwa sebelum kejadian berkembang isu tentang etnis china dan tentara yang berada di daerah tersebut. Selain itu mereka juga menemukan adanya radiogram dari bupati banyuwangi kala itu terkait daftarorang yang diduga dukun santet. Unsur kedua adalah modus yang sama yaitu mematikan listrik, menggunakan tali, di sertai dengan komandan yang menggerakan massa. Berikutnya muncul orang asing di daerah itu. Mereka diidentifikasi bukan sebagai orang lokal karena tidak menggunakan bahasa daerah. Beka mengatakan komnas HAM juga menemukan tanda tanda di rumah milik target sebagai pola berikutnya. Penggunaan tanda tersebut juga menjadi awal isu ini mengalami eskalasi. Setelah dukun santet, isunya melai merambah ke kemunculan ninja dan orang gila. Di pihak aparat komnas HAM juga menemukan adanya pembiaran karena lambatnya tindakan aparat padahal memiliki informasi terkait situasi di klapangan. Alasan lain yang membuat komnas HAM berkesimpulan ada pembiaran adalah aparat tidak mengambil tindakan efektif meski menerima laporan. Atas temuan tersebut komnas HAM menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menduga kasus tersebut sebagai bentuk pelanggaran ham berat. Bukti permulaan tersebut yaitu terdapat dua tindakan kejahatan, yaitu pembunuhan dan kejahatan. Beberapa penyelidikan pernah dilakukan untuk mengungkap kronologi, dalang, dan motif dibalik peristiwa tersebut. Seperti beberapa mahasiswa datang untuk melakukan penelitian dan Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan Bersenjata saat itu, Jenderal Wiranto datang ke Banyuwangi untuk memantau penyelidikan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) waktu itu juga telah membentuk tim untuk menyelidiki dan telah mengumumkan pernyataan bahwa terdapat indikasi pelanggaran HAM berat pada kasus ini. Namun karena kurangnya keseriusan, akhirnya penyelidikan dihentikan. Selain itu, dalam kasus ini telah ditangkap puluhan orang dan ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi kurungan dengan kurun waktu yang bervariasi. Meskipun begitu, dalang utama atau orang yang mencetuskan pertama kali tidak pernah tertangkap ataupun terungkap. Kejahatan kemanusiaan itu adalah kejahatan yang dilakukan oleh warga-warga sipil dalam keadaan tidak perang. Dalam kasus Banyuwangi ini memenuhi sebagai pelanggaran HAM berat karena terdapat dua unsur yaitu unsur sistematis dan unsur meluas



Penyelidikan tersebut dilakukan setelah Komnas HAM menerima laporan adanya indikasi pelanggaran HAM berat pada kasus tersebut. Peristiwa yang terjadi 21 tahun lalu itu telah menimbulkan ratusan korban. Komnas HAM kemudian menemukan pola peristiwa yang dimulai dengan unsur pra-kejadian. Melihat perihal dari kasus tersebut dapat dilihat berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia pasal 7 huruf b jo dan pasal 9 huruf a Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yaitu adanya kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu pembunuhan tepatnya. 2.3 Rekonsiliasi