Kebijakan Ppi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TELUK WONDAMA NOMOR : TENTANG



KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD TELUK WONDAMA



Menimbang : a.



Bahwa dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit perlu adanya kebijakan yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama.



b.



Bahwa kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit maka perlu ditetapkan dan diberlakukan dengan keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama.



Mengingat : 1.



Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.



2.



Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.



3.



Keputusan Kementrian Kesehatan RI nomor 436/Menkes/SK/VI/1993 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis.



4.



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. 5.



Keputusan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesia



Nomor



1204/MENKES/SK/III/2007 tentang Pesyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. 6.



Surat



Edaran



Direktur



Jenderal



Bina



Pelayanan



Medik



Nomor



H.K.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. 7.



Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya, Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009.



MEMUTUSKAN Menetapkan : KESATU



: KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TELUK WONDAMA TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD TELUK WONDAMA TAHUN 2017.



KEDUA



: Kebijakan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama Tahun 2017 sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama menjadi acuan dalam melaksanakan Kegiatan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama.



KETIGA : Kebijakan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai ada Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama yang mencabut keputusan ini. KEEMPAT : Komite PPIRS bertanggung jawab atas pelaksanaan sosialisasi kebijakan dan melaporkan pelaksanaan kebijakan tersebut kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di : Rasiei Pada Tanggal : 05 Mei 2017 Direktur



dr. RISTOM D. MORA NIP : 19781209 200909 1 001



KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TELUK WONDAMA



REVISI 0 TANGGAL EFEKTIF



RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TELUK WONDAMA DISUSUN OLEH KOMITE PPI RSUD DISAHKAN OLEH TELUK WONDAMA



dr. Libertus M. Pasaribu, Sp. OG Ketua Komite PPI RSUD Teluk Wondama



dr. Ristom D. Mora Direktur RUSD Teluk Wondama



Daftar isi



Hal pengajuan Daftar Isi A.



Kebijakan umum



B.



Kebijakan Khusus 1. Kebijakan Organisasi Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi 2. Kebijakan Kebersihan Tangan 3. Kebijakan Alat Pelindung Diri (APD) 4. Kebijakan Pembersihan, Dekontaminasi, Disinfeksi Dan Sterilisasi 5. Kebijakan Penanganan Peralatan Pasien 6. Kebijakan Penggunaan Disinfektan 7. Kebijakan Proses Ulang Peralatan Steril ( Re – Use) 8. Kebijakan Monitoring Pembekalan Kadaluarsa 9. Kebijakan Penaganan Limbah 10. Kebijakan Penanganan Lingkungan 11. Kebijakan Penanganan Linen 12. Kebijakan Pengelolaan Makanan Pasien 13. Kebijakan Surveilans 14. Kebijakan Penempatan Pasien 15. Kebijakan Penanganan Outbreaks Penyakit Infeksi 16. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Di Rumah Sakit 17. Kebijakan Penyuntiksn Yang Aman 18. Kebijakan Kesehatan Karyawan 19. Kebijakan Renovasi, Pemeriksaan Fisik, Sarana Dan Prasarana Dan Pengadaan Alat Yang Melibatkan PPI 20. Kebijakan Pendidikan Dan Edukasi Tentang PPI 21. Kebijakan Penggunaan Antibiotik Yang Rasional



Lampiran : Keputusan Direktur RSUD Kabupaten Teluk Wondama Nomor : Tanggal :



KEBIJAKAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD KABUPATEN TELUK WONDAMA A. KEBIJAKAN UMUM Harus dibuat bersama secara umum. B. KEBIJAKAN KHUSUS 1. Kebijakan Organisasi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi a. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas kesehatan terhadap penularan infeksi di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). b. Agar pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama dapat terkoordinasi dengan baik, maka Direktur membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) Serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Komite PPI akan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur. Sedangkan Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI. c. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan wewenang yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008. d. Pelaksaaan PPI dikelola secara struktural dan fungsional kepada semua unit dan menjadi tanggung jawab seluruf staf dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama tanpa terkecuali. e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dapat berjalan dengan baik, maka Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama memiliki seorang IPCN (Infection Prevention Control Nurse) yang purna waktu. Dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse) Sebagai perawat pelaksana harian atau penghubung di unit kerja masing–masing. f. Untuk kelancaran pelaksaaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama, maka Komite PPI dapat menyusun program berdasarkan assesmen atau kajian risiko yang akan dilakukan minimal setahun sekali. 2. Kebijakan Kebersihan Tangan a. Kebersihan tangan wajib dilakukan oleh seluruh petugas medis maupun non medis di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. b. Kebersihan tangan di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama untuk seluruh ruangan/bagian baik medis maupun non medis dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: 1) Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash). 2) Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrubs). c. Indikasi kebersihan tangan secara umum : 1) Segera : setelah tiba di tempat kerja.



2) Sebelum : a) Kontak langsung dengan pasien. b) Menggunakan sarung tangan sebelum tindakan pemeriksaan klinis dan tindakan invasif. c) Menyediakan/mempersiapkan obat-obatan. d) Mempersiapkan makanan. e) Memberi makan pasien. f) Meninggalkan rumah sakit. 3) Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama, dimana tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang. 4) Setelah : a) Kontak dengan pasien. b) Melepas sarung tangan. c) Melepas Alat Pelindung Diri (APD). d) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan. e) Menggunakan toilet, menyentuh atau melap hidung dengan tangan (batuk/bersin) Menyentuh lingkungan sekitar pasien d. Ada 4 (empat) jenis Kebersihan tangan di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama, yaitu : 1) Kebersihan Tangan Sosial yaitu cuci tangan yang dilakukan dengan menggunakan air mengalir dan sabun (handsoap). 2) Kebersihan Tangan Aseptik yaitu cuci tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2 % (aseptik). 3) Kebersihan Tangan Handrubs yaitu cuci tangan dengan cairan berbasis alkohol. 4) Kebersihan Tangan Bedah (Surgical) yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine 4%. e. Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama menerapkan 5 (lima) Moment kebersihan tangan yang sesuai dengan rekomendasi WHO 2009, yaitu : 1) Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien. 2) Momen 2 : sebelum tindakan aseptik. 3) Momen 3 : setelah terpapar cairan tubuh pasien. 4) Momen 4 : setelah kontak dengan pasien. 5) Momen 5 : setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. f. Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama juga menerapkan 6 (enam) langkah kebersihan tangan, yaitu : 1) Gosok sabun atau antiseptik antara telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri dengan cara memutar sebanyak 8 kali dengan menggunakan sabun dan 4 kali dengan menggunakan antiseptik. 2) Letakan telapak tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri dengan jari saling menjalin lalu gosokan. 3) Tempelkan telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan jari-jari saling menjalin lalu gosokan saling maju mundur.



4) Letakan punggung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri dan punggung jari kiri pada telapak tangan kanan sehingga saling mengunci kemudian gosokan. 5) Genggam ibu jari tangan kiri oleh tangan kanan lalu genggaman diputar untuk menggosok ibu jari kemudian lakukan sebaliknya genggam ibu jari tangan kanan oleh tangan kiri lalu genggaman diputar untuk menggosok ibu jari. 6) Letakan ujung-ujung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri lalu gosokan dengan jari memutar lalu lakukan sebaliknya dengan meletakan ujung-ujung jari tangan kiri pada telapak tangan kanan lalu gosokan dengan jari. g. Kebersihan tangan efektif : 1) Tidak menggunakan jas/baju lengan panjang saat melayani pasien. Bagi yang muslim lengan baju cukup ¾ cm. 2) Melepas semua perhiasan yang ada di tangan (jam tangan, cincin dan gelang). 3) Kuku dijaga agar tetap pendek tidak melebihi 1mm, tidak menggunakan kuku buatan atau cat kuku. 4) Jika terdapat luka pada tangan di tutup dengan plester kedap air. 5) Tutuplah keran dengan menggunakan siku tangan atau putar keran menggunakan tissu/paper towel. 6) Membersihkan tangan dengan air mengalir dan sabun apabila tangan nampak kotor. 7) Membersihkan tangan dengan larutan gel berbasi alkohol (handrubs) apabila tangan nampak bersih atau diantara tindakan. 8) Keringkan tangan dengan menggunakan tissu atau paper towel cukup satu lembar. 9) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan atau mengenakan sarung tangan 10) Jangan menambah sabun cair ke dalam tempatnya apabila masih ada isinya. 11) Botol sabun atau handrubs harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengisian ulang. 12) Apabila telah melakukan kebersihan tangan dengan handrubs sebanyak 10 kali wajib melakukan kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun. h. Sediakan disetiap Rauangan/Bagian/Unit : 1) Area klinis (area perawatan/pelayanan langsung terhadap pasien) : a) Wastafel dengan air mengalir menggunakan sabun antiseptik pada setiap wastafel. b) Serta handrubs pada setiap pintu masuk yang mengandung alkohol. 2) Area Non-Klinis (area pelayanan yang tidak langsung kepada pasien ) : a) Wastafel dengan air mengalir dan sabun. b) Handrubs disetiap pintu keluar masuk petugas/pengunjung, ruang tunggu poliklinik, unit farmasi, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia atau jauh letaknya. i. Komite PPI melakukan monitoring kepatuhan petugas dan kelengkapan fasilitas kebersihan tangan secara periodik. Monitoring dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu : 1) Petugas klinis setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap minggu kedua (Ruang Rawat Inap, UGD, OK, Perinatologi, Rawat Jalan, Bersalin, HCU, Gizi). Dengan memperhatikan kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien (momen 1 menurut WHO) dan 6 langkah keberishan tangan. 2) Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (CSSD, Laundry, Farmasi, Dapur, IPSRS, Sanitasi, Kamar Jenazah). Dengan memperhatikan kebersihan tangan sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum.



3) Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non klinis dengan sasaran 30% dari jumlah masing-masing profesi (Dokter, Perawat, Bidan, Fisioterapi, Gizi, Farmasi, Analis, Radiologis). j. Melakukan program edukasi kepada pasien dan pengunjung pada setiap penerimaan pasien baru. k. Setiap petugas di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang diadakan oleh Rumah Sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan. l. Semua prosedur melakukan kebersihan tangan baik kepada medis maupun non medis di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama mengacu kepada Kebijakan Kebersihan Tangan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) kebersihan tangan yang telah ada. 3. Kebijakan Alat Pelindung Diri (APD) a. Dalam melaksanakan tugas pelayanannya, semua petugas harus memperhatikan dan melaksanakan aturan penggunaan APD yang sesuai. b. APD digunakan apabila ada kemungkinan terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran, kondisi kulit yang utuh dan yang tidak utuh yang potensial terkontaminasi. c. Penggunaan APD harus sesuai dengan prinsip kewaspadaan berbasis transmisi. d. Masker untuk ruang Isolasi adalah maker N-95. e. Teknik menggunakan dan melepas APD harus sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam panduan APD. f. Penyediaan APD sekali pakai dilakukan oleh Farmasi bersama Logistik Umum Rumah Sakit sedangkan APD yang lain disediakan melalui unit K3. g. Komite PPI melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya. 4. Kebijakan Pengendalian Resistensi Antibiotika a. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan pada tujuan dan indikasi (profilaksis atau terapi). b. Ketepatan pemberian antibiotik yang aman bagi pasien meliputi : 1) Tepat Indikasi, obat benar-benar dibutuhkan. 2) Tepat Pemilihan Obat dengan perbandingan biaya efektifitas yang baik. 3) Tepat Pasien, tidak ada kontraindikasi, efek samping minimal. 4) Tepat Dosis, tepat cara pemberian, Tepat Durasi pemakaian 5) Tepat Informasi, kepada pasien dan keluarganya c. Pasien dan keluarga wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping yang akan ditimbulkan. 5. Kebijakan Sterilisasi Peralatan Medik Kesehatan Pasca Pakai a. CSSD adalah Instalasi yang bertanggung jawab dalam proses sterilisasi peralatan medik pasca pakai di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. b. CSSD bertanggung jawab melakukan monitoring terhadap semua proses yang terkait dengan sterilisasi perlengkapan medik di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. c. Di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama dilakukan 2 cara baik fisik maupun kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,



pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, pendistribusian dan diikuti pemantauan serta evaluasi proses kualitas dan mutu hasil sterilisasi. d. Pemprosesan peralatan medik pascapakai dipilih berdasarkan kriteria alat, yaitu : 1) Peralatan kritikal/risiko tinggi adalah peralatan medis yang masuk ke dalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh instrumen bedah, kateter intravena, scapel, implant, dsb. Pengelolaannya dapat dilakukan dengan sterilisasi. 2) Peralatan semikritikal/risiko sedang adalah peralatan yang kontak dengan mukosa yang utuh yang mudah terkonaminasi mikroba. Contoh selang nasogastrik, rectall termometer, dsb. Pada peralatan semikritikal proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan desinfektan tingkat tinggi. 3) Peralatan non kritikal/risiko rendah adalah peralatan yang hanya kontak dengan permukaan tubuh yang utuh dan tidak mengenai membran mukosa atau lingkungan secara tidak langsung. Contoh stetoscope, apron, bedpan, alat makan, termometer, tensimeter, lantai dan dinding. Pada peralatan non kritikal dapat dilakukan desinfeksi tingkat rendah atau pembersihan. e. Proses Pre-Cleaning dilakukan diruangan pengguna peralatan dengan menggunakan APD sesuai prosedur. f. Setiap peralatan kritikal yang telah selesai digunakan harus segera dibersihkan dengan air mengalir untuk mencegah agar kotoran yang menempel pada alat medik tidak menjadi kering sebelum dibawa ke Instalasi CSSD (proses pre-cleaning). 6. Kebijakan Pengelolaan Makanan Pasien a. Proses pengelolaan makanan di Instalasi Gizi memperhatikan standar sanitasi makanan dan minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan penjamah makanan. b. Proses penyiapan makanan dilakukan sesuai dengan pedoman yang berlaku untuk menjamin upaya pencegahan dan pengendalian transmisi penyakit lewat makanan. c. Petugas yang terlibat dalam proses penyiapan makanan harus menggunakan APD sesuai dengan panduan yang telah ditentukan. d. Petugas yang terlibat dalam proses penyiapan makanan harus memenuhi syarat-syarat kesehatan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan. e. Peralatan makanan pasien diperlakukan sebagai peralatan infeksius dan dibersihkan dengan pedoman dan SPO pembersihan peralatan makanan pasien. f. Sanitasi dapur harus dipantau agar sesuai dengan pedoman sanitasi yang berlaku untuk menjamin proses penyiapan makanan yang sesuai dengan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. g. Penyimpanan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta memperhatikan suhu penyimpanan bahan makanan yang dikondisikan dengan jenis bahan makanan. 7. Kebijakan Penggunaan Disinfektan a. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi : 1) Peralatan Kritis/risiko tinggi : adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh instrumen bedah, kateter intravena. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.



2) Peralatan semikritis/risiko sedang : adalah peralatan yang kontak dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan Disinfeksi Tingkat Tinggi. 3) Peralatan Non kritis/resiko rendah : adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit utuh contoh : tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah. b. Disinfeksi lingkungan Rumah Sakit : 1) Permukaan lingkungan : lantai, dinding, permukaan meja dan trolly didisenfeksi dengan detergen netral. 2) Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfektan tingkat menengah. c. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis : 1) Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : Chlorine. 2) Untuk area yang sering di sentuh dan jarang di sentuh semuanya menggunakan Chlorine 0,05%. d. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh : menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%. Cairan desinfektan yang digunakan di RS. NO 1



ISI Isopropyl, ethil alkohol



MERK



PENGGUNAAN



Alkohol 70 %, Softa-man



Antiseptik kulit Antiseptik kebersihan tangan ruang perawatan dan antiseptik kulit pre-operasi Antiseptik kulit kebersihan tangan daerah kritis.



2



Chlorhexidine 2%



Acetron



3



Chlorhexidine 4%



Cutisoft



4



Povidone Iodine 7.5%



Bethadine Solution



5



Chlorin



Baycline



Antiseptik kulit dan luka Operasi    



Disinfektan tumpahan darah dan cairan tubuh lainnya. penggunaan di kamar bersalin untuk wabah (mis ;C difficile) Multi Drug Resisten



6



Gluteraldehyde 3.4%



7



Propanol, biphenylol 2.0 g



Primasept



Antiseptik kulit kamar bedah



8



Ethanol



Lysol



Low level Disinfeksi



9



Chlorhexidin digluconate solution



Desmanol handrub



Antiseptik kulit



Steranios 2%, Stabimed



High level desinfektan



10



Benzalkonium chloride, phenoxyethanol



Terralin protect



High level desinfektan alat semi kritikal



8. Kebijakan Proses Ulang Peralatan Steril Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufacturnya. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan kembali (reuse of single use devices) sesuai kebijakan Rumah Sakit. a. Alat medis sekali pakai (AMSP) dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik/fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien. b. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannnya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya. c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian unit pelayanan masing-masing. d. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melibatkan secara visual dan fungsi dari alat atau bahan. e. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh Rumah Sakit. f. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use. g. Adanya form daftar monitoring alat single use yang di re-use. 9. Kebijakan Monitoring Pembekalan Kadaluarsa a. Peralatan steril yang kadaluarsa harus ditarik dan disterilkam kembali ke PSPM. b. Petugas logistic di ruangan pengguna berkoordinasi dengan Instalasi PSPM melakukan kontrol terhadap peralatan steril yang disimpan di ruangan masing-masing. c. Waktu kadaluarsa semua pembekalan farmasi mengikuti petunjuk pabrik. d. Instalasi Farmasi melakukan monitoring terhadap semua perbekalan farmasi yang disimpan di Rumah Sakit Umum Daerah teluk Wondama. e. Perbekalan Farmasi yang disimpan di ruangan di monitor oleh petugas logistik masingmasing ruangan yang berkoordinasi dengan Instalasi Farmasi. 10. Kebijakan Penanganan Limbah a. Pemisahan dan pembuangan jenis limbah/sampah di awali sejak limbah tersebut dihasilkan dengan klarifikasi sebagai berikut : 1) Limbah padat terkontaminasi (infeksius) dibuang ke tempat sampah infeksius dengan kantong plastik warna kuning. 2) Limbah pada terkontaminasi (non infeksius) dibuang ke tempat sampah non infeksius dengan kantong plastik hitam. 3) Limbah benda tajam atau jarum dibuang ke dalam safety box atau wadah yang kuat dan tahan tusukan. b. Teknik transportasi pembuangan sampah, syarat-syarat tempat sampah dan teknik pengumpulan sampah sesuai standart, yaitu : 1) Wadah/Container diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning untuk limbah infeksius, hitam untuk limbah non infeksius/domestika. 2) Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan ˃ 24 jam. 3) Kantong plastik tempat limbah tidak boleh diisi terlalu penuh (cukup ¾).



c. d. e.



f. g.



4) Wadah/container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindung dari binatang atau serangga. Percikan limbah infeksius di lantai harus ditangani sesuai dengan SPO Pembersihan Tumpahan Cairan Tubuh. Petugas pengelola limbah harus menggunakan APD dengan benar sesuai prosedur seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu both, apron, pelindung mata dan helm bila perlu. Penanganan akhir limbah : sampah infeksius dimusnahkan dengan insenerator, sampah domestik (non infeksius) ke TPA (milik PEMDA), sampah farmasi dikembalikan ke distributor/incenerator. Limbah benda tajam jarum suntik dibuang dengan cara yang aman, tidak melakukan intervensi terhadap spuit dan jarum bekas pakai. Pengangkutan Limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan dilakukan sekali sehari.



11. Kebijakan Pengendalian Lingkungan a. Pembersihan permukaan lingkungan perawatan dengan cara pengepelan. b. Foging tidak dilakukan secara rutin di ruang perawatan, hanya dilakukan untuk ruangan baru atau yang baru selesai direnovasi sebelum digunakan untuk ruang perawatan. c. Permukaan yang sering disentuh dan permukaan di ruang perawatn pasien dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektan, sedangkan permukaan lainnya dibersihkan dengan cairan detergen. d. Pembersihan lantai dilakukan dua kali sehari dengan desinfektan yang sesuai dengan kebijakan desinfektan Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. e. Membatasi penunggu atau pengunjung dengan waktu atau jam yang telah ditentukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. f. Perawatan dan Penanganan mesin pendingin dilakukan sekali sebulan. 12. Kebijakan Penanganan Linen a. Penanganan linen di ruangan : 1) Linen kotor a) Linen kotor dimasukkan dalam ember khusus linen kotor. b) Linen kotor yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien dimasukkan dalam ember khusus linen kotor yang telah diberi plastik berwarna hitam. c) Linen kotor yang terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien yang tidak terinfeksi dan yang terinfeksi penyakit menular berbahaya dimasukkan dalam kantong plastik berwarna kuning dan diberi identitas untuk linen kotor yang terinfeksi penyakit menular berbahaya contoh terkontaminasi HIV/AIDS = B20, terkontaminasi Hepatitis B = HB). d) Perhatian :  Tidak memberikan linen kotor kepada orang lain.  Tidak melakukan pengibasan linen kotor di ruangan.  Tidak menyeret linen kotor di lantai.  Tidak melakukan dekontaminasi di ruangan.  Gunakan APD sesuai indikasi.



 Tidak melakukan penghitung linen kotor di ruangan.  Tidak meletakkan linen kotor di atas kursi dan meja pasien. 2) Linen Bersih a) Tempatkan linen bersih dalam lemari khusus untuk linen. b) Linen disimpan dalam lemari yang dapat terlihat luar (bagian depan lemari harus menggunakan kaca tembus pandang). c) Simpan linen dengan sistem FIFO (First In Firts Out). 3) Pengangkutan Linen Kotor a) Pengangkutan linen kotor dari ruangan menggunakan kontainer tertutup. b) Troly pengangkut linen harus didesinfeksi dulu di pusat Laundry sebelum dibawa untuk mengangkut linen bersih dengan alkohol 70%. c) Jalur pengangkutan linen dibedakan antara jalur linen bersih dan jalur linen kotor. b. Penanganan linen di Pusat Laundry dan Linen 1) Penerimaan/memilah dan proses produksi linen bersih. 2) Linen kotor diserahkan oleh petugas ruangan kepada petugas laundry di ruang khusus penerimaan linen kotor. 3) Kriteria linen kotor : a) Seluruh linen kotor dari ruang rawat inap pasien (R. Pria, R. Wanita, R. Anak, R. Perinatologi, R. Bersalin), UGD, OK, HCU, Poliklinik (P. Umum, P. Anak, P. KIA, P. Bedah, P. Gigi, P. Paru, P. Fisioterapi) dikategorikan sebagai linen infeksius. b) Seluruh linen dari kantor dan linen baru di kategorikan sebagai linen non infeksius. c) Seluruh linen yang digunakan pada pasien yang terinfeksi penyakit menular berbahaya (HIV/AIDS, Hepatitis B) dikategorikan linen terinfeksi penyakit menular berbahaya. d) Linen terinfeksi penyakit menular harus terlebih dahulu dilakukan dekontaminasi. e) Linen dicuci dengan memperhatikan tingkat kontaminasi (infeksius/non infeksius/infeksius terinfeksi penyakit menular berbahaya), bahan pencuci sesuai dengan dosis yang tercantum pada kemasan produk serta memperhatikan suhu dan waktu yang direkomendasikan dan tingkat kekotoran linen, yaitu :  Linen kotor berat : linen yang tercemar noda darah, faeces, urine, muntahan pasien, semir rambut.  Linen kotor ringan : linen yang tercemar keringat, debu dan tidak bernoda. f) Setelah selesai dilakukan proses produksi selanjutnya akan dilakukan penghitungan jumlah linen sebelum disimpan ke dalam lemari penyimpanan. 4) Penyimpanan linen a) Linen yang telah rapi, harus disimpan dalam lemari penyimpanan yang bersih, tidak lembab dan tertutup dan dapat terlihat dari luar (bagian depan lemari harus menggunakan kaca tembus pandang) b) Linen harus disimpan dengan prinsip FIFO. c) Ruang penyimapan linen yang memenuhi syarat adalah dengan suhu ruangan 2227ºC dengan kelembapan 45-75 %. d) Lakukan pencatatan terhadap suhu dan kelembapan ruang penyimpanan setiap 2 kali sehari.



5) Pengangkutan dan pendistribusian linen a) Setiap linen bersih yang siap pakai didistribusikan sesuai dengan jumlah order pencucian linen yang dikirim ke pusat Laundry. b) Setiap linen baru didistribusikan oleh Pusat Laundry sesuai dengan kebutuhan atau pemenuhan stok. c) Selama pendistribusian linen bersih ke ruangan harus dalam keadaan tertutup. d) Jalur linen kotor dan bersih harus dibedakan. e) Kereta pengangkut linen berish harus didisinfeksi terlebih dahulu sebelum mengangkut linen bersih. f) Akan dilakukan pencucian kereta pengangkut linen sekali seminggu. 6) Pencatatan a) Setiap aktivitas kegiatan dan transaksi harus dicatat dalam buku catatan atau formulir yang disediakan. b) Setiap transaksi pelayanan linen, baik pelayanan linen bersih siap pakai maupun linen baru dan pelayanan peminjaman linen harus diinput ke dalam buku pemakaian dan peminjaman linen. c) Setiap kejadian ditemukannya linen rusak atau tidak layak pakai harus dicatat dalam buku linen rusak. d) Linen bersih yang selesai dilipat dan dipilah sesuai kepemilikan harus dihitung jumlah dan jenisnya sebelum disimpan di lemari dan data jumlah harus dicatat dalam buku linen bersih. 7) Pemeliharaan Linen Setiap linen yang ditemukan rusak atau ringan dan dipandang masih layak untuk dipergunakan kembali, dilakukan perbaikan atau penjahitan. 8) Perencanaan kebutuhan linen a) Perencanaan kebutuhan linen dibuat tahunan dan diajukan kepada direktur pada awal tahun atau paling lambat triwulan 1. b) Perencanaan kebutuhan linen dibuat berdasarkan perhitungan selisih seluruh jumlah linen yang tersedia pada akhir tahun (sesuai hasil inventarisasi) dibandingkan dengan standart stok dan jumlah yang ditetapkan oleh direktur, ditambah dengan perkiraan laju kerusakan linen. c) Perencaan kebutuhan linen yang dibuat Instalasi Laundry terbatas pada pelayanan linen diruang rawat inap dan ruang intensif. d) Perencanaan kebutuhan linen dari unit-unit lain dibuat berdasarkan adanya permintaan dari unit yang membutuhkan ke Instalasi Laundry. 13. Kebijakan Surveilans a. Kebijakan surveilans di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama menggunakan metode Hospital Wide (Surveilans secara kesuluruhan) dilakukan secara aktif oleh IPCN dibantu oleh IPCLN yang ada disetiap ruangan. b. Kegiatan surveilans meliputi survei pada pemasangan alat invasif (dower cateter, Intra Vena Line, CWL) yang beresiko menyebabkan terjadinya Infeksi Rumah Sakit yaitu Infeksi Daerah Operasi (IDO), Infeksi Saluran Kemih terkait Kateterisasi (ISK), Infeksi Luka Infus (ILI), Dekubitus dan Investigasi Outbreak penyakit Infeksi (KLB). c. Dalam pelakasanaan Surveilans IPCN menggunakan beberapa format yang telah ditetapkan oleh Direktur, yaitu :



d.



e. f. g.



1) Formulir Surveilans Harian Infeksi Rumah Sakit, pengisiannya dilakukan secara konsisten oleh semua petugas/perawat ruangan yang bertanggung jawab pada pasien tersebut, tidak harus selalu IPCN Link dan formulir ini akan berada dalam Medical Record pasien, bila pasien Pulang atau keluar Rumah Sakit formulir akan diambil oleh IPCN. 2) Formulir Rekapan Harian Surveilan Infeksi Rumah Sakit yang dalam pelaksanaannya IPCN menggunakan formulir ini, dapat mengumpulkan data dari semua pasien rawat inap dan pasien di rawat intensif dilakukan secara langsung setiap hari atau maksimal 2 hari sekali. 3) Formulir rekapan Bulanan Surveilans Infeksi Rumah Sakit yang diisi datanya dari formulir rekapan harian setiap hari atau maksimal 2 hari sekali sehingga hasil survey dapat dilaporkan pada awal bulan setiap tanggal 10. 4) Formulir Surveilans Harian Infeksi Daerah Operasi digunakan oleh IPCN untuk memperoleh data yang terkait dengan kejadian IDO yang dilakukan setiap hari atau maksimal 2 hari sekali. 5) Formulir Surveilans IDO di poliklinik diisi oleh perawat klinik yang dikoordinir oleh IPCLN di poliklinik dan akan dilaporkan kepada IPCN setiap bulan atau bila ditemukan kasus Infeksi Daerah Operasi. 6) Formulir pelaporan Infeksi Rumah Sakit yang akan digunakan oleh IPCN atau sekertaris Komite PPI dalam membuat laporan kejadian infeksi Rumah Sakit, di analisa dan ditampilkan dalam bentuk grafik yang mudah dibaca atau dimengerti oleh berbagai pihak yang bersangkutan serta diberikan rekomendasi bila ada kejadian yang melebihi standart. 7) Formulir laporan RL 6 yang digunakan untuk Laporan Kejadian Infeksi Rumah Sakit ke departemen kesehatan melalui Rekam Medis. Analisis, Evaluasi dan Rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite PPIRS dibawah koordinator Dokter Penanggung Jawab PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pengendalian Angka Infeksi Rumah Sakit menggunakan target sasaran sesuai program PPI. Laporan Infeksi Rumah Sakit disampaikan Komite PPIRS kepada Direktur, Komite Mutu, Bidang Keperawatan dan bidang yang terkait setiap bulan. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (IADP, ISK, HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans Infeksi Rumah Sakit.



14. Kebijakan Penempatan Pasien Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di Rumah Sakit, penyediaan paket perlindungan petugas, tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan Alat Pelindung Diri. a. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial (imunosupressed).



b. Pasien dengan imunosupressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang lebih lengkap. c. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya. d. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi. e. Pembersihan ruang isolasi dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan. f. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pengambilan foto rontgen, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien yang tidak menular. g. Setiap pengunjung atau pasien ruang isolasi harus dilakukan edukasi penggunaan APD, Kebersihan Tangan dan Etika Batuk. h. Adanya pengaturan alur penyakit menular. 15. Kebijakan Penanganan Outbreaks Penyakit Infeksi atau Kejadian Luar Biasa a. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RSUD Teluk Wondama perlu mempunyai sistem Pengendalian dan Penanganan KLB. b. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. Selain untuk mendeteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi. c. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari surveilans di olah oleh Komite PPIRS kemudian dilakukan investigasi, analisa data, melakukan root cause alaysis (RCA) untuk mencari akar masalah, evaluasi dan menetukan tindak lanjut, follow up yang jelas, implementasi tindak lanjut dan evaluasi akhir yang digunakan sebagai bahan laporan kepada direktur Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama dan bahan komunikasi dengan bagian terkait. d. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama ditetapkan oleh direktur berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS Teluk Wondama pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. e. Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut. f. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi: 1) Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Rumah Sakit. 2) Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi Rumah Sakit. 3) Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung jawab menangani pasien untuk melakukan verifikasi diagnosis IRS, penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan



g. h. i. j.



kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan rantai penularan. 4) Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan : 5) Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram. 6) Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular” 7) Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan klarifikasiklarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan Prosedur Tetap secara benar. 8) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS. 9) Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktur, Panitia K3 RS, Laboratorium, Unit Farmasi, Sanitasi, Gizi, dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan. 10) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke Rumah Sakit rujukan infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan. 11) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara :  Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang benar dan tepat.  Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai indikasi.  Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar.  Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang samasama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf lainnya).  Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur untuk mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi.  Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.  Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak ditemukan kasus baru.



16. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Di Kamar Jenazah a. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan : 1) Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar. 2) Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus menerapkan Kewaspadaan Standar. 3) Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai.



b. Perawatan jenazah di kamar jenazah : 1) Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar : melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret/cairan tubuh pasien. 2) Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan formaldehide dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar. 3) Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggal akibat penyakit menular. 4) Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar. 5) Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan dekontaminasi. c. Pemeriksaan post-mortem: 1) Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar 2) Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin. 3) Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai. 4) Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan. d. Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. e. Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. f. Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam. 17. Kebijakan Penyuntikan Yang Aman a. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada setiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. b. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara menjaga syarat aseptik. c. Multi dose vial digunakan : 1) Hanya digunakan untuk satu orang pasien. 2) Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril. 3) Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu. 4) Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat. 5) Setelah digunakan untuk pertama kali, maka batas kadaluarsanya (beyond use data) adalah 28 hari kecuali pabrik pembuat menyatakan lain. d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama-sama untuk beberapa pasien. e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien. f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum baru.



18. Kebijakan Kesehatan Karyawan a. Pada saat penerimaan karyawan baru dilakukan pemeriksaan kesehatan secara lengkap termasuk riwayat infeksi dan status imunisasi. b. Pemberiaan imunisasi untuk petugas kesehatan terutama petugas dengan resiko tinggi terpapar penyakit infeksius. c. Edukasi atau sosialisasi tentang SPO dan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi kepada semua karyawan. d. Karyawan baru di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama wajib mendapat orientasi materi PPI. e. Penanganan petugas kesehatan yang terkena atau tertusuk jarum bekas pakai segera ditangani dengan tepat. f. Pemeriksaan kesehatan karyawan atau medical cek up rutin setahun sekali untuk sceening penyakit infeksi. g. Pemberian nutrisi atau suplemen ekstra untuk petugas yang beresiko tinggi terpapar karena merawata pasien infeksius. 19. Kebijakan Renovasi, Pemeriksaan Fisik, Sarana, Prasarana Dan Pengadaan Alat Yang Melibatkan PPI a. Komite PPI terlibat dalam setiap proses pembangunan dan renovasi bangunan fisik di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama. b. Sebelum proses pembangunan atau renovasi dimulai, Komite PPI melakukan kajian resiko infeksi terkait proses pembangunan atau renovasi yang akan dilakukan (ICRA). c. Komite PPI terlibat dalam tim renovasi bangunan di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama untuk memberikan saran tentang aspek-aspek yang harus dipenuhi terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. d. Kajian resiko infeksi terkait proses renovasi (ICRA) disampaikan kepada tim pelaksana renovasi sebagai acuan yang harus diperhatikan selama proses renovasi. e. Komite PPI melakukan monitoring terhadap pemantauan sanitasi terkait dengan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. f. Komite PPI terlibat dalam memberikan saran dan monitoring alat-alat yang ada kaitannya dengan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama baik medis maupun non medis. 20. Kebijakan Pendidikan Dan Edukasi Tentang PPI a. Pendidikan PPI diberikan kepada semua petugas Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama : 1) Komite PPI melakukan upaya pengembangan SDM untuk mengikuti perkembangan ilmu terkini yan terkait dengan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi melalui pelatihan eksternal. 2) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama bekerja sama dengan bagian SDM dalam merencanakan dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan tentang PPI secara periodik dan berkesinambungan untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di Rumah Sakit (termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI di RS, khusus kewaspadaan standart dan kewaspadaan berbasis transmisi. 3) Seluruh SDM di RS wajib mengikuti program orientasi termasuk materi PPIRS.



4) Seluruh staff dididk tentang pengelolaan infeksius. 5) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM bersama komite PPIRS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan program selanjutnya. b. Pendidikan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Teluk Wondama : 1) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung Rumah Sakit. 2) Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS. 3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dikoordinasi oleh tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap. 4) Masing–masing dari tenaga kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi, Gizi ,Unit Farmasi dll) maupun non kesehatan (Pekarya, Petugas Kebersihan, Pasien, Keluarga dan Pengunjung) turut ambil bagian dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. 5) Pasien, keluarga dan pengunjung yang dirawat di RSUD Teluk Wondama harus mentaati peraturan yang ada di RSUD Teluk Wondama sesuai dengan peraturan tata tertib pasien. 6) Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas lainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Fasilitas Kesehatan. 7) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi, , Analis, Radiologis, Pekarya, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien. 8) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit adalah tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung. 9) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien rawat inap. 10) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit. Setiap ruangan/unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung. 21. Kebijakan Penggunaan Antibiotik Yang Rasional