Kedudukan Evaluasi Pembelajaran Dalam Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kedudukan Evaluasi Pembelajaran dalam Pendidikan



Kedudukan evaluasi dalam belajar dan pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi diketahui apakah belajar dan pembelajaran tersebut telah mencapai tujuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dan faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan belajar dan pembelajaran. Padahal diketahuinya hal tersebut, akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan belajar dan pembelajaran. Pada proses pendidikan evaluasi dilakukan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang dilakukan, serta untuk mengetahui apakah kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dapat dicapai oleh peserta didik melalui pembelajaran. Evaluasi pendidikan mencakup semua komponen, proses pelaksanaan dan produk pendidikan secara total, dan di dalamnya terakomodir tiga konsep, yaitu: memberikan pertimbangan ( judgement), nilai ( value ), dan arti ( worth ). Dengan demikian evaluasi pendidikan dapat berupa 1.



Evaluasi context / tujuan / kebijakan



2.



Evaluasi input, seperti evaluasi tehadap peserta didik, pendidik, prasarana dan sarana,



3.



kurikulum / program, serta input lingkungan



Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap proses atau kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang sedang berlansung.



4.



Evaluasi hasil / produk



5.



Evaluasi “outcomes” ( dampak) Secara keseluruhan evaluasi pendidikan akan muncul pada :



1. Awal kegiatan pendidikan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dan kemampuan peserta didik sehingga memungkinkan tenaga pengajar menyusun rancangan pendidikan sesuai dengan peserta didik, dengan selalu berpijak pada kompetensi yang akan di capai.



2. Pada saat proses pendidikan atau belajar mengajar sedang berlangsung. Evaluasi ini dapat merupakan evaluasi proses pelaksanaan pembelajaran dan komponen pendidikan. Evaluasi proses di awali pada tahap pertama pembelajaran di laksanakan dan secara runtun sampai pada akhir pendidikan. Melalaui evaluasi proses akan tampak dengan jelas apakah rencana penddidikan yang telah di susun dapat dilaksanan dengan baik. Apakah langkah-langkah yang disusun terlaksana dengan baik? Jika tidak faktor-faktor apakah yang menyebabkan nya. Untuk ini diperlukan evaluasi komponen-konponen pendidikan dan evaluasi mata pelajaran. 3. Pada akhir kegiatan pendidikan atau pembelajaran. Kegiatan ini di maksusdkan untuk menentukan tingkat pencapaian peserta didik dalam belajar. Evluasi seperti ini dapat juga di lakukan pada akhir satuan mata pelajaran. Pembelajaran merupakan suatu system yang memiliki komponen yang saling berinteraksi, berinterelasi dan berinterdependensi, salah satu komponenenya adalah evaluasi, dengan demikian evaluasi merupakan satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran dan ini menjadi bukti bahwa evaluasi mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting terhadap pembelajarandan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya Dalam cakupan luasnya evaluasi pembelajaran memiliki kedudukan dalam proses pendidikan. Bahwa evaluasi merupakan umpan balik dalam proses pendidikan dengan mendapatkan segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan, masukan dan transformasi yang ada dalam proses pendidikan itu sendiri. Kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat intergatif, setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi.



TUJUAN, FUNGSI DAN PRINSIP EVALUASI PENDIDIKAN TUJUAN EVALUASI Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu : input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan beljar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.



FUNGSI EVALUASI Evaluasi pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu ; 1. Fungsi selektif 2. Fungsi diagnostic 3. Fungsi penempatan 4. Fungsi keberhasilan Maksud dari dilakukannya evaluasi adalah ; 1. Perbaikan system 2. Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat 3. Penentuan tindak lanjut pengembangan. PRINSIP PRINSIP EVALUASI 1. Keterpaduan. 2. Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran. 3. Keterlibatan peserta didik. 4. Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak. 5. Koherensi. 6. Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. 7. Pedagogis. 8. Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa. 9. Akuntabel. 10. Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya.



RUANG LINGKUP EVALUASI PEMBELAJARAN



Secara garis besar ruang lingkup evaluasi pembejaran terdiri dari beberapa hal:1[6] a.



Dalam perspektif domain hasil belajar tediri dari: kognitif, afektif dan psikomotor



b.



Dalam perspektif sistem pembelajran terdiri dari:



1.



Program pembelajaran (tujuan, materi, metode, media dll)



2.



Pelaksanaan pembelajran (kegitan, guru ,dan peserta didik)



3.



Hasil belajar (jangka pendek,menengah dan jangka panjang)



c.



Dalam perspektif penilaian berbasis kelas



1.



Penilaian kompetensi dasar mata pelajran



2.



Penilaian kompetensi rumpun pelajaran



3.



Penilaian kompetensi lintas kurikulum



4.



Penilaian kompetensi tamatan



5.



Penilaian kompetensi life skill



Karakteristik Evaluasi Pembelajaran A. Karakteristik Evaluasi Pembelajaran



Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional”.



1. Kevalidan Valid artinya suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur matapelajaran Ilmu Fiqih, maka alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari Ilmu Fiqih, tidak boleh dicampuradukkan dengan materi pelajaran yang lain. Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity), dan validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain-lain.



2. Realible Reliabel artinya suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai



tingkat reliabilitas yang tinggi.



3. Relevan Relevan artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur juga harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak relevan.



4. Representatif Representatif artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak.



5. Praktis Praktis artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.



6. Deskriminatif Deskriminatif artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur, maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.



7. Spesifik Spesifik artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.



8. Proporsional Proporsional artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes maupun non-tes.



Adalah merupakan suatu kenyataan bahwa manusia dalam hidupnya berbeda antara individu dengan yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada dua individu yang persisi sama, baik dari segi fisik maupun



psikisnya. Senada dengan adanya perbedaan itu, maka perlu dicptakan alat untuk mendiagnosis atau mengukur keadaan individu, alat pengukur itulah yang disebut tes. Dengan alat pengukur tersebut orang akan berhasil mengetahui adanya perbedan individu. Karena adanya aspek psikis yang berbedabeda yang dapat membedakan individu dengan ndividu yang lain, maka kemudian timbul pula bermacam-macam tes.> 1. Pengertian tes Secara harfiah, kata tes berasal dari kata perancis kuno: testum dengan arti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia (maksudnya dengan menggunakan alat piring akan dapat memperoleh logam-logam mulia yang nilainya tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan tes yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes” yang artinya ujian atau percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungn dengan uraian di atas, yaitu istilah tes, testing, tester dan teste, yang masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Tes adalah alat pengukur prosedur yang dapat digunakan dalam pengukuran dan penilaian. Adapun dari segi istilah menurut Anne Anastasi dalam karyanya yang berjudul Psicologocal Testing, yang dimaksud dengan tes adalah dengan alat pengukur yang mempunyai standart yang obyektif sehinga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk menngukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Adapun menurut lee j. crobach dalam buku yang berjudul Esential of Psikhologikal Testing, tes merupakan prosedur yang sistematik untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Dari devinisi-devinisi tersebut diatas kiramya dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan yang dimaksud dengan tes adalah (cara yang dapat dipergunakan)atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam pengukuran dalam rangka penguran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab) atau atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh teste, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tingkah laku atau prestasi teste: nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai dengan nilai standart tetentu. 2. Fungsi tes Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes yaitu: a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai. 3. Pengolongan tes Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes dilakukan. a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik. Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat perkembangan pebelajr peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu : 1) Tes seleksi, 2) Tes awal 3) Tes akhir, 4) Tes diagnosis, 5) Tes formatif dan 6) Tes sumatif. 1) Tes seleksi Tes seleksi dikenal dengan istilah Ujian saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan mahasiswa baru, dimana hasil yang digunakan untuk



memeilih calon peserta didik yang tergolongg paling baik dari sekian banyak yang mengikuti tes.



2) Tes awal Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-tes. Tes jenis ini dilaksanankan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal aadalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu maka butir-butir soalanya dibuat yang mudah-mudah.



3) Tes akhir Tes akhir sering dikenal dengan istilah post tes. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah seua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai denga sebaik-baiknya oleh peserta didik.



4) Tes diagnosisis Tes diagnosis (diagnosis Test) adalah tes yang digunakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Denggan diketahuinyajenis-jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa pengobatan yang tepat. Tes diagnosis juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pernyataan “apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerma pengetahuan.



5) Tes formatif Tes fomatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah perserta didik “telah terbentuk “ (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah di tentukan) setelah mengikuti proses pembelajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa istilah “formatif” itu berasal dari kata “form” yang berarti “bentuk”. Tes formatif ini biasanya dilaksanakan ditengah-tengah pelajaran program pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau sub pokok bahasan terakhir atau dapat diselesaikan tes ini biasanya disebut dengan “Ulangan Harian”. Tindak lanjut yang perlu dilakukan dengan dengan diketahuinya hasil tes formatif adalah: a. Jika materi yang diteskan itu telah dikuasai dengan baik, maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru. b. Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai, maka sebelum melanjutkan dengan pokok bahasan yang baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelskan lagi bagian-bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik. Tujuan dari tes formatif adalah untuk memperbaiki proses pembelajran.



6) Tes sumatif Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang di laksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis semua siswa memperoleh soala yang sama. Butis-butir dalam soal ini lebih sulit dan lebih berat dari pada tes formatif. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Ditilik dari aspek kejiwaan yang ingin diungkap tes setidaknya dapat dibedakan



menjadi lima diantaranya: a. Tes intelegensi yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. b. Tes kemampuan, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat kusus yang dimiliki oleh testee. c. Tes sikap, yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisprosisi atau kecenderungan seseoranng untuk melakukan suatau respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu. d. Tes kepribadian, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap cirri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriyah seperti gaya bicara, cara bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan dan laian-lain. e. Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes percapaian (archievment test), yakni test yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes hasil belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebaga cara (yang dapat dipergunakan) tau prosedur (yang dapat di tempuh) dalam rangka pengkuran dan peneilaian hasil belajar yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas baik berupa pertanyaan atau soal yang harus dijawab.



B. TENIK NON TES Pada pembahasan diatas telah dikemukakan bahwa kegiatan “mengukur” atau melakukan pengukuran adalah merupakan kegiatan kegiatan yang paling umum dilakukan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Pembahasan diatas bukan merupakan satu-satunya eknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar. Sebab masih ada teknik yang lain yaitu teknik non tes. Dengan teknik ini penilaian peserta didik dapat dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik melainkan dengan melakukan pengamatan secara sistematis (observation), wawancara (interview), menyebarkan angket, memeriksa dokumen-dokumen. Teknik non tes ini memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik



Taraf Kesukaran Tes dan Daya Pembeda Sebuah Tes Menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal- soal tes dari segi kesulitanya sehingga dapat di peroleh soal-soal mana yang termasuk mudah ,sedang dan sukar. Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut dalam kategori lemah atau rendah dan kategori kuat atau tinngi prestasinya (Wayan Nurkancana, 1983; 134).



A. Taraf kesukaran tes



Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kwalitas yang baik, disamping memenuhi validitas dan reliabilitas adalah daya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut. Keseimbangan yang dimaksutkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah sedang dan sukar secara porposional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari segi guru dalam melakukan analisis pembuat soal.



Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah sedang dan sukar.Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal sama untuk ke tiga kategori tersebut. dan ke dua proposi jumlah soal untuk ke tiga kategori tersebut artinya sebagian besar soal berada dalam kategori sedang sebagian lagi termasuk kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.



Perbandingan antara soal mudah sedang sukar bisa di buat 3-4-3. Artinya, 30% soal kategori mudah 40% soal kategori sedang dan 30% lagi soal kategori sukar.



Di samping itu oleh karena suatu tes dimaksutkan untuk memisahkan antara murid-murid yang betulbetul mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid yang tidak mempelajari pelajaran itu, maka tes atau item yang baik adalah tes atau item yang betul-betul dapat memisahkan ke dua golongan murid tadi. Jadi setiap item disamping harus mempunyai derajat kesukaran tertentu, juga harus mampu membedakan antara murid yang pandai dengan murid yang kurang pandai. Setelah judgment dilakukan oleh guru kemudian soal tersebut di uji cobakan dan dianalisis apakah judgment tersebut sesuai atau tidak. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.



I=



B N



Keterangan:



I =Indeks kesulitan untuk setiap butir soal B =Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal N =Banyaknya yang memberikan jawaban pada soal yang di maksudkan.



Kriteria yang digunakan makin kecil indeks yang di peroleh makin sulit soal tersebut. Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh makin mudah soal tersebut.



Menurut keiteria yang sering di ikuti indeks kesukaran sering di klasifikasikan sebagai berikut : · Soal dengan P 0 – 0,30 adalah soal kategori sukar. · Soal dengan P 0,31 – 0,70 adalah soal kategori sedang. · Soal dengan P 0,71 – 1,00 adakah soal kategori mudah.



Contoh: Guru SKI memberikan 10 pertanyaan piihan berganda denga komposisi 3 soal mudah , 4 soal sedang , dan 3 soal sukar. Jika di lukiskan susunan soalnya adalah sebagai berikut :



No soal



Abilitas yang Diukur



Tingkat kesukaran soal



1



Pengetahuan



Mudah



2



Aplikasi



Sedang



3



Pemahaman



Mudah



4



Analisis



Sedang



5



Evaluasi



Sukar



6



Sitesis



Sukar



7



Pemahaman



Mudah



8



Aplikasi



Sedang



9



Analisis



Sedang



10



Sitesis



Sukar



Kemudian soal tersebut di berikan kepada 10 orang siswa dan tidak seorang pun yang tidak mengisi seluruh pertanyaan tersebut. Setelah di periksa hasilnya adalah sebagai berikut.



No



Banyakya siswa



Banyaknya siswa yang



soal



yang menjawab



menjawab (B)



Indeks



Kategori soal



B



(N)



N 1



20



18



0,9



2



20



12



0,6



3



20



10



0,5



Mudah Sedang Mudah Seang Sukar



4



20



20



1,0



Sukar Mudah



5



20



6



0,3



6



20



4



0,2



7



20



16



0,8



8



20



11



0,55



9



20



17



0,85



10



20



5



0,25



Sedang Sedang Sukar



Dari sebaran di atas ternyata ada tiga soal yang meleset, yakni soal nomor 3 yang semula di proyeksikan kedalam kategori mudah, setelah di coba ternyata termasuk kedalam kadegori sedang.demikian,juga soal nomor 4 yang semula di proyeksikan sededang ternyata termasuk kedalam kategori mudah . nomor 9 semula di kategorikan sedang ternyata termasuk kedalam kategori mudah. Sedangkan tujuh soal yang lainya sesuai dengan proyeksi semula atas dasar tersebut ketiga soal diatas harus diperbaiki kembali.



Soal no : 3 dinaikan dalam kategori sedang. Soal no : 4 diturunkan dalam kategori mudah. Soal no : 9 di turunkan kedalam kategori mudah.



B. Analisis Daya Pembeda Salah satu tujuan analisis kuantitatif soal adalah untuk menentukan dapat tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang di ukur sesuai dengan perbedaan yang ada dlam kelompok itu.



Indeks yang di gunakan dalam membedakan peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah adalah indeks daya pembeda.



Indeks ini menunjukkan kesesuaian



antara fungsi soal dengan fungsi tes secara keseluruhan. Dengan demikian validitas soal ini sama dengan daya pembeda soal yaitu daya yang membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.



1.



Hubungan antara tingkat kesukaran dan daya pembeda. Tingkat kesukaran berpengaruh langsung pada daya pembeda soal. Jila setiap orang memilih benar jawaban ( P = 1 ), atau jika setiap orang memiliki benar jawaban (P = 0) maka soal tidak dapat digunakan untuk membedakan kemampuan peserta tes. oleh kaena itu soal yang baik adalah soal yang memiliki daya pembeda antara peserta tes kelompok atas dan kelompok rendah. Kelompok rendah memiliki tingkat kemampuam 0.50 dan akan diperoleh daya pembeda kelompok atas maksimal 1.00.



2.



Daya pembeda soal pilihan ganda Bagaimana menentukan daya pembeda soal pilihan ganda?Yang menunjukkan tingkat kesukaran soal pilihan ganda. Daya pembeda di tentukan dengan melihat kelompok atas dan kelompok bawah berdasarkam sekor total. perhatikan tabel berikut.



Skor



Nomor soal No Peserta 1



Aan



2



Adi



3



Ana



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



0



0



0



1



0



0



0



1



0



1



1



1



1



0



1



1



1



0



0



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



0



1



0



1



0



0



0



1



0



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



0



0



0



1



0



0



0



1



0



1



1



1



1



0



1



1



0



0



0



1



0



0



1



1



0



0



0



1



0



Total 8 3 7



4



Andi



8



5



Candra



6



dian



7



Risma



8



sasa



9



titik



4



10



uun



4



4 8 3



1



0



0



0



0



0



1



1



1



0



6



Untuk memudahkan perhitungan sekor yang terdapat pada tabel di urutkan dari peserta tes yang memperoleh skor yang tinggi menuju peserta yang memperoleh sekor yang rendah. Perhatikan tabel berikut:



No



Peserta



1



Aan



2



Dian



3



Andi



Nomor soal 1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



1



1



1



1



1



1



1



0



0



1



1



1



1



0



1



1



1



0



0



1



1



1



1



0



1



1



0



0



0



1



0



1



0



1



0



0



0



1



0



Skor 8 8 8



4



Ana



5



Sasa



6



Candra



4



7



Titik



4



8



Uun



9



Adi



3



10



Risma



3



1



0



0



1



1



0



0



0



1



0



1



0



0



0



1



0



0



1



1



0



1



0



0



0



1



0



0



0



1



0



1



0



0



0



1



0



0



0



1



0



7 6



4



Jumlah jawaban



10



5



6



6



8



5



5



5



5



0



10



10



10



10



10



10



10



10



10



10



benar Jumlah peserta Kesukaran



0.00 0.50 0.60 0.60 0.80 0.50 0.50 0.50 0.5



1.00



Keterangan : Skor Siswa kelompok atas 6 – 10 Skor Siswakelompok bawah 5 - 1



Berikut ini cara menghitung daya beda: Nilai DB akan merentang antara nilai -1,00 hingga +1.00. dengan mengambil soal comtoh di atas beberapa kondisi soal dapat di jelaskan sebagai berikut: contoh : soal nomor 2 semua siswa kelompok atas dapat menjawab benar dan semua siswa kelompok bawah menjawab salah, maka DB akan + 1,00. DB dapat di tentukan besarnya dengan rumus sebagi berikut : PT – PR



TB



-



T



PT



RB T



=Proporsi



siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mwmpunyai kemampuan



tinggi PR



=Proporsi



siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mwmpunyai kemampuan



rendah TB =Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi T



=Jumlah



kelompok siswa yang mempunyai kemampuan tinggi.



RB =Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rendah R



=Jumlah



kelompok siswa yang mempunyai kemampuan rendah.



Berikut adalah tabel kategori tingkat kesukaran dalam daya beda.



No soal



Kelompok atas



Kelompok bawah



Daya Beda



1



1.00



1.00



0.00



2



1.00



0.00



1.00



3



1.00



0.10



0.90



4



1.00



0.10



0.90



5



0.30



0.60



-0.30



6



1.00



0.00



1.00



7



1.00



0.10



0.90



8



0.80



0.10



0.70



9



0.00



1.00



-1.00



10



0.00



0.00



0.00



Kembali pada tingkat kesukaran yang di tunjukkan pada tabel dapat kita lihat soal no 9 merupakan soal yang sukar bagi kelompok atas tetapi sangat mudah bagi kelompok bawah soal no 10 merupakan soal yang sangat sukar baik bagi kelompok atas maupun kelompok bawah. soal nomor 2 dan nomor 6 merupakan soal yang sangat sukar dagi kelompok bawah tetapi relatif mudah untuk kelompok atas. Perhitungan daya beda sangatlah sederhana dan menyajikan informasi yang dapat membedakan masing – masing kelompok berdasarkan kemampuan mereka. (engelhart, 1965) . soal nomor 1 dan nomor 10 tidak menujukkan perbedaan antar kelompok. Tidak adanya perbedaan tingkat kesukaran pada soal nomor 1 dan nomor 10 yang juga menujukkan bahwa soal tidak dapat menujukkan perbedaan antar kelompok. Soal no 5 dan no 9 mempunyai indeks dayabeda yang baik, tetapi terbalik. Tanda negatif no 5 dan no 9 menujukkan bahwa peserta tes yang kemampuanya tinggi tidak dapat menjawab soal dengan benar , tetapi peserta tes yang kemampuanya rendah menjawab dengan benar , data setatistik diatas menunjukkan bahwa soal nomor 5 dan 9 merupakan soal yang tidak baik, data setatistik menujukkan bahwa soal nomer 2,3,4,6,7 dan 8 merupakan soal yang baik ditinjau dari daya pembeda.



3.



Daya pembeda soal uraian Bagaimana cara menentukan daya pembeda soal uraian? Lankah yang di lakukan untuk menghitung daya pembeda sama seperti yang dilakukan pada soal pilihan ganda. Urutkan seluruh peserta tes berdasarkan perolehan sekor total dari yang tinggi keperolehan sekor yang rendah.



Dari contoh diatasdapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut : 1.Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes. 2.Membuat daftar peringkat atau urutan hasil tes berdasarkan sekor yang di capainya. 3.Menentukan jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah.



4.Menghitung selisi tingkat kesukaran menjawab soal antara kelompok atas dan kelompok bawah. 5.Membandingkan nilai selisih yang di peroleh. 6.Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria “memiliki daya pembeda”.



Penilaian Portofolio Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi. Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri. Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran. Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini. a.



Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.



b.



Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.



c.



Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.



d.



Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.



e.



Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.



f.



Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang dihasilkan.



g.



Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.



Penilaian autentik Penilaian autentik lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Siswa tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoretis. Dalam penilaian kemampuan bersastra misalnya, pembelajar mampu menganalisis karakter tokoh dalam sebuah fiksi, mempertanggungjawabkan kinerjanya tersebut secara argumentatif, membuat resensi teks kesastraan, dan lain-lain. Berikut ini merupakan prosedur penilaian yang dapat digunakan untuk mengukur ketrampilan pemecahan masalah siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Tujuan Pembelajaran: 1.



Siswa memberikan jawaban benar-salah tentang prosedur yang terbaik untuk memecahkan masalah dalam kelompok.



2.



Siswa menjawab rangkaian tes pilihan ganda tentang langkah-langkah selanjutnya untuk memecahkan masalah dalam kelompok.



3.



Siswa diminta membuat rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana cara memecahkan masalah secara kolaborasi, kemudian diminta untuk memberikan jawaban singkat terhadap pertanyaan itu.



4.



Siswa diberikan masalah baru, kemudian diminta untuk menulis essay yang berhubungan dengan bagaimana kelompok itu harus bekerja menyelesaikan masalah itu.



5.



Siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk memecahkan masalah tidak rutin. Guru mengamati dan menilai usahanya. Pada 1, 2 penilaian didasarkan pada penilaian pilihan dua respon, sedang pada 3, 4, 5 penilaian didasarkan pada konstruksi siswa. Sehingga nampak penilaian 4 dan 5 lebih menunjukkan performance siswa daripada penilaian untuk nomor-nomor dibawahnya. Kata dasar “pembelajaran” adalah belajar. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan pengalaman.2[10] Belajar menurut Behavioristik adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai. Perubahan



tingkah laku terjadi akibat rangsangan (stimulus).3[11] Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah



lakunya,



ketrampilannya,



kecakapan dan



kemampuannya,



daya



reaksinya,



daya



penerimaannya dan lain- lain aspek yang ada pada individu. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dengan peserta didik. Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan dalam masalah pembelajaran, antara lain : Pembelajaran adalah suatu program. Ciri suatu program adalah sistematik, sistemik, dan terencana. Setelah pembelajaran berproses, seorang pendidik perlu mengetahui keefektifan dan efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Untuk itu, pendidik harus melakukan evaluasi pembelajaran. Pembelajaran bersifat interaktif dan komunikatif. Dalam hal ini, berkaitan dengan kedudukan evaluasi dalam pembelajaran sangatlah penting dalam pembelajaran. Karena melalui evaluasi seorang pendidik akan dapat membuat dan merangkai kegiatan pembelajaran, mulai dari membuat disain pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran. Jadi evaluasi adalah salah satu komponen diantara komponen-komponen yang sangat penting dalam pembelajaran.



2.2 Tujuan, Fungsi dan Prinsip Evaluasi Pembelajaran 2.2.1 Tujuan Evaluasi Pembelajaran Tujuan evaluasi pembelajaran terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : Tujuan umum evaluasi pendidikan adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pembelajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. Tujuan khusus evaluasi pendidikan adalah untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.4[12]



Menurut Zainal Arifin Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi system pembelajaran, baik yang menyangkut tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian.5[13] Evaluasi juga bertujuan untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu: ·



Input; adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran.



·



Transformasi ; adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan beljar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi.



·



Output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.6[14]



MAKNA MENJADI MANUSIA Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia Berfikir, dengan Berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas Berfikir, oleh karena itu sangat wajar apabila Berfikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa Berfikir, kemanusiaan manusia pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada. Dari uraian dan berbagai definisi tersebut di atas, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan tentang siapa itu manusia yaitu : 1.



Secara fisikal, manusia sejenis hewan juga



2.



Manusia punya kemampuan untuk bertanya



3.



Manusia punya kemampuan untuk berpengetahuan



4.



Manusia punya kemauan bebas



5.



Manusia bisa berprilaku sesuai norma (bermoral)



6.



Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berbudaya



7.



Manusia punya kemampuan berfikir reflektif dalam totalitas dengan kesadara diri



8.



Manusia adalah makhluk yang punya kemampuan untuk percaya pada Tuhan



apabila dibagankan dengan mengacu pada pendapat di atas akan nampak sebagai berikut Tabel 1.1. Dimensi-dimensi manusia MANUSIA HEWANI/BASARI JASAD/FISIK/BIOLOGIS MAKAN MINUM TUMBUH BERKEMBANGBIAK



INSANI/MANUSIAWI JIWA/AKAL/RUHANI BERFIKIR BERPENGETAHUAN BERMASYARAKAT BERBUDAYA/BERETIKA/BERTUHAN



Dengan demikian nampaknya terdapat perbedaan sekaligus persamaan antara manusia dengan makhluk lain khususnya hewan, secara fisikal/biologis perbedaan manusia dengan hewan lebih bersifat gradual dan tidak prinsipil, sedangkan dalam aspek kemampuan berfikir, bermasyarakat dan berbudaya, serta bertuhan perbedaannya sangat asasi/prinsipil, ini berarti jika manusia dalam kehidupannya hanya bekutat dalam urusan-urusan fisik biologis seperti makan, minum, beristirahat, maka kedudukannya tidaklah jauh berbeda dengan hewan, satu-satunya yang bisa mengangkat manusia lebih tinggi adalah penggunaan akal untuk berfikir dan berpengetahuan serta mengaplikasikan pengetahuannya bagi kepentingan kehidupan sehingga berkembanglah masyarakat beradab dan berbudaya, disamping itu kemampuan tersebut telah mendorong manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang melebihi pengalamannya seperti keyakinan pada Tuhan yang merupakan inti dari seluruh ajaran Agama. Oleh karena itu carilah ilmu dan berfikirlah terus agar posisi kita sebagai manusia menjadi semakin jauh dari posisi hewan dalam konstelasi kehidupan di alam ini. Meskipun demikian penggambaran di atas harus dipandang sebagai suatu pendekatan saja dalam memberi makna manusia, sebab manusia itu sendiri merupakan makhluk yang sangat multi dimensi, sehingga gambaran yang seutuhnya akan terus menjadi perhatian dan kajian yang menarik, untuk itu tidak berlebihan apabila Louis Leahy berpendapat bahwa manusia itu sebagai makhluk paradoksal dan sebuah misteri, hal ini menunjukan betapa kompleks nya memaknai manusia dengan seluruh dimensinya.



Berpikir Induktif dan Deduktif Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut



dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi. Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Berpikir Deduktif Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaankeadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau di ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Berpikir Induktif Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005) Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com) Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula. Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.



Langkah-Langkah Metode Ilmiah Karena metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan berencana, maka terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara urut dalam pelaksanaannya. Setiap langkah atau tahapan dilaksanakan secara terkontrol dan terjaga. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan masalah. 2. Merumuskan hipotesis. 3. Mengumpulkan data. 4. Menguji hipotesis. 5. Merumuskan kesimpulan. Merumuskan Masalah Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian menyimpulkannya.Permusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya sendiri belum dirumuskan? Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah, perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Mengumpulkan Data Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskannya. Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan. Menguji Hipotesis Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban sementaradari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti harus terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan terhadap hasil suatu



penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu sendiri. Merumuskan Kesimpulan Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya. Pengertian Masalah Penelitian Pengertian lain menunjukkan bahwa masalah merupakan kesenjangan antara situasi yang diharapkan dengan situasi yang ada. Dapat juga dikatakan sebagai kesenjangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan keterbatasan alat dan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan tersebut. Masalah juga dapat dikatakan sebagai kesenjangan antara teori dan praktik. Untuk menjadi suatu masalah penelitian khususnya penelitian survei, harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1. Suatu masalah penelitian harus menggambarkan hubungan antara dua variabel atau lebih. 2. Walaupun tidak merupakan suatu keharusan bahwa suatu masalah harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, akan tetapi banyak ahli penelitian menyarankan bahwa masalah penelitian hendaknya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Mengapa dalam bentuk pertanyaan? Suatu masalah penelitian yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan akan lebih mengarahkan pada jawaban yang diharapkan. Dengan bentuk pertanyaan, jawabannya akan lebih jelas dan langsung pada sasarannya. 3. Suatu masalah penelitian memerlukan pengujian secara empirik. Pengujian empirik berarti bahwa pemecahannya dilandasi oleh bukti-bukti empirik yang diperoleh dari lapangan, dengan jalan mengumpulkan data yang relevan.



1. Apa masalah itu ? Suatu kesenjangan antara harapan dengan kenyataan, perundang-undangan dengan pelaksanaan, peraturan dengan implementasinya, teori dengan praktik, sehingga menarik minat dan perhatian untuk diteliti.



2.



Bagaimana cara mengadakan penelitian dalam upaya memecahkan masalah penelitian secara kuantitatif ? Ada tiga persyaratan penting dalam mengadakan penelitian yaitu sistematis, berencana dan mengikuti konsep atau prosedur ilmiah.



a.



Sistematis artinya dilaksanakan menurut pola atau aturan tertentu disusun mulai dari yang paling sederhana sampai pada masalah yang komplek sehingga tercapai tujuan penelitian secara efektif dan efisien.



b.



Berencana artinya dilaksanakan berdasarkan rencana sesuai dengan unsur-unsur masalah berbentuk langkah-langkah penelitian yang jelas.



c.



Konsep atau prosedur ilmiah artinya sejak awal menemukan masalah sampai akhir kegiatan penelitian mengikuti cara-cara yang sudah ditentukan, sesuai dengan prinsip-prinsip atau konsepkonsep penelitian ilmiah.



Masalah yang Baik untuk Diteliti I.



Masalah yang bagaimana yang baik untuk diteliti ?



1.



Masalah yang tepat diteliti yaitu masalah yang dihadapkan pada suatu kebutuhan atau tantangan bagi peneliti.



2.



Masalah mudah dirumuskan sehingga menjadi jelas batasannya, kedudukan dan alternatif cara pemecahannya.



3.



Memiliki hipotesis yang jelas sebagai titik tolak dalam penelitian dan alternatif pemecahannya.



4.



Mudah dalam pengumpulan data untuk menguji hipotesis.



5.



Mudah dalam menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data dan dikembalikan pada jawaban hipotesis yang sudah dirumuskan.



6.



Dapat memecahkan masalah yang diteliti sehingga dapat menemukan kebenaran serta implikasinya untuk memberi saran-saran agar masa depan lebih baik.



AWAL SEBUAH PENELITIAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa yang pertama kali menjadi titik awal perumusan masalah adalah suatu masalah yang teridentifikasi, suatu masalah tersebut dapat bersumber dari : Adanya keadian atau kenyataan yang janggal, tidak diharapkan atau tidak semestinya. Contohnya : Pada waktu melewati jalan di depan Pasar Klewer (Solo), ditemui keruwetan dan kekacauan lalu lintas. Timbul keinginan untuk membuat arus menjadi teratur dan tertib. Kemudian mencoba untuk melihat kemungkinan-kemungkinan penyebabnya. Dari semua kemungkinan, ditetapkan satu atau dua faktor utama untuk diteliti. Adanya kekurangan informasi. Contohnya : Sebuah perusahaan mengeluarkan produk baru yang dikatakan mampu meningkatkan workability beton. Banyak kontraktor yang menggunakannya dan memang terbukti demikian adanya. Namun, produk itu belum diuji efeknya pada properties yang lain: seperti segregasi, porositas, dan lainnya. Maka dirasa perlu untuk mengisi kekosongan informasi ini dengan melakukan penelitian tentang efek penggunaan produk tersebut pada porositas beton misalnya.



Merupakan tindak lanjut dari adanya informasi awal dari hasil penelitian sebelumnya, baik untuk menambahkan apa yang belum tercover dalam penelitian sebelumnya maupun untuk menambahkan informasi yang sudah didapat dari penelitian sebelumnya. Contohnya : Hasil laporan dari penelitian tentang pencemaran sungai Bengawan Solo yang diakibatkan oleh pembuangan limbah oleh pabrik-pabrik memberi rekomendasi untuk melakukan penelitian yang sama tapi menggunakan sample air sungai yang diambil di bagian yang lain dari sungai itu, misalnya di daerah hilir. Adanya informasi yang cukup banyak tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan suatu masalah dan berusaha menghubungkan faktor-faktor tersebut dalam sebuah model. Contohnya : Sudah diketahui bahwa susut pada beton dipengaruhi oleh kadar semen dalam campuran, faktor air semen, umur beton, serta temperatur dan kelembaban udara dimana beton tersebut berada. Timbul keinginan untuk mengkuantifikasi semua faktor itu dan menghubungkannya satu dengan yang lain sehingga didapat satu model yang bisa dipakai untuk memprediksi jumlah susut beton pada umur tertentu berdasarkan factor-faktor lain yang diketahui. Adanya keraguan atas hasil, model, atau teori yang diusulkan oleh peneliti lain. Contohnya : Seorang peneliti menjelaskan bahwa penyebab terjadinya banjir yang berulang kali terjadi di kota Solo sejak tahun 2000 adalah karena penebangan pohon di daerah hulu sungai Bengawan Solo. Sekalipun memang ada evidence yang menunjukkan masyarakat daerah hulu sungai memang menebang pohon, tetapi ada faktor lain yang tidak dipertimbangkan oleh peneliti tersebut yaitu padatnya hunian di bantaran sungai. Adanya pertentangan dalam hasil, model atau teori yang diajukan oleh berbagai peneliti. Contohnya : Dari informasi yang diperoleh diberbagai literatur ditemukan adanya perbedaan model yang cukup mencolok untuk memprediksi kekuatan beton pada umur 28 hari antara satu peneliti dengan yang lain. Maka dirasa perlu untuk melakukan experiment untuk memverifikasi model yang tepat.



Demikianlah sedikit mengenai sumber-sumber yang menjadi titik awal sebuah penelitian dilakukan. Dengan adanya masalah maka akan timbul keinginan untuk melakukan penelitian dan menarik kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.



Kriteria Rumusan Masalah Berikut ini beberapa uraian singkat tentang rumusan masalah dari berbagai sumber: A. Drs. Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995). Secara ringkas masalah yang biasa diangkat menjadi topik penelitian yang baik itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut 1. Masalah tersebut jika diteliti akan mempunyai arti penting baik bagi perkembangan ilmu maupun bagi kehidupan sehari-hari 2. Kesimpulan penelitian mempunyai daya simpul yang cukup lama, artinya dapat digeneralisasikan bukan cuma saat penelitian dilakukan, melainkana sesudahnya. 3. Masalah tersebut memiliki daya tarikkuat baik bagi peneliti pribadi maupun masyarakat. 4. Secara operasional masalah tersebut bisa diteliti (baik dari sudut prosedural, metodologi,



maupun dari sudut ketersediaan datanya dilapangan). B. Drs. Hariwijaya, Triton PB. Ssi. Msi., Pedoman Penulisan Skirpsi Dan Tesis, (Nyutran: Tugu Publisher, 2005). Dalam pembuatan skripsi, tahap ini adalah kegiatan mencari sebanyak-banyaknya permasalahan. Rumusan permasalahan berdasarkan pada masalah pokok yang terdapat pada bagian latar belakang masalah. Masalah-masalah yang hendak dikemukakan pada bagian ini dirumuskan dalam kalimat pertanyaan yang singkat dan sederhana. Batasan masalah mempunyai kaitan dengan rumusan masalah. Belum tentu masalah-masalah yang telah didentifikasikan dapat diteliti. Keterbatasan mahasiswa memungkinkan masalah yang telah diidentifikasi itu tidak dapat diteliti semuanya namun hanya sebagian saja. Bahasa lain batasan ini adalah ruang lingkup. Bila anda memiliki keterbatasan dalam waktu, pemikiran, data dan biaya, maka ruang lingkup yang anda miliki akan sempit. Manfaat lain dari ruang lingkup yang sempit adalah kupasan materi nantinya sangat rapat sehingga tidak akan kerepotan dalam mempetahankannya didepan dewan penguji. C. P. Joko Subagyo SH., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004). Menurut Joko Subagyo, dalam menentukan rumusan masalah, sebaiknya kita memperhatikan ketentuan-ketentuan dibawah ini: 1. Dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. 2. Dirumuskan dalam kalimat yang sederhana. 3. Rumusan masalah harus singkat, padat, dan tidak menimbulkan kerancauan dalam pengertian. 4. Mencerminkan keinginan penulis dalam melakukan penelitian. 5. Tidak mempersulit dalam pencarian data lapangan. 6. Rumusan masalah dapat dipakai sebagai rumusan hipotesa. 7. Rumusan masalah dapat direfleksikan kedalam judul. D. Drs. Sumadi Surya Brataba MA, Eds, Ph. D., Metodelogi Penelitian, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1983). Menurut Sumadi, rumusan maslah adalah hal yang penting dalam penelitian, karena akan menjadi panutan dalam penelitian, berikut ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan dalam menentukan rumusan masalah. 1. Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. 2. Rumusan masalah harus padat dan jelas isinya. 3. Memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaaan yang terkandung dalam rumusan masalah itu. E. Purnomo Setiady Akbar. Mpd, dan DR. Husaini Usman. Mpd., Metodelogi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Rumusan masalah ialah suatu usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang spesifik dan perlu dijawab. Rumusan masalah meurut keterangan dari buku ini di bedakan menjadi 3, yaitu deskriptif, komparatif dan asosiatif. Menurut Sukardi, permasalah yang akan diteliti (Kerlinger,1986), hendaknya dapat memenuhi tiga kriteria penting yaitu: a. Permasalahan atau problematika sebaiknya merefleksikan dua variabel atau lebih. b. Sebaiknya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan tidak meragukan. c. Sebaiknya dapat diuji secara empiris. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan Kriteria rumusan masalah adalah Dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, Dirumuskan dalam kalimat yang sederhana, Masalah tersebut jika diteliti akan mempunyai arti penting baik bagi perkembangan ilmu



maupun bagi kehidupan sehari-hari, dan Memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaaan yang terkandung dalam rumusan masalah itu