Pembelajaran Nilai Dalam Pendidikan Ips [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBELAJARAN NILAI DALAM PENDIDIKAN IPS A. Pendahuluan Banyak pakar telah mengembangkan berbagai pendekatan Pendidikan Nilai. Di antara berbagai pendekatan yang ada dan banyak digunakan, dapat diringkas menjadi lima macam pendekatan, yaitu: pendekatan penanaman pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai,



nilai,



pendekatan



klarifikasi nilai, dan pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan Penanaman Nilai adalah menanamkan nilai-nilai sosial tertentu dalam diri siswa. Berbagai metoda pendidikan dan lain dapat



pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan



digunakan juga dalam proses pendidikan dan pembelajaran pendidikan



IPS. Hal ini penting, untuk memberi variasi kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak



membosankan.



Tujuan dari pendidikan nilai adalah membentuk menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan Adapun kriteria manusia yang baik, warga negara yang baik bagi suatu masyarakat



pribadi anak, supaya



warga negara yang baik.



masyarakat yang baik, dan warga



atau bangsa, secara umum adalah nilai-



nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena



itu, hakikat dari Pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS



dalam konteks pendidikan di nilai-nilai luhur rangka



Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan



yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam



membina kepribadian peserta didik.



peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan formal. berkembang,



Dewasa ini banyak pihak menuntut



pelaksanaan Pendidikan nilai pada lembaga



Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang



yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti



perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga resmi pembinaan generasi muda dalam pembentukan kepribadian



di kota-



sampai pada taraf yang



pendidikan formal sebagai wadah



diharapkan dapat meningkatkan peranannya siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas



pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya



peningkatan pendidikan nilai dalam



pembelajaran IPS pada jalur pendidikan formal.



Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang



pendekatan



dan



modus



pendidikannya.



pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendidikan nilai yang dikembangkan di perkembangan moral kognitif, nilai. Sebagian melalui



Berhubungan



dengan



pendekatan-pendekatan



negara-negara barat, seperti: pendekatan



pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi



yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni



penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri siswa. Bagaimanakah



karakteristik dari berbagai pendekatan nilai yang berkembang saat ini? Pertanyaan selanjutnya, pendekatan apakah yang paling tepat diimplementasikan dalam pelaksanaan pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS? B. Pengembangan model pembelajaran berbasis pendidikan nilai Penemuan model atau gagasan



konseptual sebagai pendekatan bagi



pengembangan bagi proses belajar mengajar atas latar social budaya peserta didik. Pembudayaan berkait dengan penataan lingkungan dan iklim belajar produktif yang memberikan peluang peserta didik mengembangkan kemampuan pikir dan apresiasi nilai.



Oleh



karena



itu



budaya



belajar



merupakan



sasaran



untuk



ditumbuhkembangkan dalam pembudayaan belajar tersebut. Konsep ini diangkat berkaitan



dengan



premis



bahwa



pengembangan



pendidikan



nilai



dalam



pembelajaran bukan semata-mata metodologi mengajar atau kemahiran guru dalam penguasaan bahan, akan tetapi banyak ditentukan oleh faktor pembudayaannya. Pembudayaan belajar dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan nilai dalam pembelajaran IPS, dipandang strategis dalam peningkatan kualitas, karena selama ini aspek ini kurang mendapatkan perhatian untuk dikembangkan. Pendidikan yang dikembangkan atas orientasi ketat pada tujuan (objective model) sering mengabaikan aspek proses belajar (learning process), kelemahnnya pembudayaan belajar dalam kontek pengembangan pendidikan dinilai dalam pembelajaran IPS kurang diperhatikan. Pengembangan pendidikan nilai merupakan inti dari belajar. Asumsi ini menunjukkan bahwa proses ini perlu dibudayakan, sehingga menjadi bagian dari perilaku sosial peserta didik. Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik menumbuhkan dan memperkuat sistem nilai yang dipilih dan dimilikinya untuk dijadikan dasar penampilan prilaku dalam kehidupan bermasyrakat. Di samping itu



pendidikan nilai menekankan pada pengembangan kemampuan bersikap yang memiliki keunggulan untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang lebih menekankan aspek pengetahuan dari pada sikap dan keterampilan sosial. David Prall berpendirian hampir sama. Yang menyatakan bahwa tidak ada nilai yang terpisah dari sesuatu penghargaan tentangnya. Nilai-nilai muncul dan reaksi langsung dan tidak dapat diterangkan dari dorongan vital



dari bagian



irasional dari sifat dasar kita. pendapat Dawitt Parker dalam buku yang sama seperti di atas (1953:334) mengernukakan bahwa: Menurut Plato dunia konsep, dunia universal, dunia ide dan nilai merupakan dunia senyatanya yang tetap. Demikian pula ahli-ahli pikir abad pertengahan, terutama filsafat Katolik Romawi, pada umumnya berpendirian bahwa kebenaran, kebaikan dan keindahan adalah nyata secara ontologis. Tuhan merupakan dasar dan susnber nilai-nilai. Status ontologis nilai adalah lebih utama dari pada pemahaman psikologis. Pengalaman manusia hanyalah merupakan bagian saja dari bidang kehidupan dan malahan saling bertentangan. Penganut Realisrne modem seperti Prof. E.G. Spoulding menyatakan, bahwa: nilai-nilai adalah “subsistem” dari pada eksitensi dalam ruang dan waktu. Karena subsistem nilai-nilai bebas dari keinginan manusia. Nilai-nilai ekonomik (economic values). Nilai-niiai mi ditunjukkan dengan harga pasar dan meliputi juga semua benda-benda yang dapat dibeli. Nilai-nilai ekonomi



merupakan nilai instrumental, yaitu dipakai sebagai sarana. untuk



memperoleh nilai-nilai lain. Nilai-nilai kejasmanian (bodily values). Nilai-nilai ini meliputi hal-hal yang bersangkutan dengan pemeliharaan kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan jasmani. Nilai-nilai rekreasi (values of recreation). Nilainilai ini meliputi nilai-nilai permainan dan waktu senggang sejauh nilai-nilai tersebut memberikan sumbangan untuk memperkaya kehidupan Nilai-nilai perserikatan (values of association). ini meliputi perbagai bentuk perserikatan manusia, dan persahabatan, kehidupan keluarga sampai dengan hubungan tingkat internasional. Nilai-nilai ini dapat disebut nilai-nilai sosial (social values). Nilai-nilai watak (character values). Nilai-nilai ini meliputi seluruh rentangan dan masalah pribadi dan sosial termasuk keadilan, kesediaan menolong, kontrol diri dan kesukaan pada kebenaran. Nilai-nilai estetis (aesthetic values), misalnya nilai-nilai keindahan yang dapat ditemukan di dalam alam dari karya-karya seni. Nilai-nilai intelektual (intellectual



values), yang meliputi nilai-nilai pengetahuan dan pencarian kebenaran Nilai-nilai intelektual (intellectual values). Agama meliputi pemujaan, pengabdian dan keterikatan pada apa yang seseorang percaya merupakan nilai-nilai yang tertinggi. Secara khusus ahli pendidikan nilai dari Barat Elizhabeth W.F. menyatakan bahwa pembelajaran pendidikan nilai perlu adanya pembinaan keseimbangan antara



perbuatan



dengan



ucapan.



Antara



idealisme



dengan



kenyatann,



keseimbangan antara pribadi dengan kepentingan umum. Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa esensi dari pendidikan nilai adalah untuk memperkuat daya harmonisasi dalam berbagai aspek kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh dalam pembelajaran IPS antara kepentingan pribadi dan sosial, antara kepentingan negara dan warganegara (Suwarma AM, 2000). Khusus mengenai bagaimana gambaran konseptual model pembelajaran IPS yang berorentasi pendidikan nilai kiranya kriterianya dapat dirumuskan sebagai berikut; 1.



Pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kegiatan berpikir kritisnya untuk memahami nilai-niiai yang meliputi, sumber nilai, kebenaran nilai, dan kegunaan nilai tersebut bagi dirinya dan orang lain



2.



Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan



keterlibatan



emosionalnya



sehingga



memungkinkan



munculnya potensi keasadaran pesertadidik untuk memiliki dan menjadikan sebagai sistem nilai pribadinya. 3.



Memungkinkan peserta didik selalu memperbaruhi untuk memperkuat sistem nilai-yang dimilikinya dengan memberikan kepada model pembelajaran klarifikasi nilai (value clarification technique)



4.



Menggunakan berbagai media stimulasi untuk memungkinkan adanya kemampuan berpikir kritis dan penempatan posisi dalam proses pemilikan sistem nilai



5.



Menggunakan evaluasi yang lebih menekankan pada proses pembelajaran dengan mengobservasi keterlibatan dalam pembelajaran Model



pembelajaran



nilai



adalah



sebuah



konstruksi



yang



dapat



mendesknipsikan secara lengkap dan rinci proses tahapan kegiatan pembelajaran secara



sestemik



sesuai



dengan



tujuan



pendidikan



nilai..



(Hers,



1980).mengemukakan empat model pendidikan nilai yaitu teknik pengungkapan nilai, analisis nilai, pengembangan kognitif moral, dan tindakan sosial. Teknik



pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan moral dalam pengertian promoting self-awarenes and self caring dan bukan mengatasi masalah moral yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri. Sedangkan model analisis nilai adalah model yang membantu peserta didik mempelajari pengambilan keputusan melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sangat sistematis. Model ini akan memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang kompleks. Pengembangan kognitif moral adalah model yang membantu peserta didik berpikir melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-tahapan umum dan pertimbangan moral. Tindakan sosial adalah model yang bertujuan meningkatkan keefektifan peserta didik mengungkap, meneliti, dan memecahkan masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan model pendidikan nilai yaitu berfokus pada kehidupan, penerimaan akan sesuatu, memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan (Raths, 1965). Model-model tersebut melihat pendidikan nilai sebagai proses pendidikan yang bertujuan menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri. Pada dasarnya model pengungkapan nilai berakar pada dialog yang tujuannya bukan untuk mengenalkan nilai tertentu kepada peserta didik tetapi untuk membantu memiliki, menggunakan nilai dalam kehidupan sehari-hari. C.



Keunggulan model pembelajaran pendidikan dinali dilihat adri pendekatan metode pembelajaran IPS Dalam hal keunggulan dari model pembelajaran pendidikan nilai dimana



pendidikan niali menyentuh bagian sisi yang paling dalam dari diri manusia (internal side). Oleh karena itu tidak sepenuhnya dilihat dari dimensi pengetahuan seseorang, dan perilaku lahirianya. Pada dasarnya model pembelajaran pendidikan nilai berakar pada dialog yang tujuannya bukan untuk mengenalkan nilai tertentu kepada peserta didik tetapi untuk membantu memiliki, menggunakan nilai dalam kehidupan seharihari. Sehingga Model pembelajaran pendidikan nilai sebagai proses pendidikan yang bertujuan menumbuhkan kesadaran diri dan kepedulian diri.(Banks; 1999).



Pendekatan Inkulkasi (inculcation) adalah pendekatan dalam pendidikan nilai dengan tujuan menginternalisasikan seperangkat nilai tertentu kepada peserta didik dengan merubah ke arah yang lebih jelas; pendekatan ini melahirkan model seperti teknik; pemodelan (modeling), penguatan positif dan negatif (positive and negative reinforcement). Alternatif manipulasi (manipulating alternatives), permainan dan simulasi (games and simulation), bermain peran (role playing). belajar penelitian (discovery learning). Antara lain dikembangkan oleh Blanchette et all Human Values Series Tahun 1970 dan Bensky (1974) Coronado seperti ditulis dalam karyanya berjudul “Teacher’s Guides”. Pendekatan Moral Development, pendekatan yang dikembangkan dengan tujuan membantu peserta didik untuk mengembangkan pola penalaran moral yang komplek berdasar pada kekokohan sistem nilai. Membantu peserta didik untuk mendiskusikan alasan rasional pemilihan dan posisi pemihakan terhadap sesuatu nilai yang tidak hanya untuk dirinya tetapi dapat menyampaikan kepada yang lainnya sehingga dapat sampai pada pertimbangan rasional tingkat tinggi. Pendekatan ini melahirkan teknik pembelajaran antara lain Episode Dilema Moral, melalui diskusi argumentatif dalam kelompok kecil. Pendekatan dan Model ini antara lain dikembangkan Kohlberg and Selman (1970) dalam karyanya berjudul “the First Things: Values, dan Gaibraith and Jones (1975) dalam karyanya yang berjudul “Teaching Strategies for Moral dilemmas”. Pendekatan Analisis nilai (value analysis) adalah suatu pendekatan dalam pendidikan nilai yang bertujuan membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan menggunakan berpikir logis dan melakukan pengkajian ilmiah tentang isu dan masalah nilai. Tujuannya membantu mereka menggunakan berpikir rasional, proses analisis dalam menghubungkan dan mengkonseptualkan nilai. Pendekatan ini melahirkan model pembelajaran nilai seperti tes prisip-prinsip, analisa analogi kasus, debat pengkajiaan nilai. Pendekatan dan model pembelajaran nilai ini dikembangkan oleh Oliver and Newman (1967-72) dalam bukunya “Publik Issues Series” Shaver and Larkin (1973) dalam “Analysis of Public Issues Program” dan Metcalf (1971) dalam “Value Education” Pendekatan Klarifikasi Nilai, (Value Clarification Technique) pendekatan ini bertujuan untuk membantu peserta didik untuk memiliki kesiapan untuk melakukan identifikasi nilai yang dimiliki dirinya dan orang lain. Membantu peserta didik untuk



rnengkomunikasikan nilai yang dimiliki kepada orang lain secara terbuka. Membantu mereka untuk menggunakan kemampuan berpikir dan sikap rasional dan kesiapan untuk mengkaji; perasaan, nilai dan pola prilaku dirinya sendiri. Pendekatan ini melahirkan model pembelajaran nilai dengan teknik bermain peran (role playing) simulasi, Latihan Analisis diri (self analysies exercisess); Kegiatan Sensitif (sensitivities activities), diskusi kelompok kecil. Model ini dikembangkan oleh Gelatt et al (1973) dalam karyanya “Decisions outcames”, Rath at all dalam bukunya “Value and Teaching” Simon at all (1972) dalam “Value Clarification” Shaftel and Shaftel (1970) Value in Action Goodyknoontz (1968-74) dalam bukunya Scholastic Contact Series Pendekatan belajar praktek aksi sosial dikenal dengan “Acting Learning” bertujuan mengurutkan berdasarkan analisis dan klarifikasi nilai, memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan aksi personal dan sosial berdasarkan nilai yang dimilikinya. Memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan melihat dirinya sebagai anggota masyarakat. Pendekatan ini melahirkan model pembelajaran nilai dengan melakukan kegiatan “praktek sosial” dalam masyarakat, kerjasama antara sekolah dan masyarakat dalam pengelolaaan kelompok hubungan interpersonal. Dikembangkan oleh Jones (1971) dengan judul “Finding Community dan Newinann (1972) dalam “Social Action”. Bull (1969:18) menyatakan ada empat tahap perkembangan nilai yang dilalui seseorang. Pertama, tahap anatomi yaitu tahap nilai baru merupakan potensi yang siap dikembangkan. Kedua, tahap heteronomi yaitu tahap nilai berpotensial yang dikembangkan melalui aturan dan pendisiplinan. Ketiga, tahap sosionomi yaitu tahap nilai berkembang di tengah-tengah teman sebaya dan masyarakatnya. Keempat, tahap otonomi yaitu tahap nilai mengisi dan mengendalikan kata hati dan kemauan bebasnya tanpa tekanan lingkungannya. Hampir sama dengan Banks Martorella dalam Djahiri (1992) mengemukakan delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti, yaitu: (a) Evocation, yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan keleluasaan untuk secara



bebas mengekspresikan respon afektiffiya



terhadap stimulus



yang



diterimanya (b) Inculcation, yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang diarahkan menuju kondisi siap; (c) Moral Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonornik tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah; (d) Value Clarjflcation, yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar



siswa diajak mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral; (e) Value Analysis, yaitu pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis nilai moral; (0 Moral Awareness, yaitu pendekatan agar siswa menerima stimulus dan dibangkitkan kesadarannya akan nilai tertentu; (g) Commitment Approach, yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai; (h) Union Approach, yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk melaksanakan secara rill dalam suatu kehidupan.Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. D.



Tujuan dan karakteristik pembelajaran pendidikan nilai Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik menumbuhkan dan



memperkuat sistem nilai yang dipilih dan dimilikinya untuk dijadikan dasar penampilan prilaku dalam kehidupan bermasyrakat. Di samping itu pendidikan nilai menekankan pada pengembangan kemampuan bersikap yang memiliki keunggulan untuk mengatasi kelemahan pembelajaran yang lebih menekankan aspek pengetahuan dari pada sikap dan keterampilan sosial. Kemudian berdasarkan tujuan tersebut maka dapat dilihat karakteristik dari pembelajaran pendidikan nilai. Ada beberpa karakter dalam pembelajaran pendidikan nilai antara lain: (1). Memberi penekanan pada penamaan nilai-nilai sosial dalam diri peserta didik. (2) memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. (3) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan sisiwa untuk berfikir logis dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial.(4) memberi penekanan pada usaha membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri. (5) memberikan penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral



Pendekatan penanaman nilai



Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri peserta didik.tujuan pendidikan nilai adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lainlain. Pendekatan ini merupakan pendekatan tradisional. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Superka, et. al. (1976) mengemukakan bahwa pendekatan ini digunakan secara meluas dalam berbagai masyarakat, terutamanya dalam penanaman nilainilai agama dan nilai-nilai budaya. Para penganut agama memiliki kecenderungan yang kuat untuk menggunakan pendekatan ini dalam pelaksanaan program-program pendidikan agama. Bagi penganut-penganutnya, agama merupakan ajaran yang memuat nilai-nilai ideal yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak. Nilainilai itu harus diterima dan dipercayai. Oleh karena itu, proses pendidikannya harus bertitik tolak dari ajaran atau nilai-nilai tersebut. Seperti dipahami bahwa dalam banyak hal batas-batas kebenaran dalam ajaran agama sudah jelas, pasti, dan harus diimani. Ajaran agama tentang berbagai aspek kehkhipan harus diajarkan, diterima,



dan



diyakini



kebenarannya



oleh



pemeluk-pemeluknya.



Keimanan



merupakan dasar penting dalam pendidikan agama.



Peudekatan perkembangan kognitif Pendekatan ini karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Mendorong peserta didik berpikir aktif tentang masalahmasalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral



dimaknai



sebagai



perkembangan



tingkat



berpikir



dalam



membuat



pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, I 989).Tujuan ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).



Proses



pengajaran



nilai



didasarkan



pada



dilema



moral,



dengan



menggunakan metoda diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik (Superka, et. al. 1976; Banks, 1985). Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang mengandung dilema sebagai stimulus diskusi tersebut, peserta didik didorong untuk menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasan-alasannya. Mereka diminta mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya.. Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut: (1) Tahap “premoral” atau ‘preconventional “. Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap “conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai



menerima



nilai



dengan



sedikit



kritis,



berdasarkan



kepada



kriteria



kelompoknya. (3) Tahap “autonomous”. Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya. Dikemukakannya bahwa Piaget berusaha mendefinisikan tingkat perkembangan moral pada anak-anak melalui pengamatan dan wawancara (Windmiller, 1976). Dan hasil pengamatan terhadap anak-anak ketika bermain, dan jawaban mereka atas pertanyaan mengapa mereka patuh



kepada



peraturan,



Piaget



sampai



pada



suatu



kesimpulan



bahwa



perkembangan kemampuan kognitif pada anak-anak mempengaruhi pertimbangan moral mereka.



Pendekatan analisis nilai Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir 1ogis, dengan cara menganalisis



masalah



yang



berhubungan



dengan



nilai-nilai



sosial.



Jika



dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan ini menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Beda dengan pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan. Dikemukakannya terdapat dua tujuan utama pendidikan nilai dan



moral



menurut



pendekatan



mi.



Pertama,



membantu



peserta



didik



untuk



menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu peserta didik untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya,



metoda-metoda



pengajaran



yang



sering



digunakan



ádalah:



pembelajaran secara individu atau kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional (Superka. et. al. 1976).



Pendekatan kiarifikasi nilai Pendekatan



kiarifikasi



nilai



(values



clarification



approach)



memberi



penekanan pada usaha membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertaima, membantu peserta didik untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu peserta didik, supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; Ketiga, membantu peserta didik, supaya mereka mampu menggunakan sceara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, et. al. 1976). Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain (Raths, et. Al., 1978). Istilah values clarffication pertama kali digunakan oleh Louis Raths pada tahun I 950an, Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamanya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat



dipentingkan



dalam



program



pendidikan



adalah



mengembangkan



keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai. Sejalan dengan pandangan tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Elias (1989), bahwa bagi penganut pendekatan ini, guru bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role



model dan pendorong. Peranan guru adalah mendorong peserta didik dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai.



Pendekatan pembelajaran berbuat Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Superka, et. al. (1976) menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersam-asama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong peserta didik untuk melihat dan mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi. Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama (Superka, et. al., 1976). Menurut Elias (1989), seperti dikemukakan oleh Tengku Zakaria Ramli bahwa walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan “moral reasoning” dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada peserta didik, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang demokratis. Penganjur pendekatan ini memandang bahwa kelemahan dari berbagai pendekatan lain adalah menghasilkan warga negara yang pasif. Menurut mereka, melalui program-program pendidikan moral sepatutnya menghasilkan warga negara yang aktif, yakni warga negara yang memiliki kompetensi yang diperlukan dalam lingkungan hidupnya (environmental competence) sebagai berikut: (1) kompetensi fisik (physical competenOe), yang dapat memberikan nilai tertentu terhadap suatu obyek. Misalnya: melukis suatu sesuatu membangun sebuah rumah, dan sebagainya; (2) kompetensi hubungan antarpribadi (interpersonal competence),



yang dapat meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara sesama. Misalnya: saling memperhatikan, persahabatan, dan hubungan ekonomi, dan lainlain; (3) kompetensi kewarganegaraan (civic competence), yang dapat memberi pengaruh kepada urusan-urusan masyarakat umum. Misalnya: proses pemilihan umum dengan memberi bantuan kepada seseorang calon atau partai peserta untuk memperoleh kemenangan, atau melalui kelompok peminat tertentu, mampu mempengaruhi perubahan kebijaksanaan umum E.



Model tahapan pembelajaran dalam pendidikan nilai Strategi Pendidikan Nilai, Banks (1999) mengemukakan model Inquri Nilai



(Value Inquiry), atas dasar peniikiran bahwa sistem nilai akan kokoh apabila dipelajari dengan melibatkan penuh peserta didik untuk melakukan kajian nilai, untuk memperoleh kejelasan nilai. Tujuannya agar nilai itu dimilikinya oleh peserta didik atas dasar penerimaan dengan penuh pemahaman dan kesadaran. Kesadaran tersebut



akan



terbina



apabila



terdapat kejelasan



serara rasional dengan



mempertajam pertimbangan nilai. Salah satu modelnya adalah dengan Teknik Klarifikasi Nilai (Value Clarification Technique). Tahapan proses pembelajaran yang diajukannya meliputi tahapan berikut ini (1) Recognizing value problem, (2) Describing value relevant behavior, (3) Naming Value, (4) Ditermening value, (5) Hipothesizing about value sources. (6) Naming Value alternatives, (7) Hipothesizing about consequences, (8) Choosing. Tujuan akhirnya adalah agar peserta didik memiliki konsistensi antara perbuatannya dengan pertimbangan nilainya, sehingga prilaku sosialnya dapat dipertanggungjawabkan, konsisten dengan sistem nilai yang berada di tengah masyarakat. “Acting In very consistent with values willingness to acceptable consequences of action choosen” Pendidikan nilai adalah pendidikan sikap, sikap dalam arti kecenderungan kuat untuk berbuat berprilaku, bertindak sebagai hasil pengambilan keputusan yang dibentuk oleh kekuatan-kekuatan sistem nilai yang



mempribadi pada setiap individu dan masyarakat.. Keunikan dan kecenderungan bersikap tersebut adalah lebih bersifat abstrak, hanya dapat dikenali dari sejumlah indikatornya misalnya tujuan yang dimilikinya dan dinyatakan, aspirasi yang diwjudkan



dalam prilaku



atau



harapan yang



ditampilkan, perasaan



yang



diekspresikan. F.



Prinsip penilaian dalam pendidikan nilai Prinsip



penilaian



dalam



pendidikan



nilai



yang



berdasarkan



pada



pertimbangan-pertimbangan nilai. Pada diri peserta didik muncul kesadaran untuk tidak melakukan sesuatu didasarkan atas pertimbangan nilai. Setelah memahami tentang pengertian nilai serta fungsinya dalam kehidupan sosial, kemudian menganalisis tentang pertimbangan faktual dan pertimbangan nilai. Diketahui bahwa manusia selalu dihadapkan kepada, kenyataan dalam masyarakat untuk melakukan pertimbangan dan klarifikasi mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang salah dan mana yang benar. Di samping itu pula perlu melakukan pertimbangan tersebut dalam tataran nilai. Sebagai, contoh suatu ketika dihadapkan kepada sesutu masalah sehingga perlu melakukan pertimbangan pertimbangan fakta yang berkenaan dengan masalah tersebut (judgments of fact).



Dalam



waktu



yang



bersamaan Anda juga dituntut untuk melakukan mengadakan pertimbanganpertimbangan nilai (iudgments of value). Untuk lebih jelasnya diberikan contoh berikut ini, waktu pergi ke Toko, melihat barang yang dijual kemudian tertarik pada suatu barang tertentu, maka memunculkan nilai untuk membelinya, dalam hal jul secara faktual kita sudah melakukan pertimbangan dan memastikan barang tersebut bagus, baik untuk dimiliki Namun demikian setelah lebih jauh melakukan pertimbangan mana yang lebih baik membeli barang tersebut atau membeli barang lain yang kegunaannya dan manfaatnya lebih tinggi bagi keluarga , pada tahap ini kita melakukan pertinibangan nilai, akhirnya



memutuskan tidak membeli barang



yang bagus dan menarik tersebut. Pada diri siswa muncul kesadaran untuk tidak melakukan sesuatu didasarkan atas pertimbangan nilai Perlu diperhatikan pula perbedaan kedua pertimbangan itu, Lewis White Beck menulis:



yang



pertama



ialah



pertimbangan-pertimbangan



mengenai



fakta.



Pertimbangan-pertinibangan tersebut dilaporkan mengenai apa yang dianggap sebagai halnya apa adanya, tanpa menyatakan sesuatu persetujuan tentangnya.



Orang berwenang hampir dapat bersepakat mengenai pertimbangan-pertixubangan fakta. Pertimbangan-pertimbangan fakta ialah pertimbangan-pertimbangan yang bilamana secara ilmiah diperiksa sering dapat dilakukan atau dibuktikan (terjemahan Lewis White Beck, 1952, hal. 187). yang kedua adalah pertimbangan-pertimbangan nilai. Pertimbangan nilai menyatakan suatu penghargaan baik setuju maupun tidak setuju (menentang). Kita menyadari bahwa dalam kehidupan sehari-hari senantiasa manusia dihadapkan kepada dua dimensi pertimbangan tersebut untuk dapat menetapkan yang mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik untuk dilakukan atau harus dihindari. Sering perbuatan menjadi tidak berguna dan tidak memberi manfaat besar kerena kesalahan dalam melakukan pilihan, jika hal ini terjadi maka kurang memiliki kernampuan untuk melakukan pertimbangan nilai. Lebih jauh perilaku sosial menyimak yang sering terjadi dalam masyarakat karena tidak didasarkan atas kematangan dalam pertimbangan nilai. Dalam



konteks



inilah



pendidikan



nilai



sangat



diperlukan



sehingga



memberikan kekokohan dan kemampuan setiap individu dan masyarakat untuk dapat



melakukan



pertimbangan



nilai



secara



matang.



Selanjutnya



dapat



disimpulkanbahwa dengan cara membandingkan kedua macam pertimbangan ditas, ternyata pertimbangan fakta yang kokoh akan kecil sekali kemungkinannya untuk menimbulkan perbedaan-perbedaan pendapat. Kalau seandainya ada perselisihan pendapat, penyelesaianya dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap fakta empirik tersebut, dalam arti secara keilmuan muda diatasi., akan tetapi dalam pertimbangan nilai yang baru berbeda dengan orang lain dapat diatasi dengan kesepakatan.



DAFTAR RUJUKAN Al Muchtar Suwarma--------- Strategi Pembelajaran IPS. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Departemen Penidikan Nasional (2006) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No



22 Tahun 2006 tentang Standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jakarta. http://www.pdk.go.id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/pendekatan_pendidikan_



teuku_ramli.htm Udin S. Winataputra, 2001, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik



Pendidikan Demokrasi, Desertasi, Program Pasca Pendidikan Indonesia



Sarjana Universitas