KEL 3 - Etika Profesi Advokat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ETIKA PROFESI ADVOKAT SEBAGAI PEDOMAN PROFESIONALITAS KINERJA ADVOKAT Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum



Dosen Pengampu: Nurrun Jamaludin, M.H.I



Disusun Oleh: Kelompok 3 Fiya Asna Fadilla



33030190008



Pramodawardhani



33030190029



Dilla Putri Luthfiani



33030190112



Yudama Anfi



33030190120



PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA 2022



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alhamdulillah berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Etika Profesi Advokat Sebagai Pedoman Kinerja Profesi Advokat”. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai penyempurna seluruh risalah Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, izinkan kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan motivasi dalam rangka menyelesaikan makalah ini. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan untuk menyelesaikan makalah ini 2. Bapak Nurrun Jamaludin, M.H.I selaku dosen mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum. 3. Orang tua kami yang telah memberikan doa, dukungan, serta kasih sayang kepada kami. 4. Teman-teman yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Mungkin dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih sempurna. Wassalamua’alaikum Wr.Wb Salatiga, Oktober 2022



Tim Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3 C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3 BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4 A. Dasar Etika Profesi Advokat ...................................................................... 4 B. Kode Etik Profesi Advokat ......................................................................... 6 C. Pengawasan dan Penindakan Kode Etik ................................................... 11 D. Pelanggaran Kode Etik Menurunkan Profesionalitas Kinerja Advokat ... 15 BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19 A. Kesimpulan ............................................................................................... 19 B. Saran ......................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia



merupakan



negara



hukum,



dalam



usaha



mewujudkan



prinsip prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum. Melalui jasa hukum yang diberikan, kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Dalam kajian ilmu hukum dikemukakan bahwa selain norma hukum, terdapat juga norma lain yang turut menopang tegaknya ketertiban dalam masyarakat yang disebut norma etika. Norma etika dari berbagai kelompok profesi dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi.1 Salah satu penegak hukum yang seringkali menjadi perhatian adalah advokat, karena kedudukan yang istimewa dalam penegakan hukum. Keistimewaan ini terlihat dari ruang lingkup pekerjaan yang terentang dari hulu ke hilir (dari penyidikan sampai pelaksanaan hukuman), berbeda dengan penegak hukum lain yang bersifat parsial saja. Bidang pekerjaan advokat adalah memberikan jasa hukum atau bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya. Tentu saja pemberian bantuan hukum oleh advokat dalam kerangka yang lebih besar ditujukan untuk memenuhi tujuan hukum, memelihara keteraturan, penyeimbang berbagai kepentingan, kesejahteraan, dan kebahagiaan.2 Advokat adalah salah satu profesi yang bekecimpung dalam bidang hukum. Profesi ini kerap terlihat mewakili atau membela kliennya di meja hijau. Advokat juga sering diartikan sebagai pengacara, dan untuk



1 Niru Anita Sinaga, Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum yang Baik, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol. 10 No. 2, Maret 2020, hlm. 3 2 Agus Raharjo dan Sunaryo, Penilaian Profesionalisme Advokat dalam Penegakan Hukum Melalui Pengukuran Indikator Kinerja Etisnya, Jurnal Media Hukum, Vo. 21 No. 2 Desember 2014, hlm. 182



1



menegakkan ketertiban yang berkeadilan dalam menjalankan profesinya, seperti profes-profesi hukum lainnya advokat ini memiliki sebuah kode etik yaitu Kode Etik Advokat. Kode Etik Advokat merupakan ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur tentang kepribadian, kehormatan dan prilaku anggotaanggota, baik dalam interaksi sesama anggota atau rekan anggota organisasi advokat lainnya maupun diluar pengadilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Advokat. Berdasarkan pengertian tersebut, maka sudah selayaknya bila di masyarakat muncul harapan dan tuntutan pengembangan dan pelaksanaan profesi advokat agar selalu didasarkan pada nilai-nilai moralitas umum untuk memiliki kualitas keahlian dan keilmuan serta kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas serta menghormati profesinya, dan nilai pelayanan pada kepentingan publik sesuai dengan Kode Etik Advokat. Akan tetapi, realita yang ada sangat berbeda jauh dengan apa yang diharapkan, banyak sekali orang yang menggeluti profesi advokat seringkali tidak dapat menjunjung tinggi idealisme dari profesi itu sendiri dan melanggar kode etik profesi advokat seperti melakukan penyuapan pada hakim yang dilakukan advokat agar klienya mendapatkan keringanan hukuman, tidak bertingkah laku atau bersikap baik dalam persidangan dan lain sebagainya. Untuk menjamin idealisme advokat terdapat kode etik advokat sebagai hukum tertinggi bagi advokat dalam menjalankan profesinya, yang menjamin dan melindungi, dan agar advokat dapat bertanggung jawab atas segala perilaku dan tindakan yang diperbuat. Dengan kata lain pada dasarnya seorang advokat dalam menjalankan tugasnya perlu adanya etika profesi yang mengatur dan mengawasi segala sesuatunya termasuk dengan tingkah laku advokat itu sendiri dalam beracara di pengadilan maupun di luar pengadilan. Hal ini juga digunakan sebagai dasar selama menjalankan tugasnya advokat dapat melakukannya dengan profesional. Namun idealnya cita-cita UndangUndang dan Kode Etik Advokat tidak sejalur dengan fakta dilapangan. Lantas apakah selama ini sanksi yang di berikan kepada para pelanggar kode etik khususnya profesi advokat ini sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan



2



undang-undang yang telah ada. Apakah selama ini sudah efektif dan sejauh mana undang-undang tersebut mengikat para pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, selain itu faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran kode etik advokat. B. Rumusan Masalah 1. Apa dasar dari kode etik advokat di Indonesia? 2. Apa saja kode etik yang digunakan advokat dalam menjalankan profesinya? 3. Bagaimana sistem pengawasan serta penindakan terhadap pelanggaran kode etik advokat? 4. Bagaimana pengawasan serta penindakan bagi pelanggar kode etik advokat di Indonesia? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dasar dari kode etik advokat di Indonesia. 2. Untuk mengetahui kode etik yang digunakan advokat dalam menjalankan profesinya. 3. Untuk mengetahui sistem pengawasan serta penindakan terhadap pelanggaran kode etik advokat. 4. Untuk mengetahui pengawasan serta penindakan bagi pelanggar kode etik advokat di Indonesia



3



BAB II PEMBAHASAN A. Dasar Etika Profesi Advokat Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika profesi, tak terkecuali dengan profesi advokat. Etika profesi sendiri merupakan keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi, sehingga etika profesi memperhatikan masalah ideal dan praktek-praktek yang berkembang karena adanya tanggung jawab dan hak-hak istimewa yang melekat pada profesi tersebut, yang merupakan ekspresi dari usah untuk menjelaskan keadaan yang belum jelas dan masih samar-samar dan merupakan penerapan nilai-nilai moral yang umum dalam bidang khusus yang lebih dikonkretkan lagi dalam Kode Etik.3 Profesi advokat yang tergabung dalam beberapa organisasi advokat memiliki pedoman etika profesi dan mekanisme penegakan etika masingmasing. Tetapi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah diatur dalam Pasal 33 bahwa Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.4 Namun harus dipahami dahulu bahwa hanya ada satu kode etik advokat yang diberlakukan untuk seluruh advokat. Dalam pasal 33 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 diatur kode etik advokat sebagai berikut:



3 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta: Bayu Grafika, 1995, Hal. 9. 4 Suparman Marzuki, Etika dan Kode Etik Profesi Hukum, Yogyakarta: FH UII Press, 2017Hal. 165-166



4



"Kode etik dan ketentuan Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (lkadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAD), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsutian Hukum Indonesia (AKHD), Himpunan Konsultan Pasar Modal (HKPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut UndangUndang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat Organisasi Advokat." Namun, sebelum diberlakukan Undang-Undang Advokat, para advokat dari organisasi profesi yang tergabung dalam Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) telah memberlakukan satu Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) pada tanggal 22 Mei 2002. Dari segi asal-usul, kata KEAI sebenarnya mempunyai kemiripan dengan code Napoleon atau code civil. Perbedaannya antara lain adalah bahwa KEAI mempunyai umur yang masih sangat singkat dan hanya diperbincangkan dalam khazanah hukum Indonesia, sedangkan code Napoleon atau code civil telah berumur panjang dan telah mempengaruhi hukum dunia baik secara langsung maupun tidak langsung.5 Hingga sekarang KEAI berlaku untuk seluruh advokat di Indonesia dan belum dilakukan perubahan. KEAI sesuai dengan pasal 33 Undang-Undang Advokat, tetap berlaku sampai organisasi advokat membuat ketentuan baru. Dari sejarahnya, Kode Etik Advokat Indonesi lebih dahulu dibuat daripada Undang-Undang Advokat. Sebelum advokat tergabung dalam KKAI, kode etik Ikadin misalnya telah disahkan pada 20 Januari 1985. Namun, pada akhimya



seluruh



organisasi



profesi



advokat



menyepakati



untuk



memberlakukan hanya satu kode etik advokat untuk seluruh advokat. Hal itu membuktikan bahwa sebelum Undang-Undang Advokat lahir, para advokat telah berkeinginan untuk membentuk wadah tunggal advokat. Memang, dari sudut kekuatan pengaruh, dengan hanya ada satu wadah advokat akan mungkin lahir organiasasi advokat yang tangguh pada masa mendatang. 5 Ibid, hlm. 83



5



Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa sebelum diundangkan Undang-Undang Advokat, organisasi advokat pra-Undang-Undang Advokat telah menentukan satu kode etik advokat yang akan diberlakukan kepada seluruh advokat. Selain itu, pengaturan dalam pasal tersebut tampak sejalan dengan ketentuan pasal 28 ayat (I) Undang-Undang Advokat yang menginginkan agar hanya ada satu organisasi advokat.6 Undang-Undang Advokat baru diundangkan dan diberlakukan pada tanggal 5 April 2003, yang muatannya dari sudut waktu dapat diwarnai oleh kode etik yang telah ada lebih dahulu, yaitu Kode Etik Advokat Indonesia. Karena itu bila diteliti terdapat sebagian Kode Etik Advokat Indonesia. Namun demikian, baik Undang-Undang Advokat maupun KEAI merupakan ius constitutun (hukum positif) yang mengatur perilaku advokat sebagaimana seharusnya. Perbedaanya adalah bahwa KEAI memuat tata cara atau aturan yang berkaitan dengan akhlak atau moral advokat secara rinci dalam melakukan tugasnya sehari-hari. Sedangkan Undang-Undang Advokat berisikan hal-hal yang umum dan lebih luas mengenai kehidupan advokat seperti



pengangkatan,



sumpah,



status,



penindakan,



pemberhentian,



pengawasan, hak dan kewajiban, honorarium, bantuan hukum cuma-cuma, advokat asing.7 B. Kode Etik Profesi Advokat Uraian penting mengenai Kode Etik Advokat meliputi apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang Advokat yang dipilah menjadi beberapa bagian antara lain: 1. Etika Kepribadian Advokat Kepribadian melaksanakan



merupakan



gambaran



profesinya.



Wujud



jati



diri



seseorang



dalam



kepribadian



advokat



dalam



menjalankan profesinya sebagai pemberi jasa layanan hukum diatur dalam Pasal 3 kode etik advokat, yaitu sebagai berikut:



6 V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 78-79 7 Ibid, hlm. 84



6



a. Kepada setiap orang yang memerlukan jasa hukum dan/atau bantuan hukum dengan pertimbangan tidak sesuai dengan keahliannya atau bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak menolak dengan alasan karena perbedaan suku, agama, kepercayaan, keturunan, jenis kelamin, keyakinan, dan kedudukan sosialnya. b. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan. c. Advokat dalam menjalankan praktik profesinya harus bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib memperjuangkan setinggi-tingginya hak asasi manusia dalam negara hukum Indonesia. d. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas di antara teman sejawat. e. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi. f. Advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabat advokat. g. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). h. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan, namun berkewajiban mempertahankan hak dan martabat advokat. i. Seorang advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktik sebagai advokat dan tidak diperkenankan namanya untuk dicantumkan atau dipergunakan oleh siapa pun atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan tersebut.8



8 Ishaq, Pendidikan Keadvokatan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 53-54



7



2. Etika Melakukan Tugas Jabatan Advokat sebagai pejabat penasihat hukum dalam melakukan tugas jabatannya. Advokat memiliki kewajiban, berdasarkan KEAI dan Undang-Undang Advokat, dalam melakukan pekerjannya, advokat mempunyai kewajiban baik terhadap sesama advokat, masyarakat maupun klien. Kewajiban ini seyogyanya dilaksanakan advokat agar kehormatan advokat tetap terjaga dalam masyarakat. Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan, advokat yang bersangkutan dapat dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan KEAI. Tentu saja pelanggaran atas kewajiban tersebut akan dikenai sanksi dengan mengacu pada jenis hukuman. Advokat sebagai pejabat penasihat hukum dalam melakukan tugas jabatannya: a. Tidak memasang iklan untuk menarik perhatian, dan tidak memasang



papan nama dengan ukuran dan bentuk istimewa; b. Tidak menawarkan jasa kepada klien secara langsung atau tidak



langsung melalui perantara, melainkan harus menunggu permintaan; c. Tidak mengadakan kantor cabang di tempat yang merugikan



kedudukan advokat, misalnya di rumah atau di kantor seorang bukan advokat; d. Menerima perkara sedapat mungkin berhubungan langsung dengan



klien dan menerima semua keterangan dari klien sendiri; e. Tidak mengizinkan pencantuman namanya di papan nama, iklan, atau



cara lain oleh orang bukan advokat tetapi memperkenalkan diri sebagai wakil advokat; f.



Tidak mengizinkan karyawan yang tidak berkualifikasi untuk mengurus sendiri perkara, memberi nasihat kepada klien secara lisan atau tertulis;



g. Tidak mempublikasikan diri melalui media massa untuk menarik



perhatian masyarakat mengenai perkara yang sedang ditanganinya, kecuali untuk menegakkan prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh semua advokat;



8



h. Tidak mengizinkan pencantuman nama advokat yang diangkat untuk



suatu jabatan negara pada kantor yang memperkerjakannya dahulu; i.



Tidak mengizinkan advokat mantan hakim/panitera menangani perkara di pengadilan yang bersangkutan selama tiga tahun sejak dia berhenti dari pengadilan tersebut.9



Selain itu, Advokat juga dilarang: a) Memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya; b) Memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya; 3. Etika Pelayanan Terhadap Klien Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 menyatakan bahwa seorang advokat memberi jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Jasa hukum itu tentunya diberikan secara profesional, dalam arti kerangka hukum harus sesuai kode etik dan standar profesi. Di dalam undangundang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, Pasal pertama yang secara eksplisit mengatur tentang hubungan antara advokat dengan kliennya ialah Pasal 6 mengenai Penindakan. Dalam membicarakan kode etik dan standar profesi advokat harus dikaji melalui pendekatan kewajiban advokat kepada Masyarakat, Pengadilan, Sejawat Profesi dan kepada Klien. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam membagi jasa hukum yang diberikan seorang advokat itu ke dalam beberapa kategori: a. Berupa nasihat lisan ataupun tulisan terhadap permasalahan hukum yang dipunyai klien, termasuk disini membantu merumuskan berbagai jenis dokumen hukum. Dalam kategori ini, advokat secara teliti antara 9 Agus Pramono, Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya Pengawasan Dalam Menjalankan Fungsi Advokat Sebagai Penegak Hukum, Jurnal Ilmu Hukum, Vol 12 : 24, 2016, hlm.140



9



lain memberi penafsiran terhadap dokumen-dokumen hukum yang bersangkutan dalam kaitannya dengan peraturan perundangundangan Indonesia (ataupun mungkin internasional). b. Jasa hukum membantu dalam melakukan negosiasi atau mediasi. Advokat harus memahami keinginan klien maupun pihak lawan, dan tugas utamanya memperoleh penyelesaian secara memuaskan para pihak. Kadang kala advokat harus pula diminta menilai bukti-bukti yang diajukan pihak-pihak, tapi tujuan utama jasa hukum disini adalah memperoleh penyelesaian di luar pengadilan. c. Dalam kategori ini jasa hukum adalah membantu klien di Pengadilan, baik di bidang hukum perdata, hukum pidana, hukum tata usaha (administrasi) negara, ataupun di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus-kasus pidana, maka bantuan jasa hukum didahului pula oleh bantuan ketika klien diperiksa di Kepolisian dan Kejaksaan.10 Advokat juga dibebani kewajiban-kewajiban profesional yaitu antara lain dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.11 Mengidentikkan diri dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang atau masyarakat, dan merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh UndangUndang. 4. Etika Hubungan Dengan Teman Sejawat Etika Hubungan Sesama Rekan Advokat sebagai Penasihat Hukum Dalam ketentuan Bab IV KEAI mengatur asas-asas tentang hubungan antar teman sejawat advokat. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan menjalankan profesi sebagai suatu usaha, maka 10 Ibid,. hlm.140-141. 11 Suparman Marzuki, Op.cit, hlm.60.



10



persaingan adalah normal. Namun persaingan ini harus dilandasi oleh “sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai” (KEAI, Pasal 5 alinea 1). Suatu etika hubungan sesama rekan Advokat sebagai sesama pejabat penasihat hukum antara lain: a. Mempunyai hubungan yang harmonis antara sesama rekan advokat berdasarkan sikap saling menghargai dan mempercayai; b. Tidak menggunakan kata-kata tidak sopan atau yang menyakitkan hati jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain di dalam sidang pengadilan; c. Mengemukakan kepada Dewan Kehormatan Cabang setempat sesuai dengan hukum acara yang berlaku keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat; d. Dilarang menarik klien dari teman sejawat; e. Dengan sepengetahuan teman sejawat yang telah menjadi advokat tetap kliennya, dapat memberi nasihat kepada klien itu dalam perkara tertentu atau menjalankan perkara untuk klien yang bersangkutan; f. Advokat baru dapat menerima perkara dari advokat lama setelah dia memberi keterangan bahwa klien yang semua kewajiban terhadap advokat yang lama; g. Advokat baru boleh melakukan tindakan yang sifatnya tidak dapat ditunda, misalnya naik banding atau kasasi karena tenggang waktunya segera berakhir; h. Advokat terdahulu selekas mungkin memberikan kepada advokat yang baru semua surat dan keterangan penting untuk mengurus perkara itu.12 C. Pengawasan dan Penindakan Profesi advokat sangat rentan dengan pelanggaran etika profesi, baik yang datang atau timbul dari pribadi advokat bersangkutan maupun dari klien atau aparat penegak hukum yang berhubungan dengan wewenang dan tugas 12 Siti Maemunah, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Oleh Advokat, Jurnal Juristic. Vol. 2 No. 2, 2021, hlm. 142



11



advokat. Advokat dalam menjalankan profesinya tidaklah kebal hukum terdapat pengawasan yang dilakukan oleh seluruh pihak yang terkait dengan advokat yang bersangkutan. Secara umum, advokat potensial melakukan pelanggaran etika dalam bentuk: 1) Mengabaikan atau menterlantarkan kepentingan kliennya; 2) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya; 3) Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau pengadilan; 4) Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan atau harkat dan martabat profesinya; 5) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan/atau perbuatan tercela; 6) Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.13 Agar kode etik profesi Advokat dapat berfungsi dengan baik dan efektif maka harus ada badan atau alat yang bertugas untuk membina dan mengawasinya. Sistem pengawasan terhadap Advokat terdapat dalam pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No.18 Tahun 2003 ditentukan sebagai berikut: “Pengawasan adalah sebagai tindakan teknis dan administratif terhadap advokat dalam menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi advokat.” Sementara itu, yang akan mengawasi ditentukan dalam pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Advokat, yaitu: “Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawasan yang dibentuk oleh organisasi advokat.” Dalam Pasal 9 Huruf b Kode Etik Advokat disebutkan, Pengawasan terhadap advokat melalui pelaksanaan kode etik advokat dilakukan oleh Dewan Kehormatan baik dicabang maupun dipusat dengan acara dan sanksi atas 13 Sunarno Edy Wibowo, Etika Profesi: Kode Etik Advokat Indonesia, Surabaya: Narotama University Press, 2016, Hlm. 186-187



12



pelanggaran yang ditentukan sendiri. Tidak satu pasalpun dalam kode etik advokat ini yang memberi wewenang kepada badan lain selain Dewan Kehormatan untuk menghukum pelanggaran atas pasal-pasal dalam kode etik advokat. Dewan kehormatan adalah badan yang ada disetiap organisasi advokat, berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik, seperti yang diatur pada Pasal 10 Kode Etik Advokat Indonesia ayat (1), dewan kehormatan memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan dewan kehormatan pusat pada tingkat akhir. Jadi apabila dalam praktek terdapat Advokat



melakukan



pelanggaran-pelanggaran



tersebut



maka



dapat



melaporkan advokat tersebut agar ditindak secara hukum, baik yang hukum bersifat organisatoris maupun hukum yang bersifat umum. Aduan dapat diajukan oleh pihak-pihak berkepentingan yang merasa dirugikan, antara lain: 1) Klien. 2) Teman sejawat advokat. 3) Pejabat pemerintah. 4) Anggota masyarakat. 5) Dewan pimpinan pusat/cabang/daerah dan organisasi profesi dimana teradu menjadi anggota. Mengenai penegakan kode etik, Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa penegakan kode etik sama halnya dengan penegakan hukum, penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.14 Untuk pemberian sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik profesi ini dapat dikenakan hukuman berupa: 1) Teguran; 2) Peringatan; 3) Peringatan keras; 14 Abdul Kadir Muhammad, 2006. Etika Profesi Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. hlm 36



13



4) Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu; 5) Pemberhentian selamanya; 6) Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Sedangkan menurut undang-undnag No. 18 tahun 2003 pasal 7 ayat 1 hukuman atau sanksi yang dijatuhkan kepada advokat dapat berupa: 1) Teguran lisan. 2) Teguran tertulis. 3) Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai 12 bulan. 4) Pemberhentian tetap dari profesinya. Dengan pertimbangan atas berat dan ringannya sifat pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi-sanksi dengan hukuman: 1) Berupa teguran atau berupa peringatan biasa jika sifat pelanggarannya tidak berat. 2) Berupa peringatan keras jika sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi berbuat melanggar kode etik dan atau tidak mengindah kan sanksi teguran/peringatan yang diberikan. 3) Berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu jika sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melalukan pelanggaran kode etik profesi. 4) Pemecatan dari keanggotaan profesi jika melakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan untuk merusak citra dan martabat kehormatan profesi advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.15 Terkait sanksi putusan dengan hukuman pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan dengan hukuman pemberhentian selamanya, dalam keputusannya dinyatakan bahwa yang bersangkutan dilarang dan tidak boleh menjalankan praktek profesi advokat atau penasehat hukum baik di luar maupun di muka pengadilan. Terhadap mereka yang dijatuhi hukuman 15 V. Harlen Sinaga, Op.cit, hlm. 111.



14



pemberhentian selamanya, dilaporkan dan diusul kan kepada Pemerintah. Menteri Kehakiman RI untuk membatalkan serta mencabut kembali izin praktek atau surat pengangkatannya. Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat. Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan: 1) Permohonan sendiri. 2) Dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau 3) Berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.16 D. Pelanggaran Kode Etik Menurunkan Profesionalitas Kinerja Advokat Seorang Advokat dalam melaksanakan tugas jabatannya harus selalu dilandasi dengan sikap bertanggung jawab. Hal ini jika dilakukan, menunjukkan bahwa seorang Advokat dapat dikatakan telah melaksanakan profesinya secara profesional. Bertanggung jawab di sini dimaksudkan bahwa setiap Advokat dalam melakukan suatu perbuatan akan selalu dilandasi dengan alasan-alasan yang benar sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan. Setiap Advokat yang melakukan suatu perbuatan yang tidak dilandasi dengan alasan yang kuat (tidak dilandasi oleh dasar hukum atau moral), berarti perbuatannya itu tidak bertanggungjawab dan perbuatan demikian ini tidak boleh sama sekali dilakukan oleh setiap Advokat. Selain hukum dan moral, “landasan yang benar” yang dapat menjadi acuan seorang Advokat adalah Kode Etik Advokat.17 Kode etik yang disusun sebagai landasan Advokat untuk menjalankan tugas jabatannya sehingga dalam menjalankan tugas jabatannya dapat dilaksanakan secara profesional. Namun dalam prosesnya ketika dalam menjalankan tugasnya (khusunya pada proses litigasi) advokat secara sadar menghadapi dilema etika yang mungkin timbul dalam mewakili kliennya 16 Ibid, hlm. 113 17 Agus Pranomo, Etika Profesi advokat Sebagai Upaya Pengawasan Dalam Menjalankan Fungsi Advokat Sebagai Penegak Hukum, DiH Jurnal Ilmu Hukum Vol. 12 No. 24, Agustus 2016, hlm. 143



15



untuk memegang kode etik dan tidak menyuap penegak hukum lainnya.18 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan pelanggaran kode etik antara lain: 1) Penyalahgunaan profesi advokat Penyalahgunaan dapat terjadi karena persaingan individu profesional hukum, salah satunya pada advokat atau karena tidak ada disiplin diri. Dalam hal ini tidak seorang advokat yang menginginkan perjalan kariernya terhambat karena cita-cita profesi yang terlalu tinggi dan karenanya memberikan pelayanan yang cenderung mementingkan diri sendiri.



Banyak



advokat



menggunakan



status



profesinya



untuk



menciptakan uang atau untuk maksud-maksud politik. Penyalahgunaan ini dapat juga terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan perkaranya cepat selesai dan tentunya menang. Klien tidak segan-segan menawarkan bayaran yang cukup menggiurkan baik kepada penasihat hukum atau pun kepada hakim yang memeriksa perkara 2) Profesi menjadi kegiatan bisnis Diakui bahwa dari segi tujuannya, profesi hukum dibedakan antara profesi hukum yang bergerak dibidang pelayanan bisnis dan profesi hukum yang bergerak di bidang pelayanan umum. Profesi hukum pelayanan bisnis menjalankan pekerjaan berdasarkan hubungan bisnis (komersial), imbalan yang diterima sudah ditentukan menurut standar bisnis. Sedangkan profesi hukum pelayanan umum menjalankan pekerjaan berdasarkan kepentingan umum baik dengan bayaran atau tanpa bayaran. Sekarang ini bisa dikatakan profesi hukum cenderung beralih kepada kegiatan bisnis dengan tujuan utama berapa yang harus dibayar, bukan apa yang harus dikerjakan. Dengan demikian, jasa pelayanan umum yang diberikan oleh profesional hukum berubah dari bersifat etis menjadi bersifat bisnis.



18 Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia: Citra, Idealisme dan Keprihatinan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 45



16



Dalam kenyataan sekarang, profesi boleh dikatakan terdesak oleh bisnis karena imbalan atas pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan nilai kebutuhan layak dewasa ini. Hal ini menjadi penyebab mengapa kode etik profesi hanya menjadi pajangan, sulit diamalkan dalam memenuhi tugas profesi. 3) Kurang kesadaran dan kepedulian sosial Kesadaran dan kepedulian sosial merupakan kriteria pelayanan untuk profesional hukum yang berwujud lebih mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi, lebih mengutamakan pelayanan daripada pembayaran, lebih menonjolkan nilai moral daripada nilai ekonomi. Namun saat ini banyak profesional hukum mulai menjual jasa demi penghasilan yang lebih tinggi. Profesional hukum adalah abdi masyarakat dan abdi hukum yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi semata-mata. Selain faktor yang disebutkan diatas scara umum hambatan pelaksanaan kode etik advokat ini disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti: 1) Kurangnya kesadaran advokat untuk memahami subtansi muatan yang diatur dalam Kode Etik Advokat. 2) Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh organisasi advokat terhadap anggotannya atas pelaksanaan kode etik profesi advokat. 3) Faktor budaya advokat yang membela sesama teman sejawat yang melakukan pelanggaran kode etik. Cukup maraknya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi profesi, disamping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan ditambah dengan faktor-faktor diatas.19 Persoalan yang muncul dalam pengawasan advokat bukanlah persoalan yang bersifat tunggal yang dengan mudah dapat dicarikan solusinya. Bukan pula 19 http://repository.ubharajaya.ac.id/4542/11/Kuliah%2011%20Etika%20Profesi%20%28Penutup%2 9.pdf diakses pada 8 Oktober 2022



17



bersebab tunggal apabila ada advokat yang melakukan pelanggaran kode etik dalam menjalankan tugas profesinya, karena hal tersebut sebenarnya berkelindan dengan persoalan-persoalan yang ada dalam peradilan. Keinginan dari orang yang berkepentingan dalam penanganan suatu perkara (para pihak, polisi, jaksa, hakim, dan advokat) membentuk lingkaran setan yang melahirkan mafia peradilan. Selama lembaga pengawas tidak bisa menjangkau ruang dan waktu yang digunakan oleh mereka yang berkepentingan dalam penanganan suatu perkara maka selama itu pula pelanggaran kode etik akan terus terjadi. Perlu dilakukan perombakan dalam mekanisme, cara kerja, dan penambahan wewenang pada lembaga pengawas agar menjadi lembaga yang berwibawa dan ditakuti oleh para advokat.20 Selain itu penyalahgunaan profesi hukum juga dapat terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan perkaranya cepat selesai dan tentunya ingin menang. Klien kadang kala tidak segan-segan menawarkan bayaran yang menggiurkan baik kepada penasehat hukum ataupun hakim yang memeriksa perkara. Ada pula faktor karena terkadang beberapa majelis bersikap pro-teradu, karena alasan bahwa itu teman sejawat ataupun ada dorongan faktor lain. Namun perilaku advokat yang negatif yang menyebabkan pelanggaran kode etik tersebut tidak dapat dilepaskan dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan pengejawantahan kode etik profesi advokat yang seharusnya sudah terinternalisasi dalam diri dan terwujud pada perilaku, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan tuntutan untuk memenangkan setiap perkara yang dihadapi dan pengawasan atas kinerja yang dilakukan advokat dalam menyelesaikan setiap perkara yang ditanganinya. Sehingga untuk saat ini penerapan kode etik advokat Indonesia terhadap kinerja advokat belum cukup efektif, sehingga belum mampu menjadi sarana kontrol untuk mengawasi advokat dalam menjalankan profesinya.



20 Agus Raharjo, dkk, Pengawasan Kinerja Advokat dalam Pemberian Batuan dan pelayanan Jasa Hukum, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 2, Mei 2014, Hlm. 274



18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dasar dari etika profesi advokat sendiri tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dimana didalamnya juga mengatur tentang kode etik yang harus dijalankan oleh advokat. Selain memiliki dasar hukum dalam UU No. 18 Tahun 2003 terdapat dasar hukum lain yang mengatur kode etik advokat yaitu dalam Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) yang sudah ada sebelum dibentuknya Undang-Undang tentang advokat. KEAI ini dibentuk para advokat dari organisasi profesi yang tergabung dalam Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) dan hingga saat KEAI masih dijadikan patokan oleh organisasi advokat yang ada di Indonesia. Terkait kode etik advokat sendiri dibedakan beberapa macam, antara lain etika kepribadian advokat, etika tanggung jawab terhadap tugas, etika pelayanan terhadap klien, dan etika terhadap teman sejawat. Semua itu sudah diatur



untuk



membentuk



pribadi



advokat



yang



profesional



dalam



melaksanakan tugas. Karena etika profesi ini digunakan sebagai pedoman maka perlu adanya pengawasan dari suatu badan dan pada sistem pengawasan etika profesi advokat ini diawasi oleh Dewan Kehormatan yang ditunjuk oleh setiap organisasi advokat. Dewan kehormatan memiliki wewenang untuk memeriksa serta mengadili perkara pelanggaran kode etik advokat. Terkait sanksi yang diberikan atas pelanggaran kode etik profesi ini dapat dikenakan hukuman berupa teguran, teguran keras, pemberhentian sementara hingga pemecatan dari jabatan serta pemecatan dari anggota organisasi profesi. Pelanggaran kode etik advokat sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor internal pribadi advokat itu sendiri demi kepentingan pribadi maupun dan faktor eksternal yang disebabkan oleh keadaan sekitar seperti adanya desakan dari klien terhadap advokat. Akibat pelanggaran kode etik tersebut profesionalitas kinerja advokat menjadi menurun, dan juga dalam penindakan yang dilakukan oleh dewan kehormatan



19



belum maksimal sehingga masih saja terjadi kasus pelanggaran kode etik advokat di Indonesia hingga saat ini. B. Saran Pelanggaran kode etik advokat yang ada di Indonesia saat ini masih saja terjadi meskipun sudah ada peraturan perundang-undangan yang berlaku, lembaga pengawas hingga ancaman sanksi ini masih belum dapat menanggulangi kasus pelanggaran yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwasannya perlu ada perubahan mekanisme, cara kerja, dan penambahan wewenang pada lembaga pengawas agar menjadi lembaga yang berwibawa dan ditakuti oleh para advokat. Selain itu perlu juga pengawasan dari masyarakat terhadap penindakan pelanggaran kode etik advokat sebagai pengawasan berjalannya penegakan hukum bagi para penegak hukum. Dan juga perlunya penanaman mindset untuk para advokat terkait tugas jabatannya serta substansi yang ada dalam kode etik untuk melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan terkait hukum di negara ini.



20



DAFTAR PUSTAKA Buku: Aprita, Serlika. 2019. Etika Profesi Hukum. Ishaq. 2010. Pendidikan Keadvokatan. Jakarta: Sinar Grafika. Marzuki, Suparman. 2017. Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Yogyakarta: FH UII Press. Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Rambe, Ropaun. 2001. Teknik Praktek Advokat. Jakarta: PT Grasindo. Sinaga, V. Harlen. 2011. Dasar-dasar Profesi Advokat. Jakarta: Erlangga. Tedjosaputro, Liliana. 1995. Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: Bayu Grafika. Wibowo, Sunarno Edy. 2016. Etika Profesi: Kode Etik Advokat Indonesia. Surabaya: Narotama Universty Press. Winarta, Frans Hendra. 1995. Advokat Indonesia: Citra, Idealisme dan Keprihatinan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jurnal: Maemunah, Siti. 2021. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Yang Dilakukan Oleh Advokat, Jurnal Juristic. Vol. 2 No. 2, 2021. Pranomo, Agus. Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya Pengawasan Dalam Menjalankan Fungsi Advokat Sebagai Penegak Hukum. DiH Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 12 No. 24, Agustus 2016. Raharjo Agus dan Sunaryo. Penilaian Profesionalisme Advokat dalam Penegakan Hukum Melalui Pengukuran Indikator Kinerja Etisnya. Jurnal Media Hukum, Vo. 21 No. 2, Desember 2014. ____________, dkk. Pengawasan Kinerja Advokat dalam Pemberian Bantuan dan Pelayanan Jasa Hukum. Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14 No. 2, Mei 2014. Sinaga, Niru Anita. Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum yang Baik. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol. 10 No. 2, Maret 2020.



21



Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sumber Lain: http://repository.ubharajaya.ac.id/4542/11/Kuliah%2011%20Etika%20Profesi%20%28Pe nutup%29.pdf diakses pada 8 Oktober 2022



22