Kelmp 3, Integrasi Iman, Islam Dan Ihsan Dalam Membentuk Insan Kamil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTEGRASI IMAN, ISLAM, DAN IHSAN DALAM MEMBENTUK INSAN KAMIL



Dibuat oleh : 1. Erlangga Saktya Pratama_5009201157_Teknik Fisika 2. Muhammad Roynop Qoiross_5016201077_Teknik Geomatika 3. Muhammad Husein Az zahro Saifulloh_5009201121_Teknik Fisika 4. Aulia Pahlevi_5016201114_Teknik Geomatika Dosen : Bapak Mohamad Saifulloh Kelas : Agama 36 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2020/2021



BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan merupakan khalifah di muka bumi. Manusia dibekali akal dan hati yang merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk Allah SWT yang lain. Dengan bekal dan kelebihan yang ada, manusia tentunya dapat meraih pencapaian diri atau pencapaian sebagai insan kamil (manusia yang sempurna). Dalam Agama Islam, terdapat tiga komponen yang sangat penting yang harus dimiliki seseorang untuk mencapai predikat kamil atau sempurna. Ketiga komponen tersebut adalah Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiga komponen tersebut memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi untuk mewujudkan insan kamil. Ketiga hal tersebut sangatlah saling berhubungan sehingga seseorang tidak cukup hanya menganut Islam tanpa adanya keimanan ataupun menganut islam dan memiliki keimanan, tetapi harus dibarengi dengan ihsan sehingga dapat bernilai ibadah di sisi Allah SWT. B. Tujuan 1.



Untuk mengetahui pengertian Islam, Iman, dan Ihsan.



2.



Untuk memahami konsep-konsep Islam, Iman, dan Ihsan



3.



Untuk mengetahui dalil-dalil tentang Islam, Iman, dan Ihsan.



4.



Untuk memahami integrasi Islam, Iman, dan Ihsan sebagai cara untuk mencapai manusia yang kamil.



C. Manfaat 1.



Mengetahui pengertian Islam, Iman, dan Ihsan.



2.



Memahami konsep-konsep Islam, Iman, dan Ihsan



3.



Mengetahui dalil-dalil tentang Islam, Iman, dan Ihsan.



4.



Memahami integrasi Islam, Iman, dan Ihsan sebagai cara untuk mencapai manusia yang kamil.



5.



Memberikan contoh studi kasus yang terjadi secara faktual dan aktual di masyarakat serta solusi memecahkan masalah.



6.



Menjadi referensi dan bahan masukan bagi penulis lain.



D. Metode Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong kepada jenis penelitian pustaka (library research). Menurut Sukardi (2003: 33-35), library research adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, seperti jurnal, laporan hasil penelitian, majalah ilmiah, surat kabar, buku yang relevan, hasil-hasil seminar, artikel ilmiah yang belum dipublikasikan, data internet yang ada kaitannya dengan judul penelitian ini dengan cara menelaah dan menganalisa sumber-sumber itu, hasilnya dicatat dan dikualifikasikan menurut kerangka yang sudah ditentukan. Teknik pengumpulan Data Lexy J. Moleong (2010: 130) menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif, bahwa data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan diolah dengan cara: 1. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari data-data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna dan koherensi makna antara yang satu dengan yang lain. 2. Organizing, yakni menyusun data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ditentukan. 3. Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap hasil penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi) tertentu yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.



Teknik Analisis Data Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research yang menggunakan content analysis. Menurut Budd sebagaimana yang dikutip oleh Burhan Bungin (2014: 134), metode content analysis ini pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Sedangkan menurut Berelson yang kemudian diikuti oleh Keliger dalam Burhan Bungin (2014: 134) mendefinisikan analisis ini sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak. Pendekatan Penelitian a) Metode Deduktif Pengertian dari metode deduksi adalah cara berpikir yang berangkat dari pengetahuan atau hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik menuju hal-hal yang bersifat khusus. Sebagaimana dikatakan oleh Sutrisni Hadi, metode deduksi berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik tolak dari pengetahuan umum, ketika hendak memulai pekerjaan yang bersifat khusus. b) Deskriptif Cara berpikir deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterprestasikan objek sesuai dengan apa adanya. Metode deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu menggambarkan, mengemukakan atau menguraikan berbagai data atau teori yang telah ada.



BAB II Landasan Teori A. Pengertian Islam, Iman, dan Ihsan a) Pengertian Islam Dalam Muhammad Abduh (2014: 84), menyebutkan bahwa kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja



"‫”اسلم – يسلم – اسالما‬.



Secara etimologi mengandung makna



“Sejahtera, tidak cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti: Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Dari kata-kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah dengan pengertian: Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuh dan berserah diri. AtTamimiy (2017: 9) menambahkan bahwa dari uraian kata-kata di atas, pengertian Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah. Pengertian Islam menurut istilah yaitu sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya



dengan



senantiasa



melaksanakan



perintah-Nya



dan



menjauhi larangan-Nya demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat. Islam sebagai agama tidak dapat terlepas dari adanya unsurunsur pembentuknya berupa rukun Islam, yaitu: 1) Membaca dua kalimat Syahadat 2) Mendirikan shalat lima waktu 3) Menunaikan zakat 4) Puasa Ramadhan 5) Haji ke Baitullah jika mampu Agama Islam mempunyai pengertian yang lebih luas dari pengertian agama pada umumnya. Di sini, kata Islam berasal dari



Bahasa Arab yang mempunyai bermacam-macam arti, diantaranya sebagai berikut: 1) Salam yang artinya selamat, aman sentosa, dan sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Kata salam terdapat dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 54, Surah Al-A’raf ayat 46, dan surah An-Nahl ayat 32. 2) Aslama yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar- menawar. Kata aslama terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 112, surah Al-Imran ayat 20 dan 83, surah An-Nisa ayat125, dan surah Al-An’am ayat 14. 3) Silmun yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat. 4) Sulamun yang artinya tangga, kendaraan, yakni peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan yang bahagia. Adapun kata Islam menurut istilah (terminologi) adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia. Sebagai



agama



sempurna,



Islam



datang



untuk



menyempurnakan ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad. Kesempurnaan ajaran ini menjadi misi profetik (nubuwwah) kehadiran Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Ma’idah [5]: 3 ditemukan penegasan tentang kesempurnaan ajaran Islam, yaitu sebagai berikut.



}٣{ ‫اْلس َْال َم دِيناة‬ َ ُ‫ْاليَ ْو َم أ َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْم نِعْ َمتِي َو َر‬ ِ ْ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬ Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Q.S. Al-Ma’idah ayat 3)



Berdasarkan firman Allah di atas, jelas bahwa Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memiliki ajaran yang mencakup semua aspek kehidupan, dan agama yang menggariskan metode kehidupan secara utuh. b) Pengertian Iman Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il), "‫ايمانا‬



– ‫امنن– يؤمن‬



“ yang mengandung beberapa



arti yaitu percaya, tunduk, tenteram dan tenang. Imam Al-Ghazali memaknakannya



dengan kata



tashdiq



) ‫)التصننن ي‬



yang berarti



“pembenaran”. Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan dilakukan dengan perbuatan. Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang dirumuskan dalam rukun Iman, yaitu: 1) Iman kepada Allah 2) Iman kepada Malaikat-Nya 3) Iman kepada kitab-kitab-Nya 4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya 5) Iman kepada hari akhir 6) Iman kepada Takdir Allah Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman dalam Al-Qur’an, akan mendapatinya dalam dua pengertian dasar, yaitu: Pertama, Iman dengan pengertian membenarkan adalah membenarkan berita yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam salah satu hadist shahih diceritakan bahwa Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang Iman yang artinya bahwa yang dikatakan Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasulrasul-Nya, hari kiamat dan engkau beriman bahwa Qadar baik dan



buruk adalah dari Allah SWT. Kedua, Iman dengan pengertian amal atau ber-iltizam dengan amal : segala perbuatan kebajikan yang tidak bertentangan dengan hukum yang telah digariskan oleh syara’. Dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 15:



‫سو ِل ِه ث ُ َّم لَ ْم يَ ْرتَابُوا َو َجا َه ُوا ِبَأ َ ْم َوا ِل ِِ ْم‬ ُ ‫اَّلل َو َر‬ ِ َّ ‫ِإنَّ َما ْال ُمؤْ ِمنُونَ الَّذِينَ آ َمنُوا ِب‬ }٥١{ َ‫صا ِدقُون‬ َّ ‫َّللا ۚ أُو َٰلَئِكَ هُ ُم ال‬ ِ َّ ‫يل‬ َ ‫َوأ َ ْنفُ ِس ِِ ْم فِي‬ ِ ‫س ِب‬ Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orangorang yang benar.” (Q.S. Al-Hujurat ayat 15) c) Pengertian Ihsan Kata ihsan berasal dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫احسنان‬



– ‫يحسنن‬



– ‫ احسن‬artinya : ‫( فعل الحسن‬Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi empat bagian yaitu: 1) Ihsan kepada Allah 2) Ihsan kepada diri sendiri 3) Ihsan kepada sesama manusia 4) Ihsan bagi sesama makhluk Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam



kisah jawaban Nabi SAW kepada Jibril ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:



َّ )‫َّللاَ َكَأَنَّكَ ت َ َراه ُ فَإِ َّن لَ ْم ت َ ُك ْن ت َ َراه ُ فَإِنَّهُ يَ َراكَ (رواه البخاري و المسلم‬ َ ُ‫ا َ ْن ت َ ْعب‬ Artinya: “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim) B. Konsep-Konsep Islam, Iman, dan Ihsan a) Konsep Islam Islam



merupakan



agama



yang



ajarannya



bersifat



komprehensif, mencakup keyakinan, ibadah, etika, budaya, ekonomi, sosial dan politik. Sebagai pemeluk agama Islam, umat Muslim mempunyai tugas untuk menjadi pelopor terwujudnya masayarakat yang aman, damai, dan sejahtera melalui aktualisasi konsep keislaman yang benar sebagaimana diajarkan oleh Rasulillah. Melalui sabda mulia beliau, Nabi menawarkan konsep keislaman yang ideal tersebut. b) Konsep Iman Para mutakallimin secara umum merumuskan unsur-unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, dan al-‘amal bi al-jawarih. Perbedaan dan persamaan pendapat para mutakallimin dalam konsep iman nampaknya berkisar di sekitar unsur tersebut. Bagi Khawarij antaranya mengatakan pengertian iman itu ialah, beriktikad dalam hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa. Pengertian yang diberikan oleh Khawarij di atas sama dengan Mu’tazilah pada unsur yang pertama dan yang kedua, tetapi berbeda pada unsur yang ketiga di dalam hal menjauhkan diri dari segala dosa. Bagi Khawarij termasuk dosa kecil,



sedangkan bagi Mu’tazilah hanya menjauhkan diri dari dosa besar saja. Bagi Murjiah, menurut al-Bazdawi, mayoritas mereka berpendapat bahawa iman itu hanyalah ma’rifah kepada Allah semata-mata. Sedangkan bagi Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati dan itulah iktikad. Di sini terdapat persaman antara konsep Murjiah dan Asy’ariyyah yang menekankan tugas hati bagi iman atas pengakuan. Hanya saja Murj’iah menggunakan perkataan ma’rifah, sementara Asy’ariyyah menggunakan al-tasdiq. Selanjutnya konsep Maturidiyyah secara umumnya sama dengan konsep Asy’ariyyah dari ahli al-sunnah wa al-jama’ah, hanya sedikit perbedaan, yaitu bagi Maturidiyyah, tasdiq dengan hati mesti satu kesatuan dengan lidah, sedangkan bagi Asy’ariyyah hanya memadai dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan, taqrir dengan lisan tidak diperlukan, karena taqrir dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam merupakan cabang dari iman. Pendapat



Ahli



al-Sunnah



wa



al-Jama’ah



golongan



Asy’ariyyah yang agak lebih lengkap tentang iman seperti yang diberikan oleh al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun Nasution, ia menerangkan bahawa ada tiga bagian. a. Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, yaitu: Mengakui Tuhan, kitab, para Rasul, qadar baik dan jahat, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syari’at. b. Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasiq dari seseorang serta yang melepaskan dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi segala dosa besar.



c. Iman yang menjadikan seseorang itu memperoleh prioritas untuk langsung masuk ke surga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunnah dan menjauhi segala dosa. Dari uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahawa konsep iman dari aliran yang lima ini, secara umum dapat dibagi mejadi dua: Pertama: Konsep yang menerima unsur-unsur iman itu secara lengkap ketiga-tiganya, yaitu, al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih atau al-‘amal bi al-arkan. Kedua: Konsep yang menekankan kepada unsur pertama saja dari ketiga unsur tersebut. Unsur-unsur kedua dan ketiga bagi golongan ini hanya merupakan cabang-cabang saja dari iman. Pendapat yang kedua ini terdapat pada golongan yang berpendapat arti iman sebagai ma’rifah dan tasdiq. Golongan ini termasuk Murjiah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah. c) Konsep Ihsan Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam ihsan. 1) Ibadah Manusia diwajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. 2) Muamalah



Dalam muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an-Nisa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu”. 3) Akhlak Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadis yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihatNya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya. Karakteristik Islam, Iman, dan Ihsan C. Integrasi Islam, Iman, dan Ihsan Alfiah dan Zalyana (2011: 84) memaparkan bahwa secara teori, iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya tidak dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek keyakinan dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan, sedangkan Islam artinya keselamatan, kesentosaan, patuh, dan tunduk dan ihsan artinya selalu berbuat baik karena merasa diperhatikan oleh Allah. Selanjutnya Alfiah dan Zalyana (2011: 118) menjelaskan bahwa beribadah agar mendapatkan perhatian dari sang Khaliq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa



bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari Tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridho-Nya. Inilah hakikat dari ihsan. D. Konsep Insan Kamil Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata, insan dan kamil. Secara bahasa insan kamil dapat berarti manusia yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Dalam bahasa Arab, kata insan mengacu kepada sifat manusia yang penuh dengan kelupaan dan kesalahan lainnya. Selanjutnya, kata insan digunakan sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia yang secara langsung mengarah pada hakikat manusia. Padahal, masih banyak kata-kata yang lain, seperti kata basyar, Abdullah, nas dan sebagainya. Ungkapan kamil dapat pula berarti suatu kondisi yang sempurna, dan digunakan untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu terjadi melalui terkumpulnya dan meningkatnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu, dan sekalian sifat yang baik lainnya. Beberapa tokoh tasawuf menjelaskan tentang konsep insan kamil dalam ajarannya, yaitu: Dalam kitab Futuhatil Makkiyah, Muhyiddin Ibnu ‘Arabiy mengungkapkan bahwa insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi bentuk dan kompetensinya. Kesempurnaan dari segi bentuknya ialah karena insan kamil merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan yang diamalkan secara secara utuh. Adapun kesempurnaan dari segi kompetensinya ialah karena dia telah mencapai tingkat kesadaran tertinggi, yakni mengalami kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang disebut ittihad.



BAB III Studi Kasus A. Adanya perbedaan pemahaman konsep tauhid atau iman antar golongan. Dalam pemahaman terhadap konsep tauhid dan iman terdapat golongan yang meimiliki pandangan yang berbeda, seperti Sunni, Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Murji’ah, dan lain-lain. Terkadang perbedaan tersebut menimbulkan perselisihan antar golongan bahkan sampai mengkafirkan satu dengan yang lain. Untuk menghadapi masalah seperti ini tentu harus ada sikap tasamuh atau saling toleransi walaupun memiliki pandangan Tauhid yang berbeda karena apabila tidak dapat bertoleransi atau mengahrgai perbedaan, maka hal tersebut akan berdampak pada diri pribadi juga. B. Banyak orang yang terlihat rajin menjalankan ibadah kepada Allah tetapi tidak berbuat baik terhadap sesama. Terkadang seseorang terlalu sibuk beribadah kepada Allah atau hablum minallah saja dan melupakan hablum minannas yang juga sangat penting. Manusia harus dapat menyeimbangkan antara urusan dunia dan urusan akhirat karena segala urusan dunia betujuan untuk menuju ke kehidupan akhirat. Oleh karena itu, hendaknya setiap pribadi menyadari bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan, dan juga ibadah yang dilakukan untuk memberi kebermanfaatan terhadap orang lain itu lebih baik daripada ibadah yang hanya untuk diri sendiri, karena sebaik-baik manusia adalah orang yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain. C. Banyak orang yang suka memberikan ceramah kepada orang lain tetapi perilakunya belum mencerminkan seorang mukmin. Seringkali kita jumpai orang-orang yang suka menasihati dan menceramahi orang lain, tetapi yang menceramahi belum melakukan apa yang ia katakan dalam ceramahnya. Bahkan, beberapa di antara mereka



jika diingatkan, mereka merasa terusik dan menyombongkan ilmu yang dimilikinya. Padahal, ilmu yang sangat luas hanya dimiliki oleh Allah SWT sehingga tidak ada satupun makhluk yang boleh sombong atas apa yang dimilikinya. Kondisi seperti ini bisa disebabkan karena kurangnya memahami isi Al-Qur’an dan hadits Nabi, dan kurangnya introspeksi terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, ada baiknya kita mengintrospeksi diri kita terlebih dahulu, baru setelahnya kita mengingatkan orang lain. D. Mengapa Iman, Islam, dan Ihsan Menjadi Persyaratan dalam Membentuk Insan Kamil. Setiap manusia percaya adanya tuhan, setiap manusia percaya adanya malaikat, dan yang lainnya. Jika makna iman itu sekedar “percaya” berarti semua manusia di dunia ini beriman, karena semua manusia percaya akan adanya Tuhan, semua manusia percaya akan adanya malaikat. Jadi, tidak ada seorang manusia pun yang kafir. Jika tanyakan pertanyaan ini kepada mahasiswa, “Siapakah di antara dua orang ini yang lebih baik di hadapan Allah, apakah si A yang dermawan dan baik budi pekertinya serta selalu memohon pengampunan Tuhan karena dirinya merasa paling besar dosadosa dan kesalahannya, tetapi dia beragama Konghucu, ataukah si B sang koruptor jahat dan berbudi pekerti buruk serta sombong dan riya, tetapi dia beragama Islam?” Para mahasiswa biasanya sangat sulit memberikan jawaban. Maka dari itu kita harus punya wawasan yang lebih mendalam lagi tentang iman, islam, dan ihsan supaya kita tidak tersesat saat menjawab pertanyaan yang ada.



BAB IV Kesimpulan Pemahaman dan pengamalan dari keislaman, keimanan, dan keihsanan harus dimiliki setiap umat islam dengan baik karena hal itu sangat penting. Dengan pengamalan yang baik dan sempurna maka manusia akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi manusia yang kamil.



Daftar Pustaka Anugrah, Ruri Liana dkk. 2019. Islam, Iman dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arba‘in An Nawawi (Studi Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadis Nabi SAW). Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 9, (Hlm.33-34). Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Hatta, M. 2019. Implementasi Isi atau Materi Pendidikan (Iman, Islam, Ihsan, Amal Saleh, Dan Islah) Di SD Muhammadiyah 7 Pekanbaru. Indonesian Journal of Islamic Educational Management, 2, (Hlm.15-19). Siak: Sekolah Tinggi Agama Islam Sulthan Syarif Hasyim. Imran, Ali. 2012. Konsep Adil dan Ihsan Menurut Aqidah, Ibadah dan Ahlak. HIKMAH, 6, (Hlm. 109-110). Padangsidimpuan: IAIN Padangsidimpuan. Ishak, Mohd. Said. 2002. Konsep Iman dan Kufur: Perbandingan Perspektif Antara Aliran Teologi. Jurnal Teknologi, 36, (hlm.63-64). Johor Bahru: Universiti Teknologi Malaysia. Rifa’i, Muh. Khoirul. 2016. Internasionalisasi Nilai-Nilai Religius Berbasis Multikultural Dalam Membentuk Insan Kamil. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 4, (hlm.122-123). Surabaya: UIN Sunan Ampel. Putri, Intania Eka dkk. 2017. Mengintegrasikan Islam, Iman, dan Ihsan Dalam Membentuk Insan Kamil. Makalah. Mataram: Universitas Mataram