Kelompok 1 - Laporan Praktikum Stoikiometri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM “STOIKIOMETRI REAKSI LOGAM DENGAN GARAM”



Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Praktikum Kimia Logam DOSEN PENGAMPU : Dra. Hafni Indriati Nasution, M.Si Siti Rahmah, S.Pd, M.Sc Disusun oleh : Kelompok 1 Alfernando Gulo



4173331005



Ayu Supianggi



4172131001



Azizah Hawanif



4173331009



Bernika Evelyn Sibarani



4171131005



Bertha Yohana Sianturi



4173131003



Crisye Effendi Tambunan



4172131002



Mora Rahmadani



4173331033



(Pendidikan Kimia A 2017)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUIAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2020



I.



TUJUAN



Menguji Stoikiometri reaksi logam tembaga dengan larutan besi (II) sekaligus meramalkan ion tembaga yang terbentuk



II.



TINJAUAN TEORITIS



Larutan MnO420 ppm distandarisasi dengan larutan C2O42- 100 ppm 5 mL. Sebelumnya larutan C2O42100 ppm ditambahkan dengan H2SO4 6N sebanyak 5 tetes kemudian dipanaskan hingga temperatur 70-800C. Titrasi dilakukan secara cepat dan suhu selama titrasi tidak boleh kurang dari 600C. Prosedur tersebut diulangi sebanyak tiga kali dan digunakan larutan blanko (Campuran Aqua DM 5 mL dengan 5 tetes H2SO4 6N) sebagai pembanding. Larutan KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan padatannya dengan aqua DM kemudian dilakukan pemanasan hingga 30 menit. Pemanasan selama 30 menit bertujuan untuk mempercepat reaksi antara MnO4- dengan zat pengotor organik yang terdapat dalam pelarut. Di dalam air KmnO4 mengalami reduksi menjadi padatan MnO2 yang berwarna coklat. Kemudian dilakukan pendiaman agar MnO2 mengendap setelah itu diambil 5 mL dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL. Pemisahan padatan MnO2 dari larutan dengan cara seperti itu dilakukan karena KMnO4 tidak dapat disaring dengan kertas saring. Kertas saring merupakan zat organik sedangkan KMnO4 tidak stabil jika berinteraksi dengan zat organic ( Putra & Sugiarso, 2016). Larutan KMnO4 selanjutnya distandarisasi dengan menggunakan asam oksalat (H2C2O4) sebagai standar primernya. KMnO4 mula-mula



dimasukkan ke dalam buret 50 mL. Selanjutnya asam oksalat ditambahkan dengan asam sulfat 6N sebanyak 5 tetes. Fungsi penambahan asam sulfat adalah untuk memberikan suasana asam. hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih mudah diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi H2SO4 tersebut tidak menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran. Pada suasana asam zat ini akan mengalami reduksi menghasilkan ion Mn2+ yang tidak berwarna sedangkan Apabila reaksi dilakukan dalam suasana pada pH netral atau sedikit basa maka akan terbentuk padatan MnO2 yang berwarna coklat yang dapat mengganggu dalam penentuan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukan standarisasi asam oksalat dipanaskan pada suhu 70-80oC fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat karena pada suhu kamar reaksi antara keduanya cenderung lambat sehingga akan sulit untuk menentukan titik akhir reaksi. Standarisasi KMnO4 menggunakan asam oksalat ini tidak menggunakan indikator eksternal untuk menentukan titik akhir reaksinya. Hal ini disebabkan KMnO4 sendiri selain bertindak sebagai titran, ia juga bertindak sebagai indikator (auto indicator). Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening menjadi merah muda sekali. Warna merah muda timbul akibat kelebihan ion permanganat. Satu tetes kelebihan ion permanganat akan menimbulkan warna merah muda yang cukup jelas terlihat. Berikut adalah reaksi



dari standarisasi KMnO4 menggunakan asam oksalat.



dengan



MnO44+(aq) + 8H+(aq) + 5e- → Mn2+(aq) + 4H2O(l) C2O42- (aq) → 2CO2 (g) + 2e- + 2MnO44+(aq)+16H+(aq)+5C2O42(aq) 2Mn2+(aq) + 10CO2(g) + 8H2O(l)







Logam Berat Cu walaupun bersifat esensial bagi seluruh makhluk hidup namun akan menjadi racun jika terakumulasi dalam jumlah besar di dalam tubuh. Tembaga mempunyai bilangan oksidasi +l dan +2, akan tetapi yang jumlahnya melimpah adalah adalah Cu dengan bilangan oksidasi +2 atau Cu(II), karena Cu(I) di air mengalami disproporsionasi membentuk sebagai senyawa yang tidak larut. Dengan demikian Cu yang stabil adalah Cu(II). Cu(II) dalam jumlah kecil diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah, tetapi dalam jumlah besar dapat rnenyebabkan rasa yang tidak enak pada lidah. Kadar Cu maksimum yang diperbolehkan adalah 0,05-1.5 ppm. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu metode penentuan kadar tembaga di perairan dalam jumlah renik Metode umum untuk analisis Cu(II) adalah metode spektrofotometri serapan atom. Selain itu dikembangkan Metode ekstraksi fasa padat (solid phase extraction) untuk meretensi logam menggunakan adsorben padat. Teknik Solid Phase Extraction (SPE) juga dikenal sebagai ekstraksi padat-cair adalah teknik pemisahan yang digunakan untuk menghapus analit dari campuran. Pelarut pada metode ini menggunakan pelarut polar–polar, agak polar atau non polar atau penyangga dari unsur senyawa yang sesuai



dengan sampel yang berfungsi untuk menyeimbangkan cartridge (Harera et all, 2015). Besi merupakan kebutuhan pasti bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia dan sebagian besar spesies bakteri. Semua tumbuhan dan hewan menggunakan besi, dan ini dapat ditemukan pada berbagai macam sumber makanan. Penggunaan industri dari Fe dan senyawanya sangat banyak. Fe berperan besar pada proses pembuatan baja. Beberapa bentuk oksida Fe digunakan sebagai pigmen pada cat, senyawa penggosok, tinta magnetik dan pelapis untuk pita magnetik. Garam terlarutnya dapat digunakan sebagai katalis, pigmen, pupuk, desinfektan, dan lain-lain. Dalam larutan, besi berupa dalam bentuk ion divalen atau trivalen. Biasanya, Fe akan lebih mudah membentuk senyawa dalam bentuk Fe3+ dibandingkan Fe2+ serta dapat membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa tertentu. Besi (Fe, massa atom 55,85) terdapat dalam larutan dengan bilangan oksidasi II dan III. Pada umumnya senyawa Fe(III) lebih stabil. Fe(OH)2 diendapkan pada pH diatas 7,5 dan Fe(OH)3 di atas pH 2-3. Kedua hidroksida tersebut tidak menunjukkan sifat asam. Fe(II) menunjukkan sifat yang sama dengan Ni(II) dan Zn(II), membentuk kompleks sianida yang stabil. Fe(III) membentuk kompleks fluoride, klorida, sianida, EDTA, tartrat, dan oksalat. Dalam suasana media asam, Fe(III) bertindak sebagai oksidator (Wang dan Djarot, 2015)



III.



ALAT & BAHAN A. Alat



B. BAHAN Adapun bahan yang digunakan



Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah 2 buah gelas kimia 250 mL, 1 buah kaca arloji, 1 buah botol timbang 10 mL, 1 buah labu ukur 100 mL, 1 buah pipet ukur 25 mL, 1 buah buret 50 mL, 3 buah Erlenmeyer 100 mL dan 1 set



dalam



praktikum



tembaga,



padatan



ini



adalah Asam



serbuk Oksalat



(H2C2O4.2H2O), larutan Besi (III) Klorida (FeCl3) 0,2 M, larutan Asam sulfat (H2SO4)



2,5



M,



larutan



Kalium



Permanganat (KMnO4) 0,02 M.



pemanas, kaki tiga, kasa. IV.



PROSEDUR KERJA



D.1. Standarisasi Larutan KMnO4 0,02M



Labu Ukur 100ml



0,63 gram oksalat H2C2O4.2H2O Larutkan dengan aquades dalam labu ukur hingga tanda batas Buret



Isi dengan larutan KMnO4 0,02M yang akan distandarisasi 3 erlenmeyer 100ml



Masukan larutan yang didalam labu ukur ke dalam 3 erlenmeyer masing-masing 10 ml dan 10 tetes H2S04 2,5M Titrasi masing-masing larutan dengan KMnO4 sampai terjadi perubahan warna. Hitung molaritas sesungguhnya dari larutan standar KMnO4



D.2. Reaksi Logam Cu dengan Larutan Garam Fe (III) Gelas Kimia 250 mL Dimasukkan 35 mL larutan FeCl3 0,2 M; 15 Ml H2 SO4 2,5 M; dan 0,1 gram serbuk Cu Ditutup dengan kaca arloji. Dipanaskan sambil diaduk sampai terjadi perubahan warna Dinginkan larutan diudara terbuka. Labu Ukur 100 mL



Larutan yang sudah didinginkan dimasukkan. Diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.



3 buah Erlenmeyer 100 mL Diisi dengan 25 mL larutan yang sudah diencerkan dengan akuades Kemudian dilakukan titrasi maisng-masing larutan dalam 3 buah erlenmeyer Dengan menggunakan larutan KMnO4 yang telah distandarisasi. Catat volume larutan KMnO4 yang diperoleh hingga terjadi perubahan warna.



V.



PEMBAHASAN



( Pembahasan Ayu S.R. Lubis dengan jurnal Putra ,F.A dan Sugiarso, R.D ., 2016. Perbandingan Metode Permanganometri dan Serimetri dalam Penentuan Kadar Besi (II) . Jurnal Sains dan Seni ITS . Vol 5(1) : 2337 – 3520)



Percobaan D1. Standarisasi Larutan KmnO4 Larutan KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan padatannya dengan aqua DM kemudian dilakukan pemanasan hingga 30 menit. Pemanasan selama 30 menit bertujuan untuk mempercepat reaksi antara MnO4 - dengan zat pengotor organik yang terdapat dalam pelarut. Di dalam air KmnO4 mengalami reduksi menjadi



padatan MnO2 yang berwarna coklat. Kemudian dilakukan pendiaman agar MnO2 mengendap setelah itu diambil 5 mL dan diencerkan dalam labu ukur 100 mL. Pemisahan padatan MnO2 dari larutan dengan cara seperti itu dilakukan karena KMnO4 tidak dapat disaring dengan kertas saring. Kertas saring merupakan zat organik sedangkan KMnO4 tidak stabil jika berinteraksi dengan zat organik. Larutan KMnO4 selanjutnya distandarisasi dengan menggunakan asam oksalat (H2C2O4) sebagai standar primernya. KMnO4 mula-mula dimasukkan ke dalam buret 50 mL. Selanjutnya asam oksalat ditambahkan dengan asam sulfat 6N sebanyak 5 tetes. Fungsi penambahan asam sulfat adalah untuk memberikan suasana asam. hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih mudah diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi H2SO4 tersebut tidak menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran. Pada suasana asam zat ini akan mengalami reduksi menghasilkan ion Mn2+ yang tidak berwarna sedangkan Apabila reaksi dilakukan dalam suasana pada pH netral atau sedikit basa maka akan terbentuk padatan MnO2 yang berwarna coklat yang dapat mengganggu dalam penentuan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukan standarisasi asam oksalat dipanaskan pada suhu 70-80oC fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat karena pada suhu kamar reaksi antara keduanya cenderung lambat sehingga akan sulit untuk menentukan titik akhir reaksi. Standarisasi KMnO4 menggunakan asam oksalat ini tidak menggunakan indikator eksternal untuk menentukan titik akhir reaksinya. Hal ini disebabkan KMnO4 sendiri selain bertindak sebagai titran, ia juga bertindak sebagai indikator (auto indicator). Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening menjadi merah muda sekali. Warna merah muda timbul akibat kelebihan ion permanganat. Satu tetes kelebihan ion



permanganat akan menimbulkan warna merah muda yang cukup jelas terlihat. Percobaan D2 Reaksi Logam Cu dengan Larutan Garam Fe (III) Tahap awal yang dilakukan dalam penentuan kadar besi baik pada metode serimetri dan permanganometri adalah pembuatan larutan Fe2+ 5 ppm. Larutan ini dibuat dari padatan Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O atau ferrous amonium sulfat hexahidrat. Mula-mula padatan tersebut digunakan untuk membuat larutan Fe2+ 100 ppm kemudian dilakukan pengenceran hingga konsentrasi menjadi 5 ppm. Selanjutnya larutan. Fe2+ 5 ppm barulah diuji menggunakan kedua metode tersebut. Parameter yang digunakan adalah persen recovery, semakin dekat persen recovery dengan konsentrasi sebenarnya maka semakin baik metode tersebut untuk digunakan. Pada metode permanganometri, titrasi dilakukan tanpa menggunakan indikator, karena ion permanganat menghasilkan warna yang cukup jelas. Artinya, ion permanganat selain berperan sebagai oksidator, ion permanganat juga bertindak sebagai indikator yang dapat memberikan tanda kapan titrasi harus dihentikan. Reaksi yang terjadi saat titrasi adalah sebagai berikut. MnO4 4+ (aq) + 8H+ (aq) + 5eMn2+(aq) + 4H2O(l) Fe2+(aq)



Fe3+(aq) + e-



MnO44+(aq)+8H+(aq)+5Fe2+(aq) Mn2+(aq)+5Fe3+(aq) + 4H2O(l) Berdasarkan data yang diambil dari 3 kali pengulangan (triplo) didapatkan rata-rata volume kalium permanganat yang dibutuhkan untuk mentitrasi adalah 1 mL dengan koreksi blanko sebesar 0,5 mL. Dari data tersebut didapatkan konsentrasi Fe2+ pada sampel sebesar 4,8561 ppm



dengan perolehan recovery sebesar 97,12% (Putra dan Sugiarso, 2016). ( Pembahasan Alfernando Gulo dengan jurnal Apriyanti dan Apriyani Ersy Monica. 2018. Analisa Kadar Zat Organik pada Air Sumur Warga Sekitar TPA dengan Metode Titrasi Permanganometri. Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. 2(2). Ryanata, Ebry. 2014. Penentuan Jenis Tanin dan Penetapan Kadar Tanin Dari Kulit Buah Pisang Masak (Musa paradisiacalL.) Secara Spektrofotometri dan Permanaganometri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 4(1)) Titrasi permanganometri merupakan pengukuran volume suatu larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti, yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume tepat zat yang akan ditentukan. Titrasi permanganometri berdasarkan proses oksidasi-reduksi atau redoks (Ryanata, 2014). Zat organic dapat dioksidasi dengan menggunakan KMnO4 dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4. Adapun reaksi yang terjadi sebagai berikut: MnO4-(aq)+8H+(aq)+5e 4H2O(l) (Apriyanti, 2018)



Mn2+(aq) +



Pada penelitian ini titrasi permanganometri digunakan larutan primer yaitu asam oksalat (H2C2O4) dan ditambahkan H2SO4 untuk menciptakan suasana asam. Titrasi dihentikan apabila sudah terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda (Ryanata, 2014). ( Pembahasan Azizah Hawanif dengan jurnal Qamariah & Yanti., (2018), Uji



Kuantitatif Kadar Zat Besi Dalam Tumbuhan Kelakai Dan Produk Olahannya, Jurnal Surya Medika, 3(2): 32 – 40. Yaqin & Nursanti., (2018), Analisis Dampak Cemaran Zat Organik Pada Air Terhadap Perilaku Mencuci Alat Makan Menggunakan Metode Permanganometri, Jurnal Sains, 8(15): 39 – 43. ) Pembuatan KMnO4 0,1 N melarutkan lebih kurang 3,3gram kalium permanganat P dalam1000 mL air dalam labu, dan mendidihkan larutan selama lebihkurang 15 menit. Menutup labu dan membiarkan selama tidak kurangdari 2 hari, lalu menyaring melalui penyaring kaca masir berporositashalus. Jika perlu lapisi dasar penyaring kaca masir dengan wol kaca (Qamariah & Yanti, 2018). D1. STANDARISASI LARUTAN KMNO4 Menimbang dengan seksama lebih kurang 200 mg asam oksalatyang telah dikeringkan pada suhu 110 C hingga bobot tetap dan larutkandalam erlenmeyer sebanyak 100 mL aquadest. Lalu menambahkan 7 mL asam sulfat P panaskan hingga suhu lebih kurang 70 C. Dalam keadaan panas, menambahkan perlahan-lahan larutan dalam erlenmeyer dengan KMnO4 0,1N sambil mengaduk hingga warna merah muda pucat yang mantap selama 15 detik. melakukan secara duplo (dilakukan pengulangan sebanyak dua kali). Menghitung normalitas larutan. Catatan: suhu larutan selama titrasi tidak kurang dari 60 C (Qamariah & Yanti, 2018). Standarisasi KMnO4 0,1 N dengan asam oksalat 0,1000 N Diambil 10,0 ml asam oksalat 0,1000 N menggunakan pipet volume masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang bersih. Tambahkan 10 ml H2SO4 4 N, panaskan hingga suhu 70-800C. Titrasi menggunakan KMnO4 O,1 N hingga



warna berubah menjadi merah muda konstan. Catat volume titrasi. Hitung normalitas dari KMnO4 (Yaqin & Nursanti, 2018). D2. REASI LOGAM Cu DENGAN LARUTAN GARAM Fe (III) Analisa kadar zat diambil 100,0 ml sampel menggunakan pipet volume masukkan kedalam erlenmeyer 250 ml yang bersih. Ditambahkan 10 ml H2SO4 4 N. Dipanaskan hingga mendidih. Setelah mendidih, tambahkan dengan 10 ml larutan KMnO4 0,1 N, hingga sampel berubah warna menjadi merah. Kemudian, tambahkan 10 ml H2C2O4 0,1000 N hingga warna merah tepat hilang. (perbandingan penambahan KMnO4 dengan H2C2O4 1:1). Titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N dalam keadaan panas hingga warna berubah menjadi merah muda konstan.Baca dan catat hasilnya (Yaqin & Nursanti, 2018). ( Pembahasan Bernika E.Sibarani dengan jurnal Hasana.U, dkk.,2019., Perbandingan Metode Analisis Permanganometri dan Bikromatometri pada Penentuan Kadar Chemical Oxigen Demand (COD).,ProsidingMahasiswa Seminar Nasional Unimus ., (2)., hal (59 – 62) Padmaningrum. RT., 2015.,Titrasi Iodometri., Jurdik Kimia., Hal (1– 6) ). Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standarditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar sekunder adalah



larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relative rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi. Standardisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi (biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yg menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran. Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yg tidak diikuti terjadinya reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol (Padmaningrum. RT., 2015) Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4) dalam suasana asam. Reaksinya berdasarkan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi) Metode permanganometri memiliki kelebihan mudah dilakukan, efektif, dan tidak memerlukan indikator untuk menentukan titik akhir titrasi, sedangkan kekurangan pada metode ini larutan KMnO4 jika terkena cahaya atau dititrasi cukup lama makan akan mudah terurai menjadi MnO2, sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat, yang akan mengganggu penentuan titik



akhir titrasi. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O42H2O yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4 dengan Mn2+ , oleh karena itu, penambahan pentiter pada proses titrasi harus sedikit demi sedikit agar kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi dapat dihindari (Hasana.U, dkk.,2019) ( Pembahasan Bertha Y.Sianturi dengan jurnal Irwanda,W.,Alimuddin, A.H.,Rudiyansyah., (2017), SINTESIS ASAM OKSALAT DARI GETAH BATANG TANAMAN SRI REJEKI (Dieffenbachia seguine (Jacq.) Schott) MENGGUNAKAN METODE HIDROLISIS ASAM FOSFAT, JKK, vol 6(1): 30-36 ) Titrasi permanganometri bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan ion oksalat dalam sampel uji (asam oksalat hasil sintesis) dengan titran larutan permanganat secara kuantitatif. Larutan sampel uji yang didapat ditambahkan asam sulfat yang bertujuan untuk memberikan suasana asam. Hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih mudah diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi dengan asam sulfat tersebut tidak menghasilkan produk serta tidak bereaksi dengan titran. Pada suasana asam zat ini akan mengalami reduksi menghasilkan ion Mn2+ yang tidak berwarna sedangkan apabila reaksi dilakukan dalam suasana pada pH netral atau sedikit basa maka akan terbentuk padatan MnO2 yang berwarna coklat yang dapat mengganggu dalam penentuan titik akhir titrasi. Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat reaksi antara kalium permanganat dengan asam oksalat karena pada suhu kamar reaksi antara keduanya cenderung lambat sehingga akan sulit untuk menentukan titik



akhir reaksi. Selanjutnya dalam keadaan panas, larutan dititrasi dengan larutan kalium permanganat. Titrasi ini memanfaatkan larutan kalium permanganat sebagai indikator (auto indicator). Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna larutan uji menjadi merah muda yang tidak hilang selama 30 detik, yang mana hasil ini menandakan sampel uji positif mengandung ion oksalat. Perubahan yang terjadi pada reaksi ini disebabkan oleh kelebihan ion permanganat. Reaksi yang terjadi selama proses titrasi permanganometri asam oksalat MnO44+(aq) + 8H+(aq) + 5e+ 4H2O(l) C2O42- (aq)



Mn2+(aq)



2CO2 (g) + 2e-



2MnO44+(aq)+16H+(aq)+5C2O42-(aq) 2Mn2+(aq) + 10CO2(g) + 8H2O(l) ( Pembahasan Crisye E.Tambunan dengan jurnal Arizal, F., Hasbi, M., Kadir, A., 2017. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Daya yang Dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air Garam Sebagai Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Mahasiswa Teknik Mesin. 2(1): 1-5 Syukri, D. 2015. Penentuan Kondisi



Optimum Absorpsi Co2 Hasil Pembakaran Batubara Oleh Larutan Natrium Hidroksida (Naoh), Jurnal Kimia Unand, 4(2): 1-46 Tetra, O. N., Alif, A., Hermansyah. A., dan Emriadi. 2007. Transpor Ion Tembaga (Ii) Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah, Jurnal Riset Kimia, 1(1): 25-30 ) D.1. Standarisasi Larutan KMnO4 Larutan standar asam oksalat 0,2 N dibuat dengan menimbang 0,63 gram asam



oksalat (BE = 63) dan dilarutkan dalam labu ukur 100 mL dengan menambahkan aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya, larutan asam oksalat yang terbentuk digunakan untuk menstandarisasi larutan KMnO4. Standarisasi larutan KMnO4 diukur dengan menggunakan metode titrasi permanganometri berdasarkan reaksi redoks dimana larutan standar H2C2O4.2H2O dibuat bersifat asam dengan penambahan H2SO4 dan dititrasi dengan larutan baku KMnO4 yang bersifat basa dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah muda Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi selama lebih dari 1000 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan tidak membutuhkan indikator kecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes permanganat 0,1 N memeberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titran, warna ini dipergunakan untuk mengidentifikasi reagen tersebut ( Syukri,, 2015).



Dalam suasana asam encer : MnO4- + 8H+ + 5e Eo = 1,51o V



Mn2+ + 4H2O



dan dalam suasana penetapan asam atau basa lemah akan terbentuk endapan coklat MnO2 yang mengganggu. MnO4- + 4H+ + 3e Eo = 1,70o V



MnO3 + 2H2O



Dalam larutan netral atau basa : MnO4- + 2H2O + 3e



MnO2 + 4OH-



D.2. Reaksi Logam Cu dengan Larutan Garam Fe (III)



= 0,005 x 10



Reaksi pertama dalam pecobaan ini adalah larutan FeCl3 dengan H2SO4 dan serbuk tembaga. Pencampuran larutan akan menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan. Hal ini diakibatkan karena tereduksinya Fe (III) dalam FeCl3 menjadi Fe (II). Adanya suhu yang cukup tinggi dalam proses pemanasan akan mengoksidasi logam Cu menjadi Cu (II) karena dalam asam sulfat logam Cu akan teroksidasi menjadi Cu (II) yang ditandai dengan warna larutan menjadi cokelat ( Tetra, dkk, 2007). Selanjutnya larutan diambil sebanyak 25 mL dan dititrasi dengan KMnO4 untuk mengukur konsentrasi Fe (II).



= 0,05 M



Reaksi-reaksi yang terjadi :



Untuk jumlah larutan KMnO4 yang terpakai dalam percobaan dapat diprediksi dengan perhitungan sebagai berikut : M asam oksalat



Reaksi-reaksi yang terjadi :



=



M H2C2O4.2H2O x V H2C2O4.2H2O = M KMnO4 x V KMnO4



Cu(s)



Cu2+(aq) + 2eEosel = -0,34



0,05 M x 10 ml = 0,02M x V KMnO4



Fe3+(aq) + e-



Fe2+(aq) + E sel = 0,77



V KMnO4



= = 25 mL



Dari perhitungan tersebut dapat diprediksi bahwa jumlah larutan kalium permanganat yang digunakan untuk dalam titrasi standarisasi adalah sebanyak 25 mL.



o



Cu + 2Fe3+ 2Fe2+ + Cu2+ Eosel = 0,43 ( Arizal, dkk, 2017)



Selanjutnya adalah menghitung 2+ konsentrasi ion Fe dalam larutan yang terbentuk dengan mengambil 25 mL larutan dan dititrasi dengan larutan KMnO4 yang telah distandarisasi



Cu2+(aq) + 2MnO4-(aq) Fe(MnO4)2(aq) 0,02Xmol 0,04Xmol



Perhitungan :



konsentrasi Cu2+ =



Misal : volume KMnO4 yang terpakai = X mL



( Pembahasan Mora R. Lubis dengan jurnal Subagja,R.,, 2014, pengendapan tembaga dari larutan tembaga sulfat dengan cara sementasi menggunakan besi, Majalah Metalurgi, 29(2): 161-170 )



mol KMnO4



= 0,02M x X mL = 0,02X mol



KMnO4(aq) MnO4-(aq) 0,02X mol 0,02X mol



K+(aq)



+



0,02X mol



Fe2+(aq) + 2MnO4-(aq) Fe(MnO4)2(aq) 0,02Xmol 0,04Xmol



0,02Xmol



Maka: konsentrasi Fe2+ =



= 0,0008XM



Selanjutnya adalah menghitung konsentrasi ion Cu2+ dalam larutan yang terbentuk dengan mengambil 25 mL larutan dan dititrasi dengan larutan KMnO4 yang telah distandarisasi Perhitungan : Misal : volume KMnO4 yang terpakai = X mL mol KMnO4



= 0,02M x X mL = 0,02X mol



KMnO4(aq)



K+(aq)



+



MnO4 -



(aq)



0,02X mol mol



VI.



0,02X mol 0,02X



0,02Xmol



Maka: = 0,0008X M



Kenaikan penambahan besi diatas 2 reaksi stoikiometri menyebabkan % kelarutan besi turun dikarenakan jumlah tembaga yang tersisa dalam larutan jumlahnya sangat kecil, dimana pada penambahan besi sebesar 2 reaksi stoikiometri, 99 % tembaga yang terdapat dalam larutan telah diendapkan oleh besi, sehingga penambahan besi di atas 2 reaksi stoikiometri menjadi tidak ada artinya dan efisiensi kelarutan besi menjadi turun. Tertutupnya permukaan besi berakibat pada turunnya perbedaan potensial antara ion tembaga dan logam besi yang berakibat pada penurunan arus galvanik dan menyebabkan peristiwa pengendapan tembaga melambat. Gejala seperti ini juga dialami oleh Gros yang melakukan sementasi tembaga oleh seng dengan menggunakan elektroda putar, yang memperlihatkan bahwa dengan berkembangnya waktu sementasi maka permukaan elektroda seng akan terlapisi oleh endapan tembaga yang menyebabkan perbedaan potensial antara ion tembaga dan logam seng turun yang berakibat pada penurunan arus galvanik yang dapat berakibat pada penurunan laju pengendapan tembaga



KESIMPULAN Titrasi yang digunakan berupa titrasi permanganometri karena kalium permanganate (KMnO4) digunakan sebagai titran. Pada percobaan ini tidak digunakan indikator karen



kalium permanganate bertindak sebagai larutan auto indikato, auto indikator berfungsi sebagai titran dan indikator. Mangan pada kaliu permanganate dan serbuk logam tembaga memiliki warna yang khas karena termasuk dalam golongan transisi. Berdasarkan hasil studi literatur dapat disimpulkan bahwa stoikiometri merupakan aspek ilmu yang menyangkut kesetaraan massa antara zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik dalam skala molekular maupun dalam skala eksperimental. VII. JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS 1. Persamaan Reaksi 5 H2C2O4 + 2KMnO4



Fe3+ + eCu + Fe3+ Cu+ + eCu



= 25 mL 3. Harga r ( berdasarkan pembahasan



Fe2+



Crisye)



Fe2+ + Cu+



r



Cu



= = 13, 33X mol



Cu2+ + 2e



2Fe3+ + 2eCu



0,05 M x 10 ml = 0,02M x V KMnO4 V KMnO4 =



2KMn + 10CO2 + 8H2O



Cu+ + e-



Cu



2. Konsentrasi KMnO4 ( berdasarkan pembahasan Crisye yang dapat dicari adalah volume KMnO4 yang terpakai )



+ 2Fe3+



2Fe2+



4.



2Fe2+ + Cu2+



5. Perbandingan Cu+ dan Cu2+



VIII. DAFTAR PUSTAKA



Apriyanti dan Apriyani. E.M., 2018. Analisa Kadar Zat Organik pada Air Sumur Warga Sekitar TPA dengan Metode Titrasi Permanganometri. Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan 2(2):1-9 Arizal, F., Hasbi, M., Kadir, A., 2017. Pengaruh Kadar Garam Terhadap Daya yang Dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air Garam Sebagai Energi Alternatif Terbarukan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Mahasiswa Teknik Mesin. 2(1): 1-5



Hasana.U., 2019. Perbandingan Metode Analisis Permanganometri dan Bikromatometri pada Penentuan Kadar Chemical Oxigen Demand (COD). ProsidingMahasiswa Seminar Nasional Unimus. (2):59 – 62 Irwanda,W.,Alimuddin, A.H.,Rudiyansyah., (2017), Sintesis Asam Oksalat Dari Getah Batang Tanaman Sri Rejeki (Dieffenbachia SEGUINE (Jacq.) Schott) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam Fosfat, JKK, vol 6(1): 30-36



Padmaningrum. RT., 2015.,Titrasi Iodometri., Jurdik Kimia: 1– 6



Putra ,F.A dan Sugiarso, R.D ., 2016. Perbandingan Metode Permanganometri dan Serimetri dalam Penentuan Kadar Besi (II) . Jurnal Sains dan Seni ITS . Vol 5(1) : 2337 – 3520 Qamariah & Yanti., 2018, Uji Kuantitatif Kadar Zat Besi Dalam Tumbuhan Kelakai Dan Produk Olahannya, Jurnal Surya Medika, 3(2): 32 – 40. Ryanata, E., 2014. Penentuan Jenis Tanin dan Penetapan Kadar Tanin Dari Kulit Buah Pisang Masak (Musa paradisiacal L.) Secara Spektrofotometri dan Permanaganometri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 4(1). 15-21 Subagja,R.,, 2014, pengendapan tembaga dari larutan tembaga sulfat dengan cara sementasi menggunakan besi, Majalah Metalurgi, 29(2): 161-170 Syukri, D.. 2015. Penentuan Kondisi Optimum Absorpsi Co2 Hasil Pembakaran Batubara Oleh



Larutan Natrium Hidroksida (Naoh), Jurnal Kimia Unand, 4(2): 1-46 Tetra, O. N., Alif, A., Hermansyah. A., dan Emriadi., 2007. Transpor Ion Tembaga (Ii) Melalui Teknik Membran Cair Fasa Ruah, Jurnal Riset Kimia, 1(1): 25-30 Yaqin & Nursanti., 2018, Analisis Dampak Cemaran Zat Organik Pada Air Terhadap Perilaku Mencuci Alat Makan Menggunakan Metode Permanganometri, Jurnal Sains, 8(15): 39 – 43.