Kelompok 2 - Makalah Cor Pulmonal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN COR PULMONALE Dosen Pengampu : Ratna Setiyaningsih, S.Kep,.Ns MPH



Di susun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Dicky Ardiansyah Indarini Mitha Rahayu Intan Nurul Istiningsih Yoga Nurwahid Al Hanafi Yuni Ambarwati Zukrufi Choiriah Aulia.G



20111132 20121140 20121141 20121162 20121163 20121164



POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TAHUN 2021/2022



BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Angka-angka insiensi prevelensi beraneka ragam serta tidak sama, tergantung pada kondisi dan situasi yang disurvei. Di daerah maschuset angka insidensi kecil yaitu 0,9% sedangkan di arizon merupakan 59% dari angka insidensi penyakit jantung seluruhnya, di Belgia, New Delhi, Praha, Inggris, angka insidensi berkisar antara 1633%. (Suprapto, 2013, hal. 116) Eksaserbasi dari kegagalan jantung kanan dan hipertensi [ulmonal selalu menjadi ancaman pada korpulmonal. Selain itu prosesnya terjadi secara progresif sehingga menimbulkan kegagalan kardiorespiratorius. (Suprapto, 2013, hal. 116) Penyebab terbanyak dari korpumonal adalah hipertensi korpulmonal yang disebabkan oleh proses primer paru, akan tetapi sebagian besar tidak diketahui. Lebih banyak gejala korpulmonal yang ditimbulkan oleh hipertensi pulmonal, berupa cepat capek, sesak, tegang kadang-kadang sampai sinkope. (Suprapto, 2013, hal. 116) Pada korpulmonal, strktur dan fungsi bilik jantung kanan diperkuat oleh penyakit paru-paru obstruktif kronis (PPOK), sumbtan hembusan udara ke dalam dan keluar dari paru-paru. Jantung mencoba mengimbangi, mengakibtkan kegagalan jantung bagian kana (Digiulio, 2014, hal. 107) Pasien mengalami gagal Jantung karena gangguan paru-paru utama, yang menyebabkan hipertensi paru-paru dan peleburan bilik jantung kanan, pasien akan mempunyai gejala baik gangguan paru-paru maupungagal jantung bagian kanan. PPOK meliputi penyakit paru-paru dan bronkitis kronis. (Digiulio, 2014, hal. 107)



BAB II TINJAUAN PENYAKIT A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Cor pumonal merupakan keadaan hipertrofi ventrikel kanan akibat suatu penyakit



yang mengenai fungsi atau struktur jaringan paru, tidak termasuk



didalamnya kelainan jantumg kanan akibat kegagalan dari fungsi ventrikel kiri atau akibat penyakit jantung bawaan (Muttaqin, 2012, hal. 227) Korpumonal adalah kondisi dimana ventrikel kanan jantung membesar (dengan atau tapa gagal jantung sebelah kanan) sebagai akibat penyakit yang mengenai struktur atau fungsi paru dan pembuluh darahnya. (Suprapto, 2013, hal. 116) Cor pulmonal (CP) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi pulmonal yang disebabkam oleh penyakit intrinsik dari parenkhim paru, dinding thorak maupun vaskuler paru. Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya stenosis mitral, penyakit jantung bawaan atau gagal jantung kiri yang juga dapat mengakibatkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. CP dapat bersifat akut karena adanya emboli paru yang pasif, dapat juga bersifat kronis. (Somantri, 2012, hal. 103) Berdasarkan uraian diatas, kor pulmonal adalah suatu keadaan hipertrofi ventrikel kanan jantung dengan atau tanpa gagal jantung sebelah kanan sebagai akibat penyakit yang mengenai struktur atau fungsi paru dan pembuluh darahnya.



2. Etiologi Penyebab yang paling sering adalah PPOM, dimana terjadi perubahan struktur jalan nafas dan sekresi yang tertahan mengurangi ventilasi alveoler. Penyebab lainnya adalah kondisi yang membatasi atau mengganggufungsi fentilasi yang mengarah pada hipoksia atau asidosis (deformitas sangkar iga dan obesitas masif) atau kondisi yang mengurangi jaring-jaring vaskular paru (hipertensi arteri pulmonal idiopatik primerdan 3



embolus paru). Kelainan tertentu dalam sistem persarafan, otot pernapasan, dinding dada, dan percabangan arteri pulmonal juga dapat menyebabkan terjadinya kor pulmonal (Muttaqin, 2012, hal. 227) 3. Tanda dan gejala a. Manifestasi umum Istilah “korpulmonal” menggambarkan hipertrofi ventrkel kanan yang akhirnya menyebabkan gagal jantung kanan kerena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran klinis nya tergantung pada penyakit primernya juga pengaruhnya terhadap jantung. Korpulmonan terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokonosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmona primer, emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom pickwickian, schitosomiasis, dan infiltrasi kapiler paruobliteratif atau infiltrasi limfatik dan mitastase karsinoma. Gejala – gejala poko penyakit paru muncul, termasuk batuk-batuk dengan dahak, sesak nafas, bengek, pembesaran janutng, dan gagal jantung. b. Manifestasi klinis Informasi yang didapati bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan korpulmonal (KP). 1) KP akibat Emboli paru : sesak tiba-tiba pada istirahat, kadang – kadang di dapatkan batuk-batuk dan hemoptisis 2) KP dengan PPOM : sesak nafas yang disertai batuk produktif (banyak sputum ) 3) KP dengan hipertens pulmonal primer: sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas 4) KP dengan kelain jantung kiri : sesak nafas, ortopnea, paroxymal nocturnal dysnea. 5) KP dengan kelainan jantung kanan : odema pada perut dan kaki serta merasakan cepat lelah. 6) Gejala predominan korpulmonal yang terkompensasi yang berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala –gejala ini lebih berat. Edema dependen dan merasakan nyeri kuadran kanan atas juga dapat muncul.



4



7) Tanda-tanda korpumonal misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol, atau gallop, pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependem. 8) Gejala – gejala tambahan ialah: sianosis, kuarang tangap/bingung, mata menonjol. c. Gejala klinis Berdasarkan perjalanannya penyakit korpulmonal di bagi menjadi 5 fase yaitu: 1) Fase 1: pada fase ini belum nampak gejala yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), bronkitis kronis, TBC lama, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnese pada pasien 50 tahun biasanya di dapatkan adanya kebiasaan banyak meroko. 2) Fase 2: pada fase ini mulai di temukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasi), sesak nafas/mengi, sesak nafas ketika berjalan menanjak atau banyak bicara. Sedangkan sianosis belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa hipersonor, suara nafas berkurang, ekspirasi panjang, ronchi basah kering, whezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi berkurangnya bronchovaskuler pattern, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung ventrikal. 3) Fase 3: pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Nafsu makan menurun, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik terlihat sianotik, disertai dengan sesak dan tanda emfisema yang lebih nyata. 4) Fase 4: ditandai dengan hiperkapnie, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolen. Pada keadaan yang berat dapat mengakibatkan



koma dan



kehilangan kesadaran. 5) Fase 5: pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, tapi fungsi ventrikel kanan masih bisa kompensasi. Setelah itu



terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian



mengakibatkan terjadinya gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites (Suprapto, 2013, hal. 117-119) 4. Patofisiologi Sirkulasi paru normal: 5



Sirkulasi pada orang normal merupakan suatu sistem yang bersifat high flow-low presure, yaitu suatu sistem dengan aliran besar tapi tekanan darah, memepunyai resistensi yang rendah dan cadangan yang besar, sehingga mampu menampung bertambahnya aliran darah yang banyak tanpa meningkatkan tekanan arteri paru, atau hanya menigkat sedikit saja pada waktu melakukan aktivitas. Hal ini disebabkan karena adanya dilatasi sseluruh pembuluh darah paru dan diikut sertakannya pembuluh darah yang tidak diperfusi pada waktu istirahat. Pembuluh darah paru mempunyai dinding tipis, eliptikal, dan elastik sehingga dapat menampung kenaikan 200-300% dari curah jantung tanpa mengalami kenaikan tekanan arteri pulmonalis. Hipertensi pulmonal: Hipertensi pulmonal pada klien dengan penyakit paru terutama timbul sebagai akibat hipoksia karena penurunan fungsi paru atau pengurangan jaringan pembuluh darah paru. Hipertensi pulmonal akan timbul jika penguranagan jaringan pembuluh darah paru lebih dari 50%. Peumonektomi satu paru tidak akan disertai kenaikan tekanan arteri pulmonalis. Adanya kombinasi beberapa faktor lain pengurangan



vaskularisasi



paru,



hipoksia,



asidosisi,



dan



polisitemia



akan



menyababkan tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi hipertrofi diventikel kanan. Pengurangan jaringan pembuluh darah paru akan menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk menurunkan resistensi selama melakukan aktifitas sedangkan pada waktu aktifitas, terjadi peningkatan aliran darah, sehingga tekanan artei paru akan meningakat. Hipoksemia merupakan vasokontriksi arteri pulmonalis terpenting. Vasokontriksi terjadi akibat efek langsung hipoksemia pada otot polos arteri pulmonalis atau tidak langsung melalui penglepasan zat vasokatif seperti histamin dari sel mast. Asidosis akibat hiperkapnea atua sebab lain juga merupakan vasokonstriktor arteri pulmonalis yang sinergistik dengan hipoksia. Polisitemia karena hipoksia menahun menyebabkan kenaikan viskositas yang kemudian mengakibatkan hipertensi pulmonal. Hemodinamik paru: Dua faktor yang memengaruhi tekanan arteri pulmonalis, yaitu curah



6



jantung dan risetensi atau diameter pembuluh darah paru. Sebelum timbul kor pulmonal, curah jantung normal pada waktu istirahat dan meningkat secara secara normal saat berolahraga. Pada waktu terjadi kor pulmonal, tekanan pengisian tinggi untuk meningkatkan curah jantung ke batas normal. Tekanan arteri paru meningkat tergantung dari curah jantung vasokontriksi pembuluh darah akibat hipoksemia. Pada saat timbul gagal jantung kanan, tekanan akhir diastolik meningkat dan curah jantung normal pada waktu istirahat, tapi ketika melakukan aktivitas fisik, curah jantung tidak mampu naik seperti keadaan normal. Hipoksia menyebabkan penurunan fungsi jantung. Adanya hipertensi pulmonal dan penurunan fungsi jantung akibat hipoksia akan menyebabkan kegagalan jantung kanan. (Muttaqin, 2012, hal. 228)



5. Pathway



Gangguan paru-paru arestriktif, gangguan paru-paru obstruktif, Gangguan paru-paru primer



Perubahan anatomi pembuluh darah paru-paru



Perubahan fungsional paru



Hipoksemia dan hipokalemia



Pengurangan jaringan vaskuler paru-paru polisitemia



Peningkatan resistensi vaskuler paru



asidosis



Vasokontriksi arteri pulmonal



Hipertensi pulmonal



Hipertensi ventrikel



(Somantri, 2012, hal.132)



Kor pulmonal



7



6. Klasifikasi a. Hipertensi Vena Pulmonalis Sesak nafas akibat payah jantung kanan dapat disebabkan hipertensi vena pulmonalis.Penyebab hipertensi vena pulmonalis ini adalah stenosis mitral atau gagal jantung kiri. Sesak nafas akibat hipertensi vena pulmonalis ini sering menimbulkan keluhan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea, sedangkan pada Cp biasanya kedua hal tersebut hal tersebut biasanya tidak didapatkan. Disamping itu stenosis mitral maupun gagal jantung kiri, Apapun penyebabnya dapat dibedakan dengan Cp melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya (Soesetyo, 2013, hal. 74)



b. Perikarditis Konstriktif Keluhan dan tanda-tanda yang menyerupai gagal jantung dapat dijumpai pada penderita perikarditis konstruktif. Tetapi pada penderita ini pemeriksaan faal parunya normal atau sedikit terganggu. Demikian pula pemeriksaan analisa gas darahnya. Hipertrofi ventrikel kanan kanan hampir selalu tidak didapatkan baik pada pemeriksaan fisik, foto thoraks, EKG maupun ekokardiografi. Pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan penebalan perikardium disertai gerakan ventrikel pada saat distol yang terbatas pada penderita perikarditis konstriktif (Soesetyo, 2013, hal. 75) 7. Komplikasi a. Emfisema b. Gagal jantung kanan c. Gagal jantung kiri d. Hipertensi pulmonal kiri (Suprapto, 2013, hal. 119)



8



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas Kor pumonal dapat terjadi pada pasien usia 50 tahun karena sering didapati dengan kebiasaan sehari-hari yaitu merokok dan terpapar polusi. Hal ini dapat didasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pumonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberapa penyakit yang menyerang paru-paru (Suprapto, 2013, hal. 119) b. Status kesehatan saat ini 1)



Keluhan utama Pasien kesulitan bernafas pada saat berolahraga keras dan ketika berbaring, karena kenaikannya kebutuhan oksigen. Batuk produktif karena kondisi pernapasan, emfisema, lelah karena hipoksia dan gagal jantung, berat badan naik karena retensi cairan, denyut jantung naik. (Digiulio, 2014, hal. 107)



2)



Alasan



masuk



rumah



sakit



pasien



mengalami



kekurangan



oksigen



karbonhidroksida naik, hemoglobin naik, oksimetri denyut menunjukan turunnya saturasi oksigen, bilik jantung kanan membesar, arteripulmonalis meluas dan bilik kanan terlihat pada sinar X dada. (Digiulio, 2014, hal. 108) c. Riwayat kesehan terdahulu 1)



Riwayat penyakit sebelumnya Riwayat merokok merupakan penyebab timbulnya kelainan paru obstruktif kronik, polusi, udara (asap dari cerobong-cerobong panrik di daerah industri dan asap dari kendaraan bermotor), selain itu juga pernah memiliki riwayat penyakit PPOK dan hipertensi pulmonal. (Suprapto, 2013, hal. 125)



2)



Riwayat penyakit keluarga Pada banyak kasus kor pulmonal di temukan pada angota keluarga tertentu dan ternyata kekurangan alfa-atripsin memegang peran dalam penentuan predisposisi terjadinya penyakit paru obstruktif kronik. Riwayat penyakit paru kronik (bronchitits cronik dan pneumococcs, staphylococcus aureus, pseudomonas, klebsiella) (Suprapto, 2013, hal. 125)



9



d. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum a) Kesadaran Gambaran dari kondisi pasien yaitu mengalami sesak nafas, batuk yang produktif, lelah karena hipoksia dan gagal jantung, wheezing respirasi, sianosis pada jari, berat badan naik karena retensi cziran, frekuensi pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan (Digiulio, 2014, hal. 108) b) Tanda-tanda vital Pernafasan:lebih dari 20X/menit Nadi: diatas 100X/menit (Digiulio, 2014, hal. 107) 2) Body system a) Sistem pernafasan Pada pasien KP pemeriksaan dapat berupa sesak nafas akibat hipertensi vena pulmonal, wheezing respiration, terlihan penggunaan otot-otot bantu nafas, dahak, pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan suara nafas yang melemah, respirasi lebih dari 20 kali per menit (Digiulio, 2014, hal. 107) b) Sistem kardiovaskuler Gangguan paru-paru utama dapat menyebabkan kegagalan jantung. Dan akan menyebabkan hipertensi paru-paru dan pelebaran bilik jantung kanan. (Digiulio, 2014, hal. 107) c) Sistem pesarafan Pada penderita CP dengan hipertensi pulmonal primer keluhannya berupa mudah pingsan jika beraktivitas, tingkat kesadaran menurun jika melakukan aktivitas, ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens pada keadaan yangberat dapat terjadi koma dan kesadaran. Selain itu penderita CP juga mudah bingung atau kurang tanggap (Suprapto, 2013, hal. 118) d) Sistem perkemihan Penderita CP diberikan diuretik untuk membuang kelebihan cairan pada pasien dengan cara mengeluarkan natrium melalui pembuangan urin. e) Sistem pencernaan Pada penderita CP kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi karena penderita CP akan merasa mual dan muntah (Suprapto, 2013, hal. 118)



10



f) Sistem integumen Pasien CP akan mengalami edema karena penumpukan cairan di dalam tubuh sehingga resistensi kulit meningkat. Penyebabnya karena peningkatan tekanan hidrostattik yang diakibatkan karena gagal jantung kanan (Digiulio, 2014, hal. 107) g) Sistem muskuloskeletal Pada penderita CP akan mengalami kondisi seperti cepat lelah (Suprapto, 2013, hal. 119) h) Sistem endrokin Pasien mengurangi konsumsi sodium dalam diet untuk mengurangi restensi cairan, jika dikonsumsi berlebihan akan merusak ginjal (Digiulio, 2014, hal. 109) i) Sistem reproduksi Pasien penderita CP mengalami hipertrofi dan dilatasi dadri ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (artery) pulmonal. Sedangkan hipertensi termasuk salah satu penyakit yang mempengaruhi sistem reproduksi pada laki-laki (impoten). Sehingga jika seorang laki-laki menderita Cp maka kemungkinan akan terjadi penurunan sistem reproduksi (Muttaqin, 2012, hal. 227) j) Sistem pengindraan Pada pasien penderita CP akan mengalami sianosis (kebiruan yang terjadi pada bibir dan selaput mata karena himoglobin di daerah kapiler kusut, selain itu mata juga menonjol (Suprapto, 2013, hal. 118) k) Sistem imun Penderita CP menaglai lelah karena hipoksia selain itu penderita CP akan mengalami penuruna imun tubuh karena kandungan nutrisi yang dikonsumsi berkurang akibat nafsu makan yang menurun. Serta gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan (Suprapto, 2013, hal. 118) (Muttaqin, 2012, hal. 230)



e. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan EKG



11



a) Biasanya menunjukan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula di dapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor progresion of R pada sandapan prekordial merupakan tanda yang sering kali di salah artikansebagai infark miokad lama. b) EKG menunjukan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. Deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfesima paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada “hipertensi pulmonal primer” EKG sering menunjukan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung, tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokad. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik. c) Adanya hipertrofi atrium, ventrikuler kanan atau kedua-duanya. 2) Pemeriksaan foto thoraks Tanda yang seting didapatkan adalah : a) Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thoraks tergantung penyakit dasarnya. b) Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul c) Pembesaran ventrikel kanan d) Pelebaran vena cava superior e) Jika ada emphysema maka diafrgma agak rendah, conus pulmonalis melebar. 3) Ekokardiografi Ekoardigrafi memungkinkan pengukuran ketebalan ventrikel kanan. Meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam hubungannya ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri.



4) Biopsi paru



12



Dapat digunakan untuk menunjukan vaskulitas pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen, artritis rhematoid, dan granulomatosis wagener. 5) Pemeriksaan laboratorium a) Pada penderita KP pemeriksaan fungsi paru menunjukan kelainan restriktif atau obstrruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukan adanya hipoksia atau hioerkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderiata KP AGDnya normal pada sat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas



AGDnya



menunjukan



adanya



hipoksia



berat



disertai



hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak nafasnya adalah kelainan paru. Pada penderita KP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial £ 90%) sering kali menderita polisitemia. b) Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM (penyakit paru obstrksi menahun). Saturasi oksigen dari 85%, PCO 2 dapat meningkat atau normal. c) Faal paru menurun yaitu: F.V.C. Berkurang (N= 5,80 L). F.E.V1



berkurang



(N=



4,32



L)



Analisa gas darah: PO2 kurang dari 60 mmHg PCO2 lebih besar dari 49 mmHg pH darah rendah Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang (Suprapto, 2013, hal. 120-122)



f. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan keperawatan 1.



Melalui hiderasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengudentifikasikan pembersih jalan nafas



2.



Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk brnafas



3.



Tirai baring : bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar



13



4.



Memberikan penyuluhan agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan berhenti merokok



5.



Latihan pernafasan dan bimbingan ahli fisioterapi



6.



Kolaborasi memperbaiki ventilasi dan oksigenasi jaringan melalui pemberian O2



b. Penatalaksanaan medis Pembeian medikamentosa 1. Bronkodilator Aminofilin : menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2 adrenergik selektif (Turbutalin atau salbutamol) Dosis : 20-80 mg/PO/IV/IM (Maksimum 600 mg) (Suprapto, 2013, hal. 123) 2. Mukolitik dan Ekspektoran Mukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecahkan ikatan rantai kikianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru (Suprapto, 2013, hal. 123) 3. Antibiotika Pemberian antibiotika di berikan karena biasanya kelainan parenkim paru disebabkan oleh mikroorganisme, diantaranyan: Hemophlus influenza dan pneumococcus peka terhadap metisilin, kloksasilin, flukoksasilin dan eritromissin. Klebsiela peka terhadap gentamisin, steptomisin dan polimiksin (Suprapto, 2013, hal. 123) 4. Oksigenasi Peningkatan PaCO2 (tekanan CO2 arterial) asidosis pada penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan hiposemia. Dosis : 20-30% melalui masker venture dan secara intermiten 1-3 liter permenit (Suprapto, 2013, hal. 123) 5. Diuretik Diberikan jika terjadi gagal jantung, pemberian digitalis harus berhati-hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi, sehinnga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi leboh besar. Dosis : 5-20/hari tergantung pada jenis obat (Suprapto, 2013, hal. 124)



14



2. Diagnosa keperawatan Menurut Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia diagnosis keperawatan cor pulmonal yang muncul antara lain : a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 18-19) Definisi : ketidak mampuan dalam membersihkan dahak atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. 1. Penyebab : fisiologi a) Spasme jalan napas b) Hipersekresi jalan napas c) Proses infeksi d) Respon alergi e) Adanya jalan nafas buatan 2. Situasional a) Merokok aktif b) Merokok pasif c) Terpajan polutan 3. Gejala dan Tayor Mayor Objektif a) Batuk tidak efektif b) Tidak mampu batuk c) Sputum berlebih d) Mengi, wheezing dan ronkhi kering e) Mekonium di jalan napas 4. Gejala dan tanda minor Subjektif a) Dispnea b) Sulit bicara c) Ortopnea Objektif a) Gelisah b) Sianosis c) Bunyi napas menurun d) Frekuensi napas berubah e) Pola napas berubah



15



5. Kondisi klinis terkait a) Gullian barre syndrome b) Sklerosisi multipel c) Cedera kepala d) Stroke e) Kuadriplegia f) Infeksi saluran napas g) Myasthenia gravis b. Defisit Nutrisi (PPNI, 2016, hal. 56-57) 1) Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme 2) Penyebab : a) Ketidak mampuan menelan makan b) Ketidakmampuan mencerna makanan c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d) Peningkatan kebutuhan metabolisme e) Faktor ekonomi f) Faktor psikologi 3) Gejala dan tanda mayor Objektif a) Berat bada menurun minimal 10% di bawah rentang ideal



Gejala dan tanda minor Subjektif a) Cepat kenyang setelah makan b) Kram abdomen c) Nafsu makan menurun Objektif a) Bising usus hiperaktif b) Otot pengunyah lemah c) Otot menelan lemah 16



d) Membran mukosa pucat e) Sariawan f) Serum albumin turun g) Rambut rontok berlebihan h) Diare 4) Kondisi klinis terkait a) Stroke b) Parkinson c) Mobius syndrome d) Cerebral palsy e) Cleft lip f) Cleft palate g) Kanker h) Luka bakar i) Infeksi j) AIDS k) Penyakit Crohn



c. Pola nafas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 26-27) 1. Definisi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat 2. Penyebab a) Deprsi pusat pernapasan b) Defomitas dinding dada c) Defomitas tulang dada d) Gangguan neuromuskular e) Terjadi Penurunan energi f)



Obesitas



g) Sindrom hipoventilasi h) Kecemasan i)



Efek agen farmakologis



3. Gejala dan tanda mayor Subjektif a) Dispnea 17



Objektif a) Penggunaan otot bantu pernapasan b) Fase ekspirasi memanjang c) Pola napas abnormal Gejala dan tanda minor Subjekti a) Ortopnea Objektif a) Pernapasan pursed-lip b) Pernapasan cuping hidung c) Ventilasi semenit menurun d) Kapasitas vital menurun e) Ekskursi dada berubah f) Kondisi klinis terkait g) Depresi sistem saraf pusat h) Cedera kepala i) Trauma thoraks j) Stroke k) Kuandriplegia l) Intoksikasi alkohol d. Nyeri akut Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, denagan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penyebab a) Agen pencedera fisiologis b) Agen pencedera kimiawi c) Agen pencedera fisik d) Gejala dan tanda mayor Subjektif a) Mengeluh nyeri Objektif a) Tampak meringis b) Bersikap protektif 18



c) Gelisah d) Frekuensi nadi meningkat e) Sulit tidur Gejala dan tanda mayor Objektif a) Tekanan darah meningkat b) Pola nafas berubah c) Nafsu makan berubah d) Proses berfikir terganggu e) Menarik diri f) Berfokus pada diri sendiri g) Diaforesis h) Kondisi klinis terkait i) Kondisi pembedahan j) Cedera traumatis k) Infeksi l) Sindrom koroner akut m) Glaukoma 3. Intervensi a. Pola napas (Wilkonson, 2016, hal. 99-103) Tujuan /kriteria evaluasi Menunjukan pola pernafasan efektif, yang di buktikan oleh status pernafasan : ventilasi tidak terganggu kepatenan jalan napas dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal. Menunjukan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu yang di buktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5:gangguan ekstrem, berat,sedang ringan, tidak ada gangguan) Penggunaa otot eksesorius Suara napas tambahan Pendeknapas Kriteria hasil Menunjukkan pernafasan optimal saat dipasangkan ventilator mekanis Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam batas normal Mempunyai fungsi baru dalam batas normal untuk pasien Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan 19



Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah Mengidentifikasi faktor (misal,alergen) yang memicu ketidak efektifan pola nafas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya 1) Intervensi (NIC) Manajemen jalan napas : memfasilitasi kepatenan jalan napas Pengisapan jalan napas: mengeluarkan secret jalan napas dengan cara memasukkan kateter pengisapan ke dalam jalan napas oral atau trakea pasien Manajemen asma : mengidentifikasikan, mengobati dan mencegah reaksi inflamasi/kontriksi di jalan napas. Pemantauan pernapasan : mengumpulkan dan menganilisi dan menganalisi data pasien untuk memastikan patenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat. Manajemen anafilaksis : meningkatkan ventilasi dan perfungsi jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat. Penyuluhan untuk pasien/keluarga Informasi kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan. Uraikan teknik Diskusikan perencanaan untuk perawatan di rumah, meliputu pengobatan, peralatan pendukung, dan tanda dan gejala yang dapat di laporkan, sumbersumber komunitas. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai berikut. Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah Tidak menggunakan karpet dilantai Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC Regulasi himodinamik (NIC) 1) Meminimalkan ketakutan berlebihan, prasangka, atau tidak nyaman. 2) Mengurangi ansietas pada pasien yang mengalami distres akut. 3) Memberikan dukungan dan informasi untuk pasien yang membuat keputusan perawat kesehatan. 4) Meningkatkan nilai, minat, dan tujuan keluarga Aktivitas kolaboratif Konsultasikan dengan ahli terapi, untuk memastikan keadekuatan dari fungsi ventilator mekanis.



20



Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai DPH, sputum, dan sebagainya, jika perli atau sesuian protokol. b. Ketidak seimbangan nutrisi (Wilkonson, 2016, hal. 283-285) 1) Tujuan: Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut sebutkan 1-5 tidak adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, adekuat, sangat adekuat). Makanan oral,pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi pariental total Asupan makanan total 2) Kriteria



hasil:



\Memperlihatkan



berat



badan



..............kg



atau



bertambah..............kg pada............(sebutkan tanggalnya) Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet Menoleransi diet yang dianjurkan Mempertahankan masa tubuh dan berat dalam batas normal Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transfering, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal Melaporkan tingkat energi yang adekuat Intervensi (NIC) Aktivitas keperawatan Aktivitas umum untuk semua ketidakseimbangan nutrisi Pengkajian Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan Pantau laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit Managenen nutrisi (NIC) Ketahui makanan kesukaan pasien Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan Timbang pasien pada interval yang tepat Penyuluhan untuk pasien/keluarga Ajarkan metode untuk perencanaan makanan Ajarkan pasien atau keluarga pasien tentang makanan yang bergizi Manajenen nutrisi (NIC): berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya



21



Intervensi (NIC) Bantuan pemberian ASI: mempersiapkan ibu baru untuk menyusui banyinya Manajemen diare: menatalaksana dan menghilangkan gejala diare Manajemen gangguan makan: mencegah dan menangani pembatasan diet yang diet yang sangat ketat dan sktivitas berlebihan Manajemen cairan: meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat dari kadar airan yang tidak normal Manajemen cairan: atau elektrolit mengatur dan mencegah komplikasi dari gangguan pada cairan Interpretasi data laboratorium: menganakisis data secara kritis data laboratorium pasien untuk membantu membuat keputusan klinis Aktifitas kolaboratif Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan protein pasien Laporkan kepada dokter jika pasien menolak makan Bekerjasama dengan dokter, ahli gizi dan pasien untuk merencanakan tujuan asupan dan berat badan Rujuk untuk memperoleh perawatan kesehatan jiwa c.



Kelebihan volume cairan (Wilkonson, 2016, hal. 282) Definisi: Terjadi peningkatan retensi cairan isotonik Batasan karakteristik Subjektif: Ansietas,



dispnea



atau



pendek



nafas,



gelisah



Objektif: Suara nafas menjadi tidak normal (rale atau crakle) Perubahan elektrolit Anasarka Ansietas Anzotemia Perubahan tekanan darah Perubahan status mental Perubahan pola pernafasan Penurunan hemoglobin dan hematokrit Edema Terjadi Peningkatan vena sentral Asupan melebihi pengeluaran 22



Disrensi vena jugularis Oliguria Orthopnea Efusi pleura Refleks hematokrit vena jugularis positif Mengalami perubahan tekanan arteri pulomonal Kongisti paru Gelisah bunyi jantung S3 Perubahan berat jenis urine Kenaikan berat badan dalam periode singkat Tujuan atau kriteria evaluasi Contoh mengunakan bahasa NOC Kelebihan



volume



cairan bisa



dikurangi,



yang



dibuktikan



dengan keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam basa, dan indikator fungsi ginjal yang adekuat Keseimbanagan cairan tidak akan terganggu (kelebihan ) yang di buktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) Keseimbanagan asupan dan haluaran dalam 24 jam Berat badan stabil Berat jenis urine dalam batas normal Keseimbangan cairan tidak akan terganggu (kelebihan) yang dibuktikan oleh indikatir berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) Suara napas tambahan Asietas, distensi vena leher, dan edema perifer Contoh lain: Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan dan diet Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang diperoleh Mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk pasien Tidak mengalami pendek apas Hemotrokrit dalam batas normal Intervensi NIC Pemantaun elektrolit: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan elektrolit 23



Manajemen cairan: meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal atau di luar harapan Pemantauan cairan: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan Manajemen cairan/elektrolit: mengatur dan mencegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan/atau elektrolit Manajemen hipervolemia : menurunkan volume cairan intrasel atau ekstrasel dan mencegah komplikasi pada pasien yang mengalami kelebihan volume cairan Manajemen eliminasi urine : mempertahankan pola eleminasi urine yang optimal Aktivitas keperawatan Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral,dan periorbiatal Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskular yang diidentifikasikan dengan peningkatan tanda, gawat napas, frekuensi nadi, dan peningkatan tekanan darah Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan integritas kulit Kaji efek pengobatan (misalnya steroid, diuretik, dan litium) pada edema Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstremitas Manajemen cairan(NIC) Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan(misalnya peningkatan jenis urine, peningkatan BUN, penurunan hema tokrit dan peningkatan kadar osmolalitas urine) Pantau indikasi kelebihan atay retensi cairan (misalnya crackle, pening kata CVP atau tekanan baji kapiler paru, edema, distensi vena leher) Penyuluhan untuk pasien/keluarga Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema, pembatsan diet dan penggunaan, dosis, dan efek samping obat yang di programkan Manajemen cairan (NIC) Anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan kebutuhan



24



Aktifitas kolaborasi Lakukan dialisis jika diindikasi Konsultasi dengan penyedia layanan kesehatan primer pengenai pengunaan stoking antiemboli atau balutan ace Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang adekuat dan pembatasan natrium manajemen cairan (NIC): Konsultasi kedokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan menetap atau memburuk. d. Nyeri akut 1) Tujuan/kriteria evaluasi Memperlihatkan pengendalian nyeri yang di buktikan oleh indikator sebagai berikut ( sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,atau selalu) 2) Kriteria hasil : 3) Intervensi NIC Aktivitas keperawatan Gunakan laporan dan psien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada skala 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri, atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat). Gunakan bagan nyeri untuk memantau peredaan nyeri atau oleh analgesik dan kemungkinan efek sampingnya. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai dan tingkat perkembangan nyeri Manajemen nyeri NIC Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karekteristik, awitan dan durasi, frekuensi dan kualitas, intensitas atau keparahan nyeri,dan fakror presipitasi nya. Observasinya isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.



25



Penyuluhan pasien/keluarga Seratkan dan instruksikan pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum pasien, frekuensi pemberian, kemungkinan mengalami efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat tersebut. (misalnya, instruksikan pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapatdicapai. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dantawarkan strategi koping yang disarankan. Pebaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid. Aktivitas kolaboratif kelola nyeri pasca bedah awal dengan memberikan opiat yang terjadwal (misalnya setiap 4 jam selama 36 jam ) atau PCA



26



DAFTAR PUSTAKA



Digiulio. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: RapHa Publishing. Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. PPNI. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI. Soesetyo. (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Respiratoris. Jakarta: Salemba Medika. Somantri. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Suprapto. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Trans Info Media. Wilkonson. (2016). Diagnosa Keperawatan . Jakarta: EGC.



27