Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS “ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA AGREGAT BAYI DAN BALITA”



OLEH : ADILLA PERMATA SYAFNI HUKAMA ARIBI SALMA SYAFITRI YELZA PRICILIA



DOSEN PEMBIMBING : NS. DESI DESWITA, M.KEP., SP. KOM



PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES RI PADANG 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat guna untuk menyelesaikan tugas pembuatan makalah sebagai salah satu penunjang nilai mata kuliah Keperawatan Komunitas II. Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas II serta semua pihak yang turut mendukung pembuatan makalah ini. Penulis Menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi pembaca, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusunnya.



Padang, Januari 2020



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………………….. B. Rumusan Masalah………………………………………………………………. C. Tujuan…………………………………………………………………………… BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Komunitas...................................................................................... B. Konsep Bayi dan Balita............................................................................... C. Tumbuh Kembang Balita............................................................................. D. Masalah Kesehatan pada Kelompok Balita di Indonesia.................................. E. Indikator Kesehatan pada Kelompok Bayi dan Balita...................................... F. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan.......................................................... G. Program dan Kebijakan Pemerintah untuk Kesehatan Bayi dan Balita………… H. Ruang Lingkup Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Balita…………………… I. Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Bayi dan Balita…………… BAB III ASKEP PADA AGREGAT BAYI DAN BALITA A. Pengkajian………………………………………………………………………. B. Analisa Data……………………………………………………………………... C. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………………... D. Implementasi Keperawatan……………………………………………………… E. Evaluasi Keperawatan……………………………………………………………. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………………………………. B. Saran……………………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai minat yang sama (Riyadi, 2009). Salah satu kelompok khusus dalam keperawatan komunitas adalah kelompok balita. Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai minat yang sama (Riyadi, 2007). B. Rumusan Masalah Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok bayi dan balita? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan pada kelompok khusus bayi dan balita 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui konsep komunitas b. Mengetahui konsep bayi dan balita dan tumbuh kembang yang terjadi pada masa bayi dan balita c. Mengetahui ruang lingkup keperawatan dan peran perawat komunitas pada kelompok bayi dan balita d. Menyusun asuhan keperawatan komunitas pada kelompok bayi dan balita



BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Komunitas Saunders (1991) mendefinsikan Komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang atau sistem sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunitas terdiri dari sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat relatif sama serta adanya interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Harnilawati (2013) menjelaskan bahwa keperawatan komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health family) juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat mengindentifikasi masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain (WHO,1947). Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun, 2006). Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktek melakukan promosi kesehatan dan melindungi kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan ilmu keperawatan, ilmu sosial dan ilmu kesehatan masyarakat yang berfokus pada tindakan promotif dan pencegahan penyakit yang sehat (Anderson & McFarlane, 2011). Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, edinamis, kontinyu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah



seperti



pengkajian,



perencanaan,



implementasi



dan



evaluasi



keperawatan (Wahyudi, 2010). B. Konsep Bayi dan Balita Bayi merupakan makhluk hidup mungil calon manusia yang berbentuk daripertemuan sperma dan sel telur di dalam rahim seorang wanita. Neonate adalah



istilah bagi bayi yang baru berumur 2 minggu pertama kehidupannya. Biasanya memiliki berat 3 kg dan panjang 50 cm. seorang filsuf perancis bernama Jean Jacques Rousseau member definisi bayi baru lahir sebagai makhluk tolol yang sempurna, seperti robotatau patung tanpa gerak dan hamper tidak memperlihatkan adanya perasaan. Bayi adalah pribadi yang unik, yang akan mengundang rasa ingin tahu anda (Sheila Kitzinger). Bayi adalah anak berusia 0 - 12 bulan (Husaini, 2002). Bayi merupakan makluk yang sangat peka dan halus (Choirunisa, 2009). Menurut Ana Maria Choirunisa, seorang bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1tahun, namun tidak ada batasan yang pasti, pada masa ini bayi sangat lucu dan menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian. Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan



badan



dan



perkembangan



kecerdasannya,



faal tubuhnya



juga



mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif. Pada masa toddler (1 sampai dengan 3 tahun), pertumbuhan fisik anak lebih lambat dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot, dan anak mulai berjalan jalan. Anak perlu diawasi dalam beraktivitas karena anak tidak memperhatikan bahaya (Nursalam, 2010). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan



pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan. C. Tumbuh Kembang Bayi dan Balita Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni: 1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan kakinya. 2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jari. 3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lainlain. Menurut Sigmun Freud tahap perkembangan manusia terdiri dari lima fase, yaitu fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten, dan fase genital. Dari kelima fase ini, tiga fase awal yaitu fase oral, anal dan laten dilalui saat masa balita. (Wong, 2009). 1. Fase Oral Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau gastritis. 2. Fase Anal Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang dengan kepribadian



agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini. 3. Fase Phallic Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah orangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan tidak tahu aturan. Dari beberapa fase ini, fase yang dialami oleh balita adalah fase Kepercayaan vs ketidak-percayaan, Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu dan Inisiatif vs rasa bersalah. (Wong, 2009). 1. Kepercayaan vs ketidak-percayaan, 0-1 tahun. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Bayi akan menangis sebagai respon ketidakpercayaannya dengan hal-hal yang dianggap asing. 2. Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu, 1-3 tahun. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia juga mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya 3. Inisiatif vs rasa bersalah, 3-5 tahun Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.



D. Masalah Kesehatan pada Kelompok Balita di Indonesia Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. 1. Gizi kurang dan Gizi buruk Penyebab gizi kurang dan gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan. Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian ASI ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun. 2. Diare Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama di negara berkembang seperti Indonesia.



Menurut data World Health



Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila



tidak



diatasi



lebih



lanjut



akan



menyebabkan



dehidrasi



yang



mengakibatkan kematian. 3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas. ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. E. Indikator Kesehatan Kelompok Bayi dan Balita Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir. 1. Angka Kematian Bayi



Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Penyakit yang hingga saat ini masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, diantaranya penyakit diare, tetanus, gangguan perinatal, dan radang saluran napas bagian bawah. 2. Angka Kesakitan Bayi Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi, dan pendidikan ibu. 3. Status Gizi Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang optimal. Kecukupan gizi dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini resiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan kesehatan anak. 4. Angka Harapan Hidup Waktu Lahir Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur selanjutnya dalam menentukan derajat kesehatan anak. Dengan mengetahui angka harapan hidup, maka dapat diketahui sejauh mana perkembangan status kesehatan anak. Hal ini sangat penting dalam menentukan program perbaikan kesehatan anak selanjutnya. Usia harapan hidup juga dapat menunjukkan baik atau buruknya status kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai faktor, sperti factor social, ekonomi, budaya, dan lain-lain.



F. Factor yang Mempengaruhi Kesehatan Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak balita adalah sebagai berikut: 1. Faktor Kesehatan Faktor kesehatan merupakan faktor utama yang dapat menentukan status kesehatan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status kesehatan anak itu sendiri, status gizi, dan kondisi sanitasi. 2. Faktor Kebudayaan Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan anak, dimana terdapat keterkaiatan secara langsung antara budaya dengan pengetahuan. Budaya di mayarakat dapat juga menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang dianggap baik oleh masyarakat padahal budaya tersebut justru menrunkan kesehatan anak. Sebagai contoh, anak yang badannya panas akan dibawa ke dukun dengan keyakinan terjadi kesurupan/kemasukan barang ghaib. Contoh lain, anak yang pasca operasi dilarang makan telur dan daging ayam atau sapi karena dianggap dapat menambah nyeri dan jumlah nanah atau pus pada luka operasi dan menghambat proses penyembuhan luka operasi. Berbagai contoh budaya yang ada di masyarakat tersebut sangat besar mempengaruhi derajat kesehatan anak, mengingat anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang tentunya membutuhkan perbaikan gizi atau nutrisi yang cukup. 3. Faktor Keluarga Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak. Pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan keluarga serta nilai-nilai yang ditanamkan Apakah anak dijadikan sebagai pekerja ataukah diperlakukan sebagaimana mestinya dan dipenuhi kebutuhannya baik asah, asih, dan asuhnya. Peningkatan status kesehatan anak juga terkait langsung dengan peran dan fungsi keluarga terhadap anaknya, seperti membesarkan anak, memberikan dan menyediakan makanan, melindungi kesehatan, memberikan perlindungan secara psikologis, menanamkan nilai budaya yang baik, memepersiapkan pendidikan anak, dan lain-lain (Behrman, 2000).



G. Program dan Kebijakan Pemerintah untuk Kesehatan Bayi dan Balita Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai berikut: 1. Meningktakan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu, serta unit-unit terkait di masyarakat. Cakupan pelayanan diperluas dengan pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan desa, perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan desa, dan puskesmas keliling. 2. Meningkatkan status gizi masyarakat Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPGK. Kegiatan UPGK tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang rawna memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok beresiko tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan ekonominya rendah. 3. Meningkatkan peran serta masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan.



Upaya atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, pebaikan gizi, dan lain-lain. 4. Meningktakan manajemen kesehatan Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolahan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan professional yang mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan tersebut antara lain : 



Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan petugas Puskesmas. Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu : a. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak dan angka kelahiran. b. Mempercepat



penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia



Sejahtera (NKKBS) agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan dan kemampuan. c. Meningkatkan kemandirian masyarakat. d. meningkatkan cakupan Puskesmas. e. Meningktakan manajemen kesehatan 



BKB (Bina Keluarga Balita) Bina keluarga balita adalah kegiatan yang khusus mengelola tentang pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang benar berdasarkan kelompok umurm yang dilaksanakan oleh sejumlah kader dan berada di tingkat RW. Tujuan BKB : a. Bagi orang tua : -



Agar dapat mengurus dan merawat anak serta pandai membagi waktu dan mengasuh anak



-



Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pola asuh anak yang benar



-



Untuk meningkatkan keterampilan dalam g=hal mengasuh dan mendidik anak balita



-



Supaya lebih terarah dalam cara pembinaan anak



-



Agar mampu mencurahkan perhatian dan kasih saying terhadap anak sehingga tercipta ikatan batin yang kuat



-



Agar mampu membentuk anak yang berkualitas



b. Bagi anak : -



Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa



-



Berkepribadian luhur



-



Tumbuh dan berkembang secara optimal



-



Cerdas, terampil, dan sehat



-



Memiliki dasar kepribadian yang kuat guna perkembangan selanjutnya.







Program PAUD Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu: -



Untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya.



-



Untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.



H. Ruang Lingkup Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Balita Ruang lingkup kegiatan keperawatan kelompok khusus balita mencakup upaya-upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan resosilitatif melalui berbagai kegiatan yang terorganisisasi sebagai berikut: 1. Upaya Promotif a.



Penyuluhan untuk memberikan informasi kepada orangtua, terutama ibu tentang pemenuhan dan peningkatan gizi bayi dan balita sesuai usia tumbuh kembangnya. Bayi usia 1 sampai 6 bulan hanya boleh diberikan ASI, lebih dari 6 bulan diperbolehkan untuk diberikan makanan pendamping ASI.



b.



Memberikan informasi tentang kebersihan diri bayi meliputi cara memandikan bayi yang benar, cara perawatan tali pusat, cara mengganti popok bayi, dsb.



c.



Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi yang meliputi jenis-jenis imunisasi, usia pada saat dilakukan imunisasi, manfaat, efek samping, dan akibat yang akan timbul jika tidak dilakukan imunisasi.



d.



Memberikan informasi tentang pentingnya memeriksakan bayi dan balita yang sakit ke petugas kesehatan



e.



Memberikan informasi tentang pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita.



2. Upaya Preventif a.



Imunisasi terhadap bayi dan balita.



b.



Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah.



c.



Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita.



d.



Pemberian vitamin A, yodium, dan obat cacing.



e.



Skrining untuk deteksi penyakit atau kelainan pada bayi dan balita sejak dini.



3. Upaya Kuratif a. Melakukan pelayanan kesehatan dan keperawatan. b. Melakukan rujukan medis dan kesehatan. Bayi atau balita dengan penyakit tertentu perlu diberikan perawatan lebih lanjut.



c. Perawatan lanjutan dari Rumah Sakit, dilakukan oleh orangtua tetapi masih dalam pengawasan petugas kesehatan untuk memulihkan kondisi kesehatan bayi atau balita. d. Perawatan tali pusat terkendali pada bayi baru lahir. 4. Upaya Rehabilitatif Bayi dan balita pasca sakit, perlu waktu untuk masa pemulihan. Upaya pemulihan yang dapat dilakukan yaitu latihan fisik dan fisioterapi. 5. Resosialitatif Upaya mengembalikan ke dalam pergaulan masyarakat. Misal: kelompok balita yang diasingkan karena autis, ADHD. I. Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Bayi dan Balita Perawat komunitas minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan, pendidik atau penyuluh kesehatan, penemu kasus, penghubung dan koordinator, pelaksana konseling keperawatan, dan model peran. Dua peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok khusus balita merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran tersebut, perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mendukung kelompok khusus balita mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas pada kelompok khusus balita : 1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan (care provider) Peranan utama perawat komunitas yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada balita, baik itu balita dalam kondisi sehat maupun yang sedang sakit. 2. Pendidik (health educator) Perawat sebagai pendidik atau penyuluh, memberikan pendidikan atau informasi kepada keluarga yang berhubungan dengan kesehatan balita. Diperlukan pengkajian tentang kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan balita. Dari hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien dan informasi apa yang dibutuhkan.



3. Konselor Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh orangtua yang mempunyai balita untuk membantu memberikan jalan keluar berbagai permasalahan kesehatan balita dalam kehidupan sehari-hari. 4. Pemantau Kesehatan (health monitor) Perawat ikut berperan memantau kesehatan balita melalui posyandu, puskesmas, atau kunjungan rumah. Pemantauan ini berguna mengetahui dinamika kesehatan balita terutama pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga jika terjadi masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi secara tepat dengan segera. 5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of service) Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dan tidak terpisah-pisah. Perawat juga dapat berperan sebagai pionir untuk mengkoordinir berbagai kegiatan pelayanan di masyarakat terutama kesehatan balita dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. 6. Pembaharu (inovator) Tidak seluruhnya masyarakat mempunyai bekal pengetahuan mengenai kesehatan balita. Perawat disamping memberikan penyuluhan juga dapat menjadi pembaharu untuk merubah perilaku atau pola asuh orangtua terhadap balita di suatu wilayah, misalnya budaya yang tidak sesuai dengan perilaku sehat. 7. Panutan (role model) Perawat sebagai salah satu tenaga medis dipandang memiliki ilmu kesehatan yang lebih dari profesi lainnya di luar bidang kesehatan. Oleh sebab itu akan lebih mulia bagi perawat untuk mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan contoh baik, misalnya memberi contoh tata cara merawat balita. 8. Fasilitator Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT BAYI DAN BALITA A. Pengkajian Asuhan Keperawatan komunitas adalah suatu kerangka kerja untuk memecahkan masalah kesehatan yang ada di masyarakat secara sistematis dan rasional yang didasarkan pada kebutuhan dan masalah masyarakat. Model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri : 1) inti komunitas (the community core) 2) subsistem komunitas (the community subsystems) 3) persepsi (perception). Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya. 1. Data Inti a.



Demografi Variabel yang dapat dikaji adalah jumlah bayi dan balita baik laki-laki maupun perempuan yang berada di suatu lingkungan atau komunitas. Data diperoleh melalui melakukan wawancara dengan kepala desa, melalui puskesmas atau kelurahan berupa laporan tahunan atau rekapitulasi jumlah kunjungan pasien yang berobat.



b.



Statistik vital Data statistik vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan dan angka kematian bayi dan balita. Angka kesakitan dan kematian tersebut diperoleh dari penelusuran data sekunder baik dari Puskesmas atau Kelurahan.



c.



Etnis dan budaya Yang dikaji adalah bagaimana suku dan ras, apakah terdapat adat dan kebiasaan terhadap bayi dan balita yang dapat mempengaruhi bayi dan balita.



d.



Karakteristik penduduk Variabel karakteristik penduduk meliputi :







Fisik : Jenis keluhan yang dialami oleh warga terkait anaknya (bayi dan balita). Perawat mengobservasi ketika ada program posyandu.







Psikologis : Efek psikologis terhadap bayi dab balita maupun orang tua yaitu berupa kesedihan karena anaknya berisiko terhambatnya pertumbuhan anak atau sulit untuk berkembang.







Sosial : Sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit seperti gizi buruk masih acuh dan tidak memberikan tanggapan berupa bantuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, namun orang tua membawa anak ke posyandu rutin untuk ditimbang.







Perilaku



:



Seperti



pola



makan



yang



kurang baik



mungkin



mempengaruhi penyebab anak mengalami gizi kurang, diare dan penyakit lainnya, terlebih banyak orang tua yang kurang mampu dalam hal ekonomi. 2. Sub Sistem a.



Lingkungan fisik Yang perlu dikaji yaitu lingkungan fisik disekitar bayi dan balita apakah bersih atau tidak. Lingkungan fisik yang kurang bersih akan menambah dampak buruk terhadap penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit.



b.



Sistem kesehatan atau pelayanan kesehatan Yang dapat dikaji adalah apakah dilingkungan disekitar bayi dan balita tersebut terdapat pelayanan kesehatan atau kegiatan pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik terdekat dan kegiatan posyandu. Dan apakah orang tua bayi dan balitan tersebut sering memeriksakan anaknya.



c.



Ekonomi Yang dapat dikaji adalah finansial orang tua bayi dan balita seperti pekerjaan yang dominan diwilayah tersebut yaitu buruh, petani,dan lainnya yang berpenghasilan bervariasi untuk setiap keluarga.



d.



Keamanan dan transportasi Bagaimana keadaan diwilayah sekitar bayi dan balita tersebut apakah ada pihak yang menjamin keamanan seperti security, satpam, polisi, dan apakah



ada dilakukan ronda disekitar wilayah tersebut. Untuk transportasi yang dikaji adalah bagaimana keadaan jalan disekitar wilayah tersebut, kendaraan seperti apa yang sering digunakan. Pengkajian dilakukan dengan observasi dan wawancara sementara untuk transportasi menggunakan winshield survey. e.



Kebijakan dan pemerintahan Apakah kelompok khusus di daerah tersebut (masalah pada bayi dan balita) mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk mendapatkan program pembinaan dan pemeliharaan tentang pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas.



f.



Komunikasi Bagaimana komunikasi orang tua bayi dan balita dengan masyarakat sekitar mengenai penyakit yang timbul.



g.



Pendidikan Pendidikan sebagai sub sistem meliputi tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit balita yang dihadapi, bahaya dan dampaknya, cara mengatasi, bagaimana cara perawatan ,serta cara mencegahnya.



h.



Rekreasi Yang perlu dikaji adalah jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi atau kemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari sarana rekreasi yang ada.



3. Persepsi Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit bayi dan balita masih acuh, mungkin dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ataupun kurangnya pengetahuan kesehatan mengenai suatu penyakit. B. Analisa Data NO. 1.



DATA Data Subjektif :



PENYEBAB D.0027 Kesiapan



a. Orang tua bayi dan Peningkatan Nutrisi balita



mengatakan (SDKI, hal 70)



bahwa



anaknya Defenisi :



MASALAH KEPERAATAN Gejala dan Tanda Mayor : Subjektif : 1. Mengekspresikan keinginan untuk



susah



makan



sering



dan Pola asuhan nutrisi



diberikan yang cukup untuk



makanan



Objektif :



ringan memenuhi



1. Makan teratur dan



(snack)



serta kebutuhan



memberikan



susu metabolism dan



formula.



adekuat



dapat ditingkatkan.



b. Orang tua bayi dan balita



Gejala dan Tanda Minor : Subjektif :



mengatakan



bahwa



meningkatkan nutrisi.



1. Mengekspresikan



anaknya



pengetahuan tentang



gizi



pilihan makanan dan



mengalami buruk.



cairan yang sehat. 2. Mengikuti standar



Data Objektif :



asupan nutrisi yang tepat



Terjadinya kesehatan



masalah yang



(mis. Piramida makanan)



dialami



Objektif :



komunitas kelompok khusus pada agregat bayi dan balita



1. Penyiapan dan



seperti :



penyimpanan makanan



a. perilaku hidup bersih dan



sehat



dan minuman yang



yang



belum



mencapai



tingkat



yang



aman. 2. Sikap terhadap makanan dan minuman sesuai



diharapkan.



2.



Data Subjektif :



dengan tujuan kesehatan.



D.0110



Defisit Keterbatasan sumber daya.



a. orang tua bayi dan Kesehatan balita



mengatakan Komunitas



Gejala dan Tanda Mayor : b.d Subjektif :



adanya keterbatasan keterbatasan sumber (tidak tersedia) sumber



daya



daerah nya.



di daya



(SDKI,



244) Defenisi :



hal Objektif : 1. Terjadi



masalah



Data Objektif :



Terdapat



masalah



a. kurangnya ketersediaan kesehatan atau factor fasilitas



kesehatan



daerah tersebut.



pada risiko



yang



dapat



mengganggu kesejahteraan suatu kelompok.



kesehatan yang dialami komunitas 2. Terjadi



factor



fisiologis pada



risiko



dan/



atau



psikologis



yang



menyebabkan komunitas



anggota menjalani



perawatan. Gejala dan Tanda Minor : Subjektif : (tidak tersedia) Objektif : 1. Tidak tersedia program untuk



meningkatkan



kesejahteraan



bagi



komunitas. 2. Tidak tersedia program untuk mencegah masalah kesehatan komunitas. 3. Tidak tersedia program untuk masalah



mengurangi kesehatan



komunitas. 4. Tidak tersedia program untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas.



C. Diagnosa Keperawatan (SDKI) a. Kesiapan Peningkatan Nutrisi (D.0027) SDKI, hal 70 b. Defisit Kesehatan Komunitas b.d keterbatasan sumber daya berhubungan dengan keterbatasan sumber daya (D.0110) SDKI, hal 244 D. Intervensi Keperawatan (SLKI, SIKI) Diagnosa D.0027 Kesiapan



Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan :



Peningkatan Nutrisi (SDKI,



Status Nutrisi Bayi (SLKI, hal hal 74)



hal 70)



122)



Tindakan



Kriteria Hasil :



Observasi :







Berat badan meningkat







Panjang



Intervensi Keperawatan Edukasi Nutrisi Bayi (SIKI,







Identifikasi kemampuan ibu atau



badan



meningkat



pengasuh







Kulit kuning menurun



informasi







Sclera kuning menurun







Membrane







menerima



Identifikasi kemampuan ibu atau



mukosa



kuning menurun



pengasuh







Bayi cengeng menurun



menyediakan nutrisi







Pucat menurun







Kesulitan



Terapeutik : makan







media



menurun 



Alergi



makanan



menurun 



Pola makan membaik







Tebal



lipatan



kulit



membaik 



Proses



Sediakan materi dan



tumbuh



kembang membaik



pendidikan



kesehatan 



Jadwalkan pendidikan kesehatan



sesuai



kesepakatan 



Berikan



kesempatan



kepada



ibu



pengasuh bertanya Edukasi :



atau untuk







Jelaskan tanda-tanda awal rasa lapar (mis. Bayi



gelisah,



membuka mulut dan menggelenggelengkan



keepala,



menjulur-julurkan lidah, mengisap jari atau tangan) 



Anjurkan menghindari pemberian



pemanis



buatan 



Anjurkan Hidup



Perilaku



Bersih



dan



Sehat (PHBS) 



Ajarkan cara memilih makanan



sesuai



dengan usia bayi 



Anjurkan



cara



mengatur



frekuensi



makanan sesuai usia bayi 



Anjurkan memberi



D.0110 Defisit Kesehatan Tujuan :



tetap ASI



bayi sakit Promosi Prilaku



saat Upaya



Komunitas b.d keterbatasan Status Kesehatan Komunitas Kesehatan (SIKI, hal 380) sumber daya (SDKI, hal 244)



(SLKI, hal 113)



Tindakan



Kriteria Hasil :



Observasi :







Ketersediaan program







Identifikasi



prilaku



promosi



kesehatan



upaya kesehatan yang



meningkat 



dapat ditingkatkan



Ketersediaan program Terapeutik : proteksi



kesehatan







meningkat 



Kepatuhan standar











Orientasikan



Pemantauan



yang



standar



Angka



dapat



dimanfaatnkan



komunitas



Edukasi : mortalitas







Anjurkan



memberi



bayi ASI Ekslusif



menurun Angka



morbiditas







Anjurkan menimbang balita tiap bulan



menurun 



mendukung



pelayanan kesehatan



meningkat







yang



lingkungan meningkat kesehatan 



lingkungan



kesehatan



terhadap kesehatan



Berikan



Angka



gangguan



kesehatan



mental



menurun 



Angka



berat



badan



lahir rendah menurun Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Dalam effendi & makhfudli (2009) dijelaskan strategi intervensi keperawatan komunitas antara lain : A. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson&Nies, 2011). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap, meningkatkan keterampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan kelompok (Pender,



Murdaugh, &Parsons, 2002). Pendidikan kesehatan diharapkan dapat mengubah perilaku untuk patuh terhadap saran pengelolaan secara mandiri. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Contoh pendidikan kesehatan pada kelompok khusus di lingkungan bayi dan balita adalah pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan melalui peningkatan pengetahuan orang tua, keterampilan, penanaman kebiasaan hidup sehat, terutama melalui pemahaman konsep yang berkaitan dengan prinsip hidup sehat, mencakup : a.



Memahami pola makanan sehat



b.



Memahami perlunya keseimbangan gizi



B. Proses Kelompok Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah kelompok atau kelompok swabantu (self-helpgroup). Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi lebih efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan komunitas apabila perawat komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Kegiatan pada kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama mungkin (Depkes RI, 1992). C. Partnership Kemitraan memiliki definisi hubungan atau kerja sama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005). Perawat spesialis komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi sebagai suatu mekanisme peningkatan peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi PKP. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini mengembangkan model keperawatan komunitas yang memandang masyarakat sebagai mitra (community as partner model). Kemitraan dapat dilakukan perawat komunitas melalui upaya membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang terkait dalam upaya penanganan pada baik di level keluarga, kelompok, maupun komunitas. D. Empowerment



Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, & Thomas, 1999). Pemberdayaan, kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka dirinya juga harus memberikan dorongan kepada masyarakat. Intervensi Keperawatan Komunitas dengan 3 Level Pencegahan A. Peningkatan kesehatan (promotif) dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan. Contoh kegiatan nya yaitu Promosi Kesehatan, Pendidikan kesehatan, penyebaran informasi kesehatan, penyediaan air bersih. B. Pencegahan (preventif) dilaksanakan melalui kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan mata rantai penularan penyakit dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul penyakit. Contoh kegiatan nya yaitu imunisasi, konseling dan pemberian tindakan pelayanan keperawatan komunitas pada kelompok khusus. C. Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) dilakukan melalui kegiatan mencegah komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit. E. Implementasi Keperawatan Pada Agregat Bayi dan Balita Dengan



dilakukannya



intervensi



keperawatan



komunitas



yang



disusun,



diharapkan dapat membantu kelompok khusus komunitas di lingkungan bayi dan balita untuk mengubah atau mengatur ulang faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan kelompok khusus tersebut. Implementasi keperawatan komunitas kelompok khusus pada agregat bayi dan balita di lakukan dengan melaksanakan tindakan keperawatan komunitas pada kelompok khusus bayi dan balita dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya. F. Evaluasi Keperawatan



Evaluasi keperawatan komunitas berguna untuk melengkapi proses keperawatan komunitas khususnya terhadap kelompok khusus bayi dan balita. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalu dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Konsep keperawatan yang diberikan pada agregat ini dilakukan dalam bentuk pelayanan-pelayanan kesehatan, seperti : 1. Posyandu 2. Bina Keluarga Balita 3. Pendidikan Anak Usia Dini B. Saran Diharapkan para tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan kepada agregat bayi dan balita serta para orang tua terutama kepada ibu yang merupakan pemegang peran penting dalam menentukan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan balita.



DAFTAR PUSTAKA Elisabeth T. Anderson dan RN. Judith Mc. Farlane. 2012. Community as a Partner, 6th Ed +Introduction to Community Based Nursing, 5th Ed: Theory and Practic in Nursing. Lippincot Williams and Wilkins, 2012 Efendi, Ferry & Makhfudi. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik Keperawatan. Jakarta : Salemba medika Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika Hidayat,



A.



Aziz



Alimul.



2008.



Ilmu



Kesehatan



Anak



untuk



Pendidikan



Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika Supartini,Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Anderson & McFalane. 2011. Community As Partner : Theory And Practice In Nursing. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Harnilawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Sulawesi : Pustaka As Salam Akbar, Agung. 2019. Buku Ajar Konsep- Konsep Dasar dalam Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Deepublish Supartini,Yupi. 2009. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikatir Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI