Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN PENGUKURAN KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM



OLEH KELOMPOK 2



Maria Selvina Sadhu Rambu Timba Hungguwali Skolastika B. Taunaes Clementina Asuat Viviani Penu Moy Petrus Kosa Baon



PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAIN DAN TEKNIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ekonomi Sumber Daya Alam yang berjudul “PENGUKURAN KELANGKAAN SUMBER DAYA ALAM ” dengan baik. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini.



Kupang , November 2020



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2 BAB I..........................................................................................................................................................4 PENDAHULUAN......................................................................................................................................4 A.



Latar Belakang..............................................................................................................................4



B.



Tujuan............................................................................................................................................5



BAB II........................................................................................................................................................6 PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6 A.



Pengkuran Ketersediaan SDA Stok (unrenewableresources) Menurut Rees...........................6



B.



Pengukuran Kelangkaan SDA Menurut Hanley.........................................................................8 a.



Pengukuran Berdasarkan Harga Riil......................................................................................8



b.



Pengukuran Berdasarkan Unit Cost......................................................................................10



c.



Pengukuran berdasarkan Rente Kelangkaan (Scarcity Rent).............................................10



C.



Contoh Konkrit Masalah Ketersediaan dan Kelangkaan Sumber Daya Alam di NTT.........15 a.



Ketersediaan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut di Kabupaten Lembata......................15



b.



Kelangkaan Sumber Daya Alam (Air) di Timor Tengah Selatan.......................................15



BAB III.....................................................................................................................................................18 PENUTUP................................................................................................................................................18 Kesimpulan..........................................................................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber Daya Alam adalah semua kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia, misalnya: tumbuhan, hewan, udara, air, tanah, bahan tambang, angin, cahaya matahari, dan mikroba (jasad renik). pada dasarnya Alam mempunyai sifat yang beraneka ragam, namun serasi dan seimbang. Oleh karena itu, perlindungan dan pengawetan alam harus terus dilakukan untuk mempertahankan keserasian dan keseimbangan tersebut. Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak dapat pulih meliputi SDA yang menyuplai energi seperyi minyak, gas alam, dan batubara, serta mineral yang non energi seperti misalnya tembaga, alumunium, dan lain-lain. SDA jenis ini adalah SDA yang berada dalam jumlah yang tetap berupa deposit mineral (mineral deposits)di berbagi tempat di muka bumi, SDA jenis ini bisa habis baik karena mereka tidak bisa diganti oleh proses alam maupun karena proses pergantian proses alamiahnya berjalan lebih lambat dari jumlah pemanfaatannya. Ketika SDA jenis ini (terutama berupa sumber energi) digunakan mereka akan berubah menjadi bentuk yang kurang bermanfaat seperti panas dan gas dari proses pembakaran. Ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) yang meliputiair, udara, tanah, hutan, barang tambang dan lainnya adalah hal esensial bagi kelangsungan hidup manusia.Kerusakan atau kehilangan SDAL akan menimbulkan kerugian dan menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan SDAL yang baik mampu memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Pembangunan ekonomi di satu sisi diakui telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun di sisi lain dewasa ini dikhawatirkan menimbulkan kerusakan ekosistem yang mengancam kelangsungan hidup manusia.Persoalan mendasar adalahbagaimana



mengelola



kehidupan manusia tapi dengan



SDAL



tidak 4



agar memiliki manfaat besar bagi



mengorbankan



kelestarian SDALitu



sendiri.Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukanwawasan yang luas tentang Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESDAL). Kebijakan penggunaan, pengelolaan serta konservasi SDA harus ditangani secara komprehensif karena sistem SDA sangat luas, kompleks dan saling tergantung satu sama lain. Perubahan komponen SDA secara individu dalam satu ekosistem dapat merubah sistem secara menyeluruh.Perubahan penggunaantanah dapat meningkatkan produksipertanian di satu sisi, tapi memiliki pengaruh terhadap tata air serta kualitas air dan udara di sisi lainnya. Berbagai



disiplinilmu



diperlukan



dalam



alokasi



dan



pemanfaatan



SDA.Pendekatan pemanfaatan sumber daya yang akan digunakan didekati melalui teori ekonomi tanpa menghilangkan analisis ilmu yang lain yang relevan. Masalah pemanfaatan dan alokasi sumber daya mencakup apa, berapa, metode/teknik serta untukkepentingan siapa barang tersebut dihasilkan. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui cara pengukuran ketersediaan sumber daya alam menurut Rees 2. Untuk mengetahui cara pengukuran kelangkaan menurut Hanley 3. Untuk mengetahui contoh konkrit ketersediaan dan kelangkaan sumber daya alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur



5



BAB II PEMBAHASAN A. Pengkuran Ketersediaan SDA Stok (unrenewableresources) Menurut Rees Ketika sumber daya alam sudah terdefenisikan dan diketahui, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana mengukur ketersediaan sumber daya tersebut.Berbagai upaya dilakukan untuk mencoba mengukur ketersediaan sumber daya, sehingga banyak konsep pengukuran sumber daya yang kadang sering membingungkan.Dalam buku ini, pengukuran sumber daya kita sederhanakan dari konsep Rees (1990) yang membaginya kedalam beberapa komponen. Pertama, untuk kelompok sumber daya stok (tidak terbarukan), beberapa konsep pengukuran ketersediaan yang digunakan antara lain :  1. Sumber daya hipotetikal. Adalah konsep pengukuran deposit yang belum diketahui namun diharapkan ditemukan pada masa mendatang berdasarkan survei yang dilakukan saat ini. Pengukuran sumber daya ini biasanya dilakukan dengan mengekstrapolasi laju pertumbuhan produksi dan cadangan terbukti (proven reserve) pada periode sebelumnya. 2. Sumber daya spekulatif. Konsep pengukuran ini digunakan untuk mengukur deposit yang mungkin ditemukan pada daerah yang sedikit atau belum dieksplorasi, dimana kondisi geologi memungkinkan ditemukannya deposit. 3. Cadangan kondisional (conditional reserves). Adalah deposit yang sudah diketahui atau ditemukan namun dengan kondisi harga output dan tekhnologi yang ada saat ini belum bisa dimanfaatkan secara ekonomis. 4. Cadangan terbukti (proven resource). Adalah sumber daya alam yang sudah diketahui dan secara ekonomis dapat dimanfaatkan dengan tekhnologi, harga, dan permintaan yang ada saat ini. Untuk jenis sumber daya dapat diperbarui (flow) ada beberapa konsep pengukuran ketersediaan yang sering digunakan. Pengukuran tersebut antara lain:



6



a. Pengukuran Potensi Maksimum Sumber Daya Alam Konsep ini didasarkan pada pemahaman untuk mengetahui potensi atau kapasitas sumber



daya



guna menghasilkan



barang



dan



jasa



dalam



jangka



waktu



tertentu.Pengukuran ini biasanya didasarkan pada perkiraan- perkiraan ilmiah atau teoretis.Misalnya,



diperkirakan



bahwa



bumi



mempunyai



kapasitas



untuk



memproduksi sekitar 40 ton pangan per orang per tahun (rees, 1990).Pengukuran potensial maksimum lebih didasarkan pada kemampuan biofisik alam tanpa mempertimbangkan kendala social ekonomi yang ada. b. Pengukuran Kapasistas Lestari Kapasitas lestari atau produksi lestari (sustainable yield) adalah konsep pengukuran keberlanjutan dimana ketersediaan sumber daya di ukur berdasarkan kemampuannya untuk menyediakan kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang.Berkaitan dengan sumber daya ikan misalnya, konsep ini biasa di kenal dengan suistainnable yield, dimana secara teoritis, alokasi produksi dapat di lakukan sepanjang waktu jika tingkat eksploitasi di kendalikan.Demikian juga pada sumber daya air, produksi lestari secara teoritis bisa di capai jika laju pengambilan atau (pumping rate) tidak melebihi rata-rata penurunan debit air turunan. c. Kapasistas Penyerapan (absorbtiv capacity) Kapasitas penyerapan atau kapasitas asimilasi adalah kemampuan sumber daya alam dapat pulih atau kembali ke kondisi ideal untk menyerap limbah akibat aktifitas manusia.Misalnya kemampuan Air dan Udara untuk menyerap limbah (Polutan). Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca dan intervensi manusia.. d. Kapasitas Daya Dukung (Carrying Capacity) Pengukuran kapasitas ini didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organism.Misalnya, ikan di kolam tumbuh secara positif jika daya dukung lingkungan masih lebih besar. Namun, pertumbuhan yang terus menerus akan menimbulkan kompetisi terhadap ruang dan makanan sampai daya dukung lingkungan tidak mampu lagi mendukung pertumbuhan. 7



B. Pengukuran Kelangkaan SDA Menurut Hanley Salah satu aspek krusial dalam pemahaman terhadap sumber daya alam adalah memahami juga kapan sumber daya tersebut akan habis. Jadi, bukan hanya konsep ketersediaannya yang harus kita pahami, melainkan juga konsep pengukuran kelangkaannya.Sebgaimana disampsaikan pada bagian pandangan terhadap sumber daya alam, aspek kelangkaan ini menjadi sangat penting karena dari sinilah kemudian muncul persoalan bagaimana mengelola sumber daya alam yang optimal. Secara umum, biasanya tingkat kelangkaan sumberdaya alam diukur secara dengan menghitung sisa umur ekonomis.Hal ini dilakukan dengan menghitung cadangan ekonomis yang tersedia dibagi dengan tingkat ekstraksi. Pengukuran dengan cara ini tentu saja memiliki banyak kelemahan karena tidak mempertimbangkan sama sekali aspek ekonomi didalamnya. Aspek ekonomi ini antara lain menyangkutharga dan biaya ekstraksi sebagai contoh, ketika sumberdaya menjadi langka, maka harga akan naik dan konsmsi akan berkurang. Dengan berkurangnya konsumsi ekstraksi juga berkurang sehigga faktor pembagi dalam pengukuran fisik diatas menjadi kecil.Hal ini bisa menimbulkan kesimpulan yang keliru karena seolah-olah sisa ekonomis sumberdaya kemudian menjadi panjang dan sumberdaya alam tidak lagi menjadi langka. Menyadari akan kelemahan pengukuran fisik ini, Hanley et al.,(1997) misalnya, menyarankan untuk menggunakan pengukuran moneter dengan cara menghitung harga riil, unit cost dan rente ekonomi dari sumberdaya. a. Pengukuran Berdasarkan Harga Riil Harga riil adalah harga suatu barang relatif terhadap ukuran agregat harga, dengankata lain harga disesuaikan dengan inflasi. Nilai riil menunjukkan apakah suatu harga tertentumeningkat lebih cepat/lebih lambat dibandingkan dengan harga pada umumnya.Harga riilsuatu barang kadang-kadang disebut harga “dolar konstan”.Dari



8



konsep harga nominal dan harga riil, disebutkan bahwa harga riil merupakanfungsi dari harga nominal dan inflasi. Harga Riil = f (harga nominal, inflasi) Ukuran agregat yang paling sering dipakai dalam penyesuaian harga terhadap inflasiadalah Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI).CPI dihitung oleh badan yang bernama Badan Pusat Statistik. Badan ini mencatat biaya sejumlah pasar yang besar daribarang-barang yang dibeli oleh konsumen yang “khas” pada beberapa tahun dasar yang telah berubah sejalan dengan waktu.Perubahan presentase di CPI mengukur laju inflasi dalam perekonomian. Pengukuran kelangkaan yang didasarkan pada harga riil sudah merupakan pengukuran yang banyak diterima berbagai pihak dan merupakan standar pengukuran kelangkaan dalam ilmu ekonomi.Berdasarkan standar teori ekonomi klasik, ketika barang menjadi berkurang kuantitasnya, maka konsumen mau membayar dengan harga mahal untuk komoditas tersebut.Jadi, tingginya harga barang dari sumber daya mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumber daya tersebut.Meski diterima sebagai pengukuran umum kelangkaan sumber daya, pengukuran dengan harga riil juga memiliki kelemahan.Distorsi pasar yang diakibatkan oleh intervensi pemerintah, misalnya, bisa saja menyebabkan harga sumber daya naik.Sebagai contoh, kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi subsidi menyebabkan harga BBM naik, tapi harga ini bukan karena produksi yang berkurang, melainkan karena intervensi pemerintah.Kedua, harga output dari sumber daya alam hanya mencerminkan harga pasar, namun tidak mencerminkan biaya oportunitas sosial dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ekstraksi sumber daya alam itu sendiri.Selain itu, penggunaan deflator untuk mengukur harga riil. 



Tingginya harga barang mencerminkan kelangkaan relative







Pengukuran ini mengandung kelemahan karena kegagalan pasar à public good, intervensi pemerintah



Harga output mencerminkan harga asar namun tidak mengukur biaya oportunitas sosial dari kerusakan lingkungan akibat ekstraksi SDA



9



Harga riil adalah harga suatu barang relatif terhadap ukuran agregat harga, dengankata lain harga disesuaikan dengan inflasi. Nilai riil menunjukkan apakah suatu harga tertentumeningkat



lebih



cepat/lebih



lambat



dibandingkan



dengan



harga



pada



umumnya.Harga riilsuatu barang kadang-kadang disebut harga “dolar konstan”.Dari konsep harga nominal dan harga riil, disebutkan bahwa harga riil merupakanfungsi dari harga nominal dan inflasi. b. Pengukuran Berdasarkan Unit Cost Pengukuran yang menggunakan unit cost atau biaya per unit output (input) didasarkan pada prinsip bahwa jika sumberdaya



mulai langka, biaya untuk



mengekstraksinya juga menjadi semakin besar. Sebagai contoh, jika nelayan mulai menyadari bahwa ikan sudah mulai susah di tangkap, ia harus melaut kedaerah yang lebih jauh yang menyebabkan biaya tenaga kerja per produksi meningkat. Salah satu contoh klasik pengukuran unit cost adalah apa yang di lakukan oleh barrnet dan morse (1963) yang mengukur kelangkaan sumberdaya berdasarkan index of real unit cost. Hasil studi bernet dan morse misalnya tidak menunjukkan adanya kelangkaan sumberdaya kecuali untuk sumberdaya hutan. Salah satu kelebihan dari penggunaan pengukutran ini adalah di masukkanya aspek perubahan teknologi dalam produksi. Jika perubahan teknologi memungkinkan produksi lebih efisien, biaya produsi akan menurun sehingga kecenderungan penurunan unit biaya. Dengan kata lain, peningkatan sumberdaya dapat diukur dengan peningkatan indeks dari real unit cost. Meski pengukuran dengan cara ini pun sangat logis, ada beberapa catatan yang harus diperhatkan. Pertama adalah menyangkut kesulitan pengukuran capital yang di picu ole perkembangan dibidang teknologi produksi.Kondisi ini muncul karena sulitnya mengagregasukan capital untuk memperoleh unit pengukuran capital yang tepat. Kedua pengukuran unit cost juga bias keliru jika aspek subtitusi terhadap input tidak diprhatikan. Subtitusi ini sering terjadi manakala biaya satu jenis input lebih mahal sehingga pelaku akan menggantikannya dengan input yang lain. Ketiga sebagaimana dikatakan oleh hanley et al.,(1997), unit cost kurang baik digunakan sebagai penduga kelaangkaan karena unit cost didasarkan pada informasi masa lalu, jadi bukan forward looking, seperti melihat perkembangan teknologi dan sebagainya. c. Pengukuran berdasarkan Rente Kelangkaan (Scarcity Rent) 10



Pengukuran kelangkaan dengan scarcity rent didasarkan pada teori kapital sumber daya dimana rate of return manfaat yang diperoleh dari aset sumber daya alam, harus setara dengan biaya oportunitas dari aset yang lain, seperti saham. Dengan demikian, peningkatan nilai scarcity rent menunjukkan tingkat kelangkaan sumber daya alam. Scarcity rent didefinisikan sebagai selisih antara harga per unit output dnegan biaya ekstraksi marjinal atau sering disebut juga sebagai net price. Prinsip dari konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengukuran berdasarkan harga riil, hanya saja yang diukur disini adalah harga bersih atau net price. Selain konsep ekonomi dan fisik, pengukuran kelangkaan sumber daya juga dapat didekati dari interaksi antara ketersediaan sumber daya (terbatas atau tidak) dan biaya ekstraksi sepanjang waktu. Dengan adanya keterkaitan ini, Hall dan Hall (1984) melihat bahwa ada empat tipe pengukuran kelangkaan, yakni Malthusian Stock Scarcity, Malthusian Flow Scarcity, Ricardian Stock Scarcity, dan Ricardian Flow Scarcity. Keempat konsep pengukuran tersebut dapat digambarkan. Ada empat tipe pengukuran kelangkaan : 1. Malthusian Stock Scarcity Malthusian Stock Scarcity adalah kelangkaan yang terjadi jika stok dianggap tetap (terbatas) dan biaya ekstraksi per unit pada setiap periode tidak bervariasi terhadap laju ekstraksi pada periode tersebut. 2. Malthusian Flow Scarcity Malthusian Flow Scarcity merupakan kelangkaan yang terjadi akibat interaksi antara stok yang terbatas dan biaya ekstraksi per unit yang meningkat seiring dengan laju ekstraksi pada setiap periode. 3. Ricardian Stock Scarcity Ricardian Stock Scarcity merupakan kelangkaan yang terjadi dimana stok yang dianggap tidak terbatas berinteraksi dengan biaya ekstraksi yang meningkat seiring dengan ekstraksi kumulatif sampai periode akhir. 11



4. Ricardian Flow Scarcity Ricardian Flow Scarcity adalah tipe kelangkaan yang terjadi jika stok sumber daya dianggap tidak terbatas, namun biaya ekstraksi tergantung pada laju ekstraksi pada periode t, dan juga ekstraksi kumulatif sampai pada periode akhir ekstraksi. Brown dan Field mengatakan bahwa semua cara yaitu biaya produksi per satuan, harga barang sumberdaya alam dan nilai sewa ekonomis merniliki kejerahannya sendirisendiri dan mereka menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Biaya rata-rata atau biaya persatuan yang dipakai oleh Barnett dan Morse daiam mengukur kelangkaan sumberdaya alam merupakan indikator yang meragukan karena hal-hal berikut: 1) Daiam dunia yang berkembang terus, biaya rata-rata tidak tepat digunakan untuk mengukur kelangkaan yang semakin meningkat karena tingkat teknologi berkembang terus. 2) Bahwa



biaya



persatuan



tidak



memperhitungkan



biaya-biaya



pengambilan



sumberdaya di masa datang sebagai akibat dari meningkatnya kelangkaan itu sendiri. 3) Biaya persatuan tidak dapat rnenjadi indeks pengukur yang tepat, karena biaya pengambilan di masa datang tidak dapat diperhitungkan di sini. 4) Biaya persatuan tidak mencerminkan keadaan semakin berkurangnya sumberdaya alam. 5) Biaya persatuan merupakan alat pengukur yang kurang tepat. b. Bahwa harga barang sumberdaya relatif lebih baik danpada biaya persatuan sebagai pengukur kelangkaan sumberdaya alam karena: 12



1) Harga riil barang sumberdaya lebih melihat ke depan dan mencerminkan adanya biaya yang diharapkan di rnasa datang baik untuk eksplorasi, penemuan, maupun pengambilan. 2) Kemajuan teknologi mengalihkan tanda-tanda keiangkaan sumberdaya alam yang ditunjukkan oleh harga riil barang sumberdaya. Sebagai misal pada akhir abad ke XIX kayu menjadi langka, tetapi kemajuan teknologi telah dapat menjamin kestabilan harga barang. 3) Harga riil tidak menunjukkan adanya kecende-rungan semakin langkanya sumberdaya afam yang memiliki sumberdaya pengganti (subtitusi). 4) Harga riil sumberdaya dapat meningkat ataupun menurun, yang berarti menunjukkan adanya kelangkaan atau berkurangnya kelangkaan, tergantung pada harga mana yang dipakai untuk membuat angka indeks (price deflator). Oleh karena itu harga barang sumberdaya alam juga merupakan alat pengukur yang kurang jelas. c. Nilai sewa dari sumberdaya alam (rental rate) atau nilai sumberdaya alam di tempatnya (in situ resources), merupakan alat pengukur yang ketiga terhadap kelangkaan sumberdaya alam. Nilai sewa ini lebih tepat menggambarkan kelangkaan sumberdaya alam daripada dua cara yang disebut sebelumnya. Nilai sewa (economic rent) sumberdaya alam pada umumnya meningkat dalam beberapa puluh tahun yang terakhir, tetapi biaya produksi dan harga barang justru menurun, khususnya untuk kayu. Namun demikian ada beberapa keberatan terhadap alat pengukur ini, di antaranya yaitu: a) Sulit untuk mendapatkan data nilai sewa ekonomis dari sumberdaya alam, karena nilai sewa sumberdaya alam itu tidak praktis dalam jangka pendek. b) Nilai sewa lebih memperkirakan kelangkaan sumberdaya alam yang semakin meningkat dalam arti ekonomi, tetapi berkurangnya sumberdaya alam secara fisik belum tentu sejalan dengan kenaikan nilai sewa sumberdaya alam sebagai cermin dari kelangkaan ekonomis.



13



Selanjutnya rnasih ada kelemahan lain yang dimiiiki cieh harga barang sumberdaya alam dan scarcity rent sebagai berikut: a) Sebagian sumberdaya alam diusahakan untuk memenuhi kepentingan umum, sehingga harga pasar tia'ak mencerminkan penilaian yang sesungguhnya terhadap sumberdaya alam itu. b) Tidak ada "future market" untuk sumberdaya alam, sehingga tingkat harga dimasa yang akan datang har.ya ditentukan oleh harapan saja (expectation). c) Sumberdaya alam mempunyai aspek barang publik, yang pengkonsumsiannya tidak harus mengeluarkan orang yang tidak sanggup membayar (exclusion principle tidak berlaku), dan kalau barang itu dikonsumsi tidak mengurangi yang tersedia untuk dikonsumsi orang lain (rivalry in consumption tidak berlaku), sehingga harga pasar kurang dapat mewakili. Sebagai upaya selanjutnya, Brown dan Field mengajukan sebuah alat lagi yaitu dengan melihat elastisitas subtitusi antara faktor-faktor produksi khususnya kapital dan tenaga kerja apabiia terciapat kelangkaan sumberdaya aiam. Jadi dengan melihat kemudahan bagi faktor produksi lain dalam menggantikan sumberdaya alam yang relatif semakin langka. Semakin berkurangnya sumberdaya alam sebenarnya tidak perlu ditakutkan asalkan ada kemudahan untuk menggantikan sumberdaya yang semakin langka itu dengan sumberdaya lain yang lebih banyak jumlahnya. Jadi dalam hal ini sumberdaya alam itu tidak langka selama mudah dalam mencarikan penggantinya. Oleh karena itu tampaknya ukuran kelangkaan itu dapat dilihat dari elastisitas



substitusinya



yang



mencerminkan



tanggapan



daiam



perubahan



penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya penggantinya terhadap perubahan harga.Sebagai kesimpulan mengenai kebenaran dari alat pengukur ini perlu dikaji bagaimana ketelitian dari alat pengukur tersebut. Pendekatan dengan biaya produksi, maupun scarcity rent harus mengingat kondisi pasar yang ada khususnya apakah mekanisme pasar dapat bekerja secara sempurna, tidak ada eksternalitas (externality), dan tidak ada campur tangan pemerintah.



14



Jadi dapat kita simpulkan bahwa pendekatan secara fisik maupun secara ekonomis sama-sama memiliki kelemahan.Pendekatan secara fisik tidak memiliki kepastian mengenai besarnya persediaan, sedangkan pendekatan secara ekonomis memiliki kelemahan yaitu bila mekanisme pasar tidak dapat bekerja secara sempurna.Oleh karena itu masih sulit unluk memastikan kondisi dari sumberdaya alam itu, apakah masih melimpah aiau sudah langka adanya. C. Contoh Konkrit Masalah Ketersediaan dan Kelangkaan Sumber Daya Alam di NTT a. Ketersediaan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut di Kabupaten Lembata 



Potensi Perikanan



Dalam sektor perikanan Kabupaten Lembata mempunyai sumberdaya alam perairan yang cukup besar yakni memilki luas wilayah lautan 3.353,995 km 2 dengan panjang garis pantainya mencapai 493 km dan tersebar di semua kecamatan. Potensi lestari perikanan tangkap sampai pada tahun 2004 sebesar 12.813 ton/tahun, masingmasing untuk jenis ikan pelagis sebesar 8.832,64 ton/tahun (64,93%) dan ikan demersal sebesar 4.484,64 ton/tahun (35,07%). Produksi penangkapan selama lima tahun menunjukkan peningkatan dengan rata-rata kenaikan untuk ikan pelagis sebesar 91,95% dan ikan demersal kenaikan baru mencapai 40,92%. Tingkat pemanfaatan relatif masih kecil dengan perkembangan persentase tingkat pemanfaatan selama lima tahun. Potensi budidaya perikanan laut masih sangat tinggi dengan luas areal budidaya laut sebesar 886 ha dan tingkat pemanfaatan sampai saat ini baru mencapai 180 ha (20,32%). Komoditas budidaya laut yang dapat dikembangkan adalah ikan dengan tingkat pemanfaatan baru mencapai 10 ha, teripang 15 ha, rumput laut 20 ha dan kerang mutiara 135 ha. Infrastruktur perikanan dan kelautan yang belum memadai bahkan belum tersedia seperti TPI/PPI, pabrik es, lembaga pemantauan dan penjamin mutu produk pengolahan pasca panen dan sebagainya menyebabkan pengolahan pasca panen perikan masih bersifat tradisional sehingga produk pengolahan kurang berkualitas dan hygenis.Program dan kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan relatif masih berkutat pada upaya penigkatan produksi penangkapan dan mekanisme perencanaan 15



dan implementasi program masih bersifat top down.Aspek pemberdayaan dan pelibatan masyarakat. b. Kelangkaan Sumber Daya Alam (Air) di Timor Tengah Selatan Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan diketahui bahwa latar belakang pemilihan kec Kualin dan Kolbani, adanya persoalan kelaparan yang terjadi di beberapa kecamatan yang terletak di bagian Selatan



Kab



TTS,



diantaranya



dua kecamatan tersebut. Kelaparan terjadi akibat hujan yang hanya turun dua kali dalam satu tahun (2015)yaitu di bulan Juni dan Desember. Sedangkan pada tahun sebelumnya (2014) hanya turun 4 kali dalam setahun. Hal ini berdampak terhadap tidak tersedianya Jagung sebagai makanan pokok masyarakat akibat kekeringan berkepanjangan. Penyebaran volume dan intensitas hujan di Kab. TTS tidak merata yaitu di wilayah bagian barat dan bagian utara curah hujannya relatif tinggi, kemudian wilayah bagian tengah relatif sedang dan makin ke wilayah timur dan selatan semakin



berkurang.



Musim



hujan



berkisar selama 4 bulan yaitu pada



bulan Nopember –Februari, sedangkan 8 bulan lainnya yaitu bulan MaretOktober merupakan musim kemarau.Desa Kolbano,



Oetuke



dan



jiwa, dengan



Kec.



pekerjaan



petani.



Masyarakat mengandalkan mata air untuk memenuhi kebutuhan sekitar



di



terletak di dataran tinggi atau wilayah perbukitan berdekatan dengan



wilayah pesisir pantai Selatan, dihuni sekitar +2100 utama



Nununamat



dua desa tersebut



terdapat



7



mata



air



yang



air



bersih.Di



menjadi sumber air



bersih masyarakat, namun saat ini hanya 3 mata air yang tidak kering. Mata air terdekat berjarak +3 km dengan waktu tempuh 3-4 jam untuk mendapatkan 30-40 liter air guna memenuhikebutuhan satu keluarga (4-5 anggota keluarga) dalam satu hari tersebut, terbagi atas kebutuhan minum 10-20 liter, masak 10 liter, keperluan kakus 10 liter. Waktu pengambilan air dilakukan oleh semua anggota keluarga, biasanya jam 06.00-09.00, dan seringkali ketika berangkat ke sekolah, anak-anak membawa wadah untuk menampung air, dimaksudkan selepas sekolah dapat langsung mencari air untuk dibawa pulang berkisar antara 5-10 liter.



16



Masyarakat beradaptasi dan melakukan coping dengan mandi hanya



2



kali



dalamseminggu dan mencuci pakaian 2-3 kali seminggu di lokasi sumber air, bahkan



tidak



untuk



jarang



setiap



hari



beberapa keluarga harus membeli air



keperluan minum dengan harga Rp



15.000



per 10 liter. Pemenuhan



kebutuhan dasar air tersebut jauh di bawah standar WHO sebesar 20 L per kapita per hari (Gleick 1998)dan SDGs sebesar 50 L per kapita per hari (Bates-Eamer et al. 2015). Untuk



mengatasi



masalah



kekeringan, masyarakat melalui Musrembang



pada tahun 1998 dan 2013 mengusulkanpembuatan sumur bor, namun hingga pada



tahun



2015



belum terealisasi. Menurut informasi dari aparat desa,



rencananya sumber dana pembuatan sumur bor akan dialokasikan dari dana desa yang



diperoleh pada tahun 2015 dan 2016. Permasalahan kekeringan dan



keterbatasan sumber daya air dihadapi pula oleh masyarakat



di



desa



Kualin,



Tuafanu, dan Kiufatu ulai masa tanam. DiKec Kualin. Namun karena letak ketiga desa tersebut berada di pesisir pantai ada perbedaan karakteristik wilayah dan permasalahan secara spesifik. Desa Kualin dan Tuafanu tepat berada di jalan raya



utama



beraspal



yang



menghubungkan ke wilayah Timor Leste. Desa ini berada di pesisir pantai selatan pulau Timor masuk ke dalam Kec Kualin, dengan jumlah penduduk sebanyak +5.000 jiwa. Sumber air utama berasal dari mata air yang berjarak hingga3 km ke arah utara wilayah pegunungan Tapan. Model



pengambilan air



dilakukan



dengan



menggunakan



didorong atau dipikul. Sama hal nya dengan di daerah anggota



jerigen



Kolbano,



yang seluruh



keluarga bertanggung jawab untuk mengambil air baik itu dilakukan pagi



atausiang hari. Demikian bagi anak-anak selepas sekolah untuk menggambil air dari mata air dengan menggunakan jerigen yang telah disiapkannya. Dua wilayah ini terdapat banyak sumur dangkal dengan kedalaman 4-14 meter. Namun air dari sumur dangkal ini lama kelamaan terasa asin akibat intrusi air laut, sehingga masyarakat harus mengambil dari mata air dari Gunung Taus atau Tapan atau membeli 10 jerigen seharga Rp 25.000, dengan masing-masing jerigen berisi 5 liter



air.



Prioritas



penggunaan 17



air



untuk kebutuhan



minum,



memasak,



dan



jamban, prioritas yang sama dengan masyarakat di desa di



Kec Kolbano. Kebutuhan mandi dan cuci, terkadang menggunakan air dari sumur yang tercemar air laut.



BAB III PENUTUP



Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa: 



Pengukuran sumber daya kita sederhanakan dari konsep Rees (1990) yang membaginya kedalam beberapa komponen. Pertama, untuk kelompok sumber daya stok (tidak terbarukan) dan jenis sumber daya dapat diperbarui (flow).







Kelangkaan sumberdaya alam diukur dengan menghitung sisa umur ekonomis. Hal ini dilakukan dengan menghitung cadangan ekonomis yang tersedia dibagi dengan tingkat ekstraksi.







Contoh konkrit masalah ketersediaan dan kelangkaan Sumber Daya Alam di NTT yaitu ketersediaan Sumber Daya Alam pesisir dan laut di Kabupaten Lembata yaitu potensi ikan dan kelangkaan Sumber Daya Alam (Air) di Timor Tengah Selatan



18



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Klasifikasi dan Pengukuran Ketersediaan Sumber Daya Alam. Jakarta : Erlangga, 2007 Baso, Aris. 2014. Modul Pembelajaran Ekonomi Sumber Daya Perikanan Program Pasca Sarjana Ilmu Perikanan. Universitas Hasanuddin. Hary Jocom, Daniel D Kameo, dkk. Air dan Konflik: Studi Kasus Kabupaten Timor Tengah Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro Fauzi, Ahmad. 2004. Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Stefanus Stanis, Supriharyono. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Melalui Pemberdayaan Kearifan Lokal Di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tnggara Timur. Kupang: Universitas Widya Mandira. Suparmoko, M. 1989. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Yogyakarta: BPFE



19