Kelompok 6 Cirebonologi Revisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KETURUNAN SUSUHAN DJATI Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Cirebonologi Jurusan Pendidikan Agama Islam Semester I



Dosen Pengampu Bintang Iriyanto, M.Pd



Disusun Oleh:



DHEA AULIA NURU F GHAITSA ZAHIRA SHOFA KOTIJAH HANIF



2108101161 2108101166 2108101163



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2021/2022



i



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa taa’la yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul ”Keturunan Susuhan Djati”. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah cirebonologi. Selanjutnya, kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Bintang Iriyanto, M.Pd sebagai dosen mata kuliah cirebonologi yang telah banyak memberi bantuan dengan arahan dan petunjuk yang sangat jelas, sehingga mempermudah kami menyelesaikan tugas ini. Terimakasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung selesainya makalah ini tepat waktu. Terimakasih



Cirebon, Oktober 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.....................................................................................i DAFTAR ISI..................................................................................................ii BAB I : PENDAHULUAN A.



Latar Belakang.............................................................................1



B.



Rumusan Masalah........................................................................1



C.



Tujuan Penulisan..........................................................................1



BAB II : PEMBAHASAN A.



Keturunan dari Nyimas Babadan.................................................2



B.



Keturunan dari Nyi Kawunganten...............................................3



C.



Keturunan dari Nyi Pakungwati .................................................4



D.



Keturunan dari Putri Ong Tien....................................................4



E.



Keturunan dari Nyi Raradjati.......................................................5



F.



Keturunan dari Nyi Tepasari........................................................6



BAB III : PENUTUP A.



Kesimpulan.................................................................................8



B.



Saran...........................................................................................8



DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................9



ii



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Masalah



Prosesi penobatan Sunan Gunung Djati sebagai penguasa Cirebon setelah terlebih dahulu mempersunting Nyi Pakungwati, putri Pangeran Cakrabuana pada 1478 M. Namun demikian, berdasarkan studi literer, Sunan Gunung Djati berada di Cirebon sejak 1470 M. Ada jeda yang cukup panjang untuk menelisik, apakah dari tahun 1470 M sampai 1478 M., Sunan Gunung Djati tidak menikah ? Mengingat usia Sunan Gunung Djati ketika itu sudah patut dan pantas menikah!



B.



Rumusan Masalah



1.



Siapa saja keturunan dari Nyimas Babadan ?



2.



Siapa saja keturunan dari Nyi Kawunganten ?



3.



Siapa saja keturunan dari Nyi Pakungwati ?



4.



Siapa saja keturunan dari Putri Ong Tien ?



5.



Siapa saja keturunan dari Nyi Raradjati ?



6.



Siapa saja keturunan dari Nyi Tepasari ?



C.



Tujuan Masalah



1.



Untuk mengetahui keturunan dari Nyimas Babadan



2.



Untuk mengetahui keturunan dari Nyi Kawunganten



3.



Untuk megetahui keturunan dari Nyi Pakungwati



4.



Untuk mengetahui keturunan dari Putri Ong Tien



5.



Untuk mengetahui keturunan dari Nyi Raradjati



6.



Untuk mengetahui keturunan dari Nyi Tepasari



1



BAB II PEMBAHASAN A.



Keturunan dari Nyimas Babadan



Perempuan pertama yang menjadi istri Sunan Gunung Djati bernama Nyi Babadan. Dengan mengutip Naskah Kuningan, Hamaminata menyebutkan, bahwa Nyi Babadan adalah putri dari Maulana Huda atau lebih dikenal Ki Gedeng Babadan. Sementara menurut historyofcirebon.id yang mengutip Naskah Mertasinga pupuh X.13-X.23, disebutkan, bahwa perjumpaan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Babadan berawal dari perjalanan Sunan Gunung Djati ke arah Barat Cirebon. Disebutkan, di daerah Babadan (sekarang Babadan Tenajar, Indramayu), ia melewati tanaman cempaka putih yang layu, berpenyakit, dan kering. Tanaman itu ternyata milik Ki Gedeng Babadan, penguasa di wilayah itu. Disebutkan pula, Ki Gedeng sudah pasrah dengan tanamannya yang akan mati itu. Namun demikian ia sempat berujar: ”Siapa yang bisa menolong tanamanku yang kering ini, dan ia bisa membuatnya menjadi sehat kembali, menjadi segar seperti semula, maka anakku yang cantik akan kuberikan kepadanya dan tidak kepalang, ia pun akan kujungjung dan kuangkat menjadi jungjunganku”. Selang beberapa waktu, dengan tidak disebut jam, hari, atau bulan, tanaman cempaka putih itu tumbuh segar kembali. Usut punya usut orang yang berhasil menyembuhkan tanaman cempaka putih tersebut adalah Sunan Gunung Djati. Sebagai petunjuk, ia menggantungkan pakaiannya di salah satu tangkai tanaman itu. Singkat cerita, Ki Gedeng Babadan memenuhi ucapannya dengan menikahkan putrinya kepada Sunan Gunung Djati. Menurut Carita Caruban Nagari, pernikahan keduanya dilangsungkan pada 1471 M. Namun demikian, usia perkawinan mereka tidak berlangsung lama. Nyi Babadan wafat 1477 M. Menurut Babad Tanah Sunda dan Naskah Mertasinga, sebagaimana dikutip Rochani selama perkawinannya mereka tidak dikaruniai keturunan. B. Keturunan dari Nyi Kawunganten Pernikahan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Kawunganten dilangsungkan pada 1475 M. Melalui pernikahannya dengan Nyi Kawunganten, mereka dikaruniai sepasang putri dan putra, yaitu: 1. Nyi Winahon Lahir pada tahun 1477 M, bergelar Ratu Winahon. Disebutkan pada Babad Cirebon dengan mengutip Purwaka Caruban Nagari. Diinformasikan, setelah dewasa, Ratu Winahon dinikahi Sunan Kalijaga. Namun dalam perjalanan 2



pernikahannya mereka bercerai. Sebagai janda Sunan Kalijaga, Ratu Winahon selanjutnya dinikahi Pangeran Atas Angin dari Jambu Karang, bergelar Raja Lahut atau ada yang menyebut Raja Laut. Mereka menikah setelah sebelumnya Raja Lahut diangkat menjadi Adipati di Sunda Kalapa oleh Sunan Gunung Djati. Suatu yang disesalkan, sumber itu tidak menyebut apakah pernikahan mereka dikaruniai keturunan atau tidak. 2.



Pangeran Sabakingkin. Lahir pada 1478 M, bergelar Pangeran Hasanudin. Dalam rangka pengembangan wilayah dakwah Kerajaan Islam Cirebon pada 1526 M., diangkat oleh ayahnya (Sunan Gunung Djati) sebagai Adipati di Banten. Selanjutnya, pada 1552 M., Pangeran Hasanudin dinobatkan oleh Sunan Gunung Djati sebagai Panembahan Banten. Meskipun demikian, ketika itu Banten masih berada dalam pengawasan Kerajaan Islam Cirebon. Banten baru menjadi sebuah wilayah merdeka pada 1568 M. Pada itu, Pangeran Hasanudin menikah dengan putri kerajaan Islam Demak, Raden Fatah, bernama Ratu Purnamasidi. Melalui pernikahan tersebut, Pangeran Hasanudin dikaruniai tiga orang putra dan putri, masing-masing : pertama, Ratu Mas Sunyarani dikenal Ratu Mas Ayu ( Ratu Mas Ayu Sunyarani) setelah dewasa dinilahi Pangeran Timur bergelar Panembahan Madiun, putra Sultan Trenggono. Sultan Trenggono adalah putra Raden Fatah. Dengan demikian, secara genealogi keduanya masih cucu dari Raden Fatah. Kedua, Pangeran Padjajaran. Menurut Babad Cirebon, Pangeran Padjajaran kecil diasuh oleh Ratu Kalinyamat di Jepara. Setelah dewasa, Pangeran putra Sultan Banten itu dikenal dengan nama Pangeran Haryo Jeporo. Ketiga, Pangeran Maulana Yusuf. Kelak putra ketiganya itu dinobatkan sebagai Sultan Banten kedua, menggantika Pangeran Hasanuddin. B. Keturunan dari Nyi Pakungwati Setelah wafat Nyi Babadan dan masih menjadi suami dari Nyi Kawunganten, tepatnya pada 1478 M., Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Pakungwati atau biasa dipanggil Nyimas Ratu Pakungwati, putri uwaknya, Pangeran Walangsungsang atau Cakrabuana. Pernikahan mereka tidak dikaruniai keturunan. Karena itu, Nyi Pakungwati mengangkat Ratu Ayu dan Pangeran Pasarean, putra dan putri Sunan Gunung Djati melalui pernikahan dengan Nyi Tepasari sebagai anak angkatnya. Dari studi literer yang dilakukan, belum ditemukan tahun wafatnya Nyi Pakungwati. C.Keturunan dari Putri Ong Tien



3



Perempuan selanjutnya yang menjadi istri Sunan Gunung Djati adalah Tan Hong Tien Nio, dikenal Putri Ong Tien. Pertemuan keduanya, menurut P.S. Sulendraningrat berawal dari kunjungan dakwah Sunan Gunung Djati ke negeri Tartar (Tiongkok). Meskipun cukup panjang uraian ceritanya, yang melekat pada memory colective dan berkembang dalam tradisi lisan masyarakat Cirebon, diantaranya sebagai nerikut : “….. Sang Raja mengadakan percobaan. Sang Putra perempuan diatas perutnya diletakan sebuah bokor kuningan dihias sedemikian rupa sehingga sang putri terlihat sebagai sedang mengandung, lalu dikeluarkan menghadap Sang Ayahanda. Berkata Sang Raja, “Hai pendeta muda, lihatlah putriku itu apakah ia mengandung oleh karena penyakit, ataukah mengandung sebenarnya, kalau kena pemyakit apa obatnya, kalau mengandung dengan siapa, supaya selekasnya Anda memberi petunjuk”. Lalu jawab Jeng Maulana, “Hai Raja Cina, itu anak Anda mengandung karena kuasanya Allah tanpa lawan jenis”. Oleh karenana Ong Tien murka sekali. Jeng Maulana sangat dimarahi dan di diusir. Jeng Maulana segera pulang meneruskan perjalanannya. Di ceritakan, Sang Putri Cina bokor kuningan yang terletak diatas perutnya itu lenyap, jadi mengandung sesungguhnya. Ong Tien terbengong-bengong dan heran sekali. Sang Putri jatuh cinta kepada Jeng Maulana siang malam menangis tidak ada yang terlihat selain Jeng Maulana”. Singkat cerita, putri Ong Tien menyusul Sunan Gunung Djati ke Cirebon. Ia ditemani patih negeri Tartar, seorang adipati, dan sejumlah tentara. Rombongan itu pun tidak ketinggalan membawa keramik khas Tartar serta uang. Pernikahan Sunan Gunung Djati dan putri Ong Tien dilaksanakan pada 1481 M., di Cirebon. Setelah menikah, putri Ong Tien dikenal dengan nama Nyimas Rarasumanding. Namun, karena sangat menyukai makanan petis, ia kemudian dipanggil Ratu Petis. Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, melalui pernikahan dengan putri Ong Tien, mereka dikaruniai seorang putra, namun wafat pada saat dilahirkan. Putri Ong Tien wafat pada 1485 M., dan dimakamkan di kompleks pemakaman Gunung Sembung, bagian teratas wukir saptarengga, di luar cungkup sayap kiri, satu area dengan makam Pangeran Cakrabuana.



B.



Keturunan dari Nyi Raradjati



Selang beberapa bulan setelah Putri Ong Tien wafat, yaitu pada awal tahun 1486 M., Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Raradjati, biasa dipanggil Nyi Rarabaghdad atau Syarifah Baghdad. Menurut Babad Cirebon, Syarifah Baghdad adalah putri Syekh Datuk Kahfi atau Ki Gedeng Djati. Sementara dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, disebutkan, bahwa Syarifah Baghdad adalah adik dari



4



Maulana Abdurrahman atau Pangeran Panjunan. Melalui pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu: Pangeran Djajakelana dan Pangeran Bratakelana atau ada juga yang menyebut Pangeran Gung Anom. Pangeran Djajakelana lahir pada penghujung 1486 M. Sementara sang adik, lahir dua tahun kemudian, tepatnya pada 1488 M. Setelah dewasa, masih menurut Babad Cirebon, Pangeran Djajakelana menikah dengan Ratu Pembayun, putri Raden Fatah, raja Kerajaan Islam Demak. Namun, sebagaimana disebutkan Carita Purwaka Caruban Nagari, pada 1516 M., Pangeran Djajakelana wafat. Selanjutnya, sebagai janda dari Pangeran Djajakelana, Putri Pembayun kemudian dinikahi Fatahillah (Faletehan). Masih menurut Babad Cirebon, Pangeran Bratakelana setelah dewasa menikahi putri Raden Fatah165 lainnya, bernama Ratu Nyawa pada 1511 M. Namun demikian, Pangeran Bratakelana juga tidak berumur panjang. Selang beberapa waktu setelah pernikahannya, yaitu pada 1513 M., dalam sebuah perjalanannya ke Cirebon ia wafat diserang pasukan bajak laut. Namanya pun kemudian dikenal sebagai Pangeran Sêda (ing) Lautan atau ada juga yang menyebut Pangeran Sêda Laut. Sebagai janda dari Pangeran Sêda Laut, Ratu Nyawa kemudian dinikahi Pangeran Pasarean pada 1515 M.166 Kini, tempat peristirahatan terakhir Pangeran Sêda Laut menurut Solikhin167 berada di Mundu Pesisir. Selain Pangeran Sêda Laut, terdapat tokoh lainnya yang dimakamkan di tempat tersebut, yaitu: Syarif Abdurrahman (Kakak Nyi Rarabaghdad), Nyi Rarabaghdad (ibu Pangeran Sêda Laut), Nyi Kadilangu (Cicit ke17 Sunan Gunung Djati), dan Ki Gedeng Mundu. C.



Keturunan dari Nyi Tepasari Setelah menikah dengan Nyi Rarabaghdad, menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Tepasari. Pernikahan mereka dilangsungkan pada 1490 M. Nyi Tepasari adalah putri Ki Gedeng Tepasan, dari Majapahit. Melalui pernikahan dengan Nyi Tepasari, mereka dikaruniai sepasang putri dan putra, masing-masing:



1.



Nyi Ratu Ayu Waguran Lahir pada tahun 1493 M. Setelah dewasa, Nyi Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sebrang Lor (Adipati Unus), Sultan Demak II pada 1511 M. Umur perkawinan mereka tidak berlangsung lama, mereka pun bercerai. Nyi Ratu Ayu kemudian dinikahi Fatahillah bergelar Ratu Bagus Pasê pada 1524 M. Dari Perkawinan yang kedua-kalinya, Nyi Ratu Ayu dikaruniai dua orang putri dan putra, yaitu: Nyi Ratu Wanawatiraras (lahir, 1525 M.), dan Pangeran Sedang Garuda.



5



2.



Pangeran Muhammad Arifin



Lahir pada tahun 1495 M. Sementara, Pengeran Muhammad Arifin setelah dewasa bergelar Pangeran Pasarean. Ia menikah dengan Ratu Nyawa (janda Pangeran Sêda Laut). Melalui pernikahannya, mereka dikaruniai 6 (enam) orang putra dan



putri, masing-masing:  Pangeran Ksatrian (lahir, 1516 M.). Setelah dewasa menikah dengan putri dari Tuban, Jawa Timur, dan menetap di sana sampai wafat.  Pangeran Losari (lahir, 1518 M.). Setelah dewasa dikenal dengan gelar Panembahan Losari dan menetap di Losari sampai wafat.  Pangeran Sawarga (lahir, 1521 M.). Setelah dewasa dikenal Pangeran Cirebon I atau Pangeran Sedang Kemuning. Menikah dengan Ratu Wanawatiraras pada 1544 M. Pangeran Sawarga meninggal pada 1565 M. 



Ratu Bagus biasa dipanggil Ratu Emas (lahir, 1523 M.). Setelah dewasa menikah dengan Tubagus Banten.  Pangeran Santana Panjunan (Lahir, 1525 M).  Pangeran Ruju dengan nama lengkap Pangeran Weruju (lahir, 1528 M.). Belum ditemukan tahun wafatnya Nyi Tepasari, namun tempat persemayaman terakhirnya berada di Giri Nur Cipta Rengga (Kompleks pemakaman Gunung Sembung), bagian teratas wukir saptarengga. Hal tersebut sebagaimana disebutkan Carita Purwaka Caruban Nagari, sebagai berikut: Kawruhanta ikang candi eng pucuki ing Giri Sembung kang heneng jro gedhomg yata pantara ning sowang-sowang Nyai Gedeng Tepasan atawa Nyai Mas Tepasari yata setrinira Susuhunan Jati Purba […], kapernah wetan candi ninga Nyai Mas Tepasari yata Susuhunan Jati Purba; kapernah wetan ing malih yata Wwang Agung Pase yata Ratu Bagus Pase, mantunira Susuhunan Jati […]. Terjemah: Ketahuilah bahwa makam jang ada di puntjak Gunung Sembung, jang ada di dalam gedung, ialah di antaranja masing-masing, Njai Gedeng Tepasan atau Njai Mas Tepasari ialah istri Susuhunan Djati Purba […], jang letaknja sebelah timur makam Njai Mas Tepasari ialah Susuhunan Djati Purba, jang letaknja di sebelah timurnja lagi ialah orang besar Pase, jaitu Ratu Bagus Pase, menantu Susuhunan Djati”.



6



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Ketika masih menjadi suami dari Nyi Babadan, Sunan Gunung Djati menikahi Nyi Kawunganten. Pertemuan keduanya ditengarai oleh kunjungan Ratu Krawang kepada Sunan Gunung Djati yang ingin belajar agama Islam. Pada saat itu ia tidak datang sendirian, melainkan bersama Nyi Kawunganten. Pernikahan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Kawunganten dilangsungkan pada 1475 M. Melalui pernikahannya dengan Nyi Kawunganten, mereka dikaruniai sepasang putri dan putra, yaitu: nyi winahon dan pangeran sabakingkin. Setelah wafat Nyi Babadan dan masih menjadi suami dari Nyi Kawunganten, tepatnya pada 1478 M., Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Pakungwati atau biasa dipanggil Nyimas Ratu Pakungwati, putri uwaknya, Pangeran Walangsungsang atau Cakrabuana. Pernikahan mereka tidak dikaruniai keturunan. Karena itu, Nyi Pakungwati mengangkat Ratu Ayu dan Pangeran Pasarean, putra dan putri Sunan Gunung Djati melalui pernikahan



7



dengan Nyi Tepasari sebagai anak angkatnya. Dari studi literer yang dilakukan, belum ditemukan tahun wafatnya Nyi Pakungwati. Perempuan selanjutnya yang menjadi istri Sunan Gunung Djati adalah Tan Hong Tien Nio, dikenal Putri Ong Tien. P. Singkat cerita, atas peristiwa tersebut putri Ong Tien menyusul Sunan Gunung Djati ke Cirebon. Ia ditemani patih negeri Tartar, seorang adipati, dan sejumlah tentara. Rombongan itu pun tidak ketinggalan membawa keramik khas Tartar serta uang. Pernikahan Sunan Gunung Djati dan putri Ong Tien dilaksanakan pada 1481 M., di Cirebon. Setelah menikah, putri Ong Tien dikenal dengan nama Nyimas Rarasumanding. melalui pernikahan dengan putri Ong Tien, mereka dikaruniai seorang putra, namun wafat pada saat dilahirkan. Putri Ong Tien wafat pada 1485 M., dan dimakamkan di kompleks pemakaman Gunung Sembung, bagian teratas wukir saptarengga, di luar cungkup sayap kiri, satu area dengan makam Pangeran Cakrabuana. Selang beberapa bulan setelah Putri Ong Tien wafat, yaitu pada awal tahun 1486 M., Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Raradjati, biasa dipanggil Nyi Rarabaghdad atau Syarifah Baghdad. Menurut Babad Cirebon, Syarifah Baghdad adalah putri Syekh Datuk Kahfi atau Ki Gedeng Djati. Melalui pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua orang putra, yaitu: 1.Pangeran Djajakelana 2.Pangeran Bratakelana atau ada juga yang menyebut Pangeran Gung Anom. Setelah menikah dengan Nyi Rarabaghdad, menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Djati menikah lagi dengan Nyi Tepasari. Pernikahan mereka dilangsungkan pada 1490 M. Nyi Tepasari adalah putri Ki Gedeng Tepasan, dari Majapahit. Melalui pernikahan dengan Nyi Tepasari, mereka dikaruniai sepasang putri dan putra, masing-masing: 1. Nyi Ratu Ayu Waguran 2. Pangeran Muhammad Arifin 8



B. Saran Mempelajari ilmu keturunan susuhan Djati



tidaklah terbatasi pada pembacaan



terhadap sejarah semata, tetapi lebih dari itu ilmu tersebut mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai pisau analisis dalam merespon dan menyikapi berbagai persoalan hidup yang terus berjalan dan terus berkembang. Mempelajari ilmu ini ternyata menempatkan dan semakin membuktikan bagi kita bahwa Islam adalah agama yang shalih li kulli zaman wa makan.



9



DAFTAR PUSTAKA https://historia.id/agama/articles/enam-istri-sunan-gunung-jati-vYeeN



“Enam



Istri Sunan Gunung Jati” (Diakses Selasa, 19 Oktober 2021 pukul 11:07) https://www.liputan6.com/ramadan/read/4241800/perjalanan-cinta-putri-ong-tiendan-misteri-syair-cinta-sunan-gunung-jati-cirebon “Perjalanan Cinta Putri Ong Tien dan Misteri Syair Cinta Sunan Gunung Jati Cirebon” (Diakses Selasa, 19 Oktober 2021) https://content.co.id/istri-sunan-gunung-jati-dari-china/ (Diakses Selasa, 19 Oktober pukul 11:16) https://www.bungfei.com/2021/07/rara-tepasan-istri-sunan-gunung-jati.html?m=1 “Rara Tepasan Istri Sunan Gunung Jati dari Majapahit” (Diakses Selasa, 19 Oktober) http://digilib.uinsgd.ac.id “Full-Biografi Sunan Gunung Djati” (Diakses pada tanggal 13 Oktober 2021 pukul 13:36) https://www.historyofcirebon.id/2018/02/nyimas-babadan-istri-pertama-sunan.html “Istri-istri Sunan Gunung Djati” (Diakses tanggal 18 Oktober 2021 pukul 00.39) https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210426214841-20-635081/sunan-gunungjati-politikus-sekaligus-sang-penakluk “Sunan Gunung Jati, Politikus Sekaligus Sang Penakluk”



(Diakses



pada



tanggal



19



Oktober



2021



pukul



:



10:16)



https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/03/200000069/sunan-gunung-jatipenyebar-islam-di-tanah-pasundan “Sunan Gunung Jati Penyebar Agama Islam di Tanah Pasundan” (Diakses Selasa, 19 Oktober 2021 pukul 10:13) https://www.orami.co.id/magazine/sunan-gunung-jati/ “Cerita Sejarah Sunan Gunung Jati dengan Cara Berdakwah Lewat Jalur Politik” (Diakses Selasa 19 Oktober 2021)



10



https://m.merdeka.com/jabar/rara-tepasan-istri-sunan-gunung-jati-dari-majapahitpembawa-adat-jawa-di-keraton-cir.html “Sosok Istri Sunan Gunung Jati dari Majapahit, Pembawa Adat Jawa di Kraton Cirebon” (Diakses Selasa 19 Oktober 2021) https://www.radarcirebon.com/2019/01/27/sunan-gunung-jati-dari-nyimas-babadanhingga-putri-ongtien/#:~:text=Nyimas%20Rara%20Jati%20merupakan %20anak,membuat%20gempar%20Cirebon%20karena%20kenakalannya (Diakses Selasa, 19 Oktober 2021) Dr.H. Wawan Hernawan, M.Ag dan Dr. Ading Kusdiana, M.Ag 2020, Biografi Sunan Gunung Djati, cetakan pertama, LP2M UIN SUNAN GUNUNG DJATI halaman 92-101.



11