Kelompok 6 - Makalah Politik Ekonomi Islam Rev [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL POLITIK EKONOMI ISLAM Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata kuliah: Politik Ekonomi Islam Dosen Pengampu: M. Iqbal, M.A



DISUSUN OLEH: Sem VI / EKI A      



Ahdun Yusuf Fauzi Irsyad Fitria Intan Sri Dewi Haliza Nabil Al Arif Regina Melina Ramadhani



(0501182101) (0501182196) (0501182200) (0501182139) (0501181065)



JURUSAN EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2020/2021



ABSTRAK Politik ekonomi Islam adalah sejumlah hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pelengkap (kebutuhan sekunder dan tersier) sesuai dengan kadar kemampuannya. Tujuan ekonomi politik Islam adalah untuk menjamin tercapainya semua pemenuhan kebutuhan pokok tiap orang secara keseluruhan tanpa mengabailan kemungkinan seseorang memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu yang hidup ditengah komunitas manusia. Ekonomi politik Islam juga tidak saja bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran individu semata tanpa kendali tanpa memperhatikan terjamin tidaknya kehidupan tiap individu lainnya. Pelaksanaan politik ekonomi islam dimulai sejak ekonomi islam diterapkan pada era Nabi Muhammad SAW. Kemudian terus dilanjutkan dari waktu ke waktu oleh kaum-kaum ulama dan cendikiawan muslim yang senantiasa berusaha melestarikan nilai islam dalam bidang ekonomi. Sumber Pendapatan Negara Pada Masa Rasulullah SAW terdiri dari Jizyah; Tanah; dan sumber lainnya. Sumber-sumber pendapatan negara di zaman Rasulullah tidak hanya terbatas pada zakat semata, namun ada beberapa pos lain yang tidak kalah pentingnya dalam menyokong keuangan negara. Zakat sendiri baru disyariatkan pada tahun kedelapan Hijriyah. Dari perspektif norma teologis dan filsafat rasional, Islam adalah agama yang sangat memperhatikan terwujudnya kesejahteraan sosial. Kesejahteraan atau maslahah adalah jalan yang harus ditegakkan dalam kehidupan di dunia untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Dan kalau maslahah itu tidak bertujuan akhirat, atau hanya sekedar nafsu duniawi saja maka itu bukanlah perkara yang pantas untuk disebut dengan maslahah. Karena mashlahah ini merupakan konsep yang yang sangat luas yang terikat dengan berbagai aspek kehidupan baik ekonomi atau personal maupun kolektif yang sangat cepat dalam usaha kesejahteraan manusia.



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu model perekonomian yang diterapkan di dunia adalah Model Politik Ekonomi Islam. Negeri-negeri Islam sedang diserang gelombang dan tatanan sistem dan perencanaan ekonomi. Di sisi lain juga oleh propaganda dari sosialisme dan keadilan sosial secara luas. Kejadian ini menggugah dan mendorong para pemimpin dan cendekiawan di wilayah itu untuk merancang kebijakan ekonomi di negeri-negeri tersebut dan menyusun perencanaan perekonomian untuk meningkatkatkan pendapatan nasional dan mengadopsi sosialisme dan keadilan sosial. Maka dari itu, politik ekonomi Islam dapat memberikan dampak yang baik bagi perekonomian suatu negara. Politik Ekonomi Islam relatif asing bagi sebagian besar umat Islam, bahkan bagi kalangan ekonom Muslim saat ini. Pasalnya, ekonomi Islam yang serba lengkap telah tergerus sedemikian rupa sehingga seolah-olah hanya membincangkan mikro ekonomi yang sangat parsial; sebatas zakat-infak-sedekah serta lembaga keuangan syariah. Sedangkan politik Ekonomi Islam yang terkait dengan makro ekonomi, sama sekali tak tersentuh. Perbincangan mengenai politik ekonomi Islam sangat asing hanya sebagian besar umat Islam, bahkan bagi kalangan ekonom Muslim era sekarang. Faktanya, ekonomi Islam yang serba lengkap dan juga sedemikian rupa maju sehingga seolaholah hanya membicarakan dalam hal mikro ekonomi yang sangat mudah, misalnya hanya sebatas zakat-infak-sedekah serta lembaga keuangan syariah. Perbincangan terhadap politik ekonomi Islam itu berkaitan dengan makro ekonomi, tentu tidak menyentuh sama sekali. Keadaan tersebut sungguh menarik untuk diperhatikan, melihat perbedaan pada level perkembangan ekonomi Islam diperkirakan dua kurun waktu tersebut sangat jauh berbeda. Maka dengan ini menimbulkan pertanyaan yang



1



perlu diketahui, apakah karena faktor politik ekonomi yang terjadi pada kurun waktu ke-2 lebih mengakomodir sistem ekonomi Islam sehingga menimbulkan kepada pihak untuk lebih fokus dalam mengembangkan ekonomi Islam maupun kejadian lain. Kajian tersebut sangat penting karena dapat dijadikan sebagai landasan untuk kaum akademisi dapat mewujudkan bagaimana politik ekonomi Islam yang lebih maju dan berkembang sehingga ekonomi Islam dapat memenuhi tujuan dalam pembangunan ekonomi. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Apa hakikat dari politik ekonomi islam? 2. Apa tujuan dan fungsi politik ekonomi islam? 3. Bagaimana asal-usul pelaksanaan politik ekonomi islam? 4. Apa dalil al-qur‟an dan hadis yang berkaitan dengan politik ekonomi islam? 5. Apa saja sumber pendapatan negara pada masa Rasulullah SAW? 6. Apa saja sumber pembiayaan negara pada masa Rasulullah SAW? 7. Bagaimana kesejahteraan dalam pendangan ekonomi islam? C. Tujuan makalah Tujuan makalah ini adalah untuk memahami model perekonomian yang diterapkan banyak negara, seperti Model Politik Ekonomi Islam.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Politik Ekonomi Islam Politik Ekonomi Islam relatif asing bagi sebagian besar umat Islam, bahkan bagi kalangan ekonom Muslim saat ini. Pasalnya, ekonomi Islam yang serba lengkap telah tergerus sedemikian rupa sehingga seolah-olah hanya membincangkan mikro ekonomi yang sangat parsial; sebatas zakat-infak-sedekah serta lembaga keuangan syariah. Sedangkan politik Ekonomi Islam yang terkait dengan makro ekonomi, sama sekali tak tersentuh. Ilmu politik merupakan ilmu yang mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Secara umum ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang hubungan kekuasaan, baik sesama warga Negara, antar warga Negara dan Negara, maupun hubungan sesama Negara. Pengertian ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani oikos yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan nomos, atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”. Sedangkan Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.



3



Politik ekonomi Islam adalah sejumlah hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pelengkap (kebutuhan sekunder dan tersier) sesuai dengan kadar kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan untuk



menjamin terpenuhinya



kebutuhan



asasi



dan



(jika memungkinkan)



terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap orang.1 Hubungan Islam dan negara, dalam kajian politik ekonomi Islam klasik maupun modern, terdapat tiga paradigma, yaitu paradigma integralistik, paradigma sekuleristik, dan paradigma simbiotik. Paradigma integralistik mengajukan konsep bersatunya agama dan negara. Apa yang merupakan wilayah agama juga otomatis merupakan wilayah politik atau negara. Paradigma sekuleristik menyatakan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini, Muhammad SAW hanyalah seorang Rasul biasa seperti rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur. Nabi Muhammad tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu negara. Sedangkan paradigma simbiotik mengajukan pandangan bahwa agama dan negara berhubungan secara simbiotik, yakni hubungan timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini agama memerlukan negara karena dengan negara agama dapat berkembang dengan pesat. Sebaliknya negara membutuhkan agama karena dengan agama, negara dapat melangkah dalam bimbingan etika dan moral. B. Tujuan dan Fungsi Politik Ekonomi Islam Tujuan ekonomi politik Islam adalah untuk menjamin tercapainya semua pemenuhan kebutuhan pokok tiap orang secara keseluruhan tanpa mengabailan kemungkinan seseorang memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan 1



Ifdlolul Maghfur Peran Politik Ekonomi Islam dalam Melaksanakan Globalisasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)Jurnal Hukum Islam, Vol. 14, No.2, Desember 2016 hal 28



4



kadar potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu yang hidup ditengah komunitas manusia. Dalam hal ini ekonomi politik Islam tidak hanya berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarkat saja dalam suatu negara dengan mengabaikan kemungkinan terjamin tidaknya kebutuhan hidup tiap-tiap individu. Ekonomi politik Islam juga tidak saja bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran individu semata tanpa kendali tanpa memperhatikan terjamin tidaknya kehidupan tiap individu lainnya. Namun ekonomi politik Islam bertujuan sebagai perangkat instrumen agar dapat terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis. Baik dalam meningkatkan taraf kehidupan maupun menjamin tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut. Sedangkan tujuan ekonomi politik konvensional adalah tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri yang menjadi satusatunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Ekonomi politik konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya didunia saja tanpa memikirkan hari akhirat. Fungsi ekonomi politik Islam adalah sebagai penguat persatuan umat Islam dalam kemandirian ekonomi karena perekonomian dunia belakangan ini dikuasai oleh paham kapitalis dan sosialis. Namun cita-cita ini sangat sulit untuk diwujudkan mengingat besarnya kekuatan. Raksasa dari ideologi sekuler yang menghambat, menghalangi dan menghancurkan sistem ekonomi Islam melalui berbagai strategi seperti pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kependudukan, politik dan lainnya. Sehingga melahirkan generasi yang hanya ingin menikmati hidup serba enak tanpa melalui kerja keras serta tidak mempunyai sensitiftas terhadap persoalan sosial dalam jangka panjang. Sedangkan fungsi ekonomi politik konvensional adalah setiap individu memiliki hak mutlak untuk mengelola aset yang dimiliki untuk mengelola aset yang ia miliki untuk mendapatkan manfaat/ keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini akan



5



mengakibatkan terbentuknya sekelompok orang yang kaya dan sekelompok yang miskin. Kaum kaya akan semakin kaya dan kaum miskin akan semakin miskin. C. Asal Usul Pelaksanaan Politik Ekonomi Islam Politik ekonomi Islam adalah suatu jaminan dalam tercapainya pemenuhan setiap kebutuhan pokok hidup (basic needs) tiap orang secara keseluruhan. Tanpa mengabaikan seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sebagai individu yang hidup ditengah masyarakat. Dalam hal ini pula politik ekonomi Islam tidak hanya berupaya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam suatu negara. Dengan mengabaikan setiap kemungkinan ada tidaknya kebutuhan hidup tiap individu. Pelaksanaan politik ekonomi islam dimulai sejak ekonomi islam diterapkan pada era Nabi Muhammad SAW. Kemudian terus dilanjutkan dari waktu ke waktu oleh kaum-kaum ulama dan cendikiawan muslim yang senantiasa berusaha melestarikan nilai islam dalam bidang ekonomi. Maka, dari merekalah kita mengenal bagaimana sistem ekonomi politik islam yang sampai sekarang masih senantiasa dipraktikkan diberbagai belahan dunia, meskipun saat ini didominasi oleh sistem ekonomi lain. Politik ekonomi Islam tidak hanya memegang peran yang bertujuan untuk mengupayakan kemakmuran setiap individu semata. Sistem politik ekonomi Islam merupakan seperangkat instrumen yang dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmoniss. Namun cita-cita ini sangat sulit sekali untuk diwujudkan mengingat tingginya kekuatan raksasa dari ideologi sekuler. Melalui berbagai strategi seperti pendidikan, ekonomi, kebudayaan, kependudukan, politik dll. Beberapa strategi yang diterapkan oleh imperialis modern dalam menghalangi berkembangnya sistem kehidupan Islam.



6



Islam memandang setiap orang sebagai manusia yang harus dipenuhi setiap kebutuhan primernya secara menyeluruh. Islam memandang dengan kapasitas pribadinya untuk memenuhi setiap kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kemampuannya. Islam mendorong manusia untuk bekerja, mencari rezki dan berusaha. Bahkan Islam pun telah menjadikan hukum mencari rezeki tersebut adalah fardhu. Allah SWT Berfirman: “Maka, berjalanlah di segala penjurunya, lalu makanlah sebagian rezeki-Nya.” (QS. Al-Mulk: 15).” D. Dalil Al-Qur’an dan Hadis yang Berkaitan dengan Politik Ekonomi Islam Di dalam Islam konsep politik ekonomi berlandaskan pada Al-Qur‟an surah Al-Hasyr ayat 7. َ‫سِِ ۡي ِل َ َۡي ََ ََ ُِك ۡوََ ُ ُۡولَ ًۢ َب ۡين‬ َّ ‫ِلزسُ ۡو ِل َو ِلذِى ۡالقُ ۡزبٰ ي َو ۡاليَ ٰتمٰ ي َو ۡال َمسٰ ِك ِۡي ِن َو ۡاب ِن ال‬ َّ ‫ع ٰلي َرسُ ۡول ِٖه مِ ۡن ا َ ۡه ِل ۡالقُ ٰزى فَ ِلله ِه َول‬ ‫َم ۤا اَفَا ٓ َء ه‬ َ ُ ‫ّٰللا‬ ِۘ َ َ‫ّٰللا‬ ُ ‫الز‬ ‫ّٰللاَؕ ا ََِّ ه‬ ‫ع ۡنهُ فَا هَت َ ُٰ ۡوا ۚ َواَّٰقُوا ه‬ َّ ‫ۡاََ ۡغنِيَآءِ مِ ۡن ُِك ۡمؕ َو َم ۤا ٰا ٰٰك ُِك ُم‬ ِ ‫َِ َُِِۡ ۡال ِِقَا‬ َ ‫س ۡو ُل فَ ُُذُ هوُُ َو َما ََٰٰ ك ُِك ۡم‬



Inti dan makna yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa, harta kekayaan yang ada termasuk segala sumber daya ekonomi yang ada jangan hanya terfokus pada satu titik atau segelintir orang saja, melainkan hartaitu harus beredar dantersebar di kalangan masyarakat. Baik itu anak-anak yatim,orang miskin dan fakir, serta orangorang yang sedang dalam perjalanan(fisabilillah) berhak mendapatkan sumber daya tersebut. Selain dalam Al-Qur‟an konsep politik ekonomi Islam juga terdapat dalam hadist nabi yang artiya sebagai berikut;Diriwayatkan dari Anas bahwasannya Rasulullah sallallahualaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal (mengambil) harta milik orang Islam, kecuali atas kerelaan darinya” (HR. Ahmad).Dari hadist di atas dapat kita lihat bahwa dalam politik ekonomi Islam jugamemberi batasan yang tegas dalam hal perolehan harta. Artinya harta dan segalasumber daya ekonomi yang ada dan yang didapatkan haruslah melalui jalan yanghalal dan diridhai oleh Allah Swt.Konsep



7



politik ekonomi Islam pada dasarnya adalah konsep politik yangmenawarkan kebijakan yang menginginkan agar kesejateraan bisa dirasakan olehsemua masyarakat. Semua sumber daya yang ada haruslah dirasakan secaramerata oleh seluruh lapisan masyarakat guna tidak terjadi ketimpangan sosialyang terlalu jauh. Karena segala apa yang kita miliki di dunia termasuk hartamerupakan titipan Allah Swt. Selain itu prinsip-prinsip yang ditawarkan dalam politik ekonomi Islam merupakan prinsip Islami dan mengutamakan kehalalan. E. Sumber Pendapatan Negara Pada Masa Rasulullah SAW Sumber-sumber pendapatan negara di zaman Rasulullah Saw. tidak hanya terbatas pada zakat semata, namun ada beberapa pos lain yang tidak kalah pentingnya dalam menyokong keuangan negara. Zakat sendiri baru disyariatkan pada tahun kedelapan Hijriyah. Adapun sumber-sumber pendapatan negara pada masa Rasulullah SAW diantaranya sebagai berikut : a. Zakat Zakat Pada masa awal-awal Islam, penerimaan pendapatan negara yang bersumber dari zakat berupa uang tunai, hasil pertanian dan hasil peternakan. Zakat merupakan unsur penting karena sistemnya penunaiannya yang bersifat wajib (obligatory zakat system), sedangkan tugas negara adalah sebagai mil dalam mekanismenya. Zakat yang pertama diwajibkan adalah zakat fitrah, dan diwajibkan pada tahun kedua hijrah. Dibayar setiap bulan Ramadhan dengan kadar satu sha‟ ( 2,5 kg, atau 2,7 kg) kurma, tepung, keju, kismis. Ketentuannya, harus dibayar sebelum melaksanakan salat idul fitri. Selanjutnya, diwajibkan zakat mal yang terdiri dari emas, perak, hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, ternak, hasil dari lautan, dan juga hasil profesi.



8



Pada periode awal Islam, pengumpulan dan pengelolaan zakat dilakukan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh negara lewat baitul maal. Nabi Muhammad sebagai pemimpin Negara menunjuk beberapa sahabatnya untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat muslim yang telah teridentifikasi layak memberikan zakat serta menentukan bagian zakat yang terkumpul sebagai pendapatan dari „amil. Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapat Negara lainya, pencatatan zakat juga dibedakan atara pemasukan dan pengeluaran, di mana keduanya harus terperinci dengan jelas, meskipun tanggal penerimaan dan pengeluaran harus sama. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman Nabi SAW pengelolaan zakat bersifat terpusat dan ditangani secara terpusat, namun demikian pengelolaan zakat pada saat itu secara institusional dianggap sederhana dan masih terbatas dengan sifatnya yang teralokasi dan sementara, dimana jumlah zakat terdistribusi akan tergantung pada jumlah zakat yang terkumpul pada daerah atau kawasan tertentu, dan uang zakat yang terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq tanpa sisa.2 Jenis-jenis zakat menurut pendapat ulama ada dua jenis yaitu : 1) Zakat Mal atau zakat Harta. Ini, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing memiliki perhitungan atau nisab tersendiri, dan dapat dilihat rinciannya pada tabel zakat pada pembahasan berikutnya. 2) Zakat fitrah, yaitu zakat yang wajib dengan berbuka pada bulan Ramadan (Sayyid Sabiq;1;1983:348). Zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap orang menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Zakat ini sejumlah 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah masing-masing. Ketentuan ini, didasarkan kepada hadis Nabi Muhammad Saw yang artinya” dari Ibn Umar bahwasanya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan kepada 2



Zena Hidayat. “Pengelolaan zakat di masa Nabi, Sahabat, dan Tabi‟in”. Diunduh pada tanggal 31 Mei 2021. Dari http://repo.iain-tulungagung.ac.id/11669/5/BAB%20II.pdf



9



umat Islam. Jumlahnya, satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. Berlaku untuk setiap orang merdeka atau hamba, laki-laki maupun perempuan. Hadis riwayat Muslim. Ukuran sha’ di Arab Saudi lalu dikonfersi dengan kg di Indonesia. Ulama ada yang berpendapat satu sha’ itu 2,7 kg. Ada juga yang berpendapat 2,5 kg beras atau makanan pokok lainnya. Membayar zakat fitrah sesuai dengan makanan pokok yang dikonsumsinya setiap hari. Tidak boleh membayar zakat fitrah berbeda dengan kualitas makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari. Jika kualitasnya lebih bagus itu adalah lebih baik, asal jangan yang kualitasnya lebih jelek. Tentang jumlah, dipersilahkan memilih pendapat yang lebih diyakini kebenarannya. Akan tetapi pendapat yang 2,5 kg tentu lebih ringan dibanding dengan yang 2,7 kg. Memilih yang ringan itu dibenarkan oleh Islam. b. Ghanimah dan Khums Ketika terjadi peperangan, dimana negara mulai mendapatkan sumber pendapatan dari hasil rampasan perang (Ghanimah) yang disebut Khums (seperlima) berupa kuda, unta dan barang-barang bergerak lainnya yang didapatkan dalam peperangan (Sudarsono, 2003). Selain Khums, peperangan juga memberikan sumber pendapatan baru berupa uang tebusan dari tawanan perang bagi yang ditebus, contohnya dalam perang Badar orang Mekkah menderita kekalahan dan banyak yang ditawan oleh kaum Muslimin. Rasulullah SAW kemudian menetapkan besar uang tebusan rata-rata 4.000 dirham untuk setiap tawanan, tetapi bagi yang tidak ditebus maka mereka wajib mengajar membaca masing-masing sepuluh orang Muslim3 c. Fay‟i



3



Joko Tri Haryanto, “Tinjauan Teoritis Kebijakan Fiskal Islam Periode Nabi Muhammad SAW”, Jurnal ALQALAM, Vol. 33 No. 2, Juli-Desember 2016, hlm 130.



10



Secara terminolgi fay’i merupakan segala sesuatu yang berhu-bungan dengan harta rampasan yang diperoleh kaum muslim dengan tanpa terjadinya pertempuran. Dengan demikian, termasuk di dalamnya adalah pajak yang dikenakan kepada tanah (kharaj), pajak yang dikenakan pada kepala (jizyah), dan pajak yang dikenakan pada bea-cukai (‘usyr).18 Mengenai harta fay’i Al-Ghazali menyebutnya dengan “harta untuk kemashlahatan”.19 Fay’i pertama yang diperoleh umat Islam adalah dari suku Bani Nadhir, yaitu suku bangsa Yahudi yang melanggar Perjanjian Madinah. d. Jizyah Pada masa pemerintahannya, Rasulullah Saw. Menerapan jizyah, yakni pajak yang dibebankan kepada orang-orang non Muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalanan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk setiap orang laki-laki dewasa yang mampu membayarkannya. Perempuan anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang harus membayar pajak adalah oarang Najran yang beragama Kristen pada tahun keenam Hijriyah dan penduduk Ailah, Adzruh, serta Adzriat pada perang Tabuk. e. Kharaj Rasulullah juga menerapkan sistem kharaj, yakni pajak tanah yang dipungut dari kaum non-Muslim ketika wilayah Khaibar ditaklukan. Tanah hasil taklukan diambil alih oleh kaum Muslim dan pemilik lamanya diberikan hak untuk mengolah tanah tersebut dengan status sebagai penyewah dan bersedia memberikan sebagian hasil produksinya kepada negara. Jumlah Kharaj dari tanah ini adalah tetap, yakni setengah dari hasil produksi. Untuk memasikan sistem tersebut berjalan dengan baik dan benar Rasulullah Saw. Mengirim orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam masalah ini untuk menaksir jumlah keseluruhan hasil produksi. Sistem dan prosedur yang sama juga diterapkan di berbagai daerah lain yang berhail ditaklukan oleh kaum 11



Muslimin. Dalam perkembangan berikutnya, Kharaj menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang terpenting. 4 f. Ushr Sistem pajak lainnya yang diadopsi Rasulullah adalah ushr, sebuah jenis pajak yang telah berlngsung pada masa arab jahiliyah, khususnya di mekkah yang merupaka pusat perdagangan terbesar saat itu. Pada masa pemerintahannya Rasulullah menerapkan ushr sebagai bea impor yang dikenkan kepada semua pedagang dan dibayar hanya sekali dalam setahun serta hanya berlaku terhadap barang-barang yang bernilai 200 dirham. Di antara sumber-sumber pendapatan. Garis besarnya Ushr yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang yang melintasi perbatasan negara yang wajib dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi barang yang dinilainya lebih dari 200 dirham. Nilai besaran bea tarif yang dikenakan untuk kaum non-Muslim sebesar 5% dan Muslim sebesar 2,5%.5 Terdapat beberapa sumber pendapatan lainnya yang bersifat tambahan (sekunder). Di antaranya adalah: 1) Uang tebusan para tawanan perang, khususnya perang badar. Pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang, bahkan 6000 tahanan perang Hunain dibebaskan tanpa uang tebusan. 2) Pinjaman-pinjaman (setelahpenaklukan kota Mekkah) untukpembayaran diyat kaum Muslimin BaniJudzaimah atau sebelum pertempuran Hawazin sebesar 30.000 dirham dari Abdullah bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari sofyan bin Umayyah. 4



Suharyono, "Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah", Jurnal AGHINYA STIESNU Bengkulu, Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2019, hlm. 127-128 5



Siti Mujiatub. “Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam”. Diunduh pada tanggal 31 Mei 2021. Dari http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/download/1235/pdf_146



12



3) Khums atas rikaz atau harta karun. 4) Amwal Fadilah, yakni harta yang berasal dari harta benda kaum Muslimin yang meninggal tanpa ahli aris atau harta seorang muslim yang telah murtad dan pergi meninggalkannya. 5) Wakaf, yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seoerang Muslim untuk kepentimgan agama Allah dan pendapatannya akan disimpan di Baitul Mal. 6) Nawaib, yaitu pajak khusus yangdibebankan kepada kaum Musliminyang kaya



raya



dalam



rangka



menutupipengeluaran



negara



sekalama



masadarurat, seperti yang peranah terjadipada masa perang tTabuk. 7) Zakat fitrah 8) Bentuk lain seperti hewan qurban dankafarat denda yang dilakukan atas kesalahan serang muslim pada saat melakukan kegiatan badah, sepertiberburu pada musim haji. F. Sumber Pembiayaan Negara Masa Rasulullah ‫ﷺ‬ 



Pengeluaran Negara Masa Rasulullah ‫ﷺ‬ Dalam pos pengeluaran negara, tentu saja sangat dipengaruhi oleh fungsi



negara Islam itu sendiri. Sesuai dengan fungsinya, maka alokasi dana hendaknya meliputi kesejahteraan sosial, pendidikan dan penelitian, infrastruktur, pertahan-an dan keamanan, dakwah Islam, dan lain-lain. Ada hal-hal tertentu yang perlu dipahami di negara Islam terkait dengan pemasukan dan pengeluaran anggaran. Khususnya pada pengeluaran, ada kekhususan atau karakteristik tersendiri terkait dengan pengeluaran. Karakteristik tersebut sangat menonjol pada perhatian yang besar pada belanja atau penge-luaran bagi masyarakat yang tidak mampu. Alokasi dengan dasar ketikdakmam-puan menjadi barometer yang cukup membedakannya dengan sistem



13



belanja pada ekonomi konvensional. Di konvensioanl, terlihat jelas ketergantungan perekonomian terhadap mekanisme pasar begitu dominan. Bahkan sudah men-jadi suatu idiologi bahwa penyerahan perekonomian pada pasar akan berakhir pada kesejahteraan rakyat. Karakteristik dalam sistem Islam, paling tidak dapat dibagi dua. Yaitu, karakateristik pengeluaran terikat dan pengeluaran yang tidak terikat. Pengeluaran yang terikat adalah di mana distribusi pengeluaran dari penerimaan dialokasikan hanya kepada objek tertentu. Misalnya: zakat, khumus, dan wakaf. Pada pos zakat, akumulasi dana yang terhimpun tidak dibenarkan oleh syariat untuk dipergunakan selain kepada delapan golongan mausia yang berhak atas zakat, atau yang dikenal dengan mustahiq. Sementara, pengeluaran tidak terikat, sesuai kondisi dan kebutuhan.



Muhammad Nejatullah Siddiqi, berpendapat bahwa besar subjek pembelanjaan publik oleh suatu negara yang menerapkan ekonomi Islam tidaklah tetap. Hal ini berkaitan dengan fungsi negara yang bersifat fungsional. Siddiqi menjelaskan karakterisitik belanja publik sesuai dengan tiga macam fungsi negara. Pertama, fungsi negara berdasarkan syariah yang bersifat permanen. Kedua, berdasarkan turunan 14



syariah yang ditentukan oleh ijtihad dengan melihat keadaan pada saat itu. Ketiga, fungsi negara pada satu waku dan keadaaan berdasarkan kemauan masyarakat melalui sebuah keputusan syura. 



Pembiayaan Defisit Anggaran pendapat dan belanja yang baik adalah apabila terjadi ke-seimbangan



antara angggaran pendapatan dan pengeluaran negara. Namun, bila terjadi penerimaan kurang daripada pendapatan maka akan terjadi defisit. Sebaliknya, pengeluaran lebih sedikit daripada pendapatan maka terjadi surplus. Masalah muncul bila yang terjadi adalah defisit. Oleh karena itu, harus mengambil dari biaya defisit. Di kalangan



ekonom



Muslim, terdapat



perbedaan pandangan,



ada



yang



membolehkan, dan ada pula yang tidak. Menurut Abd. Mannan, tidaklah pantas menolak pembiayaan defisit sebagai suatu ketentuan. Karena hasil dari pada biaya defisit tersebut diperuntukkan buat kesejahteraan masyakat serta membuka lapangan kerja yang luas. Mekanisme yang dapat diambil ditempuh dalam pembiayaan defisit adalah dengan mekanisme Mudhâ-rabah, Musyârakah, dan Murâbahah. Dengan demikian, pola tersebut dapat pula diatur berdasarkan laba dan partisipasi sosial. Di samping itu, pemerintah Islam juga dapat mengumpulkan dana dengan menerbitkan sertifikat investasi atau obligasi bersasarkan pembagian laba dan kerugian



G. Kesejahteraan dalam perspektif ekonomi Islam Kemakmuran adalah impian dan harapan semua orang Tujuan masing-masing negara. Sistem ekonomi yang saat ini mendominasi dunia telah dimulai banyak masalah. Semakin banyak orang berpikir bahwa ekonomi yang ada sedang kacau. Sistem ekonomi Pandangan tradisional yang kini dominan dianggap gagal oleh berbagai pandangan. Hitung dengan melihat keadaan ekonomi sebenarnya dan dampaknya waktu saat sistem mulai berlaku. Kemakmuran adalah pilihan ideal untuk



15



perekonomian sulit untuk menemukan dirinya sendiri karena keadilan dan keadilan sosial ekonomi salah satu syaratnya adalah kekosongan dan angan-angan utopis. Islam adalah agama rahmatan lil‟alamin.Tujuan utama hukum Islam adalah mewujudkan kepentingan umat manusia di masa kini dan masa depan. Kedua ungkapan ini dengan jelas menggambarkan kedekatan hubungan Antara hukum Islam dan kepentingan. Ilmu ekonomi Islam merupakan bagian dari hukum syariah, dan tujuannya tentunya tidak terlepas dari tujuan utama hukum syariah. Tujuan utama ekonomi Islam adalah untuk mencapai tujuan umat manusia Kebahagiaan dan kemakmuran dunia ini dan akhirat (falah), dan kehidupan yang baik, dan Mulia (alhayah al-tayyibah). Inilah definisi kebahagiaan Islam, hal ini tentu saja secara fundamental berbeda dengan konsep kesejahteraan dalam Islam Ekonomi tradisional sekuler dan materialistis. Dari perspektif norma teologis dan filsafat rasional, Islam adalah agama yang sangat memperhatikan terwujudnya kesejahteraan sosial. Ada beberapa indikator. Pertama-tama, Islam berarti keselamatan, keamanan, keselamatan, dan perdamaian. Ini sangat cocok Arti kemakmuran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah keamanan, keamanan, perdamaian, kemakmuran, Dan memastikan (jauh dari) semua jenis gangguan, masalah, dll. Dari sini Maklum, masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan dakwah Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Al-Anbiyaa‟: 107 yang artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” Kedua, dapat dilihat dari isinya bahwa semua aspek ajaran Islam Itu selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Tuhan Misalnya harus disertai hubungan dengan sesama manusia (habl min Allah wa Habl Min An-nas). Demikian pula nasehat iman selalu disertai dengan nasehat berbuat hal-hal baik.



16



Ketiga, konsep khalifah manusia di muka bumi. Upaya untuk mencapai Kesejahteraan sosial adalah misi khalifah yang telah dilaksanakan sejak nabi Adam. Keempat, dalam ajaran Islam terdapat beberapa lembaga dan lembaga secara langsung Terkait upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, seperti wakaf, infaq dan Amal, zakat, dll. Zakat sebagai media Distribusi keadilan sosial dan ekonomi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat



Bentuk jaminan sosial yang



dimainkan oleh Zakat adalah menyediakan Memberikan bantuan materi (delapan asnaf) kepada fakir miskin dan orang lain yang membutuhkan. Bentuk lainnya adalah memberikan bantuan materi kepada anak yatim piatu, Janda, orang tua dan lainnya. Selain itu, Zakat juga merupakan ungkapan Persaudaraan, kebaikan, kerja sama dan toleransi dalam masyarakat. Secara rinci, untuk mencapai tujuan ekonomi Islam berupa baldatun Thayyibatun wa rabbun ghafur dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kesejahteraan Ekonomi adalah tujuan ekonomi yang paling penting. Manfaat tersebut termasuk kesejahteraan individu, masyarakat dan bangsa. b. Memenuhi kebutuhan dasar Manusia, meliputi makan, minum, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, menjamin keamanan dan sistem nasional yang memenuhi kebutuhan dasar cukup. c. Penggunaan sumber daya yang optimal, efisien, efisien dan tidak ada limbah. d. Distribusi Kekayaan, Pendapatan Kekayaan dan pembangunan yang adil dan merata. e. Melindungi kebebasan pribadi. f. Persamaan hak dan kesempatan. g.



Kerjasama dan Keadilan



17



Al-Ghazali mendefinisikan aspek kegiatan ekonomi dari fungsi kesejahteraan Dalam kerangka struktur hierarki tripartit dari kegunaan pribadi dan sosial, yaitu kebutuhan (dharuriyah), kesenangan atau kenyamanan (hajiyah) dan kemewahan. (tahsiniyah). Kunci untuk mempertahankan lima tujuan dasar (maqashid syariah) ini adalah menyediakan hal yang Dharuriyah berdampak pada kehidupan manusia dan Karena itu harus ada sebagai syarat mutlak untuk mewujudkan kehidupan itu sendiri, baik Akhirat dan dunia. Dengan kata lain, jika dharuriyah tidak terwujud, pasti Kehidupan manusia akan punah sama sekali. Kemudian ada yang namanya hajiah atau kesenangan atau kenyamanan. Ini merupakan hal-hal pokok yang sifatnya mempermudah kita dan menghindarkan kita dari kesulitan. Lalu tingkatan terakhir adalah di mana ini adalah tingkatan yang sifatnya sekunder atau tersier yang mana apabila jika ia tidak dipenuhi ia tidak akan menyebabkan kesengsaraan melainkan hanya kurangnya kesempurnaan. Tidak hanya itu kalau kau salin juga merincikan maksud maksud dari 5 maqashid Syariah yang mana menjaga jiwa menjaga harta menjaga keturunan menjaga Iman dan menjaga akal. Jadi jikalau suatu barang atau jasa telah memenuhi 5 maqashid Syariah ini maka bisa dikatakan bahwa produk barang atau jasa itu berkategorikan maslahah. Adapun maslahah ini mutlak untuk ditunaikan dan diusahakan karena mustahil bagi seorang muslim akan mencapai kebahagiaan dunia akhirat tanpa pemenuhan maslahah ini. Maka maslahah adalah jalan yang harus ditegakkan dalam kehidupan di dunia untuk mencapai kebahagiaan akhirat. janji kalau masalah itu tidak bertujuan akhirat. Dan kalau maslahah itu tidak bertujuan akhirat, atau hanya sekedar nafsu duniawi saja maka itu bukanlah perkara yang pantas untuk disebut dengan maslahah. Karena mashlahah ini merupakan konsep yang yang sangat luas yang terikat dengan berbagai aspek kehidupan baik ekonomi atau personal maupun kolektif yang sangat cepat dalam usaha kesejahteraan manusia. 18



BAB III KESIMPULAN Politik ekonomi Islam adalah sejumlah hukum (kebijakan) yang ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap individu dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pelengkap (kebutuhan sekunder dan tersier) sesuai dengan kadar kemampuannya. Untuk itu, semua kebijakan ekonomi Islam harus diarahkan untuk



menjamin terpenuhinya



kebutuhan



asasi



dan



(jika memungkinkan)



terpenuhinya kebutuhan pelengkap pada setiap orang. Tujuan ekonomi politik Islam adalah untuk menjamin tercapainya semua pemenuhan kebutuhan pokok tiap orang secara keseluruhan tanpa mengabailan kemungkinan seseorang memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar potensi yang dimilikinya sebagai seorang individu yang hidup ditengah komunitas manusia. Dalam hal ini ekonomi politik Islam tidak hanya berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarkat saja dalam suatu negara dengan mengabaikan kemungkinan terjamin tidaknya kebutuhan hidup tiap-tiap individu. Namun ekonomi politik Islam bertujuan sebagai perangkat instrumen agar dapat terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis. Baik dalam meningkatkan taraf kehidupan maupun menjamin tidaknya tiap orang menikmati kehidupan tersebut. Pelaksanaan politik ekonomi islam dimulai sejak ekonomi islam diterapkan pada era Nabi Muhammad SAW. Kemudian terus dilanjutkan dari waktu ke waktu oleh kaum-kaum ulama dan cendikiawan muslim yang senantiasa berusaha melestarikan nilai islam dalam bidang ekonomi. Maka, dari merekalah kita mengenal bagaimana sistem ekonomi politik islam yang sampai sekarang masih senantiasa dipraktikkan diberbagai belahan dunia, meskipun saat ini didominasi oleh sistem ekonomi lain.



19



Di dalam Islam konsep politik ekonomi berlandaskan pada Al-Qur‟an surah AlHasyr ayat 7. Inti dan makna yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa, harta kekayaan yang ada termasuk segala sumber daya ekonomi yang ada jangan hanya terfokus pada satu titik atau segelintir orang saja, melainkan hartaitu harus beredar dantersebar di kalangan masyarakat. Baik itu anak-anak yatim,orang miskin dan fakir, serta orang-orang yang sedang dalam perjalanan(fisabilillah) berhak mendapatkan sumber daya tersebut. Sumber-sumber pendapatan negara di zaman Rasulullah Saw. tidak hanya terbatas pada zakat semata, namun ada beberapa pos lain yang tidak kalah pentingnya dalam menyokong keuangan negara. Zakat sendiri baru disyariatkan pada tahun kedelapan Hijriyah. Dalam sistem Islam, paling tidak dapat dibagi dua pembiayaan negara. Yaitu, karakateristik pengeluaran terikat dan pengeluaran yang tidak terikat. Pengeluaran yang terikat adalah di mana distribusi pengeluaran dari penerimaan dialokasikan hanya kepada objek tertentu. Misalnya: zakat, khumus, dan wakaf. Pada pos zakat, akumulasi dana yang terhimpun tidak dibenarkan oleh syariat untuk dipergunakan selain kepada delapan golongan mausia yang berhak atas zakat, atau yang dikenal dengan mustahiq. Sementara, pengeluaran tidak terikat, sesuai kondisi dan kebutuhan. Dari perspektif norma teologis dan filsafat rasional, Islam adalah agama yang sangat memperhatikan terwujudnya kesejahteraan sosial. Ada beberapa indikator. Pertama-tama, Islam berarti keselamatan, keamanan, keselamatan, dan perdamaian. Ini sangat cocok Arti kemakmuran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah keamanan, keamanan, perdamaian, kemakmuran, Dan memastikan (jauh dari) semua jenis gangguan, masalah, dll. Dari sini Maklum, masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan dakwah Islam itu sendiri. Adapun maslahah ini mutlak untuk ditunaikan dan diusahakan karena mustahil bagi seorang muslim akan mencapai kebahagiaan dunia akhirat tanpa pemenuhan 20



maslahah ini. Maka maslahah adalah jalan yang harus ditegakkan dalam kehidupan di dunia untuk mencapai kebahagiaan akhirat. janji kalau masalah itu tidak bertujuan akhirat. Dan kalau maslahah itu tidak bertujuan akhirat, atau hanya sekedar nafsu duniawi saja maka itu bukanlah perkara yang pantas untuk disebut dengan maslahah. Karena mashlahah ini merupakan konsep yang yang sangat luas yang terikat dengan berbagai aspek kehidupan baik ekonomi atau personal maupun kolektif yang sangat cepat dalam usaha kesejahteraan manusia.



21



DAFTAR PUSTAKA Maghfur, Ifdlolul. 2016. Peran Politik Ekonomi Islam dalam Melaksanakan Globalisasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Jurnal Hukum Islam, Vol. 14, No.2, Desember 2016 hal 27 - 52 Haryanto, Joko Tri. 2016. Tinjauan Teoritis Kebijakan Fiskal Islam Periode Nabi Muhammad SAW. Jurnal ALQALAM, Vol. 33 No. 2, Juli-Desember 2016. Suharyono. 2019. Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah. Jurnal AGHINYA STIESNU Bengkulu, Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2019 Ulhaq, M. Zia. Politik Ekonomi Islam Era Globalisasi. AMAL: Journal of Islamic Economic And Business (JIEB) Vol. 02, No. 02 29 hal 29-41 Hidayat, Zena. Pengelolaan zakat di masa Nabi, Sahabat, dan Tabi’in. Diunduh pada tanggal 31 Mei 2021. Dari http://repo.iain-tulungagung.ac.id/11669/5/BAB%20II.pdf Mujiatub, Siti. Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam. Diunduh pada tanggal 31 Mei 2021. Dari http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/download/1235/pdf_14 6



22