Kelompok 8 - Laporan Praktikum Pert Terakhir [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ANTROPOMETRI, REACTION TIME, AUDIOMETRI , RADIASI DAN KEBISINGAN



Disusun Oleh : 1. Rayhani Rizky Aini Dewi



(P07133219083)



2. Ririn Apriani



(P07133219084)



3. Siti Maisah Hanani



(P07133219085)



4. Ulul Choiriyah



(P07133219086)



5. Aufarlia Tasha Tiara BT



(P07133219087)



PRODI DIPLOMA IV KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas penyertaanNya sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan Praktikum mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang berjudul Laporan Pemantauan Kepadatan Lalat. Kami berharap agar laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya,sebagai salah satu sumber pengetahuan dan bahan pembelajaran tentang bagaimana cara pemantauan kepadatan lalat.Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber pengetahuan . Kami sangat berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan penugasan kepada kami. Kami berharap laporan ini akan berguna bagi pembelajaran khususnya pada Mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan kami sangat berterima kasih dan sangat senang apabila laporan ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam proses kegiatan belajar-mengajar.



Yogyakarta, 10 Oktober 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam lingkungan kerja, berbagai faktor dapat mempengaruhi jalanya suatu pekerjaan. Faktor–faktor ini perlu diperhatikan bukan hanya karena bersifat wajar dan manusiawi, tetapi karena apabila tidak diperhatikan akan dapat menimbulkan berbagai kerugian, sebaliknya jika diperhatikan dan dapat diatur dengan baik, maka dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pekerjaan adalah komponen penyusun dari sistem kerja tersebut. Untuk itu dalam perancangan sistem kerja yang melibatkan manusia haus diperhatikan kelebihan dan kekurangan mausia itu sendiri baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Kelebihan dan kekurangan manusia dari segi fisik harus dapat disesusaikandengan komponen sistem kerja yang berupa fasilitas kerja dan tempat kerjanya. Penyesuian komponen tersebut akan sangat membantu kerja manusia tersebut sehingga sistem akan bekerja secara optimal. Untuk itulah diperlukan suatu pengukuran Anthropometri. B. Tujuan Untuk menegetahui tata cara mengukur dimensi tubuh sesuai dengan Anthropometri.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengukuran anthropometri merupakan pengukuran yang dilakukan terhadap dimensi–dimensi tubuh manusia. Hasil dari pengukuran ini dapat diaplikasikan pada sistem kerja yang melibatkan manusia saat melakukan interaksi dengan komponen sistem kerja tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam melakukan perancangan suatu fasilitas dan tempat kerja dalam suatu



sistem diperlukan



pengetahuan tentang ergonomi dan anthropometri untuk dapat mennghasilkan suatu rancangan yang tepat dan optimal dengan memanfaatkan data – data pengukuran dimensi tubuh manusia yang akan berinteraksi dengan fasilitas dan tempat kerja tersebut. Digarapkan nantinya dengan adanya pengetahuan tentang anthropometri fasilitas dan tempat kerja dapat membuat keadaan kerja lebih produktif dan nyaman. Data mengenai perancangan fasilitas kerja, maupun lokasi dan perpindahan, ditentukan oleh karakteristik tubuh manusia. Anthropometri membicarakan ukuran tubuh manusia dan aspek – aspek segala gerakan manusia maupun postur dan gaya – gaya yang dikeluarkan. Dengan bantuan dasar – dasar anthropometri , maupun aspek – aspek pandangan dan medan visual, dapat membantu mengurangi beban kerja dan mempeerbaiki untuk kerja dengan cara menyediakan tata letak tempat kerja yang optimal, termasuk postur kerja yang baik dan landasan yang dirancang dengan baik. Anthropometri merupakan bagian dari ergonomi yang akan secara khusus mempelajari ukuran tubuh yang meliputi dimensi linear, berat, isi, meliputi juga ukuran, kekuatan, kecepatan, dan aspek lain darui gerakan tubuh. Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia, dan “metri” yang berarti ukuran. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan – pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia dan anthropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain: 1. Perancangan areal kerja. 2. Perancangan peralatan seperti mesin, perkakas. 3. Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja computer. 4. Perancangan lingkungan kerja fisik. Oleh karena itu dalam kaitan ini maka perancangan produkl harus mampu mengakomondasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan mengguanakan



produk hasil rancangan tersebut. Contoh dari anthropometri adalah pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, pengukuran lemak tubuh, dan lain – lain. Apabila kita nerasa kurang nyaman atau kurang percaya diri karena berat badan kita atau tinggi badan kita, maka itulah salah satu efek dari seorang yang telah melakukan pengukuran anthropometri. Data anthropometri yang diperoleh nantinya akan menentukan bentuk, ukuran, dimensi, yang tepat yang bekaitan dengan produk yang akan dirancang sehingga manusia yang akan menggunakan atau mengoperasikan produk tersebut akan meras nyaman dan aman.



BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang dilakukan adalah Pengukuran Dimensi Tubuh (Anthropometri). B. Waktu dan Lokasi Hari / Tanggal : Selasa, 6 Oktober 2020. Waktu



: 10.00 – Selesai.



Tempat



: Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Asrama GBH Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.



C. Alat 1. Pita Ukur 2. Penggaris 3. Bangku atau kursi tanpa sandaran pungung 4. ATK D. Prosedur Kerja a. Mengukur antropometri tubuh pada posisi berdiri, yaitu : Tabel Pengukuran Antropometri Tubuh pada Posisi Berdiri No . 1.



Ukuran Definisi Antropometris Tinggi Badan Dari bagian kaki atau (TB)



lantai kemudian, tarik segmometer meteran bagian kepala.



hingga paling



atau ke atas



Gambaran Visual



2.



Tinggi Bahu



Dari bagian kaki atau



(TBh)



lantai kemudian, tarik segmometer meteran



hingga



atau ke



bagian atas bahu kanan (acromion) atau ujung tulang bahu kanan. 3.



Tinggi Siku



Dari bagian kaki atau



(TS)



lantai kemudian, tarik segmometer



atau



meteran hingga ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan 4.



Tinggi Pinggul



Dari bagian kaki atau



(TPg)



lantai kemudian, tarik segmometer meteran



hingga



atau ke



bagian pinggul kanan



5.



Lebar Bahu



Jarak



(LB)



terluar



antara lengan



bagian atas



kanan dan kiri



6.



Lebar Pinggul (LPg)



Jarak



antara



bagian



terluar pinggul kanan dan kiri pada posisi berdiri



7.



Panjang Lengan (PL)



8.



Dari ketiak ke ujung jari tengah



Jangkauan Atas Dari (JA)



tangan



titik



pegangan



pada



posis



vertikal ke telapak kaki



9.



Panjang



Dari ketiak ke siku



Lengan Atas (Pla)



10.



Panjang Lengan Bawah



Dari siku ke ujung jari tengah



(PLb)



11.



Panjang Depa



Jarak dari ujung jari tangan kanan dan jari tangan kiri pada posisi depa horizontal



Menurut (Suma’mur, 2009), pengukuran antropometri pada posisi duduk sebagai berikut: Tabel Pengukuran Antropometri Tubuh pada Posisi Duduk Ukuran No.



Definisi Antropometri



Gambaran Visual



1.



Tinggi Duduk (TD)



Dari



bagian



teratas



kepala ke tempat duduk pada posisi duduk



2.



Tinggi Siku



Dari jarak vertikal dari



Duduk (Tsd)



alas duduk ke bagian bawah lengan bawah tangan kanan



3.



Tinggi Pinggul Dari jarak vertikal dari Duduk (TPd)



alas duduk ke bagian tulang



pinggul



yang



paling atas



4.



Tinggi Lutut



Dari lutut ke telapak



Duduk (Ttd)



kaki pada posisi duduk



5.



Panjang



Jarak dari lutut ke garis



Tungkai Atas



vertikal yang melalui



(PTa)



punggung pada posisi duduk



6.



Panjang



Dari



Tungkai



telapak kaki pada posisi



Bawah (PTb)



lipat



lutut



ke



duduk



BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari praktikum pengukuran dimensi tubuh hasil yang kami dapatkan adalah sebagai berikut : 1. Standar Deviasi



No



1



Pengukuran ( Cm )



TB



Ulul Choiriyah (Xi)



Rayhani Rizky Aini Dewi



Ratarata (X)



(Xi-X)2



159



158



158,5



0,25



Simpangan baku (Standar deviasi) ∑ (Xi− X)2 SD= N −1







0,5



2



TBh



132



138



135



9



3



3



TS



103



98



100,5



6,25



2,5



4



TPg



101



93



97



16



4



5



LB



40



40



40



0



0



6



LPg



42



37



39,5



6,25



2,5



7



PL



71



70



70,5



0,25



0,5



8



JA



200



196



198



4



2



9



Pla



38



40



39



1



1



10



PLb



42



42



42



0



0



11



PD



160



161



160,5



0,25



0,5



12



TD



81



84



82,5



2,25



1,5



13



TSd



25



28



26,5



2,25



1,5



14



TPd



25



28



26,5



2,25



1,5



15



TLd



50



48



49



1



1



16



Pta



53



53



53



0



0



17



PTb



50



50



50



0



0



Ulul Choiriyah (Xi)



Rayhani Rizky Aini Dewi



Ratarata (X)



2. Persentile



No



Pengukuran ( Cm )



Persentile 5%



Persentile 95%



(X-1.645xSD)



(X-1.645xSD)



1



TB



159



158



158,5



157,6775



159,3225



2



TBh



132



138



135



130,065



139,935



3



TS



103



98



100,5



96,3875



104,6125



4



TPg



101



93



97



90,42



103,58



5



LB



40



40



40



40



40



6



LPg



42



37



39,5



35,3875



43,6125



7



PL



71



70



70,5



69,6775



71,3225



8



JA



200



196



198



194,71



201,29



9



Pla



38



40



39



37,355



40,645



10



PLb



42



42



42



42



42



11



PD



160



161



160,5



159,6775



161,3225



12



TD



81



84



82,5



80,0325



84,9675



13



TSd



25



28



26,5



24,0325



28,9675



14



TPd



25



28



26,5



24,0325



28,9675



15



TLd



50



48



49



47,355



50,645



16



Pta



53



53



53



53



53



17



PTb



50



50



50



50



50



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pengukuran anthropometri dilakukan dengan cara mengukur anggota tubuh menggunakan pita ukur. Cara mengukur dimensi - dimensi tubuh manusia secara anthropometri adalah berdasarkan karakteristik tertentu dari tubuh manusia. Cara pengolahan data anthropometri adalah dengan cara menghitung rata - rata, standar deviasi dan persentile. B. Saran 1. Dalam melakukan pengukuran terhadapa bagian tubuh, harus dilakukan dengan teliti agar ukuran yang diperoleh sesuai dengan bagian tubuh yang diukur. 2. Sampel yang diukur harus terdiri dari berbagai macam ukuran tubuh, agar mendapatkan data yang lengkap.



3. Alat ukur yang dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu agar ukuran yang diambil tidak salah.



DAFTAR PUSTAKA 1. https://www.academia.edu/34808098/LAPORAN_PRAKTIKUM_ANTROPOMETRI 2. https://docplayer.info/64554574-Laporan-resmi-praktikum-analisis-perancangankerja-dan-ergonomi.html 3. https://www.academia.edu/9631534/Praktikum_Ergonomi 4. http://deidarma-akatsuki.blogspot.com/2017/11/laporan-praktikum-ergonomi.html



LAPORAN PRAKTIKUM K3 “Praktikum Audiometri”



Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah K3



POLTEKKES KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA REPUBLIK INDONESIA PRODI SARJANA TERAPAN/DIPLOMA 4 SANITASI LNGKUNGAN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2019/2020



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum wr.wb Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang , yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan praktikum mata kuliah K3 tentang “Audiometri”dengan benar dan tepat waktu. Adapaun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak dosen mata kuliah K3,selain itu laporan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan menjadi bahan referensi laporan praktikum K3 selanjutnya .Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada teman ,keluarga ,sahabat dan bapak/ibu dosen yang telah mendukung penyusunan laporan ini sehingga, dapat selesai tepat waktu. Kami menyadari ,bahwa laporan yang kami buat dengan judul “Audiometri” jauh dari kata sempurna ,harapan kami untuk waktu yang akan datang semoga dalam pembuatan laporan selanjutnya akan lebih baik lagi. Wassalamualaikum wr.wb



Yogyakarta , 22 Oktober 2020



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Dalam pembangunan nasional,tenaga kerja memiliki peranan dankedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, teknis, dan medis dalam mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan (SoekidjoNotoatmodjo, 2007:177). Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat,peralatan dan lingkungan sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya. Sehingga pihak manajemen akan mengambil kebijakan untuk melindungi pekerja itu dengan berbagai cara yaitu mengurangi sumber bahaya ataupun menggunakan alat pelindung diri. Namun dalam realisasinya pemakaian alat pelindung diri akan sangat sulit mengingat



para pekerja akan menganggap bahwa alat ini akan mengganggu pekerjaan (Anizar, 2009:86). WHO (1997) memperkirakan bahwa terdapat 441 sampai 580 juta orang yang tersebar di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran sensori neural ringan, 127 juta orang mengalami gangguan pendengaran sedang dan 39 juta orang mengalami gangguan pendengaran berat yang disebabkan oleh kebisingan. Tahun 2001 diperkirakan jumlah orang yang mengalami gangguan pendengaran meningkat menjadi 120 juta orang di seluruh dunia (Leancy Ferdiana Kandou & Mulyono, 2013:2). Untuk menghadapi / mencegah terjadinya kecelakaan dalam bekerja pabrik, PT atau perusahaan harus melakukan pengecekan alat pendengaran dilakukan dengan pemeriksaan audiometer . Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli, kemudian jenis dan derajat ketuliannya. Derajat ketulian dihitung denagn indeks fletcher, yaitu rata-rata ambang pendengaran pada frekuensi 500, 1.000 dan 2.000 Hz. Pada interpretasi audiogram harus ditulis telinga yang mana, apa jenis ketuliannya dan bagaimana derajat ketuliannya. B. Tujuan - Dapat mengetahui alat untuk mengukur tingkat pendengaran. - Dapat mengetahui dan melakukan cara mengukur tingkat pendengaran seseorang. - Dapat menganalisis hasil dari pengukuran tingkat pendengaran seseorang. - Dapat mengerti tujuan dari pengukuran tingkat pendengaran menggunakan sistem audiometer.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Audimeter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur audimetri yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat ambang batas pendengaran pendengaran dan juga jenis gangguan yang dialami seseorang (bila ada). Kegiatan ini dilakukan sangat penting dilakukan oleh instansi,lembaga,Pt,perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada karyawan dan mengurangi tingkat kecelakaan karena pendengaran. Tujuan dari pemeriksaan pendengaran dengan audimeter ini untuk mengetahui tingkat derajat gangguan pendengaran/tuli apakah seseorang tersebut tingkat gangguan pendengarannya (ringan, sedang , berat ). Untuk menilai derjat gangguan pendnegaran/tuli kisaran nilainya ialah : -



Normal Tuli ringan Tuli sedang Tuli berat



= 0-25 dB = 26-40 Db = 41-60 dB = 61-90 dB



-



Sangat berat



= > 91 dB



Ada jenis ketulian yang ditandai dengan hilangnya kemampuan mendengar nada rendah atau tinggi. Ada pula yang ditandai dengan hilangnya kemampuan konduksi udara atau tulang. Sementara ketidakmampuan mendengar nada murni di bawah 25 dB akan menandakan gangguan pendengaran. Jenis dan derajat ketulian dapat memberikan informasi terkait penyebab gangguan pendengaran yang dialami oleh pasien. Beberapa kondisi yang dapat memicu hasil audiometri tidak normal meliputi:       



Neuroma akustik Trauma akustik dari suara ledakan atau suara yang sangat keras Ketulian karena usia Sindrom Alport Infeksi telinga kronis Labirintitis Penyakit Meniere



Paparan suara keras dalam waktu lama, misalnya ahli mesin di pabrik, atau kebiasaan mendengarkan musik yang nyaring Pertumbuhan tulang tidak normal pada telinga tengah (otosklerosis) Gendang telinga pecah atau berlubang Bila perbedaan ambang pendengaran > 10 dB , perbedaan disebut GAP. Sedangkan untuk mengetahui jenis tuli yang dialami seseorang/pasien nilalinya adalah a. Normal - AC ( air conduction) dan BC ( bone conduction) sama atau < 25 dB - AC dan BC , berimpit , tidak ada GAP b. Tuli konduksi - BC normal atau < 25 dB - AC > 25 dB - Anatara AC dan BC terdapat GAP c. Tuli sensorineunal - AC > dari 25 dB - BC > 25 dB - AC dan BC berimpit / tidak ada GAP d. Tuli campur - BC > 25 dB - AC > BC - Terdapat GAP Setelah audiometri, responden akan diberitahu hasil pemeriksaan. Dan akan diberitahu tindakan untuk mencegah ketulian lebih lanjut.



Jenis penanganan penanganan akan tergantung pada derajat dan jenis ketulian yang dialami oleh responden. Beberapa tindakan ini meliputi penggunaan penutup telinga ketika terpapar suara keras serta alat bantu dengar. Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometer nada murni karena mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah dikontrol. Terdapat tiga syarat untuk kebasahan pemeriksaan audiometri, yaitu alat audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan yang tenang, dan keterampilan pemeriksa yang cukup andal. Pekerja yang diperiksa harus kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, dapat mendengarkan bunyi di telinga, sebaiknya bebas dari paparan bising sebelumnya minimal 12-14 jam, dan alat audiometer terkalibrasi. Tes audiometri atau tes pendengaran terhadap pekerja ini setidaknya dilakukan secara berkala setahun sekali. Pemeriksaan audiometri ini sangat bermanfaat untuk pemeriksaan screening pendengaran, dan merupakan penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran. Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui earphone. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh. Prinsip kerja audiometer berbasis komputer mengacu pada audiometer konvensional, yaitu menghasilkan nada murni yang akan direspon oleh pasien (naracoba) pada frekuensi-frekuensi 125 Hz hingga 8000 Hz dalam pita satu oktaf. Pada audiometer, intensitas suara dapat dirubah-ubah sesuai dengan prosedur dan kebutuhan pengujian dalam rentang pendengaran -10dBHL s.d 110dBHL. Beberapa keunggulan audiometer berbasis computer dibandingkan dengan audiometer konvensional antara lain memiliki sistem database untuk pasien yang dapat memudahkan untuk mencari, menyimpan serta analisis data pasien, serta fungsi-fungsi lain yang dapat dioperasikan pada komputer. Kemudahan-kemudahan yang lain dapat diperoleh jika digunakan komputer portable.



BAB III METODE PRAKTIKUM



A. Pelaksanaan Tempat Tanggal Waktu Mata Kuliah Kompetensi Audiometer Semester Peserta



:Laboratorium Fisika,Sanitasi Industri dan K3 : Selasa,6 Oktober 2020 : 120 menit : K3 (Kesehatan dan Keselematan Kerja) : Pengukuran Tingkat Pendengaran/Tuli Pekerja Menggunakan : III (Tiga) : Kelompok (5 orang)



B. Alat dan Bahan 1. Alat Komputer 2. Audiometer 3. Printer 4. Earphone 5. Kertas C. Prosedur Kerja 1. Hidupkan komputer, printer, dan alat audiometer dengan menekan tombol ON/OFF/START 2. Buka program audimeter dengan mouse arahkan kursor keprogram audiometer , kemudian klik kiri tunggu sebentar sampai porgram audiometer terbuka sempurna. 3. Klik tombol ID (data pasien) , isi data pasien setelah terisi data pasien. 4. Pasien / reponden diberi pengarahan prosedur uji pendnegaran. 5. Pasien / responden diperiapkan memakai tutup telinga , bila responden mendengar suara bunyi supaya menkan tombol dan tombol segera dilepaskan dan sampai seterusnya 6. Responden dipersilahkan memasuki ruang kedap suara. 7. Kursor diarahkan ke antomatic atau manual dan klik kiri maouse. 8. Kursor diarahkan ke ikon kanan dan kiri maouse, untuk pemeriksaan telinga sebelah kanan setelah selesai. 9. Kursor diarahkan ke ikon kiri dan klik kiri mouse, untuk pemeriksaan telinga sebelah kiri setelah selesai. 10. Kursor diarahkan ke ikon simpan dan klik kanan mouse supaya hasil pemeriksaan tersimpan. 11. Kursor diarahkan ikon audiogram dan klik kiri mouse. 12. Kursor diarahkan ke icon cetak dan klik kiri mouse, hasil pemeriksaan berupa grafik. 13. Hidupkan printer dengan menekan tombol ON/OFF pada printer. 14. Kursor diarahkan pada ikon print dan klik kiri mouse. 15. Hasil pemeriksaan berupa gambar grafik. 16. Natikan daya komputer saat sudah selesai. 17. Tekan tombol ON/OFF untuk mengakhiri seluruh program. D. Hasil Praktikum - Responden : Ririn Apriani - Pengukuran telinga : kanan dan kiri Dalam Praktikum Mata Kuliah K3 ini mahasiswa melakukan praktikum pengukuran tingkat pendengaran/tuli menggunakan audiometer dil laboratorium hyperker poltekkes kemenkes yogyakarta. Adapun hasil dari pemeriksaan pendengaran oleh reponden didapat data pada tabel berikut ini : 1. Telinga Kanan No 1



Nama Responden Ririn Apriani



Hz 250



dB 22



Keterangan



2 3 4 5 6 7



Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani



500 750 1.000-2750 3.000 3.250-3.500 4.000



14 10 4 8 4 6



Hz 250 500 750 1.000-2.750 3.000 3.250-4.000



dB 16 8 8 4 8 4



2. Telingan Kiri No 1 2 3 4 5 6



Nama Responden Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani Ririn Apriani



Keterangan



a) Pembahasan Normal = 0-25 dB Tuli ringan = 26-40 Db Tuli sedang = 41-60 dB Tuli berat = 61-90 dB Sangat berat = > 91 dB Dari data yang dihasilkan atau didapat dari pemeriksaan telinga kanan dan kiri responden atas nama Ririn Apriani mahasiswa poltekkes kemenkes yogyakarta menunjukan bahwa untuk telinga kanan responden nilai dB tertinggi menunjukan angka 22 dB sedangkan terendah 4 dB. Hal itu menunjukan bahwa telinga responden atas nama ririn apriani masuk kedalam kriteria normal (tidak ada gangguan pendengaran/tuli). Dari data yang dihasilkan atau didapat dari pemeriksaan telinga kanan dan kiri responden atas nama Ririn Apriani mahasiswa poltekkes kemenkes yogyakarta menunjukan bahwa untuk telinga kanan responden nilai dB tertinggi menunjukan angka 16 dB sedangkan nilai terendah yang didapat dengan nilai 4 dB. Itu berarti telinga kiri reponden atas nama ririn apriani masuk kedalam kriteria normal (tidak ada gangguan pendengaran/tuli)



BAB IV PENUTUP



Kesimpulan Mengingat banyak terjadi kecelakaan kerja diindonesia karena gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan akibat kerja. Untuk itu cara yang dilakukan supaya meminimalisir angka kecelakaan harus dilakukan dengan pengecekan atau pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometer (ruang kedap suara) yang mana nanti hasil yang didapatkan bisa dianalisis apakah seseorang/responden tersebut mengalami gangguan pendengaran kategori ringan,sedang,berat.



Dan dalam uji coba yang dilakukan terhadap mahasiswa poltekkes kemenkes yogyakarta menggunakan alat audiometer hasil yang diperoleh responden tersebut masuk dalam kategori normal yang mana angka tidak menunjukan > 25 dB.



DARTAR PUSTAKA



https://www.safetysign.co.id/news/415/Minimalkan-Risiko-Kebisingan-Ini-7-ElemenProgram-Konservasi-Pendengaran-yang-Harus-Anda-Ketahui https://www.medicalogy.com/blog/tes-pendengaran-anda-dengan-audiometer/ https://www.slideshare.net/fionnapohan/gangguang-kebisingan-penyakit-akibat-kerja



LAPORAN PRAKTIKUM K3 “Praktikum Radiasi”



Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah K3



POLTEKKES KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA REPUBLIK INDONESIA PRODI SARJANA TERAPAN/DIPLOMA 4 SANITASI LNGKUNGAN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN TAHUN 2019/2020



BAB I PENDAHULUAN I.



Latar Belakang



Perkembangan ilmu teknologi berkembang begitu pesat dalam era globalisasi ini. Ilmu teknologi bertujuan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi, baik kualitas



atau kuantitas hasil produksi maupun keefektifan waktu kerja yang



dibutuhkan dalam proses produksi. Salah satu ilmu teknologi yang banyak digunakan adalah penggunan tenaga nuklir atau sinar radioaktif dalam industri yang dapat menimbulkan dampak positif dan negative bagi masyarakat. Radioaktif yang menghasilkan radiasi merupakan pancaran energi melalui suatu



materi



atau



ruang



dalam



bentuk



panas,



partikel



atau



gelombang



elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Beberapa sumber radiasi yang terdapat di sekitar lingkungan, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, laptop, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinarX, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone (BATAN,2008). Sumber tersebut dimanfaatkan dalam berbagai bidang meliputi bidang kedokteran, bidang industri, medik, penelitian, pendidikan, pelatihan, dan lain – lain. Dalam bidang radio, teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan dapat juga merambat melalui ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara (Arief,2009). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi bahwa dengan bertambahnya pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi dalam berbagai bidang di Indonesia, maka perlu diatur cara - cara tentang keselamatan kerja bagi pekerja radiasi khususnya dan masyarakat pada umumnya. Walaupun radiasi tidak nampak, namun radiasi sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan somatik maupun genetik. Untuk mengurangi dampak negative dari bahaya radiasi, kegiatan yang berkaitan dengan radiasi harus sesuai dengan aturan keselamatan kerja yang telah diatur. II.



Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui cara pengoperasian alat ukur radiasi (Electromagnetic Field Radiation Tester).



b. Untuk mengetahui intensitas radiasi dari objek praktikum.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA I.



Pengertian Radiasi Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah



televisi,



lampu



penerangan,



alat



pemanas



makanan(microwave



oven),komputer, dan lain-lain. Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik, misalnya adalah gamma dan sinar-X dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari,gelombang microwave, radar dan handphone (BATAN,2008). Radiasi pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi darisumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Gelombang radio, sinyal televisi, sinar radar, cahaya tak terlihat, sinar-X dan sinar gamma merupakan contoh contoh gelombang elektromagnetik. Tingkat paparan gelombang elektromagnetik dari berbagai frekuensi berubah secara signifikan sejalan dengan perkembangan teknologi yang menimbulkan kekhawatiran bahwa paparan dari gelombang elektromagnetik ini dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik manusia. $anyak kalangan mengklaim bahwagelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh alat - alat listrik dapat mengganggu kesehatan pengguna dan orang - orang yang berdiri di sekitarnya. Anggapan ini dibenarkan oleh para ahli bidang telekomunikasi, namun tidak sedikit pula bantahan - bantahan oleh beberapa pihak yang menyangkals ebaliknya (Swamardika, 2009). II.



Jenis - Jenis Radiasi Menurut Suma’mur (2009), Radiasi yang mungkin berada di tempat kerja dan dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja serta menganggu pelaksanaan pekerjaannya terdiri atas : 1. Radiasi elektromagnetisa a. Radiasi gelombang mikro (microwaves)



Istilah gelombang mikro dipergunakan untuk spektrumgelombang elektromagnetis dengan panjang gelombang antara 0,3 sampai 3000 cm. Gelombang mikro dengan panjang gelombang demikian bisa digunakan sebagai gelombang radio, televisi, radar, baik komersial maupun kedinasan termasuk untuk angkatan bersenjata. Gelombang mikro dengan panjang gelombang tersebut memiliki kegunaan dalam pengoperasian peralatan industri, dan juga untuk keperluan ilmiah serta bagi kepentingan tindakan medis atau lainnya. b. Radiasi sinar laser Sinar laser adalah emisi energi tinggi. Sinar ini digunakanuntuk banyak keperluan dan pemakainnya luas seperti pada pengelasan, pemotongan, dan pelapisan logam; holografi; penggunaannya pada alat optis interferometri dan spektroskopi; pembuatan mesin ukuran mikro dan operasi bedah kedokteran. Penemuan dan penggunaan sinar laser adalah salah satu pilar kemajuan teknologi dan sebagaimana biasanya kemajuan tersebut selalu disertai ikutan bahaya potensial kepada pihak yang ada kaitan dengan penggunaannya. c. Radiasi sinar infra merah Sinar infra merah dipancarkan oleh benda pijar seperti dapur atau tanur atau bahan pijar lainnya. d. Sinar ultra ungu (ultra violet) Radiasi sinar ultra ungu adalah radiasi elektromagnetisdengan panjang gelombang 180 nanometer (nm) sampai 400 nm. Sebagai arus energi elektromagnetis, intensitas energinya dapat dinyatakan dalam satuan mikroBatt/cm².



Sinar



ultra



ungu



dihasilkan



oleh



pengelasan



yang



menggunakan suhu tinggi, benda pijar yang suhunya tinggi, lampu pijar, dan lainnya. Sinar matahari juga mengandung sinar ultra ungu. e. Radiasi sinar X (rontgen) dan sinar gamma Menurut



Ridley



(2006)



Sinar



X



(rontgen)



adalah



radiasi



elektromagnetik yang daya penetrasinya tergantung pada energinya. Radiasi ini umumnya tercipta dalam mesin sinar X, radiasi akan berhenti ketika mesin tersebut dimatikan. Sedangkan sinar gamma adalah radiasi elektromagnetik dengan daya penetrasi yang besar. Radiasi ini disebabkan oleh peluruhan radioaktif dan memancarkan radiasi sepanjang waktu.



Sinar X (rontgen) atau sinar gamma digunakan di perusahaan atau dalam perindustrian untuk keperluan pengecekan mesin, peralatan kerja atau kualitas logam, serta dipakai pula untuk keperluan lainnya. Khusus dibidang kedokteran, sinar rontgen berperan sangat penting sebagai sinar tembus yang memungkinkan pembuatan foto organ tubuh manusia guna keperluan diagnosa penyakit (Suma’mur, 2009). 2. Radiasi radioaktif Menurut Ridley (2006), jenis - jenis radiasi radioaktif adalah sebagai berikut : a. Alfa () Sebuah partikel yang radiasinya dapat dihentikan oleh udara sejauh beberapa sentimeter, selembar kertas atau lapisan terlaur kulit. Jika terserap ke dalam tubuh, partikel - partikel  dapat menyebabkan radiasi setempat yang hebat dan kerusakan yang besar sekali terhadap jaringan yang terserang. b. Beta () Memiliki daya penetrasi yang lebih besar ketimbang partikel  namun ionisasi yang ditimbulkannya tidak terlalu kuat. c. Neutron Neutron dipancarkan selama proses fisi nuklir dan memiliki daya penetrasi sangat besar. Neutron dapat menyebabkan ionisasi yang kuat. III.



Sumber – Sumber Radiasi 1. Radiasi alami Radiasi alami dapat berasal dari sinar kosmik dari luar angkasa,sinar matahari (ultraviolet, infra red), radiasi yang berasal dari bahan radioaktif dari kerak atau permukaan bumi, pancaran alpa dari gas radon yang berasal dari tanah dan air serta pancaran gamma dari anak luruh radon (Heru Subaris dan Haryono,2008) dalam Mahanani, 2009) : 2. Radiasi Buatan Radiasi



buatan



adalah



radiasi



yang



timbul



karena



atau



berhubungandengan kegiatan manusia. Radiasi buatan meliputi (Heru Subaris dan Haryono, 2008) dalam Mahanani,2009) : a. Radiasi yang digunakan untuk terapi dan diagnosa penyakit di Rumah sakit (radiasi sinar gamma dan sinar beta). b. Radiasi yang digunakan untuk foto rontgen, sinar rontgen (sinar-X).



c. Radiasi yang digunakan untuk telekomunikasi seperti telepon seluler. d. Radar, radio, televisi, pemancar dan komputer. e. Radiasi yang digunakan untuk penerangan (lampu halogen dan sinar laser) f. Radiasi yang dihasilkan dari jaringan listrik tegangan tinggi (SUTET). g. Radiasi yang dihasilkan dari penggunaan perakitan elektrik rumah tangga seperti macrowave, pengering rambut, dan setrika listrik. IV.



Dampak Radiasi Terhadap Kesehatan Efek radiasi bagi kesehatan manusia dibagi menjadi 4 antara lain (Wiharto, 1997 dalam Mahanani,2009) : 1. Efek genetik atau pewarisan adalah efek radiasi yang dirasakan oleh keturunan dari orang yang menerima radiasi tersebut. 2. Efek somatik yaitu jika akibat radiasi dapat langsung dirasakan oleh orang yang menerima radiasi tersebut. 3. Efek stokastik memiliki ciri - ciri sebagai berikut : a. Tidak mengenal dosis ambang. b. Timbul setelah melalui masa tenang yang lama. c. Keparahannya tidak tergantung pada dosis radiasi. d. Tidak ada penyembuhan spontan. Yang termasuk efek stokastik antara lain kanker, leukimia (efek somatic) dan penyakit keturunan (efek genetic). 4. Efek non stokastik atau determinostik merupakan efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Ciri – ciri efek non stokastik : a. Mempunyai dosis ambang. b. Umumnya timbul beberapa saat setelah radiasi. c. Adanya penyembuhan spontan (bergantung keparahan). d. Keparahannya tergantung dosis radiasi. Efek non stokastik ini meliputi beberapa efek somatik seperti luka bakar, sterilisasi (kemandulan), katarak, kelainan kongenital (setelah iradiasi dalam Rahim).



V.



Nilai Ambang Batas (NAB) Radiasi Menurut PERMENAKERTANS Nomor tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja menjelaskan bahwa definisi dari Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar



faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerjatanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Berikut di bawah ini adalah tabel berisi mengenai nilai ambang batas pada beberapa jenis radiasi, diantaranya sebagai berikut :



VI.



Pengendalian Bahaya Radiasi Hierarki pengendalian risiko merupakan suatu urutan - urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan, salah satunya dengan membuat rencana pengendalian (Abrianto,2011). Adapun pengendalian risiko radiasi secara berurutan dapat dilakukansebagai berikut. 1. Eliminasi Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan(Abrianto, 2011). Adapun metode eliminasi dapat diterapkan dalam pengendalian bahaya radiasi dengan cara menghilangkan sumber yang menghasilkan radiasi tinggi. 2. Subtitusi Cara pengendalian subtitusi adalah dengan menggantikan bahan bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman (Abrianto,2011). Metode subtitusi untuk mengendalikan dampak radiasi dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan mengganti alat-alat elektronik yang memiliki tingkat radiasi tinggi dengan alat elektronik yang tingkat radiasinya rendah. 3. Pengendalian Teknik



Menurut Arief (2009), pengendalian teknik berupa pembatas fisik yang diterapkan



atau



diintegrasikan



dalam



teknik



proteksi



radiasi



elektromagnetik, adalah sebagai berikut : a. Penggunaan system interlocks. b. Pemakaian shielding tetap dalam desain fasilitas dan peralatan. c. Penggunaan remote manipulators. d. Penggunaan



preset



timer



dalam



peralatan



radiografi



untuk



mengendalikan waktu pajanan. 4. Pengendalian Administratif Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menydiakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya yang tergantung pekerjaannya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini (Abrianto,2011). Menurut Arief (2009), suatu metode administrasi untuk mencegah atau meminimalkan pajanan terhadap hazard radiasi meliputi : a. Klasifikasi daerah kerja. b. Pemasangan tanda - tanda secara jelas. c. Pelatihan PR untuk pekerja dan manajer. d. Prosedur kerja yang mengintegrasikan faktor waktu, jarak dan penahan. e. Local rules (misalnya pembatasan akses, persyaratan untuk memakai dosimeter alarm). f. Inventaris sumber. 5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri yang digunakan untuk membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh (Abrianto, 2011). Menurut Arief,(2009) Alat Pelindung Diri atau Perlengkapan proteksi yang biasa digunakan oleh pekerja radiasi adalah : a. Apron Proteksi Tubuh. b. Penahan Radiasi Gonad. c. Sarung Tangan Proteksi. d. Penahan Radiasi. e. Masker. f. Sarung Tangan (gloves).



BAB III METODE PRAKTIKUM I.



II.



Waktu Pelaksanaan Lokasi



: Bengkel Kerja Kampus I Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.



Hari, Tanggal



: Selasa, 6 Oktober 2020.



Pukul



: 15.00 – 17.00 WIB.



Alat dan Bahan 1. Alat a. Electromagnetic Field Radiation Tester. b. Stopwatch/Timer. 2. Bahan a. Laptop 1. b. Laptop 2. c. Handphone. d. Alat Tulis. e. Formulir Data Hasil Pemeriksaan Radiasi Ultraviolet Komputer.



III.



Prosedur Kerja Berikut ini prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut : a. Siapkan alat pengukur radiasi (Electromagnetic Field Radiation Tester).



b. Siapkan objek praktikum yang akan diukur radiasinya (laptop 1, laptop 2, dan handphone). c. Pastikan objek pratikum yang akan diukur radiasinya dalam keadaan menyala. d. Hidupkan alat. e. Arahkan sensor ke arah objek praktikum dengan jarak 30 cm. f. Catat angka yang muncul pada layar alat dalam waktu satu menit.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN I.



Hasil Adapun hasil pengukuran paparan radiasi terhadap objek praktikum (laptop 1, laptop 2, dan handphone adalah sebagai berikut : No.



Objek Praktikum



Paparan Radiasi (µW/cm²) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01



1. Operator Laptop 1 dengan Mata Siku jarak monitor 30 cm. Betis 2. Operator Laptop 2 dengan Mata Siku jarak monitor 30 cm. Betis 5. Operator Handphone Mata Siku dengan jarak monitor 30 Betis cm. Berdasarkan hasil pengukuran radiasi, paparan radiasi pada objek praktikum Laptop 1, Laptop 2, dan Handphone dengan jarak monitor 30 cm yang dipaparkan pada mata, siku, dan betis menghasilkan nilai sebesar 0,01 µW/cm². II.



Pembahasan Praktikum pengukuran radiasi dilakukan di Bengkel Kerja Kampus I Poltekkes



Kemenkes



Yogyakarta.



Pengukuranradiasi



menggunakan alat Electromagnetic Field  Radiation Tester  .



dilakukan



dengan



Pengukuran dilakukan pada objek praktikum berupa alat – alat elektronik yang ada di sekitar lingkungan. Alat - alat tersebur meliputi dua laptop dan satu unit handphone. 1. Laptop Dari hasil pengukuran selama yang telah dilakukan dalam praktikum radiasi, besaran radiasi yang dihasilkan oleh kedua unit laptop yang menyala selama 1 menit pada paparan radiasi mata, siku, dan betis adalah sebesar 0,01 µW/cm². Jika nilai tersebut dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) radiasi



efektif



yang



tercantum



dalam



PERMENAKERTANS



Nomor



Per.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja dalam paparan 1 menit sebesar 0,05 µW/cm². Maka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan laptop masih aman digunakan. Waktu



pajanan



radiasi



laptop



yang



diperbolehkan



jam/hari. Ketika pajanan radiasi laptop lebih dari 8 jam/ hari, maka



selama



8



gangguan



kesehatan dapat terjadi, seperti kelelahan mata hingga penurunan daya akomodasi mata hingga mengalami katarak. 2. Handphone Dari hasil pengukuran selama yang telah dilakukan dalam praktikum radiasi, besaran radiasi yang dihasilkan oleh satu unit handphone yang menyala selama 1 menit pada paparan radiasi mata, siku, dan betis adalah sebesar 0,01 µW/cm². Jika nilai tersebut dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) radiasi efektif yang tercantum dalam PERMENAKERTANS Nomor Per.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja dalam paparan 1 menit sebesar 0,05 µW/cm². Maka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan laptop masih aman digunakan. Waktu pajanan radiasi handphone yang diperbolehkan selama 8 jam/hari. BAB V PENUTUP I.



Kesimpulan Praktikum pengukuran radiasi di Bengkel Kerja Kampus I Poltekkes Kemenkes Yogyakarta menggunakan alat ukur radiasi (Electromagnetic Field Radiation Tester) yang dilakukan dengan cara menghidupkan alat, kemudian



mengarahkan sensor ke objek praktikum dengan jarak 30 cm pada mata, siku, dan betis. Pengukuran dilakukan selama satu menit. Pengukuran ini dilakukan pada alat-alat elektronik yang ada di sekitar lingkungan dan digunakan sehari – hari. Alat-alat tersebut meliputi dua unit laptop dan satu unit handphone dalam keadaan menyala. Dari



hasil



pengukuran



radiasi



dengan



menggunakan



alat



Electromagnetic Field Radiation Tester  pada alat - alat elektronik sebagai objek praktikum, maka diperoleh hasil pengukuran tingkat radiasi  dua unit laptop sebesar 0,01 µW/cm² dan satu unit handphone sebesar 0,01 µW/cm². berdasarkan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) radiasi efektif yang tercantum dalam PERMENAKERTANS Nomor Per.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja dalam paparan 1 menit sebesar 0,05 µW/cm². Maka, dapat disimpulkan bahwa penggunaan laptop dan handphone masih berada dalam ambang batas yang aman untuk digunakan. II.



Saran 1. Bagi masyarakat, tidak menggunakan alat – alat elektronik yang memiliki efek radiasi dengan intensitas waktu yang lama karena barang elektronik memiliki Kadar Tertinggi yang Diperkenankan (KTD) dan ketika kadar tersebut terlewati angka yang di tetapkan maka akan berpengaruh terhadap kesehatan. 2. Bagi pihak pemerintah, agar meningkatkan pengawasan terhadap peraturan – peraturan yang telah ditetapkan tentang Nilai Ambang Batas (NAB) radiasi pada setiap benda elektronik.



DAFTAR PUSTAKA http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn684-2011.pdf (diakses pada 15/10/2020 pukul 20.00 WIB) https://media.neliti.com/media/publications/58679-ID-none.pdf (diakses pada 16/10/2020 pukul 20.45 WIB)



https://www.researchgate.net/publication/334314977_TINGKAT_RADIASI_ELEKTROMA GNETIK_BEBERAPA_LAPTOP_DAN_PENGARUHNYA_TERHADAP_KELUHAN_KE SEHATAN (diakses pada 16/10/2020 pukul 20.45 WIB) https://sainskimia.com/pengertian-proses-dan-pengukuran-radiasi/ (diakses pada 16/10/2020 pukul 21.00 WIB)



LAMPIRAN



LAPORAN PRAKTIKUM K3 PENGUKURAN KEBISINGAN MENGGUNAKAN SOUND LEVEL METER Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja



PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA TAHUN 2020-2021 I.



PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebisingan merupakan sebuah bentuk energy yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan.



upaya



pengawasan



menentukan



dan pengendalian



kualifikasi



masalah lingkungan yang



suatu



kebisingan menjadi perusahaan



dalam



muncul. Kebisingan merupakan



faktor



yang



menangani salah



satu



aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu



dan 



bersumber



pada



suara/bunyi.



Oleh



karena



itu



bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara. B. TUJUAN a. Tujuan Umum 1) Agar mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan (Sound Level Meter). 2) Agar mahasiswa mampu menganalisis hasil pengukuran kebisingan b. Tujuan Khusus Untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. II.



TINJAUAN PUSTAKA Sound level meter adalah alat untuk mengukur besaran tingkat kebisingan disuatu tempat. Definisi Kebisingan Sampai saat ini banyak definisi yang digunakan untuk istilah kebisingan. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik. Adapula yang mengartikan bahwa kebisingan adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik a) Menurut



Menteri



Negara



Lingkungan



Hidup



RI



No.



48/MENLH/11/1996 Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan



gengguan



kesehatan



manusia



dan



kenyamanan



lingkungan. b) Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011



Kebisingan



adalah



semua



suara



yang



tidak



dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alatalat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.



1. Jenis-Jenis Kebisingan Kebisingan dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) bentuk dasar : a. Intermitten Noise (Kebisingan Terputus-putus). Intermittten Noise adalah kebisingan diana suara timbul dan menghilang secara perlahan-lahan. Termasuk dalam intermitten noise adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kendaraan bermotor dan pesawat terbang yang tinggal landas. b. Steady State Noise (Kebisingan Kontinyu) Dinyatakan dalam nilai ambang tekanan suara (sound pressure levels) diukur dalam octave band dan perubahanperubahan tidak melebihi beberapa dB per detik, atau kebisingan dimana fluktuasi dari intensitas suara tidak lebih 6dB, misalnya : suara kompressor, kipas angin, darur pijar, gergaji sekuler, katub gas. c. Impact Noise Impact noise adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak intensitasnya tidak lebih dari 35 detik, dan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan sampai 20 dB di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 detik. Atau bunyi yang mempunyai perubahanperubahan besar dalam octave band. Contoh : suara pukulan palu, suara tembakan meriam/senapan dan ledakan bom. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tuli Akibat Bising Tidak semua kebisingan dapat mengganggu para pekerja. Hal tersebut tergantung dari beberapa faktor, diantaranya: a. Intensitas Bising Intensitas bunyi yang ditangkap oleh telinga berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Nada 1000 Hz dengan intensitas 85 dB jika diperdengarkan selama 4 jam tidak akan membahayakan. Intensitas menentukan derajat kebisingan. b. Frekuensi Bising Frekuensi bunyi yang dapat didengar menusia terletak antara 16 hingga 20.000 Hertz, frekuensi bicara terdapat dalam rentang (2504000)Hz. Bising dengan frekuensi tinggi lebih berbahaya daripada bising dengan frekuensi rendah.



c. Durasi/lamanya berada dalam lingkungan bising Semakin lama berada dalam lingkungan bising, semakin berbahaya untuk pendengaran. d. Sifat Bising/Temporal Pattern Bising yang didengar terus-menerus lebih berbahaya dari bising yang terputus-putus. Sebab suara yang kontinyu lebih banyak energi daripada suara yang terputus-putus. e. Waktu Di Luar Dari Lingkungan Bising Waktu kerja di lingkungan bising diselingi dengan bekerja beberapa jam sehari di lingkungan tenang akan mengurangi bahaya mundurnya pendengaran. f. Kepekaan Seseorang (Individual Suceptibility) Kepekaan seseorang mempunyai kisaran luas, secara teliti hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan Audiogram secara berulang-ulang. g. Umur Orang yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih mudah tuli akibat bising. Di samping faktor-faktor tersebut, masih ada beberapa yang menimbulkan trauma akustik. h. Sifat-Sifat Fisik Suara Penyebab/Spektrum Suara 1) Frekuensi tinggi yang lebih membahayakan 2) Intensitas lebih dari 85 dB dapat menimbulkan gangguan dan batas ini disebut “Critical Level Of Intensity” 3) Bahan yang dipakai untuk bekerja misalnya metal banyak menimbulkan resonansi getaran. 3. Nilai Ambang Batas Kebisingan Nilai Ambang Batas adalah faktor tempat kerja yang dpaat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja NAB kebisingan yang ditetapkan di Indonesia adalah sebesar 85 dBA. Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Budiono, 2003 dalam Putra, 2011).



Tabel 1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu Pemaparan Per Hari Intensitas Kebisingan (dBA) 8 Jam 85 4 Jam 88 2 Jam 91 1 Jam 94 30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103 3,75 Menit 106 1,88 Menit 109 0,94 Menit 112 28,12 Detik 115 14,06 Detik 118 7,03 Detik 121 3,52 Detik 124 1,76 Detik 127 0,88 Detik 130 0,44 Detik 133 0,22 Detik 136 0,11 Detik 139 Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat. Sumber : Permenkertrans No. PER. 13/MAEN/X/2011 III.



METODE PRAKTIKUM A. ALAT DAN BAHAN a. Alat -



Sound level meter



-



Stopwatch



B. LANGKAH KERJA 1. Memastikan kondisi alat dalam kondisi baik 2. Mempersiapkan pencatatan hasil pengukuran dan juga jam atau stopwatch sebagai penghitung waktu 3. Jika pelaksanaan pengukuran didalam ruangan, maka pelindung atau penutup mikrofon pada bagian atas sound level meter bisa dibuka 4. Sementara itu jika pengukuran berada diluar ruangan maka pelindung atau penutup mikrofon pada bagian atas sound level meter bisa dipasangkan 5. Selanjutnya, arahkan bagian mikrofon pada sound level meter ke sumber kebisingan



6. Posisikan sound level meter setinggi telinga 7. Tekan tombol powes untuk menyalakan sound level meter 8. Perhatikan waktu dan lakukan pencataan angka yang tertera pada monitor 9. Setiap 5 detik dengan menekan tombol hold yang berada dibagian samping 10. Lakukan setelah pengukuran selesai, matikan sound level meter dengan menekan tombol power dan tahan hingga monitor pada sound level meter mati C. WAKTU PELAKSANAAN



IV.



Tempat



: Depan laboratorium Fisika Poltekkes Kemenkes Yogyakarta



Tanggal



: 6 oktober 2020



Pukul



: 16.00 – 16.30



HASIL DAN PEMBAHASAN o Hasil V.



P1



L = X + ( P 1+ P 2 ¿ C



Keterangan : L : Tingkat Kebisingan. X : Batas bawah kelas yang mengandung modus. P1 : Beda frekuensi klas modus dengan klas dibawahnya. P2 : Beda frekuensi klas modus dengan klas di atasnya. C : Lebar Kelas FORMULIR BIS - 1 Lokasi



: Depan Laboratorium Fisika Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Waktu



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



1 46 45 43 54 45 53 47 49 46 49 44



2 41 45 54 46 43 63 44 47 46 49 46



3 42 45 49 47 42 45 46 47 42 43 43



4 43 47 47 43 45 44 47 45 43 40 42



: 16.00 – 16.30 5 42 48 53 57 51 56 51 52 46 49 44



6 43 41 44 46 47 47 41 45 42 43 42



7 49 52 53 52 63 56 53 51 49 43 45



8 42 53 44 42 45 54 54 51 47 52 53



9 47 46 53 54 56 46 44 56 46 44 49



10 55 44 45 58 52 59 44 46 54 53 43



12



43



54



45



44



51



41



44



57



56



44



FORMULIR BIS – 2 Lokasi : Depan Laboratorium Fisika Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Waktu : 16.00 – 16.30 Klas



Jumlah



Prosen



Komulatif



Komulatif



32,50 %



39



32,50 %



44



36,67 %



83



69,17 %



50 – 54



25



20,83 %



108



90 %



55 – 59



10



8,33 %



118



98,33 %



60 – 64



2



1,67 %



120



100 %



Jumlah



Prosen



40 – 44



39



45 – 49



Interval 30 – 34 35 – 39



65 – 69 70 – 74 75 – 79 80 – 84 85 – 89 90 – 94 95 – 99 100 – 104 105 – 109 110 - 114



Perhitungan Rumus : L



=X+(



L



P1 ¿C P 1+ P 2



= 45 + (



5 ¿5 5+19 5 ¿5 24



L



= 45 + (



L



= 45 + 1,041



L



= 46,041 dBA.



o Pembahasan Pengukuran dilakukan pada wilayah kerja terbuka, yaitu depan laboratorium fisika Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Pada pengukuran ini dilakukan pada 1 titik pengukuran selama 10 menit dengan pembacaan perhitungan per lima detik. Selector yang diatur pada sound level meter ialah slow selector, karena sumber bunyi (kebisingan) di wilayah kerja fluktuatif atau kadang bising kadang tidak. Menurut Permenakertrans Nomor 13/Men/X/2011 Nilai Ambang Batas kebisingan di wilayah kerja adalah 85 dBA untuk paparan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Dari hasil pengukuran yang dilakukan pada satu titik pengukuran tidak ada nilai kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (85 dBA) yaitu dengan hasil 46,041dBA. Maka, wilayah kerja tersebut aman untuk dilakukan aktivitas tanpa ada penanganan kebisingan ditempat kerja. VI.



KESIMPULAN Kebisingan seringkali terjadi di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja, diantaranya ialah ketulian yang akan merambat pada produktivitas kerja, terlebih lokasi tersebut merupakan tempat untuk merawat pasien baik dosen maupun mahasiswa yang sedang sakit. Dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan di depan Laboratorium fisika Poltekkes Kemenkes Yogyakarta mendapat hasil tingkat kebisingan sebesar 47,3 dBA. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak melebihi Nilai Ambang Batas di wilayah kerja sebesar 85 dBA. Dengan hasil pengukuran yang tidak melebihi Nilai Ambang Batas maka wilayah kerja tersebut aman untuk dilakukan aktivitas kerja tanpa ada pengendalian atau pencegahan kebisingan.



VII.



SARAN 1. Sebaiknya untuk pengukuran kebisingan dilakukan secara rutin untuk mengurangi kemungkinan jika hasil yang didapat mampu melebihi NAB yabf telah dtetapkan 2. Pada saat melakukan pegukuran diusahakan penggunaan sound level meter sejajar dengan telinga kita



VIII. DAFTAR PUSTAKA http://eprints.ums.ac.id/39734/4/BAB%20I.pdf



http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-primanitam-6545-3babii.pdf https://nuruddinmh.wordpress.com/2012/11/18/kebisingan-dan-pencegahannya/ Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja Tautan : http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn684-2011.pdf IX.



LAMPIRAN



LAPORAN PRAKTIKUM K3 PENGUKURAN TINGKAT KELELAHAN KERJA MENGGUNAKAN



REACTION TIME



Dosen pembimbing : Yamtana,SKM,M.Kes



KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA 2020



PENGUKURAN TINGKAT KELELAHAN KERJA MENGGUNAKANREACTION TIME PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut International Labour Organitation(ILO) setiap tahun sebanyak dua juta meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan. Sedangkan pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor kelelahan,maka akan berdampak langsung pada tingkat produktivitas kerjanya. Faktor manusi sangat berpengaruh bagi produktivitas kerja seperti masalah tidur,kebutuhan biologis,dan kelelhan kerja,bahwa diutarakan bahwa penurunan produktivitas tenaga kerja di lapangan sebagaian besar disebabkan oleh kelelahan kerja (Sedarmayanti,2009:38) Pada dasarnya produktivitas ipengaruhi oleh tiga faktor yaitu beban kerja,kapasitas kerj adan beban tambahan akibat lingkungan kerja. Beban kerja biasanya berhubungan dengan beban fisik,mental maupun social yang mempengaruhi tnaga kerja. Sedangkan kapasitas kerja berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan pekrjaan pada waktu tertentu. Dan beban tambahan akibat lingkungan kerja meliputi faktor fisik ,kimia dan faktor pada tenaga kerja sendiri yang meliputi faktor biologi,fisiologis dan psikologis (Depkes RI,1990:173) Reaction Time adalah alat yang digunakan untuk mengukur jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran. Dalam pegukuran ini dapat digunakan jenis rangsang berupa nyalalampu,denting suara,sentuhan kulit atau goyagan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot (Tarwaka,2004) Pengukuran menggunakan reaction time bertujuan untuk mengetahui tingkat kelelahan responden,dalam pengukuran ini terdapat beberapa kaegori tingkat kelelahan. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitianlebih lanjut mengenai pengukuran terhadap waktu reaksi melalui praktikum ergonomic untuk mengetahui fungsi tingakt kelelahan seseorang. B. Tujuan 1. Dapat mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur kelelahan kerja 2. Dapat melakukan pemeriksaan tingkat kelelahan kerja seseorang berdasarkan kecepatan waktu reaksi terhadap rangsang cahaya dan bunyi



3. Dapat menganalisa data hasil pengukuran kelelahan kerja C. Tinjauan Pustaka Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalhan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Menurut setyawati (2010) ,bahwa kelelahan kerja terjadi akibat penumpukan asam laktat. Pada saat bekerja tubuh membutuhkan energi. Energi tersebut diperoleh dari hasil pemecahan glikogen.Selain energi ,asam laktat merupakan salah satu hasil dari pemecahan glikogen. Saat otot berkontraksi,aka akan terjadi penumpukan asam laktat. Asam laktat ini menghambat kerja otot dan menyebabkan rasa Lelah. Menurut beberapa peneliti ,kelelahan secara nyata dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktivitas. Apabila kelelahan kerja tidak segera ditangani dan segara beristirahat ,maka akan terjadi akumulasi kelelahan dalam sehari sehingga dapat berdampah parah terhadap kesehatan. Salah satu upaya keselamatan dankesehatan ekrja (K3) adalah memelihara faktor faktor lingkungan kerja agar senantiasa dalam batas batas yang aman dan sehat sehingga tiak terjadi penyakit atau kecelakaan akibat kerja dan tenaa kerja dapat menikmati derajat kesehatan yang setinggi setingginya. Karena hal tersebut maka perlu dilakukan adanya pengukuran tingkat kelelahan terhadap pekerja agar dapat diketahui bagaimana keadaan pekerja dilapangan sehingga dapat meminimalisir damak dampak dari kelelahan kerja yang dapat merugikan pekerja dan pengusaha. Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri padaotot, sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauanuntuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnyamonoton), intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan psikologis, status kesehatan, dan gizi. Pengaruh-pengaruh tersebut terakumulasi di dalam tubuh manusia dan menimbulkan perasaan lelah yangdapat menyebabkan seseorang berhenti bekerja (beraktivitas).Tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsikesadaran otak dan perubahan-perubahan pada organ diluar kesadaran sertaproses pemulihan orang-orang yang menunjukkan: 1. Penurunan perhatian. 2. Perlambatan dan penghambatan persepsi. 3. Lambat dan susah berpikir. 4. Penurunan kemauan dan dorongan untuk bekerja Pada praktikum kelelahan kali ini, alat yang digunakan adalah Reaction Timer yang mempunyai rangsangan berupa suara atau cahaya.Pengukuran waktu reaksi ini memerlukan beberapa kriteria termasuk satu setmeja dan kursi serta ruangan yang tenang untuk pengukuran Tabel . Interpretasi Tingkat Kelelahan No



Tingkat kelelahan



Waktu pengukuran (Menit) 1



2



3



1



PRIMA



49-60



97-120



145-180



2



NORMAL



37-48



73-96



109-144



3



SEDANG



25-36



49-72



73-108



4



LELAH



23-24



25-48



37-72



5



SANGAT LELAH



0-12



0-24



0-36



D. Metode Praktikum 1. Pelaksanaan Tempat :Laboratorium Fisika,Sanitasi Industri dan K3 Tanggal : Selasa,6 Oktober 2020 Waktu : 120 menit Mata Kuliah : K3 (Kesehatan dan Keselematan Kerja) Kompetensi : Pengukuran Tingkat Kelelahan Kerja Menggunakan Reaction time Semester : III (Tiga) Peserta : Kelompok (5 orang) 2. Alat dan Bahan a. Reactin time b. Alat tulis 3. Langkah Kerja INSTRUKSI KERJA ALAT REACTION TIMER Alat pencatat waktu reaksi (reaction timer) untuk mengetahui waktu reaksi terhadap waktu rangsang cahaya (WRC) 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Mempersiapkan / merangkai alat Menghidupkan power suply (On) Menyeting operasi Menekan tombol menu Memilih tombol mode yang dikehendaki dengan menekan tombol up/down Menekan tombol menu untuk keluar dari menu mode Menekan tombol menu sekali lagi untuk masuk memu TIME, tujuannya untuk memilih lama (waktu) pengukuran (1,atau 2,atau 3 menit),Gunakan tombol up/down 8) Setelah setting selesai,kemudian menekan tombol menu hingga layar display muncul R-20 9) Tekan tombol enter maka waktu efektif pengukuran dimulai (berlangsung/beroperasi) 10) Membaca memori,dengan cara : a. Menekan tombol menu sampai pada display muncul read b. Menekan tombol enter untuk menampilkan isi memori c. Menekan tombol up/down untuk membaca isi memory d. Menekan tombol enter untuk memilih memori berikutnya yang di baca e. Menekan tombol menu untuk mengakhirinya 11) Menghapus memori dengan cara :



a. Menekan tombol menu hingga pada display muncul eras b. Menekan tombol enter untuk menghapus memori hingga tampilan pada layar display muncul 1.00 c. Menekan tombol menu untuk mengakhiri program E. Hasil Kerja Subjek Pemeriksaan : 1. Siti Maisah Hannai 2. Ririn Apriani Waktu Pemerikasaan : 1 Menit Dari pemeriksaan yang telahdilakukan dapat diketahui No



Nama Subjek



:



Hasil pemeriksaan



Klasifikasi TingkatKelelahan



1



Siti Maisah Hanani



75



Prima



2



Ririn Apriani



86



Prima



E. Pembahasan Hasil pemeriksaan kelelahan tenaga kerja dari respoden yang dilakukan hasilnya prima yang berarti responden tidakmengalami keelahan kerja. Hasil pemeriksaan kelelahan tenaga kerja seharusnya tidak hanyadilakukan satu kali proses, melainkan sampai maksimal 20 kali proses,karena data pemeriksaan nomor 15 dan nomor 16-20 dihilangkan denganalasan pemeriksaan 1-5 adalah taraf penyesuaian alat dan pemeriksaan 16-20 dianggap taraf kejenuhan mulai muncul, dan data yang dapatdigunakan bisa dari 10 data kemudian dirata-rata.



F. Kesimpulan Dari pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwaMahasiswa : 1. Dapat mengetahui alat yang digunakan untuk mengukurkelelahan kerja yakni Reaction Timea. 2. Dapat melakukan pemeriksaan tingkat kelelahan kerjaseseorang berdasarkan kecepatan waktu reaksi terhadap rangsangcahaya dan bunyi dengan subyek pemeriksaan 2 oranga. 3. Dapat menganalisa data hasil pengukuran kelelahan kerjadengan hasil tingkat kelelahan adalah normal.



G. Daftar Pustaka 1. https://id.scribd.com/doc/283834500/Laporan-Reaction-Time H. Lampiran



Gambar 1. Penyetelan awal alat reaction time



Gambar 2 Uji Kelelahan