Kelompok IV Ingkar Sunnah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH STUDI AL-QURAN DAN HADIS TENTANG



INGKAR SUNNAH



Disusun Oleh,



KELOMPOK IV ANGGOTA: 1. 2. 3. 4. 5.



SUPARTI DEWI MIRNA WIRDANIF MUSNIAR AZWIR



NIM 21010122 NIM 21010111 NIM 21010123 NIM 21010121 NIM 21010107



Dosen Mata Kuliah AGUSWAN RASYID,Lc,MA,Ph.D



PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT 2022



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,



atas segala



limpahan rahmat dan pertolongan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berisikan tentang “Ingkar Sunnah”. Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok. Dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terimmakasih yang tidak terhingga, kepada, 1. Bapak Aguswan Rasyid, Lc., MA., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Studi Al-Quran dan Hadis 2. Bapak dan Ibu teman mahasiswa kelompok IV yang telah memberikan masukan dan dukungan. 3. Bapak/ibu teman kolega yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyajian makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna.perbaikan penulisan selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca. Sawahlunto, 23 Januari 2022



Penulis Kelompok IV



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2 A. Pengertian Ingkar Sunnah ................................................................... 2 B. Sejarah Ingkar Sunnah ........................................................................ 3 C. Klasifikasi Ingkar Sunnah.................................................................... 5 D. Dalil-Dalil Kelompok Ingkar Sunnah ................................................. 8 E. Jawaban terhadap Dalil Ingkar Sunnah ............................................. 11 BAB III PENUTUP ........................................................................................... 16 A. Kesimpulan ............................................................................................ 16 B. Saran ...................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17



ii



BAB 1 PENDAHULUAN Nabi Muhammd SAW sebagai mubayyin Al-Qur’an dan musyarri’, menempati posisi yang penting dalam agama Islam. Selain dua hal tersebut, Nabi berfungsi sebagai suri tauladan bagi umatnya. Dalam rangka itulah apa yang dikatan, diperbuat, dan ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW dikenal dengan istilah sunnah yang di dalam ajaran Islam sebagai salah satu sumber atau pedoman bagi umat Islam. Dan perjalanan sejarahnya meniscayakan adanya pergeseran tentang pemahaman masyarakat tentang posisi sunnah sebagai penjelas daripada Al-Qur’an itu sendiri. Sunnah bagi umat Islam secara keseluruhan adalah hal yang sangat urgent untuk senantiasa dan selalu dijadikan landasan sebagai satu pedoman hidup. Karena di dalamnya memuat tentang hal-hal yang berkiatan dengan segala halihwal yang telah dilakukan oleh nabi saw sejak awal keRasulannya. Dalam hal ini, perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Nabi sebagai sebuah cermin dari masa ke masa tentang mengakualisasikan sunnah sebagai sumber ajaran atau hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dengan demikian, bahwasanya sunnah Nabi memberikan sebuah keteladanan secara baik dan universal dalam berbagai macam ilmu pengetahuan. Sunnah juga merupakan sumber berbagai aspek kehidupan manusia yang relevan dengan zama dan tempat. Sunnah kaya dengan konsep ilmu pengetahuan yang masih belum diungkap oeh umumnya umat Islam. Dan hal ini merupakan acuan dan landasan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap sunnah Nabi Muhammad SAW. Seperti apa yang terdapat dalam pemahaman ingkar sunnah yang kurang memahami sunnah secara menyeluruh, sehingga kelompok ingkar sunnah ini menganggap bahwa hanya satu sumber saja dalam ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an. Untuk lebih



memahami tentang hal tersebut,



penulis akan mencoba membahas secara lebih lanjut tentang “Ingkar Sunnah”.



1



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Ingkar Sunnah Secara etimologi, kata ingkar sunnah terdiri dari dua kata, yaitu ingkar dan sunnah. Kata “ingkar” berasal dari akar kata bahasa Arab: Ankara, yunkiru, inkaran yang mempunyai beberapa arti, diantaranya; tidak mengakuai dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonim kata al-irfan, dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati,” (Ibrahim, 1972). Dalam pandangan Al-Askari, beliau membedakan antara makna AlInkar dan Al-Juhdu. Kata Al-Inkar terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedangkan Al-Juhdu terhadap sesuatu yang tampak dan disertai dengan pengetahuan. Dengan demikian, bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujah di kalangan orang yang tidak banyak pengetahuannya tentang ulum hadis. Berlandaskan dari beberapa arti kata ingkar di atas dapat disimpulkan bahwa ingkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan batin atau lisan dan hati yang dilatarbelakangi oleh keyakinan, dan lain-lain. Sedangkan kata sunnah adalah jalan yang dilalui orang-orang dahulu kemudian diikuti oleh orangorang belakangan, tata cara dan tingkah atau perilaku hidup, baik perilaku itu terpuji maupun tercela, juga dapat berarti tata cara, baik maupun buruk (Mohammad, 2007). Sedangkan pengertian ingkar sunnah secara terminology, ada beberapa definisi ingkar sunnah yang sifatnya masih sangat sederhana pembatasnya, diantaranya sebagai berikut: 1. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Qur’an (Tim IAIN Syarif Hidayatullah, 1992) 2. Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih, baik sunnah praktis atau



2



yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima (Abdul, 2000)



B. Sejarah Ingkar Sunnah Sejarah perkembangan Ingkar Sunnah hanya terjadi pada dua masa yaitu masa klasik dan masa modern: 1. Ingkar Sunnah Klasik Pada masa sahabat, seperti dituturkan oleh Al-Hasan Al-Basri (w. 110 H), ada sahabat yang kurang begitu memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW., yaitu ketika sahabat Nabi SAW ‘Imran bin Husain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits. Tiba-tiba ada seorang yang meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadits, tetapi cukup mengajarkan Al-Qu’ran saja. Jawab ‘Imran,”tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan anda hanya memakai Al-Qu’ran, apakah anda dapat menemukan dalam Al-Qu’ran bahwa salat dhuhur itu empat rakaat, salat ashar empat rakaat, dan salat magrib tiga rakaat?”Apabila anda hanya memakai Al-Qu’ran, dari mana anda tahu tawaf (mengelilingi kabah) dan sa’i antara safa dan marwa itu tujuh kali? Jawaban itu, orang tersebut berkata, anda telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan anda. Akhirnya sebelum wafat, orang itu menjadi ahli Fiqh. Gejala-gejala ingkar as-sunnah seperti diatas, masih merupakan sikap-sikap individual, bukan merupakan sikap kelompok atau mahzab, meskipun jumlah mereka dikemudian hari semakin bertambah. Suatu hal yang patut dicatat, bahwa gejala-gejala itu tidak terdapat di negeri Islam secara keseluruhan, melainkan secara umum terdapat di Irak. Karena ‘Imran bin Hushain dan Ayyub As-Sakhtiyani, tinggal di Basrah Irak. Demikian pula, orang-orang yang disebutkan oleh imam Syafi’i sebagai pengingkar sunnah juga tinggal di Basrah. Karena itu, pada masa itu di



3



Irak terdapat faktor-faktor yang menunjang timbulnya faham ingkar assunnah. Dan itulah gejala-gejala ingkar as-sunnah yang timbul dikalangan para sahabat. Sementara menjelang akhir abat kedua hijriah muncul pula kelompok yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber syariat Islam, disamping ada pula yang menolak sunnah yang bukan mutawatir saja. Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok pengingkar sunnah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i, yaitu: a. Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Alquran saja yang dapat dijadikan hujjah. b. Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Alquran. c. Hanya menerima sunnah mutawâtir saja dan menolak selain mutawâtir yakni sunnah âhâd. Kesimpulannya Ingkar Sunnah klasik diawali akibat konflik internal umat Islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum Zindik yang berkedok pada sekte-sekte dalam Islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya



dengan



cara



saling



mencaci



para



sahabat



dan



melemparkan hadits palsu. Penolakan sunnah secara keseluruhan bukan karakteristik umat Islam. Semua umat Islam menerima kehujjahan sunnah. Namun, mereka berbeda dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah.(Majid, Abdul, 2013). 2. Ingkar Sunnah Modern Ingkar Sunnah modern muncul di Mesir pada abad 20 M. Penyebab utamanya adalah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama di India setelah terjadi pemberontakan melawan colonial Inggris 1857 M. Berbagai usaha-usaha yang dilakukan kolonial untuk pendangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiutnya



mereka



terhadap



teori-teori



interpretasi hakekat Islam.



4



Barat



untuk



memberikan



Pada abad keempat belas Hijriah, pemikiran seperti itu muncul kembali kepermukaan, dan kali ini dengan bentuk dan penampilan yang berbeda dari Ingkar As-Sunnah klasik. Apabila Ingkar As-Sunnah klasik muncul di Basrah, Irak akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar As-Sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam. Apabila ingkar As-Sunnah klasik masih banyak yang bersifat perorangan dan tidak menamakannya mujtahid atau pembaharu, ingkar As-Sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang terorgnisasi, dan tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu. Apabila para pengingkar Sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun pada meraka yang telah yang diterangkan urgesi Sunnah dalam Islam. Bahkan, diantara mereka, ada yang tetap menyebarkan pemikiran secara diam-diam, meskipun penguasa setempat telah mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut. Kapan aliran Ingkar As-Sunnah modern itu lahir? Muhammad Mustafa Azami menuturkan bahwa ingkar As-Sunnah modern lahir di Kairo Mesir pada masa Syekh Muhammad Abduh (1266-1323 H/ 18491905 M). Dengan kata lain, Syekh Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan ingkar As-Sunnah pada masa modern. Pendapat Azami ini masih diberi catatan, apabila kesimpulan Abu Rayyah dalam kitab nya Adhwa ‘ala As-Sunnah al-Muhammadiyah itu benar.



C. Klasifikasi Ingkar Sunnah a. Menolak sunnah secara umum Yaitu kelompok yang menolak hadits hadits Rasulullah SAW sebagai hujjah dalam ajaran Islam secara keseluruhan, baik hadits



5



mutawatir maupun hadits ahad, menurut mereka hanya al-Qur`an satusatunya sebagai sumber ajaran Islam. Argumentasinya adalah: 1) Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dalam bahasa Arab. Dengan penguasaan bahasa Arab yang baik, maka al-Qur’an dapat dipahami dengan baik, tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari hadis-hadis Nabi saw. Sebagaimana dalam surat Firman Allah Asyura:195:



‫سان‬ َ ‫ُّمب ۡينٍؕعَ َربى بل‬ Artinya: ”Al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS: Asyura:195) 2) Al-Qur’an sebagaimana disebutkan Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu (QS. al-Nahl (16): 89). Hal ini mengandung arti bahwa penjelasan al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu lagi penjelasan lain selain al-Qur’an.



ُ ‫ع ٰلى شَه ْيدًا بكَ َوجئْنَا اَ ْنفُسه ْمم ْن لَيْه ْم َعشَه ْيدًا ا ُ َّمة ُكل ف ْي نَ ْب َع‬ ‫ث َو َي ْو َم‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا ٰ ٰٓه ُؤ َ َۤل ِۗء‬ ‫ب‬ َ ‫َيء ُكل ت ْبيَا ًنا ْالك ٰت‬ ْ ‫ل ْل ُمسْلم ْينَ َّوبُ ْش ٰرى َّو َرحْ َمةً َّو ُهدًى لش‬ Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang” (QS. al-Nahl (16): 89). 3) Hadis-hadis Nabi saw. sampai kepada kita melalui suatu proses periwayatan yang tidak terjamin luput dari kekeliruan, kesalahan dan bahkan kedustaan terhadap Nabi saw.. Oleh karena itu, nilai kebenarannya tidak meyakinkan (zhanny). Karena status kezhanny-annya ini, maka hadis tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penjelas (mubayyin) bagi al-Qur’an yang diyakini kebenarannya secara mutlak (qat’i). Argumen yang mereka ajukan adalah firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 9:



‫لَحٰ فظ ْونَ لَه َوانَّا الذ ْك َر ن ََّز ْلنَا نَحْ ن انَّا‬



6



Artinya:“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan AlQuran, dan sesungguh Kami benar-benar memelirakannya.” (QS. 15:9) 4) Berdasarkan atas riwayat dari Nabi saw. yang artinya: “apa-apa yang sampai kepadamu dari Saya, maka cocokkanlah dengan alQur’an.



Jika



sesuai



dengan



al-Qur’an



maka



Aku



telah



mengatakannya, dan jika berbeda dengan al-Qur’an maka Aku tidak mengatakannya. Bagaimanakah Aku dapat berbeda dengan al-Qur’an



sedangkan



dengannya



Allah



memberi



petunjuk



kepadaku”. 5) Riwayat tersebut dalam pandangan mereka berisi tuntutan untuk berpegang kepada al-Qur’an, tidak kepada hadis Nabi saw.. Dengan demikian menurut riwayat tersebut, hadis tidaklah berstatus sebagai sumber ajaran Islam. b. Menolak Sunnah yang Tidak Terdapat Prinsipnya dalam al- Qur`an Yaitu mereka yang tidak mengakui otoritas hadits- hadits untuk menentukan hukum baru selain yang ditentukan oleh Al-Qur`an. Kelompok yang menolak hadis Nabi saw. menurut al-Syafi’i, pada dasarnya adalah sama kelirunya dengan inkar al-sunnah kelompok pertama,



yang



menolak



hadis



Nabi



SAW



secara



keseluruhan. Argumnetasi yang dikemukakan oleh kelompok kedua ini sama seperti yang dikemukakan oleh kelompok pertama, yaitu bahwa AlQur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Ini berarti bahwa menurut mereka hadis Nabi saw. tidak punya otoritas untuk menentukan hukum di luar ketentuan yang termaktub dalam al-Qur’an. Karenanya, dalam menghadapi suatu masalah, meskipun ada hadis yang membicarakannya atau mengaturnya, mereka tetap tidak akan berpegang pada hadis tersebut jika tidak didukung oleh ayat al-Qur’an.



7



c. Menolak Hadits Ahad dan Menerima Hadits Mutawatir Hadits ahad adalah hadits yang berasal dari Nabi yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang rawi kepada satu atau dua orang rawi lainnya, yang adil dan tepercaya dan demikian selanjutnya. Sedangkan hadits mutawatir adalah hadits yang berasal dari Nabi yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi kepada sejumlah rawi yang adil dan tepercaya dan demikian seterusnya. Mereka hanya menerima hadits-hadits yang mutawatir sebagai hujjah dan menolak hadits- hadits ahad, walaupun hadits-hadits tersebut memenuhi persyaratan sebagai hadits shahih. Sebagai argumennya mereka merujuk kepada Firman Allah al- Isra` :



ٰٰۤ ‫ْس َما تَ ْقف‬ ‫َكانَ ا‬ َّ ‫ص َر ال‬ َ ‫ول ِٕىكَ ك ُّل َو ْالف َؤادَ َو ْال َب‬ َ ‫س ْم َع ۗا َّن ع ْلم ب ٖه َلكَ لَي‬ ‫ع ْنه‬ َ ‫َمسْـُٔ ْول‬



Artinya:”Janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”.(QS: al- Isra`:36) D. Dalil-dalil Kelompok Ingkar Sunnah Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argumen-argumen yang dijadikan sebagai landasan pemikiran dalam mempertahankan faham mereka. Argumen yang mereka kemukakan terbagi dua : 1. Argumen Naqli Yang dimaksud argument-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat Al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits Nabi. Memang agak ironis juga bahwa mereka yang berfaham ingkar sunnah ternyata mengajukan sunnah sebagai argument pembelaan faham mereka. Argumen dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka gunakan, antara lain sebagai berikut : a. Al-Qur’an (Q.S. An-Nahl:89)



ُ َ‫ع ٰلى شَه ْيدًا بكَ َوجئْنَا اَ ْنفُسه ْمم ْن لَيْه ْمعَشَه ْيدًا ا ُ َّمة ُكل ف ْي نَ ْبع‬ ‫ث َويَ ْو َم‬ َ ‫َون ََّز ْلنَا ٰ ٰٓه ُؤ َ َۤل ِۗء‬ ‫َيء ُكل ت ْبيَا ًنا ْالك ٰتب‬ ْ ‫ل ْل ُمسْلم ْينَ َّوبُ ْش ٰرى َّو َرحْ َمةً َّو ُهدًى لش‬ 8



Artinya : dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. an-Nahl:89). b. Al-Qur’an (Q.S. Al-An’am: 38)



ٰۤ ْ ‫فى فَ َّر‬ ‫طنَا ۗ َما ا َ ْمثَالك ْم ا َمم ا َّ ا‬ ‫ْل ا َحيْه ب َج َنيَّطيْر ٰط ِٕىر َو َْل ْاْلَ ْرض ىفم ْن َو َما‬ ‫ش ْيء م ْن‬ َ ‫يحْ شَر ْون ََربه ْم ا ٰلى ث َّم‬ Artinya : “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Q.S. alAn’am: 38) Menurut



para



pengingkar



sunnah,



kedua



ayat



tersebut



menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan ketentuan agama. Dengan demikian, tidak diperlukan adanya keterangan lain termasuk sunnah. (As-Syaukani, 1999) Dari argumen-argumen yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa para pengingkar sunnah yang mengajukan argumen itu adalah orang-orang yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Al-Qur’an kepada umatnya. Nabi Muhammad saw hanyalah bertugas untuk menerima wahyu dan menyampaikan wahyu itu kepada pengikutnya. Di luar tersebut Nabi tidak mempunyai wewenang. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa, orang- orang yang beriman diperintahkan untuk patuh kepada Rasulullah. Hal itu menurut para pengingkar sunnah hanyalah berlaku tatkala Rasulullah masih hidup, yakni tatkala jabatan sebagai ululamri berada ditangan beliau. Setelah beliau wafat maka jabatan ululamri berpindah kepada orang lain dan karenanya kewajiban patuh orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad menjadi gugur.



9



c. Al-Qur’an (Q.S. Yunus ayat 36)



َ ‫ظنًّا ا َّن‬ َ ‫ش َۡيــًٔا ۡال َحـق منَ ي ۡغن ۡى َل‬ ‫ظنًّا ا َّْل اَ ۡكثَرهمۡ يَتَّبع َو َما‬ ‫اّللَ ا َّن‬ ٰ ‫عل ۡي ٌۢم‬ َ ‫َي ۡف َعل ۡونَ ب َما‬ Artinya : “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran[690]. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Yunus ayat 36) Kebenaran al-Qur’an bersifat pasti, sedangkan sunnah bersifat zhanni (relative). Maka jika terjadi kontradiksi antara keduanya, maka sunnah tidak dapat berdiri sendiri sebagai produk hukum baru. Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dalam alQur’an yang memerintahkan menjauhi zhann (Rifqy, 2014) Sehingga menurut anggapan kelompok ingkar sunnah bahwa sunnah itu seluruhnya adalah zhann dan zhann tidak dapat dijadikan hujjah dalam beragama. Hadis-hadis Nabi saw. Sampai kepada kita melalui suatu proses periwayatan yang tidak terjamin luput dari kekeliruan, kesalahan dan bahkan kedustaan terhadap Nabi saw. Oleh karena itu, nilai kebenarannya tidak meyakinkan (zhanny). Karena status ke-zhanny-annya ini, maka hadis tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penjelas (mubayyin) bagi al-Qur’an yang diyakini kebenarannya secara mutlak (qat’i). 2. Argumen-argumen aqli a. Alqur’an diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad (melalui malaikat jibril) dalam bahasa Arab. Orang-orang Arab yang memiliki pengetahuan bahasa Arab mampu memahami Al-Qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan demikian tidak diperlukan untuk memahami Al-Qur’an b. Tidak percaya kepada semua hadis rasulullah saw. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.



10



c. Nabi Muhammad tidak berhak menjelaskan tentang ajaran alQur’an, karena al-Qur’an itu sudah sempurna. (Hartono, 1999) d. Dalam sejarah umat Islam mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat Islam terpecah-pecah , perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar



sunnah,



hadits



Nabi



itu



merupakan



penyebab



kemunduran umat Islam. e. Asal mula hadits Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadits adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits Nabi lahir setelah lama Nabi wafat. Kitab-kitab hadits yang terkenal, misalnya shahih Bukhori dan Muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadits palsu. f. Menurut Taufiq Siddiq, tiada satupun hadits Nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatat hadits terjadi setelah Nabi wafat, dalam masa tidak tertulisnya hadits tersebut, manusia berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits sebagaimana yang telah terjadi.



E. Jawaban terhadap Dalil Ingkar Sunnah Mencermati keberadaan kelompok inkar al-sunnah tersebut serta beberapa argumantasi yang mereka kemukakan, baik naqly maupun aqly, para tokoh-tokoh hadis terkemuka merasa terpanggil untuk meluruskan kembali pendirian mereka yang dinilai sudah menyimpang. Di antara tokohtokoh hadis tersebut adalah Ibn Hazm, al-Baihaqi, dan al- Syafi’i. Dalam hal ini, dapat disebutkan beberapa argumentasi yang telah dikemukakan oleh para tokoh hadis tersebut yang sifatnya meng-kaunter sekaligus melemahkan argumentasi Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia. Argumentasi kelompok inkar al-sunnah. Di antara argumentasi itu adalah: 1. Penguasan bahasa Arab dengan baik adalah diperlukan untuk memahami kandungan al-Qur’an. Namun demikian, bukanlah berarti orang lantas



11



boleh meninggalkan sunnnah Nabi saw., sebaliknya dengan menguasai bahasa Arab seseorang justru akan mngetahui bahwa al-Qur’an sendirilah yang menyuruh umat Islam agar menerima dan mengikuti sunnah Nabi saw., yang disampaikann oleh periwayat yang dipercaya (al- sadiqun), sebagaimana mereka telah disuruh menerima dan mengikuti al-Qur’an. 2. Kata “tibyan” (penjelas) yang termuat dalam al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89, mencakup beberapa pengertian yakni: a. ayat-ayat al-Qur’an secara tegas menjelaskan adanya berbagai kewajiban, larangan dan teknik dalam pelaksanaan ibadah tertentu, b. ayat-ayat al-Qur’an menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global c. Nabi saw. menetapkan suatu ketentuan yang tidak dikemukakan secara tegas dalam al-Qur’an. Berdasarkan al-Qur’an, surat al-Nahl (16): 89, tersebut hadis Nabi saw. merupakan sumber penjelasan ketentuan agama Islam. Ayat dimaksud sama sekali tidak menolak keberadaan hadis Nabi saw., bahkan memberikan kedudukan yang sangat penting yaitu sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. (Abdul Ghani Abdul Khaliq, hlm. 384) 3. Imam al-Syafi’i, sebagaimana ulama lainnya, mengakui bahwa memang hadis-hadis ahad nilainya adalah zanni. Karena proses periwayatannya bisa saja mengalami kekeliruan atau kesalahan. Oleh karenanya tidak semua hadis ahad dapat diterima dan dijadikan hujjah, kecuali kalau hadis ahad tersebut memenuhi persyaratan shahih dan hasan. Sehubungan dengan itu adalah keliru dan tidak benar pandangan yang menolak otoritas kehujjahan hadis-hadis secara keseluruhan. 4. Hadis yang dikemukan oleh kelompok inkar al-sunnah untuk menolak kehujjahan hadis Nabi saw, dinilai al-Syafi’i sebagai munqathi’ (terputus sanadnya). Jadi hadis yang dimajukan oleh kelompok inkar alsunnah adalah hadis yang berkualitas dha’if, dan karenanya tidak layak dijadikan sebagai argumentasi. Perlu kiranya digarisbawahi di sini bahwa kelompok inkar al-sunnah, mengingat sikap mereka yang



12



menolak kehujjahan hadis Nabi saw., ternyata tidak konsisten dalam mengajukan argumentasi. Ketidak konsistenan itu tampak jelas ketika mereka juga mengajukan hadis sebagai salah satu argumentasi mereka untuk menolak kehujjahan hadis, dan bahkan hadis yang dimajukan itu berstatus dha’if (Suhandi, 2015). Argumentasi-argumentasi yang dimajukan oleh al-syafi’I ternyata cukup ampuh untuk membuat kelompok inkar al-sunnah abad klasik ini menyadari kekeliruan mereka, dan kemudian kembali mengakui kehujjahan hadis Nabi saw. Tidak hanya itu, al-Syafi’i bahkan berhasil membendung gerakan kelompok inkar al-sunnah ini selama hamper sebelas abad. Atas jasa-jasanya itulah para ulama hadis belakangan memberinya gelar kehormatan sebagai nashir al-sunnah (penolong sunnah) atau multazim al-sunnah (pembela sunnah). Alasan mereka bahwa sunnah itu dhanni (dugaan kuat) sedangkan kita diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), masalahnya tidak demikian sebab Al-Quran sendiri meskipun kebenaranya sudah diyakini sebagai Kalamullah tidak semua ayat memberi petunjuk hukum yang pasti sebab banyak ayat yang pengertiannya masih dhanni (dhanni Addalalah). Bahkan orang yang memakai pengertian ayat seperti ini juga tidak dapat meyakinkan bahwa pengertian itu bersifat pasti (yakin). Dengan demikian berarti ia juga tetap mengikuti pengertian Ingkar Sunnah. Bantahan terhadap argumen kedua dan ketiga Kelompok pengingkar sunnah baik masa lalu (klasik) maupun sekarang (modern), kekurangan waktu mempelajari Al-Quran. Hal itu karena mereka kebanyakan memakai dalil “.dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (Q.S. An Nahl Ayat 89)”.



13



Padahal dalam Surat An Nahl Ayat 44, Allah berfirman,



ُّ ‫نُالَيْه ْم ز َل َما ل لت ُ َبينَ الذ ْك َر ت الَي َْك َوا َ ْنزَ ْلنَا ٰٓ َو‬ ‫الزب ُِۗرب ْال َبي ٰن‬ ‫يَتَفَ َّك ُر ْونَ َولَ َعلَّ ُه ْم‬ Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl Ayat 44)” Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al-Quran membebankan kepada Nabi-Nya agar ia menerangkan isi Al-Qur’an, dapatkah dibenarkan seorang muslim menolak keterangan atau penjelasan tentang isi Al-Quran tersebut, dan memakai Al-Quran sesuai pemahaman sendiri seraya tidak mau memakai penjelasan-penjelasan yang berasal dari Nabi saw. Apakah ini tidak berarti percaya kepada sejumlah ayat



Al-Quran dan tidak percaya kepada Ayat-ayat lain,



Allah SWT berfirman,



‫سك ْم ا َ ْنفت َ ْقتل ْونَ ٰ اهؤ َ ْٰۤلء ا َ ْنت ْم ث َّم‬ َ َ‫ديَاره ْم م ْن م ْنك ْم فَريْقا َوت ْخرج ْون‬ َ‫علَيْه ْم ت َٰظ َهر ْون‬ َ ‫ت ٰفد ْوه ْم اسٰ ٰرى يَّأْت ْوك ْم َوا ْن َو ْالع ْد َو ۗانب ْاْلثْم‬ ‫علَيْك ْم م َح َّرم َوه َو‬ َ ۗ ‫َوت َ ْكفر ْونَ ْالك ٰتب ببَ ْعض اَفَتؤْ من ْونَ ا ْخ َراجه ْم‬ ٍۚ ‫الدُّ ْن َيا ْال َح ٰيوة فى خ ْزي ا َّْل م ْنك ْم ٰذل َك يَّ ْف َعل َم ْن َجزَ ٰۤاء َف َما ع‬ ‫ب‬ َ ‫ْضب‬ ‫ّللا َو َما ْال َعذَ ۗاباَشَد ا ٰلاى ي َرد ُّْونَ ٍۚ ْالق ٰي َمة َويَ ْو َم‬ ٰ ‫ت َ ْع َمل ْونَ َع َّما بغَافل‬ Artinya: “Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (Q.S. Al- Bagarah Ayat 85)”. Sedangkan Argumen mereka dengan Surat Al-An’am Ayat 38:



ْ ‫ش ْيء ث َّم م ْن ْالك ٰتب فى فَ َّر‬ ‫طنَا َو َما‬ َ ‫يحْ شَر ْونَه ْم َرب ا ٰلى‬



14



Artinya: :“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (AlQuran), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”(Q.S. AlAn’am: 38) Berdasarkan teks Al-Quran, Rasulullah SAW sajalah yang diberi tugas untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an, sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau baik berupa perintah atau larangan. Selanjutnya tentang pelarangan penulisan sunnah di zaman rasululah saw adalah hanya diberlakukan untuk umum, tetapi bagi orang-orang khusus ada yang diperbolehkan. Atau dalam istilah lain, catatan hadis untuk umum terlarang, tetapi untuk catatan pribadi diizinkan nabi saw, seperti catatan Abdullah bin Amr yang diberi nama ash-Shahifah Ash-Shadiqah, Abu Ingkar Sunnah Syah seorang sahabat dari Yaman, dan shahabat lainnya diizinkan oleh nabi saw untuk menulis sunnah.



15



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Ingkar sunnah dapat diartikan sebagai paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam kedua setelah Al-Qur’an atau suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih, baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima. Mencermati keberadaan kelompok inkar al-sunnah tersebut serta beberapa argumantasi yang mereka kemukakan, baik naqly maupun aqly, para tokoh-tokoh hadis terkemuka merasa terpanggil untuk meluruskan kembali pendirian mereka yang dinilai sudah menyimpang. Di antara tokohtokoh hadis tersebut adalah Ibn Hazm, al-Baihaqi, dan al- Syafi’i.



B. Saran Demikianlah makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Quran dan Hadis dan sekaligus untuk menambah wawasan kita dalam mengenai ingkar sunnah dan semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam hal ini kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih banyak terdapat kesalahan didalamnya untuk itu kritik dan saran dari pembaca sagat kami harapkan demi peningkatan dalam pembuatan makalah selanjutnya.



16



DAFTAR PUSTAKA



Anis, Ibrahim. 1972. Al-Mu’jan Al-Wasith. Juz. 3. Mesir: Darul Ma’arif As-Syaukani. 1999. Irsyad al-Fuhul ila tahaqiq al-Haq min ‘Ilmi al- Ushul. Beirut :Daar Asy-Sya’ab al-Ilmiyyah Hartono, Jaiz, Ahmad. 1999. Bahaya Islam Jama’ah-Lemkari-LDII Cet. Ke-1. Jakarta: LPII Majid, Abdul. 2000. Pemikiran Ingkar Sunnah. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang Majid, Abdul. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah Muchanif, Rifqy. 2014. RIWAYAT BI AL-MAKNA PERSPEKTIF MAHMUD ABU RAYYAH. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. Diakses pada 11 januari 2022 pukul 21.22 WIB Nor Ichwan, Mohammad. 2007. Studi Ilmu Hadis. Cet. I; Semarang: Rasail Suhandi. 2015. INGKAR SUNNAH (Sejarah, Argumentasi, dan Respon Ulama Hadits). Jurnal Al-Dzikra Vol.9 No. 1 Januari – Juni. Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung. Diakses pada 11 januari 2022 pukul 21.25 WIB Syarif Hidayatullah, TIM IAIN. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Cet. I. Jakarta: Djambatan



17