KELOMPOK1 Stase KeperawatanGawatDarurat [PDF]

  • Author / Uploaded
  • delfy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN CIDERA KEPALA BERAT (CKB) DI RUANG IGD DAN IMC RUMAH SAKIT BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA



Disusun oleh kelompok 1: 1. Angela Hong 2. Daruji 3. Delfy Bulan Rosalia 4. Dominika Noventiarti 5. Ida Sumiati 6. Juwita Cahyaning Sari 7. Laura Santi Chintya 8. Ni Made Hygiene Setiawaty 9. Okryadi Pranajaya Maryo 10. Rachmad Keli Eha 11. Riris Fatmawaty Adriana 12. Roslin 13. Sri Lestari 14. Stella Trifena Siahay



(2104002) (2104007) (2104008) (2104010) (2104018) (2104019) (2104021) (2104024) (2104026) (2104028) (2104029) (2104031) (2104034) (2104035)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA 2021



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan pendalaman Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis dengan judul “Asuhan keprawatan pada Tn. K dengan Cidera Kepala Berat di Ruang IGD dan IMC Rumah Sakit Bethesda Yakkum Yogyakarta” ini telah diperiksa dan disahkan/disetujui oleh Pembimbing Akademik STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.



Yogyakarta, 22 Juli 2021



Mengetahui, Pembimbing Akademik



(Isnanto, S.Kep., Ns., MAN)



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan kasih karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan pada Tn. K dengan Diagnosis Medis CKB (Cidera Kepala Berat). Dalam proses penyusunan laporan ini kami telah dibantu oleh berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada: A. Ibu Vivi Retno Intening, S. Kep., Ns., MAN., selaku Ketua STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta. B. Ibu Ethic Palupi, S. Kep., Ns., MNS., selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi Ners STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta. C. Bapak Isnanto, S.Kep., Ns., MAN., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta saran dalam penyusunan laporan. D. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi meningkatkan kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat sebagaimana mestinya. Tuhan memberkati.



Yogyakarta, 19 Juli 2021



Penyusun kelompok 1



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... i KATA PENGANTAR……………………………………………………... ii DAFTAR ISI……………………………………………………………….. iii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………….. 1 B. Tujuan Penulisan…………………………………………………… 3 BAB II: LANDASAN TEORI…………………………………………….. 5 A. Konsep Dasar Medis……………………………………………….. 5 1. Definisi…………………………………………….…………… 5 2. Anatomi Fisiologi……………………………………………… 5 3. Etiologi………………………………………………………… 12 4. Epidemiologi…………………………………………………… 12 5. Manifestasi Klinis …………………………………………… 13 6. Klasifikasi……………………………………………………… 13 7. Pathoflodiagram……………………………………………… 15 8. Komplikasi………………………………………………………17 9. Pemeriksaan Penunjang……………………………………… 18 10. Penatalaksanaan……………………………………………… 19 11. Prognosis……………………………………………………… 20 12. Discharge planing....................................................................... 30 B. Konsep Dasar Keperawatan……………………………………… 21 1. Pengkajian……………………………………………………… 21 2. Diagnosis Keperawatan………………………………………… 22 3. Intervensi Keperawatan………………………………………… 22



iii



BAB III: Asuhan Keperawatan Pasien CKB A. Pengkajian………………………………………………………… 31 B. Diagnosis keperawatan………………………...………………… 35 C. Intervensi Keperawatan………………..………………………… 37 D. Catatan Perkembangan…………………………………………… 71



BAB IV: Pembahasan A. Pengkajian………………………………………………………… 99 B. Diagnosis Keperawatan…………………………...……………… 103 C. Intervensi Keperawatan…………………..……………………… 105 D. Implementasi……………………………………………………… 107 E. Evaluasi…………………………………………………………… 110



BAB V: Penutup A. Kesimpulan………………………………………………………… 131 B. Saran……………………………………………………………… 132 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 133



iv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang Cedera kepala merupakan gangguan pada otak yang diakibatkan oleh suatu kekuatan mekanis dari luar tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada aspek kognitif, fisik, dan psikososial seseorang secara sementara ataupun permanen dan berhubungan dengan berkurang atau terganggunya status kesadaran seseorang (Rivaldi, Ibrahim & Siagian, 2020). Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala berat (GCS ≤ 8), sedang (GCS 9-13), dan ringan (GCS 14-15) (Rivaldi, Ibrahim & Siagian, 2020). Cedera kepala saat ini masih menjadi masalah kesehatan dan masalah sosial-ekonomi serius di seluruh dunia, karena dari semua jenis cedera, cedera otak adalah kondisi yang paling mungkin menyebabkan kematian dan cacat permanen (Rahma & Rahmayani, 2021). Cedera kepala berat merupakan jenis cedera kepala yang memiliki tingkat mortalitas tinggi, serta rentang terhadap komplikasi yang bisa terjadi ketika pasien dirawat di rumah sakit seperti infeksi, pneumonia, dan kegagalan multi organ (Fitriana, 2018).



World Health Organization (2015) menyebutkan cedera kepala mencapai 500.000 kasus, terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%),cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,70%) dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari jumlah kasus tersebut 10 % penderita meninggal sebelum tiba dirumah sakit. Di Indonesia jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 terdapat 24.469 orang dengan jumlah kematian 9.865 orang (39,9%) tahun 2015 terdapat 32.271 orang dengan jumlah kematian 11.204 orang (34,7%) dan pada tahun 2016 menjadi 33.827 kasus dengan jumlah kematian 11.610 orang (34,4%). Prevalensi kejadian cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9%. Cedera pada bagian kepala menempati posisi ketiga setelah cedera pada anggota gerak bawah dan bagian anggota gerak atas dengan prevalensi 1



masing-masing 67,9% dan 32,7%. Kejadian cedera kepala yang terjadi di provinsi Bali memiliki prevalensi sebesar 10,7%, dimana provinsi dengan cedera kepala tertinggi yaitu provinsi Gorontalo dengan prevalensi 17,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2019).



Penyebab cedera kepala didominasi oleh kecelakaan kendaraan bermotor (50%), termasuk sepeda motor, mobil, truk, sepeda dan pejalan kaki yang tertabrak kendaraan (Rahma & Rahmayani, 2021). Korban cedera kepala cenderung mengalami perubahan frekuensi pernafasan menyebabkan saturasi oksigen dalam darah menurun yang diikuti perfusi jaringan yang menurun juga (Ginting, Sitepu & Ginting, 2020). Perfusi jaringan otak yang rendah pada otak dapat menyebabkan perburukan kondisi pasien cedera kepala, sehingga pasien memiliki outcome yang buruk (Ginting, Sitepu & Ginting, 2020). Hal ini sesuai dengan kejadian Sdr.K yang mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan kendaraan bermotor, sehingga menyebabkan terjadi odema cerebri, perdarahan subarachnoid, dan masalah pada saluran pernapasan. Akibat odema cerebri dan perdarahan subarachnoid yang dialami Sdr.K maka terjadi peningkatan tekanan intrakranial sehingga Sdr.K mengalami sakit kepala, mual muntah, penurunan kesadaran dan frekuensi pernapasan meningkat. Sdr.K juga mengalami kondisi lidah lemah sehingga terjadi sumbatan jalan napas.



Fitriana, Poeranto dan Nasution (2017) menjelaskan perawat memiliki peran penting dalam mengenali tanda dan gejala dari gangguan cedera kepala yang dialami oleh pasien dan melakukan penanganan yang sesuai untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan prognosis pasien. Standar perawatan cedera kepala berat yang perlu dilakukan meliputi pengkajian sistematis secara dini dan melakukan penanganan ABCDE. Manajemen trauma dan resusitasi yang dilakukan dengan cepat dan tepat setelah terjadinya cedera dapat menurunkan angka kesakitan dan prognosis yang buruk. 2



Berdasarkan hal tersebut penyusun tertarik untuk menyusun laporan asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. K dengan Cedera Kepala Berat di Ruang IGD dan IMC Rumah Sakit Bethesda Yakkum Yogyakarta”



B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat di ruang IGD dan IMC, Rumah Sakit Bethesda Yakkum Yogyakarta 2. Tujuan khusus a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat. b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat. c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien cedera kepala berat. d. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan cedera kepala berat. e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan berdasarkan implementasi yang telah dibuat pada pasien dengan cedera kepala berat.



C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Perawat Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai referensi bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala berat. 2. Bagi Rumah Sakit



3



Hasil studi kasus ini dapat dijadikan bahan pertimbangan peningkatan pelayanan di masa yang akan datang pada pasien dengan cedera kepala berat. 3. Bagi Penulis Menambah wawasan serta memperoleh pengalaman, khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan gangguan perfusi jaringan serebral pada pasien cedera kepala berat.



4



BAB II TINJAUAN TEORI



A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung megenai kepala yang mengakibatkan luka dikulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Putri, 2016). Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2016) 2. Anatomi dan Fisiologi



(Wikipedia,2009)



5



(Wikipedia,2009)



(Enoyolopedia Britannica,2007) a. Kulit kepala 1) Skin atau kulit Mengandung rambut serta kelenjar keringat, untuk melindungi dan dan menerima rangsangan sensorik dari eksternal . 2) Connective tissue atau jaringan penyambung Merupakan jaringan ikat lemak, kaya akan pembuluh darah terutama di atas galea. 3) Aponeurosis galea atau jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak, untuk gerakan leluasa kulit kepala pada tulang tengkorak dibawahnya Lapisan ini merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot, memungkinkan struktur bergerak



6



satu sama lain dan menyediakan tempat peredaran darah yang melekat pada tiga otot, dan saraf yaitu: a) Ke anterior – frontalis b) Ke posterior – oksipitalis c) Ke lateral – temporoparietalis Ketiga otot ini dipersarafi oleh nervus fasialis 4) Loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar Lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa katup (valveless vein), yang menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intrakranial (misalnya Sinus sagitalis superior). Jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan muda menyebar ke intrakranial. Hematoma yang tebentuk pada lapisan ini disebut Subgaleal hematom, merupakan hematoma yang paling sering ditemukan setelah cedera kepala. 5) Pericranium Merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak, melekat erat terutama pada sutura karena melalui sutura ini periosteum akan 11 langsung berhubngan dengan endosteum (yang melapisi permukaan dalam tulang tengkorak). (Syaifudin, 2011). b. Meningen Meningen adalah merupakan jaringan membran penghubung yang melapisi otak dan medulla spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu: 1) Durameter Duramater adalah membran luar yang liat semi elastis. Duramater melekat erat dengan pemukaan dalam tengkorak. Duramater memiliki suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria karotis dan menyuplai fosa anterior. Duramater berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk poriosteum tabula interna. Diantara duramater dan araknoid terdapat ruang yang disebut subdural yang merupakan ruang



7



potensial terjadi perdarahan, pada perdarahan di ruang subdural dapat menyebar bebas. Vena yang melewati otak yang melewati ruang ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh karena mudah terjadi cidera dan robek yang menendakan adanya trauma kepala. 2) Araknoid Araknoid terletak tepat dibawah duramater, lapisan ini merupakan lapisan avaskuler, mendapat nutrisi dari cairan cerbrospinal, diantara araknoid dan piamater terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Araknoid membentuk tonjolan vilus. 3) Piameter Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya akan pembuluh darah halus. Piamater merupakan satu-satunya lapisan meningen yang masuk ke dalam suklus dan membungkus semua girus (kedua lapisan yang hanya menjembatani suklus). Pada beberapa fisura dan suklus di sisi hemisfer, piamater membentuk sawar antara ventrikel dan suklus atau fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus koroideus pada setiap ventrikel (Syaifudin, 2011). c. Otak Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena merupakan pusat dari semua organ tubuh, otak terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dan dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat. 1) Cerebrum a) Lobus frontalis Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis dan di dasar suklus lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang



8



kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek vegetatif dari batang otak. b) Lobus parietalis Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak dibelakang suklus sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran. c) Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan pusat asosiasi visual utama yang diterima dari retina mata. d) Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis merupakan asosiasi primer untuk audiotorik dan bau. 2) Cerebelum Cerebelum atau otak kecil merupakan bagian terbesar dari otak belakang. Cerebelum menempati fosa kranialis posterior dan diatapi tentorium cerebri yang merupakan lipatan duramater yang memisahkan dari lobus oksipitalis serebri. Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada bagian lateral disebuthemisfer. Cerebelum berhubungan dengan batang otak melalui pedunkulus cerebri inferior (corpus retiform). Permukaan luar cerebelum berlipat-lipat seperti cerebrum tetapi lebih lipatanya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan cerebelum ini mengandung zat kelabu. Korteks cerebelum dibentuk oleh substansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari cerbrum harus melewati cerebelum.



9



3) Batang otak Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon) pons varoli dan medula oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak akuaduktus cerebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan bola mata. (Smeltzer, 2013). d.



Saraf kranial 1) Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) Berfungsi sebagai saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. 2) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak. 3) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan otot iris. 4) Nervus Trokhlearis (Nervus Kranialis IV) Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf ini berfunsi sebagai pemutar mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata. 5) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V) Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar. a) Nervus oftalmikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata. b) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris. 10



c) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. d) Nervus Abducens (Nervus Kranialis VI) Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata. e) Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap. f) Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. g) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX) Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. h) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X) Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung sarafsaraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paruparu, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa. i) Nervus Aksesorius (Nervus Kranialis XI) Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan. j) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)



11



Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung (Smeltzer, 2013).



3. Epidemiologi Riskesdas 2018, prevalensi kejadian cedera kepala di Indonesia berada pada angka 11,9%. Cedera pada bagian kepala menempati posisi ketiga setelah cedera pada anggota gerak bawah dan bagian anggota gerak atas dengan prevalensi masing-masing 67,9% dan 32,7%. Kejadian cedera kepala yang terjadi di provinsi Bali memiliki prevalensi sebesar 10,7%, dimana provinsi dengan cedera kepala tertinggi yaitu provinsi Gorontalo dengan prevalensi 17,9% (Kementerian Kesehatan RI, 2019)



4. Etiologi a. Pukulan langsung Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contrecoup injury). b. Rotasi / deselerasi Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral. c. Tabrakan Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak yang elastis)



12



d. Peluru Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma. Pembengkakan otak merupakan masalah akibat disrupsi. Terngkorak yang secara otomatis akan menekan otak e. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya kecelakaan, dipukul dan terjatuh f. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacuum g. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak, efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak. (Taqiyyah, 2013).



5. Klasifikasi a. Cedera Kepala Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit Amnesia post traumatic < 24 jam GCS 13 -15 b. Cedera Kepala Sedang Kehilangan kesadaran > 20 menit dan < 36 jam Amnesia post traumatic > 24 jam dan < 7 hari GCS 9-12 c. Cedera Keapala Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam Amnesia post traumatic > 7 hari GCS 3-8 (Dawodu, 2016)



6. Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak: a. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2015) 1) Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera. 13



2) Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas. 3) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan. b. Cedera kepala sedang 1) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau hahkan koma. 2) Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. c. Cedera kepala berat 1) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan. 2) Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera 3) terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. 4) Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut



14



7. Patoflodiagram (Iskandar, 2017) Terkena peluru, benda tajam



Trauma kepala



Trauma tajam



Eksta kranial/ kulit kepala



blood



Perdarahan, hematoma, kerusakan jaringan



Penurunan kesadaran



perdarahan



Penurunan kerja silia sel napas



Auto regulasi darah otak terganggu



anemia hipoksia Kumpulan darah menekan system saraf pernafasan yang ada di otak



Kerusakan control voulunter napas



Intra kranial/ jaringan otak



Tulang kranial



breath



Kecelakaan, terjatuh, trauma persalinan, penyalahgunaan obat/alkohol



Trauma tumpul



bowel



brain



Robeknya arteri meningen



Hematoma epidural



Jaringan otak rusak



Merangsang reseptor TIK Peruban autoregulasi



Kejang



Gangguan pertukaran gas



Aliran darah otak menurun



Penurunan kemampuan batuk



15



Perubahan system dinamis pada otak, darah, dan cfs di dalam kranial



Penurunan kesadaran, peningkatan TIK



Gangguan neurologis lokal



Merangsang pusat muntah di dorsolateral formatio reticularis Kontraksi duodenum dan antrum lambung Tekanan intra abdomen meningkat



Lambung penuh diafragma naik Peningkatan TIK Penurunan ekspansi paru



Hipoksia jaringan, peningkatan CO2



Akumulasi mukus Batuk tidak efektif, ronkhi, RR meningkat



Pola nafas tidak efektif



Gangg. Eliminasi urin



oligouria Risiko cedera



Risiko jatuh Gangg. Mobilitas fisik



Defisit neurologis



Inadekuat sirkulasi perifer



Risiko/perfusi serebral tidak efektif



Bersihan jalan nafas tidak efektif



Tekanan intratoraks meningkat



Peristaltik retrograde



Penurunan nafsu makan, mual, muntah, disfagia



Gangg. Persepsi sensori Ris. Ketidakseimbanga n cairan



Penurunan intake cairan dan makanan



Defisit nutrisi



Penurunan produksi urin Gangg. keseimbangan Hemiparase/ hemiplegi Nyeri akut



Risiko infeksi



16



Penurunan sirkulasi vol drarah ke ginjal Penurunan kesadaran



perdarahan



bladder



Gangg. Saraf motorik



Gangg. Koordinasi gerak ekstremitas Terputusnya kontinuitas tulang



Fraktur tulang tengkorak



bone



8. Komplikasi a.



Epilepsi pasca trauma Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.



b.



Afasia Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami



atau



mengekspresikan



kata-kata.



Bagian



otak



yang



mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis disebalahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi akan mempengaruhi beberapa aspek dan fungsi bahasa. c. Amnesia Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Cedera pada otak biasa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograde) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap. d. Kebocoran cairan serebrospinal Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien memiliki



17



resiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih kontroversial. Otorea atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau mengitis berulang merupakan indikasi untuk reparative. e. Edema serebral dan herniasi Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus dan ciran otak bergeser. Peningkatan tekanan terus-menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemisfer otak kebawah/lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak posterior, saraf oculamotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES. Mekanisme kesadaran TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal (Andra dan Yessie, 2013)



9. Pemeriksaan Diagnostik a. MRI dan CT Scan untuk mengidentifikasi adanya hematoma epidural, menentukan ukuran intra ventrikuler, kontusio dan perdarahan jaringan otak, edema serebri, pergeseran jaringan otak, fraktur cranium. b. Angiografi serebral untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergesran jaringan otak, perdarahan. c. EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis. d. Sinar x untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah, adnya fragmen tulang. e. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak. f. PET (Positron Emision Tomography) menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.



18



g. Pungsi Lumbal, cairan Serebrospinal dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subaraknoid. h. GDA (Gas Darah Arteri) mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan menigkatnya tekanan intrakranial. i. Kimia / elektrolit darah untuk mengetahui ketidakseimbangan yang berperan yang berperan dalam peningkatan tekanan intracranial. j. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran. k. Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup untuk mengatasi kejang atau epilepsi (Rosjidi, 2014).



10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan cedera kepala adalah: a. Dexamethason/ kalmetason sebagai penghambat pembentukan edema akibat cedera kepala pada perdarahan serebral yang diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak b. Terapi hiperventilasi membuat kondisi hipokapnia sehingga terjadi refleks vasokonstriksi sehingga mengurangi aliran darah serebral. c. Pemberian analgetik, untuk mengurangi nyeri kepala yang akibat benturan d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. g. Pemberian obat diuretik osmotik dalam menurunkan tekanan intrakranial berhubungan dengan peningkatan mortalitas h. Pembedahan. Penatalaksanaan pada cedera kepala memiliki prinsip memperbaiki perfusi jaringan serebral, karena organ otak sangat sensitive terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa, serta penanganan untuk pencegahan dan kontrol terhadap



19



peningkatan TIK serta mempertahankan tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion



Pressure/CPP).



Terapi



medika



mentosa



digunakan



untuk



menurunkan oedem otak bila terdapat oedem pada gambaran profil Computed Temografik Scan (CT-Scan) pada pasien. Penurunan aktifitas otak juga dibutuhkan dalam prinsip penatalaksanaan pada cedera kepala agar dapat menurunkan hantaran oksigen dengan induksi koma. Pasien yang mengalami kejang diberikan terapi profilaksis (Smeltzer, 2013)



11. Prognosis Prognosis pasien cedera kepala berat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, frekuensi pernafasan, mekanisme cedera, tekanan darah, hipoksia, alkoholism, efek obat, jenis kelamin. Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis selanjutnya pada cedera kepala adalah penanganan di lokasi kejadian, transportasi di rumah sakit, penilaian dan tindakan di ruang IGD (Tobing, 2016).



20



A. Konsep Asuhan Keperawatan (Gawat Darurat) 1.



Pengkajian (Data Klien) a. Data Umum Data umum meliputi : Nama inisial klien, Umur, Alamat, Agama, Tanggal masuk RS/RB, Nomor Rekam Medis, Diagnosis Medis DD/Definitif, Tingkat Kegawatan : I/ II/ III/IV /V. b. Pengkajian Primer 1) Airway (jalan nafas) 2) Breathing 3) Circulation Circulation meliputi: Vital sign, Tekanan darah, Nadi, Suhu, Capilarry refill, Akral, Sa02, 4) Disability Disability meliputi: Keadaan Umum, GCS (E, M, V)



21



c. Analisa Data Meliputi Data, Masalah, Etiologi d. Rencana dan Implementasi (IGD) Diagnosis Keperawatan SDKI : D.0017



Tujuan dan kriteria hasil



Intervensi Keperawatan



SLKI : L.02014



SIKI : I.09325 Manajemen peningkatan tekanan Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan intervensi selama intrakranial tidak efektif dibuktikan 1x… jam maka risiko perfusi Observasi dengan faktor risiko serebral tidak efektif tidak terjadi 1. Monitor tanda/gejala peningkatan dengan kriteria hasil: cedera kepala TIK (pola nafas, kesadaran) 2. Monitor intake dan output cairan a. Tingkat kesadaran meningkat b. Tekanan intra kranial menurun c. Nilai rata-rata tekanan darah membaik d. Refleks saraf membaik



Terapeutik 3. Berikan posisi semifowler 4. Cegah terjadinya kejang Edukasi 5. Edukasi keluarga jika ada terjadi kejang Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu



22



Implementasi Keperawatan 1. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (pola nafas, kesadaran) 2. Memonitor intake dan output cairan 3. Memberikan posisi semifowler 4. Mencegah terjadinya kejang 5. Mengedukasi keluarga jika ada terjadi kejang 6. Mengkolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu



Diagnosis Keperawatan Pukul 02.00 SDKI : D.0005



Tujuan dan kriteria hasil



Intervensi Keperawatan



SLKI : L.01004 Pola Napas



SIKI : I.01011 Manajemen Jalan Napas



Pola napas tidak efektif Observasi Setelah dilakukan intervensi selama berhubungan dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, 1x…jam maka pola napas tidak gangguan neurologis kedalaman, usaha napas) efektif membaik dengan kriteria 2. Monitor bunyi napas tambahan hasil: (ronkhi) a. Frekuensi napas membaik Terapeutik b. Kedalaman napas membaik c. Ventilasi semenit meningkat 3. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal) 4. Posisikan semi-fowler atau fowler 5. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



23



Implementasi Keperawatan 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Memonitor bunyi napas tambahan (ronkhi) 3. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal) 4. Memposisikan semi-fowler atau fowler 5. Memberikan oksigen, jika perlu 6. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi 7. Mengkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



Diagnosis Keperawatan SDKI : D.0143



Tujuan dan kriteria hasil



Intervensi Keperawatan



SLKI : L.14136



SIKI : I.14540 Pencegahan Jatuh Risiko jatuh dibuktikan Observasi dengan penurunan Setelah dilakukan intervensi selama 1. Identifikasi faktor risiko jatuh 1x… jam maka risiko jatuh tidak tingkat kesadaran (penurunan tingkat kesadaran) terjadi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai a. Kejadian cedera menurun dengan kebijakan institusi b. Luka/lecet menurun Terapeutik c. Fraktur menurun 3. Pastikan roda tempat tidur dan d. Agitasi menurun kursi roda selalu dalam kondisi e. Frekuensi napas membaik terkunci 4. Pasang handrail tempat tidur 5. Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station Edukasi 6. Ajarkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah 7. Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat Kolaborasi 8. Kolaborasi dengan keluarga jika terdapat tanda-tanda risiko jatuh



24



Implementasi Keperawatan 1. Mengidentifikasi faktor risiko jatuh (penurunan tingkat kesadaran) 2. Mengidentifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi 3. Memastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci 4. Memasang handrail tempat tidur 5. Menempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse station 6. Mengajarkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah 7. Mengajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat 8. Mengkolaborasi dengan keluarga jika terdapat tanda-tanda risiko jatuh



e. Pengkajian Sekunder : 1) Riwayat Kesehatan Meliputi: Keluhan Utama, Keluhan Tambahan, Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, 2) Pemeriksaan Fisik Fokus, Pemeriksaan Fisik dilakukan terhadap sistem yang ber Implikasi terhadap kasus, Melalui Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi. 3) Data Penunjang: Laboratorium , Radiologi, dll. 4) Therapi Medik f. Analisis Data Pengkajian Sekunder Meliputi Data, Masalah, Etiologi g. Rencana dan Implementasi



B. Konsep Asuhan Keperawatan Intensif Care Unit (ICU) 1. Identitas Diri Klien Meliputi: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Status perkawinan, Agama, Suku, Pendidikan, Pekerjaan, Tgl masuk RS, Tgl pengkajian, Sumber informasi 2. Riwayat Penyakit Meliputi: Keluhan utama, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Diagnosis medik, Pemeriksaan penunjang, Tindakan yang telah dilakukan 3. Observasi Dan Pengkajian Fisik (Body System) a.



Breath (pernafasan) Respirasi rate, Pola Nafas, Suara nafas, Suara nafas tambahan, Slem, Kesimetrisan gerak dada, Kelainan bentuk dada, Penggunaan otot bantu pernafasan, Penggunaan artifisial airway, Mode Ventilator, Terapi Oksigen (Alat) (Dosis), Saturasi Oksigen.



b.



Blood (Kardiovaskuler) Tekanan darah (Lengan), Nadi, Irama, Bunyi Jantung (Split), Murmur, Capilary Refill, Jenis Disritmia



25



c.



Brain (Persyarafan) Kesadaran, GCS: E : M : V, Pupil (Diameter dan Refleks terhadap cahaya), Refleks fisiologis (Bisep, Trisep, Patela, Achiles), Refleks Patologis (Babinsky), Pemeriksaan Lain (Kaku Kuduk, Brudzinky Neck sign, Kernig sign, Laseque, Kekuatan otot



d.



Bladder (Perkemihan) Urine Output, Warna, Catheter (Ukuran, Jml Cairan Pengunci), Distensi kandung kemih, Retensi urine, Inkontinesia urine, Nyeri



e.



Bowel Peristaltik, Vascular Sound (Bruit), Distensi abdomen, Asites, Blooding, Mual, Muntah, Hepatomegali, Spleenomegali, Pembesaran ginjal



f.



Bone Fraktur, Nyeri, Deformitas sendi, Oedema, Perfusi perifer, sianosis, Compartemen syndrom



4. Program Terapi 5. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium AGD, EKG, Echokardiografi, PTCA, Enzim jantung, Treadmill, Pemeriksaan Urin, Pemeriksaan darah 6. Analisa Data Meliputi Data, Masalah, Etiologi 7. Daftar Diagnosis Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler. b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik c. Resiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: kerusakan inegritas kulit



26



8. Rencana dan Implementasi Intermediate care (IMC) Diagnosis Keperawatan & Data Penunjang SDKI : D.0149



Tindakan Keperawatan Tujuan dan kriteria SLKI : L. 01001



Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan efektif berhubungan dengan kepaerawatan selama … X24 disfungsi neuromuskuler jam diharapkan Bersihan Jalan Nafas meningkat dengan Kriteria hasil: 1. Produksi sekret menurun 2. Dispneu menurun 3. Frekuensi nafas membaik 20x/menit 4. Pola nafas membaik, adekuat



Intervensi SIKI : I. 01011 Manajemen Jalan Nafas Observasi 1. Monitor jalan nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sekret Terapeutik 4. Posisikan semi fowler atau fowler Edukasi 5. Anjurkan pasien menahan lidah kea rah anatomis Kolaborasi 6. Kolaborasi diusulkan bila mendesak atau urgent segera pasang ETT



27



Rasional 1. Mengetahui Perkembangan Jalan Nafas Klien 2. Mengetahui apakah terdapat suara nafas tambahan 3. Untuk menentukan px dilakukan suction 4. Posisi semi fowler atau fowler mempermudah jalan nafas 5. Agar lidah tidak jatuh dan memperlancar pernafasan 6. Perkembangan pasien yang buruk membuat pasien tidak bisa bernafas mandiri, memungkinkan klien untuk dipasangkan ETT



Diagnosis Keperawatan & Data Penunjang SDKI : D.0077



Tindakan Keperawatan Tujuan dan kriteria



Intervensi



SIKI : L.08066



Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan dengan agen cedera fisik keperawatan selama … X24 jam diharapkan Tingkat Nyeri menurun dengan Kriteria hasil: 1. Keluhan nyeri menurun (Skala 3-4) 2. Meringis menurun (pasien lebih tenang, tidak gelisah) 3. Frekuensi nadi membaik (60-100x/menit) 4. Tekanan darah membaik (122/82 mmHg)



SLKI : I.08238 Manajemen Nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri Terapeutik 4. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri. 5. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian analgetik



28



Rasional 1. Menentukan Tindakan Perawatan Yang Tepat Untuk Mengatasi Nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri klien yang sesuai untuk diberi tindakan 3. Mengetahui tingkatan keparahan nyeri klien dan tindakan yang dapat memperingan nyeri klien 4. Terapi nonfarmakologi memberikan efek menurunkan nyeri klien 5. Memberikan pilihan pada klien secara bebas untuk memberikan rasa nyaman pada saat meredakan nyeri 6. Menambah pengetahuan klien mengenai penurunan nyeri, serta klien dapat madiri dalam mengatasi nyeri 7. Analgetik adalah Golongan obat NSAID bekerja diperifer dengan menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa



Diagnosis Keperawatan & Data Penunjang



Tindakan Keperawatan Tujuan dan kriteria



SDKI : D.0142



SLKI : L.14137



SIKI : I.14539



Resiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : kerusakan inegritas kulit



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …X24 jam diharapkan Tingkat Infeksi menurun dengan Kriteria hasil: 1. Demam menurun 2. Bengkak menurun 3. Nyeri menurun SLKI : L.14137



Pencegahan Infeksi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …X24 jam diharapkan Tingkat Infeksi menurun dengan Kriteria hasil: 4. Demam menurun 5. Bengkak menurun 6. Nyeri menurun



Rasional



Intervensi



Observasi 1. Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik Terapeutik 2. Berikan perawatan kulit pada area edema 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi



1.



2.



3.



4.



5.



Edukasi 5. Jelaskan tanda gejala infeksi Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian antibiotik 6.



29



prostaglandin tidak terjadi, maka nyeri berkurang Mengetahui tingkat resiko infeksi klien, dan untuk mengathaui tindakan yang akan dilakukan selanjutnya Perawatan edema bertujuan untuk menghilangkan cairan yang menumpuk di jaringan tubuh Mencegah kontaminasi virus dan bakteri dari perawat ke klien Menurunkan resiko infeksi saat melakukan tindakan keperawatan pada klien Menambah pengetahuan klien mengenai tanda dan gejala infeksi, dan segera menginformasikan jika terdapat tanda dan gejala mengenai infeksi pada perawat. Antibiotik bekerja dengan cara membunuh bakteri atau mencegahnya berkembang biak dan menyebar.



9. Discharge Planning a. Jelaskan tentang kondisi pasien yang memerlukan perawatan dan pengobatan. b. Ajarkan penanggung jawab pasien untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. c. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. d. Ajarkan penanggung jawab pasien untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. e. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila pasien mengalami gangguan mobilitas fisik. f. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. g. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadwal. h. Ajarkan pada penanggung jawab pasien bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.(Darlina, 2016)



30



BAB III PENGELOLAAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K



A. FORMAT PENGKAJIAN RESUME KASUS DI GAWAT DARURAT (UGD)



Nama Mahasiswa



: Kelompok 1



Semester/Tingkat



: I/NERS XIV



Tempat Praktek



: IGD RS Bethesda



Tanggal Pengkajian



: 17 Juli 2021, Jam: 01.20 WIB



DATA KLIEN



A. DATA UMUM 1. Nama inisial klien



: Sdr. K



2. Umur



: 47 tahun



3. Alamat



: Sleman, Yogyakarta



4. Agama



: Kristen



5. Tanggal masuk RS/RB



: 17 Juli 2021



6. Nomor rekam medis



: 02-07-xx-xx



7. Diagnose medis DD/Definitif



: CKB (OC,SAH)



8. Tingkat kegawatan



: II



B. PENGKAJIAN PRIMER 1. Airway (jalan nafas) Jalan nafas terdapat sumbatan parsial oleh lidah pasien, Lidah refleknya lemah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut dan jalan nafas. 2. Breathing Pernafasan spontan adekuat, frekuensi nafas meningkat, RR 32x/ menit, saturasi oksigen 99%, irama nafas regular tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan dan kiri simetris. 31



3. Circulation a. Vital sign: 1) Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan, saat pasien gelisah 2) Nadi



: Nadi: 117x/menit, tachycardia, teraba kuat, di



brachialis kiri b. Capilarry refill



: < 3 detik, dijari jempol tangan kanan.



c. Akral



: Akral teraba hangat, Suhu: 37,80C, di ukur di aksila



kanan 4. Disability a. Keadaan umum: 1) Pasien mengalami penurunan kesadaran, tingkat kesadaran somnolen, saat ditanya pasien masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. 2) Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan. Pada saat diberi rangsang nyeri tengan pasien fleksi abnormal. Nyeri seluruh tubuh pada ekstremitas atas dan bawah, Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS) dan pasien meringis kesakitan. 3) Pengkajian sistem serebrospinal pusing. Badan terasa lemah dan letih, mual, muntah lebih dari 3x, pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat, muntah berupa makanan dari perut pasien. 4) Terdapat luka terbuka pada telinga kanan ± 5cm dengan kedalaman luka 0,6cm, kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka. 5) GCS : 7



E1 V2 M4



32



C. ANALISIS DATA No 1 DS: DO:



Data



Masalah Bersihan jalan nafas tidak efektif







2



3



Jalan nafas terdapat sumbatan parsial oleh lidah (D.0149) pasien, Lidah refleknya lemah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut dan jalan nafas  GCS : 7 E1 V2 M4 DS:Pola nafas tidak DO: efektif  Pernafasan spontan adekuat, (D.0005) frekuensi nafas meningkat, RR 32x/ menit, saturasi oksigen 99%, irama nafas regular tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan dan kiri simetris DS: Pasien mengeluhkan nyeri Nyeri akut kepala seperti tertimpa beban (D.0077) yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan. Nyeri seluruh tubuh pada ekstremitas atas dan bawah, DO:  Pada saat diberi rangsang nyeri tengan pasien fleksi abnormal.  Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS)  Pasien meringis kesakitan.  Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan saat pasien gelisah  Nadi: 117x/menit, tachycardia, teraba kuat, di brachialis kiri



33



Etiologi Disfungsi neuromuskuler



Gangguan neurologis (cedera kepala)



Agen pencedera fisik



4



5



5



DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat, DO:  Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien  Badan lemah dan letih,  Mual , muntah lebih dari 3x DS: Pasien mengeluh nyeri kepala. DO:  Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah, saat ditanya pasien masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.  GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan saat pasien gelisah  Nadi: 117x/menit, tachycardia, teraba kuat, di brachialis kiri DS: DO:  Terdapat luka terbuka pada telinga kanan ± 5cm dengan kedalaman luka 0,6cm, kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka.  Suhu 37,80C  Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS)



34



Nausea (D.0076)



Peningkatan tekanan intrakranial



Resiko perfusi serebral tidak efektif



Cedera kepala



(D.0017)



Risiko Infeksi (D.0142)



Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer : kerusakan inegritas kulit



Diagnosis Keperawatan: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler dibuktikan dengan: DS:DO: a. Jalan nafas terdapat sumbatan parsial oleh lidah pasien, Lidah refleknya lemah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut dan jalan nafas b. GCS : 7



E1 V2 M4



2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera kepala) dibuktikan dengan: DS:DO: a. Pernafasan spontan adekuat, frekuensi nafas meningkat, RR 32x/ menit, saturasi oksigen 99%, irama nafas regular tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan dan kiri simetris 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) dibuktikan dengan: DS: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan. DO: a. Pada saat diberi rangsang nyeri tengan pasien fleksi abnormal. b. Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS) c. Pasien meringis kesakitan. d. Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan saat pasien gelisah e. Nadi: 117x/menit, tachycardia, teraba kuat, di brachialis kiri 4. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan : DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat



35



DO: a. Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien b. Badan lemah dan letih, c. mual, muntah lebih dari 3x 5. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dengan faktor risiko cedera kepala. 6. Resiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: kerusakan inegritas kulit.



36



D. Implementasi Tanggal /jam 17 Juli 2021 01.20



Data



Diagnosis Kep



Tujuan



DS: DO:  Jalan nafas terdapat sumbatan parsial oleh lidah pasien, Lidah refleknya lemah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut dan jalan nafas  GCS : 7 E1 V2 M4



Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler (D.0149)



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 6 menit diharapkan Bersihan Jalan Nafas meningkat dengan Kriteria hasil: 1. Produksi sekret menurun 2. Dispneu menurun 3. Frekuensi nafas membaik 20x/menit 4. Jalan nafas tampak bersih



Rencana Keperawatan Manajemen Jalan Nafas O: 1. Monitor nafas



Rasional



Evaluasi S: 



rongga jalan 1. Inspeksi mulut, dan lobang hidung memastikan jenis sumbatan



2. Monitor bunyi 2. Auskultasi bunyi nafas untuk nafas tambahan mengetahui jenis kelainan pada suara paru-paru 3. Monitor sekret 3. Mengetahui haluaran jenis sekret (slime, darah, sputum, lendir) T: 4. Posisikan kepala lebih



37



Implementasi



O:



Jalan nafas terdapat sumbatan parsial oleh lidah pasien, Lidah refleknya lemah jatuh kebelakang menutup sebagian 2. Melakukan rongga mulut dan monitoring jalan nafas adanya bunyi  GCS : 7 E1 V2 nafas M4 tambahan A: Bersihan jalan nafas tidak efektif belum teratasi 3. Melakukan monitoring P: Lanjutkan produksi intervensi nomor 1, 3, sputum 4 1. Melakukan monitoring jalan nafas



I: 1. Monitor pola nafas 3. Monitor sekret



tinggi dari 4. Elevasi kepala badan dan sampai dengan 300 anggota gerak untuk menurunkan bawah ( head TIK. up) E: 5. Perintahkan pasien menahan 5. Posisi lidah akan memudahkan lidah pada pemasangan OPA posisi yang tepat secara anatomis K: 6. Pemasangan OPA 6. Kolaborasi dan ETT jalan diusulkan bila napas terbuka dan urgent segera pola lebih efektif pasang OPA dan ETT



38



4. Memberikan posisi semi fowler pada pasien



4. Posisikan semi fowler atau fowler E: S: O:  Terpasang OPA  GCS 7 A: Bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi P: Intervensi dihentikan



5. Menganjurka n pasien menahan lidah agar tidak R: bila jalan nafas menutup bersih, lidah terkontrol jalan nafas. boleh lepaskan OPA 6. Melakukan kolaborasi jika diperlukan pemasangan ETT



17 Juli 2021 01.25



DS:DO:  Pernafasan spontan adekuat, frekuensi nafas meningkat, RR 32x/ menit, saturasi oksigen 99%, irama nafas regular tidak menggunakan otot bantu nafas, ekspansi dada kanan dan kiri simetris



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (cedera kepala) (D.0005)



Setelah Manajemen jalan dilakukan nafas tindakan keperawatan O: selama maksimal a) Hitung 1. Mengetahui 10 menit frekuensi , keadekuatan pola diharapkan pola kedalaman nafas pernafasan dan nafas membaik dan usaha nafas kapasitas paru-paru dengan kriteria hasil: b) Monitor bunyi 2. Mengetahui 1. Dispneu nafas tambahan kelainan suara menurun paru-paru 2. Penggunaan (wheezing, otot bantu stridor, ronchi, nafas gurgling). menurun 3. Frekuensi T: nafas c) Posisikan membaik kepala lebih 3. Elevasi kepala tinggi dari sampai dengan badan dan 300 untuk anggota gerak menurunkan TIK. bawah ( head up)



d) Berikan oksigen



39



4. Dengan binasal kanul 3L/menit



S: -



1. Melakukan monitoring pola nafas



2. Melakukan monitoring bunyi nafas tambahan



3. Memberikan posisi kepala pasien lebih tinggi dengan mengganjal tengkuk menggunakan bantal tipis/handuk 4. Memberikan posisi semi



O:  Rr: 32x/menit  Pasien dalam posisi semi fowler  SaO2 99%  Terpasang binasal kanul 3L/menit A: pola nafas tidak efektif belum teratasi P: lanjutkan intervensi 3, 4,5 I: 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. Posisikan semi fowler atau fowler 5. Berikan oksigen E: S: O: o Rr: 20x/menit o Pasien dalam posisi semi fowler o SaO2 99%



3L/menit dengan binasal kanul.



cukup efektif untuk mencukupi suplai oksigenasi.



fowler, jika memungkink an



E: K: e) Kolaborasi pemberian oksigen



17 Juli 2021 01.30



DS: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan. DO:



Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik (D.0077)



5. Mengoptimalkan kebutuhan oksigenasi.



Setelah Manajemen dilakukan Nyeri: tindakan keperawatan O: selama 30-60 1. Identifikasi 1. Mengetahui jenis menit lokasi, dan skala nyeri diharapkan karakteristik, sehingga dapat durasi, frekuensi, Tingkat Nyeri menentukan menurun dengan kualitas, intervensi yang Kriteria hasil: intensitas nyeri dapat dilakukan 1. Keluhan nyeri .



40



o



Terpasang O2 dengan binasal kanul 3L/menit A: Pola nafas tidak efektif teratasi P: hentikan intervensi



5. Memberikan Oksigen R: Monitoring dengani. nafas. binasal kanul 3L/menit 1.



1. Melakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas



pola



S: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan



 Pada saat diberi rangsang nyeri tengan pasien fleksi abnormal.  Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS)  Pasien meringis kesakitan.  Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan saat pasien gelisah  Nadi: 117x/menit, tachycardia, teraba kuat, di brachialis kiri



menurun 2. Ukur skala nyeri (Skala 3-4) menggunakan 2. Mengetahui 2. Meringis Numeric Rating tingkat keparahan Scale (NRS) menurun nyeri. (pasien lebih tenang, tidak 3. Identifikasi gelisah) faktor yang 3. Frekuensi memperberat 3. Mengetahui hal nadi dan yang memperparah membaik memperingan nyeri nyeri (60100x/menit) 4. Tekanan darah T: membaik 4. Berikan teknik (122/82 nonfarmakolog 4. Teknik naFas mmHg) i nafas dalam dalam untuk meningkatkan mengurangi oksigen ke otak rasa nyeri. sehingga menurun kan nyeri 5. Pertimbangkan jenis dan 5. Jenis dan sumber sumber nyeri nyeri menentukan dalam ke efektifan pemilihan tindakan yang strategi diberikan meredakan nyeri.



41



nyeri 2. Melakukan identifikasi skala nyeri



3. Melakukan Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 4. Memberikan teknik nonfarmakolo gis teknik nafas dalam.



5. Mempertimb angkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan



O:  Pasien menunjuk pada kepala daerah oksipital belakang kiri,  Tidak banyak gerak di bagian kaki kanan dan tangan kanan.  Skala nyeri 6  Pasien meringis kesakitan  Nadi: 117x/menit  Tekanan darah: 127/74 mmHg A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi nomor 4 dan 7 I: 4. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri 7. Kolaborasi



E: 6. Ajarkan teknik nonfarmakolog 6. Mengedukasikan is untuk pasien agar mampu mengurangi melakukan teknik rasa nyeri. nafas dalam yang baik dan benar



K: 7. Kolaborasi pemberian analgetik



7. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.



strategi meredakan nyeri.



6. Memberikan edukasi tentang teknik nonfarmakolo gis untuk mengurangi rasa nyeri. 7. Memberikan Ketorolac 30mg, IV



42



pemberian analgetik. E:  S: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan  O: o Skala nyeri 5 o Pasien meringis o Nadi: 98x/menit o Tekanan darah: 120/70 mmHg  A: Masalah belum teratasi  P: Lanjutkan intervensi



17 Juli 2021 01.30



DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat DO:  Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien  Badan lemah dan letih,  mual (+), muntah (+) lebih dari 3x



Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 60 menit diharapkan tingkat nausea menurun dengan kriteria hasil: 1. Keluhan mual menurun 2. Perasaan ingin muntah menurun



Manajemen Muntah: O: a) Identifikasi 1. Mual muntah adanya muntah proyektil tanda proyektil. peningkatan TIK b) Periksa volume 2. Mengetahui muntah jumlah haluaran muntah T: c) Atur posisi 3. Agar tidak untuk terjadi mencegah penyumbatan aspirasi pada jalan nafas 4. Jalan nafas menjadi bebas hambatan



d) Bersihkan mulut dan hidung 5. Minuman yang berkarbonasi e) berikan cairan dapat memicu yang tidak muntah berkarbonasi



43



1. Melakukan identifikasi karakteristik muntah 2. Memeriksa jumlah volume muntah 3. Posisikan kepala pasien menghadap ke kiri 4. Membersihka n mulut dan hidung dari sisa muntah pasien. 5. Memberikan minum air



R: Berikan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis yang lain S: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat O:  Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien  Badan lemah dan letih,  mual (+), muntah (+) lebih dari 3x A: masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi nomor 3,4,7 I: 3. Atur posisi untuk mencegah aspirasi 4. Bersihkan mulut



minimal 30 6. Pasien di menit setelah istirahatkan muntah agar tidak banyak E: f) Anjurkan bergerak dan memperbanyak tidak istirahat mengalami muntah 7. Pemerian antiemetik mengurangi muntah K: g) Kolaborasi pemberian antiemetik



putih hangat 30 menit setelah muntah



dan hidung 7. Kolaborasi pemberian antiemetik E:



6. Menganjurka n pasien untuk tidak terlalu banyak gerak.



7. Memberikan Ondansetron 4mg, IV 



S: pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah O:  Pasien masih mual dan muntah A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi



R: tidak ada intervensi yang diubah



44



17 Juli 2021 01.40



DS: Pasien mengeluh nyeri kepala. DO:  Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah, saat ditanya pasien masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.  GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kanan  Nadi: 117x/menit, takicardi, teraba kuat, di brachialis kiri



Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dibuktikan dengan cedera kepala berat



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 60 menit diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil: 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Nilai ratarata tekanan darah membaik. 3. Kesadaran membaik. 4. Sakit kepala menurun.



Manajemen peningkatan tekanan intracranial: O: a) Monitor adanya 1. Muntah proyektil peningkatan menunjukan adanya TIK peningkatan TIK



b) Identifikasi penyebab peningkatan TIK



T: c) Posisikan kepala tinggi badan anggota bawah ( up)



d) Cegah



45



lebih dari dan gerak head



2. Tanda pusing, nyeri kepala berat dan muntah menunjukan peningkatan TIK



3. Elevasi kepala sampai dengan 300 untuk menurunkan TIK



4. Konvulsi atau kejang tanda gejala peningkatan TIK.



1. Memonitor adanya tanda/gejala TIK meningkat 2. Melakukan identifikan yang menyebabkan TIK meningkat



S:O:  GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 127/74 mmHg, diukur di lengan kiri  Nadi: 117x/menit, takikardi, teraba kuat, di ukur di brachialis kiri A: masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi nomor 3,4,5



I: 3. Berikan posisi semi fowler 3. Menaikan 4. Cegah terjadinya kepala bagian kejang tempat tidur 5. Kolaborasi setinggi 300 pemberian sedasi dan anti konvulsan 4. Mencegah terjadi kejang



E:  S:-



terjadinya kejang



K: e) Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan



Kejang mengakibatkan aliran oksigenasi ke otak menurun



5. Sedasi dan anti konvulsan merelaksasi rangsangan kejang



pada pasien



5. Memberikan Phenytoin 100mg, IV











O:



GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 120/70mmHg, diukur di lengan kiri  Nadi: 98x/menit, takikardi, teraba kuat, di ukur di brachialis kiri A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi R: tidak ada intervensi yang diubah



17 Juli 2021 01.45



DS: DO:  Terdapat luka terbuka pada telinga kanan ± 5cm dengan



Resiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuata n pertahanan tubuh primer :



Setelah Pencegahan dilakukan Infeksi tindakan keperawatan selama 60 menit O: diharapkan 1. Monitor tanda Tingkat Infeksi



46



S: -



1. Mengetahui



1. Melakukan



O:  Suhu: 37,80C  Wajah bengkak  Skala nyeri 7



 



kedalaman luka kerusakan 0,6cm, kondisi inegritas kulit luka kotor, ada pasir yang masuk (D.0142) kedalam luka. Suhu 37,80C Skala nyeri 7 diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS)



menurun dengan Kriteria hasil: 1. Demam menurun 2. Bengkak menurun 3. Nyeri menurun



gejala infeksi local dan sistemik T: 2. Berikan perawatan kulit pada area edema



3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien



4. Optimalkan teknik aseptic pada setiap tindakan yang berisiko tinggi



47



adanya infeksi



tanda



2. Mengurangi edema pada kulit



3. Mencegah terjadi infeksi nosocomial



4. Agar tidak terjadi infeksi pada luka



monitoring tanda gejala infeksi local dan sistemik 2. Melakukan kompres alkohol 70% dengan balutan di daerah yang bengkak 3. Mencuci tangan 6 langkah dengan sabun 2 sebelum dan 3 sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 4. Mempertahan kan teknik aseptic pada pasien



A: Tidak terjadi infeksi P: Lanjutkan intervensi nomor 2 I:  Berikan perawatan kulit pada area edema E:  S: Pasien mengatakan edema berkurang  O: bengkak tampak berkurang dan tidak teraba hangat  A: Tidak terjadi infeksi  P : Hentikan intervensi R: Tidak ada intervensi yang diubah



infeksi



E: 5. Jelaskan tanda gejala infeksi



K: 6. Kolaborasi pemberian antibiotik



48



berisiko tinggi 5. Agar pasien dapat memahami tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, pembengkakan, panas, nyeri, dan kelainan fungsi.



6. Pemberian antibiotic yang tepat dapat mencegah terjadinya infeksi



5. Memberika n penjelasan tentang tanda gejala infeksi



6. Memberikan ceftriaxone 1gr



E. PENGKAJIAN SEKUNDER 1. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama



: : Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa



beban yang berat O : Nyeri dirasakan sejak masuk IGD 25 menit yang lalu P : Pasien mengatakan bila banyak bergerak kepala terasa nyeri Q : Pasien mengatakan sakit seperti tertimpa beban berat R : Pasien mengatakan nyeri kepala bagian belakang kepala kiri menyebar ke seluruh daerah kepala S : Pasien mengatakan skala 7 T : Pasien mengatakan muncul keluhan nyeri 2 menit sekali dengan durasi 6 detik U : Pasien terlihat bingung dan tidak mampu menjawab dengan benar V : Pasien mengatakan ingin lebih nyaman b. Keluhan Tambah



: Badan terasa lemah dan letih mual, muntah lebih



dari 3x c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengendarai motor, motor yang dinaiki pasien menabrak mobil dari arah yang berlawanan, saat kecelakaan pasien tidak memakai helm, kepala pasien terbentur, sehingga pasien tidak sadarkan diri selama kurang lebih 15 menit, dalam perjalanan pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah, kemudian jam 01.20 WIB dini hari di bawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebuah Rumah Sakit (RS) pada tanggal 17 Juli 2021. Di IGD dipasangan infus RL ditangan kiri loading 1 liter, pemasangan DC no.10, NGT no.16, menggunakan O2 nasal kanul 3L/menit dan mayo. Dilakukan hecting di telinga kanan sebanyak 9 jahitan, pemberiksaan darah, elektrolit, rontgen thorax abdomen 2 posisi dan CT scan kepala, diberikan injeksi obat IV ondansetron 4mg, ketorolac 30mg, ceftriaxone 1gr, tetagram 250 IU, asam traneksamat 500mg, phenytoin 100 mg. Kemudian dirujuk ke RS Bethesda. Jam 03.00 pasien sampai di RS Bethesda.



49



d. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada 2. Pemeriksaan Fisik Fokus : a. Keadaan umum: Pasien meringis, kesadaran delirium, GCS pasien E1 V2 M4 a. BB / TB : Tidak terkaji b. Tanda-tanda vital : TD 120/70 mmHg dikukur di lengan kanan, nadi 98x/menit , RR 20x/menit, suhu 37,8°C c. PF Kepala, wajah, dan leher : Bentuk kepala oval, rambut warna hitam, ada luka lecet pada dagu dan pipi kanan, pelipis kanan luka memar, dan wajah pasien bengkak, wajah simetris,tampak mengernyitkan dahi, mukosa bibir kering, leher terpasang neck collar. d. PF Dada : Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, tidak ada retraksi dinding dada e. PF Abdomen : Inspeksi : warna kulit kecoklatan, perut datar, umbilicus ditengah, terdapat sedikit luka diperut sudah kering. f. PF Ekstremitas : 1) Ekstremitas atas tidak ada jejas, tidak edema, capilary refil < 3 detik 2) Ekstrimitas bawah kanan: tidak ada jejas, tidak ada edema, jari-jari bisa bergerak Tidak ada deformitas 3) Ekstrimitas bawah kiri: tidak ada jejas, tidak ada edema, jari-jari bisa bergerak Tidak ada deformitas. 4) Terpasang Infus di tangan kiri RL loading 1 liter 3. Data Penunjang : a. Laboratorium : b. Radiologi : 4. Therapi Medik : 1) Infus RL 20 tts/menit 2) Oksigen nasal kanul 3L/menit 3) Pemasangan dower cathether nomor 10 4) Pemasangan nasogastric tube nomor 16



50



5) Ondansetron 4mg 6) Ketorolac 30mg 7) Ceftriaxone 1 gr 8) Tetagram 250 IU 9) Asam traneksamat 500 mg 10) Phenytoin 100mg



F. ANALISIS DATA PENGKAJIAN SEKUNDER No



Data



Masalah



Etiologi



1



DS: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat



Nyeri akut (D.0077)



Agen pencedera fisik



DO: 1. O: Nyeri dirasakan sejak masuk IGD 25 menit yang lalu 2. P : Pasien mengatakan bila banyak bergerak kepala terasa nyeri 3. Q : Pasien mengatakan sakit seperti tertimpa beban berat 4. R : Pasien mengatakan nyeri kepala bagian belakang kepala kiri menyebar ke seluruh daerah kepala 5. S : Pasien mengatakan skala 7 6. T: Pasien mengatakan muncul keluhan nyeri 2 menit sekali dengan durasi 6 detik 7. U : Pasien terlihat bingung dan tidak mampu menjawab dengan benar 8. V : Pasien mengatakan ingin lebih nyaman



51



2



3



DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat, DO: 1. Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien 2. Badan lemah dan letih, 3. Mual, muntah lebih dari 3x DS: DO: 1. Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah. Saat ditanya pasien masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. 2. GCS : 7 E1 V2 M4 3. Tekanan darah : 120/70 mmHg, diukur di lengan kiri 4. Nadi: 98x/menit, teraba kuat, di ukur di brachialis kiri



Nausea (D.0076)



Peningkatan tekanan intrakranial



Resiko perfusi serebral tidak efektif



Cedera kepala



(D.0017)



Diagnosis Keperawatan: 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma) dibuktikan dengan: DS: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat DO: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



O: Nyeri dirasakan sejak masuk IGD 25 menit yang lalu P : Pasien mengatakan bila banyak bergerak kepala terasa nyeri Q : Pasien mengatakan sakit seperti tertimpa beban berat R : Pasien mengatakan nyeri kepala bagian belakang kepala kiri menyebar ke seluruh daerah kepala S : Pasien mengatakan skala 7 T: Pasien mengatakan muncul keluhan nyeri 2 menit sekali dengan durasi 6 detik U : Pasien terlihat bingung dan tidak mampu menjawab dengan benar V : Pasien mengatakan ingin lebih nyaman



52



2. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan : DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat DO: a. Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien b. Badan lemah dan letih, c. Mual , muntah lebih dari 3x 3. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dengan faktor risiko cedera kepala



53



F. Rencana dan Implementasi Tanggal/Ja m 17 Juli 2021 14.00



Data DS: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat DO: O: Nyeri dirasakan sejak masuk IGD 25 menit yang lalu  P : Pasien mengatakan bila banyak bergerak kepala terasa nyeri  Q : Pasien mengatakan sakit seperti tertimpa beban berat  R : Pasien mengatakan nyeri kepala bagian belakang kepala kiri menyebar ke seluruh daerah kepala  S : Pasien mengatakan skala 7  T: Pasien mengatakan muncul keluhan nyeri 2 menit sekali dengan durasi 6 detik  U : Pasien terlihat bingung dan tidak mampu menjawab dengan benar 



Diagnosis Kep Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik (D.0077)



Tujuan Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama 60 menit diharapkan Tingkat Nyeri menurun dengan Kriteria hasil: 1. Keluhan nyeri menurun 2. Meringis menurun 3. Frekuensi nadi membaik 4. Tekanan darah membaik



Intervensi



Rasional



Implementasi



Evaluasi S: Pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan.



Manajemen Nyeri: O: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2.



3.



1.



Mengetahui jenis dan skala nyeri sehingga dapat menentukan intervensi yang dapat dilakukan



1.



Melakukan dentifikasi lokasi, karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



2.



Mengetahui tingkat keparahan nyeri



2.



Melakukan indentifikasi skala nyeri



Ukur skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS)



Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri



3.



T: 4. Berikan teknik nonfarmakologi nafas dalam untuk mengurangi rasa



54



3.



Mengetahui hal yang memperpara h nyeri



4.



Teknik



Melakukan Identifikasi faktor yang memperbera t dan memperinga n nyeri







  



O: Pada saat diberi rangsang nyeri tengan pasien fleksi abnormal. Skala nyeri 5. Pasien meringis Tekanan darah : 120/70 mmHg, diukur di lengan kiri Nadi: 98x/menit, teraba kuat, di ukur di brachialis kiri



Tanggal/Ja m



Data 



Diagnosis Kep



Tujuan



Intervensi



Rasional



nyeri.



V : Pasien mengatakan ingin lebih nyaman 5.



naFas dalam meningkatka n oksigen ke otak sehingga menurun kan nyeri



Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. 5.



E: 6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 6.



K: 7. Kolaborasi pemberian analgetik 7.



55



Jenis dan sumber nyeri menentukan ke efektifan tindakan yang diberikan



Implementasi 4.



5.



Mengedukas ikan pasien agar mampu melakukan teknik nafas



Memberika n teknik nonfarmako logis teknik nafas dalam.



Mempertim bangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.



6.



Memberika n edukasi tentang teknik nonfarmako logis untuk mengurangi rasa nyeri



7.



Memberika n Ketorolac



Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri



Evaluasi A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi nomor 4 dan 6 I: 4.



6.



Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi pemberian analgetik.



E:  S: Pasien mengatakan masih merasakan nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, nyeri



Tanggal/Ja m



Data



Diagnosis Kep



Tujuan



Intervensi



Rasional



Implementasi



Evaluasi



30mg, IV







 



seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan O: o Skala nyeri 4 o Pasien meringis o Nadi: 94x/menit o Tekanan darah: 120/70 mmHg A: Nyeri akut belum teratasi P: Lanjutkan intervensi



R: Berikan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis yang lain



17 Juli 2021 14.10



DS: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat, DO:  Muntah berupa makanan yang



Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 60 menit diharapkan tingkat nausea



Manajemen Muntah: O: 1. Identifikasi karakteristik muntah.



56



1. Mual muntah proyektil tanda peningkatan



1. Melakukan identifikasi karakteristi k muntah



S: Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila istirahat



Tanggal/Ja m



Data



 



diisikan ke perut pasien Badan lemah dan letih, mual (+), muntah (+) lebih dari 3x



Diagnosis Kep



Tujuan



menurun dengan kriteria hasil: 1. Keluhan mual menurun 2. Perasaan ingin muntah menurun



Intervensi



Rasional



TIK 2. Periksa volume muntah T: 3. Atur posisi untuk mencegah aspirasi



4. Bersihkan mulut dan hidung



5. berikan cairan yang tidak berkarbonasi minimal 30 menit setelah muntah



E: 6. Anjurkan memperbanyak istirahat



57



2. Mengetahui jumlah haluaran muntah



3. Agar tidak terjadi penyumbatan pada jalan nafas 4. Jalan nafas menjadi bebas hambatan 5. Minuman yang berkarbonasi dapat memicu muntah



Implementasi



Evaluasi



O:  Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien  Badan lemah dan letih, 3. Memberika  mual (+), n posisi muntah (+) semi lebih dari 3x fowler. A: masalah belum teratasi 4. Membersih kan mulut P : lanjutkan dan hidung intervensi nomor dari sisa 3,4,7 muntah pasien. I: 3. Atur posisi 5. Memberika untuk n minum mencegah air putih aspirasi hangat 30 4. Bersihkan menit mulut dan setelah hidung muntah 7. Kolaborasi pemberian antiemetik 2. Memeriksa jumlah volume muntah



Tanggal/Ja m



Data



Diagnosis Kep



Tujuan



Intervensi



K: 7. Kolaborasi pemberian antiemetik



Rasional



6. Pasien di istirahatkan agar tidak banyak bergerak dan tidak mengalami muntah



7. Pemerian antiemetik mengurangi muntah



17 Juli 2021 14.20



DS: Pasien mengeluh nyeri kepala. DO:  Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah, saat ditanya pasien masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang



Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif dibuktikan dengan cedera kepala



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 60 menit diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil: 1. Tingkat kesadaran



Implementasi



6. Menganjur kan pasien untuk tidak terlalu banyak gerak.



7. Memberika n Ondansetro n 4mg, IV



E:  S: pasien mengatakan masih mual dan muntah  O:  mual, muntah  A: Nauseabelum teratasi  P: lanjutkan intervensi



1. Memonitor adanya tanda/gejal a TIK meningkat



R: tidak ada intervensi yang diubah S:O:  GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 120/67 mmHg, diukur di lengan kiri  Nadi: 98x/menit,



Manajemen peningkatan tekanan intracranial: O: 1. Monitor adanya peningkatan TIK



1. Muntah proyektil menunjukan adanya peningkatan TIK 2. Tanda pusing,



58



Evaluasi



Tanggal/Ja m



Data



  



diajukan. GCS : 7 E1 V2 M4 Tekanan darah : 120/70 mmHg, diukur di lengan kiri Nadi: 98x/menit, teraba kuat, di brachialis kiri



Diagnosis Kep



Tujuan



meningkat 2. Nilai rata-rata tekanan darah membaik. 3. Kesadaran membaik. 4. Sakit kepala menurun.



Intervensi



2. Identifikasi penyebab peningkatan TIK



T: 3. Posisikan kepala lebih tinggi dari badan dan anggota gerak bawah ( head up) 4. Cegah terjadinya kejang



K: 5. Kolaborasi pemberian infus kristaloid



59



Rasional



nyeri kepala berat dan muntah menunjukan peningkatan TIK



3. Elevasi kepala sampai dengan 300 untuk menurunkan TIK



4. Konvulsi atau kejang tanda gejala peningkatan TIK. Kejang mengakibatkan aliran oksigenasi ke otak menurun



5. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan elektrolit dan



Implementasi



2. Mengistira hatkan pasien agar tidak banyak bergerak sehingga mengurang i pusing dan muntah



Evaluasi



teraba kuat, di ukur di brachialis kiri A: masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi nomor 3,4,5



3. Menaikan kepala bagian tempat tidur setinggi 300



I: 3. Berikan posisi semi fowler 4. Cegah terjadinya kejang 5. Berikan phenytoin 2x100 mg IV



4. Menjaga pasien tidak banyak bergerak sehingga dapat menguragi



E:  S: O:  GCS : 7 E1 V2 M4  Tekanan darah : 120/70



Tanggal/Ja m



Data



Diagnosis Kep



Tujuan



Intervensi



Rasional



mempermudah pemmeberian obat lewat IV 6. Kolaborasi pemberian anti konvulsan



6. Sedasi dan anti konvulsan merelaksasi rangsangan kejang



Implementasi



Evaluasi



peningkata n TIK dan mencegah terjadinya kejang 5. Melakukan pemasanga n infuse RL 1 liter ditangan kiri selama 2 jam, loading.







 6. Memberika n Phenytoin 2x100mg IV



60



mmHg, diukur di lengan kanan  Nadi: 98x/menit, teraba kuat, di brachialis kiri A: Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 2,4,5,6 R: lanjutkan intervensi di IMC



B. FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN INTERMEDITE CARE UNIT (IMC)



I.



II.



IDENTITAS DIRI KLIEN Nama



: Sdr.K



Umur



: 46 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Alamat



: Sleman, Yogyakarta



Status Perkawinan



: Belum menikah



Agama



: kristen



Suku



: Jawa



Pendidikan



: Sarjana



Pekerjaan



: Swasta



Tgl masuk RS



: 17 Juli 2021 jam 01.20



Tgl pengkajian



: 17 Juli 2021 jam 15.00



Sumber Informasi



: Bp.S



RIWAYAT PENYAKIT 1. Keluhan utama Nyeri kepala seperti tertimpa beban berat



2. Riwayat penyakit sekarang Pada tanggal 17 Juli 2021 sekitar jam 01.00 dini hari klien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan bermotor, motor yang dinaiki korban menabrak mobil dari arah yang berlawanan, saat kecelakaan pasien tidak memakai helm, kepala pasien terbentur sehingga pasien tidak sadarkan diri kurang lebih 15 menit, dalam perjalanan di RS pasien dalam keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah. Pasien sampai IGD pada jam 01.20 WIB dini hari, dengan kondisi: terdapat luka terbuka pada telinga kanan ±5cm dengan kedalaman luka 0,6cm, kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka. Ada luka lecet pada dagu dan pipi kanan, pelipis kanan



61



luka memar dan wajah pasien bengkak. Pasien mengalami penurunan kesadaran , pasien mengeluhkan kepala seperti tertimpa beban berat pada



bagian oksipital belakang kepala kiri yang dapat menyebar



keseluruh daerah kepala, badan terasa lemah dan letih, mual (+). Muntah (+) lebih dari 3x, pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang setelah istirahat, muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien, kejang (-), nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan. Selama di IGD pasien dipasang infus RL ditangan kiri dan loading cairan 1L, pemasangan DC no 10, NGT no.16 dan diberikan terapi 02 nasal kanul 3L/menit, dilakukan hecting di telinga kanan sebanyak 9 jahitan. Dilakukan pemeriksaan darah, rontgen thorax dan abdomen 2 posisi dan Ct Scan kepala. Therapi obat yang diberikan selama di IGD adalah injeksi ondancetron 4mg, ketorolac 30mg, ceftriaxone 1gr,tetagram 250 iu, asam tranexamat 500mg dan phyenitoin 100mg. GCS selama di IGD adalah E1 V2 M4 dengan TD 117/64mmhg, nadi 112x/menit dan RR 32x/menit, SaO2 99%. Kemudian di IGD sudah dipasang neck collar dan diberikan manitol 125cc. 3. Riwayat penyakit dahulu Riwayat alergi dingin 4. Diagnose medik Cidera kepala berat III.



Pemeriksaan penunjang Px lab darah Tanggal 17 Juli 2021 pukul 03.10 WIB Hasil Jenis pemeriksaan Hb



10,6g/dL



Hct



31,6 vol%



Lekosit



19,45 H ribu/ul



Trombosit



214 ribu/ul



62



Eritrosit



4.20 juta/ul



MPV



8.0 fL



PDW



16.3



PCT



0.2%



MCH



75,1 fL



MCHC



33,5 g/dL



Neutrofil



86,3%



Limfosit



4.8 %



Monosit



7.6%



Eosinofil



1.2%



Basofil



0,1%



Neutrofil



16.77 ribu/ul



Pemeriksaan CT scan terdapat oedema cerebri, SAH Rontgen thorax Rontgen abdomen 2 posisi IV.



V.



Tindakan yang telah dilakukan 1. Pemasangan infus RL ditangan kiri, loading cairan 1 L 2. Pemasangan DC no.10 3. Pemasangan NGT no.16 4. Pemberian terapi 02 nasal kanul 2L/menit dan pemasangan opa 5. Pemasangan neck collar OBSERVASI DAN PENGKAJIAN FISIK (BODY SYSTEM) 1. Breath (pernafasan) a. Respirasi rate : 22x/ menit b. Pola nafas : pernafasan dada, reguler c. Suara nafas : terdengar ronchi d. Slem : mulai produktif e. Kesimetrisan gerak dada : gerak dada kanan dan kiri simetris f. Kelainan bentuk dada : tidak ada g. Penggunaan otot bantu pernafasan : tidak ada h. Terapi Oksigen : oksigen nasal 2 liter i. Saturasi oksigen : 97%



63



2. Blood (kardiovaskuler)  Tekanan darah  MAP  Nadi  Irama  Bunyi jantung  Murmur  Capillary refill  Jenis disritmia



: 110/70 mmHg lengan kiri : 83 :71x/ menit : reguler : tunggal : tidak ada : 1 detik : tidak ada



3. Brain (persyarafan)  Kesadaran  GCS  Pupil 1) Diameter 2) Refleks terhadap cahaya  Refleks fisiologis a. Bisep b. Trisep c. Patella d. Achiles  Refleks patologis a. Babinsky  Pemeriksaan lain a. Kaku kuduk b. Brudzinjy Neck Sign c. Kernig sign d. Laseque  Kekuatan otot



: comatus : 8 E:2 V:2 M:4 : isokor : ±4mm :+/+ : : negatif : negatif : negatif : negatif : : negatif : : negatif : negatif : negatif : negatif :



4. Bladder (perkemihan)  Urine output  Warna  Catheter  Jml cairan pengunci  Distensi kandung kemih  Retensi urine  Inkontinensia urin  Nyeri



: 1200 cc/24 jam : Kuning jernih : rushbatch ukuran 10 : 15 cc : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak terdapat nyeri tekan



64



5. Bowel  Peristaltic  Vascular Sound (Bruit)  Distensi abdomen  Asites  Blooding  Mual  Muntah  Hepatomegaly  Spleenomegali  Pembesaran ginjal



: 10x/ menit, suara lemah : tidak terdengar : tidak ada : tidak ada : tidak ada : ada : 3x setelah terisi makanan : tidak teraba : tidak teraba : tidak teraba



6. Bone  Fraktur  Nyeri  Deformitas sendi  Oedema  pitting oedema  Perfusi perifer  Sianosis  Compartemen syndrome



: tidak ada : tidak ada nyeri : tidak ada : tidak ada : negatif : CRT 1 detik : tidak ada : tidak ada



65



VI.



Terapi Pengobatan



No



Nama Obat



Indikasi



Kontra Indikasi



Efek samping



Implikasi



1.



Ondancetron 2x4mg



Obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah.



Sakit kepala, sembelit, lelah dan lemah, meriang, mengantuk, pusing



Awasi adanya nyeri kepala, kelemahan dan pusing.



2.



Ketesse 2x50mg



Nyeri muskuloskeletal akut, dismenorea, sakit gigi, nyeri paska operasi.



3.



Tizos 2x1gr



Digunakan untuk mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri



Kontraindikasi pada pasien yang mengalami hipersensitivitas terhadap obat ini dan kombinasi dengan apomorpin karena dapat menimbulkan hipotensi dan penurunan kesadaran Riwayat serangan asma, bronkospasme, rinitis akut atau polip nasal , urtikaria atau edema angioneurotik, tukak lambung atau dispepsia kronis. Tidak boleh digunakan pada pasien hipersensitif pada kandungan obat.



4.



Asam tranexamat 3x500mg



Obat untuk menghentikan perdarahan.



5.



Phenytoin 2x100mg



Obat untuk mencegah dan meredakan kejang pada penderita epilepsi dan mengatasi



Mual, muntah, nyeri Awasi adanya perut, diare dan mual mual, diare dispepsia. dan dispepsia



Efek samping yang mungkin terjadi adalah syok, reaksi hipersensitif, defisiensi vitamin, sakit kepala dan gangguan saluran cerna. Riwayat Sakit kepala, nyeri tromboemboli, otot atau nyeri sendi, riwayat trombosis hidung tersumbat, arteri dan vena, nyeri perut, nyeri perdarahan punggung, mual subarachnoid muntah, diare, aktif, aritmia dan migrain. riwayat kejang. Hipersensitivitas Sakit kepala, pusing, terhadap mual dan muntah, phyenitoin atau sembelit, kesulitan hepatotoksisitas untuk tidur, rasa akibat pyenitoin. gugup, gusi Penggunaan pada



66



Awasi adanya syok, reaksi hipersensitivitas , adanya sakit kepala dan gangguan cerna.



Awasi adanya skait kepaala, nyeri otot dan sendi, mual muntah dan diare.



Awasi adanya sakit kepala, pusing mual dan peradarahan pada gusi.



neuralgia trigeminal.



6.



Paracetamol Mengobati nyeri 2x 1000 mg ringan sampai IV b/p sedang dan untuk menurunkan demam.



7.



Lanzoprazol 1x40mg



Mengatasi gangguan pada lambung, seperti tukak lambung, GERD.



8.



Manitol 4x125cc



Digunakan untuk megurangi tekanan pada otak, tekanan dalam bola mata dan pembengkakan otak.



9.



Ranitidin 2 x Digunakan untuk 25 mg menangani gejala atau penyakit yang berkaitan dengan dengan produksi asam berlebihan di dalam lambung.



kondisi khusus seperti penyakit kardiovaskuler, hipotiroid dan DM. Hindari penggunaan pada pasien yang diketahui hipersensitivitas dan disfungsi hati yang parah. Pada pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap lansoprazol atau agen proton pump inhibitor Pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien anuria, edema berat, gagal ginjal, dehidrasi berat, edema metabolik, penyakit ginjal progresif dan perdarahan intrakranial aktif. Bila terdapat riwayat porfiria akut dan hipersensitivitas.



67



membengkak berdarah



dan



Reaksi kulit, kerusakan hati (penggunaan jangka panjang dan overdosis) dan reaksi alergi.



Awasi adanya reaksi alergi, ruam dan ruam pada kulit.



Dapat menimbulkan Awasi adanya diare, sakit perut, diare, nyeri perut sembelit, sakit kepala dan pusiang. dan pusing.



Demam, menggigil, sakit kepala, buang air kecil jadi lebih sering, pusing, penglihatan kabur, mual dan muntah.



Awasi suhu tubuh, jumlah urine yang keluar, awasi juga penglihatan kabur dan mual muntah.



Mual , muntah, sakit kepala, insomnia, vertigo, ruam, konstipasi, diare, nyeri perut, urine tampak keruh, detak jantung meningkat/menurun, kebingungan, halusinasi.



Observasi adanya penigkatan detak jantung, halusinasi dan kebingungan.



VII.



HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LABORATORIUM Px lab darah Tanggal 17 Juli 2021 pukul 03.10 WIB Hasil Jenis pemeriksaan Hb



10,6g/Dl



Hct



31,6 vol%



Lekosit



19,45 H ribu/ul



Trombosit



214 ribu/ul



Eritrosit



4.20 juta/ul



MPV



8.0 Fl



PDW



16.3



PCT



0.2%



MCH



75,1 Fl



MCHC



33,5 g/Dl



Neutrofil



86,3%



Limfosit



4.8 %



Monosit



7.6%



Eosinofil



1.2%



Basofil



0,1%



Neutrofil



16.77 ribu/ul



Pemeriksaan CT scan terdapat oedema cerebri, SAH



68



VIII.



ANALISA DATA NO



DATA



MASALAH



PENYEBAB



1



Ds:Pasien mengatakan Perfusi jaringan Cidera kepala nyeri kepala seperti cerebral tidak tertimpa beban berat efektif DO: Pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS :8 E:2 V:2 M;4, pemeriksaan CT scan terdapat oedema cerebri, SAH



2



DS:DO: Terdapat luka terbuka pada telinga kanan ±5cm dengan kedalaman luka 0,6cm, kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka. Ada luka lecet pada dagu dan pipi kanan, pelipis kanan luka memar dan wajah pasien bengkak. DS: Pasien mengatakan mual DO: Muntah lebih dari 3x, pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang setelah istirahat, muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien, terpasang NGT, nilai GCS:8 E:2 V:2 M:4 kesadaran somnollen DS:DO: Leukosit ; 19,45 H ribu/dl, suara nafas ronchi, slem mulai produktif



3



4



69



Gangguan integritas kulit



Resiko nutrisi



Faktor mekanik



defisit Ketidakmampuan menelan makanan



Resiko infeksi



Ketidakadekuatan ketahanan tubuh primer: penurunan kerja siliaris



NO



IX.



DATA



MASALAH



PENYEBAB



5



DS : Pasien mengatakan Defisit badan terasa letih dan perawatan diri lemah DO: Bedrest, terpasang restrain, terpasang D.cath, terpasang NGT, terpsang O2 nasal 2L/menit



Kelemahan



6



DS: Pasien mengatakan Nyeri akut nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan, skala :4 DO: Wajah tampak menahan nyeri,ada luka pada telinga dan dagu, pelipis memar.



Agen fisik



pencidera



DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN 1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala dibuktikan dengan pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS :8 E:2 V:2 M;4, pemeriksaan CT scan terdapat oedema cerebri, SAH 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan wajah tampak menahan nyeri,ada luka pada telinga dan dagu, pelipis memar 3. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan ketahanan tubuh primer: penurunan kerja siliaris 4. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan makanan 5. Gangguan integritas kulit berhubungan



dengan faktor mekanik



dibuktikan dengan terdapat luka terbuka pada telinga kanan ±5cm dengan kedalaman luka 0,6cm, kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka. Ada luka lecet pada dagu dan pipi kanan, pelipis kanan luka memar dan wajah pasien bengkak 70



6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan bedrest, terpasang restrain, terpasang D.cath, terpasang NGT, terpsang O2 nasal 2L/menit.



X.



RENCANA KEPERAWATAN dan IMPLEMENTASI Nama pasien : Sdr.K Ruangan : IMC Tanggal : 17-07-2021 Nama mahasiswa : sri lestari No



1



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an 17 Juli Ds: Perfusi 2021/ pasien jaringan 15.20 mengatakan cerebral nyeri kepala tidak seperti efektif tertimpa beban berat DO:  pasien mengala mi penuruna n kesadaran Tari : somnolen  GCS :8 E:2 V:2 Tari M;4  pemeriksa an CT Scan terdapat oedema



Tujuan



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama maksimal 3 x 24 jam diharapkan perfusi serebral meningkat dengan kriteria hasil: 1. Tingkat kesadaran meningkat : compos mentis 2. Nilai ratarata tekanan darah membaik. : 130/85 mmHg 3. Sakit kepala menurun. 4. Tidak terjadi peningkatan TIK



Intervensi



Manajemen peningkatan tekanan intracranial: Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK Terapeutik 3. Berikan posisi semi fowler 4. Cegah terjadinya kejang



Edukasi



71



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



cerebri, SAH tari



5. Edukasi keluarga bila terjadi kejang Kolaborasi 6. Berikan obat anti konvulsan : injeksi phenithoin 2x100 mg, manitol 4x 125 cc.



Tari



2.



Intervensi



17 Juli DS: 2021/  pasien 15.20 mengatak an nyeri seluruh tubuh anggota gerak atas dan bawah kanan  skala :4 DO: tari  wajah tampak menahan nyeri  ada luka pada telinga dan dagu,



72



Nyeri akut



tari



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Tingkat Nyeri menurun dengan Kriteria hasil: 1. Keluhan nyeri menurun (Skala 1-3) 2. Meringis menurun (pasien lebih tenang, tidak gelisah) 3. Frekuensi nadi membaik (60100x/menit) 4. Tekanan



tari Manajemen Nyeri Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri Terapeutik 4. Berikan teknik nonfarmakolo



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



pelipis memar.



Tujuan



Intervensi



darah membaik (130/85 mmHg)



gi untuk mengurangi rasa nyeri. 5. Pertimbangka n jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Edukasi 6. Ajarkan teknik nonfarmakolo gis untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi 7. Berikan analgetik injeksi ketese 2x50 mg, tamoliv bila perlu.



tari Tari



tari 3.



17 Juli DS:2021/ DO: 15.20  leukosit ; 19,45 H ribu/dl  suara napas ronchi



73



Resiko infeksi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan Tingkat Infeksi menurun dengan Kriteria hasil: 1. Suhu 36.5ᴼC 37.5ᴼC



Pencegahan Infeksi, Manajemen jalan napas Observasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



 Slem mulai produktif. tari



tari



tari



Tujuan



2. Lekosit 4.511.5 ribu/mmk 3. Suara napas tambahan ronchi menurun 4. Tidak terjadi retensi sputum



tari



Intervensi



2. Monitor bunyi napas tambahan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 4. Batasi jumlah pengunjung 5. Atur posisi semi flowler 6. Lakukan fisioteraphi dada jika diperlukan 7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan 8. Berikan minum hangat



Edukasi 9. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 10. Ajarkan tehnik batuk efektif 11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan



74



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



Intervensi



12. Jelaskan latihan mobiliasi Kolaborasi 13. Kolaborasi pemantauan lekosit 14. Berikan antibiotik injeksi tizos 2x1gr



tari 4.



17 Juli 2021/15.2 0



tari



DS: pasien mengatakan mual



Resiko defisit nutrisi



DO:  Muntah lebih dari 3x  Pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang setelah istirahat



75



tari



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi defisit nutrisi dengan kriteria hasil: 1. Keluhan mual menurun 2. Perasaan ingin muntah menurun 3. Tidak terpasang NGT 4. Dapat menghabiskan porsi makan yang



Manajemen nutrisi : Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang disukai 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT 4. Periksa volume muntah Terapeutik: 5. Lakukan oral hygiene sebelum makan



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



 Muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien  Terpasan g NGT no 16  Nilai GCS : 8 E:2 V:2 M:4  kesadaran somnolen



tari



Tujuan



diberikan 5. Kesadaran compos mentis



tari



Intervensi



6. Fasilitasi menentukan pedoman diet 7. Berikan makanan tinggi serat, tinggi kalori, tinggi protein. 8. Berikan suplemen makanan jika diperlukan 9. Hentikan pemberian makan melalui slang NGT jika asupan oral dapat di toleransi Edukasi : 10. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup 11. Ajarkan diet yang diprogramka n 12. Anjurkan untuk sering membersihka n mulut. Kolaborasi : 13. Berikan injeksi ondansentro n 2x 4 mg, injeksi



76



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



Intervensi



lansoprasol 1x40 mg



tari



5.



17 Juli DS: 2021/ DO: 15.20  Terdapat luka terbuka pada telinga kanan ±5cm dengan tari kedalama n luka 0,6cm  Kondisi luka kotor, ada pasir yang masuk kedalam luka.  Ada luka lecet pada dagu dan pipi kanan, pelipis kanan luka memar dan wajah 77



Gangguan integritas kulit



tari



Setelah dilakukan tindakan kepaerawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penyembuhan luka membaik dengan kriteria hasil: 1. Penyatuan tepi luka 2. Pembentukan jaringan parut. 3. Odeme pada sisi luka berkurang 4. Peradangan pada luka tidak ada. 5. Nyeri hilang



Perawatan luka Observasi 1. Monitor kareteristik luka ( missal: drainase, warna, ukuran, bau) 2. Monitor tanda-tanda infeksi Terapeutik 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan 4. Bersihkan jaringan nefrotik 5. Berikan salep yang sesuai



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



Intervensi



pasien bengkak.



di kulit/ lesi jika perlu.



tari



6. Pertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan luka



tari



7. Pasang balutan sesuai jenis luka. Edukasi 8. Anjurkan melaporka n tandatanda kerusakan kulit. 9. Ajarkan prosedur perawatan luka. Kolaborasi 10. Kolaboras i prosedur debrideme nt 11. Berikan antibiotik tizos 2x 1gr



78



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



Intervensi



tari 6.



17 Juli DS : 2021/  pasien 15.20 mengatak an badan terasa letih dan lemah DO:  Bedrest  Terpasan g restrain  Terpasan g D.cath,  Terpasan g NGT  Terpasan g O2 nasal 2L/menit



79



Defisit perawatan diri



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil: 1. ADL pasien terpenuhi 2. Mempertahan kan kebersihan diri 3. Kemampuan mengenakan pakaian meningkat 4. Kemampuan makan meningkat 5. Kemampuan ke toilet meningkat



Dukungan perawatan diri : Observasi : 1. Identifikaasi kebutuhan yang dibutuhkan 2. Monitor tingkat kemandirian Terapeutik : 3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL setiap hari ( mandi, toileting, berpakaian, mobilisasi, makan/minum 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantunga n 5. Dampingi dalam melakukan perawatan diri.



No



Tanggal/ Jam



Data



Diagnosis keperawat an



Tujuan



Intervensi



Edukasi : 6. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan 7. Libatkan keluarga dalam membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADL jika perlu



80



IX.CATATAN PERKEMBANGAN Nama pasien



: Sdr. K



Ruangan



: IMC



Diagnosis medis



: CKB



Masalah



Tanggal/



Keperawatan



Jam



Perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala dibuktikan dengan pasien mengalami penurunan kesadaran GCS E2 V2 M4 pemeriksaan CT Scan terdapat odeme cerebri, SAH.



17 Juli 2021



Perkembangan



10.45



Tanda Tangan



I: 1. Melakukan identifikan yang menyebabkan TIK meningkat - Hasil MSCT Kepela: Odeme Cerebri, SAH 2. Memonitor adanya tanda/gejala TIK meningkat - GCS E2 V2 M4 , Monitor Vital Sign TD: 110/70 HR:71x/menit RR:22x/menit Suhu:37 oC. Kesadaran :Somnolen



Tari



12.00 3. Mencegah terjadi kejang pada pasien - Injeksi Phenytoin 2x100mg IV - Manitol 4x125cc 12.15



13.30



4. Melakukan pemasangan infuse RL 20 tetes/menit E: S: Pasien mengatakan kepala pusing O: suhu 37⁰C, nadi: 70x/menit, respirasi: 22x/menit, TD: 110/70 mmHg. Terpasang infus RL 20 tts/mnt A: Masalah keperawatan perfusi cerebral tidak efektif belum teratasi P: Lanjutkan rencana intervensi keperawatan nomor 1, 2, 3, 4.



81



Tari



Masalah



Tanggal/



Keperawatan



Jam



Perkembangan



Nyeri akut 17 juli 2021 berhubungan dengan 14.30 agen pencedera fisik dibuktikan dengan wajah tampak menahan nyeri, ada luka pada telinga dan 15.00 dagu, pelipis memar 18.00



I: 1. Melakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Wajah menahan nyeri, ada luka jahitan pada telinga kanan, dagu , pelipis ada memar 2. Melakukan indentifikasi skala nyeri - Skala Nyeri 4 3. Memberikan teknik nonfarmakologis tarik nafas dalam. - Ajarkkan nafas efektif tehnik nafas dalam



Tanda Tangan



Juwita



Juwita



4. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik dengan dokter - Injeksi Ketese 2x50mg IV 20.30 E: S : Pasien mengatakan nyeri masih ada. O : Pasien masih menahan nyeri pada luka yang ada di dagu, pelipis, Suhu 37.5ᴼC Nadi: 90x/menit Respirasi: 24x/menit TD: 120/70 mmHg P : Lanjutkan rencana intervensi keperawatan no 1,2,3, 4 Resiko Infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan ketahanan tubuh primer: penurunan kerja siliaris



17 Juli 2021 21.15



juwita



I: 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik S:O : Perawatan luka memar dan luka jahitan dengan tehnik steril. - Retensi sputum , Pernafasan Ronkhi 13.Monitor Hasil Laboratorium S:O : Hasil Lekosit = 19,45 ribu/ul



82



Juwita



Masalah



Tanggal/



Keperawatan



Jam



Perkembangan



24.00



06.00



14. Kolaborasi pemberian antibiotik S:O : injeksi Tizos 1 gr IV dengan nacl 100 cc habis 30 menit. E: S : Pasien mengatakan badannya meriang O : Badan pasien teraba hangat , Suhu: 360C, TD:120/90, RR: 22x/menit, HR:90x/menit, sputum bisa dikeluarkan sendiri. P : Lanjutkan rencana intervensi keperawatan no 1,2,3, 10,12, 14



83



Tanda Tangan



Juwita



Juwita



Nama pasien



: Sdr.k



Ruang



: IMC



Diagnosa Medis



: CKB



Diagnosis 1 No



Diagnosis Keperawatan



Tgl/Jam



Perkembangan



1.



Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala dibuk



18/7/2021



S:-



07.45



O: pasien tidak muntah, tekanan darah ; 140/70 mmHg pada lengan kiri



Tandatangan



GCS: 8 E:2 V:2 M;4 A: masalah keperawatan belum teratasi P: lanjut intervensi 1, 2,3 ,4 ,5 I: 09.00



10.00



12.00



Juwita 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S: O: GCS:8 E;2 v:2 M;4 2. Memonitor tanda gejala peningkatan TIK S: O: pasien terlihat memegangi kepala, TD: 130/80mmHg 3. Memberikan posisi semi fowler S:O: pasien terlihat nyaman, tidak mengeluh pusing 4. Mencegah terjadinya kejang pada pasien S:O: pasien tidak kejang, s:37 derajat celcius, TD: 130/80mmHg 5. Kolaborasi pemberian anti konvulsan S:O: memberikan obat per IV phenytoin 100 mg dalam dex 5% 100 cc, obat habis dalam waktu 30 menit



84



Juwita



Juwita



No



Diagnosis Keperawatan



Tgl/Jam



Perkembangan



13.00



E;



Tandatangan



S:O:tidak terlihat tanda-tanda peningkatan TIK, pasien tidak muntah dan tidak kejang GCS: 8 E:2 V:2 M;4 A: masalah belum teratasi P: Intervensi lanjut 1,2,3,4,5 Juwita Jam 14.00



S:O: pasien masih somnollen, GCS: 8 E:2 V :2 M:4 A; masalah keperawatan belum teratasi P: Intervensi lanjut 1,2 ,3,4 I:



15.00



16.00



17.00



Tari



1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S: O: GCS:8 E;2 v:2 M;4 2. Memonitor tanda gejala peningkatan TIK S: O: pasien terlihat memegangi kepala, TD: 130/80mmHg 3. Memberikan posisi semi fowler S:O: pasien terlihat nyaman, tidak mengeluh pusing 4. Mencegah terjadinya kejang pada pasien S:O: pasien tidak kejang, s:37 derajat celcius, TD: 130/80mmHg



85



tari



No



Diagnosis Keperawatan



Tgl/Jam



Perkembangan



19.00



E:



Tandatangan



S:O: pasien terlihat lebih rileks, somnolen, GCS:8 E:2 V:2 M:4



tari



Tari Jam 21.00



S:O: pasien masih somnolen, GCS: 8 E:2 :2 M: 4 A; masalh keperawatan belum teratasi P: Intervensi lanjut 1,2 ,3,4,5



21.30



I: 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S: O: GCS:8 E;2 v:2 M;4



22.00



2. Memonitor tanda gejala peningkatan TIK S: O: pasien terlihat memegangi kepala, TD: 130/80mmHg



23.00



3. Memberikan posisi semi fowler



86



Riris



No



Diagnosis Keperawatan



Tgl/Jam



Perkembangan



Tandatangan



S:O: pasien terlihat nyaman, tidak mengeluh pusing



24.00



06.00



4. Mencegah terjadinya kejang pada pasien S:O: pasien tidak kejang, s:36,7 derajat celcius, TD: 120/70mmHg 5. Memberikan obat anti konvulsan S:O: memberikan obat per IV phenytoin 100 mg dalam dex 5% 100 cc, obat habis dalam waktu 30 menit



Riris



E: S:O: pasien terlihat lebih rileks, somnolen, GCS:8 E:2 V;2 M:4



Riris



87



Diagnosa 2 No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



2.



Nyeri akut nerhubungan dengan agen cedera fisik



18/7/2021



S: pasien mengatakan nyeri



Jam



O: raut wajah tampak menahan nyeri , ada luka pada wajah, dagu dan telinga.



07.30 wib



tandatangan



A: masalah keperawatan belum teratasi



Juwita



P: Intervensi keperawatan lanjut no 1,2,3,4,5 I: 08.00



1. Melekukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas , intensitas nyeri S: pasien mengeluh tubuh



12.00



Juwita



O: saat diberi rangsangan nyeri tangan pasien fleksi normal, pasien meringis .



09.00



10.00



nyeri seluruh



2. Melakukan identifikasi skala nyeri S: pasien mengatakan nyeri skala 4 O: wajah tampak menahan nyeri 3. Memberikan teknik nonfarmakologi tarik Juwita nafas dalam S: pasien mengatakan bisa mengurangi nyeri dengan nafas dalam O: pasien mampu mengikuti arahan nafas dalam 4. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik Juwita S: pasien mengatakan nyeri berkurang setelah diberi obat O: pemberian analgetik secara Iv dengan ketesse 1 ampul



13.00 E:



S:pasien mengatakan masih nyeri skala 4 O: wajah tampak menahan nyeri



88



Juwita



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



tandatangan



Jam 14.30



S : pasien mengatakan nyeri skala 3-4 O: raut wajah tampak menahan nyeri , ada luka pada wajah, dagu dan telinga. A: masalah keperawatan belum teratasi P: Intervensi keperawatan lanjut no 1,2,3,4,5



15.00



Tari



I: 1. melakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas , intensitas nyeri S: pasien mengeluh tubuh



nyeri seluruh Tari



O: saat diberi rangsangan nyeri tangan pasien fleksi normal, pasien meringis. 16.00



17.30



20.00



2. Melakukan identifikasi skala nyeri S: pasien mengatakan nyeri skala 4 O: wajah tampak menahan nyeri 3. Memberikan teknik nonfarmakologi tarik nafas dalam S: pasien mengatakan bisa mengurangi nyeri dengan nafas dalam O: pasien mampu mengikuti arahan nafas dalam



Tari



E: S:pasien mengatakan masih nyeri skala3- 4 O: wajah tampak menahan nyeri Tari



89



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



tandatangan



Jam 21.30



S : pasien mengatakan nyeri seluruh tubuh, skala 4 O: raut wajah tampak menahan nyeri , ada luka pada wajah, dagu dan telinga. A: masalah keperawatan belum teratasi P: Intervensi keperawatan lanjut no 1,2,3,4,5 I:



22.00



1. melakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas , intensitas nyeri S: pasien mengeluh tubuh



Riris



nyeri seluruh



O: saat diberi rangsangan nyeri tangan pasien fleksi normal, pasien meringis



22.30



2. Melakukan identifikasi skala nyeri S : pasien mengatakan nyeri seluruh tubuh, skala nyeri 4



23.00



24.00



O: wajah tampak menahan nyeri 3. Memberikan teknik nonfarmakologi tarik nafas dalam S : pasien mengatakan bisa mengurangi nyeri dengan nafas dalam O: pasien mampu mengikuti arahan nafas dalam 4. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik S: pasien mengatakan nyeri berkurang setelah diberi obat O : pemberian analgetik secara Iv dengan ketesse 1 ampul dalam nacl 100cc habis dalam 30 menit



90



Riris



Riris



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



06.00



E:



tandatangan



S:pasien mengatakan masih nyeri skala 4 O: wajah tampak menahan nyeri



Riris



Diagnosa 3 No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



3.



Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadeku atan ketahanan tubuh primer : penurunan kerja siliaris



18/7/2021



S:-



07.30



O:badan pasien teraba tidak demam, S;36 derajat celcius A: masalah keperawatan belum teratasi



tandatangan



Juwita



P: Intervensi 1,2,3,10 dilanjutkan I: 08.00



10.00



1. Melakukan monitoring tanda gejala infeksi lokal dan sistemik: S:O: badan teraba tidak demam, S : 36,7 derajat celcius 2. Memonitor bunyi napas S:-



91



Juwita



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



12.00



Perkembangan O : masih terdengar bunyi ronchi di paruparu 3. Memonitor sputum S : keluarga mengatakan dahan tidak bisa keluar O : terdengar bunyi ronchi, sputum tidak keluar. 1) Memberikan injeksi antibiotik tizos 1 gr S:O : obat dimasukkan via IV dengan Nacl 100 cc habis 30 menit.



tandatangan



Juwita



E. 13.00 S:0 : badan teraba tidak demam, slem produktif, suhu 36,5ᴼ celcius



14.30



Juwita



S:O:badan pasien teraba tidak demam, S;36,5 derajat celcius A: masalah keperawatan belum teratasi P: Intervensi 1,2,3,4,8, 9, 12 dilanjutkan



Tari



I: 15.00



1. Melakukan monitoring tanda gejala infeksi lokal dan sistemik: S:O: badan teraba tidak demam, S;36,7 derajat celcius 2. Memonitor bunyi napas S:O : Terdengar bunyi napas ronchi 3. Memonitoring sputum



92



Tari



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



Perkembangan



16.00



S : keluarga mengatakan sputum mulai bisa keluar. O : warna sputum kekuningan, kental 4. Membatasi pengunjung S:O : tidak ada keluarga yang berkunjung kecuali istrinya. 8. Memberikan minum hangat S : keluarga mengatakan pasien bisa minum sedikit-sedikit. O : pasien bisa menelan minum hangat yang diberikan. 9. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi S:O : keluarga mengerti dengan apa yang dijelaskan. 15. Jelaskan latihan mobilisasi S : keluarga mengatakan bisa membantu pasien untuk mirang-miring O : keluarga paham dengan yang diajarkan.



18.00



19.00



tandatangan



Tari



E: 20.30



S:O : badan teraba tidak demam, slem produktif, suhu 36ᴼ C Tari



21.30



S:O:badan pasien teraba tidak demam, S;36 derajat celcius A: masalah keperawatan belum teratasi P: Intervensi 1,2,3,5, 10 dilanjutkan I:



Riris



93



No



Diagnosa keperawatan



Tgl/jam



22.00



23.00



Perkembangan 1. Melakukan monitoring tanda gejala infeksi lokal dan sistemik: S:O: badan teraba tidak demam, S;36,7 derajat celcius 2. Memonitor bunyi napas S:O : Terdengar bunyi napas ronchi 3. Memonitoring sputum S : keluarga mengatakan sputum mulai bisa keluar. O : warna sputum kekuningan, kental 10. Mengajari tehnik batuk efektif



tandatangan



Riris



S:O : pasien bisa mengeluarkan sputum 24.00



06.00



14.Memberikan injeksi antibiotik Tizos 1gr S :O: obat dimasukkan via IV dengan nacl 100cc habis 30 menit



Riris



E: S:0; badan teraba tidak demam, slem produktif, suhu 36,5ᴼC



Riris



94



Nama Pasien : Sdr. K Ruangan



: IMC



Tanggal



: 19 Juli 2021



Nama Mahasiswa : Kelompok 1



CP Hari ke 3 Masalah Keperawatan



Tanggal/



Perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala dibuktikan dengan pasien mengalami penurunan kesadaran GCS E2 V2 M4 pemeriksaan CT Scan terdapat odeme cerebri, SAH.



19 Juli 2021



Perkembangan Jam



07.45



10.00



13.30



Tanda Tangan



I: 1. Melakukan identifikan yang menyebabkan TIK meningkat S:O : Hasil MSCT Kepela: Odeme Cerebri, SAH 2. Memonitor adanya tanda/gejala TIK meningkat S:O : GCS E4 V4 M5 , Monitor Vital Sign TD: 100/70 HR:80x/menit RR:20x/menit Suhu:36,5 o C. Kesadaran :Apatis 4. Mencegah terjadi kejang pada pasien S: O : Injeksi Phenytoin 2x100mg IV, Manitol 3x125cc



Ida



Ida



5. Melakukan pemasangan infuse RL 20 tetes/menit E: S: Pasien mengatakan kepala pusing 6. O: suhu 36ᴼC, nadi: 70x/menit, respirasi:



95



Ida



Masalah Keperawatan



Tanggal/ Perkembangan Jam



Tanda Tangan



18x/menit, TD: 100/70 mmHg. Terpasang infus RL 20 tts/mnt A: Masalah keperawatan perfusi cerebral tidak efektif belum teratasi P: Lanjutkan rencana intervensi keperawatan nomor 2, 3,4



Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan dengan wajah tampak menahan nyeri, ada luka pada telinga dan dagu, pelipis memar



19 juli 2021 14.30



15.00 18.00



I: 1. Melakukan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Wajah tampak tenang, ada luka jahitan pada telinga kanan, dagu , pelipis ada memar sudah tampak bersih, odeme tidak ada. 2. Melakukan indentifikasi skala nyeri 96



Tari



Masalah Keperawatan



Tanggal/ Perkembangan Jam



Tanda Tangan



- Skala Nyeri 2 3. Memberikan teknik nonfarmakologis tarik nafas dalam. - Ajarkkan nafas efektif tehnik nafas dalam



20.30



4. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik dengan dokter - Injeksi Ketese 2x50mg IV E: S : Pasien mengatakan nyeri masih ada. O : Pasien masih menahan nyeri pada luka yang ada di dagu, pelipis, Suhu 36ᴼC Nadi:82x/menit Respirasi: 20x/menit TD: 110/70 mmHg P : Lanjutkan rencana intervensi keperawatan no 1,2,3, 4



Resiko Infeksi 19 Juli 2021 dibuktikan dengan 21.15 ketidakadekuatan ketahanan tubuh primer: penurunan kerja siliaris



24.00



Tari



Tari



I: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik - Perawatan luka memar dan luka jahitan dengan tehnik steril. - Jalan nafas bersih , Pernafasan vesikuler 2. Monitor hasil laboratorium - Hasil Lekosit = 12.50 ribu/ul 3. Memberian antibiotik - Tizos 1gr IV 97



Juwita



Masalah Keperawatan



Tanggal/ Perkembangan



Tanda Tangan



E: S : Pasien mengatakan badannya meriang O : Badan pasien teraba hangat , Suhu: 360C, TD:120/80, RR: 18x/menit, HR:80x/menit, P : Lanjutkan rencana intervensi keperawatan no 1,2,3, 5,6,10,14



Juwita



Jam



98



BAB IV PEMBAHASAN



A. Instalasi Gawat Darurat 1. Primer a. Pengkajian Pengkajian kegawatdaruratan menggunakan pendekatan ABCD yaitu airway, breathing, circulation, disability. 1) Airway Pengkajian airway pada cedera kepala berat meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea, yang dilakukan dengan teknik “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher (Putri, 2021). Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis. Pasien mengalami kelumpuhan otot pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tulang belakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis, yang dapat muncul pada pemeriksaan fisik hasil inspeksi umum yaitu batuk dengan peningkatan produksi sputum (Arif Mutaqiin 2008 dalam Andi 2018). Pengkajian pada tinjauan kasus pasien cedera kepala berat ditemukan masalah airway yaitu ada sumbatan jalan nafas, tidak ada cairan, darah dan secret di lubang atau jalan nafas bagian atas, lidah lemah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut, terpasang neck collar jenis soft. Masalah sumbatan jalan napas yang dialami pasien disebabkan lidah jatuh kebelakang menutup sebagian rongga mulut. Hal ini sesuai dengan teori



99



bahwa obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah (Ginting, Sitepu, & Ginting, 2020). Lidah jatuh kebelakang menyebabkan



obstruksi



hipofaring,



sehingga



terjadi



hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea (Potter & Perry, 2010 dalam Aini, 2019). 2) Breathing Pengkajian breathing pada cedera kepala berat biasanya memperhatikan frekuensi normal pernapasan antara 1618x/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO2 antara 28-35 mmHG karena jika lebih dari 35 mmHg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mmHg akan menyebabkan vasokontriksi yang berakibat terjadinya iskemia. Periksa tekanan O2 100 mmHg, jika kurang berikan oksigen masker 8 liter/menit (Manurung, 2018 dalam Putri, 2021). Inspeksi yang dilakukan pada cedera kepala biasanya menunjukan pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Terdapat retraksi dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada menunjukkan adanya etelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pneumotoraks,



atau penempatan



endrotrakeal



dan tube



trakeostomi yang kurang tepat. Observasi ekspansi dada juga perlu di nilai reaksi dari otot interkostae, substernal, pernafasan abdomen, dan retraksi abdomen saat inspirasi. Pada palpasi, fremitus menurun di bandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan bila melibatkan trauma di rongga thoraks. Pada



100



perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thoraks/ hemathotoraks. Pada auskultasi bunyi tambahan seperti berbunyi, stridor, ronchi, pada pasien dengan peningkatan produksi skret dan kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada pasien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma. Pada pasien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernapasan, pasien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya pasien di rawat di ruang perawatan intensif sampai kondisi stabil (Muttaqin, 2011 dalam Putri, 2021). Masalah



yang ditemukan setelah pengkajian



breathing



berdasarkan tinjauan kasus adalah frekuensi nafas meningkat, RR 32x/ menit, SaO2 99%, menggunakan binasal kanul 3L/menit, irama nafas regular. Frekuensi pernapasan dapat meningkat karena respons fisiologis dalam melindungi dan mempertahankan kadar oksigen di dalam tubuh. Peningkatan juga dapat dipengaruhi oleh pendarahan intrakranial. Hiperventilasi menginduksi vasokonstriksi dan penurunan aliran darah otak sehingga menyebabkan iskemik pada



otak



dan



akan



mengganggu



keseimbangan



dari



metabolisme oksigen diotak yang akan menyebabkan hipoksia, hipotensi, hiper/hipo PaCO2 dan anemia (Mukhlisin, 2018). 3) Circulation Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilai kemampuan jantung dan pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. Pengkajian sirkulasi meliputi: tekanan darah; jumlah nadi; keadaan akral: dingin atau hangat; sianosis; bendungan vena jugularis (Hamarno, 2016 dalam Putri, 2021). Pasien cedera kepala berat dapat ditemukan adanya perubahan tekanan darah, nadi bradikardi, takikardi dan aritmia. Gangguan



101



perfusi ke otak yang ditandai penurunan kesadaran, gambaran EKG abnormal (Muttaqin, 2008 dalam Putri, 2021). Pengkajian circulation dalam tinjauan kasus ditemukan data tekanan darah 117/64 mmHg diukur di lengan kiri, nadi 112x/menit, teraba kuat di ukur di brachialis kiri, capilarry refill