Kemandirian Belajar Dalam Konsep Pembelajaran Berpusat Pada Siswa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • lely
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. PENDAHULUAN Kurikulum yang digunakan di Indonesia saat ini yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan peran siswa yang aktif dalam pembelajaran dan peran guru hanyalah sebagai fasilitator, atau sering disebut dengan student learned centered atau pembealajaran yang berpusat pada siswa. Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia menjadi kurikulum 2013 disesuaikan dengan tujuan pendidikan yaitu untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dalam dirinya. Hal ini tentu saja menuntut peserta didik untuk berperan aktif dalam pembealajaran, tidak pasif dan hanya menerima materi dari guru. Dalam pembelajaran seperti ini siswa adalah pelaku, pengambil keputusan pemecah masalah penganalisa dan sekalagus pengevaluasi. Dengan rentetan tugas seperti itu tentu menuntut siswa untuk mempunyai kemandirian dalam belajar. B. PENGERTIAN KEMANDIRIAN BELAJAR Kemandirian merupakan salah satu aspek penting bagi setiap individu dalam menjalani kehidupannya. Seseorang yang memiliki kemandirian relatif lebih mampu menghadapi segala permasalahan yang ada dalam hidupnya. Seseorang yang memiliki kemandirian tidak bergantung pada orang lain dan akan selalu menghadapi dan memecahkan masalah yang ada. Hal ini senada dengan pengertian kemandirian menurut KBBI, yaitu hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Dapat dikatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mewujudkan kehendak dan keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain. Kaitan dengan belajar, maka kemandirian belajar adalah kemampuan dan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan semua tugas yang dituntut untuk diselesaikan baik sebelum pembelajaran, saat pembelajaran ataupun sesudahnya. Kemandirian belajar dapat dilaksanakan oleh seseorang apabila seseorang tersebut memiliki kepercayaan diri. Menurut Heaters1 kemandirian belajar seseorang ditunjukkan dengan adanya kepercayaan diri akan kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang ada selama kegiatan belajar berlangsung, tanpa bantuan dari orang lain dan tidak ingin dikontrol pengambilan keputusannya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Sehingga 1



Nurhayati, E. (2011). Psikologi pendidikan inovatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar



dapat dikatakan bahwa kemandirian belajar siswa muncul ketika siswa menemukan diri pada posisi kepercayaan diri yang meningkat.



Menurut Hakim 2 kepercayaan diri ini merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala sesuatu yang menjadi aspek kelebihan yang dimiliki dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk mencapai berbagai tujuan hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Individu yang berada pada tingkat kepercayaan diri yang tinggi, mampu menerapkan pikiran positif dalam dirinya untuk dapat mengelola semua kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan belajarnya. Siswa yang memiliki kepercayaan diri tinggi, akan mampu mengelola belajarnya dengan baik, tanpa bergantung kepada orang lain. Oleh karena itu, kepercayaan diri ini erat kaitannya dengan kemandirian belajar. Kemandirian belajar menurut Knowles (self directed learning) merupakan suatu proses dimana individu bertanggung jawab penuh serta berinisiatif dalam mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan mengimplementasikan strategi belajar dan mengevaluasi hasil belajar. Salah satu tugas seorang siswa yaitu mampu mengambil tanggungjawab belajar mereka sendiri, agar tidak menggantungkan diri kepada orang lain dan mampu mengelola dirinya kapan waktu yang tepat untuk meminta bantuan kepada orang lain dan kapan tidak membutuhkan bantuan dari orang lain dalam belajar.3 Kemandirian belajar diperlukan dalam sistem pendidikan, terutama dalam konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menekankan siswa aktif dalam mengembangkan potensinya. Hal ini dikarenakan siswa dapat mengontrol sendiri berbagai cara belajar yang perlu ditempuh untuk mencapai hasil prestasi belajar sesuai dengan keinginannya. Pencapaian prestasi belajar di sekolah yang optimal dalam proses belajar siswa dapat didapatkan dengan adanya kemandirian belajar siswa.



2 3



Hakim, T. (2002). Mengenal rasa tidak percaya diri. Jakarta: Puspa Swara Nurhayati, E. (2011). Psikologi pendidikan inovatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar



Menurut Hiemstra ciri-ciri pebelajar yang memiliki kemandirian belajar yaitu (1) pelajar mempunyai tanggungjawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan usaha belajar, (2) Memiliki keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya (3) Tidak mudah terpengaruh oleh orang lain mengenai proses belajarnya, (4) Apabila menjumpai masalah, berusaha untuk dipecahkan sendiri dan mampu mengatur diri kapan harus meminta bantuan orang lain, serta tidak lari dari masalah, (5) Dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk belajar. Berdasarkan uraian ciri-ciri mengenai individu yang memiliki kemandirian belajar terdapat salah satu ciri yaitu memiliki keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya. Keyakinan merupakan salah satu aspek kepercayaan diri. Individu yang yakin dengan kemampuannya adalah individu yang berpikiran positif terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam belajar. Oleh karena itu, kepercayaan diri mempunyai kontribusi dalam menumbuhkan kemandirian belajar siswa.4 Siswa yang dikatakan mandiri apabila mampu berfikir kritis. Berfikir kritis merupakan upaya pendalaman kesadaran serta kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda. Akan tetapi, apabila setiap orang mampu berfikir secara kritis, masalah yang akan mereka hadapi tentu akan semakin sederhana dan mudah dicari solusinya.



Dalam proses belajar mengajar, siswa yang memiliki kemandirian belajar cenderung bersikap tenang saat menghadapi suatu masalah pengerjaan tugas-tugas belajar dikarenakan mereka mempunyai kepercayaan diri yang tinggi sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain. Suatu masalah tidak akan selesai kalau kita putus asa atau menghindari masalah tersebut, tapi ketika konsisten dan pantang menyerah pasti akan ada solusi. Siswa yang tidak menghindari masalah dalam kegiatan belajar mengajar akan mengerjakan tugastugas yang diberikan guru dan mendengarkan penjelasan materi pelajaran yang disampaikan guru. Siswa yang memilki kemandirian belajar akan percaya diri dalam memecahkan masalahnya. Misalnya dalam mengerjakan suatu tugas tidak mencontek pekerjaan orang lain walaupun tugas yang sedang dihadapinya tersebut sulit dan mencari sumber belajar yang lain seperti buku untuk memahami 4



Nurhayati, E. (2011). Psikologi pendidikan inovatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar



pelajaran yang belum dimengerti sebelum bertanya kepada guru saat proses belajar mengajar berlangsung. Dalam proses pembelajaran, siswa yang berusaha bekerja keras dengan ketekunan dan kedisiplinan selalu menyiapkan peralatan pembelajaran, mengumpulkan tugas tepat waktu dan mencatat penjelasan guru serta selalu membuat rangkuman pelajaran. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun tidak sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Dalam proses pembelajaran, siswa yang memilki tanggung jawab atas tindakannya sendiri akan dapat menjelaskan bagaiman prosedur langkah pengerjaan dalam menyelesaikan suatu soal/tugas yang diberikan guru. Wedemeyer menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan, tanggung jawab dan kewenangan yang lebih besar pada siswa dalam merencanakan dan melaksankan kegiatankegiatan belajarnya (Chareuman, 2003). Selanjutnya Ahmadi mengatakan bahwa kemandirian belajar yaitu siswa dituntut memiliki inisiatif, keaktifan dan keterlibatan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar. Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri untuk melakukan kegiatan belajar. 5 Basri dalam Astuti (2005), mengatakan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor yang terdapat didalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen). (i) Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir adalah merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya,dan (ii) Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam



5



Ahmadi, Abu dkk. 2008. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta



bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal kemandiriannya.6



Untuk mengembangkan kemandirian belajar siswa maka guru hendaknya menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menghindarkan sesuatu yang akan mengganggu belajar siswa, mendorong siswa memahami metode dan prosedur yang benar dalam menyelesaikan suatu tugas, membantu siswa mengatur waktu, menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa mereka mampu mengerjakan tugas yang diberikan, mendorong siswa untuk mengontrol emosi dan tidak mudah panik ketika menyelesaikan tugas atau menghadapi kesulitan, serta memperlihakan kemajuan yang telah dicapai siswa C. KEMANDIRIAN BELAJAR DILIHAT DARI ASPEK PSIKOLOGI PENDIDIKAN



Dilihat dari aspek psikologi pendidikan, kemandirian belajar sering disebut sebagai self regulated learining (SRL). Kemandirian belajar merupaka aspek dari metakognisi, yaitu strategi pemanfaatan kognisi untuk mengatur perencanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Keterkaitan antara metogognisi dengan SLR dapat kita lihat dari pendapat Flavell bahwa sisi atau aspek lain dari metagognisi atau regulasi kognisi yang mengarah pada mekanisme pengaturan diri, seperti mengecek, merencanakan, memonitor, mengetes, merevisi dan mengevaluasi dari aktivitas pembealajaran atau dalam pemecahan masalah. Self regulated learning terjadi ketika pembelajaran secara sistematis mengatur perilaku dan kognisinya mencapai tujuan belajar.7 Printrich dan de Groot dalam Seto mulyadi menjeleaskan bahwa terdapat tiga kompenen penting yang berkaitan dengan SLR; pertama strategi metakognisi siswa untuk merencanakan, memantau dan memodifikasi kognisi mereka, kedua, cara siswa mengelola dan mengontrol usaha mereka dalam



tugas-tugas



yang



sukar



atau



menghindari



gangguan-gangguan,



akan



dapat



mempertahankan dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehingga memungkinkan mereka untuk berprestasi lebih baik. Ketiga, aspek SLR yang sangat penting yang diajukan para peneliti 6



Astuti R, D. 2005. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Guru Dalam Belajar Pada Guru Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2005/2006. Universitas Negeri Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan 7 Seto Mulyadi, Heru Basuki, Wahyu Raharjo, Psikologi Pendidikan, Depok, Rajawali Press: 2017.



dalam konseptualisasi mereka adalah strategi kognisi yang secara nyata digunakan siswa untuk belajar, mengingat dan memahami materi bidang studi. Masih dalam Mulyadi, menurut Zimmerman siswa disebut telah menggunakan SLR bila siswa tersebut mememilki strategi untuk mengakatifkan metakognisi, motivasi dan tingkal laku dalam proses belajar mereka sendiri. Siswa-siswa yang telah menggunakan SLR dalam proses belajarnya memulai dan mengarahkan usahanya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan ketimbang bergantung pada guru, orang tua atau agen pembelajaran yang lain. Siswa dapat dikatakan self regulated leaner apabila siswa tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri. Selain Pintrich, de Groot dan Zimmerman, pandangan tentang SLR juga diungkapkan oleh Vermunt. Pendapat Vermnt tentang SLR berhubungan dengan pendapatnya tentang Regulation Strategies atau strategi pengaturan. Model belajar secara mental dan orientasi belajar merupakan faktor-faktor internal individu yang mempengaruhi SLR. Kedua faktor juga dapat mempengaruhi strategi pemrosesan materi pelajaran, tetapi hasil penelitian Vermut tersebut menyimpulkan bahwa pengaruh kedau faktor tersebut melalui strategi pengaturan. Dengan kata lain SLR akan menyebabkan strategi pemrosesan nateri pelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien, karena dengan SLR proses belajar dapat dierencanakan secara sistematis, kemajuan belajar selalu dimonitor dan apabila tidak terdapat kemauan belajar akan dilakukan diagnosis apa yang menjadi penyebab dan kemudian dicari pemecahannya, sehingga kesulitan belajar dapat diatasi dan akhirnya tujuan belajar dapat tercapai. Pandangan lainnya tentang SLR dikemukakan oleh Purdie, hattie dan Douglas. Bahwa SLR adalah adanya proses metakognisi yang mengatur proses kognisi, dalam hal ini adalah mengatur perencanaan, menontrol atau memonitor dan mengevaluasi proses belajar. Adanya motivasi yang tercermin dari adanya keyakinan akan kemampuan sendiri untuk menyelesaikan tugas-tugas akademis. Andanya komitmen pencapaian tujuan belajar atau tugas-tugas akademis. Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian Self Regulated learning atau kemandirian belajar adalah proses metakognisi yang mengatur proses perencanaan, pemantauan dan evaluasi dalam aktivitas belajar. Proses tersebut dilandasi oleh keyakinan pada



kemampuan sendiri dan oleh komitmen pencapaian tujuan belajar atau tugas-tugas akademis, sehingga tujuan belajar yaitu penguasaan pengetahuan dan keterampilan dapat tercapai. Selanjutnya, Zimmerman dan Martnez-Pons merumuskan aspek-aspek self regulated learning, yaitu : a. Penilaian diri sendiri b. Menetapkan tujuan dan perencanaan c. Mencari informasi d. Menyiapkan catatan dan mengawasi e. Konsekuensi diri f. Mencari dukungan social g. Memeriksa catatan h. Mengatur lingkungan8 Kemandirian belajar atau SLR ini sangat penting dimiliki oleh siswa, karena beberapa penelitian menytakan bahwa SLR sangat berpengaruh terhadap capaian prestasi akademik. Semakin bagus kemampuan self regulated learning yang dimiliki amaka akan semakkin bagus pula prestasi akademis yang diraih siswa. Pengaruh positif self regulated learning tidak hanya tampak pada hasil belajar di sekolah untuk mata pelajaran konvesional, tetapi juga pada hasil belajar keterampilan-keterampilan tertentu. Study Tsai, Lee dan Shen misalnya, menemukan bahwa siswa dengan prestasinyang rendah cenderung dapat memiliki keterampilan berhitung yang baik dalam jangka waktu panjangketika kemandirian belajar mereka ditingkatkan. Disini tampak bahwa self regulated learning sangat membatu berbagai macam siswa dengan apapun latar belakangnya untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal.9 D. PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003 Bab I pasal 1 (1) yang bebrbunyi “ yang dimaksud pendidikan adalah usaha pemebalajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya senidiri”. Secara teoritis inilah yang disebut pembelajaran 8



Seto Mulyadi, Heru Basuki, Wahyu Raharjo, Psikologi Pendidikan, Depok, Rajawali Press: 2017.



9



ibid



berpusat pada siswa yang sekarang diadopsi ke dalam sistem pendidikan nasional kurikulum 2013. Makna pembelajaran pada pola pembelajaran berpusat siswa atau Student Centered Learning (SCL) merupakan suatu proses aktif peseta didik yang mengembangkan potensi dirinya. Peserta didik dilibatkan ke dalam pengalaman yang difasilitasi oleh guru sehinggga pelajar mengalir dalam pengalaman melibatkan pikiran, emosi, terjalin dalam kegiatan yang menyenangkan dan menantang serta mendorong prakarsa siswa. Model pemebelajaran diskusi memecahkan masalah, mencari informasi, dari sumber alam sekeliling atau sumber-sumber sekunder buku bacaan dan pengalaman berupa permainan. Dari proses pengelaman ini peserta didik memproduksi kesimpulan sebagai pengetahuan. Berikut ini beberapa pengertian SCL dari berbagai pendapat para ahli, yaitu: a. Rogers (1983), SCL merupakan hasil dari transisi perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran, dari kekuatan guru sebagai pakar menjadi kekuatan siswa sebagai pembelajar. Perubahan ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang menyebabkan siswa menjadi pasif, bosan dan resisten. b. Kember (1997), SCL merupakan sebuah kutub proses pembelajaran yang menekankan siswa sebagai pembangun pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah guru sebagai agen yang memberikan pengetahuan. c. Harden dan Crosby (2000), SCL menekankan pada siswa sebagai pembelajar dan apa yang dilakukan siswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan apa yang dilakukan



oleh



guru.



Dalam menerapkan konsep Student Centered Leaning, siswa diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab



kebutuhannya,



membangun



serta



mempresentasikan



pengetahuannya



berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya. Dalam batas-batas tertentu siswa dapat memilih sendiri apa yang akan dipelajarinya.



Pengalaman aktivitas siswa harus bersumber dengan realitas social, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi seperti petani, pedangang, pengusaha, politikus. Berkaitan dengan masalah-masalah social. Pengalaman praktik berupa kegiatan berkomunikasi, bekerjasama, mengambil keputusan dan memecahkan masalah. Pengalaman praktik tersebut juga mengembangkan kecerdasan untuk menemukan masalah, memecahkan masalah dan mneghargai prestasi pemecahan masalah. Di dalam proses pengalaman ini siswa memperoleh inspirasi dari pengalaman yang menantang dan termotivasi untuk bebas berprakarsa, kreatif, mandiri dan percaya diri. Pengalaman ini merupakan aktivitas mengingat menyimpan dan memproduksi informasi, gagasan-gagasan yang memperkarya kemampuan dan karakter peserta didik. 10 Proses pembelajaran ini memerlukan refleksi mental sebagai prose kesadaran mental dan kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia. Pada hakikatnya proses pembelajaran merupaka kativitas yang menghubungkan siswa dengan berbagai subyek dan kaitan dengan dunia nyata. Prses interorestasi menghasilakan pemahaman dan perolehan hasil pendidiakn yang bersifat individual. Siswa memproduksi pengetahuan sendiri secara lebih luas, lebih dalam lebih maju dengan modifikasi pemahanan terhadap konsep awal pengetahuan.11 Dari uraian di atas terliha jelas adanya perbedaan anatar pola pembelajaran berpusat pada siswa/ student centered learing (SCL) dengan pola pemeblajaran berpusat pada guru ( Teacher cenrered learning/TCL). Orientasi strategi SCL lebih menekankan pada terjadinya kegiatan belajar oleh siswa, atau berorientasi pada pembelajaran (learning oriented), sedangkan strategi TCL lebih berorientasi pada konten (content oriented). Dengan kata lain, pada SCL mengajar tidak lagi dipahami sebagai proses untuk mentransfer informasi, akan tetapi sebagai wahana untuk memfasilitasi terjadinya pembelajaran. Sedangkan pada TCL guru menjadi satunya-satunya sumber pengetahuan.



10 11



Dananjaya, Utomo. Media Pembelajaran Aktif, Nuansa, Bandung: 2010. ibid



Seiring dengan perkembangan zaman, maka proses belajar yang berpusat pada pengajar (teacher centered learning) dianggap sudah tidak memadai lagi, sehingga perlu adanya perubahan metode pembelajaran yang lebih berfokus pada peserta didik (student centered learning) dengan harapan peserta didik memiliki motivasi dalam diri sendiri untuk menentukan arah tujuan pembelajarannya. Pembelajaran student centered learning adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana peserta didik mampu untuk menjadi peserta didik yang aktif dan mandiri dalam proses belajarnya dan memiliki bertanggungjawab serta inisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya dan mampu untuk menemukan sumber-sumber informasi tanpa tergantung pada orang lain dalam hal ini pengajar Perubahan pendekatan dalam pemebalajaran dari TCL menjadi SCL adalah perubahan paradigma, yaitu perubahan dalam cara memandang beberapa hal dalam pembelajaran, yakni; a) pengetahuan, dari pengetauan yang dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi yang tinggal ditransfer dari guru ke siswa, menjadi pengetahuan dipandang sebagai hasil konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajar, b) belajar, belajar adalah menerima pengetahuan menjadi belajar adalah mencari dan mengkontruksi pengetetahuan, aktif dan spesifik caranya, c) pembelajaran, guru menyampaikan pengetahuan atau mengajar dengan model ceramah menjadi guru berpartipasi bersama siwa membentuk pengetahuan. Dari paradigma ini, maka tiga prinsip yang harus ada dalam pemebelajaran SCL adalah (a) memandang pengetahuan sebagai suatu hal yang belum lengkap, (b) memandang proses belajar sebagai proses untuk mengkonstruksi dan mencari pengetahuan yang akan dipelajari, serta (c) memandang proses pembelajaran bukan sebagai pengacaran (teaching) yang dapat dilakukan secara klasikal, dan bukan merupakan suatu proses untuk menjalankan sebuah instruksi baku yang telah dirancang. 12 Proses pembelajaran adalah proses dimana guru menyediakan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran dan paham akan pendekatan pemebelajaran siswanya untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.



12



Seto Mulyadi, Heru Basuki, Wahyu Raharjo, Psikologi Pendidikan, Depok, Rajawali Press: 2017.



Student Centered Learning/SCL menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan globa luntuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan. Dapat disimpulakan bahwa SCL ini mempunyai karakteristk sebagai berikut : karakteris, yaitu: a. Mengajar berpusat pada siswa bukan pada guru b. Proses pembelajaran berlangsung dimana saja c. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan d. Suasana berpusat pada mahasiswa e. siswa yang mengendalikan proses f. siswa yang bertanggung jawab g. Pembelajaran bersifat kooperatif, kolaboratif, atau independen. Siswa harus saling bekerja sama. Siswa berkompetisi dengan kinerja mereka sebelumnya. Dari uraian- uraian tentang kemandirian belajar dan pembelajaran yang berpusat pada siswa, ada benang merah yang dapat kita lihat dari keduanya. Salah satunya dilihat dari aspek siswa ; keaktifan, kemandirian, kepercayadirian, dan kreativitas. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa ditntut untuk aktif, dan indepeden, tentu hal ini tidak mapu dilakukan jikalau siswa tidak mempunyai kemandirian.