Kemunduran Islam Di Dunia XII MIPA 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERADABAN ISLAM DI DUNIA



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Disusun Oleh: Abdillah Haidar Irhab Al Ghani Aditya Swastika Widodo Afira Fitri Hapsari Atika Maya Shofia Ghemadani Shofianada Wasis Akbar Setiawan Kelas: XI MIPA 4



(01) (02) (03) (09) (17) (32)



PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA TENGAH SMA NEGERI 1 PURBALINGGA 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Peradaan Islam di Dunia” dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam. Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis tidak lepas dari bimbingan, dorongan, motivasi, bantuan, serta doa dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Orang tua yang selalu memberi dukungan baik moril maupun material. 2. Teman-teman, khususnya siswa kelas XI MIPA 4. 3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah mengenai “Peradaban Islam di Dunia” masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan demi peningkatan mutu makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Purbalingga, Oktober 2019



Penulis



BAB I PENDAHULUAN A.



B.



Latar Belakang Kata “islām” berasal dari bahasa Arab aslama – yuslimu dengan arti tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi alsalm au al-silm au al-salām). Dari istilah-istilah lain yang akar katanya sama, “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian. Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam. Banyak orang yang mendefinisikan rahmatan lil alamin dengan pemikiran mereka sendiri hingga mempunyai banyak arti atau tafsiran yang berbeda pula, hal ini menimbulkan banyak pertentangan dan perselisihan dalam umat Islam yang membuat umat Islam terpecah belah. Berbagai aliran muncul dalam Islam, semuanya mengaku bahwa aliran merekalah yang terbaik. Perpecahan ini tentunya tidak sesuai dengan kalimat rahmatan lil alamin. Islam merupakan agama yang cukup berpengaruh di dunia. Islam bermula pada tahun 609 M ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di Gua Hira. Dengan kata lain, Islam merupakan agama yang telah ribuan tahun dianut. Dengan usia yang sudah lumayan tua tersebut, tentunya Islam memiliki banyak sejarah yang menarik untuk dipelajari. Islam dimulai dengan era kenabian atau era Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau wafat, Islam dipimpin oleh khalifah yang biasa dijuluki Khulafaur Rasyidin, mereka ialah shahabat nabi yang terpilih untuk meneruskan Islam. Mereka adalah Abu Bakar As-Sidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ali bib Abi Thalib ra, dan Usman bin Affan ra. Kenudian, Islam memasuki era dinasti. Pada era ini pengembangan filsafat, seni, dan ilmu pengetahuan mulai digencarkan. Masa ini juga biasa disebut sebagai masa keemasan Islam. Masa keemasan Islam menghasilkan ribuan ilmuwan yang cakap dan terkenal. Pada masa ini juga Islam mulai merambah ke dunia. Penyebaran Islam merambah ke Eropa. Namun, pada akhirnya Islam juga mengalami kemunduran yang disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Oleh karena berbagai hal tersebut penulis susun makalah yang berjudul Perkembangan Islam di Dunia. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini, untuk mengetahui penyebab kemunduran islam, sejarah kemunduran islam, dan pengertian dari islam rahmatan lil alamin.



BAB II PEMBAHASAN A.



Sejarah Islam Kata “islām” berasal dari bahasa Arab aslama – yuslimu dengan arti tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi alsalm au al-silm au al-salām). Dari istilah-istilah lain yang akar katanya sama, “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian. Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-hukum-Nya. Hal ini disebutkan dalam firmanNya QS. Al Baqarah 136,



َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ ِ ِّ ‫ِإ ْذ قَا َل لَهُ َربُّهُ أ َ ْس ِل ْم ۖ قَا َل أ َ ْسلَ ْمتُ ِل َر‬



(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa berat hati dalam mengikuti ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam hidup. Seorang muslim mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk memahami hikmahnya. Islam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana terdapat dalam sebuah ayat Alquran yang diturunkan di akhir-akhir masa kenabiannya, yaitu QS Al Maidah 3,



Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Islam dapat juga disebut dengan iman, millah, dan syariah dalam pengertiannya sebagai aturan yang diturunkan oleh Allah melalui para utusan yang mencakup kepercayaan, keyakinan, adab, akhlak, perintah, dan larangan. Agama Islam berdasarkan kewajiban untuk berserah diri dan menunaikan ajarannya disebut Islam, jika dilihat berdasarkan kepercayaan terhadap Allah dan yang Dia turunkan, maka disebut iman, karena Islam itu



diktatif dan terdokumentasikan, maka disebut millah, dan karena sumber hukumnya adalah Allah, maka disebut syariah. Islam adalah sebuah kepercayaan dan pedoman hidup yang menyeluruh. Dalam Islam diajarkan pemahaman yang jelas mengenai hubungan manusia dengan Allah (dari mana kita berasal), tujuan hidup (kenapa kita di sini), dan arah setelah kehidupan (ke mana kita akan pergi). Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Nabi Muhammad SAW. Islam bermula pada tahun 609 ketika wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira, 2 mil dari Mekah. Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571). Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, ia akhirnya menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut hijrah dan menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam, yaitu Kalender Hijriah. Di Madinah, Nabi Muhammad SAW dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin(kaum muslimin dari Mekkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah. Keunggulan diplomasi Nabi Muhammad SAW pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat di usia yang ke-61, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk Islam. Islam beralih ke masa Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang diberi petunjuk, diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan



takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam. Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan, misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan keturunan. B.



Islam Rahmatan Lil Alamin 1. Pengertian Secara etimologis, kalimat itu terdiri dari tiga bagian: kata rahmat (rahmat atau anugerah atau kasih), huruf li (untuk) dan kata alamin (bentuk plural dari kata alam yang berarti seluruh alam). Secara terminologi, dalam ilmu kalam (teologi Islam), kata alam didefenisikan "segala sesuatu selain Allah", yang mencakup seluruh makhluk hidup dan benda (padat dan cair) serta makhluk/ciptaan abstrak. Karena itu, pengertian dasar prasa rahmatan lil-alamin adalah bahwa Islam merangkul atau mengayomi semesta dan segala isinya, tanpa kecuali. Sampai di sini, tidak ada persoalan. Persoalannya mulai muncul ketika kata kasih/rahmat atau "merangkul dan mengayomi" itu coba diimplementasikan dalam kehidupan praktis. Untuk mengimplementasikan prinsip rahmatan lil-alamin itu secara benar dan tepat, setidaknya diperlukan pemahaman yang utuh terkait beberapa catatan sebagai berikut: Pertama, memahami sejelas-jelasnya makna kata rahmat. Dan ini doktrin paling mendasar dalam proses pembelajaran. Bukan sekedar pemahaman etimologis (kajian kebahasaan), tapi juga pemahaman terminologis (defenitif), yang dikombinasikan dengan faktor historis. Pemahaman bahasa terhadap suatu kata yang bersifat umum, juga tidak selalu gampang. Karena itu, ada beberapa metode, antara lain, memahami sebuah kata dengan cara menyandingkan sebuah kata yang ingin dipahami (dalam hal ini rahmat) dengan kata kontrasnya. Artinya, tidak rahmat adalah semua tindakan yang bersifat kejam, keras, tidak manusiawi, intoleran, memecah dapat dikategorikan. Namun dalam proses pemahaman dan pemaknaan tentang kejam, keras, tidak manusiawi, intoleran tersebut, harus mengacu pada aturan atau prinsip yang jelas. Jika tidak, tiap orang akan cenderung memahaminya sesuai kehendak, pengalaman dan pengetahuannya. Kalau ini dibiarkan, akan memicu perdebatan yang tak ada ujung pangkalnya. Untuk mecegah terjadinya pemahaman dan implementasi yang ngawur terhadap suatu prinsip yang bersifat umum dan fleksibel, umumnya dibingkai dalam acuan yang jelas, yaitu syariat.



Kedua, dalam kajian keIslaman, syariat Islam selalu diposisikan sebagai bagian dari rahmat Allah kepada hambanya. Dan sikap dasar yang mestinya menjadi acuan utama dalam memperlakukan syariat adalah ketaatan, bukan analisa dan interpretasi. Ketiga, bahwa rahmat Islam (atau Islam sebagai rahmat) tidak bisa diartikan secara mutlak anti kekerasan. Sebab jika rahmat itu diartikan mutlak anti kekerasan, maka konsekuensinya kita akan membatalkan beberapa hukum, yang bagi sebagian orang dianggap kejam dan tidak manusiawi, seperti hukuman qishas (vonis mati bagi pembunuh), atau rajam (bagi pezina yang sudah menikah ) atau potong tangan (bagi pencuri yang memenuhi syarat jumlah curiannya). Tegasnya, jangan dengan argumen rahmatan lil-alamin lantas hukum yang terkesan kejam itu lantas ditiadakan. Membunuh tanpa alasan syariat jelas diharamkan. Tapi sistem hukum apapun di dunia ini mengakui bahwa dalam pertempuran atau perang, misalnya, membunuh adalah pilihan pertama yang paling rasional. Prinsip yang berlaku: dari pada saya yang mati, lebih baik musuh yang mati. Perbedaan pandangan atau interpretasi muncul ketika membahas kapan suatu keadaan dapat dikategorikan sebagai suasana perang dan kapan tidak. Keempat, memahami tiap prinsip Islam mestinya tetap mengacu atau dalam bingkai dan paradigma Islam. Memahami sebuah prasa, harus mengacu pada paradigma yang melatari paradigma tersebut. Jika tidak, kecenderungan munculnya interpretasi yang nyeleneh sangat besar. Misal: jika mengacu pada paradigma HAM murni, konklusinya pasti akan berakhir dengan mengatakan, hukum rajam anti HAM, qishash itu tidak manusiawi. Keenam, Islam dan hukum-hukumnya bukan untuk dicocok-cocokkan dengan agama apapun atau konsep apapun. Dan memang salah satu perdebatan yang sering memunculkan kontroversi adalah ketika salah satu pihak mencoba atau bahkan terkesan memaksakan upaya mencocokcocokkan itu. Ketujuh, tiap pemahaman dasar terkait suatu prinsip Islam, juga tidak boleh dipaksa-paksakan untuk diterima oleh kelompok komunitas selain Islam. Sebab unsur pemaksaan itu sendiri sebenarnya sudah bertentangan dengan prinsip rahmat (merangkul dan mengayomi). Dan poin yang terakhir ini ranahnya adalah dakwah. Dan tiap dakwah adalah proses meyakinkan, bukan proses memaksakan. 2. Bukti Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia. Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah swt:



“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS.Al-Anbiya:107) 3. Kesalahan Penafsiran Permasalahan muncul ketika orang-orang menafsirkan ayat ini secara serampangan, bermodal pemahaman bahasa dan logika yang dangkal. Atau berusaha memaksakan makna ayat agar sesuai dengan hawa nafsunya. Diantaranya pemahaman tersebut adalah: a. Berkasih sayang dengan orang kafir Sebagian orang mengajak untuk berkasih sayang kepada orang kafir, tidak perlu membenci mereka, mengikuti acara-acara mereka, enggan menyebut mereka kafir, atau bahkan menyerukan bahwa semua agama sama dan benar, dengan berdalil dengan ayat:



“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta” (QS. Al Anbiya: 107) Padahal bukan demikian tafsiran dari ayat ini. Allah Ta’ala menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, namun bentuk rahmat bagi orang kafir bukanlah dengan berkasih sayang kepada mereka. Bahkan telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, bahwa bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah besar yang menimpa umat terdahulu. Inilah bentuk kasih sayang Allah terhadap orang kafir, dari penjelasan sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu. Namun perlu dicatat, harus membenci bukan berarti harus membunuh, melukai, atau menyakiti orang kafir yang kita temui. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dalam tafsir beliau di atas, bahwa ada orang kafir yang wajib diperangi, ada pula yang tidak boleh dilukai. Menjadikan surat Al Anbiya ayat 107 sebagai dalil pluralisme agama juga merupakan pemahaman yang menyimpang. Karena ayat-ayat Al Qur’an tidak mungkin saling bertentangan. Justru surat Al Anbiya ayat 107 ini adalah bantahan telak terhadap pluralisme agama. Karena ayat ini adalah dalil bahwa semua manusia di muka bumi wajib memeluk agama Islam. Karena Islam itu ‘lil alamin‘, diperuntukkan bagi seluruh manusia di muka bumi. Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnul Qayyim di atas: “Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. Sedangkan orang kafir menolaknya”. b. Berkasih sayang dalam kemungkaran



Sebagian kaum muslimin membiarkan orang-orang meninggalkan shalat, membiarkan pelacuran merajalela, membiarkan wanita membuka aurat mereka di depan umum bahkan membiarkan praktek-praktek kemusyrikan dan enggan menasehati mereka karena khawatir para pelaku maksiat tersinggung hatinya jika dinasehati, kemudian berkata : “Islam kan rahmatan lil’alamin, penuh kasih sayang”. Sungguh aneh. Padahal bukanlah demikian tafsir surat Al Anbiya ayat 107 ini. Islam sebagai rahmat Allah bukanlah bermakna berbelas kasihan kepada pelaku kemungkaran dan membiarkan mereka dalam kemungkarannya. Sebagaiman dijelaskan Ath Thabari dalam tafsirnya di atas, “Rahmat bagi orang mu’min yaitu Allah memberinya petunjuk dengan sebab diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memasukkan orang-orang beriman ke dalam surga dengan iman dan amal mereka terhadap ajaran Allah”. Maka bentuk kasih sayang Allah terhadap orang mu’min adalah dengan memberi mereka petunjuk untuk menjalankan perintahperintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah, sehingga mereka menggapai jannah. Dengan kata lain, jika kita juga merasa cinta dan sayang kepada saudara kita yang melakukan maksiat, sepatutnya kita menasehatinya dan mengingkari maksiat yang dilakukannya dan mengarahkannya untuk melakukan amal kebaikan. c. Berkasih sayang dalam penyimpangan beragama Adalagi yang menggunakan ayat ini untuk melegalkan berbagai bentuk bid’ah, syirik dan khurafat. Karena mereka menganggap bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah perbedaan pendapat yang harus ditoleransi sehingga merekapun berkata: “Biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami, bukankah Islam rahmatan lil’alamin?”. Sungguh aneh. Menafsirkan rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107 dengan kasih sayang dan toleransi terhadap semua pemahaman yang ada pada kaum muslimin, adalah penafsiran yang sangat jauh. Tidak ada ahli tafsir yang menafsirkan demikian. Perpecahan ditubuh ummat menjadi bermacam golongan adalah fakta, dan sudah diperingatkan sejak dahulu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan orang yang mengatakan semua golongan tersebut itu benar dan semuanya dapat ditoleransi tidak berbeda dengan orang yang mengatakan semua agama sama. Diantara bermacam golongan tersebut tentu ada yang benar dan ada yang salah. Dan kita wajib mengikuti yang benar, yaitu yang sesuai dengan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Bahkan Ibnul



Qayyim mengatakan tentang rahmat dalam surat Al Anbiya ayat 107: “Orang yang mengikuti beliau, dapat meraih kemuliaan di dunia dan akhirat sekaligus”. Artinya, Islam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada orang yang mengikuti golongan yang benar yaitu yang mau mengikuti ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Pernyataan ‘biarkanlah kami dengan pemahaman kami, jangan mengusik kami’ hanya berlaku kepada orang kafir. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Kaafirun yang artinya: “Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku‘” Sedangkan kepada sesama muslim, tidak boleh demikian. Bahkan wajib menasehati bila saudaranya terjerumus dalam kesalahan. Perselisihan pendapat pun tidak bisa dipukul-rata bahwa semua pendapat bisa ditoleransi. Apakah kita mentoleransi sebagian orang sufi yang berpendapat shalat lima waktu itu tidak wajib bagi orang yang mencapai tingkatan tertentu? Atau sebagian orang kejawen yang menganggap shalat itu yang penting ‘ingat Allah’ tanpa harus melakukan shalat? Apakah kita mentoleransi pendapat Ahmadiyyah yang mengatakan bahwa berhaji tidak harus ke Makkah? Tentu tidak dapat ditoleransi. Jika semua pendapat orang dapat ditoleransi, hancurlah agama ini. Namun pendapat-pendapat yang berdasarkan dalil shahih, cara berdalil yang benar, menggunakan kaidah para ulama, barulah dapat kita toleransi. d. Menyepelekan permasalahan aqidah Dengan menggunakan ayat ini, sebagian orang menyepelekan dan enggan mendakwahkan aqidah yang benar. Karena mereka menganggap mendakwahkan aqidah hanya akan memecah-belah ummat dan menimbulkan kebencian sehingga tidak sesuai dengan prinsip bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Renungkanlah perkataan Ash Shabuni dalam menafsirkan rahmatan lil ‘alamin: “Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa sallam memberikan pencerahan kepada manusia yang sebelumnya berada dalam kejahilan. Beliau memberikan hidayah kepada menusia yang sebelumnya berada dalam kesesatan. Inilah yang dimaksud rahmat Allah bagi seluruh manusia”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menjadi rahmat bagi seluruh manusia karena beliau membawa ajaran tauhid. Karena manusia pada masa sebelum beliau



diutus berada dalam kesesatan berupa penyembahan kepada sesembahan selain Allah, walaupun mereka menyembah kepada Allah juga. Dan inilah inti ajaran para Rasul.



C.



Aliran Islam di Dunia Ada beberapa aliran dalam Islam yang mempunyai sejarahnya masing sejak dahulu hingga sekarang seperti : 1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) adalah seseorang yang mengikuti Nabi serta para Sahabatnya. “Jadi Aswaja itu, Ahlus Sunnah wal Jamaah, seseorang yang mengikuti nabi dan mengikuti sahabat nabi, bukan hanya Nabinya saja. Sahabat-sahabatnya juga kita harus mengikuti ajaranajarannya,” ujar Ustadz Rizki Nugroho, Pengajar Pondok Pesantren Modern Nuruh Hijrah. Sumber hukum dari aliran ini adalah Alauran, Al Hadist. Selain itu juga mengakui Ijma dan Qiyas sebagai sumber hukum. “Bagi Ahli Sunnah wal Jamaah sumber hukumnya banyak. Ada Alquran yang pertama, yang ke dua Hadist, yang ketiga Ijtimak, yang keempat baru Qiyas,” sambung Ustadz Rizki. 2. Syiah Syiah adalah aliran yang mengikuti Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan kepemimpinannya baik. Ada banyak pendapat akan awal munculnya aliran ini salah satunya pendapat ulama Syiah yang mengatakan, Muncul sejak Zaman nabi Muhammad SAW. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah ialah, Syiah muncul pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan. Mereka berpendapat bahwa sahabat - sahabat Nabi kecuali Sayidina Ali tidak benar. Syiah sendiri terbagi menjadi banyak kelompok. Aliran Syiah mempunyai pendapat bahwa Alquran yang sekarang mengalmi perubahan dan pengurangan. Sedangkan yang asli berada di tangan Al Imam Al Mastur (Syiah Imamiyah). Aliran Syiah juga tidak mengamalkan Hadist kecuali dari jalur keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bait). Selain itu Syiah juga memperbolehkan nikah Mut’ah, yang kita kenal dengan istilah kawin kontrak, yang mana, pernikahan suami – istri akan waktu yang telah disepakati pada akad. 3. Khawarij Asal kata Khawarij adalah Kharijiy yang berarti keluar. Pada sejarahnya aliran khawarij, seperti yang ditulis di atas, merupakan aliran



yang tidak setuju dengan adanya perdamaian antara Sayidina Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah saat perang siffin. “Yang dimaksud Khawarij itu dia yang keluar dari dari golongan sayidina Ali, dia yang keluar dari golongan Nabi Muhammad,” sambung Ustadz Rizki Nugroho. Mereka menganggap Ali serta orang – orang yang menyetuji perjanjian tersebut mendapatkan dosa besar, maka orang tersebut dapat dikatakan orang yang kafir. Mereka juga menganggap orang-orang yang seperti itu halal darahnya. Menurut Farid Zainal Effendi, orang-orang khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah kafir. Mereka juga menyebut, orang yang tidak sepaham dengan mereka maka anak, istri mereka boleh ditawan, dijadikan budak atau dibunuh, menurut khawarij Al Azariqoh, sedangkan tidak untuk khawarij Al Ibadiyah, mereka bukan mukmin dan bukan kafir, maka membunuh mereka adalah haram. Tidak hanya itu, mereka berpendapat bahwa surat Yusuf bukan termasuk dalam Alquran, karena mengandung cerita cinta.



4. Mutazilah Menurut buku yang ditulis Harun Nasution, Mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan teologi yang lebih mandalam dan bersifat filosofi. Artinya dalam membahas persoalan persoalan agama, kaum Mutazilah lebih banyak menggunakan akal yang lebih bersifat rasional. Mereka juga mendapat julukan sebagai “kaum rasionalis Islam” Awalnya, Wasil bin Atha dan seorang temannya Amr bin Ubaid diusir oleh Hasan al Basri (guru Wasil dan Amr bin Ubaid) karena terdapat adanya perselisihan di dalam Majlisnya tentang persoalan orang yang berdosa besar. Akhirnya Hasan Al Basri mengatakan “Wasil menjauhkan dari kita, (I’tazala’anna). Dengan demikian dia serta teman-temannya, kata Al Syaharastani, disebut kaum Mu’tazilah. Aliran dalam Islam ini berpendapat bahwa, orang Islam yang berdosa besar bukan kafir juga bukan mukmin, akan tetapi berada di antara keduanya. Mereka hanya mengakui Isra Rasulullah ke Baitul Maqdis tetapi tidak mengakui Mi’raj nya ke langit. Selain itu mereka tidak percaya akan Azab kubur, malaikat pencatat amal, Arsy dan kursi Allah. Selain tidak percaya ada azab kubur, mereka juga tidak percaya dengan adanya Mizan (timbangan amal), Hisab (perhitungan amal), dan syafaat nabi di Hari Kiamat. D.



Pengaruh Islam Terhadap Negara Lain 1. Bidang Hukum dan Undang-Undang Pengaruh peradaban Islam dalam bidang hukum dan undang-undang terdapat pada proses penerjemahan maszhab-mazhab fikih dan undang undang Islam ke semua bahasa karena saat itu eropa tidak memilki sistem yang



sistematis dan undang undang yang adil. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemiripan undang-undang Perancis dengan Mazhab Maliki. Ketika itu Napoleon sekitar awal abad XIX menaklukkan Mesir, kitab kitab mazhab Maliki yang termahsyur diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis. 2. Bidang Ilmu Pengetahuan Salah satu bidang yang paling menonjol untuk menunjukkan pengaruh Islam terhadap dunia barat adalah dalam bidang ilmu pengetahuan. Nama-nama seperti Averroes, Avicenna dan lain lain adalah sekian dari beberapa ilmuan muslim yang diakui oleh barat. Ilmu kedokteran, farmasi, matematika, kimia, optik, geografi, astronomi dan lain sebagainya adalah bukti terkuat pengaruh Islam di bidang Ilmu pengatahuan. Banyak kalangan barat atau orientalis yang mengakui bahwa kaum muslimin menjadi guru mereka selama kurang lebih enam ratus tahun. 3. Kemegahan Arsitektur Sudah menjadi konsekuensi logis dari sebuah kemajuan keilmuan adalah pesatnya pembangunan fisik yang disertai dengan nuansa-nuansa arsitektur yang megah, baik di bidang laboratorium, istana, tempat ibadah, perpustakaan maupun terkait dengan pertanian. Namun pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova yang di bangun pada masa ‘Abd al-Rahman al-Dakhili, kota al-Zahra, kota termegah yang dibangun oleh ‘Abd al-Rahman III dan kota Granada yang cantik dan megah dengan istana al-Hamra’ yang sangat terkenal di dunia E.



Hubungan Islam dengan Negara Lain Hubungan antara agama dengan negara dalam pandangan Islam harus didasarkan pada akidah Islamiyah, bukan akidah yang lain. Akidah Islamiyah telah memerintahkan penerapan agama secara menyeluruh, yang sangat membutuhkan eksistensi negara. Jadi, hubungan agama dan negara sangatlah erat, karena agama (Islam) tanpa negara tak akan dapat terwujud secara sempurna dalam kehidupan. Agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara sempurna dan bahwa agama tanpa negara adalah suatu cacat yang akan menimbulkan reduksi dan distorsi yang parah dalam beragama. Agama tak dapat dipisahkan dari negara. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang terwujud dalam konstitusi dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat.



F.



Faktor-Faktor Peradaban Islam 1. Faktor Kemajuan Peradaban Islam di Dunia a. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. b. Pluralistik dalam pemerintahan dan politik. c. Stabilitas pertumbuhan ekonomi dan politik. d. Gerakan penterjemahan.



e. Berdirinya perpusatakaan-perpustakaan dan menjadi pusat penterjemahan dan kajian ilmu pengetahuan. 2. Faktor Kemunduran Peradaban Islam di Dunia a. Faktor internal 1) Keruntuhan Islam sering disebabkan oleh para pemimpin yang tidak bertanggungjawab. 2) Pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengincar kekuasaan. 3) Kemungkinan terjadinya desentralisasi dan pembagian kekuasaan didaerah-daerah. 4) Menerapkan pajak berlebihan menjadi kebijakan favorit yang dibebankan kepada semua rakyat, tak terkecuali. 5) Garis perpecahan antara arab dan non arab, muslim arab dan muslim non arab, antara muslim dengan kaum dzimmi. 6) Menurunnya stabilitas keamanan dan bangunan yang tidak terperhatikan sehingga sering terjadi banjir yang membawa malapetaka. 7) Banyaknya orang kelaparan yang tidak diperhatikan 8) Wabah penyakit sering muncul seperti cacar, pes, malaria dan sejenis demam lainnya. 9) Serangan al-Ghazali (w. 1111) terhadap para filsuf dan ilmuwan, yang menyerang rasionalisme dan mengajukan tasawuf sebagai alternatif yang paling mungkin untuk menjadi jalan hidup dan penemuan kebenaran agama. Al-Ghazali sangat berpengaruh di dunia Islam, sunni khususnya, sehingga mengakibatkan minat orang terhadap falsafah dan ilmu pengetahuan menjadi lemah. b. Faktor eksternal Penyebab eksternal sebagaimana berikut : 1) Pengaruh negatif dari aliran-aliran alam pikiran Islam periode sebelumnya 2) Pengaruh perang bumi hangus yang dilancarkan oleh bangsa Tartar dari Timur dan serangan Tentara Salib Nasrani dari Barat.



G.



Kemajuan Islam 1. Dinasti Umayyah a. Pendirian Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah ibn Syams salah satu pemimpin kabilah Quraisy yang dikenali sebagai Bani Umayyah. Umayyah merupakan anak saudara sepupu Hasyim ibn Abd Manaf yaitu nenek moyang Rasulullah SAW. Bani Hasyim dan Umayyah sering bersaing merebut kekuasaan di kota Makkah di zaman jahiliyah akan tetapi Bani Hasyim lebih berpengaruh karena mendapat kekuasaan yang diturunkan Qusay, kemudian kepada Abd Manaf dan seterusnya kepada



Hasyim. Dinasti Umayyah memerintah dari tahun 651 sampai 750 M. Beribu kota di Damaskus, serta 756 sampai 1031 M di Cordoba, Spanyol, dikenal sebagai Kekhalifahan Cordoba. b. Masa Kejayaan Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan. Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kotakota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.



c. Kemunduran Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya. Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, tetapi kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Namun, salah satu penerus bani umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan bani abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). 2. Dinasti Abbasiyah a. Pendirian Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya. Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.



Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali. Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali. Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah. b. Masa Kejayaan 1) Kemajuan dalam bidang politik dan militer Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran. Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi.



Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah 2) Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi ini. Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H / 768 M ). 3) Kemajuan dalam ilmu agama islam Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf. c. Kemunduran 1) Faktor internal dapat dirinci sebagai berikut:



-



Tampilnya penguasa lemah yang sulit mengendalikan wilayah yang sangat luas ditambah sistem komunikasi yang masih sangat lemah dan belum maju menyebabkan lepasnya daerah satu per satu. - Kecenderungan para penguasa untuk hidup mewah, mencolok dan berfoya-foya kemudian diikuti oleh para hartawan dan anakanak pejabat ikut menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. - Dualisme pemerintahan, secara de jure dipegang oleh Abbasiyah, tetapi secara de facto digerakkan oleh oleh tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh al-mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan. - Praktek korupsi oleh penguasa diiringi munculnya nepotisme yang tidak profesional di berbagai propinsi. - Perang saudara antara al-Amin dan al-Ma’mun secara jelas membagi Abbasiyah dalam dua kubu, yaitu kubu Arab dan Persia, Pertentangan antara Arab-non Arab, perselisihan antara muslim dengan non-muslim, dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. 2) Secara eksternal disebabkan oleh karena Abbasiyah menghadapi perlawanan yang sangat gencar dari dunia luar. Pertama, mereka mendapat serangan secara tidak langsung dari pasukan Salib di Barat. Kedua, serangan secara langsung dari orang Mongol yang berasal dari Timur ke wilayah kekuasaan Islam



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan Islam merupakan agama yang berpengaruh di dunia, hal ini tidak lepas dari pengaruh yang dibawa Islam yaitu pengaruh di bidang ilmu pengetahuan, bidang ekonomi, bidang arsitektur, kebudayaan, keshatan, serta politik. Kemajuan tersebut dipengaruhi oleh konsep Islam yang Rahmatan lil Alamin, rahmat bagi seluruh alam. Namun, konsep tersebut juga menimbulkan banyak salah pengertian yang menimbulkan perpecahan. Perpecahan inilah yang menjadikan Islam mengalami kemunduran. Kemunduran Islam selain dipengaruhi oleh perpecahan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal dan eksternal Islam. Faktor internalnya berupa perseteruan di tubuh Islam, pemimpin yang tidak cakap, dan Islam yang tidak berpandangan ke depan, sehingga Islam tidak mengalami kemajuan, stagnan, bahkan mengalami kemunduran. Faktor eksternal juga mempengaruhi kemunduran Islam, contohnya penyerangan dari bangsa lain yang menyebabkan terpuruknya kerajaan-kerajaan Islam.



B.



Saran



Kita sebagai umat Islam sebaiknya lebih menguatkan iman kepada Allah SWT. dan mempelajari serta memahai Al Quran dan hadist yang sokhih. Semua itu supaya pengetahuan kita tentang Islam yang sesungguhnya tidak salah kaprah dan tidak mudah terpengaruh dengan ajaran-ajaran yang melenceng dengan Islam.