Kep Kritis KLP 7 (Imun-Hematologi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS PENCEGAHAN (PRIMER, SEKUNDER, TERSIER) PADA KASUS KRITIS SISTEM IMUN-HEMATOLOGI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis Dosen Pengampu : Ns. Harmilah, S.Pd.,S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB



Disusun Oleh : Kelompok 7 1. Asya Zahara Ulfiana



(P07120521017)



2. Ni Made Ayu Ari Supramawati



(P07120521022)



3. Dira Dwiyuwindriani



(P07120521023)



4. Dwi Suci Rhamdanita



(P07120521034)



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya, kami telah menyelesaikan makalah mengenai “Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Sistem ImunHematologi”. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis dari Ibu Ns. Harmilah, S.Pd. S.Kep., M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen pengampu. Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya. Oleh karena itu, kami meminta maaf bila ada kesalahan atau kekurangan dalam kata-kata maupun penulisan.



Yogyakarta, 15 Mei 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................i DAFTAR ISI ..................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..........................................................................................1 B. Rumusah Masalah......................................................................................2 C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2 D. Manfaat......................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tingkat Pencegahan 1.



Pencegahan Primer.............................................................................3



2.



Pencegahan Sekunder.........................................................................4



3.



PencegahanTersier..............................................................................5



B. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem Imun ................................................................................................................... 6 C. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem Hematologi ................................................................................................................... 9 BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan ...............................................................................................13 B. Saran .........................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA



ii



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat penting yang di hadapi oleh masyarakat kita saat ini. Semakin maju teknologi di bidang kesehatan. Semakin banyak



pula



macam



masyarakat. Hal ini



saja



di pengaruhi oleh faktor tingkah laku



tentu



penyakit



yang



mendera



manusia itu sendiri. Kesehatan merupakan kebutuhan dengan hak setiap insan



agar



dapat kemampuan yang melekat dalam diri setiap insan. Upaya



pencegahan terhadap suatu penyakit di bidang pelayanan Kesehatan terdapat tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum dimulai (pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Tujuannya adalah untuk mengurangi insiden penyakit dengan cara mengendalikan penyebab dan factor risikonya. Upaya yang dilakukan adalah memutus mata rantai infeksi (agent-host-envirinment). Terdiri dari (heatlh promotion dan specific protection) dan dilakukan melalui 2 strategi yaitu populasi dan individu. Pencegahan primer pada fase penyakit yaitu factor-faktor penyebab khusus dan targetnya adalah total populasi kelompok terseleksi dan individu sehat. Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung namun belum timbul tanda dan gejala sakit (pathogenesis awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Tujuannya adalah menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat). Pencegahan sekunder pada fase penyakitnya yaitu tahap dini penyakit dan targetnya adalah pasien. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode pathogenesis) dengan d=tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat. Tujuannya adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil penderitaan dan



1



membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Yang terdiri dari disability, limitation, dan rehabilitation. Pencegahan tersier pada fase penyakitnya adalah penyakit tahap lanjut (pengobatan dan rehabilitasi) dan targetnya adalah pasien. B. Rumusan masalah Bagaimanakah Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Sistem Imun-Hematologi ? C. Tujuan Untuk mengetahui bagaimana pencegahan (primer, sekunder, tersier) pada kasus kritis sistem imun-hematologi. D. Manfaat 1. Untuk Mahasiswa Sebagai ladang informasi dan media pembelajaran tentang pencegahan (primer, sekunder, tersier) pada kasus kritis sistem imun-hematologi. 2. Untuk Tim Kesehatan Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan sarana informasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan pencegahan khususnya pada kasus kritis sistem imun-hematologi. 3. Untuk Masyarakat Umum Sebagai sumber informasi tentang pencegahan primer, sekunder, tersier khususnya pada masyarakat atau keluarga yang mengalami masalah pada sistem imun-hematologi.



2



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Tingkat Pencegahan Berdasarkan Levell dan Clark tingkatan pencegahan dalam keperawatan komunitas dapat digunakan pada tahap sebelum terjadinya suatu penyakit (Prepathogenesis Phase) dan pada tahap Pathogenesis Phase (Widyaloka, A., 2017). 1. Pencegahan Primer (Prepathogenesis Phase) Pada tahapan ini yang dapat digunakan melalui kegiatan primary prevention atau pencegahan primer. Pencegahan primer ini dapat dilakukan selama fase pre pathogenesis terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Pencegahan dalam arti sebenarnya yaitu, terjadinya sebelum sakit atau ketidakfungsian dan di aplikasikan ke dalam populasi sehat pada umumnya. Pencegahan primer merupakan suatu usaha agar masyarakat yang berada dalam stage of optinum health tidak jatuh kedalam stage yang lain dan yang lebih buruk. Pencegahan primer ini melibatkan tindakan yang diambil sebelum terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek promosi kesehatan dan perlindungan. Dalam aspek promosi kesehatan, pencegahan primer berfokus pada peningkatan kesehatan secara keseluruhan dari mulai individu, keluarga, dan kelompok masyarakat. perlindungan kesehatan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang spesifik. Misalnya, imunisasi adalah ukuran pelindung untuk penyakit menular tertentu. Aspek perlindungan kesehatan dari pencegahan primer ini juga dapat melibatkan, mengurangi penyakit. Primary prevention dilakukan dengan dua kelompok kegiatan yaitu : a. Health Promotion atau peningkatan kesehatan Peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui beberapa kegiatan, sebagi berikut: 1) Pendidikan kesehatan atau health education 2) Penyuluhan Kesehatan masyarakat (PKM) seperti: penyuluhan



3



tentang masalah gizi 3) Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and development monitoring 4) Pengadaan rumah yang sehat 5) Pengendalian lingkungan masyarakat 6) Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular) 7) Simulasi dini dalam kesehatan keluarga dan asuhan pada anak atau balita penyuluhan tentang pencegahan penyakit b. General and spesific protection (perlindungan umum dan khusus) Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus dan umum terhadap seseorang atau masyarakat, antara lain : 1) Imunisasi untuk balita 2) Hygine perseorangan 3) Perlindungan diri dari terjadinya kecelakaan 4) Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan dalam kerja 5) Perlindungan diri dari carsinogen, toxic dan allergen 2. Pathogenesis phase Pada tahap pathogenesis ini dapat dilakukan dengan dua kegiatan pencegahan yaitu : a. Secondary prevention (pencegahan sekunder) Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih atau sedang sakit, dengan dua kelompok kegiatan: 1) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis awal dan pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui: pemeriksaan kasus dini (early case finding), pemeriksaan umum lengkap (general check up), pemeriksaan missal (mass screening), survey terhadap kontak, sekolah dan rumah (contactsurvey, school survey, household survey), kasus (case holding), pengobatan adekuat (adekuat tretment) 2) Disability limitation (pambatasan kecacatan) Penyempurnaan



dan



intensifikasi



terhadap



terapi



lanjutan,



pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan



4



beban sosial penderita, dan lain- lain. Pada pencegahan level ini menekankan pada upaya penemuan kasus secara dini atau awal dan pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt treatment”. Pencegahan sekunder ini dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk menghambat prosespatologik (proses perjalanan penyakit) sehingga akan dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan atau keseriusan penyakit. 3. Pencegahan Tersier (Tertiary prevention) Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah sembuh dari sakit serta mengalami kecacatan antara lain : a. Pendidikan kesehatan lanjutan b. Terapi kerja (work therapy) c. Perkampungan rehabilitsi sosial d. Penyadaran terhadap masyarakat e. Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat Upaya



pencegahan



tersier



dimulai



pada



saat



cacat



atau



ketidakmampuan terjadi penyembuhan sampai stabil/ menetap atau tidak dapat



diperbaiki



dilaksanakan



(irreversaible).



melalui



program



Dalam



pencegahan



rehabilitas



untuk



ini



dapat



mengurangi



ketidakmampuan dan meningkatkan efisiensi hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi ini meliputi aspek medis dan sosial. Pencegahan tersier dilaksanakan pada fase lanjut proses patogenese suatu penyakit atau gangguan pada kesehatan. Penerapannya pada upaya pelayanan kesehatan masyarakat melalui program PHN (Public Health Nursing) yaitu merawat penderita penyakit kronis di luar pusat-pusat pelayanan kesehatan yaitu di rumahnya sendiri. Perawatan penderita pada stadium terminal (pasian yang tidak mampu diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tersier



5



tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau akibat komplikasi sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah perawatan dilakukan. Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari upaya untuk menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan individu kepada tingkat yang optimal dari ketidakmampuannya.



Jadi



pencegahan



pada



tahap



pathogenesis ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang sudah jatuhpada tahap sakit ringan, sakit, dan sakit berat agar dapat mungkin kembali ke tahap sehat optinum. B. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem Imun 1. Pengertian Sistem Imun Imunitas / kekebalan / imunity merupakan respon spesifik terhadap invasi organisme asing atau substansi lain. Imunologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang imunitas / kekebalan dan reaksi imun dalam tubuh terhadap antigen (Harti, 2015 dalam Maryam, 2017). Sistem imun merupakan suatu sistem dalam tubuh yang sangat rumit, karena diantaranya disertai oleh adanya peranperan ganda dalam upaya sistem tersebut menjaga keseimbangan internal tubuh. Sistem imun merupakan suatu sistem yang bekerja secara holistik. Dalam menjaga integritas tubuh tersebut sebagian besar mekanismenya menguntungkan pada kegiatan interaksi sel-sel besar, di samping molekul reseptor yang terdapat pada permukaan sel. Mekanisme kerja ini mirip cara kerja dalam sistem endokrin (Subowo, 2009 dalam Maryam, 2017). Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem pertahanan yang dilakukan oleh badan untuk melindungi tubuh dari infeksi penyakit atau kuman. Saat kuman atau bahan asing yang dapat menyebabkan penyakit (antigen) masuk ke dalam tubuh, antibodi dalam tubuh akan menyikngkirkan, menetralisir dan menghancurkan kuman atau antigen untuk mempertahankan atau



6



melindungi tubuh agar tidak terkena penyakit (Sudewo, 2012 dalam Maryam, 2017). 2. Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Sistem Imun Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ dalam tubuh. Peristiwa imunologi yang memicu timbulnya manifestasi klinis SLE belum diketahui secara pasti (Suarjana, 2015). SLE adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018). a. Pencegahan Primer Pada pencegahan primer penyakit SLE dapat dilakukan berupa upaya komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang apa itu SLE dan penyebabnya dan faktor risiko dari penyakit SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011 dalam Anggi, S., 2018). b. Pencegahan Sekunder Deteksi dini dapat dilakukan pada masyarakat berisiko penyakit SLE di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM menggunakan formulir SALURI (Periksa Lupus Sendiri) dan di puskesmas atau di sarana pelayanan kesehatan lainnya bagi masyarakat yang dicurigai menderita penyakit SLE (Kemenkes, 2017 dalam Anggi, S., 2018). Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita SLE, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis. Hal ini dapat dicapai dengan penyuluhan langsung kepada penderita atau dengan membentuk kelompok penderita yang bertemu secara berkala untuk membicarakan masalah penyakitnya (Setiyohadi, 2003 dalam Anggi, S., 2018).



7



Penderita SLE mengalami foto sensitivitas pada umumnya, sehingga penderita harus selalu diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh sinar matahari. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan berjalan di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap sinar matahari dari jendela (Setiyohadi, 2003). Belum ada obat yang dapat menyembuhkan SLE. Tujuan pemberian obatobatan adalah untuk mengatasi gejala yang muncul dan yang terpenting adalah mencegah terjadinya kerusakan



organ.



Sebelum



penderita



SLE



mendapatkan



pengobatan, diperlukan pemeriksaan untuk menentukan terapi yang diberikan. Ada 2 jenis terapi yang diberikan kepada penderita SLE yaitu terapi konservatif dan terapi agresif (imunosupresi) (Isbagio dkk, 2010). Terapi konservatif pada umumnya diberikan pada penderita SLE yang tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa dan fungsi organ stabil seperti manifestasi konstitusional dan muskuloskeletal. Pemberian analgetik dan obat antiinflamsi nonsterois (OAINS) dilakukan dengan memperhatikan efek sampingnya, bila analgetik dan OAINS tidak memberikan respon yang



baik



maka



pemberian



obat



antimalaria



seperti



hidroksiklorokuin 400 mg/hari, dan penggunaan glukokortikoid topikal bila dibutuhkan sedangkan terapi agresif diberikan kepada penderita SLE yang mengancam nyawa (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018). Terapi agresif yang diberikan pada penderita SLE dimulai dengan pemberian kortikosteroid dengan dosis yang sesuai dan obat imunosupresan. Kortikosteroid atau steroid digunakan untuk mengatasi pembengkakan dan nyeri pada berbagai organ tubuh. Pada dosis tinggi, obat ini dapat menekan kerja system imun dan pemberian obat imunosupresif bertujuan menekan sistem imun



8



pada penderita SLE, terutama digunakan pada pendeita SLE berat.



Obat-obatannya



antara



lain



azathioprine,



cyclophosphamide, mycofenolate mofetil, dan methotrexate (Isbagio dkk, 2010 dalam Anggi, S., 2018). c. Pencegahan Tersier Pencegahan



ini



dilakukan



untuk



mengurangi



ketidakmampuan penderita SLE sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Perbaikan psikososial, sosial, dan dukungan dari sekitar sangat dibutuhkan agar dapat hidup mandiri. Hal yang dapat dilakukan adalah pemberian konseling pada penderita SLE karena pada dasarnya penderita SLE memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas fisiknya dan mengurangi atau mencegah kekambuhan. Program rehabilitasi diberikan pada penderita SLE sesuai dengan keadaan penderita berupa terapi fisik atau terapi dengan modalitas. Terapi fisik dilakukan untuk mempertahankan kestabilan sendi, modalitas fisik seperti pemberian panas atau dingin diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri, menghilangkan kekakuan otot (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011 dalam Anggi, S., 2018). C. Konsep Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Sistem Hematologi 1. Sistem Hematologi Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk didalamnya sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada setiap orang itu berbedabeda bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau



9



pembuluh darah (Handayani dan Haribowo, 2012 dalam Wulandari, Ayu., 2019). Hematologi



merupakan



salah



satu



ilmu



kedokteran



yang



mempelajari tentang darah dan jaringan pembentuk darah. Darah merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi tubuh manusia karena di dalamnya terkandung berbagai macam komponen, baik komponen cairan berupa plasma darah, maupun komponen padat berupa sel-sel (Firani, 2018 dalam Wulandari, Ayu, 2019). Darah juga memiliki peranan didalam tubuh makhluk hidup khususnya untuk mengangkut zat-zat yang penting untuk proses metabolisme, proses metabolisme tubuh akan terjadi gangguan jika darah mengalami gangguan. Kelainan pada darah adalah kondisi yang mempengaruhi salah satu atau beberapa bagian dari darah sehingga menyebabkan darah tidak dapat berfungsi secara normal. Dampak kelainan darah akan mengganggu fungsi dari bagian-bagian darah tersebut. Kelainan darah dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa, kelainan pada darah diantaranya yaitu kelainan eritrosit seperti anemia, kelainan pada leukosit seperti leukemia, kelainan pada trombosit seperti trombositopenia, dan kelainan hemostasis : hemophilia. 2. Pencegahan (Primer, Sekunder, Tersier) Pada Kasus Kritis Leukimia Sistem Hematologi Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang normalnya akan menjadi sel-sel darah. Leukimia sendiri dapat terjadi secara akut ataupun kronik yang bergantung pada cepatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel darah sendiri yang menjadi komponen dari darah diprodukdi pada sumsum tulang dan berasal dari stem cell. Stem cell ini yang akan berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel-sel darah ini terdiri atas 2 jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel-T, sel-B, sel NK (Natural Killer) (Anwar dan Widyaningsih, 2017). Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel darah merah, sel darah putih (neutrofil, eosinofil, basofil, dan



10



monosit) dan platelet. Terdapat 4 tipe utama dari leukimia yaitu : (1) Acute Myeloid Leukaemia (AML); (2) Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL); (3) Chronic Myeloid Leukaemia (CML); (4) Chornic Lymphocytic Leukaemia (CLL). Keempat tipe leukimia ini secara lebih lanjut kemudian akan terbagi-bagi lagi menjadi beberapa subtipe. Penanganan yang akan diberikan tergantung pada pembagian ini (Anwar dan Widyaningsih, 2017). Leukemia mieloid akut (Acute Myeloid Leukemia/ AML), nama lain penyakit ini antara lain leukemia mielositik akut, leukemia mielogenou sakut, leukemia granulositik akut, dan leukemia nonlimfositik akut. Istilah akut menunjukkan bahwa leukemia dapat berkembang cepat jika tidak diterapi dan berakibat fatal dalam beberapa bulan. Istilah myeloid sendiri merujuk pada tipe sel asal, yaitu sel-sel myeloid imatur (sel darah putih selain limfosit, sel darah merah, atau trombosit) (Anwar dan Widyaningsih, 2017). 1.



Pencegahan Primer Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. a.



Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi. Untuk



petugas



radiologi



dapat



dilakukan



dengan



menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinik. b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering terpapar dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya. Dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau informasi



11



mengenai bahanbahan karsinogen agar pekerja dapat bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-zat kimia tersebut. c. Mengurangi frekuensi merokok Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok berat agar dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari empat kasus LMA disebabkan oleh merokok. Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA) d. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-masing calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita sindrom Down atau kelainan gen lainnya, dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan



sekunder



bertujuan



untuk



menghentikan



perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat. 3. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier ditujukan untuk membatasi atau menghalangi perkembangan kemampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Untuk penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif dengan tujuan



mempertahankan



kualitas



hidup



penderita



dan



memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan di



12



bidang psikologi, sosial dan spiri tual. Dukungan moral dari orang-orang terdekat juga diperlukan.



BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Tingkat pencegahan disesuaikan dengan Riwayat alamiah penyakit yaitu : pencegahan



primer,



pencegahan



sekunder,



dan



pencegahan



tersier.



Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit pada seseorang dengan factor risiko. Pemcegahan sekunder diberikan kepada mereka yang sedang mengalami penyakit. Adapun tujuan pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Sedangkan tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi. B. Saran Diharapkan untuk tim kesehatan dan mahasiswa kesehatan khususnya keperawatan dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan pembelajaran dan tambahan informasi tentang pencegahan (primer, sekunder, tersier) pada kasus kritis sistem imun-hematologi. Untuk masyarakat umum, makalah ini diharapkan dapat meningkatkan peran keluarga dalam mencegah kasus kritis sistem imun-hematologi baik secara primer, sekunder dan tersier.



13



14



DAFTAR PUSTAKA Anggi, S. (2018). Karakteristik Penderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang Dirawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015-2017. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/11348 Anwar, Cindy., & Widyaningsih, Made Ayu. 2017. Pengalaman Belajar Lapangan Acute Myeloid Leukaemia. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ae97d96d 7b3a36c778ca436020f67ca5.pdf Maryam (2017) Hubungan Shalat Tahajud Dengan Perubahan Hasil Hitung Jenis Dan Jumlah Leukosit. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada http://repository.unimus.ac.id/1540/ Widyaloka, A. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Pencegahan Hipertensi Lansia Di Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang). Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/856 Wulandari, Ayu (2019) Asuhan Keperawatan Anak. N Usia Sekolah (8 Tahun) Dengan Gangguan Sistem Hematologi Akibat Anemia Di Ruang Tanjung Rsud R. Syamsudin, S.H Kota Sukabumi. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada http://eprints.ummi.ac.id/1213/ Ratnaningsih, Nina., dkk. (2014). Pencegahan Primer, Pencegahan Sekunder Dan Pencegahan Tersier Pada Penyakit Mata (Katarak). Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021, diakses pada https://fdokumen.com/document/makalah-pencegahan-primersekundertersier.html.