Kepala Perpustakaan Sekolah - Kompetensi Tenaga Perpustakaan Dan Etika Profesi  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



Perpustakaan pada abad 21 telah dihadapkan pada perubahan lingkungan yang berkembang pesat. Perubahan tersebut secara konstan juga mengubah kebutuhan masyarakat terhadap informasi. Kebutuhan informasi yang lebih beragam dan mutakhir yang dapat diakses secara cepat dan akurat merupakan tuntutan masyarakat sebagai pengguna atau dalam istilah sekarang pemustaka yang harus dipenuhi oleh perpustakaan. Jaringan kerja (networking), restrukturisasi (restructuring), otomasi tingkat global, prioritas akses daripada kepemilikan informasi, digitalisasi, akses pengguna terhadap sumber informasi secara on-line maupun off-line, dan penyediaan layanan yang lebih berorientasi pada pengguna, merupakan permasalahan yang mempengaruhi perpustakaan (Gesesse dalam Zawiyah, 2003). Hal tersebut telah mendorong adanya paradigma baru yang mengubah pola kegiatan perpustakaan. Perpustakaan yang tidak tanggap terhadap perubahan paradigma tersebut lambat laun akan ditinggalkan oleh pelanggannya. Perpustakaan memerlukan tenaga perpustakaan profesional dan diutamakan memiliki kompetensi agar dapat mengimbangi paradigma baru perpustakaan yang lebih berorientasi pada kebutuhan pengguna (Tam dan Robertson dalam Zawiyah, 2003). Kebutuhan tenaga perpustakaan yang mempunyai kompetensi sangat diperlukan mengingat dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat dan kebutuhan pengguna informasi yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi pengguna yang sangat bervariatif dan kompleks tersebut, sudah waktunya ditetapkan persyaratan kompetensi bagi tenaga perpustakaan. Kompetensi tenaga perpustakaan juga dianggap penting oleh pemerintah sehingga pada Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, khususnya yang mengatur masalah tenaga perpustakaan, dinyatakan bahwa tenaga perpustakaan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan yang mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Berdasarkan UU tersebut, tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Selain kedua jenis tenaga tersebut, dalam undang-undang juga diatur 1



tentang kepala perpustakaan dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Oleh karena itu, persyaratan kompetensi tidak hanya diberlakukan bagi pustakawan, tetapi juga bagi tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Perpustakaan Nasional sebagai instansi pembina mempunyai tugas menyusun standar kompetensi pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Penyusunan standar kompetensi ini akan diberlakukan bagi semua pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Standar kompetensi tersebut merupakan perangkat yang wajib disusun agar kompetensi tenaga perpustakaan dapat diukur. Penyusunan standar kompetensi harus melibatkan berbagai pihak agar dapat diterima semua pihak dan tidak bersifat subjektif. Bahan ajar ini merupakan pengembangan dari Bahan Ajar Diklat Manajemen Pengelola Perpustakaan dengan judul mata ajar ”Kompetensi Pustakawan dan Tenaga Teknis Perpustakaan” yang telah disusun oleh Penyusun sendiri yaitu Dra. Titiek Kismiyati, M.Hum. dan disunting oleh Blasius Sudarsono, MLS.



1.2



Deskripsi Singkat



Mata ajar ini membekali peserta pengetahuan tentang pengertian kompetensi, tenaga perpustakaan, sertifikasi kompetensi, kompetensi pustakawan, kompetensi tenaga teknis perpustakaan, kompetensi kepala perpustakaan, dan kompetensi tenaga ahli dalam bidang perpustakaan, peran lembaga diklat profesi, peran organisasi profesi, dan peran lembaga perpustakaan dalam pengembangan kompetensi, serta etika profesi bagi tenaga perpustakaan.



1.3



Kompetensi Dasar



Setelah mengikuti mata ajar diklat ini, peserta diharapkan mampu memahami kompetensi tenaga perpustakaan dengan berbagai aspeknya serta etika profesi kepustakawanan.



1.4



Indikator Keberhasilan



Setelah mengikuti mata ajar diklat ini, peserta diharapkan mampu memahami pengertian kompetensi,



kompetensi



pustakawan,



kompetensi



tenaga



teknis



perpustakaan,



kompetensi kepala perpustakaan, kompetensi tenaga ahli dalam bidang perpustakaan, sertifikasi kompetensi, peran lembaga diklat profesi, peran organisasi profesi, peran 2



lembaga kerja pustakawan (perpustakaan) dalam pengembangan kompetensi tenaga perpustakaan, dan etika profesi kepustakawanan.



3



BAB II KOMPETENSI TENAGA PERPUSTAKAAN 2.1 Pengertian 2.1.1 Kompetensi Salah satu kesulitan dalam mendefinisikan istilah kompetensi adalah bahwa istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula. Kadangkadang istilah tersebut diinterpretasikan secara dangkal. Aspey (1998) menekankan bahwa kompetensi tidak hanya meliputi penguasaan keterampilan dan pengetahuan, tetapi juga termasuk penguasaan terhadap tugas dan motivasi dalam menjalankan tugas tersebut. Aspey juga mendefinisikan orang yang berkompeten sebagai seseorang yang menguasai pekerjaannya dan memiliki motivasi, keterampilan serta pengetahuan, dan secara konsisten menjalankan tanggung jawab tersebut dengan memenuhi standar yang ditetapkan. Dengan kata lain, kompetensi seseorang diukur dengan membandingkan kinerja yang bersangkutan dengan tingkat pemenuhan standar tertentu yang ditetapkan. Sementara itu, Mirabile (1997) mendefinisikan kompetensi sebagai “ … suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau hal-hal yang berhubungan dengan kinerja yang tinggi dalam pekerjaan, seperti penyelesaian masalah, pemikiran analitik, atau kepemimpinan.” Beberapa definisi bahkan menambahkan motivasi, kepercayaan dan nilai di dalamnya. Boyatzis (1982) mendefinisikan kompetensi adalah “an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a body of knowledge which he or she uses” (’suatu karakteristik yang mendasari kepribadian seseorang, yang mungkin saja berupa suatu alasan, ciri, keterampilan, aspek dari gambaran diri atau peranan sosial seseorang, atau satuan pengetahuan



yang



digunakannya’).



Adapun



pengertian



kompetensi



menurut



Depnakertrans (2007) pada dasarnya adalah pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau karakteristik yang berhubungan dengan tingkat kinerja suatu pekerjaan seperti pemecahan masalah, pemikiran analitik, atau kepemimpinan dan merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang yang memegang suatu jabatan. Dari beberapa definisi tersebut, konsep kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan individu (termasuk sifat-sifat, perilaku, dan keutamaan pribadi, serta motivasi) yang akan berperan dalam keberhasilan pelaksanaan tugas yang dibebankan 4



kepadanya. Kemampuan individu tersebut pada hakikatnya terbangun melalui proses internalisasi nilai-nilai, pengetahuan, dan pengalaman hidup, yang terjadi baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun terutama dalam lingkungan pendidikan formal. Dengan kata lain, kompetensi seseorang diperoleh dan berkembang melalui proses pembelajaran, baik yang formal (lembaga pendidikan), nonformal (lembaga pelatihan), maupun informal (keluarga dan masyarakat, termasuk lembaga keprofesian). 2.1.2 Tenaga Perpustakaan Berdasarkan Pasal 29, ayat (1), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. 2.1.3 Pustakawan Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. 2.1.4 Tenaga Teknis Perpustakaan Tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga nonpustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan. 2.1.5 Tenaga Ahli dalam Bidang Perpustakaan Tenaga ahli dalam bidang perpustakaan adalah seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi dalam bidang perpustakaan. 2.1.6 Kepala Perpustakaan Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah, perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan (Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007). Kepala perpustakaan sekolah/madrasah dapat diangkat dari jalur pendidik dan jalur tenaga kependidikan (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2008).



5



2.2 Kompetensi Tenaga Perpustakaan 2.2.1 Tujuan Kompetensi dianggap penting sehingga para pemimpin lembaga perpustakaan mulai mensyaratkan kompetensi bagi tenaga perpustakaan dengan tujuan a. menstimulasi keunggulan layanan; b. memperbarui antusiasme para pustakawan terhadap profesinya; c. menyediakan dokumen yang membantu pengembangan uraian tugas (job description) d. membantu



dan sarana mengevaluasi jabatan profesional; perencanaan



program



pengembangan



pegawai



secara



berkelanjutan; e. menyediakan dokumen yang dapat digunakan dalam pengembangan kebijakan terutama yang berhubungan dengan organisasi dan susunan pegawai perpustakaan; dan; f. mengajarkan masyarakat, lembaga pemerintahan, dan lembaga donor tentang pentingnya keterampilan dan pengetahuan bagi pustakawan profesional (NJLA, 2005). Kompetensi tenaga perpustakaan akan selalu berubah seiring dengan perkembangan kebutuhan pemustakanya. Sementara itu, kebutuhan pemustaka akan berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang menawarkan berbagai kemudahan dan keleluasaan akses informasi. Oleh karena itu, seorang tenaga perpustakaan harus selalu meningkatkan kemampuannya dan lebih proaktif dalam merespons kebutuhan informasi pemustaka. Menurut Laili dan Nor Haliza (2004), pustakawan pada masa datang harus dilengkapi dengan kompetensi manajemen, interpersonal, serta kompetensi teknologi informasi. Kompetensi teknologi (Sarah Houghton-Jan, 2008), berupa daftar kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang dalam menggunakan teknologi untuk mengerjakan tugasnya. Keterampilan teknologi informasi ini penting agar tenaga perpustakaan baik pustakawan maupun tenaga teknis perpustakaan dapat menghadapi perubahan lingkungan kerja mereka yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Adapaun kompetensi manajemen dan interpersonal akan menjadikan pustakawan lebih efektif dalam mengelola jaringan kerja sama sumber dan layanan. 2.2.2 Kompetensi



6



The (US) Special Library Association (SLA) pada tahun 1996 menerbitkan dokumen yang ditujukan kepada para pendidik, mahasiswa, praktisi dan pegawai yang bekerja di perpustakaan khusus, tentang rumusan kompetensi untuk abad 21. Rumusan tersebut membedakan kompetensi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut. a. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kompetensi yang terkait dengan pengetahuan pustakawan dalam bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, serta kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi. b. Kompetensi Individu Kompetensi individu adalah kompetensi yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku, dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya. Rumusan di atas pada Juni 2003 (SLA, 2003) direvisi dan ditambah kompetensi inti atau core competencies yang harus dimiliki oleh pustakawan, yaitu sebagai berikut: 1) menambah pengetahuan dasar mereka dengan praktik dan pengalaman yang terbaik serta terus mempelajari produk-produk informasi, layanan, dan manajemen praktis sepanjang kariernya; dan 2) menaruh kepercayaan pada keunggulan dan etika profesional serta nilai dan prinsipprinsip profesi. Berikut ini kompetensi profesional menurut dokumen SLA yang harus dipenuhi oleh pustakawan di perpustakaan khusus: 1) memiliki pengetahuan keahlian tentang isi sumber-sumber informasi, termasuk kemampuan untuk mengevaluasi dan menyaring sumber-sumber tersebut secara kritis; 2) memiliki pengetahuan tentang subjek khusus yang sesuai dengan kegiatan organisasi pelanggannya. 3) mengembangkan dan mengelola layanan informasi dengan baik, aksesebel (dapat diakses dengan mudah), dan cost-effective (efektif dalam pembiayaan) yang sejalan dengan aturan strategis organisasi; 7



4) menyediakan bimbingan dan bantuan terhadap pengguna layanan informasi dan perpustakaan; 5) memperkirakan jenis dan kebutuhan informasi, nilai jual layanan informasi, dan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan yang telah diketahui; 6) mengetahui dan mampu menggunakan teknologi informasi untuk pengadaan, pengorganisasian, dan penyebaran informasi; 7) mengetahui dan mampu menggunakan pendekatan bisnis dan manajemen untuk mengomunikasikan perlunya layanan informasi kepada manajemen senior; 8) mengembangkan produk-produk informasi khusus untuk digunakan di dalam atau di luar lembaga atau oleh pelanggan secara individu; 9) mengevaluasi hasil penggunaan informasi dan menyelenggarakan penelitian yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah manajemen informasi; 10) secara berkelanjutan memperbaiki layanan informasi untuk merespons perubahan kebutuhan; dan 11) menjadi anggota suatu tim manajemen senior secara efektif dan konsultan suatu organisasi dalam bidang informasi. Adapun kompetensi individu yang harus dipenuhi pustakawan perpustakaan khusus, menurut SLA, meliputi hal-hal di bawah ini: 1) memiliki komitmen untuk memberikan layanan yang terbaik, 2) mampu mencari peluang dan melihat kesempatan baru baik di dalam maupun di luar perpustakaan, 3) berpandangan luas, 4) mampu mencari partner kerja, 5) mampu menciptakan lingkungan kerja yang dihargai dan dipercaya, 6) memiliki keterampilan bagaimana berkomunikasi yang efektif, 7) dapat bekerjasama secara baik dalam suatu tim kerja, 8) memiliki sifat kepemimpinan, 9) mampu merencanakan, memprioritaskan dan memusatkan pada suatu yang kritis, 10) memiliki komitmen untuk selalu belajar dan merencanakan pengembangan karirnya, 11) mampu mengenali nilai dari kerjasama secara profesional dan solidaritas, dan 12) memiliki sifat positif dan fleksibel dalam menghadapi perubahan.



8



c. Kompetensi Inti Kepustakawanan American Library Association (ALA) memerinci pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh lulusan program magister dalam bidang studi perpustakaan dan informasi yang diakreditasi oleh Asosiasi Perpustakaan Amerika (ALA). Menurut ALA, pustakawan yang bekerja pada perpustakaan sekolah, universitas, umum, khusus, pemerintah, dan dalam konteks lainnya perlu memiliki pengetahuan khusus lain, selain yang telah disebut di sini. Ruang Lingkup 1)



Landasan Profesi



2)



Sumber Daya Informasi



3)



Pengorganisasian Informasi dan Pengetahuan Terekam



4)



Pengetahuan dan Keterampilan Teknologi



5)



Layanan Pengguna dan Referensi



6)



Penelitian



7)



Pendidikan Berkelajutan dan Pembelajaran Sepanjang Hayat



8)



Administrasi dan Manajemen.



Seseorang yang lulus dari program magister bidang studi perpustakaan dan informasi yang diakreditasi oleh ALA harus mengetahui dan dapat menerapkannya saat diperlukan. 1) Landasan Profesi a) Etika, nilai, serta prinsip dasar profesi perpustakaan dan informasi. b) Peran profesi bidang perpustakaan dan informasi dalam mempromosikan prinsip demokrasi dan kebebasan intelektual (termasuk kebebasan ekspresi, pemikiran, dan kesadaran). c) Sejarah perpustakaan dan kepustakawanan. d) Sejarah komunikasi manusia dan dampaknya pada perpustakaan. e) Ragam jenis perpustakaan (sekolah, universitas, umum, khusus, dst.) dan lembaga



informasi lain terkait.



f) Kebijakan sosial (nasional dan internasional), kebijakan publik, kebijakan ekonomi, kebijakan kebudayaan, dan arah perkembangannya yang signifikan terhadap profesi perpustakaan dan informasi. g) Kerangka hukum yang dipakai perpustakaan dan lembaga informasi dalam bekerja. Seperti undang-undang tentang hak cipta, privasi, kebebasan berekspresi, hak kesetaraan (misalnya, the Americans with Disabilities act), dan kekayaan intelektual. 9



h) Pentingnya advokasi yang efektif bagi perpustakaan, pustakawan, pekerja perpustakaan lain, dan layanan perpustakaan. i) Metoda dan teknik yang digunakan untuk analisis permasalahan yang kompleks dan menciptakan solusi yang cocok. j) Teknik komunikasi yang efektif baik lisan maupun tertulis. k) Persyaratan sertifikasi dan/atau lisensi bagi bidang khusus dari profesi. 2) Sumber Daya Informasi a) Konsepsi dan permasalahan terkait siklus hidup informasi dan pengetahuan terekam sejak diciptakan memasuki beragam tingkat penggunaan sampai dimusnahkan. b) Konsepsi, permasalahan, dan metode terkait dengan akuisisi dan pemusnahan sumber daya, termasuk evaluasi, seleksi, pengadaan, pemrosesan, penyimpanan, dan penyusutannya. c) Konsepsi, permasalahan, dan metode terkait dengan manajemen beragam koleksi. d) Konsepsi, permasalahan, dan metode terkait dengan pemeliharaan koleksi, termasuk preservasi dan konservasi. 3) Pengorganisasian Pengetahuan dan Informasi Terekam a) Prinsip terkait dengan pengorganisasian dan penyajian atas pengetahuan dan informasi terekam. b) Keterampilan pengembangan, pendeskripsian, dan evaluasi yang diperlukan dalam pengorganisasian sumber daya pengetahuan dan informasi terekam. c) Sistem katalogisasi, metadata, indeks, serta standar dan metode klasifikasi yang digunakan untuk pengorganisasian pengetahuan dan informasi terekam. 4) Pengetahuan dan Keterampilan Teknologi a) Teknologi informasi dan komunikasi serta teknologi pendukung lain yang terkait, sebagaimana mereka berpengaruh atas sumber daya, penyampaian layanan, dan penggunaan perpustakaan dan lembaga informasi lainnya. b) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi serta teknologi pendukung lain yang terkait atau peralatannya, konsisten dengan etika profesi, serta memenuhi norma layanan dan penerapan. c) Metode untuk mengkaji dan mengevaluasi spesifikasi, efikasi, serta efisiensi teknologi berbasis produk dan layanan.



10



d) Prinsip dan teknik yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis teknologi dan inovasi yang muncul dalam rangka mengetahui dan menerapkan kemajuan teknologi yang sesuai. 5) Layanan Pengguna dan Referensi a) Konsepsi, prinsip, serta teknik layanan pengguna dan referensi berupa akses ke sumber daya pengetahuan dan informasi terekam yang relevan dan akurat bagi pengguna perseorangan dalam semua umur atau kelompok. b) Teknik yang digunakan untuk temu kembali, evaluasi, dan sintesis informasi dari beragam sumber daya untuk digunakan oleh pengguna perseorangan dalam semua umur atau kelompok. c) Metode yang cocok untuk digunakan berinteraksi dengan pengguna perseorangan dalam semua umur atau kelompok dalam rangka memberikan konsultasi, mediasi, dan bimbingan penggunaan pengetahuan dan informasi terekam. d) Keberinformasian atau teknik dan metode kompetensi informasi (information literacy/information competence techniques and methods), kebernumerikan (numerical literacy), dan keberstatistikan (statistical literacy). e) Prinsip dan metode advokasi yang digunakan untuk mencapai pengguna khusus dalam rangka promosi dan menerangkan konsepsi dan layanan. f) Prinsip pengkajian dan jawaban atas beragam kebutuhan, kelompok, dan pilihan pengguna. g) Prinsip dan metode yang digunakan untuk mengkaji dampak situasi atau lingkungan yang mutakhir dalam rangka perancangan dan penerapan layanan atau pengembangan sumber daya yang sesuai. 6) Penelitian a) Hal mendasar dari metode penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif. b) Hasil dan literatur penelitian terpenting dalam bidang perpustakaan dan informasi. c) Prinsip dan metode yang digunakan untuk mengkaji nilai aktual dan potensial dari suatu penelitian baru. 7) Pendidikan Berkelanjutan dan Pembelajaran Sepanjang Hayat a) Pentingnya pengembangan profesi yang berkelanjutan dari para praktisi dalam bidang perpustakaan dan lembaga informasi lain. b) Peran perpustakaan dalam proses pembelajaran sepanjang hayat para pengguna perpustakaan, termasuk pemahaman pembelajaran sepanjang hayat dalam 11



rangka



menyediakan



layanan



berkualitas



atau



untuk



promosi



layanan



perpustakaan. c) Teori pembelajaran, metode pengajaran, dan pengukuran capaian serta penerapan dalam perpustakaan dan lembaga informasi lain. d) Prinsip terkait dengan pengajaran dan pembelajaran tentang konsepsi, proses, dan keterampilan yang diperlukan untuk mencari, mengevaluasi, serta menggunakan pengetahuan dan informasi terekam. 8) Administrasi dan Manajemen a) Prinsip perencanaan dan pengangaran bagi perpustakaan dan lembaga informasi lain. b) Prinsip pengelolaan personalia dan pengembangan sumber daya manusia. c) Konsepsi yang melatarbelakangi serta metode untuk mengkaji dan mengevaluasi layanan perpustakaan maupun hasil layanannya. d) Konsepsi yang melatarbelakangi serta metode untuk mengembangkan kerja sama, kolaborasi, jejaring, dan struktur lain dengan semua pemangku kepentingan serta masyarakat yang dilayani. e) Konsepsi yang melatarbelakangi, permasalahan terkait, serta metode untuk prinsip kepemimpinan transformatif. d. Tingkat Kompetensi Menurut masyarakat Eropa, kompetensi terdiri atas empat tingkat, yaitu sebagai berikut. 1) Tingkat I: Kesadaran Pada tingkat ini pelaksana sudah cukup puas dapat menggunakan konsep dan peralatan. Untuk itu, diperlukan pemahaman atas konsep dan keterampilan dasar untuk melaksanakannya. 2) Tingkat II: Pengetahuan tentang Praktik atau Teknik Pada tingkat ini pelaksana sudah meningkat kemampuannya untuk membaca dan menulis fenomena yang dihadapi. Pelaksana sudah dapat berkomunikasi dengan para ahli



dalam



bidang



terkait.



Tingkat



ini



dikatakan



sebagai



tingkat



pertama



keprofesionalan. Dengan peralatan yang ada, pelaksana sudah mampu memodifikasi peralatan serta menjalankan tugas yang berulang dan memberikan instruksi pada rekan kerja. 3) Tingkat III: Penggunaan Peralatan Secara Efektif 12



Pada tingkat ini pelaksana sudah menyadari eksistensi dan isi dari konsep dan teknik serta dapat mendefinisikan, mendiskusikan, dan menggunakannya secara efektif. Selain itu, pelaksana juga sudah mampu menginterpretasikan situasi dan mengambil putusan yang menyangkut adaptasi tugas atau mencipta peralatan yang diperlukan. Pelaksana juga harus sudah mampu memilih tindakan dan menggabungkannya dengan kegiatan lain yang lebih kompleks. 4) Tingkat IV: Penggunaan Metodologi Secara Efektif Pada tingkat ini pelaksana sudah mampu menggunakan konsep dan teknik tersebut untuk



situasi



yang



berbeda,



menggunakannya



dengan



cara



lain,



atau



menggunakannya untuk bidang lain. Selain itu, pelaksana juga sudah mampu meningkatkannya menjadi lebih baik atau lebih canggih. Pelaksana sudah mampu merancang teknik atau produk dan mengadopsi pendekatan strategis dalam aktivitasnya, serta menemukan solusi tepat yang orisinal.



2.3 Standar Kompetensi Pustakawan adalah suatu profesi. Oleh karena itu, seorang pustakawan seharusnya profesional dalam bidangnya. Untuk mendapatkan predikat profesional tersebut, seharusnya seorang pustakawan memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Demikian pula dengan tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Seseorang yang dianggap profesional tidak cukup hanya dengan memiliki ijazah akademik, tetapi harus memenuhi standar kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diuji tingkat kompetensinya. 2.3.1 Tujuan Penyusunan Standar Kompetensi Standar kompetensi mempunyai tujuan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang bergerak dalam bidang keahlian sesuai dengan kebutuhan masing-masing pihak, di antaranya, pihak-pihak berikut. a. Institusi Pendidikan dan Pelatihan 1) Memberikan informasi untuk pengembangan program kurikulum. 2) Sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan,. b. Lembaga Perpustakaan 1) Membantu memberikan pedoman dalam rekruitmen tenaga perpustakaan.



13



2) Mengembangkan program pelatihan bagi tenaga perpustakaan berdasarkan kebutuhan. 3) Membuat uraian pekerjaan dan/atau jabatan. c. Lembaga Penyelenggara Pengujian dan Sertifikasi 1) Sebagai acuan dalam merumuskan paket-paket program sertifikasi sesuai dengan kualifikasi dan levelnya. 2) Sebagai acuan dalam penyelenggaraan penilaian dan sertifikasi. 2.3.2 Syarat Penyusunan Standar Kompetensi Penyusunan standar adalah untuk mendapatkan pengakuan secara nasional dan internasional. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah sebagai berikut. a.



Menyesuaikan penyusunan standar kompetensi tersebut dengan perkembangan dunia kepustakawanan.



b.



Menggunakan referensi dan rujukan dari standar-standar sejenis yang digunakan oleh negara lain atau standar internasional agar di kemudian hari dapat dilakukan proses saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/ MRA)



c.



Dilakukan bersama dengan representatif asosiasi profesi, lembaga perpustakaan, lembaga pendidikan dan pelatihan kepustakawanan, atau para pakar dan ahli dalam bidang perpustakaan agar memudahkan dalam pencapaian konsensus melalui forum konvensi dan pemberlakuan secara nasional (Depnakertrans.2007).



Perlunya standar kompetensi bagi suatu jabatan juga sudah disadari oleh pemerintah dengan keluarnya Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23 Tahun 2003 dan Nomor 21 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, Pasal 19 ayat (2c) dinyatakan bahwa Perpustakaan Nasional RI sebagai instansi pembina harus menyusun penetapan standar kompetensi jabatan pustakawan. Standar kompetensi itu hanya diberlakukan untuk pustakawan PNS. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, dinyatakan bahwa tenaga perpustakaan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan yang mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Yang dimaksud di sini tentunya semua tenaga perpustakaan baik pustakawan maupun tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.



14



Standar kompetensi akan bermanfaat dan mendapatkan pengakuan para pemangku kepentingan apabila telah terimplementasi secara konsisten. Standar kompetensi digunakan



sebagai



acuan



untuk



menyusun



uraian



pekerjaan,



menyusun



dan



mengembangkan program pelatihan, menilai unjuk kerja seseorang, dan sertifikasi profesi di tempat kerja. 2.3.3 Standar Kompetensi Pustakawan Berdasarkan Pasal 29, ayat (2), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pustakawan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan yang salah satu aspeknya adalah standar tenaga perpustakaan. Standar tenaga perpustakaan mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Untuk melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan tersebut, standar kompetensi pustakawan perlu segera disusun. a. Kualifikasi Pustakawan 1) Pustakawan memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4) dalam bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi. 2)



Seseorang yang memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan.



3)



Pendidikan dan pelatihan dalam bidang perpustakaan yang dimaksud diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga lain yang diakreditasi oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga sertifikasi.



b. Kompetensi Pustakawan 1) Pustakawan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi personal. 2) Kompetensi profesional mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja. 3) Kompetensi personal mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial. 4) Pustakawan yang dinyatakan memiliki kompetensi diberi sertifikat kompetensi. Standar kompetensi pustakawan disusun dalam format Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bersama antara Perpustakaan Nasional dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. SKKNI bidang perpustakaan untuk pustakawan telah terbit berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia 15



Nomor 83 Tahun 2012 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Sektor Jasa kemasyarakatan, Hiburan, dan Perorangan lainnya, Bidang Perpustakaan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. SKKNI ini menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi pustakawan. 2.3.4 Standar Kompetensi Tenaga Teknis Perpustakaan Tenaga teknis perpustakaan merupakan tenaga nonpustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan tugas fungsi perpustakaan yang meliputi tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio visual, tenaga teknis ketatausahaan, tenaga teknis asisten perpustakaan, dan tenaga teknis lainnya. Tenaga teknis asisten perpustakaan (library assistant) adalah salah satu tenaga teknis perpustakaan dan merupakan tenaga nonpustakawan yang akan menggantikan peran pustakawan tingkat terampil yang akan dihilangkan sebagai konsekuensi ditetapkannya kualifikasi pustakawan minimal berpendidikan S-1. a. Kualifikasi Tenaga teknis perpustakaan memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya pendidikan D-2 sesuai dengan bidang yang menjadi tugas pokoknya. b. Kompetensi dan Sertifikasi 1) Tenaga teknis perpustakaan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi personal 2) Kompetensi profesional mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja. 3) Kompetensi personal mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial. 4) Tenaga teknis perpustakaan yang dinyatakan memiliki kompetensi diberi sertifikat kompetensi. Standar kompetensi tenaga teknis perpustakaan menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi terhadap tenaga teknis perpustakaan. Sampai saat ini standar kompetensi tenaga teknis perpustakaan belum disusun. 2.3.5 Standar Kompetensi Tenaga Ahli dalam Bidang Perpustakaan Tenaga ahli dalam bidang perpustakaan adalah tenaga yang memiliki kapabilitas, integritas,



dan



kompetensi



dalam



bidang



perpustakaan.



Kapabilitas



merupakan



kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan. Adapun integritas merupakan



16



keadaan yang mewujudkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan dalam bidang perpustakaan. a. Kualifikasi Tenaga ahli dalam bidang perpustakaan memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah S-1 dan pengalaman bekerja di perpustakaan minimal lima tahun. b. Kompetensi dan Sertifikasi Tenaga ahli dalam bidang perpustakaan harus memiliki kemampuan mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja dalam bidang perpustakaan yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga pendidikan yang terakreditasi. Standar kompetensi tenaga ahli dalam bidang perpustakaan menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Sampai saat ini standar kompetensi tenaga ahli dalam bidang perpustakaan belum disusun. 2.3.6 Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan a. Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan Nasional Kualifikasi dan kompetensi Kepala Perpustakaan Nasional adalah pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik paling rendah magister (S-2); 2) Memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 10 tahun; 3) Menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis; 4) Menguasai teknologi informasi; Sampai saat ini standar kompetensi Kepala Perpustakaan Nasional belum disusun. b. Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan Perguruan Tinggi Kualifikasi dan kompetensi Kepala perpustakaan perguruan tinggi adalah pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik paling rendah magister (S-2); 2) Memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun; 3) Menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis; 4) Menguasai teknologi informasi; 17



Sampai saat ini standar kompetensi Kepala Perpustakaan Perguruan Tinggi belum disusun. c. Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan Provinsi Kualifikasi dan kompetensi Kepala perpustakaan provinsi adalah pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1); 2) Memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun; 3) Menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis; 4) Menguasai teknologi informasi; Sampai saat ini standar kompetensi Kepala Perpustakaan Perguruan Provinsi belum disusun. d. Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan Kabupaten/Kota Kualifikasi dan kompetensi Kepala perpustakaan kabupaten/kota adalah pustakawan atau tenaga ahli dalam bidang perpustakaan yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau Diploma IV (D-IV); 2) Memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun; 3) Menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis; 4) Menguasai teknologi informasi; Sampai saat ini standar kompetensi Kepala Perpustakaan Kabupaten/Kota belum disusun. e. Standar Kompetensi Kepala Perpustakaan Sekolah Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2008, setiap sekolah/madrasah untuk semua jenjang yang mempunyai jumlah tenaga perpustakaan sekolah/madrasah lebih dari satu orang, mempunyai lebih dari enam rombongan belajar (rombel), serta memiliki koleksi minimal 1.000 (seribu) judul materi perpustakaan dapat mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah. 1) Kualifikasi a) Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah melalui jalur Pendidik (1)



Berkualifikasi serendah-rendahnya diploma empat (D4) atau sarjana (S1);



18



(2)



Memiliki



sertifikat



kompetensi



pengelolaan



perpustakaan



sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah; (3)



Masa kerja minimal 3 (tiga) tahun.



b) Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah melalui jalur Tenaga Kependidikan (1)



Berkualifikasi diploma dua (D2) ilmu perpustakaan dan informasibagi pustakawan dengan masa kerja 4 (empat) tahun; atau



(2)



Berkualifikasi diploma dua (D2) non-ilmu perpustakaan dan informasi dengan



sertifikat



kompetensi



pengelolaan



perpustakaan



sekolah/madrasah dari lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah dengan masa kerja minimal 4 (empat) tahun di perpustakaan sekolah/madrasah. 2) Kompetensi Kompetensi kepala perpustakaan sekolah/madrasah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah terlampir.



2.4 Sertifikasi Kompetensi Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui asesmen kerja nasional Indonesia dan/atau internasional. Sertifikasi merupakan bentuk pengakuan bahwa seseorang mampu melakukan pekerjaan yang menjadi lingkup sertifikasi. Seseorang yang telah mengikuti proses sertifikasi sertifikasi dan lulus uji kompetensi akan diberi sertifikat. a. Jenis Sertifikasi Sertifikasi dapat dibedakan mejadi tiga sebagai berikut. 1) Sertifikasi terhadap Kompetensi Profesi Sertifikasi ini diberikan oleh lembaga sertifikasi personel/profesi dan berlaku apabila masih kompeten. Sertifikasi ini berlaku untuk kompetensi yang dimiliki paling akhir (current competence). 2)



Sertifikasi untuk Mendapat Status Profesi Sertifikasi ini diberikan oleh organisasi profesi yang biasa disebut juga lisensi/registrasi profesi. Kadang-kadang lisensi ini dikeluarkan setelah yang bersangkutan memiliki sertifikat nomor 1 di atas. 19



3) Sertifikat Pelatihan Sertifikat pelatihan ini diberikan oleh lembaga pelatihan yang biasa disebut juga certificate of attainment dan berlaku selamanya. b. Metode Uji Kompetensi Pada dasarnya pelaksanaan uji kompetensi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Saat ini uji kompetensi yang umum dilakukan adalah dengan portofolio dan uji kompetensi langsung. Portofolio adalah berkas dokumen yang dimiliki oleh seseorang yang mempresentasikan pendidikan, hasil pekerjaan, dan ketrampilannya. Berdasarkan portofolio seseorang diharapkan dapat diketahui kompetensi yang dicapainya. Portofolio ini dinilai keabsahannya oleh tim penilai yang telah ditetapkan. Contoh uji kompetensi dengan portofolio dilakukan untuk guru dan dosen. Sedangkan uji kompetensi langsung adalah asesi diuji dengan melakukan praktek kerja dan wawancara langsung sesuai materi uji yang telah ditetapkan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang bersangkutan melakukan pekerjaan. Contoh model uji kompetensi langsung dilakukan terhadap pustakawan. c. Aspek-aspek yang terkait dengan sertifikasi adalah sebagai berikut. 1) Standar Kerja Kompetensi Nasional Indonesia Standar



Kompetensi



Kerja



Nasional



Indonesia



(SKKNI)



adalah



rumusan



kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. SKKNI merupakan aspek utama yang harus ada dalam pelaksanaan sertifikasi karena menjadi dasar dalam penyusunan materi uji kompetensi yang akan digunakan dalam menguji seseorang. Saat ini SKKNI yang sudah disusun adalah untuk pustakawan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Nomor 83 Tahun 2012 tentang Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor



Jasa



Kemasyarakatan,



Hiburan,



dan



Perorangan



lainnya,



Bidang



Perpustakaan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, sedangkan untuk tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan akan disusun kemudian. SKKNI untuk pustakawan, pengetahuan dan keterampilan diwujudkan dalam tiga kelompok unit kompetensi, 20



yaitu kelompok kompetensi umum, kelompok kompetensi inti, dan kelompok kompetensi khusus.



a) Kompetensi Umum Kompetensi umum adalah kompetensi dasar umum yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan, diperlukan untuk melakukan tugas-tugas perpustakaan, meliputi: (1) Menyusun Rencana Kerja Perpustakaan (RKP), (2) Membuat Laporan Kerja Perpustakaan (LKP), (3) Mengoperasikan Komputer Tingkat Dasar. Kompetensi umum ini melekat dalam kompetensi inti dan khusus. b) Kompetensi Inti Kompetensi inti adalah kompetensi dasar keahlian yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan dalam menjalankan tugas-tugas perpustakaan. Kompetensi inti mencakup unit-unit kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugastugas inti dan wajib dikuasai oleh pustakawan. Kompetensi inti meliputi (1) melakukan seleksi bahan perpustakaan, (2) melakukan pengadaan bahan perpustakaan,



(3)



melakukan



pengatalogan



deskriptif,



(4)



melakukan



pengatalogan subyek, (5) melakukan perawatan koleksi perpustakaan, (6) melakukan layanan sirkulasi, (7) melakukan layanan referensi, (8) melakukan penelusuran informasi sederhana, (9) melakukan promosi perpustakaan, (10) melakukan program literasi informasi, (11) memanfaatkan jaringan internet untuk layanan perpustakaan, dan (12) merancang tata ruang dan perabot perpustakaan. c) Kompetensi Khusus Kompetensi khusus merupakan kompetensi tingkat lanjut yang bersifat spesifik yang



meliputi (1) melakukan kajian perpustakaan, (2) membuat karya tulis



ilmiah, (3) membuat literatur sekunder, (4) melakukan penelusuran informasi kompleks, dan (5) melakukan pelestarian koleksi perpustakaan.



Kompetensi kunci dalam SKKNI ini adalah sikap kerja yang harus dimiliki pustakawan untuk mencapai unjuk kerja yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan setiap unit kompetensi (umum, inti dan khusus).



21



Dengan



dikuasainya



standar



kompetensi



tersebut



oleh



seseorang,



yang



bersangkutan akan mampu : a) mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan, b) mengorganisasikannya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan, c) mengatasi tugas bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula, d) menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda, dan e) menyesuaikan kemampuan yang dimiliki apabila bekerja pada kondisi dan lingkungan yang berbeda. 2) Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) LSP adalah lembaga independen dan terakreditasi untuk menjamin agar mutu dan kredibilitas sertifikasi dapat dipertanggungjawabkan. LSP memberikan jaminan mutu kompetensi pustakawan setelah yang bersangkutan lulus uji kompetensi yang dipersyaratkan. Selama ini jaminan mutu SDM lebih banyak dilakukan melalui sistem ijazah sekolah atau sertifikasi pelatihan. Hal itu mengakibatkan seseorang lebih suka mengejar gelar dengan cara instan daripada menambah pengetahuan. Namun, pada kenyataannya lembaga pendidikan masih banyak yang belum dapat dipercaya sebagai penjamin mutu, terbukti biasanya pengguna tenaga kerja terpaksa melakukan



testing



sendiri



(baik



dilakukan



sendiri



maupun



dengan



cara



outsourching) terhadap sejumlah besar pelamar, yang memakan biaya tidak sedikit. Setelah itu masih harus dilakukan pelatihan pendahuluan yang juga tidak murah biayanya. Hal tersebut juga terjadi di dunia perpustakaan. Pustakawan yang selesai mengikuti pelatihan pun setelah kembali ke tempat kerja ternyata masih banyak yang belum menunjukkan peningkatan kemampuan seperti yang diharapkan (Kismiyati, 2010). Lebih jauh Kismiyati (2010) menyatakan bahwa selama ini persyaratan pengalaman kerja selalu menjadi kendala bagi pencari kerja. Pengalaman sebenarnya bukan jaminan mutu. Pengalaman adalah proksi atau perwakilan perkiraan kemampuan. Dengan adanya sertifikasi kompetensi yang menjamin kemampuan, persyaratan pengalaman menjadi kurang relevan lagi. Ke depan, diharapkan dengan adanya LSP, lembaga perpustakaan tidak sulit mencari pustakawan yang kompeten. Cukup 22



dengan menyebutkan jenis dan tingkat sertifikasi pustakawan yang dibutuhkan, maka pustakawan yang dimaksud akan segera didapatkan. Bahkan cukup hanya menyebutkan jenis dan tingkat sertifikasi pustakawan tersebut. 3) Materi Uji Kompetensi Materi uji kompetensi (MUK) menjadi alat uji atau asesmen dalam pelaksanaan uji kompetensi. MUK disusun berdasarkan dokumen SKKNI yang telah ditetapkan. MUK disusun oleh LSP dan menjadi dokumen yang terkendali atau rahasia. Oleh sebab itu, MUK disusun setelah selesai atau simultan dengan penyusunan standar kompetensi, dan panduan mutu LSP. 4) Tempat Uji Kompetensi Tempat uji kompetensi (TUK) adalah suatu tempat kerja profesi atau tempat simulasi yang memiliki sarana dan prasarana dengan kriteria setara dengan tempat kerja profesi yang diverifikasi oleh LSP untuk menjadi tempat asesmen/uji kompetensi. Jumlah TUK dibentuk berdasarkan kebutuhan. TUK yang memenuhi syarat akan diakses terlebih dahulu sebelum diberikan lisensi operasionalnya. 5) Asesor Asesor terdiri atas asesor kompetensi dan asesor lisensi. Asesor kompetensi adalah seseorang yang mempunyai kualifikasi yang relevan dan kompeten untuk melaksanakan dan/atau asesmen/penilaian kompetensi. Asesor ini nantinya yang akan menguji para pustakawan yang mengikuti uji kompetensi. Asesor lisensi adalah seseorang yang mempunyai kualifikasi yang relevan dan kompeten untuk melaksanakan dan/atau asesmen sistem manajemen mutu. Asesor lisensi bertugas menilai LSP dan TUK apakah layak atau tidak.



2.5



Lembaga Pendidikan Profesi



Lembaga pendidikan perpustakaan memiliki peran penting dalam menciptakan tenaga perpustakaan profesional yang memiliki kompetensi untuk tiap pekerjaan yang menjadi tugasnya. Sebagaimana disebutkan oleh Jesse Shera (1972), pustakawan harus memiliki latar belakang pendidikan profesional perpustakaan yang diperoleh dari lembaga pendidikan



formal



perpustakaan.



Tugas



lembaga



ini



pada



dasarnya



adalah



mempersiapkan pustakawan agar mampu menjalankan fungsinya sebagai mediator komunikasi pustaka.



23



Dalam paparan tentang kompetensi yang telah diuraikan di atas terlihat betapa kompetensi tenaga perpustakaan perlu dukungan lembaga pendidikan yang akan mengantarkan para lulusannya berhasil secara mulus mengikuti uji kompetensi. Keberhasilan para peserta didik melaksanakan uji kompetensi akan meningkatkan kredibilitas suatu lembaga pendidikan. Keberhasilan tersebut akan tercapai jika lembaga pendidikan telah mengintegrasikan standar kompetensi dalam kurikulum pendidikan mereka. Dengan penerapan standar kompetensi dan sertifikasi kompetensi tenaga perpustakaan, perlu dilakukan penataan kembali penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan. Lembaga pendidikan perpustakaan tidak dapat lagi menyusun kurikulum sesuai dengan selera masing-masing, tetapi harus mengacu pada kompetensi yang sudah ditetapkan dalam standar. Dengan demikian, pengembangan tenaga perpustakaan di Indonesia, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun pengembangan karier di tempat kerja, dapat lebih terarah dan terpadu sehingga tidak lagi terjadi ketidakcocokan kebutuhan kompetensi antara lembaga perpustakaan dan lembaga pendidikan. Saat ini banyak tenaga perpustakaan lulusan pendidikan dan pelatihan perpustakaan, tetapi setelah bekerja masih harus diberikan pelatihan lagi agar dapat menyesuaikan dengan pekerjaannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa materi yang diberikan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan perpustakaan kurang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh lembaga perpustakaan. Pengembangan SDM dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karier di tempat kerja. Pengembangan pustakawan melalui tiga jalur tersebut selama ini dirasakan berjalan tanpa arah yang jelas. Dengan adanya standar kompetensi, pengembangan kurikulum dan materi pembelajaran di setiap jenis dan jenjang pendidikan dan pelatihan perpustakaan akan lebih mudah disusun dan jelas arahnya.



Hal



itu



akan



menjadikan



penyelenggaraan



pendidikan



dan



pelatihan



perpustakaan akan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.



2.6 Peran Organisasi Profesi Dengan diberlakukannya sertifikasi kompetensi tenaga perpustakaan, di mana posisi organisasi profesi kita? Dalam penyusunan standar kompetensi, organisasi profesi menjadi salah satu anggota tim teknis. Sebagai salah satu anggota tim teknis, organisasi profesi dapat memainkan peranan yang besar dalam memberikan sumbang saran 24



pemikiran yang mewakili tenaga perpustakaan yang menjadi anggotanya. Selain itu, jika organisasi profesi ingin berperan dalam pemberian sertifikasi kompetensi, organisasi profesi harus mampu menyusun alat uji kompetensi (assessment tools), membentuk lembaga sertifikasi yang terakreditasi, dan menyediakan tenaga asesor/pnguji yang tersertifikasi pula. Saat ini selain Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), di Indonesia sudah tumbuh berbagai organisasi profesi kepustakawanan seperti ISIPII, forum-forum perpustakaan, APISI, dan ATPUSI yang seharusnya juga ikut bertanggung jawab dalam masalah sertifikasi kompetensi pustakawan. Organisasi profesi mana yang sudah siap memikirkan masalah tersebut? Idealnya, sementara standar kompetensi telah disusun oleh tim teknis yang dibentuk oleh Perpustakaan Nasional RI, organisasi profesi sebaiknya membentuk konsorsium untuk pembentukan LSP dan menyiapkan tenaga asesornya. Agar setelah standar kompetensi ditetapkan, LSP dapat segera melaksanakan tugas. Untuk melakukan semua itu dibutuhkan modal yang tidak sedikit dan persiapan yang matang sehingga akan terasa berat jika dikerjakan tanpa kerja sama di antara organisasi profesi yang ada.



2.7 Peran Lembaga Kerja (Perpustakaan) Lembaga kerja tenaga perpustakaan atau perpustakaan merupakan tempat pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan mengabdikan ilmunya dalam mendukung tercapainya tujuan perpustakaan. Peran tenaga perpustakaan dalam meningkatkan kinerja perpustakaan sangat bergantung pada tingkat kompetensinya. Oleh karena itu, profesi pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan sangat penting dan perlu dihargai keberadaannya. Dengan demikian, posisi mereka mengakar kuat di lembaga perpustakaan dan tuntutan profesionalitasnya pun meningkat. Untuk menjadi seorang pustakawan atau tenaga teknis perpustakaan, seseorang harus memiliki kemampuan yang diperoleh di lembaga pendidikan baik formal maupun informal. Selain harus memiliki sertifikat, para pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan dengan pengolahan dokumen. Hal itu penting untuk menghadapi perkembangan dunia elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan proses pengolahan. Peningkatan kompetensi tenaga perpustakaan tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab pribadi pustakawan atau tenaga teknis perpustakaan dan tenaga ahli dalam bidang 25



perpustakaan saja, tetapi perlu didukung oleh lembaga perpustakaan. Dukungan itu, antara lain, sebagai berikut: a. memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan lanjutan baik pendidikan formal maupun informal, b. memberikan peluang mengikuti pertemuan ilmiah bidang kepustakawanan, dan c. memberikan sarana prasarana yang memadai bagi tenaga perpustakaan dalam meningkatkan kemampuannya.



2.8 Rangkuman Masalah kompetensi dianggap penting dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Hal tersebut telah disadari oleh pemerintah dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang, antara lain, mengatur masalah tenaga perpustakaan. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa tenaga perpustakaan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan yang mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Berdasarkan UU tersebut, tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Oleh sebab itu, persyaratan kompetensi diberlakukan tidak hanya bagi pustakawan, tetapi juga tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Perpustakaan Nasional sebagai instansi pembina mempunyai tugas menyusun standar kompetensi pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan. Penyusunan standar kompetensi ini akan diberlakukan bagi semua pustakawan tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan baik yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta. Standar kompetensi tersebut merupakan perangkat yang wajib disusun agar kompetensi tenaga perpustakaan dapat diukur. Penyusunan standar kompetensi harus melibatkan berbagai pihak agar dapat diterima semua pihak dan tidak bersifat subjektif. Ada berbagai pihak yang sangat terkait dengan keberhasilan penerapan standar kompetensi ini, yaitu lembaga pendidikan profesi pustakawan, organisasi profesi perpustakaan/pustakawan, dan lembaga kerja tenaga perpustakaan (perpustakaan). Posisi strategis pustakawan menurut Blasisus Sudarsono (2011) di dalam membangun jalur komunikasi dengan mitra kerjanya, yaitu Lembaga Pendidikan Profesi (LPP),



26



Organisasi Profesi Pustakawan (OPP) dan Lembaga Kerja Perpustakaan (LKP), tampak dalam bagan sebagai berikut.



JALUR KOMUNIKASI



27



BAB III ETIKA PROFESI KEPUSTAKAWANAN 3.1 Pengertian Etik, etik, atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) menurut Ondi Saondi (2009. 89) yang berarti karakter, watak, kesusilaan atau adat. Etika yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakantindakan yang telah dikerjakan itu salah, benar, baik, atau buruk sehingga memunculkan aturan (code) tertulis secara sistematik. Etika sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat kontrolnya. Itulah kode etik. Profesi, menurut Ondi Saondi (2009. 93), secara umum adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahliannya. Pengertian lain profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Dengan perkaan lain, professional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purnawaktu dan hidup dari pekerjaan dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Kepustakawanan, menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, Pasal 1 Nomor urut 2, adalah ilmu dan profesi dalam bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Dari batasan tersebut terasa sekali bahwa penekanannya pada kompetensi, terutama ilmu dan profesi khususnya di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.



3.2 Etika Profesi Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil, yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat 28



perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi) sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya. Beberapa prinsip mendasar tentang etika profesi, antara lain, adalah sebagai berikut. 3.2.1



Tanggung Jawab



Terdapat dua tanggung jawab yang diemban. yakni terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut dan terhadap hasilnya terhadap dampak dari profesi tersebut untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya, 3.2.2 Keadilan Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. 3.2.3



Otonomi



Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalani profesinya. Seorang profesional harus mempunyai otonomi dalam melaksanakan tugas. Artinya ia tidak dapat diawasi, dikontrol atau diarahkan oleh klien. Ia harus secara pribadi mandiri dalam pengertian bahwa ia otonom dan tidak tergantung pada pengawasan atau kontrol politik atau ideologi. Sudah sepantasnya dengan prinsip otonomi, juga harus bertanggung jawab dalam profesinya.



3.3 Kode Etik Profesi 3.3.1 Pengertian Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik adalah norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di



29



tempat kerja. Sedangkan Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Profesi adalah suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi negatif dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu dimata masyarakat. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barangkali dapat juga membantu dalam merumuskan. Akan tetapi, pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. 3.3.2



Tujuan Kode Etik Profesi



Tujuan kode etik profesi adalah untuk a. menjunjung tinggi martabat profesi, b. menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, c. meningkatkan pengabdian para anggota profesi, d. meningkatkan mutu profesi, e. meningkatkan mutu organisasi profesi, f. meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi, g. mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat, dan h. menentukan standar bakunya sendiri. 3.3.3 Fungsi Kode Etik Profesi Fungsi kode etik profesi adalah sebagai berikut: a. memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan, b. sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan, dan c. mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi yang sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang. 3.3.4 Pelanggaran Kode Etik Pelanggaran kode etik akan dikenai sanksi sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Umumnya sanksi pelanggaran kode etik berupa sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindaklanjuti dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu.



30



Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika mengetahui teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik, seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri dan diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktik sehari-hari kontrol itu tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat dalam anggota profesi. Seorang profesional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi, dengan perilaku semacam itu, solidaritas antarkolega ditempatkan di atas kode etik profesi. Dengan demikian, kode etik profesi itu tidak tercapai karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas pertimbanganpertimbangan lain. Lebih lanjut, setiap pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.



3.4 Kode Etik Pustakawan Pustakawan sebagai profesi telah diakui oleh pemerintah sejak terbitnya Keputusan Menpan Nomor 18 Tahun 1988 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Pengakuan ini diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Sebagai sebuah profesi, pustakawan sebetulnya sudah memenuhi syarat, yaitu memiliki lembaga pendidikan perpustakaan, organisasi profesi, dan kode etik pustakawan. Kode etik pustakawan yang ada sekarang disusun oleh Ikatan Pustakawan Indonesia yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Bab VI Kode Etik Pustakawan Indonesia, Pasal 19 Pengesahan. 1. Kode Etik Pustakawan Indonesia disahkan serta dinyatakan berlaku oleh Kongres IPI yang naskahnya menjadi satu-kesatuan dan tidak terpisahkan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPI. 2. Penyempurnaan serta perubahan Kode Etik Pustakawan Indonesia dilakukan oleh kongres. Contoh kode etik pustakawan yang disusun berdasarkan Hasil Kongres IPI XI di Batam tahun 2009 oleh Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia (PP IPI) dapat dilihat pada lampiran bahan ajar. Kode etik ini sudah beberapa kali diubah dan disesuaikan dengan dinamika perkembangan profesi pustakawan.



31



3.5 Rangkuman Prinsip dasar etika profesi meliputi tanggung jawab, keadilan dan otonomi. Ketiga prinsip dasar ini harus dimiliki oleh seorang professional, sehingga diharapkan akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya terhadap dampak dari profesi tersebut untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya, memberikan keadilan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya, dan otonomi agar memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya. Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik pustakawan yang ada sekarang disusun oleh Ikatan Pustakawan Indonesia yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Bab VI Kode Etik Pustakawan Indonesia, Pasal 19 Pengesahan.



32



BAB IV PENUTUP Masalah kompetensi dianggap penting dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Hal tersebut telah disadari oleh pemerintah dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang, antara lain, mengatur masalah tenaga perpustakaan. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa tenaga perpustakaan harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan yang mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi. Berdasarkan UU tersebut tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. Oleh sebab itu, persyaratan kompetensi diberlakukan tidak hanya diberlakukan bagi pustakawan, tetapi juga tenaga teknis perpustakaan. Selain pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, Undang-Undang juga mengatur tentang kepala perpustakaan dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan, sehingga persyaratan kompetensi juga ditetapkan bagi keduanya. Perkembangan kemajuan juga akan mengubah kurikulum sekolah perpustakaan. Yang dapat diduga akhir-akhir ini adalah bahwa komunikasi antarpraktisi dan pihak akademisi agak menurun frekuensi dan efektivitasnya. Padahal, komunikasi tersebut perlu dalam merancang kurikulum sekolah calon tenaga perpustakaan. Pihak praktisi perlu menyampaikan kriteria dan kompetensi yang diperlukan dalam praktik kepustakawanan. Bertolak dari keperluan itulah akademisi perlu segera merancang kurikulum bagi sekolah calon tenaga perpustakaan sehingga setiap lulusan dapat siap memulai tugasnya sebagai profesional di bidangnya. Untuk melembagakan interaksi di atas, tampaknya harus difasilitasi oleh asosiasi profesi pustakawan. Hanya saja, di Indonesia asosiasi mana yang akan tampil terlebih dahulu menggarap masalah ini? Hal itu dikemukakan karena kini ada berbagai asosiasi atau organisasi kepustakawanan. Memang diperlukan terlebih dahulu kesepakatan dari berbagai organisasi tersebut untuk melakukannya bersama. Kapan itu dapat terjadi? Tampaknya perlu keseriusan para pengurus organisasi kepustakawanan yang sekarang ada di Indonesia. Selain itu, tenaga perpustakaan dalam melakukan profesinya juga dituntut selalu bertindak sesuai dengan etika profesi yang disepakatinya untuk



33



menghindari penyalahgunaan profesi. Etika profesi itu ditetapkan dalam bentuk kode etik yang dibuat oleh organisasi profesi.



34



DAFTAR PUSTAKA American Library Association (2009). ALA’s Core Competences of Librarianship. Approved by the ALA Executive Board, October 25th 2008. Approved and adopted as policy by the ALA Council, January 27th 2009. Aspey, A. (1998). Seeking motivation. People management …. Boyatzis, R.E. (1987). The competent manager : a model for effective performance. Wiley and Sons, New York. Competencies for information professionals : competencies for information professionals of the 21th century, revised edition, June 2003. Special Libraries Association . Diturunkan dari http://www.sla.org tanggal 25 Maret 2003. Dato ‘Zawiyah bt Baba. (2003). “Competencies development programme for library professionals : case study of the National Library of Malaysia (NLM).” Paper presented at The CONSAL XII, 19-23 October, 2003, Brunei Darussalam. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Peraturan Menteri Tenaga dan Transmigrasi RI Nomor : PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata cara Penetapan Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia. European Council of Information Associations (ECIA) (2004). EUROGUIDE LIS Volume 2 : Levels of qualification for European information professionals. Produced with the support of the European Commission, as part of the Leonardo da Vinci programme. ADBS Éditions, 2004 Indonesia. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Isnanto, R. Rizal



(2009). Buku ajar etika profesi. Program Studi Sistem Komputer,



Fakultas Tehnik, Universitas Diponegoro. Kismiyati, Titiek dan Blasius Sudarsono (2010). Bahan ajar “Kompetensi pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan”. Jakarta: Perpustakaan Nasional. Naskah tidak diterbitkan.



35



Kismiyati, Titiek (2010). Kompetensi Pustakawan Indonesia. Disampaikan pada Talkshow Kompetensi



Pustakawan



Indonesia,



tanggal



29



September



2010,



diselenggarakan oleh ISIPII, di PDII-LIPI. Laili bin Hashim dan Wan Nor Haliza. (2004). Trends and in preparing new era librarians and information professionals. Knowledge Management Section. IFLA Newsletter. 2004:1. Marcum, Deanna B. (1997). “Transforming the curriculum ; Transforming the profession : a quartet pf library schools overhaul their curricula to meet the needs of the twentyfirst century.” American Libraries, January 1997, p. 35-38 Mirabile, R.J. (1997). “Everything you wanted to know about competency modelling.” Training and development journal, Vol.40 No. 8, p. 73-78. Ondi Saondi dan Aris Suherman (2009). Etika Profesi Keguruan. Bandung : Refika Aditama Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia. (2010). Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Serta Kode Etik Ikatan Pustakawan Indonesia. Jakarta. Perpustakaan Nasional RI. (2002). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Jakarta. Sarah Houghton-Jan. (2008). Technology Competencies: a path to training. Information & Web Services Manager, San Mateo County Library LibrarianInBlack.net Shera, Jesse H. (1972). The Foundations of Education for Librarianship. New York: Becker and Hayes. Sudarsono, Blasius (2011). Perpustakaan dan kepustakawanan. Jakarta : Sagung Seto William M. Alexander (1997). “Curriculum.” The Encyclopedia Americana : International Edition. Danbury, Con. : Grolier Incorporated. v.8: 340-345.



36



Lampiran 1 Contoh Kode Etik Profesi KODE ETIK PUSTAKAWAN INDONESIA MUKADIMAH Perpustakaan sebagai suatu pranata diciptakan dan diadakan untuk kepentingan masyarakat. Mereka yang berprofesi sebagai pustakawan diharapkan memahami tugas untuk memenuhi standar etika dalam hubungannya dengan perpustakaan sebagai suatu lembaga, pengguna, rekan pustakawan, antarprofesi dan masyarakat pada umumnya. Kode etik ini disusun sebagai panduan perilaku dan kinerja semua anggota Ikatan Pustakawan



Indonesia



dalam



melaksanakan



tugasnya



dalam



bidang



kepustakawanan. Setiap anggota Ikatan Pustakawan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kode etik ini dalam standar setinggi-tinginya untuk kepentingan pengguna, profesi, perpustakaan, organisasi profesi dan masyarakat. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kode etik pustakawan Indonesia merupakan: a. aturan



tertulis



yang



harus



dipedomani



oleh



setiap



pustakawan



dalam



melaksanakan tugas profesi sebagai pustakawan; b. etika profesi pustakawan yang menjadi landasan moral yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap pustakawan; dan c. ketentuan yang mengatur pustakawan dalam melaksanakan tugas bagi diri sendiri, sesama pustakawan, pengguna, masyarakat, dan negara. BAB II TUJUAN Pasal 2 Kode etik profesi pustakawan mempunyai tujuan: a. membina dan membentuk karakter pustakawan; b. mengawasi tingkah laku pustakawan dan sarana kontrol sosial; 37



c. mencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat; dan d. menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada perpustakaan dan mengangkat citra pustakawan. BAB III SIKAP DASAR PUSTAKAWAN Pasal 3 Sikap pustakawan Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomani: a. berupaya melaksanakan tugas sesuai denagan harapan masyarakat pada umumnya dan kebutuhan pengguna perpustakaan pada khususnya; b. berupaya



mempertahankan



keunggulan



kompetensi



setinggi



mungkin



dan



berkewajiban mengikuti perkembangan; c. berupaya membedakan antara pandangan atau sikap hidup pribadi dan tugas profesi; d. menjamin



bahwa



tindakan



dan



keputusannya,



berdasarkan



pertimbangan



profesional; e. tidak menyalah gunakan posisinya dengan mengambil keuntungan kecuali atas jasa profesi; f. bersikap sopan dan bijaksana dalam melayani masyarakat, baik dalam ucapan maupun perbuatan. HUBUNGAN DENGAN PENGGUNA Pasal 4 a. Pustakawan menjunjung tinggi hak perseorangan atas informasi. Pustakawan menyediakan akses tak terbatas, adil tanpa memandang ras, agama, status sosial, ekonomi, politik, dan gender, kecuali ditentukan oleh peraturan perundangundangan. b. Pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekuensi penggunaan informasi yang diperoleh dari perpustakaan. c. Pustakawan berkewajiban melindungi hak privasi pengguna dan kerahasiaan menyangkut informasi yang dicari. d. Pustakawan mengakui dan menghormati hak milik intelektual. 38



HUBUNGAN ANTAR PUSTAKAWAN Pasal 5 (1) Pustakawan berusaha mencapai keunggulan dalam profesinya dengan cara memelihara dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. (2) Pustakawan



bekerja



mengembangkan



sama



kompetensi



dengan



pustakawan



profesional



lain



pustakawan,



dalam baik



upaya sebagai



perseoangan maupun sebagai kelompok. (3) Pustakawan memelihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antarsesama rekan. (4) Pustakawan memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korps pustakawan secara wajar. (5) Pustakawan menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan. HUBUNGAN DENGAN PERPUSTAKAAN Pasal 6 (1) Pustakawan ikut aktif dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kegiatan jasa kepustakawanan. (2) Pustakawan bertanggungjawab terhadap pengembangan perpustakaan; (3) Pustakawan berupaya membantu dan mengembangkan pemahaman serta kerja sama semua jenis perpustakaan. HUBUNGAN DENGAN ORGANISASI PROFESI Pasal 7 (1) Pustakawan membayar iuran keanggotaan secara disiplin. (2) Pustakawan mengikuti kegiatan organisasi sesuai kemampuan dengan penuh tanggungjawab. (3) Pustakawan mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi.



39



HUBUNGAN PUSTAKAWAN DENGAN MASYARAKAT Pasal 8 (1) Pustakawan bekerja sama dengan anggota komunitas dan organisasi yang sesuai serta berupaya meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan serta komunitas yang dilayaninya. (2) Pustakawan berupaya memberikan sumbangan dalam pengembangan kebudyaaan di masyarakat. PELANGGARAN Pasal 9 Pelanggaran terhadap kode etik ini dapat dikenakan sanksi oleh Dewan Kehormatan Pustakawan Indonesia yang ditetapkan oleh pengurus pusat IPI. PENGAWASAN Pasal 10 (1) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi pustakawan dilakukan oleh Ikatan Pustakawan Indonesia. (2) Dewan Kehormatan Pustakawan Indonesia memeriksa dan memberikan pertimbangan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi mpustakawan. (3) Keputusan Pengurus Pusat IPI berdasarkan ayat (2) tidak menghilangkan sanksi pidana bagi yang bersangkutan. KETENTUAN UMUM Pasal 11 Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan memberikan pertimbangan sanksi pelanggaran kode etik pustakawan diatuir lebih lanjut oleh Dewan Kehortmatan Pustakawan Indonesia.



40



BAB IV PENUTUP Pasal 12 Kode etik pustakawan mengikat semua anggota Ikatan Pustakawan Indonesia dengan tujuan



mengendalikan



perilaku



profesional



dalam



upaya



meningkatan



citra



pustakawan.



41



Lampiran 2 Kompetensi Kepala Perpustakaan Sekolah/Madrasah Dimensi Kompetensi Sub-Kompetensi Kompetensi 1. Kompetensi Manajerial



1.1 Memimpin tenaga perpustakaan sekolah/madrasah



1.2 Merencanakan program perpustakaan sekolah/ madrasah 1.3



Melaksanakan program perpustakaan sekolah /madrasah



1.4 Memantau pelaksanaan program per-pustakaan sekolah/ madrasah.



1.5 Mengevaluasi program perpustakaan sekolah/madrasah. 42



1.1.1 Mengarahkan tenaga perpus-takaan untuk bekerja secara efektif dan efisien 1.1.2 Menggerakkan tenaga perpustakaan untuk bekerja secara efektif dan efisien 1.1.3 Membina tenaga perpustakaan untuk pengembangan pribadi dan karir. 1.1.4 Menjadi teladan dalam melaksanakan tugas 1.2.1 Merencanakan program pe-ngembangan 1.2.2 pengembangan sumber daya perpustakaan. 1.2.3 Merencanakan anggaran. 1.3.1 Melaksanakan program pe-ngembangan. 1.3.2 Melaksanakan pengembangan sumber daya perpustakaan. 1.3.3 Memanfaatkan anggaran se-suai dengan program. 1.3.4 Mengupayakan bantuan finansial dari berbagai sumber. 1.4.1



Memantau pelaksanaan program pengembangan. 1.4.2 Memantau pengembangan sumberdaya perpustakaan. 1.4.3 Memantau penggunaan anggaran. 1.5.1 Mengevaluasi program pengembangan. 1.5.2 Mengevaluasi pengem-



bangan sumberdaya perpustakaan.



4. Kompetensi Pengelolaan Informasi



2.1. Mengembangkan koleksi perpustakaan sekolah/madrasah.



2.2. Melakukan pengorganisasian informasi



1.5.3 Mengevaluasi pemanfaatan anggaran. 2.1.1. Memiliki pengetahuan mengenai penerbitan. 2.1.2. Memiliki pengetahuan tentang karya sastra Indonesia dan dunia. 2.1.3. Memiliki pengetahuan tentang sumber biografi tokoh nasional dan dunia. 2.1.4. Menggunakan berbagai alat bantu seleksi untuk pemi-lihan materi perpustakaan 2.1.5. Berkoordinasi dengan tenaga pendidik bidang studi terkait dalam pemilihan materi perpustakaan 2.1.6. Melakukan pemesanan, penerimaan, dan pencatatan 2.2.1. Membuat deskripsi bibliografis (pengatalogan) sesuai de-ngan standar nasi-onal 2.2.2. Menentukan deskripsi subjek dan menggunakan Dewey Decimal Classification edisi ringkas 2.2.3. Menggunakan daftar tajuk subjek dalam bahasa Indonesia 2.2.4. Menjajarkan kartu katalog



2.2.5. Memanfaatkan teknologi untuk pengorganisasian informasi dan penelusuran 2.3. Memberikan jasa 2.3.1. Memberikan layanan baca dan sumber di tempat informasi 2.3.2. Memberikan jasa informasi dan referensi 2.3.3. Menyelenggarakan jasa sirkulasi (peminjaman buku) 43



2.3.4. Memberikan bimbingan penggunaan perpustakaan bagi komunitas sekolah/madrasah 2.3.5. Melakukan kerjasama dengan perpustakaan lain. 2.4. Menerapkan 2.4.1. Membimbing komunitas teknologi informasi sekolah/ madrasah dalam dan komunikasi pe-nggunaan teknologi informasi dan komunikasi



3. Kompetensi Kependidikan



2.4.2. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi se-suai dengan kebutuhan 3.1. Memiliki wawasan 3.1.1. Memahami tujuan dan kependidikan fungsi sekolah/madrasah dalam konteks pendidikan nasional 3.1.2. Memahami kebijakan pengembangan kurikulum yang berlaku 3.1.3. Memahami peran perpustakaan sebagai sumber belajar



3.2. Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi



3.1.4. Memfasilitasi peserta didik untuk belajar mandiri 3.2.1. Menganalisis kebutuhan informasi komunitas sekolah/madrasah 3.2.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi proses pembelajaran



3.2.3. Membantu komunitas sekolah/madrasah menggunakan sumber informasi secara efektif 3.3. Melakukan promosi 3.3.1. Menginformasikan kepada perpustakaan komunitas sekolah/madrasah tentang materi perpustakaan yang baru 3.3.2. Membimbing komunitas sekolah/madrasah untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan 3.3.3. Mengorganisasi pajangan 44



dan pameran materi perpustakaan



3.4.



4. Kompetensi Kepribadian



3.3.4. Membuat dan menyebarkan media promosi jasa per-pustakaan Memberikan bim- 3.4.1. Mengidentifikasi kemambingan literasi inforpuan dasar literasi masi informasi pengguna 3.4.2. Menyusun panduan dan materi bimbingan literasi informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna 3.4.3. Membimbing pengguna mencapai literasi informasi 3.4.4. Mengevaluasi pencapaian bimbingan literasi informasi



3.4.5. Memotivasi dan mengembangkan minat baca komunitas sekolah/madrasah 4.1. Memiliki integritas 4.1.1. Disiplin, bersih, dan rapi yang tinggi 4.1.2. Jujur dan adil 4.1.3. Sopan, santun, sabar, dan ramah 4.2. Memiliki etos kerja 4.2.1. Mengikuti prosedur yang tinggi 4.2.2. Mengupayakan hasil 4.2.3. Bertindak secara tepat 4.2.4. Fokus pada tugas 4.2.5. Meningkatkan kinerja



5. Kompetensi Sosial



5.1. Membangun hubungan sosial



4.2.6. Melakukan evaluasi diri 5.1.1. Berinteraksi dengan komunitas sekolah/ madrasah 5.1.2. Bekerja sama dengan komunitas sekolah/madrasah



5.2. Membangun komunikasi



5.2.1. Memberikan jasa komunitas sekolah/madrasah



untuk



5.2.2. Mengintensifkan komunikasi internal dan eksternal



45