Kepemimpinan Kualitas (Manajemen Mutu Terpadu) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN MUTU TERPADU KEPEMIMPINAN KUALITAS Dosen : Yekti Utami, Dra, M. Si EM – B



Disusun Oleh : Kelompok 1 1. Afifah Fawwaz 2. Muhammad Alvino 3. Raka Fakhurizal W.S. 4. Muhammad Irvan Yulianto 5. Mahendra Putra Pratama 6. Arundia Primaristuti 7. Tidar Teguh Prabowo



(141150215) (141150252) (141150346) (141150427) (141150435) (141150444) (141150481)



PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA



KEPEMIMPINAN KUALITAS



VI.1 Tujuan Kepemimpinan dalam Manajemen Kualitas Tujuan dari kepemimpinan dalam manajemen kualitas adalah untuk meningkatkan output dan produktivitas, serta secara simultan mampu menciptakan kebangsaan kerja bagi pekerja.Kepemimpinan dalam manajemen kualitas bukan untuk menemukan dan mencatat kegagalan yang dibuat pekerja serta kemudian menghukum pekerja itu, tetapi untuk mengidentifikasi dan kemudian menghilangkan penyebab kegagalan itu, serta membantu pekerja agar mampu mengerjakan pekerjaan secara lebih baik dengan memperhatikan efektivitas dan efisiensi dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Kepemimpinan yang efektif menurut konsep manajemen kualitas adalah kepemimpinan yang sensitive atau peka terhadap perubahan dan melakukan pekerjaannya secara terfokus. Kegiatan memimpin termasuk menciptakan budaya atau kultur positif dan iklim yang harmonis dalam lingkungan perusahaan, serta menciptakan tanggung jawab dan pemberian wewenang dalam pencapaian tujuan bersama. Terdapat sejumlah perbedaan tugas pemimpin dibandingkan dengan manajer dalam manajemen kualitas seperti ditunjukkan dalam tabel dan gambar di bawah. Tabel VI.I Perbedaan Tugas Pemimpin dan Manajer No. 1.



Tugas Pemimpin



Tugas Manajer



Mengembangkan visi serta menetapkan Menetapkan



rencana



dan



mengalokasikan



arah dan strategi perusahaan untuk sumber daya yang ada untuk mewujudkan menghasilkan perubahan-perubahan yang rencana itu dibutuhkan agar mencapai visi itu 2.



Mengkomunikasikan tujuan yang ingin Menetapkan



struktur



organisasi



untuk



dicapai melalui pernyataan dan perbuatan mencapai persyaratan yang telah direncanakan (tindakan)



kepada



siapa



saja



yang dan menempatkan orang-orang yang sesuai



mungkin diperlukan untuk memberikan dengan struktur yang ada, mendelegasikan



pengaruhnya bagi pembentukan tim yang tanggung



jawab



dan



wewenang



untuk



memahami visi dan strategi perusahaan, melaksanakan apa yang telah direncanakan, serta menerima kebenarannya



menetapkan kebijaksanaan dan prosedur untuk membantu memberikan panduan bagi orangorang



dan



menciptakan



metode



untuk



memantau pelaksanaannya 3.



Memberikan motivasi bagi orang-orang Memantau hasil-hasil kemudian dibandingkan untuk



mengatasi



hambatan-hambatan terhadap



rencana,



dan



dalam perubahan menuju perbaikan, penyimpangan-penyimpangan dengan



cara



memenuhi



sering kali tidak terpenuhi Menciptakan



perubahan,



dalam



yang



taraf



yang



terjadi,



kebutuhan serta kemudian membuat perencanaan dan



manusia yang sangat mendasar yang pengorganisasiaan



4.



mengidentifikasi



untuk



menyelesaikan



masalah-masalah yang ada seringkali Menciptakan



dramatis,



suatu



taraf



yang



untuk direncanakan untuk tetap menghasilkan output



menghasilkan perubahan yang sangat yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan berguna



bagi



kemajuan



Sebagai



missal:



perusahaan.



perubahan



dalam



pembuatan produk-produk baru yang diinginkan pelanggan, pendekatan baru dalam



hubungan



kerja



yang



akan



membantu perusahaan agar lebih mampu berkompetensi, dll.



telah



Gambar VI.1. Perbedaan utama tugas pemimpin dan manajer



Dari gambar VI.I. tampak bahwa tugas utama manajer adalah melaksanakan fungsifungsi manajemen untuk memperoleh hasil sesuai yang diinginkan oleh pelanggan, sedangkan tugas utama pemimpin adalah melaksanakan kepemimpinan kualitas yang efektif untuk memperbaiki sistem manajemen kualitas yang ada agar sistem manajemen kualitas itu berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam manajemen kualitas, pemimpin adalah orang yang melakukan hal-hal yang benar, sedangkan manajer adalah orang yang melaksanakan sesuatu secara benar. Dengan demikian seorang manajer yang melaksanakan kepemimpinan kualitas dalam manajemen kualitas berarti orang itu melakukan sesuatu yang benar dengan cara-cara yang benar. Manajemen kualitas membutuhkan keterampilan kepemimpinan dan manajemen, sehingga membutuhkan kehadiran pemimpin dan manajer secara bersama dalam organisasi itu.



Dari gambar VI.3 tampak bahwa perbaikan manajemen kualitas harus diawali dari adanya suatu perencanaan strategis yang mantap dan sesuai. Perencanaan strategis ini berhubungan dengan elemen plan (P) dari konsep Deming PDSA. Selanjutnya berdasarkan perencanaan strategis yang telah ditetapkan ini, dibutuhkan manajemen perubahan agar perubahan-perubahan yang terjadi mampu dikelola



secara efektif dan efisien. Elemen



manajemen perubahan dalam dinamika perbaikan manajemen kualitas berhubungan dengan elemen Do (D) dari konsep Deming PDSA. Selanjutnya melalui perubahan-perubahan berupa perbaikan kualitas secara terus menerus akan tercipta suatu kultur atau budaya perusahaan yang peduli dan menempatkan kualitas sebagai tujuan utama dari perusahaan. Elemen kultur perusahaan dalam dinamika perbaikan manajemen kualitas berhubungan dengan elemen study (S) dari konsep DemingPDSA. Pada akhirnya untuk melaksanakan komitmen perbaikan manajemen kualitas dalam organisasi membutuhkan kepemimpinan kualitas yang dalam hal ini sesuai dengan elemen Act (A) dari konsep Deming PDSA. Penerapan elemen-elemen dinamika perbaikan manajemen kualitas maupun konsep Deming PDSA secara konsisten adalah penting untuk menghindari “penyakit” utama dalam manajemen yang diserang oleh virus NATO (No Action Talk Only).



Pada dasarnya terdapat delapan kunci tugas pemimpin untuk melaksanakan komitmen perbaikan kualitas terus menerus, yaitu: 1. Menetapkan dewan suatu kualitas. 2. Menetapkan kebijaksanaan kualitas. 3. Menetapkan dan menyebarluaskan sasaran kualitas. 4. Memberikan dan menyiapkan sumber-sumber daya. 5. Memberikan dan menyiapkan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada pemecahan masalah-masalah kualitas. 6. Menetapkan tim perbaikan kualitas yang bertanggung jawab pada manajemen puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis. 7. Merangsang perbaikan kualitas terus menerus. 8. Memberikan pengakuan dan penghargaan atas prestasi dalam perbaikan kualitas terus menerus . VI.2 Model Kepemimpinan Kualitas dan Pemimpin Transformasional dalam Manajemen Kualitas Model kepemimpinan kualitas menggabungkan berbagai model kepemimpinan yang ada yang disebut sebagai Metamodel Kepemimpinan Kualitas. Metamodel Kepemimpinan Kualitas merangkaikan gaya gaya kepemimpinan, perilaku manajerial, dan sasaran akhir berupa peningkatan terus menerus kepuasan total pelanggan. Kepemimpinan kualitas pada dasarnya merupakan suatu proses pengaruh untuk perbaikan kualitas ,dimana pemimpin mencoba mempengaruhi bawahan untuk melakukan apa yang dipandang penting oleh si pemimpin itu. Dalam manajemne kualitas dikenal alah satu pendekatakn terbaru dalam kepemimpinan kualitas adalah kepemimpinan transformasional. Pemimpin tranformasional mengubah keseluruhan organisasi melalui mentransformasi organisasi menuju pandangan mereka tentang apa yang harus dilakukan oleh organisasi itu dan bagaimana seharusnya organisasi itu berjalan dengan baik menuju sasaran kualitas yang telah diterapkan.



Beberapa karakteristik penting dari pemimpin transformasional yang diperlukan dalam dinamika perbaika manajemen kualitas adalah :



1. Memiliki visi yang kuat Pemimpin transformasional memiliki visi yang kuat tentang bagaimana suatu organisasi harus berjalan dengan baik serta mampu mentransformasikan visi ini ke bawahannya. 2. Memiliki peta untuk tindakan Pemimpi transformasional mengetahi bagaimana menerjemahkan vsii perusahaan ke dalam kenyataan. 3. Memiliki kerangka untuk visi Pemimpin transformasional dapat menyusun visi ke dalam suatu kerangka kerja yang jelas yang secara akurat menggabungkan visi itu dengan nilai nilai yang telah diyakini oleh seluruh aggota organisasi itu. 4. Memiliki kepercayaan diri Pemimpin transformasional memiiki kepercayaan diri yang tinggi serta selalu bersikap optimis dan ridak kehilangan akal dalam menghadapi suatu masalah. 5. Berani mengambil resiko Pemimpin berani mengambil resiko dalam merealisasikan visi mereka yang telah di transformasikan menjadi visi bersama dari seluruh anggota dalam perusahaan itu. 6. Memiliki gaya pribadi insiprasional Pemimpin transformasional memiliki daya magnetis yang kuat sehingga membuat pengikut-pengikutnya merasa dekat dengan pemimpin itu. 7. Memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual Pemimpin transformasional memiliki kemampuan mengidentifikasi potensi yang ada dari setiap individu dalam organisasi ,yang kemudian merangsang dan membantu si



individu itu secara intelektual agar berkembang untuk mencapai visi organisasi yang telah disepakati bersama. 8. Memiliki kemampuan mengidentifikasi manfaat-manfaat Pemimpin transformasional memiliki kemampuan mengidentifikasi manfaat-manfaat yang diperoleh apabila mengikuti visi perusahaan yang telah disepakati bersama. Dr. Deming mengemukakan suatu jalan menuju perbaikan kualitas terus menerus yang dikenal sebagai Jalan Deming menuju Perbaikan Kualitas Terus Menerus (Deming’s Road to Continual Quality Improvement) yaitu : 1. Menciptakan lebih banyak pemimpin 2. Berfokus pada pelanggan 3. Mengetahui kapan bertindak sebagai pelatih dan kapan bertindak sebagai wasit 4. Menghilangkan hambatan menuju kerja yang lebih baik 5. Memahami variasi dalam proses 6. Bekerja memperbaiki sistem kualitas 7. Menciptakan rasa saling percaya 8. Memaafkan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh bawahan 9. Mendengar suara pelanggan 10. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan secara terus menerus



VI.3 Penerapan Kepemimpinan Kualitas pada Beberapa Organisasi Kelas Dunia The Joint Commision for the Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) di Amerika Serikat menjabarkan kepemimpinan kualitas sebagai proses empat tahap : 1. Perencanaan untuk pelayanan kesehatan 2. Pengaturan pelayanan kesehatan 3. Implementasi dan koordinasi pelayanan kesehatan



4. Perbaikan pelayanan kesehatan



Langkah-langkah yang tercakup dalam kepemimpinan kualitas adalah mengembangkan peryataan visi dan misi serta sasaran dengan rencana-rencana strategis, implementasi, sasaran perbaikan pelayanan kesehatan, integrasi pelayanan-pelayanan kesehatan, dan menyesuaikan kesemuanyan dengan misi yang ditetapkanitu. Sasaran akhir dari JCHAO adalah meningkatkan kepuasan total pelanggan dalam menerima pelayanan kesehatan di Amerika Serikat memalui suatu hierarki dari komponen-komponen yang disebut sebagai Hierarki Komponen Perbaikan Kualitas Terus-menerus (Continous Quality Improvement = CQI) seperti yang ditujukan pada gambar VI.5



Untuk melaksanakan perbaikan kualitas secara terus-menerus sesuai dengan yang ditunjukkan dalam gambar VI.5, JCAHO menerapkan kepemimpinan kualitas dengan mengikuti suati sistem kepemimpinan kualitas terus-menerus (CQI) seperti ditunjukkan pada gambar VI.6



Dari gambar VI.6, tampak bahwa kepemimpinan kualitas menggerakkan model perbaikan secara kualitas terus-menerus (CQI) dalam pelayanan kesehatan dari organisasi JCAHO, Amerika Serikat. Dari gambar VI.7 tampak bahwa siklus Deming PDSA dapat diterapkan untuk membangun manajemen kualitas yang berorientasi pada visi,misi, dan prinsip-prinsip kualitas yang ditetapkan melalui kepemimpinan kualitas



Pada gambar VI.8 Deming, Juran, Crosby mengidentifikasi bahwa proses kualitas memerlukan keseimbangan antara perbaikan proses dan peningkatan atau perbaikan sumber daya manusia yang dikendalikan oleh kepemimpinan kualitas. Pada Gambar VI.9 ditunjukkan Pengembangan dari model dasar itu akan menurunkan model proses perbaikan kualitas.



Dari Gambar VI.8 dan VI.9, tampak bahwa kepemimpinan kualitas memainkan peran yang teramat penting dalam proses perbaikan kualitas terus menerus dari suatu perusahaan atau organisasi. Karena pemimpin mengendalikan sistem kualitas perusahaan, sudah semestinya tanggung jawab perbaikan kualitas berada pada pemimpin dengan melaksanakan praktek kepemimpinan kualitas yang efektif agar menigkatkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan itu. Penerapan kepemimpinan kualitas yang meningkatkan keunggulan kompetitif berhasil diterapkan oleh perusahaan Xerox dari Amerika Serikat 1. Penerapan Kepemimpinan Kualitas pada perusahaan Xerox dimulai pada tahun 1976 dari cabang Xerox di Jepang yaitu Fuji Xerox. Presiden Direktur Fuji Xerox, Tony Kobyashi memperkenalkan prinsip-prinsip dan alat-alat manajemen kualitas untuk membantu orang-orang dalam perusahaan Fuji Xerox meningkatkan daya saing perusahaan. Usaha ini dianggap berhasil



karena pada tahun 1980 terjadi banyak perbaikan seperti reliabilitas produk xerox meningkat 200%, biaya mesin berkurang 150%, reduksi time-to-market berkurang 150% , ukuran mesin berkurang 75%, dan peningkatan kualitas fotokopi secara dramatis dirasakan oleh pelanggan 2. pada tahun 1980 pula, terjadi masalah pada prestasi kelompok Xerox secara keseluruhan dimana pangsa pasar dan Return of Asset (ROA) dari kelompok Xerox menurun. Lebih dari 2000 karyawan terpaksa diberhentikan oleh manajemen Xerox, serta kepuasan karyawan menurun karena kehilangan kepercayaan pada manajemen senior Xerox 3. Pada tahun 1982, CEO Xerox, David Kearns, mulai menerapkan prinsip-prinsip manajemen kualitas secara formal. 3 faktor yang membuat pesaing-pesaing jepang lebih unggul dari perusahaan amerika yaitu : Biaya, Kualtas dan ekspektasi karena perusahaan jepang cenderung menerapkan ekspektasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. 4. Manajemen Xerox menyetujui untuk memulai prinsip-prinsip manajemen kualitas pada tahun 1983 dan disepakati untuk diberi nama Kepemimpinan Melalui Kualitas Xerox yang terdiri dari a) Memuaskan secara total kebutuhan pelanggan yang telah ditetapkan b) Manajemen puncak memimpin dengan memberikan teladan c) Melibatkan, memberdayakan dan memotivasi karyawan. d) Meningkatkan hasil melalui perbaikan proses terus-menerus, dengan pengurangan pada : 1) Variabilitas dalam output proses kerja 2) Siklus waktu melalui perbaikan proses 3) Biaya produksi karena perbaikan dalam variabilitas dan siklus waktu. e) Mengintegrasikan perbaikan kualitas secara terus-menerus ke dalam manajemen bisnis sehari-hari. 5. Kepemimpinan Melalui Kualitas Xerox dilakukan selama 4 tahun hingga pada tahun 1987 dilakukan penilaian kualitas secara formal yang bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan dan



penyebarluasan Kebijaksanaan Xerox, dan membandingkan hasil-hasil kualitas yang diperoleh terhadap sasaran yang diterapkan pada tahun 1983. 6 Hasil kerja keras manajemen Xerox telah membawa kembali perusahaan Xerox menjadi pemimpin pasar (market leader) sejak tahun 1991. Model Manajemen Kualitas Xerox merupakan sintesis dari definisi operasional didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen yang diperkenalkan oleh pakar manajemen kualitas, Xerox Green Book (dokumen strategi kualitas Xerox pada tahap awal,1983), Kriteria MBNQA (The Malcoln Balridge National Quality Award), kriteria EFQM (the European Foundation for Quality Management), kriteria ISO 9000, dan Xerox Quality Assessment System Model manajemen kualitas Xerox atau Kepemimpinan Melalui Kualitas ditunjukkan dalam gambar VI.10.



Model Manajemen Xerox mengidentifikasikan enam kategori utama dari bisnis yang saling berinteraksi satu sama lain untuk mendukung visi Xerox sebagai perusahaan kelas dunia. Keenam kategorinya yaitu : 1. Kepemimpinan Manajemen. Manajemen kualitas Xerox menempatkan kepemimpinan manajemen sebagai model peran yang berfokus pada pelanggan. Manajemen Xerox harus menetapkan sasaran jangka panjang yang jelas dan tujuan tahunan, menetapkan batas-batas



strategis, dan memberikan suatu lingkungan terberdaya (empowered environment) untuk mencapai produktivitas dan hasil-hasil bisnis kelas dunia. 2. Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen Xerox memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan memberdayakan orang-orang untuk merealisasikan potensi mereka secara penuh. Semua karyawan Xerox secara pribadi bertanggung jawab untuk belajar terus-menerus dan memperoleh kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bisnis serta secara terusmenerus meningkarkan produktivitas dan kepuasan total baik untuk pelanggan maupun untuk perusahaan Xerox. 3. Manajemen Proses Bisnis. Proses bisnis Xerox didesain untuk menjadi berfokus pada pelanggan (customer-driven process), fungsional silang (emu-functional), dan berorientasi pada nilai tambah (value-based). Manajemen proses harus membentuk atau memberikan pengetahuan, menghilangkan pemborosan, dan membatalkan pekerjaan yang tidak produktif, menghasilkan produktivitas kelas dunia dan tingkat pelayanan yang dirasakan lebih tinggi untuk pelangganpelanggan Xerox. 4. Fokus Pasar dan Pelanggan. Bisnis Xerox didefinisikan berdasarkan pelanggan-pelanggan porensial pada masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Keyakinan dari manajemen Xerox terhadap hal ini membuat Xerox mengakui dan menciptakan pasar dengan mencari polapola kebutuhan pelanggan. Antisipasi pasar dan kemampuan unruk memuaskan pelanggan secara total dengan menciptakan nilai tambah bagi pelanggan akan memberikan hasil-hasil bisnis Xerox yang terus menerus meningkat. 5. Utilitasi Informasi dan Alat-alat Kualitas. Manajemen Xerox yang .berdasarkan fakta dipimpin oleh manajemen lini (fact-based management is led by line management). ini dicapai melalui informasi akurat dan tepat waktu serta melalui disiplin dari aplikasi alat-alat kualitas pada semua unit organisasi Xerox. 6. Hasil-hasil Bisnis. Perusahaan Xerox adalah yang terbesar dan merupakan satu dari perusahaan-perusahaan paling produktif dan menguntungkan dalam pasar global, karena: a. Ekspektasi pelanggan dipenuhi secara lebih oleh Xerox dengan mencapai kepuasan total 100%.



b. Orang-orang Xerox dimorivasi dan ditantang agar mencapai basil-basil superior untuk pelanggan mereka. c. Xerox mencapai posisi pangsa pasar optimum untuk keseluruhan cakupan bisnis Xerox, sehingga menghasilkan Return od Assets (ROA) yang tinggi. d. Keuntungan Xerox terus meningkat, karena mampu secara efektif mengelola biaya produksi. Hal ini memberikan nilai tambah yang secara terus-menerus meningkat bagi pemegang saham Xerox. Terdapat 42 elemen dari model manajemen kualitas Xerox yang dibagi lebih lanjut menjadi 35 praktek manajemen kualitas dan 7 sasaran hasil bisnis yang mendukung Visi Xerox memasuki abad ke-21. Sasaran hasil-hasil bisnis ini diorganisasikan ke dalam enam kategori utama seperti dikemukakan dalam Gambar V1.10, dan disebut sebagai: Six by Forty-two Model. Setiap praktek manajemen kualitas Xerox dan sasaran bisnis mempunyai suatu ukuran yang berdasarkan pada proses yang diidentikaasi (identified process-based measure) yang digunakan untuk menilai kemajuan menuju keadaan yang diharapkan oleh manajemen Xerox.



Proses penyebarluasan kebijaksanaan Xerox melalui kepemimpinan kualitas memberikan suaru keterkaitan di antara elemen-elemen yang ditetapkan secara terstruktur oleh manajemen Xerox. Proses penyebarluasan kebijaksanaan Xerox ditunjukkan dalam Gambar V1.11. Dari Gambar V1.11 tampak keterkaitan dari arah perusahaan ke tujuan tahunan dari individu dalam proses penyebarluasan (deployment process). Proses ini mengembangkan definisi operasional dari Kepemimpinan Melalui Kualitas Xerox, suatu model manajemen kualitas dari Xerox. Dalam Gambar V1.11 terdapat keterkaitan antara pengukuran performansi proses, diagnosis kesenjangan performansi, dan definisi tanggung jawab untuk tindakan perbaikan proses secara terus-menerus. Keberhasilan manajemen Xerox dalam pasar global terletak pada penerapan secara efektif dari model Kepemimpinan Melalui Kualitas yang menunjukkan komitmen dan tindakan serius dari manaiemen untuk membawa perusahaan Xerox menjadi perusahan kualitas kelas dunia sesuai dengan Visi Xerox yang telah disepakati oleh semua anggota perusahaan Xerox itu.



Dalam model lain yang juga menekankan pada kepemimpinan kualitas, perusahaan IBM mengembangkan model kepemimpinan kualitas berdasarkan kerangka keria kriteria MBNQA



(the Malcolm Baldrige National Quality Award), penghargaan kualitas paling bergengsi di Amerika Serikat, seperti ditunjukkan dalam Gambar V1.12. Berdasarkan kerangka kerja MBNQA, perusahaan IBM mengembangkan model kepemimpinan kualitas yang menjadi panduan bagi semua orang IBM dalam menerapkan praktek manajemen kualitas. Model kepemimpinan kualitas IBM ini disebut sebagai: model proses kepemimpinan (the leadership process model), seperti ditunjukkan dalam Gambar V1.13. Dari Gambar V1.12 maupun Gambar V1.13, tampak bahwa kepemimpinan kualitas sangat memainkan perman penting karena pemimpin mempakan pengendali sistem manajemen kualitas dari suatu organisasi. Sistem manajemen kualitas pada IBM seem formal dimulai pada tahun 1981 dan diawali dengan suatu inisiatif yang disebut PRIDE (People Responsibility Involved in Developing Excellence), dan berfokus pada perbaikan reliabilitas produk. Selanjutnya pada tahun 1984 sistem kualitas diperluas



untuk mencakup efisiensi dan efektivitas proses IBM. Pada tahun 1986 sistem jaminan kualitas diperluas lagi mencakup hubungan antara pemasok dan pelanggan untuk mencapai daya saing terbaik. Pada tahun 1989 sistem kualitas dikembangkan lagi hingga mencakup kepuasan



total pelanggan. Sedangkan pada tahun 1990-1994, sistem manajemen kualitas IBM dikembangkan untuk berfokus pada kepuasan pelanggan yang dikendalikan oleh kepemimpinan kualitas. Banyak perusahaan telah menyadari peranan kepemimpinan kualitas dalam keberhasilan penerapan manajemen kualitas, sehingga dalam manajemen modern pemimpin tidak seharusnya berfungsi sebagai BOSS yang ditakuti, tetapi seyogianya berperan sebagai PEMBIMBING yang disenangi dan dihargai.



VI.4 KESIMPULAN Kepemimpinan yang efektif menurut konsep manajemen kualitas adalah kepemimpinan yang sensitive atau peka terhadap perubahan dan melakukan pekerjaannya secara terfokus. Kegiatan memimpin termasuk menciptakan budaya atau kultur positif dan iklim yang harmonis dalam lingkungan perusahaan, serta menciptakan tanggung jawab dan pemberian wewenang dalam pencapaian tujuan bersama. Tujuan dari kepemimpinan dalam manajemen kualitas adalah untuk meningkatkan output dan produktivitas, serta secara simultan mampu menciptakan kebangsaan kerja bagi pekerja. Tugas utama manajer adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk memperoleh hasil sesuai yang diinginkan oleh pelanggan, sedangkan tugas utama pemimpin adalah melaksanakan kepemimpinan kualitas yang efektif untuk memperbaiki sistem manajemen kualitas yang ada agar sistem manajemen kualitas itu berjalan sesuai yang diharapkan. Model Manajemen Xerox mengidentifikasikan enam kategori utama dari bisnis yang saling berinteraksi satu sama lain untuk mendukung visi Xerox sebagai perusahaan kelas dunia. Keenam kategorinya yaitu : Kepemimpinan Manajemen, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Proses Bisnis, Fokus Pasar dan Pelanggan, Utilitasi Informasi dan Alat-alat Kualitas dan Hasil-hasil Bisnis.



REVIEW JURNAL Biaya kualitas dan kualitas kematangan manajemen di Yunani Sebuah analisis data multi-dimensi yang eksploratif Odysseas Moschidis, Evrikleia Chatzipetrou and George Tsiotras Department of Business Administration, University of Macedonia, Thessaloniki, Greece 



Tujuan



Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengeksplorasi bagaimana kecanggihan sistem biaya kualitas tergantung pada tingkat kematangan manajemen mutu (QMM) di perusahaan Makanan dan Minuman (F & B). Karena tidak ada penelitian sebelumnya yang dilakukan di bidang ini, makalah ini bertujuan menganalisis hubungan antara biaya kualitas dan variabel spesifik yang menentukan berbagai tahap kematangan. 



Desain / metodologi / pendekatan



Kuesioner terstruktur digunakan untuk mensurvei 457 perusahaan F & B. Ini menghasilkan 104 tanggapan yang dapat digunakan (23 persen tingkat respons). Analisis korespondensi multidimensi (MCA) dengan analisis hierarkis kluster (HCA) digunakan untuk mendeteksi dan mewakili struktur yang mendasari dalam kumpulan data kategoris dan untuk mendeteksi kemungkinan antar variabel. 



Temuan



Semakin matang sebuah QMM perusahaan, semakin banyak penekanan yang mereka berikan pada penilaian biaya kualitas dan penggunaan informasi biaya kualitas yang efektif. Biaya pencegahan tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan tingkat kematangan. Penggunaan biaya kualitas yang "mahal" secara umum, tanpa fokus pada area bermasalah dan solusi yang mungkin, tidak selalu mengarah pada penyelesaian masalah. 



Keterbatasan penelitian / implikasi



Rumit dan beberapa menganggap sistem pajak tidak adil, dikombinasikan dengan likuiditas kas terbatas merupakan lingkungan yang tidak stabil untuk perusahaan Yunani, di mana mereka harus bertahan dan berkembang. Lingkungan ini tidak mendukung biaya kualitas, sehingga menghasilkan minat yang terbatas oleh manajemen perusahaan dalam berpartisipasi dalam penelitian penulis. Selanjutnya, Bagan Seragam Yunani Akun dan Standar Akuntansi Yunani tidak termasuk akun terkait kualitas tertentu, sehingga sulit bagi perusahaan untuk mengukur biaya kualitas dan bagi para peneliti untuk menyelidiki bidang biaya kualitas. 



Orisinalitas / nilai



Ini adalah pertama kalinya tingkat QMM dari perusahaan F & B Yunani telah dilaporkan. Penelitian ini mengeksplorasi karakteristik bahwa sistem biaya kualitas organisasi F & B Yunani



berkembang di berbagai tingkat kedewasaan. Analisis ini menggunakan metode eksplorasi MCA - yang dapat menyoroti intens korespondensi karakteristik dan kluster, yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. 1. PENGANTAR Studi tentang biaya kualitas memainkan peran mendasar dalam pendekatan manajemen kualitas total. Peran utama TQM dan biaya kualitas (CoQ) memiliki peningkatan secara terus-menerus dalam perusahaan manufaktur telah banyak dianalisis di sejumlah makalah (Fu et al., 2015; Ismyrlis dan Moschidis, 2015; Ahmed Al-Dujaili, 2013; Sansalvador dan Brotons, 2013; Dale dkk., 2001; Dale dan Plunkett, 1999; Carson, 1986). Hasil dari penelitian Juran (1951), Feigenbaum (1956, 1991) dan ahli lain pada model biaya kualitas telah menetapkan dasar untuk banyak kasus, di mana para peneliti berfokus pada biaya kualitas dan dampak analisis mereka di sektor manufaktur. Namun, sedikit perhatian telah diberikan kepada industri Makanan dan Minuman (F&B), sejauh analisis biaya kualitas yang bersangkutan. Khususnya dalam kasus Yunani, literatur menunjukkan implementasi TQM yang terbatas secara umum (Fotopoulos dan Psomas, 2009) dan biaya kualitas di sektor F&B (Chatzipetrou dan Moschidis, 2016, 2017). Menurut survei terbaru, Chatzipetrou dan Moschidis (2016) dilakukan di antara 159 pasar swalayan Yunani, CoQ sebagai persentase penjualan tahunan di bawah 5 persen, meskipun sektor F&B Yunani merupakan "perusahaan" manufaktur domestik yang lebih besar, karena seperempat (25,2 persen) dari total tenaga kerja di manufaktur digunakan dalam F & B. (Sumber: Yayasan Ekonomi dan Industri Riset, Industri Makanan dan Minuman, Fakta dan Angka, 2014). Selanjutnya, dalam survei antara perusahaan Yunani F & B (Chatzipetrou dan Moschidis, 2017), disimpulkan bahwa Total Quality Cost Index (TQCI) (TQCI = Total Biaya Kualitas / penjualan bersih × 100) berkisar dari 1,14 persen di perusahaan mikro hingga 4,3 persen di perusahaan yang sangat besar, yang jatuh dalam kisaran nilai yang dipublikasikan untuk industri makanan (16 persen). Namun, Chatzipetrou dan Moschidis (2017) menyiratkan bahwa persentase yang rendah (1,14 persen) dari perusahaan kecil dan mikro tidak menyiratkan kualitas tinggi, tetapi perhatian yang terbatas pada kualitas. Tidak adanya Grafik Akun Yunani yang berorientasi pada kualitas, yang akan memungkinkan perusahaan untuk memantau dan mengukur biaya kualitas dalam akun terpisah daripada mengelompokkan mereka dalam kategori umum overhead atau biaya operasional lainnya, pasti memainkan peran penting dalam proses implementasi. Tampaknya penerapan manajemen mutu tidak selalu mencapai hasil yang sukses (Fu et al., 2015). Banyak penulis menyarankan bahwa ada kebutuhan untuk suatu tingkat kematangan organisasi yang tepat, untuk mendukung penerapan pendekatan semacam itu (Fu



et al., 2015; Sansalvador dan Brotons, 2013; Prickett dan Rapley, 2001; Prickett, 1997). Model kematangan adalah alat yang berguna untuk organisasi dan manajemennya untuk menilai proses mereka, efektivitas dan hasilnya. Pullen (2007) mendefinisikan model kematangan sebagai kumpulan elemen terstruktur yang menggambarkan karakteristik proses yang efektif pada berbagai tahap perkembangan. Pullen (2007) mengemukakan perlunya "poin dari demarkasi antara tahapan dan metode transisi dari satu tahap ke tahap lainnya ”(hal. 9). Model kedewasaan, seperti Pullen (2007) lebih lanjut menambahkan, menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan prioritas dan juga cara untuk menentukan kemajuan dan mengukur peningkatan, biasanya dengan pembandingan dengan organisasi lain. Untuk mengeksplorasi hubungan antara tingkat kematangan perusahaan F & B dan sistem penetapan harga kualitasnya, penekanan ditempatkan dalam makalah ini tentang Manajemen Kualitas Crosby Maturity Grid (QMMG), yang dikembangkan oleh Phillip Crosby (1979) dan merupakan salah satu dari model kedewasaan pertama untuk evaluasi dan penilaian kematangan kualitas. Mengingat bahwa tujuan kami adalah untuk menyajikan tahap di mana perusahaan F & B yang dianalisis menemukan diri mereka, kami usulkan bahwa QMMG Crosby adalah metode yang paling sederhana dan tepat. Ini adalah alat yang sederhana yang menggambarkan, dengan cara yang sangat ekspresif, lima tahap kematangan sistem {ketidakpastian(uncertainty), kesadaran(awakening), pencerahan (enlightenment), kebijaksanaan(wisdom), kepastian(certainty)} sehubungan dengan enam kategori pengukuran. Kritik telah dilakukan (Albliwi dkk., 2014; Wendler, 2012) bahwa itu adalah alat yang langsung, yang memerlukan evaluasi kematangan subyektif. Karena tujuan kami adalah menyajikan keseluruhan penggambaran tingkat kematangan perusahaan F & B, kami percaya bahwa menurut definisi kami mengharapkan bahwa alat kami akan memiliki pendekatan mekanistik. Selanjutnya, seperti yang disebutkan oleh Tarhan dkk. (2016), Wendler (2012), Fraser et al. (2002), Crosby QMMG telah menjadi asal dari mayoritas model kedewasaan berikutnya (Model Kematangan Kemampuan untuk Perangkat Lunak, Kemampuan Maturity Model Integration (CMMI), Model Kematangan Proses Bisnis OMG, dll.), yang menegaskan pentingnya dan keandalannya. Meskipun CMMI adalah satu-satunya model kematangan "standar" yang benar-benar diperhatikan di dalam akademik komunitas (Wendler, 2012), itu adalah kerangka kerja yang mewakili jalur perbaikan yang direkomendasikan untuk organisasi perangkat lunak yang ingin meningkatkan proses pengembangan perangkat lunak mereka untuk mencapai kualitas yang lebih tinggi (Tarhan et al., 2016; Paulk et al., 1993). Namun, karena fokus dari makalah ini adalah industri makanan dan perusahaan F & B, dan mengingat fakta bahwa, menurut pengetahuan penulis, tidak ada penelitian serupa yang pernah dilakukan di Yunani sebelumnya, kami memilih untuk menggunakan konsep tahap kematangan Crosby yang dibangun di satu sama lain, sebagai alat yang sederhana dan efektif untuk analisis dan pengukuran. Proses kematangan proses manajemen mutu yang disebut Crosby sesuai dengan perspektif kinerja potensial (Wendler, 2012), yang berarti bahwa hal itu menunjukkan



potensi yang timbul dari tingkat kedewasaan yang lebih tinggi dan pengguna dapat memutuskan apakah ingin untuk melanjutkan ke tahap berikutnya (Crosby, 1979). Selanjutnya, dalam industri makanan, sistem manajemen kemanan pangan dan manajemen kualitas dianggap terkait erat (Röhr et al., 2005), sehingga bisa menyimpulkan bahwa QMMG adalah "titik awal yang logis" (Jespersen et al., 2016). Meskipun pekerjaan utama telah dilakukan di seluruh dunia pada model Crosby dan hubungannya dengan biaya kualitas, penulis percaya bahwa ada referensi terbatas dalam literatur, sejauh hubungan model PAF dengan tahap kematangan manajemen mutu Crosby (QMM) berkaitan. Makalah telah menekankan hubungan antara kecanggihan umum sistem mutu dan model PAF (Prickett, 1997; Prickett dan Rapley, 2001), atau biaya sistem secara umum (Al-Omiri dan Drury, 2007), atau telah mengusulkan model yang baru dikembangkan pada tingkat kualitas dan hubungannya dengan model PAF (Ayati dan Schiffauerova, 2014). Pekerjaan lebih lanjut menggunakan model Crosby sehubungan dengan pemikiran logis fuzzy dan metode estimasi biaya kualitas fuzzy (Sansalvador dan Brotons, 2013; Martínez dan Selles, 2015). Untuk pengetahuan penulis, bagaimanapun, tidak banyak penekanan telah ditempatkan pada studi yang dapat menghasilkan kesimpulan pada elemen biaya spesifik yang digunakan dalam setiap tahap, pengeluaran mereka dan kemungkinan interelasi. Survei kami adalah upaya ke arah ini. Tujuan lebih lanjut dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kecanggihan sistem biaya kualitas perusahaan F & B Yunani tergantung pada tingkat kematangan di mana perusahaan menempatkan diri. Temuan ini dapat membentuk kerangka kerja bagi manajemen dan praktisi tentang peran yang harus dilakukan oleh perusahaan "dewasa" Yunani dalam proses implementasi CoQ. Peran ini menjadi semakin penting dalam lingkungan ekonomi Yunani yang sulit, yang dicirikan oleh prospek keuangan yang tidak jelas dan pembatasan ketat yang dikenakan perusahaan oleh langkahlangkah penghematan. Perusahaan dewasa, oleh karena itu, dapat mengidentifikasi peran penting mereka dan potensi pengembangan, untuk memimpin proses perbaikan berkelanjutan, dengan fokus pada minimisasi biaya dan optimalisasi kualitas. Selanjutnya, keaslian kertas terletak pada sarannya bahwa dengan hanya mengamati tingkat manajemen kualitas perusahaan, itu mungkin untuk mendapatkan pengetahuan tentang karakteristik sistem biaya kualitasnya. Akhirnya, penelitian ini menyoroti ketidakmampuan Bagan Akun Seragam Yunani dan Standar Akuntansi Yunani untuk memasukkan akun-akun terkait kualitas, yang akan memungkinkan pemantauan dan pengukuran biaya kualitas. Penelitian ini dapat memicu diskusi di antara kamar yang bertanggung jawab, komunitas akademis dan negara, untuk keperluan kerangka akuntansi yang direformasi relevan dengan persyaratan kualitas biaya. Upaya eksplorasi kami berfokus pada identifikasi varians besar dari rata-rata secara holistik, untuk semua karakteristik perusahaan yang terkait dengan fenomena tersebut dalam penelitian. Ini dapat dicapai melalui penyelidikan varians directional. Alat yang paling tepat



untuk tujuan ini dan untuk sifat karakteristik adalah analisis korespondensi ganda (multiple correspondence analysis (MCA). Sisa kertas disusun sebagai berikut: Bagian 2 memberikan tinjauan pustaka tentang biaya kualitas, penilaian diri dan model kedewasaan, serta ikhtisar Crosby jaringan kedewasaan. Bagian 3 menjelaskan metodologi penelitian yang digunakan dan Bagian 4 analisis hasil. Pada Bagian 5, pembahasan hasil disajikan. Kesimpulan, keterbatasan dan penelitian lebih lanjut menutup kertas di Bagian 6.



2. TINJAUAN LITERATUR A. Biaya Kualitas Konsep biaya kualitas pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950 oleh Juran (1951) dan Feigenbaum (1956) dan sejak itu menjadi dasar untuk sejumlah definisi yang berbeda (Trehan dkk., 2015; Lari dan Asllani, 2013; Yang, 2008; Roden dan Dale, 2000; Dale dan Plunkett, 1999; Crosby, 1979). Campanella mengusulkan definisi berikut, yang mencakup inti dari sebagian besar definisi: "Biaya Kualitas adalah total biaya yang dikeluarkan oleh a) investasi dalam pencegahan ketidaksesuaian terhadap persyaratan, b) menilai produk atau layanan untuk kesesuaian dengan persyaratan dan c) kegagalan memenuhi persyaratan ” (Campanella, 1999, hal. 4). Salah satu model kualitas biaya yang paling luas tersebar adalah model P-A-F. Ide dasar berasal dari kebutuhan untuk mengatur semua biaya yang terkait dengan sistem mutu dan pemeriksaan produk, serta semua biaya yang dikeluarkan ketika produk gagal memenuhi persyaratan. Menurut BS 6143 (1990), biaya kualitas dapat dikategorikan sebagai : 















biaya pencegahan, yang menggambarkan biaya semua kegiatan yang dilakukan secara berurutan untuk mencegah cacat pada produk atau layanan, yaitu biaya yang relevan dengan evaluasi pemasok atau pemeliharaan mesin; biaya penilaian, yang merupakan biaya yang dikeluarkan selama inspeksi, tes dan evaluasi lain dari produk atau layanan, untuk memastikan bahwa kualitas produk akan sesuai dengan persyaratan, yaitu kalibrasi alat ukur dan uji atau pemeriksaan / uji materi yang dibeli; biaya kegagalan internal, yang menggambarkan biaya yang terjadi sebelum produk yang cacat mencapai pelanggan, yaitu biaya scrap, penggantian, pengerjaan ulang, inspeksi ulang; dan biaya kegagalan eksternal, yang merupakan biaya yang timbul dari kualitas yang tidak memadai setelah pengiriman produk ke pelanggan, yaitu biaya terkait pengembalian, keluhan, klaim garansi, kehilangan penjualan, dll.



Model PAF asli telah dikembangkan, diperluas dan diperkaya. Kategorisasi awalnya, bagaimanapun, telah digunakan sebagai alat yang berguna dalam sejumlah penelitian, dalam upaya untuk lebih menggambarkan dan mereorganisasi struktur dan proses perusahaan. Malik dkk. (2016), Raßfeld dkk. (2015), Kirlioğlu dan Çevik (2013), Tye et al. (2011), Jafar et al. (2010), Omurgonulsen (2009), Desai (2008), Omachonu et al. (2004) hanyalah beberapa dari banyak penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan model P-A-F. Premis tradisional dari model di atas adalah bahwa peningkatan dalam biaya pencegahan dan penilaian akan menyebabkan penurunan biaya kegagalan. Hal ini didukung biaya ketidaksesuaian (internal dan biaya kegagalan eksternal) hanya dapat dikurangi dengan meningkatkan pengeluaran pada kegiatan kesesuaian (Ittner, 1996). Kurva “biaya penilaian plus pencegahan” meningkat, oleh karena itu, hingga tak terbatas saat kesempurnaan didekati, dan tingkat kualitas optimal berada di suatu tempat di bawah ini kesempurnaan (Gryna, 1988). Namun, konsep ini telah ditentang oleh pandangan alternatif (Juran dan Gryna,1993), yang mengklaim bahwa kesempurnaan dapat dicapai dengan biaya kesesuaian yang terbatas. Itu mewakili kondisi yang berevolusi kemudian di abad kedua puluh, ketika kemajuan teknologi, robotika dan otomatisasi mengurangi tingkat kegagalan dalam produksi. Akibatnya, perilaku eksponensial pencegahan dan biaya penilaian dihilangkan, sementara biaya optimal bergeser ke tingkat kualitas yang sempurna, karena kesempurnaan dapat dicapai dengan biaya terbatas (Burgess, 1996). Terlepas dari berbagai aliran pemikiran tentang biaya kualitas, Ayati dan Schiffauerova (2014) menegaskan bahwa pada dasarnya keuntungannya adalah bahwa ia menyediakan identifikasi dan klasifikasi biaya kualitas. Selain itu, mereka mendukung bahwa itu membantu mengidentifikasi kontribusi yang setiap biaya kualitas, dalam kaitannya dengan total CoQ. Ini memberikan informasi yang berguna tentang kategori biaya yang perlu lebih banyak perhatian, untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih tinggi atau mengurangi biaya. Dalam arah ini berdiri Chopra dan Singh (2015), yang karyanya mengusulkan bahwa total CoQ berbanding lurus dengan total biaya kegagalan. Mereka menyarankan bahwa jika UKM menjalankan operasinya pada nilai pencegahan dan biaya penilaian untuk menjaga biaya kegagalan total pada tingkat serendah mungkin, total CoQ akan berkurang dan profitabilitas dan pangsa pasar meningkat. Kerfai dkk. (2016) juga mencapai kesimpulan serupa. Mereka menyarankan bahwa perusahaan dengan sistem biaya kualitas mengalami lebih sedikit kegagalan internal dan eksternal daripada yang lain, sementara mereka tampaknya berinvestasi lebih banyak dalam pencegahan dan tindakan penilaian dari yang lain, karena kegiatan pencegahan menjadi bagian integral dari sistem manajemen. Selanjutnya, mereka juga mendukung gagasan bahwa adopsi kualitas penetapan biaya memiliki konsekuensi positif terhadap kinerja dan pengendalian biaya perusahaan, dengan mempromosikan tindakan yang memungkinkan pengurangan kegagalan internal dan eksternal. Di sisi lain, Plewa dkk. (2016) menyiratkan bahwa tingkat kualitas yang lebih tinggi tidak selalu



membutuhkan peningkatan pengeluaran untuk pencegahan dan penilaian. Mereka menemukan dalam studi mereka, antara lain, bahwa tidak ada hubungan antara biaya pencegahan dan penilaian yang lebih tinggi dan keseluruhan yang lebih tinggi tingkat kualitas. Selanjutnya, mereka menyimpulkan bahwa biaya kegagalan yang lebih rendah tidak terkait dengan pencegahan lebih tinggi dan biaya penilaian. Oleh karena itu, mereka menolak gagasan bahwa kegagalan lebih rendah biaya yang dicapai dengan mengorbankan biaya pencegahan dan penilaian yang lebih tinggi, dan mengusulkan modifikasi model modern, yang menyiratkan bahwa pada tingkat kualitas keseluruhan yang lebih tinggi, CoQ lebih rendah tidak hanya total tetapi juga dalam komponennya.



A. Penilaian diri Hal ini secara luas diakui (Fu et al., 2015; Dellana dan Kros, 2014; Balbaster Benavent et al., 2005; Sturkenboom et al., 2001; Van der Wiele dan Brown, 1999; Brown dan Van der Wiele, 1996; Van der Wiele et al., 1996) bahwa proses penilaian diri manajemen kualitas menyediakan hubungan antara TQM dan tujuan bisnis perusahaan, sementara mereka memotivasi manajemen untuk merancang dan mengimplementasikan agenda perbaikan dengan serangkaian tindakan yang ditentukan. Menurut Balbaster Benavent et al. (2005) "penilaian diri manajemen mutu adalah alat yang berguna untuk mendorong perbaikan terusmenerus dari seluruh perusahaan, membandingkan kegiatan dan hasil dengan model keunggulan" (hal. 432). Ton van der Wiele dan Brown telah melakukan penelitian besar pada penggunaan dan manfaat dari implementasi self assessment dan mengidentifikasi berbagai alasan - relevan dengan lingkungan eksternal dan internal perusahaan - untuk proses penilaian diri. Banyak manfaat dari penilaian diri disorot, dengan penekanan pada efek penilaian diri pada hasil bisnis. Antara lain, telah dijelaskan bahwa “penggunaan matriks kematangan kualitas berkorelasi dengan lebih banyak persepsi positif tentang hubungan antara penilaian diri dan hasil bisnis ” (Van der Wiele dan Brown, 1999, p. 250). B. Model kematangan Kematangan dapat direpresentasikan sebagai "sejumlah tahapan kumulatif, di mana tahap yang lebih tinggi dibangun pada persyaratan tahap yang lebih rendah" (Maier et al., 2012, hal. 146). Angka tertinggi mewakili kedewasaan tinggi dan terendah mewakili kematangan rendah. Aranda dan Márquez (2015) mendeskripsikan model kematangan sebagai urutan level yang menciptakan jalur yang diantisipasi, diinginkan atau logis dari keadaan awal hingga kedewasaan, biasanya mendefinisikan level yang berbeda sebagai berikut: Level 1: Initial, Level 2:Repeatable, Level 3: Defined, Level 4: Predictable / Quantitatively managed, Level 5. Optimized. Menurut Fraser et al. (2002), model kematangan menentukan sejumlah dimensi atau area proses pada beberapa tahap kedewasaan, dengan deskripsi singkat tentang karakteristik kinerja di setiap tahapan. Melalui penggunaan model kematangan, keadaan saat ini dari sistem yang diberikan dievaluasi, dengan cara bahwa rencana perbaikan



dikembangkan. Dalam analisis sistematis 237 artikel yang diterbitkan pada model kedewasaan, Wendler (2012) mengidentifikasi sejumlah manfaat yang dibuat oleh model kedewasaan. Pertama, mereka menghasilkan kesadaran tentang negara, kepentingan, potensi, persyaratan, kompleksitas, dll dari organisasi yang dianalisis. Lebih jauh lagi, mereka mungkin berfungsi sebagai "kerangka acuan" untuk menerapkan pendekatan yang sistematis dan "terarah dengan baik" untuk peningkatan, untuk memastikan kualitas tertentu, untuk menghindari kemungkinan kesalahan dan menilai kemampuan seseorang sendiri dengan dasar yang sebanding. Di arah yang sama, Jespersen et al. (2016) menyarankan bahwa model kedewasaan dapat membantu organisasi memahami bagaimana kinerja dan kinerja rekan-rekan industri bagaimana kinerja ini dibandingkan dengan kinerjanya sendiri. Praktik industri yang dapat diterima dapat diringkas dengan cara yang memungkinkan organisasi untuk menilai persyaratan yang diperlukan untuk mencapai tingkat manajemen dan kontrol tertentu dari praktik-praktik ini. Organisasi dapat berevolusi menuju budaya keunggulan peningkatan proses yang, pada gilirannya, mengarah pada efisiensi operasi yang lebih besar, perencanaan yang lebih akurat, pengambilan keputusan yang lebih aman, risiko yang lebih sedikit dan kredibilitas yang lebih tinggi ”(Antoniades, 2014, hlm. 12). Sejumlah makalah lebih lanjut (Albliwi et al., 2014; Maier dkk., 2012; Röglinger dkk., 2012; Fraser dkk., 2002; Brown dan Van der Wiele, 1996) juga telah mempresentasikan dan membandingkan model kedewasaan yang paling luas, yang lebih menggambarkan upaya menuju kualitas yang tepat sistem manajemen. C. Jaringan Crosby’s Landasan dari mayoritas model kematangan adalah QMMG, yang diusulkan oleh Phillip Crosby pada tahun 1979 dalam karya seminalnya "Kualitas Gratis." Sebuah jaringan kematangan menjelaskan dan mengkodifikasikan, dalam beberapa fase, "apa yang mungkin dianggap sebagai praktik yang baik (dan praktek yang buruk), bersama dengan beberapa tahap menengah atau transisi "(Fraser et al., 2002), sementara itu biasanya digunakan sebagai instrumen penilaian, karena itu kurang kompleks sebagai alat diagnostik tanpa bercita-cita untuk memberikan sertifikasi (Maier et al. , 2012). Mengingat bahwa grid kedewasaan dapat digunakan sebagai penilaian yang berdiri sendiri (Maier et al., 2012; Prickett, 1997), kami memilih QMMG dalam makalah kami sebagai dasar alat untuk menilai tingkat QMM perusahaan, seperti yang disarankan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan di seluruh dunia (Sansalvador dan Brotons, 2013; Zhang dan Dai, 2013; Prickett dan Rapley, 2001; Landin dan Persson, 1998, Prickett, 1997). Meskipun banyak model kematangan telah dikembangkan melalui waktu, yang mengukur kapasitas dan kedewasaan disiplin dan praktik lain, seperti praktik manajemen proyek, pemeliharaan perangkat lunak, proses bisnis, dll. Crosby model diakui sebagai akar dari semua pendekatan berikutnya, yang muncul dari manajemen mutu dan menawarkan alat yang sederhana dan efektif untuk analisis dan pengukuran. Ini merupakan alat yang paling tepat untuk pengakuan akan



pentingnya faktor manusia, seperti kepemimpinan, sikap dan kerja kolaboratif, serta untuk memposisikan perusahaan dalam spektrum manajemen mutu (Albliwi et al., 2014). QMMG menyarankan lima fase yang kemungkinan akan dikembangkan oleh perusahaan melalui: "Ketidakpastian," "Awakening," "Pencerahan," "Kebijaksanaan" dan "Kepastian." Meskipun Crosby kemudian dimodifikasi grid ini untuk ketidakpastian, regresi, kebangkitan, pencerahan, kepastian (Crosby, 1996) QMMG asli adalah Grid yang paling terkenal, yang menghasilkan banyak turunan di berbagai bidang ilmiah. Inti dari QMMG digambarkan dalam Tabel I, di mana hanya penjumlahan postur kualitas perusahaan yang disertakan. Menurut Crosby (1979), di Tahap 1 - "Ketidakpastian," perusahaan tidak memiliki pengetahuan tentang kualitas sebagai alat manajemen positif. CoQ adalah istilah yang tidak diketahui, masalah yang belum terpecahkan menghasilkan masalah baru dan tekanan diberikan pada setiap tingkat organisasi oleh tim manajemen yang tidak terorganisir. Peningkatan tidak dianggap sebagai pilihan, karena "gejala nomor satu adalah penyangkalan tegas bahwa kondisi ini ada. Tahap 2 - "Kebangkitan" adalah awal dari kesadaran bahwa manajemen mutu dapat menjadi berguna. Inspeksi dan pengujian dilakukan lebih sering, masalah diidentifikasi sebelumnya. Namun, belum diakui bahwa manajemen kualitas lebih dari mengikuti aspek teknis dari proses. Solusi jangka panjang tidak dianggap serius. Tahap 3 - "Pencerahan" muncul ketika manajemen menetapkan kebijakan kualitas yang lebih teratur. Masalah dihadapi secara terbuka, dengan pengakuan bahwa "kami menyebabkan masalah kami sendiri" dan tim tugas bertanggung jawab tidak hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mencegahnya di masa depan. CoQ dikembangkan dengan cara yang lebih efektif, sedangkan manajemen lebih terorganisasi dan berorientasi pada kualitas



Tabel I.Grid Crosby: penjumlahan postur kualitas perusahaan



Tahap 4 - Pengurangan biaya “Kebijaksanaan” berlaku dan masalah ditangani secara efektif. CoQ dilaporkan secara lebih akurat dan manajemen menyadari bahwa kendali mutu dimungkinkan. "Kebijaksanaan adalah tahap di mana perusahaan memiliki kesempatan untuk membuat perubahan permanen." Namun, jika sikap dan sistem baru diambil begitu saja dan upaya perbaikan lebih lanjut tidak diterapkan, maka seluruh proses dapat terancam. Tahap 5 adalah “Kepastian.” Pada tahap inilah manajemen kualitas telah menjadi bagian penting dari organisasi. Masalah hampir tidak pernah terjadi, karena sistem pencegahan kualitas biaya tampak jelas di setiap departemen. 3. METODOLOGI PENELITIAN Dalam makalah ini kami memberikan wawasan tentang hubungan antara QMM organisasi tingkat dan kecanggihan sistem biaya kualitasnya. Meskipun ada bukti dalam literatur internasional pekerjaan sebelumnya di bidang ini (Sansalvador dan Brotons, 2013; Xiaofen, 2013; Sower et al., 2007; Prickett dan Rapley, 2001; Prickett, 1997), QMM dan kecanggihan biaya kualitas tidak cukup didokumentasikan dalam perusahaan F & B Yunani (Chatzipetrou dan Moschidis, 2016, 2017). Oleh karena itu, kami memutuskan untuk melakukan survei dengan menggunakan kuesioner online. Kami memiliki 104 tanggapan yang dapat digunakan dari 457 perusahaan Makanan dan Minuman Yunani (23 persen tingkat respons), yang dipilih dengan sampling acak sederhana di setiap sub-sektor (susu, buah dan sayuran, roti, dll.) dari anggota Kamar Dagang dan Industri, untuk mencapai keterwakilan. Untuk tingkat respons setinggi mungkin, kami melanjutkan ke wawancara pribadi dan telepon melalui pertanyaan terstruktur menggunakan formulir survei online, dalam kasus di mana kuesioner yang dikembalikan tidak lengkap atau tidak dikembalikan tepat waktu. Selanjutnya, kami menghubungi 15 perusahaan yang dipilih secara acak dari daftar nonresponden setelah survei utama, yang mengaitkan non-respons mereka dengan kurangnya data biaya kualitas relatif. Akan menarik untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa, menurut literatur yang dipublikasikan (Fulton, 2016; Peytchev, 2013) survei dengan tingkat respons rendah tidak selalu mengandung bias non-respons yang signifikan. Jika tidak ada perbedaan sistematis antara responden dan non-responden, sampel tetap mewakili populasi target dan dapat memberikan kesimpulan yang valid. Jadi, ketika menggunakan data survei untuk membuat kesimpulan tentang suatu populasi, respon keterwakilan lebih penting daripada tingkat respons (Cook et al., 2000). Profil responden dalam hal Sektor Bisnis (BS) dan Sertifikasi ISO-HACCP disajikan dalam Tabel II dan III. Sebagaimana dianalisis oleh Chatzipetrou dan Moschidis (2017), biaya operasional untuk sistem ISO / HACCP dapat diukur sebagai bagian dari biaya kualitas pencegahan dan penilaian dari perusahaan. TQCI, berdasarkan penjualan dan data



PAF, mencapai 2 persen, yang merupakan nilai yang dapat diterima dalam literatur (Lupin et al., 2010). Pekerjaan (Rasamanie dan Kanapathy, 2011; Arvaiova et al., 2009; Prickett dan Rapley, 2001), adalah panduan yang berguna untuk struktur kuesioner kami, dengan pertanyaan skala likert kategoris dan lima poin. Kuesioner dibagi menjadi empat bagian: yang pertama Bagian ini dirancang untuk mengumpulkan informasi umum tentang perusahaan yang berpartisipasi (misalnya omset penjualan, jumlah karyawan, total saldo tahunan, BS, Sertifikasi ISO-HACCP).



Tabel II. Profil responden (Sektor Bisnis) Bagian kedua dari kuesioner yang diselidiki biaya pencegahan-penilaian-kegagalan (menurut Model PAF) dipantau oleh responden dan berapa biaya tahunan. Bagian ketiga termasuk pertanyaan umum tentang sistem biaya kualitas organisasi, menyelidiki alasan yang mendukung pelaksanaannya, kesulitan yang dihadapi, kemungkinan manfaat atau kerugian, penggunaan informasi berkualitas (tingkat analisis, departemen yang terlibat), dll. Akhirnya, Bagian keempat termasuk pertanyaan dalam kaitannya dengan tingkat kematangan perusahaan, yang dikembangkan menurut Crosby's (1979) kematangan Grid QMMG. Crosby's QMMG berfungsi sebagai alat untuk identifikasi tingkat kematangan perusahaan. Manajer keuangan atau / dan kualitas perusahaan diminta untuk menilai tahap di mana organisasi yang dianalisis menemukan dirinya, menurut grid kedewasaan Crosby, dengan memberi peringkat pada setiap kategori dari 1 (= sangat tidak setuju) hingga 5 (= sangat setuju). Kategori pengukuran grid Crosby: 1) Kategori pengukuran:  pengertian dan sikap manajemen;  status organisasi berkualitas;  penanganan masalah; dan  CoQ sebagai persen dari penjualan. Setiap peringkat mewakili level stage di Crosby's Grid untuk kategori itu. Skor total untuk semua enam kategori kemudian dibagi dengan enam, yang mengindikasikan tahap kematangan Crosby yang ditemukan perusahaan itu sendiri (Tabel IV). Crosby (1979)



mengemukakan dalam karya aslinya bahwa enam kategori diperlakukan sebagai setara. Oleh karena itu, kami mengasumsikan bahwa semua kategori pengukuran memiliki bobot yang sama, karena kami tidak bermaksud untuk memperkenalkan unsur-unsur subyektif dalam analisis, berbeda dengan Sansalvador dan Brotons (2013) dan Martínez and Selles (2015).



Tabel III. Profil responden (sertifikasi ISO / HACCP dalam Euro)



Tabel IV. Transformasi skor Crosby menjadi Crosby stag Dengan menggunakan Tabel IV untuk mengklasifikasikan organisasi menurut skor masing-masing, distribusi berikut diperoleh (Tabel V). Berdasarkan tahap kedewasaan perusahaan, analisis eksplorasi dari temuan dilakukan, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang keterkaitan antara biaya kualitas dan QMM perusahaan F & B. Kami bertujuan untuk menguji hubungan antara tingkat kematangan dan karakteristik sistem penetapan harga kualitas, seperti yang dijelaskan di literatur yang relevan (Al-Omiri dan Drury, 2007; Prickett dan Rapley, 2001; Rapley et al., 1999; Prickett, 1997). Variabel yang disajikan pada Tabel VI tampaknya yang paling tepat dalam upaya kami untuk menilai kecanggihan sistem penetapan biaya kualitas. Seperti yang disarankan dalam literatur (Al-Omiri dan Drury, 2007; Prickett dan Rapley, 2001; Rapley et al., 1999), peran dukungan umum yang dimainkan oleh biaya kualitas dalam organisasi, serta fokus pada biaya kualitas, adalah inti dari sistem biaya yang canggih. Variabel Q3-Q4-Q5-Q6 menggambarkan pertanyaan skala lima poin tentang kategori biaya pencegahan, penilaian, internal dan eksternal biaya kegagalan, masing-masing. Biaya indikatif untuk kategori biaya pencegahan adalah “perencanaan dan pemeliharaan sistem kualitas, "" pelatihan kualitas karyawan, "dll. Kategori biaya penilaian termasuk, antara lain," biaya tahunan pemeriksaan dan pengujian selama manufaktur "dan" kontrol kualitas bahan yang masuk. "Beberapa biaya yang berkaitan dengan kategori kegagalan internal



adalah "memo," "inspeksi ulang" dan "waktu idle." Akhirnya, beberapa biaya kegagalan eksternal adalah "penggantian," "kehilangan penjualan" dan "denda." Kelas pertama mewakili "tidak ada pemantauan ini biaya, sementara kelas 2 hingga 5 mewakili pengeluaran tahunan untuk setiap kategori biaya (2 = kurang dari 500 euro, 5 = lebih dari 2.000 euro). Variabel Q11 memberikan informasi mengenai tingkat detail yang dihitung biaya kualitas Responden diminta untuk menilai pernyataan tertentu (yaitu informasi yang digunakan pada "Perencanaan yang lebih baik," "kontrol proses yang lebih baik," dll) dari 1 (= benar-benar tidak setuju) hingga 5 (= total setuju). Variabel Q12 termasuk pertanyaan tentang sifat TI yang digunakan (yaitu perangkat lunak ERP, perangkat lunak khusus lainnya, spreadsheet Excel, dll), sedangkan variabel Q13 mencakup semua area yang mungkin di mana biaya kualitas dapat diukur (yaitu departemen produksi, penjualan, kontrol kualitas, dll.). Perlu dicatat bahwa, meskipun penggunaan dan kualitas teknologi informasi bukan variabel yang signifikan dalam studi Al-Omiri dan Drury (2007), kami memilih untuk memasukkannya bersama dengan BS - dalam penelitian kami, dalam upaya untuk selidiki peran individu mereka di pengembangan sistem biaya kualitas yang canggih secara lebih rinci



Tabel V. Distribusi organisasi ke tahap Crosby



Tabel VI. Variabel yang diukur untuk kecanggihan sistem biaya kualitas Ukuran organisasional (variabel S) dan BS juga termasuk dalam penelitian. Untuk penentuan ukuran, perputaran tahunan (dalam euro) adalah variabel yang diambil pertimbangan dalam pertanyaan skala lima poin (1 = kurang dari 2 juta euro - perusahaan mikro), 5 = lebih dari 200 juta euro - perusahaan yang sangat besar). Akhirnya, BS yang telah diselidiki adalah sereal, susu, buah dan sayuran, minuman dan minuman, ikan dan daging, dll.).



Untuk pemeriksaan korespondensi antara variabel di atas, kami memilih MCA sebagai alat yang paling tepat. MCA berlaku untuk sekumpulan besar variabel kategori dan paling berguna ketika menganalisis data kategori nominal yang digunakan untuk mendeteksi dan mewakili struktur yang mendasari dalam satu set data (Moschidis, 2009; Greenacre, 2007). Ini adalah eksplorasi metodologi, yang bertujuan pada analisis holistik dari struktur data. Lebih spesifik lagi, itu peringkat covariances terbesar dari variabel yang terlibat ke dalam sumbu, menyoroti interaksi yang paling intens (Greenacre, 2007). Ketergantungan statistik dari matriks multikontingensi dari variabel telah diuji dengan χ 2 tes dan ditemukan signifikan secara statistik pada a = 5 persen. Karena penelitian akan berlangsung di lingkungan yang tidak diketahui dan tidak jelas, kami memilih untuk tidak merumuskan hipotesis apa pun sebelumnya, melainkan membiarkan data "berbicara." MCA menggambarkan interaksi antara berbagai tahapan Crosby, yang merupakan variabel kedewasaan , dan variabel kecanggihan sistem (Tabel VI). Hierarchical clustering (Moschidis, 2015) digunakan sebagai bagian yang terpisah dan lebih ilustratif penelitian, untuk mengelompokkan karakteristik kecanggihan dalam kaitannya dengan berbagai variabel yang menentukan tahap kedewasaan (kategori pengukuran grid Crosby). Karena data bersifat kategoris, metodologi ini lebih disukai daripada analisis faktor, yang berguna terutama dalam kasus data kuantitatif, karena tidak menunjukkan struktur ketergantungan dalam matriks besar dengan variabel multi-kategori (Greenacre, 2007). 4. ANALISIS HASIL a. Analisis beberapa korespondensi Analisis telah dilakukan oleh penggunaan SPAD, Perangkat Lunak Analisis Data. Analisis disajikan dalam dua sumbu terpisah, bukan dalam plot gabungan (level faktorial), untuk lebih menggambarkan dua arah vertikal dengan dispersi terbesar. Presentasi tingkat faktorial dengan MCA dapat mengarah pada penghapusan signifikansi yang berbeda dari temuan dalam sumbu. Sumbu faktorial pertama adalah yang dengan dispersi terbesar dan sumbu faktorial kedua adalah yang dengan dispersi terbesar kedua. MCA ditampilkan secara ekuivalen di setiap sumbu baris dan kolom dari menganalisis matriks kontingensi (tidak seperti analisis Faktor, yang hanya menampilkan secara akurat kolom variabel kuantitatif dari matriks). Hasil analisis pertama disajikan pada Tabel VII, yang menunjukkan laju total dispersi untuk setiap sumbu (interpretasi persen). Dengan hanya menganalisis dua sumbu pertama, di sana adalah interpretasi 60.27 persen dari total inersia, sementara sumbu faktorial pertama mencakup 36,32 persen dari informasi yang tersedia, yang menggambarkan kecenderungan dominan. Kelambanan total tabel adalah ukuran variasi total tabel, sama dengan jumlah kuadrat kuadrat matriks terpusat yang diperkirakan ( Greenacre, 2000).



Tabel VII. Nilai Eigen dan kelemahan Setelah penggunaan MCA, variabel yang memiliki indikator Kontribusi (RKT) tertinggi adalah dipertimbangkan, yang menggambarkan arah dari dispersi terbesar. Intinya dengan CTR tinggi menekankan pentingnya setiap variabel (karakteristik) dalam proses konstruksi sumbu. RKPT rata-rata dalam analisis ini adalah 1.000: 209 = 4,784, di mana 209 adalah jumlah elemen poin. Titik-titik kontribusi tinggi dalam konstruksi sumbu umumnya dianggap dengan nilai RKT di atas rata-rata. Namun, dalam hal ini, kami memilih untuk fokus pada CTR>13 di 2 level faktorial pertama, untuk menyoroti variabel yang memiliki kontribusi setinggi mungkin untuk pembangunan setiap sumbu. Sama halnya, kami fokus pada CTR >200 untuk berbagai tahapan. Sumbu pertama menunjukkan arah utama yang terbesar dispersi, sedangkan sumbu kedua menyajikan dispersi terbesar kedua. Analisis berikut ini didasarkan pada indikator RKPT dan koordinat. Penggambaran sumbu adalah proyeksi poin dan bukan poinnya sendiri. Analisis sumbu pertama (Gambar 1) menunjukkan pembentukan dua kelompok perusahaan di kedua sisi titik nol (0) dari sumbu, yang membedakan diri dalam kaitannya dengan karakteristik mereka. Kelompok perusahaan pertama telah menempatkan diri dalam tahap kematangan 1 (St1), sedangkan kelompok kedua milik tahap kematangan 4 (St4). Perusahaan dalam tahap "Ketidakpastian" (St1) mewakili subsektor minuman, termasuk "Minuman beralkohol, minuman dan air" (Bs4). Mereka dicirikan oleh rendah tingkat kecanggihan, karena mereka berinvestasi dalam biaya kegagalan eksternal, berbeda dengan intinya konsep biaya kualitas efektif yang mengusulkan fokus pada kegiatan kesesuaian. Perusahaan menghabiskan lebih dari € 2.000 per tahun untuk biaya kegagalan eksternal, dan khususnya "biaya penggantian" (Q6_15), yang merupakan variabel dominan untuk tahap kedewasaan ini. Kecenderungan yang lebih lemah digambarkan oleh biaya penilaian, di mana perusahaan di tahap Ketidakpastian setiap tahun menghabiskan kurang dari € 500 ("pengukuran kontrol proses" -Q4_72). Dalam hal kecanggihan, tampaknya mereka tidak menggunakan TI khusus untuk memantau CoQ (Q12_22). Tidak ada variabel relevan lainnya yang muncul sehubungan dengan tahap "Ketidakpastian". Kelompok perusahaan yang termasuk dalam tahap 4 - tahap "Wisdom" (St4), tampaknya perusahaan menengah (S4) terletak di subsektor buah (Bs3). Tingkat kecanggihan di tahap ini lebih tinggi, karena kualitas biaya dilaksanakan dengan penekanan pada penilaian biaya.



Gambar 1. Interpretasi indikator: koordinat dan kontribusi (RKT)



tertinggi



dari sumbu pertama



Biaya penilaian menyerap setiap tahun € 1,001-2000 pada "inspeksi dan pengujian selama manufaktur" (Q4_24) dan merupakan variabel yang paling dominan untuk tahap kedewasaan ini. Penekanan terbatas diberikan pada evaluasi pemasok (Q4_71), pada perencanaan dan pengembangan peralatan kontrol (Q3_31) dan biaya penanganan produk berkualitas rendah (Q6_21). Kecanggihan sistem biaya mutu lebih tinggi pada tahap "Kebijaksanaan", karena perusahaan tampaknya berbagi pandangan umum mengenai penggunaan informasi biaya kualitas, karena jawaban mereka menunjukkan bahwa informasi yang disediakan oleh kualitas biaya digunakan untuk "perbandingan antara biaya dalam proses berbeda dalam perusahaan ”(Q11_55) Sejauh analisis Axis 2 yang bersangkutan (Gambar 2), ada pola khas untuk perusahaan yang telah menilai status mereka di Tahap "Kebangkitan" (St2). Kecanggihan tahap "Kebangkitan" adalah tingkat menengah karena pemantauan biaya kegagalan internal, terutama biaya yang dihasilkan dari "waktu idle manufaktur" (Q5_53) dan "pengerjaan ulang dan perbaikan" (Q5_33), di mana perusahaan setiap tahunnya membelanjakan € 501-1000. Selain itu, biaya penilaian dimonitor dalam bentuk “biaya penyimpanan catatan” (Q4_64), di mana € 1,001-2,000 dikeluarkan setiap tahun. Analisis lebih lanjut menyoroti bahwa meskipun variabel Q11_61 (informasi yang disediakan oleh kualitas biaya tidak digunakan untuk pengembangan baru produk / jasa) juga dominan, tidak muncul di tahap Kebangkitan, yang merupakan fitur utama dalam sumbu ini. b. Hierarchical cluster analysis (HCA) Pada titik ini, kami melanjutkan ke analisis yang lebih mendetail dari temuan kami. Dengan menggunakan HCA, kami berusaha mengelompokkan karakteristik kecanggihan (Tabel VI) dalam kaitannya dengan variabel yang menentukan tahap kedewasaan menurut grid Crosby, seperti yang disajikan di “Kategori pengukuran grid Crosby”. Untuk jarak antara elemen yang kita gunakan metrik χ 2, karena tabel data adalah tabel kontingensi. Kriteria Ward digunakan untuk pembentukan klaster, yang kompatibel dengan analisis



korespondensi dan sifat kategoris dari data. Selanjutnya, kami bertujuan untuk verifikasi konfirmasi temuan MCA dengan data analitik lebih lanjut tentang tahap kematangan, melalui HCA.



Gambar 2. Indikator interpretasi: koordinat dan kontribusi tertinggi (RKT) dari sumbu kedua



Analisis yang lebih rinci ini menunjukkan bahwa pengelompokan yang paling memuaskan membentuk empat klaster. Karakterisasi klaster terjadi setelah uji Z satu sisi pada tingkat signifikansi a = 0,05. Hanya angka di atas 1,65 yang dicatat, yang merupakan nilai kritis uji-Z pada tingkat a = 0,05. Meskipun semua karakteristik di atas 1,65 dianggap signifikan secara statistik, kami memilih untuk mempertimbangkan karakteristik yang paling dominan untuk setiap kelompok. Analisis ini menyimpulkan bahwa: 



Kelompok “tidak ada tingkat kecanggihan” mencakup hampir semua komponen PAF yang diberi peringkat 4 (lebih dari € 1.000 untuk biaya kualitas) atau 5 (lebih dari € 2.000 untuk biaya kualitas) (Q3_15, Q4_55, Q5_55, Q3_75, Q6_35), yang mewakili horizontal yang mahal penerapan kualitas biaya, tanpa fokus pada pencegahan khusus dan kegiatan penilaian, yang mengarah ke biaya total yang berlebihan. Dalam hal QMM, meskipun Fakta bahwa peningkatan kualitas adalah aktivitas normal dan berkelanjutan (Q9_45) dan atas manajemen memiliki peran dalam proses kualitas (Q9_93), perusahaan tidak tahu mengapa mereka memiliki masalah dengan kualitas (Q8_81). Tim dibentuk untuk menyerang masalah besar, tetapi solusi jangka panjang tidak diproduksi (Q8_72). Akhirnya, persentase yang dilaporkan CoQ untuk penjualan adalah 8 persen, sedangkan yang sebenarnya tampaknya 12 persen (Q15_3)















"Tingkat kecanggihan rendah" melibatkan sebagian besar komponen PAF dinilai dengan 2 (kurang dari € 500) atau 3 (€ 501-1.000 untuk biaya kualitas) (Q3_13, Q5_32). Karakteristik lain juga menunjukkan sedikit atau tidak ada penggunaan informasi biaya kualitas dan IT khusus (Q12_22). Meskipun ada beberapa upaya jangka pendek "motivasi" yang jelas di Indonesia peningkatan kualitas (Q9_42), gejolak dan ketegangan tampak jelas, tanpa masalah yang cukup jelas (Q8_71, Q882). "Tingkat kecanggihan menengah" kelompok ini ditandai dengan kurangnya pencegahan dan biaya penilaian (Q3_11, Q3_31, Q3_61), sedangkan biaya kegagalan internal dan eksternal menyerap sejumlah besar uang. Informasi biaya kualitas paling efektif digunakan (Q11_75). Dalam kaitannya dengan kedewasaan, manajemen memahami kemutakhiran kualitas dan peran mereka dalam proses (Q8_14), dengan penekanan pada Pencegahan (Q9_95, Q8_75). Mereka tampaknya memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana menghindari masalah kualitas (Q8_85). Akhirnya, kelompok “tidak ada tingkat kecanggihan” dicirikan oleh pencegahan yang tinggi dan biaya penilaian (Q3_43, Q4_24), dan pada saat yang sama oleh investasi rendah pada biaya kegagalan internal dan eksternal, yang menggambarkan esensi dari implementasi kualitas biaya yang sukses. Biaya kualitas diukur untuk sebagian besar bidang organisasi dan informasi biaya kualitas digunakan secara efektif (Q11_35). Kedewasaan kategori pengukuran dalam klaster ini menunjukkan bahwa masalah memang diidentifikasi sejak awal dalam perkembangannya (P8_74), karena pencegahan cacat adalah bagian rutin dari operasi perusahaan (Q8_84).



5. DISKUSI Dengan menggunakan MCA, hubungan yang menarik antara tingkat kematangan perusahaan dan tingkat kecanggihan sistem biaya kualitas mereka telah diidentifikasi, diperkaya dengan variabel model PAF. Hasilnya menunjukkan peran utama yang dimainkan oleh model PAF dalam proses, tidak hanya sebagai elemen penting kecanggihan sistem mutu, tetapi juga sebagai variabel dominan dalam kaitannya dengan tingkat QMM. Dalam kasus kami, CoQ tertentu komponen saling terkait dengan tahap kematangan "Ketidakpastian" (tahap 1), "Awakening" (tahap 2) dan "Wisdom" (tahap 4), yang merupakan karakteristik yang paling dominan. Biaya kegagalan eksternal tampaknya sangat penting dalam tahap "Ketidakpastian", diikuti oleh biaya penilaian. Sebaliknya, biaya penilaian dan kegagalan internal mencirikan "Tahap Kebangkitan," sementara biaya penilaian tampak penting dalam tahap "Kebijaksanaan". Akhirnya, biaya pencegahan tampaknya tidak memiliki signifikansi statistik apa pun.



Temuan di atas konsisten dengan pernyataan manajemen kualitas umum, bahwa perusahaan dengan sistem biaya kualitas yang lemah diharapkan memiliki eksternal yang tinggi dan biaya kegagalan internal. Sementara itu, dalam sistem yang lebih matang kategori kegagalan diharapkan menjadi lebih kecil dan kategori penilaian dan pencegahan akan meningkat (Martínez dan Selles, 2015; Sower et al., 2007; Beecroft, 2001; Montgomery, 1996; Crosby, 1979) atau, kadang-kadang secara mengejutkan menurun, sebagai akibat dari kontinyu upaya perbaikan (Plewa et al., 2016; Ayati dan Schiffauerova, 2014; Ittner, 1996). Selanjutnya, kami. Temuan mengkonfirmasi karakteristik umum setiap tahap, seperti yang dikembangkan di grid Crosby (Crosby, 1979). Akibatnya, ini divalidasi oleh penelitian kami bahwa: Perusahaan F & B pada tahap “Ketidakpastian” tampaknya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang Kualitas sebagai alat manajemen positif, tidak menyadari CoQ dan meninggalkan masalah tidak terpecahkan, tanpa berusaha untuk mencegah kualitas yang buruk. Tahap ini ditandai dengan tingginya biaya kegagalan eksternal dan menghabiskan jumlah minimum pada proses penilaian, sebagaimana ditegaskan oleh hasil kami. 











Dalam tahap "Kebangkitan" muncul kesadaran bahwa manajemen kualitas mungkin berguna, yang mengarah ke pemeriksaan dan pengujian yang lebih teratur dan identifikasi masalah lebih dini, terutama dalam industri manufaktur makanan (Djekic et al., 2014; Lupin dkk., 2010; Omurgonulsen, 2009). Temuan kami menunjukkan, dengan demikian, bahwa perusahaan memiliki penilaian yang signifikan dan biaya kegagalan internal, yang menekankan perhatian mereka pada kualitas yang lebih baik dan semua jenis kontrol. Perusahaan F & B dalam tahap "Wisdom" dapat menangani pengurangan biaya dan melaporkan CoQ dengan lebih akurat. Oleh karena itu, mereka menggunakan informasi biaya kualitas untuk perbandingan antara biaya dan untuk pemantauan rinci dari proses perusahaan (Martínez dan Selles, 2015), dan menginvestasikan sejumlah besar dalam biaya penilaian tertentu, seperti dalam kasus kami. Informasi biaya kualitas terbukti secara aktif terhubung dengan profil perusahaan di istilah manajemen mutu (Pires et al., 2015). Informasi tentang biaya terkait kualitas jarang digunakan oleh perusahaan dalam tahap "Ketidakpastian" untuk peningkatannya proses atau pengembangan produk baru, sementara mereka tidak pernah menggunakannya untuk strategi pemasaran atau penetapan harga. . Jawaban mereka mengkonfirmasi bahwa bentuk sistem penetapan harga yang berkualitas diimplementasikan. Perusahaan dalam tahap "Kebangkitan" tidak menggunakan informasi efektif juga. Hanya perusahaan dalam tahap “Kepastian” yang tampaknya menggunakan biaya kualitas informasi untuk perbandingan antara biaya dalam proses yang berbeda dalam perusahaan. Sejauh menyangkut penggunaan TI, hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan di Tahap “Kepastian” menggunakan paket statistik khusus selama proses pemantauan biaya kualitas.



















Meskipun "ukuran" dan "BS" telah menghasilkan hasil yang kontradiktif dalam literatur (Xiaofen, 2013; Trigueros Pina dan Sansalvador Sellés, 2008; Prickett, 1997), kedua variabel tampaknya signifikan secara statistik dalam analisis ini. Berhubungan dengan "Ukuran," perusahaan menengah tampaknya berbagi karakteristik "Kebijaksanaan" dan "Kepastian," sementara perusahaan kecil milik tahap "Kebangkitan". Mempertimbangkan bahwa ukuran perusahaan ditentukan oleh jumlah karyawan, omset dan / atau total neraca tahunan (Commission Recommendation, 2003), dapat disimpulkan bahwa perusahaan kecil di Yunani memiliki pengetahuan, sumber daya, pelatihan yang terbatas dan, jelas, motivasi untuk fokus pada peningkatan berkelanjutan dan promosi teknik berkualitas (Chatzipetrou dan Moschidis, 2017). Sejauh menyangkut "BS", ada bukti bahwa perusahaan di sektor minuman ditandai oleh tahap "Ketidakpastian", sementara perusahaan di sektor Buah termasuk ke tahap “Wisdom” dan “Certainty”. Hasil ini tampaknya masuk akal, mengingat bahwa sektor Buah memproses produk yang sangat sensitif, yang menuntut tingkat pelestarian dan standardisasi yang tinggi dan tingkat kesadaran kualitas yang tinggi. Penggunaan analisis klaster memberikan identifikasi yang berguna dari kelompok perusahaan dengan profil yang berbeda (seperti dalam Pires et al., 2015). Dengan pengelompokan hierarkis sebagai bagian dari analisis, itu lebih lanjut berusaha untuk membentuk kelompok dari karakteristik kecanggihan sistem biaya kualitas, dalam kaitannya dengan kategori pengukuran individu dari jatuh tempo tahapan. Cluster yang telah terbentuk memiliki karakteristik umum dengan kematangan tahapan, seperti yang dijelaskan oleh Crosby. Analisis rinci dalam makalah kami menunjukkan beberapa hasil yang menarik : Jelas bahwa pengeluaran untuk semua biaya kualitas dengan mengeluarkan uang dalam jumlah besar tidak selalu mengarah pada penyelesaian semua masalah, seperti dalam kasus cluster tanpa kecanggihan atau tingkat kecanggihan yang rendah. Pemeriksaan menyeluruh terhadap semua prosedur dan departemen diperlukan, untuk mengidentifikasi area bermasalah dan solusi yang mungkin. kualitas pelaksanaan program CoQ bukan hanya keberadaannya yang mempengaruhi hasil yang dapat dicapai dalam suatu organisasi (Sower et al., 2007). Penerapan teknik CoQ membantu perusahaan fokus pada area yang dibutuhkan perbaikan, mengukur kemajuan kegiatan perbaikan dan meningkatkan komunikasi dalam organisasi untuk kontrol kualitas yang lebih baik (Kerfai et al., 2016; Őzkan dan Karaibrahimoğlu, 2013; Prickett and Rapley, 2001) Selanjutnya, telah ditemukan bahwa penetapan biaya kualitas menetapkan prioritas untuk tindakan korektif yang diperlukan, sehingga tidak diimplementasikan sebagai teknik keseluruhan "mahal" umum, tetapi lebih sebagai solusi terfokus untuk mengurangi cacat, pengurangan biaya dan kontinu. perbaikan. Seperti Gupta dan Campbell (1995) yang menarik, "menghadiri CoQ seminar tidak memiliki apa pun untuk ditawarkan kepada mereka yang mencari perbaikan cepat atau jawaban yang mudah. Tetapi bagi perusahaan yang mau bekerja ekstra, ia dapat mengatur panggung untuk perbaikan berkelanjutan dan efektivitas biaya ”(hal. 49).







Itu terbukti dari temuan kami bahwa niat manajemen tidak selalu menggambarkan realitas yang ada di tingkat bawah organisasi, seperti dalam klaster dengan tingkat kecanggihan menengah. Program biaya kualitas harus selalu berpindah dari atas ke bawah yaitu manajemen puncak harus menjadikannya bagian dari keseluruhan proses produksi (Trehan dkk., 2015; Prashar, 2014). Visi manajemen atau persepsi realitas mungkin berbeda dari kondisi aktual organisasi mereka. “Jika CoQ digunakan sebagai ukuran akuntansi oleh manajemen yang tidak tercerahkan, itu menjadi rasa sakit yang tidak berguna ”(Gupta dan Campbell, 1995, p. 47). Komunikasi mungkin terhalang karena kurangnya motivasi atau tekanan berlebihan pada karyawan, definisi tujuan abstrak atau resistensi karyawan. Niat baik manajemen bukanlah satu-satunya kunci untuk perbaikan.



6. KESIMPULAN Makalah ini menawarkan wawasan pertama ke tingkat manajemen kualitas perusahaan F & B Yunani, bidang yang belum banyak dipelajari dalam literatur. Kertas ini memeringkat perusahaan dalam tahap kematangan kualitas dan menekankan hubungan antara tingkat kematangan dan kecanggihan sistem biaya kualitas mereka. Bukti menunjukkan bahwa biaya kualitas, dalam bentuk model PAF, secara langsung berkaitan dengan tingkat kematangan. Semakin tinggi tingkat kematangan, semakin banyak perusahaan fokus pada kualitas yang lebih baik dan penggunaan yang lebih efektif informasi (Jespersen et al., 2016; Ayati dan Schiffauer Ova, 2014; Gupta dan Campbell, 1995). Selain itu, telah ditemukan bahwa terutama biaya penilaian dan kegagalan terbukti dalam hasil kami. Biaya pencegahan, meskipun ada, bukan merupakan komponen signifikan dari biaya kualitas yang terkait dengan setiap tingkat kematangan. Pembatasan ekonomi pada ekonomi Yunani sejak musim panas 2015, dalam bentuk kontrol modal, tidak seimbang lingkungan ekonomi dan manufaktur Yunani dan perusahaan Yunani yang tidak terorganisir. Lingkungan ini bukan merupakan “lahan subur” untuk teknikteknik kualitas biaya. Oleh karena itu, ini menjelaskan mengapa perusahaan dan manajemen mereka menunjukkan minat yang terbatas untuk berpartisipasi dalam penelitian kami. Selain itu, Charts Yunani Seragam Akun dan Standar Akuntansi Yunani tidak mencakup topik biaya kualitas oleh akun-akun terkait kualitas tertentu, yang membuat perusahaan enggan memperhatikan kualitas pemantauan dan pengukuran biaya, dan menghalangi upaya para peneliti dalam penggambaran dan analisis implementasi biaya kualitas di Yunani. Oleh karena itu, tampaknya sangat penting bahwa perusahaan-perusahaan F & B Yunani memperhitungkan karakteristik umum dari tingkat kematangan yang mereka tempatkan, dan mengevaluasi karakteristik dan atribut umumnya. Tindakan kemudian dapat diambil, sehubungan dengan sikap mereka terhadap kualitas biaya. Semakin mereka fokus pada kualitas, semakin banyak hasil positif yang akan mereka dapatkan, yang akan mengarah pada perbaikan umum semua proses dalam organisasi mereka dan akibat pencapaian tingkat kematangan yang



lebih tinggi. Oleh karena itu, model kematangan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja bagi perusahaan untuk mendekati masalah dan cacat dengan cara yang lebih holistik, untuk menetapkan prioritas dan mengatasi kesulitan. Kualitas biaya sangat diperlukan ketika mengikuti jalan ini Kami menyarankan bahwa penelitian lebih lanjut dilakukan di BS lain, selain dari F & B, untuk menghasilkan yang baru pengetahuan tentang penerapan CoQ di Yunani dan keterkaitannya dengan tingkat QMM. Akan menarik untuk memperluas bidang penelitian, dalam upaya untuk menguji apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk industri lain juga. Jangka waktu penelitian juga dapat diperluas, karena penelitian longitudinal dapat menghasilkan hasil yang menarik pada berbagai hubungan dan koneksi. Selain itu, mengingat bahwa sektor F & B di Yunani adalah komponen dominan dalam manufaktur domestik, penelitian lebih lanjut dapat menyoroti kontribusi penting bahwa perusahaan F & B yang “matang” dapat memiliki proses implementasi kualitas biaya oleh mayoritas perusahaan Yunani. Penelitian kami menegaskan bahwa perusahaan yang “matang” dicirikan oleh konsistensi, fokus pada peningkatan berkelanjutan dan komitmen terhadap kualitas biaya. Untuk alasan inilah "dewasa" perusahaan perlu menyadari peran utama mereka terhadap gelombang umum manajemen mutu implementasi dan, dengan demikian, menetapkan fondasi untuk "memulai kembali" keseluruhan ekonomi Yunani. Akhirnya, penelitian ini dapat memicu diskusi di antara kamar-kamar yang bertanggung jawab, komunitas akademis dan negara, untuk kebutuhan kerangka akuntansi yang direformasi, yang relevan dengan persyaratan kualitas biaya.