Kepemimpinan Perempuan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

 



BAB I PENDAHULUAN   1.1.



Latar Belakang  Dalam kehidupan masyarakat kita dapat diamati bahwa perempuan lebih



dilibatkan sebagai konsumen pembangunan dan tidak dilibatkan dalam proses pembangunan itu sendiri akibatnya perempuan hanya pasif menghadapi proses pembangunan tersebut. Pada kebudayaan kita terutama masyarakat tradisional sering menempatkan perempuan sebagai makhluk sekunder karena fungsi reproduksi yang di sangga seluruhnya oleh perempuan sehingga berkurangnya kesempatan untuk berperan aktif dalam kegiatan publik. Dalam seluruh kegiatan publik lebih di dominasi oleh kaum laki-laki sedangkan perempuan sering di identikkan dengan kegiatan domestik saja seperti mengurus rumah,mengurus anak dll sehingga potensi-potensi yang di miliki hanya terbuang sia-sia. Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang gagah, berani dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki. Akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi pemimpin, karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan male chauvinisticnya. Dalam konteks pendidikan, Goldring dan Chen (1994) mengatakan bahwa para perempuan di Inggris Raya dan di manapun kebanyakan



 perempuan hanya berperan dalam profesi mengajar, namun relatif sedikit dan jarang ada yang memiliki posisi-posisi penting  pemegang otoritas dalam sejumlah sekolah menengah perguruan tinggi dan adminsitrasi lokal pendidikan. Ketika kita membicarakan tentang kepemimpinan seorang perempuan mau tak mau kita tidak dapat terlepas dari sub-bab tentang gender. Gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang di kostruksi secara sosial yakni  perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan di ciptakan oleh manusia melalui  proses sosial dan kultural yang panjang. perubahan ciri dan sifatsifat tersebut dapat terjadi dari tempat ke tempat lain dan sering pula gender pada suatu masyarakat di dasarkan pada konstruksisosial, kultural ataupun agama. 1.2.Rumusan Masalah Apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan?







Bagaimanakahkepemimpinan perempuan?







Seperti apa tipe-tipe kepemimpinan?



1.3.







Tujuan  1.Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan. 2. Mengetahui bagaimana kepemimpinan perempuan. 3.Mengetahui tipe-tipe kepemimpinan.



  



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh



secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. 2. Tipe Kepemimpinan Ada empat tipe kepemimpinan yang dapat digunakan untuk berbagai organisasi: a. Directive adalah salah satu tipe kepemimpinan tertua dan seringkali disebut juga dengan  pendekatan otoriter. Dalam tipe ini, pemimpin akan menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu dan mengharapkan mereka untuk segera melakukannya. b.Participative, dalam tipe ini, pemimpin mencari input dari pihak lain dan mengajak orang-orang yang relevan dengan pembahasan untuk pengambilan keputusan. c.Laissez-faire, mendorong inisiatif dari banyak pihak agar bersama-sama memikirkan bagaimana  proses pengerjaan sampai menghasilkan outcome. d. Adaptive, gaya kepemimpinan yang mengalir dan menyesuaikan gaya sesuai dengan keadaan lingkungan dan individu yang berpartisipasi. 2.2.Gaya Kepemimpinan



Gaya kepemmpinan setiap pemimpin tentu berbeda, tergantung dari masingmasing pemimpinnya. Seorang pemimpin laki-laki biasanya cenderung tegas, sedangkan seorang pemimpin perempuan biasanya lebih afiliasi. Beberapa peneliti telah menulis definisi mengenai gaya kepemimpinan, diantaranya gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi orang lain, gaya kepemimpinan merupakan perwujudan dari tingkah laku seorang pemimpin, dan gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan seseorang (Ali,2013 ; Kristianti,2012 ; Rachmawati,2010). Namun dalam penelitian ini gaya kepemimpinan menurut Ali (2013) yang penulis gunakan. Gaya kepemimpinan merupakan pola  prilaku para pemimpin yang dilakukan pemimpin selama melaksanakan suatu pekerjaan dengan dan melalui orang lain. Penulis mengambil pengertian dari salah satu para ahli ini karena menurut penulis gaya kepemimpinan merupakan sebuah prilaku dari seorang  pemimpin dalam melaksanakan suatu pekerjaan guna mempengaruhi orang lain. 2.3. Kepemimpinan Perempuan Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan dengan sosok yang lemah, halus dan emosional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang gagah, berani dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum laki-laki. Akibatnya, jarang sekali perempuan untuk bisa tampil menjadi pemimpin, karena mereka tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan male chauvinistic-nya. Dalam konteks pendidikan, Goldring dan Chen (1994)



mengatakan bahwa para perempuan di Inggris Raya dan di manapun kebanyakan perempuan hanya berperan dalam profesi mengajar, namun relatif sedikit dan jarang ada yang memiliki posisi-posisi penting  pemegang otoritas dalam sejumlah sekolah menengah perguruan tinggi dan adminsitrasi lokal pendidikan. Sejalan dengan gerakan emansipasi dan gerakan kesetaraan gender yang intinya berusaha menuntut adanya persamaan hak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, maka setahap demi setahap telah terjadi pergeseran dalam mempersepsi tentang sosok perempuan. Mereka tidak dipandang lagi sebagai sosok lemah yang selalu berada pada garis belakang, namun mereka bisa tampil di garis depan sebagai  pemimpin yang sukses dalam berbagai sektor kehidupan, yang selama ini justru dikuasai oleh kaum laki-laki. Anda mungkin pernah menyaksikan acara Fear Factor, sebuah acara reality show di televisi (pernah ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia) yang menyuguhkan tantangan yang sangat ekstrem kepada para pesertanya untuk berkompetisi memperebutkan sejumlah uang, Para peserta kadang-kadang terdiri dari gabungan laki-laki dan perempuan. Mereka berkompetisi melalui beberapa tantangan ekstrem untuk menguji ketahanan fisik dan psikisnya, seperti makan kecoa, berkubang dengan kotoran dan bangkai, dan berbagai jenis tantangan ekstrem lainnya (tentunya  penyelenggara sudah memperhitungkan secara cermat standar keamanannya). Dari  beberapa episode tayangan, ternyata tidak sedikit yang menjadi pemenangnya justru dari kalangan perempuan. Artinya, mithos yang selama ini perempuan dianggap sebagai makhluk lemah, dengan menyaksikan tayangan acara televisi tersebut kita bisa melihat bahwa sebenarnya



kaum perempuan pun bisa menunjukkan dirinya sebagai makhluk yang luar biasa kuat dan berani, dan tidak kalah dari kaum laki-laki. Secara esensial dalam manajemen dan kepemimpinan pun pada dasarnya tidak akan jauh  berbeda dengan kaum laki-laki. Kita mencatat beberapa tokoh perempuan yang berhasil menjadi pemimpin, Margareth Tatcher di Inggris yang dijuluki sebagai “Si Wanita Besi”, Indira Gandhi di India, Cory Aquino di Philipina, Megawati di Indonesia



dan



tokoh-tokoh



perempuan



lainnya.



Dalam



konteks



pendidikan, fenomena kepemimpinan perempuan memang telah menjadi daya tarik tersendiri untuk diteliti lebih jauh. Studi yang dilakukan Coleman (2000) menunjukkan kepala-kepala sekolah dan para manajer senior perempuan lainnya di Inggris dan Wales mengindikasikan mereka cenderung berperilaku model kepemimpinan transformatif dan artisipatif. Studi lainnya tentang kepala-kepala guru dan dan kepala-kepala sekolah perempuan di Amerika Serikat, Inggris Raya, Australia, Selandia Baru dan Kanada menunjukkan bahwa para manajer perempuan tampil  bekerja secara kooperatif dan memberdayakan koleganya serta memfungsikan team work secara efektif (Blackmore, 1989; Hall, 1996; Jirasinghe dan Lyons, 1996). Hasil lain dari studi yang dilakukan Jirasinghe dan Lyons, (1996) mendeskripsikan tentang kepribadian pemimpin perempuan sebagai sosok yang lebih supel, demokratis,  perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti, berperasaan dan berhati-hati. Selain itu, mereka cenderung menjadi sosok pekerja tim, lengkap dan sempurna. Mereka juga mengidentifikasi diri dan mempersepsi dirinya sebagai sosok yang lebih rasional, relaks, keras hati, aktif dan kompetitif. Dalam hal-hal tertentu terdapat perbedaan penting antara laki-laki dan perempuan



dalam manajemen dan kepemimpinan, sebagaimana disampaikan oleh Shakeshaft (1989) berdasarkan hasil peninjauan ulang penelitian di Amerika Serikat, bahwa:  Perempuan cenderung memiliki lebih banyak melakukan kontak dengan atasan dan  bawahan, guru dan murid. Perempuan menghabiskan banyak waktu dengan para anggota komunitas dan dengan koleganya, walaupun mereka bukanlah perempuan. Mereka lebih informal. Mereka peduli terhadap perbedaan-perbedaan individual murid. Mereka lebih memandang posisinya sebagai seorang pemimpin pendidikan daripada seorang manajer, dan melihat kerja sebagai suatu pelayanan terhadap komunitas Terdapat suatu sikap kurang menerima terhadap para pemimpin perempuan dari  pada laki-laki. Oleh karenanya, para pemimpin perempuan hidup dalam dunia yang terpendam dan gelisah. Perempuan cenderung lebih menggunakan model manajemen partisipatoris, dan menggunakan strategistrategi kolaboratif dalam menyelesaikan konflik. Kendati demikian, sangat disayangkan dari berbagai penelitian tentang kesuksesan kepemimpinan perempuan dalam organisasi, khususnya organisasi  pendidikan, tampaknya jarang sekali yang mengungkap tentang korelasi kesuksesan  perempuan dalam memimpin organisasi dengan kehidupan keluarganya. Apakah mereka dapat sukses juga dalam memerankan dirinya sebagai seorang ibu atau seorang istri? Apakah para suami merasa bahagia dan tidak merasa kecil hati dengan kesuksesan istrinya? Apakah putera-puterinya tidak menjadi terlantar? 2.4. Profesionalisme dan Kompetensi Perempuan sebagai Pemimpin Bila seorang wanita ingin menjadi pemimpin yang sukses, sebaiknya ia berkonsentrasi untuk mengakui sisi kompetensi-kompetensi unggul tersebut.



Paling tidak, ia harus memiliki pengetahuan yang memadai, mampu memperlihatkan keahlian yang timbul dari pengalamannya, serta memiliki talenta yang mendukung  pencapaiannya. Identifikasi talenta. Jika wanita tersebut memiliki talenta maximizer, strategic, communication, developer, dan achiever maka ia dapat meyakini diri termasuk wanita yang mempunyai potensi untuk berhasil sebagai pemimpin. Usahakan untuk mengetahui profil kompetensi manajerial di dalam perusahaan yang berkaitan dengan kompetensi keinginan berprestasi, katalisator perubahan, fleksibilitas, mengembangkan orang lain dan komunikasi. Identifikasi tuntutan di setiap perilaku dan menjadikannya sasaran pengembangan dalam waktu tertentu. Tiga kompetensi dalam waktu 6 bulan merupakan sasaran yang luar biasa. 2.5.Gaya Kepemimpinan Laki-Laki Dan Wanita Sering kita melihat pemimpin perusahaan atau organisasi yang bergender perempuan, bahkan posisi middle management pun telah banyak diisi oleh kaum wanita. Seorang peneliti dari amerika, pernah melakukan penelitian mengenai gaya kepemimpinan lelaki dan wanita, penelitian itu dilakukan untuk mengkaji keberhasilan dan pencapaian antara pria dan wanita, serta kedua-dua gender tersebut layak untuk memimpin. Keberhasilan dan pencapaiannya yang hampir setara terlihat tetapi yang mebedakannya adalah dari sudut cara atau prosesnya. Menurut Schermerhorn (1999), pemimpin wanita selalu lebih cenderung untuk bertingkah laku secara demokratik dan mengambil bagian dimana mereka lebih menghormati dan prihatin terhadap pekerjanya/bawahannya dan berbagi ‘kekuasaan’ serta perasaan dengan orang lain. Gaya kepemimpinan ini dikenal



sebagai kepemimpinan interatif yang menekankan aspek keseluruhan dan hubungan baik melalui komunikasi dan persepsi yang sama. Secara perbandingan, pemimpin lelaki lebih cenderung ke arah kepemimpinan “tendency “. Dengan cara ini mereka lebih terarah untuk tetap terjaga dan berkelakuan secara asertif .Jika keadaan ini terjadi, maka mereka lebih banyak mengunakan otoritas dari segi tradisional dengan kecenderungan memberi arahan dan nasehat yang lebih banyak. Kajian yang dijalankan oleh Sharpe (2000) mendapati bahwa wanita selalu lebih mementingkan hubungan interpersonal, komunikasi, motivasi pekerja, berorientasi tugas, dan bersikap lebih demokratis dibandingkan dengan lelaki yang lebih mementingkan aspek perancangan strategik dan analisa. Penelitian tersebut juga mendapati bahwa wanita mendapat nilai lebih tinggi dari segi penilaian kerja dibandingkan lelaki. Secara umum, gaya kepemimpinan lelaki dan wanita adalah sama tetapi situasinya yang akan mungkin berbeda. Penelitian dilakukan di amerika serikat, mendapati bahwa pemimpin lelaki lebih berkesan didalam organisasi ketentaraan, sementara wanita dalam organisasi pendidikan dan sosial.



BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan Kompleknya permasalahan yang di hadapi perempuan saat ini membutuhkan strategi mendasar yang mampu mengubah pandangan masyarakat terhadap mereka. gerakan pemberdayaan perempuan adalah salah satunya denagn pemberdayaan  perempuan di harapkan mampu meningkatkan kualitas perempuan itu sendiri sehingga  perempuan tidak lagi di anggap sebagai makhluk skunder setelah laki-laki. Salah satunya yaitu wanita menjadi seorang pemimpin dalam memimpin wanita memerlukan kompetensi dan profesionalisme yang tinggi di samping itu dia juga harus mempunyai kecapakan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. 3.2. Saran Meningkatkan kemampuan perempuan untuk melibatkan diri dalam pembangunan. misal : Ikut dalam sebuah organisasi.   Meningkatkan kemampuan perempuan sebagai pemimpin agar dapat terlibat dalam  perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi kegiatan



DAFTAR PUSTAKA Faras, Nahiyah Jaidi, kepemimpinan wanita pemimpin dalam oragnisasi wanita, 1995: 80. Adler ( john L. Collard) leadership and gender, 2001:343. Nugroho Riant,  gender dan strategi pengarus-utamanya di indonesia. 2008 : 29. Nahiyah J. F, Lies Endarwati, Musaroh. 2012. Self Evaluation Kepemimpinan Transformational Aktivis Perempuan Politik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Ekonomi UNY Shihab, Quraisy.  Perempuan.2009. Lentera Hati: Jakarta Umar, Nasarudin. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an.2001. Paramadina: Jakarta