Kerangka Makalah Kuliah Landasan Transformasi Nilai Budaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN Tentang TRANSFORMASI NILAI BUDAYA DALAM PENDIDIKAN



Oleh: Kelompok 7 BAHRIL ILMIWAN



15175005



WANDRIANTO



15175046



ZAIRA ULFA



14175040



Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Festiyed, M.S.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2016



KATA PENGANTAR Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah dengan judul “Transformasi Nilai-Nilai Budaya dalam Pendidikan”. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan masalah, namun hal tersebut dapat diatasi dengan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Terutama kepada Ibu Prof Dr. Festiyed, MS yang telah membimbing penulis menyelesaikan makalah ini. Maka penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan yang sangat membantu sebagai pencarian bahan dalam pembuatan tugas ini, dan teman-teman yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini telah diusahakan untuk dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin, namun kami sebagai penyusun menyadari bahwa tidak ada karya yang sempurna. Untuk itu semua kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, sebagai bahan penyempurnaan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua serta mendapat Ridha disisi Allah swt. dan dapat menjadi salah satu referensi dalam ilmu pengetahuan.



Padang, Desember 2016



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 PENDAHULUAN ...................................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3 C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3 D. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3 BAB II KAJIAN TEORI..........................................................................................4 A. Transformasi ................................................................................................ 4 1. Pengertian Transformasi ......................................................................... 4 2. Faktor Penyebab Transformasi ............................................................... 5 3. Proses Transformasi ............................................................................... 5 B. Transformasi Nilai ....................................................................................... 6 C. Budaya ......................................................................................................... 9 1. Teori Orientasi Nilai Budaya ................................................................ 11 2. Teori Budaya Fungsional ..................................................................... 13 3. Teori Sinkronisasi Budaya.................................................................... 13 D. Nilai Budaya dalam Pembelajaran ............................................................ 14 BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 17 BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 23 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk tinggal bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini terutama pada aktivitas hidup yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam menjawab tantangan alam, manusia saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga suatu masyarakat dan aturan yang menyebabkan suatu hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Adanya norma-norma, adat istiadat, kepercayaan dalam suatu masyarakat, semuanya berhubungan dengan keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan yang serasi, baik dalam pengelolaan alam maupun dalam hubungan sosial. Melihat hubungan tersebut maka kebudayaan menjadi mekanisme kontrol bagi kelakuan manusia. Adanya tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini berkembang menjadi masyarakat menjadi dinamis. Setiap saat timbul berbagai pemikiran untuk memberikan respon terhadap tantangan alam tersebut. Dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukung. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem. Pada hakikatnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan,



dan



dilaksanakan



seiring



dengan



proses



perubahan



social



kemasyarakatan. Pelaksanaan nilai-nilai budaya merupakan manifestasi, dan legitimasi masyarakat terhadap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilainilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan karakter privat maupun karakter publik. Dengan kata lain, budaya tidak bisa



1



dipisahkan dari seluruh pola aktivitas masyarakat dan budaya pula memiliki peran yang sangat vital dalam proses pembangunan karakter bangsa. Konspesi di atas menunjukan bahwa betapa pentingnya budaya dan nilainilai yang terkandung dalam budaya sebagai pondasi dalam pembangunan karakter bangsa. Artinya, percuma kita bicara, menggaungkan, dan mendesain pembangunan karakter bangsa tanpa memperhatikan keragaman budaya lengkap dengan nilai-nilainya. Sebab karakter bangsa dibangun bukan berdasarkan pada formula yang instan dan kondisi yang instan pula, melainkan dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan aktivitas masyarakat yang terbina secaru turun temurun. Dan itu bisa diperoleh apabila kita memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa ini. Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sampai saat ini belum optimal dalam upaya membangun karakter warga negara, bahkan setiap saat kita saksikan berbagai macam tindakan masyarakat yang berakibat pada kehancuran suatu bangsa yakni menurunnya perilaku sopan santun, menurunnya perilaku kejujuran, menurunnya rasa kebersamaan, dan menurunnya rasa gotong royong diantara anggota masyarakat. Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan budaya yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Budaya berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak.



2



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana transformasi nilai-nilai budaya dalam pendidikan menurut pandangan budaya Indonesia, Islam, dan Jepang.



C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana transformasi nilai-nilai budaya dalam pendidikan menurut pandangan budaya Indonesia, Islam, dan Jepang.



D. Manfaat Penulisan Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.



Penulis lain, sebagai tambahan wawasan, sumber ide dan referensi mengenai manusia, kemanusiaan dan pendidikan dan syarat memenuhi tugas mata kuliah landasan ilmu pendidikan.



2.



Penulis, sebagai modal dasar untuk mengembangkan diri dalam bidang penulisan, menambah pengetahuan dan pengalaman.



3



BAB II KAJIAN TEORI



A. Transformasi 1. Pengertian Transformasi Kata transformasi berasal dari bahasa latin “transformare”, yang artinya mengubah bentuk. Secara etimologi (lughawy) Komaruddin dalam bukunya Kamus Riset (1984) menyebutkan bahwa transformasi adalah “perubahan bentuk atau struktur, (konversi dari suatu bentuk kebentuk yang lain)”. Secara terminologi (istilah), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) transformasi adalah perubahan rupa, bentuk, sifat, dan fungsi. Sedangkan dalam ensiklopedi umum,



‘transformasi’



merupakan istilah



ilmu



eksakta



yang kemudian



diperkenalkan ke dalam ilmu sosial yang memiliki maksud perubahan bentuk dan secara lebih rinci memiliki arti perubahan fisik maupun nonfisik (bentuk, rupa, sifat, dan sebagainya). Selain itu, transformasi diartikan sebagai sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate, dimana perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya



melalui



proses



menggandakan



secara



berulang-ulang



atau



melipatgandakan. Dalam pandangan islam, makna dari kata transformasi ini dapat dilihat dari firman Allah Q.S Ar-Ra’d: 11 Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S Ar-Ra’d: 11) Secara umum, transformasi memiliki beberapa kategori, yaitu: a. Transformasi bersifat Tipologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama.



4



b. Transformasi bersifat gramatikal hiyasan (ornamental) dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, melipat dan lain-lain c. Transformasi bersifat refersal (kebalikan) pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya. d.



Transformasi bersifat distortion (merancukan) kebebasan perancang dalam beraktifitas.



2. Faktor Penyebab Transformasi Terjadinya transformasi, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: a. Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan. b. Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat, pengaruh kontak dengan budaya lain dan munculnya penemuanpenemuan baru mengenai manusia dan lingkuangannya. c. Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian yang masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk diganti demi mengikuti mode. 3. Proses Transformasi Menurut Habraken yang dikutip oleh Pakilaran, 2006 dalam situsnya proses-proses transformasi, menguraikan proses transformasi yaitu sebagai berikut: a. Perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit b. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses itu akan berakhir tergantung dari faktor yang mempengaruhinya c. Komprehensif dan berkesinambungan d. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat. Proses transformasi mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial budaya masyarakat yang muncul melalui proses panjang, terkait



5



dengan aktifitas-aktifitas yang terjadi pada saat itu. Trasformasi tidak dapat diduga kapan dimulai dan kapan akan berakhir



AGAMA



Bagan 1. Proses Transformasi (sumber : www.google.com) Berdasarkan bagan diatas dapat disimpulkan bahwa transformasi adalah suatu perubahan dari satu kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir) yang dapat terjadi secara terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, yang menyangkut perubahan sosial, budaya, agama dan politik masyarakat karena tidak dapat lepas dari proses perubahan baik lingkungan (fisik) maupun manusia (non fisik).



B. Transformasi Nilai Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Daryanto, 1994:208) kata transformasi artinya “perubahan rupa, atau perubahan bentuk”. Kata transformasi berasal dari dua kata dasar, „trans dan form‟. Trans berarti melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya (across), atau melampaui (beyond); dan kata form berarti bentuk. Transformasi sering pula diartikan adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas. Pemakaian kata transformasi menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal (http://pukatbangsa.wordpress.com). Transformasi merupakan perpindahan atau pergeseran suatu hal ke arah yang lain atau baru tanpa mengubah struktur yang terkandung didalamnya, meskipun dalam bentuknya yang baru telah mengalami perubahan. Kerangka 6



transformasi budaya adalah struktur dan kultur. Sementara itu menurut Capra (Pujileksono, 209:143) transformasi melibatkan perubahan jaring-jaring hubungan sosial dan ekologis. Apabila struktur jaring-jaring tersebut diubah, maka akan terdapat didalamnya sebuah transformasi lembaga sosial, nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran. Transformasi budaya berkaitan dengan evolusi budaya manusia. Transformasi ini secara tipikal didahului oleh bermacam-macam indikator sosial. Transformasi budaya semacama ini merupakan langkah-langkah esensial dalam perkembangan peradaban. Semua peradaban berjalan melalui kemiripan siklus proses-proses kejadian, pertumbuhan, keutuhan dan integritas. Menurut Kayam (Pujileksono, 2009:143) transformasi mengandaikan suatu proses pengalihan total dari suatu bentuk sosok yang baru yang akan mapan. Transformasi diandaikan sebagai tahap akhir dari suatu proses perubahan. Transformasi dapat dibayangkan sebagai suatu proses yang lama dan bertahap, akan tetapi dapat pula dibayangkan sebagai suatu titik balik yang cepat bahkan berubah dengan cepat. Transformasi sosial budaya di Indonesia yang digambarkan oleh Kayam sebagai tantangan yang berat. Transformasi tersebut adalah menarik budaya etnis ketataran kebudayaan kebangsaan dan menggeser budaya agraris tradisional ke tataran budaya industri (Pujileksono, 2009:144). Transformasi sosial budaya di Indonesia terus berlangsung ke arah yang lebih rumit dan kompleks. Tradisi lama yang telah ada sebelumnya dipertanyakan, tetapi tradisi baru belum tentu dapat ditumbuhkan. Transformasi menjadi masyarakat dengan budaya baru yang berciri Indonesia, berusaha tetap mempertahankan tradisi dan nilai budaya etnis. Transformasi menurut Kuntowijoyo (2006:56) adalah konsep ilmiah atau alat analisis untuk memahami dunia. Karena dengan memahami perubahan setidaknya dua kondisi/keadaan yang dapat diketahui yakni keadaan pra perubahan dan keadaan pasca perubahan. Transformasi merupakan usaha yang dilakukan untuk melestarikan kearifan lokal agar tetap bertahan dan dapat dinikmati oleh generasi berikutnya agar mereka memliliki karakter yang tangguh sesuai dengan karakter yang disiratkan oleh ideologi Pancasila. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa transformasi adalah perpindahan dari



7



satu tempat ke tempat yang lain, dan menyebabkan perubahan pada satu objek yang telah dihinggapi oleh sesuatu tersebut. Jadi transformasi dapat menyebabkan perubahan pada satu objek tertentu. Nilai adalah suatu pengertian atau pensifatan yang digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda, Rachman (Hakam, 2007:57). Berdasarkan pengertian tersebut nilai adalah sesuatu penghargaan yang diberikan kepada benda agar benda tersebut bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Nilai (value) merupakan wujud dari aspek afektif (affective domain) serta berada dalam diri seseorang, dan secara utuh dan bulat merupakan suatu sistem, dimana bermacam nilai (nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, hukum, estetis, etik, dan lainlain) berpadu jalin menjalin serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu kesatuan yang utuh. Sistem nilai ini sangat dominan menentukan perilaku dan kepribadian seseorang (Fraenkel, 1977:10). Nilai sangat berpengaruh karena merupakan pegangan emosional seseorang (values are powerful emotional commitment) (Djahiri, 1985:18). Berdasarkan pendapat tersebut nilai merupakan suatu keyakinan manusia yang dianggap penting mengenai apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan seharihari, maupun bidang estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan, bahkan nilai masuk ketika manusia memahami agama dan keyakinan beragama. Oleh karena itu, nilai berhubungan dengan sikap seseorang sebagai warga masyarakat, warga suatu bangsa, sebagai pemeluk suatu agama dan warga dunia. Dalam konteks tersebut maka manusia dikategorikan sebagai makhluk yang bernilai. Senada dengan hal tersebut Hakam (2007:197) mengungkapkan bahwa manusia sebagai makhluk yang bernilai memiliki dua konteks, pertama akan memandang nilai sebagai suatu yang objektif, apabila dia memandang nilai itu ada meskipun tanpa ada yang menilainya, bahkan memandang nilai telah ada sebelum adanya manusia sebagai penilai. Pandangan kedua memandang nilai itu subjektif, artinya nilai sangat tergantung pada subjek penilainya. Jadi nilai memang tidak akan ada dan tidak



8



akan hadir tanpa hadirnya penilai. Oleh karena itu, nilai melekat dengan subjek penilai. Nilai dalam pengertian ini bukan diluar sipenilai tetapi inheren dengan subjek yang menilai. Nilai dalam objek bukan penting atau tidak penting pada objek sejatinya, melainkan tergantung sipenilai memberikan persepsi terhadap objek tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang telah ada tetapi untuk memastikan nilai tersebut ada dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap diri individu, masyarakat, bahkan bangsa dan negara maka diperlukan pengembangan serta transformasi nilai-nilai tersebut melalui kebiasaan-kebiasaan positif yang berlaku di masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan yang berada dan dilaksanakan oleh masyarakat merupakan bukti bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat budaya yang mengikat yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan bersama, karena dalam budaya tersebut terdapat nilai-nilai yang sanantiasa menunjang tercapainya kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, agar nilai-nilai yang terdapat dalam budaya dapat terinternalisasi dalam kehidupan masyarakat maka diperlukan usaha dalam bentuk transformasi nilai-nilai budaya kepada masyarakat agar masyarakat dapat mempertahankan dan melaksanakan nilai-nilai budaya tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa transformasi nilai adalah upaya yang dilakukan untuk menurunkan atau memindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya kepada masyarakat agar masyarakat memiliki karakter yang baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara.



C. Budaya Ditinjau dari asal kata, kebudayaan berarti penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani, Baker (Niode, 2007:9). Menurut Koentjaraningrat (1985:200-201) kebudayaan dapat digolongkan atas tiga wujud yaitu; 1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, selanjutnya disebut sistem budaya, 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari



9



manusia dan masyarakat atau disebut sistem sosial, 3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda dari hasil karya atau disebut kebudayaan fisik. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan budaya memiliki nilai-nilai yang berada dalam alam pikiran manusia mengenai aspek-aspek yang dianggap penting untuk dirujuk dan dipedomani dalam berpikir, berperilaku dan bertindak pada semua unsur kehidupan. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi atau akal manusia. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan „hal-hal yang bersangkutan dengan akal‟ (Koentjaraningrat, 2009:146). Menurut Taylor (Harsojo, 1984:92) kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang diadaptasi oleh manusia sebagai anggota masyarakat‟. Hal ini sesuai dengan pendapat Harsojo (1984:93) kebudayaan meliputi “seluruh kelakuan masyarakat semuanya tersusun dari kehidupan oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan hasil kelakuan manusia yang diatur”. Sedangkan menurut D‟Andrade (Supardan, 2008:201) pengertian kebudayaan mengacu pada kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang kontras dengan makna sehari-hari yang hanya merujuk pada warisan sosial tertentu yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan pengertian budaya atau kebudayaan merupakan keseluruhan kompleksitas aktivitas masyarakat, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, hukum, adat istiadat, serta kebiasaankebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Pada dasarnya budaya memiliki nilai, diantaranya nilai kerja sama atau gotong royong. Hal ini sesuai dengan pendapat Niode (2007:51) pada dasarnya nilai-nilai budaya terdiri dari; nilai yang menentukan identitas sesuatu, nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan, nilai agama yang berbentuk kedudukan, nilai seni yang menjelaskan keekspresian, nilai kuasa atau politik, nilai



10



solidaritas yang menjelma dalam cinta, persahabatan, gotong royong dan lain-lain. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya memiliki nilainilai yang diwariskan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi yang lain dan diantara nilai budaya tersebut adalah nilai solidaritas yang termanifestasikan dalam cinta, persahabatan, dan gotong-royong. Dalam perkembangan budaya jika tidak mendapat perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat maupun pemerintah, maka eksistensi budaya akan mengalami ketertinggalan bahkan akan mengarah pada hilangnya budaya tersebut. Kaitannya dengan hal ini, berikut beberapa teori mengenai budaya yaitu: 1. Teori Orientasi Nilai Budaya Menurut



seorang



ahli



antropologi



terkenal



yaitu



Kluckhohn



(Koentjaraningrat, 2009:154-155) bahwa setiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan mengandung lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah sebagai berikut: (1) Masalah hakikat dari hidup manusia (selanjunya disingkat MH) (2) Masalah hakikat dari karya manusia (selanjunya disingkat MK) (3) Masalah hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (selanjutnya disingkat MW) (4) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjunya disingkat MA) (5) Masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM) Cara berbagai kebudayaan di dunia mengonsepsikan kelima masalah universal tersebut berbeda-beda, walaupun kemungkinan untuk bervariasi itu terbatas adanya. Misalnya mengenai masalah pertama, ada kebudayaan yang memandang hidup manusia pada hakikatnya suatu hal yang buruk dan menyedihkan, dan karena itu harus dihindari. Adapun kebudayaan-kebudayaan lain memandang hidup manusia itu pada hakikatnya buruk, tetapi manusia dapat mengusahakan untuk menjadikannya suatu hal yang baik dan menggembirakan. Mengenai masalah kedua (MK), ada kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkan hidup,



11



kebudayaan lain lagi menganggap hakikat dari karya manusia itu untuk memberikannya suatu kedudukan penuh kehormatan dalam masyarakat, sedangkan kebudayaan-kebudayaan lagi menganggap hakikat karya manusia itu sebagai suatu gerak hidup yang harus lebih banyak menghasilkan karya lagi. Kemudian mengenai masalah ketiga (MW), ada kebudayaan yang memandang penting masa lampau dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan serupa itu orang akan lebih sering menjadikan pedoman tindakannya contohcontoh dan kejadiankejadian dalam masa lampau. Sebaliknya, ada banyak pula kebudayaan dimana orang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit. Warga dari suatu kebudayaan serupa itu tidak akan memusingkan diri dengan memikirkan zaman yang lampau ataupun masa yang akan datang. Mereka hidup menurut keadaan pada masa sekarang ini. Kebudayaan-kebudayaan lain lagi justru mementingkan pandangan yang berorientasi sejauh mungkin terhadap masa yang akan datang. Dalam kebudayaan seperti itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting. Selanjutnya mengenai masalah keempat (MA), ada kebudayaan yang memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat sehingga manusia pada hakikatnya hanya dapat bersifat menyerah saja tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya, banyak pula kebudayaan lain, yang memandang alam sebagai suatu hal yang dapat dilawan oleh manusia, dan mewajibkan manusia untuk selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain lagi menganggap bahwa manusia hanya dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam. Akhirnya, mengenai masalah kelima (MM), ada kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya. Dalam tingkah lakunya manusia yang hidup dalam suatu kebudayaan serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh, pemimpin, orang-orang senior, atau atasan. Kebudayaan lain lebih mementingkan hubungan horisontal antara manusia dengan sesamanya. Orang dalam suatu kebudayaan seperti itu akan sangat merasa tergantung kepada sesamanya. Usaha untuk memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesamanya merupakan suatu hal yang dianggapnya sangat penting dalam hidup. Selain itu, ada banyak kebudayaan lain yang tidak



12



membenarkan anggapan bahwa manusia tergantung orang lain dalam hidupnya. Kebudayaan seperti itu, sangat mementingkan individualisme, menilai tinggi anggapan bahwa manusia harus berdiri sendiri dalam hidupnya, dan sedapat mungkin mencapai tujuannya tanpa bantuan orang lain. Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam budaya dan merupakan kristalisasi dari nilai Pancasila adalah; kebersamaan, persatuan dan kesatuan, toleransi, musyawarah mufakat, empati, cinta tanah air, dan gotong royong. Inilah diantara nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan menjadi modal masyarakat Indonesia dalam melangsungkan aktivitasnya dari zaman dahulu sampai sekarang.



2. Teori Budaya Fungsional Inti dari teori budaya fungsional yang dikembangkan oleh Malinowski adalah segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (Koentjaraningrat, 2009:171). Aliran fungsional menyatakan bahwa budaya adalah keseluruhan alat dan adat yang sudah merupakan suatu cara hidup yang telah digunakan secara luas, sehingga manusia berada dalam keadaan yang lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam penyesuaiannya dengan alam sekitarnya.



3. Teori Sinkronisasi Budaya Teori Hamelink (http://walidrahmanto.blogspot.com) ini menguraikan: “lalu lintas produk budaya masih berjalan satu arah dan pada dasarnya mempunyai model yang sinkronik”. Maksudnya negara-negara Barat dan Amerika menawarkan suatu model yang diikuti negara-negara satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau atau bahkan menghadapi jurang kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik dari budaya nusantara dalam spektrum nilai kemanusiaan yang telah berevolusi berabad-abad berangsur-angsur cepat termarjinalkan oleh budaya mancanegara yang tidak jelas manfaatnya. Ironisnya



13



hal tersebut terjadi ketika teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga dengan mudah melakukan pertukaran dan penyebaran budaya. Dalam sumber yang sama Hamelink mengatakan bahwa: Dalam sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu konfrontasi budaya seperti kita alami saat ini. Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah dimana budaya yang satu dengan budaya yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan menghasilkan budaya yang lebih kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan memusnahkan budaya yang pasif dan lebih lemah. Bila otonomi budaya didefinisikan sebagai kapasitas masyarakat untuk memutuskan alokasi sumber dayanya sendiri demi suatu penyesuaian diri yang memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi budaya tersebut jelas merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya. Teori tersebut menjelaskan bahwa dalam hal perkembangan budaya idealnya dapat dilakukan melalui konfrontasi dua arah, dimana budaya yang satu saling mempengaruhi budaya yang lain dan tidak menonjolkan pemaksaan budaya yang satu kepada budaya yang lain sehingga yang terjadi adalah menambah kekayaan budaya di bumi ini. Tetapi justru yang terjadi sekarang ini adalah konfrontasi satu arah, yang berorientasi pada dominasi budaya yang satu terhadap budaya yang lain sehingga berimplikasi pada punahnya budaya bangsa atau kearifan lokal.



D. Nilai Budaya dalam Pembelajaran Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya sebuah kebudayaan adalah cita-cita tertinggi yang berharga untuk diperjuangkan. Beberapa dari nilai budaya tersebut adalah nilai kejujuran dan patriotisme (Manan: 89). Spranger mengemukakan nilai pokok dalam setiap kebudayaan, yaitu:



14



a. Nilai teori yang menentukan identitas sesuatu b. Nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan c. Nilai agama d. Nilai ekspresi e. Nilai kuasa atau politik f. Nilai solidaritas



Selain itu dalam sumber lain (Direktorat Pembinaan SMA) diperoleh nilainilai budaya yang berharga untuk diperjuangkan terdapat pada Tabel 1 berikut ini.



Tabel 1. Deskripsi Nilai-Nilai Budaya



No



Nilai Budaya



1



Jujur



2



Toleransi



3



Disiplin



4



Kerja keras



5



Mandiri



6



Demokratis



7



Rasa ingin tahu



8



Semangat kebangsaan



9



Menghargai prestasi



10



Tanggung jawab



Deskripsi Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.



Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap 15



11



Gemar membaca



diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.



Beberapa nilai budaya sudah dieksplisitkan dalam kurikulum 2013. Ini tampak dari Kompetensi Inti 2 ranah sosial. Seperti tampak dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2. Nilai-Nilai Budaya Yang Dieksplisitkan Dalam K-13 KI 2 KD 2. 1 Menghayati dan mengamalkan perilaku Berperilaku ilmiah (memiliki rasa jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli ingin tahu; objektif; disiplin, jujur; (gotong royong, kerjasama, toleran, teliti; cermat; tekun; hati-hati; damai), santun, responsif dan proaktif dan bertanggung jawab; terbuka; menunjukan sikap sebagai bagian dari kritis; kreatif; inovatif dan peduli solusi atas berbagai permasalahan dalam lingkungan) secara gotong royong, berinteraksi secara efektif dengan kerjasama, resposif dan proaktif lingkungan sosial dan alam serta dalam dalam melakukan percobaan dan menempatkan diri sebagai cerminan berdiskusi bangsa dalam pergaulan dunia Berdasarkan beberapa nilai budaya yang dijelaskan pada bab sebelumnya, pada pembahasan ini akan dicontohkan pada beberapa nilai budaya saja. Tabel 3. Contoh nilai budaya dalam pembelajaran Nilai Budaya Transformasi Nilai dalam Pembelajaran Nilai Kejujuran a. Jujur dalam melaporkan hasil pengamatan pada neraca pegas b. Jujur dalam mengolah data hasil percobaan menggunakan neraca pegas Nilai Harmonis dan a. Mampu berkolaborasi dan bekerja sama saat diskusi Kerjasama/gotong tanpa menonjolkan perbedaan satu sama lain. royong b. Mampu mengungkapkan saran dengan baik tanpa menyinggung siswa lain Nilai budaya yang secara berkala diterapkan akan menjadi sebuah karakter



16



BAB III PEMBAHASAN MATRIK TRANSFORMASI NILAI BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM, INDONESIA DAN JEPANG PANDANGAN ISLAM



PANDANGAN INDONESIA



PANDANGAN JEPANG



PRO 1. Islam berdiri di luar pergulatan budaya, 1. Transformasi budaya di Indonesia 1. Berawal dari berakhirnya PD II, kemudian masuk ke dalamnya. Islam bukan menyentuh tujuh aspek utama Jepang segera melakukan ikut arus transformasi budaya, melainkan kebudayaan dan juga didasarkan perombakan sistem pendidikannya Islam yang menawarkan transfomasi dari fakta historis. secara intensif. budaya yang buruk kepada budaya yang Contohnya adalah transformasi a. Pasca perang, kebijaksanaan baik. yang terjadi pada masa Kerajaan pendidikan nasional Jepang Sriwijaya dan dinasti Syailendra di berubah: struktur, kurikulum, Jawa. Walapun pada masa itu buku teks, serta aspek lain yang agama Hindu-Budha berkembang terkait dengan unsur memajukan luas dan ada pengaruh dari India, bangsa, dijalaninya. Perubahan tetapi transformasi budaya di dua ini telah berhasil mensejajarkan kawasan tersebut menunjukkan Jepang dengan negara-negara bahwa proses perubahan tersebut Sekutu yang pernah bukan suatu proses “indianisasi” mengalahkannya. Bahkan dalam melainkan “indonesianisasi dari beberapa hal, Jepang mampu pengaruh peradaban India. mengungguli mereka.



17



2. Aturan-aturan yang ada pada Islam justru membentuk budaya yang baru. Contohnya: a. Ketika ayat tentang hijab turun, perempuan-perempuan mukmin di kalangan sahabat tanpa basa-basi langsung mencari kain apapun agar dapat digunakan sebagai kerudung mereka. b. Ketika turun ayat pengharaman khamr, para sahabat yang hobi dan sedang meminum khamr bahkan langsung memuntahkannya sembari berucap “intahaynaa ya Rabb! Intahaynaa!” (Kami sudah berhenti, Ya Tuhan! Kami sudah berhenti!). c. Sebelum ayat tentang perintah menikah perempuan dengan jumlah dua, tiga, atau empat turun, para lelaki Arab membudayakan menggilir perempuan yang mereka senangi, dan jika nanti perempuan tersebut mengandung, maka diadakan undian untuk menentukan siapa yang menjadi ayahnya.



2. Ketika Islam datang dan masuk ke 2. Restorasi Meiji dalam kawasan nusantara Jepang mencapai kemajuan melalui terjadilah dialog antara bduaya kebijakan Restorasi Meiji: berani Islam dengan budaya yang sudah membuka diri terhadap kebudayaan ada. yang disebut sebagai budaya Barat, mengambil hal-hal terbaik Jawa-Hindu sebagai hasil dari kebudayaan Barat, sementara berbagai transformasi meliputi saat bersamaan mereka berpegang kurun waktu kurang lebih 7 abad teguh pada tradisi luhur yang telah dan melewati berbagai puncak mereka kembangkan sendiri. prestasi.



3. Ketika bangsa Barat (Portugis, 3. Motivasi yang tinggi dalam Belanda, Inggris) datang, terjadi pendidikan. benturan budaya yang cukup Pendidikan Jepang dicirikan oleh ekstrim. pemberian motivasi yang tinggi



18



Ciri-ciri pandangan dunia Barat terutama adalah rasionalitas, kegairahan untuk berspekulasi can bereksperimen. Dengan cirri budaya yang demikian Barat memiliki kemampuan berekspansi yang kemudian menjangkau perkembangan yang jauh.



kepada siswa untuk berhasil, kebiasaan mengajar yang efektif, pemanfaatan waktu belajar yang produktif, lingkungan belajar yang kondusif, memperhatikan perkembangan watak, dan layanan penyediaan lapangan kerja secara koordinatif bagi lulusan SMA maupun Perguruan Tinggi



4. Menerapkan nilai-nilai pendidikan 4. Budaya kedisiplinan dan komitmen budaya dan karakter bangsa, antara orang-orang jepang yang diterapkan lain: dalam kehidupan mereka akibat a. Agama. Masyarakat Indonesia masa lalu dari kemerosotan hidup adalah masyarakat beragama. pasca PD II Oleh karena itu kehidupan Disiplin tersebut antara lain: individu, masyarakat, dan a. Prinsip Bushido bangsa selalu didasari pada Prinsip tentang semangat kerja ajaran agama. Secara politis keras yang diwariskan secara kehidupan kenegaraan pun turun- menurun. Semangat ini didasari pada nilai-nilai yang melahirkan proses belajar yang berasal dari agama. Atas dasar tak kenal lelah. Awalnya pertimbangan itu maka nilaisemangat ini dipelajari Jepang nilai pendidikan budaya dan dari barat. Tapi kini baratlah yang karakter bangsa harus terpukau dan harus belajar dari didasarkan pada nilai-nilai dan Jepang. kaedah yang berasal dari agama.



19



b. Pancasila. Artinya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara yang lebih baik dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara. c. Budaya. Budaya adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam



20



b. Prinsip Disiplin Samurai Prinsip yang mengajarkan tidak mudah menyerah. Para samurai akan melakukan harakiri (bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Hal ini memperlihatkan usaha mereka untuk menebus harga diri yang hilang akibat kalah perang. Kini semangat samurai masih tertanam kuat dalam sanubari bangsa Jepang, namun digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa secara teguh. Semangat ini telah menciptakan bangsa Jepang menjadi bangsa yang tak mudah menyerah karena sumber daya alamnya yang minim juga tak menyerah pada berbagai bencana alam, terutama gempa dan tsunami. c. Konsep Budaya Keishan Perubahan yang terjadi secara berkesinambungan dalam budaya kerja. Caranya harus selalu kreatif, inovatif, dan produktif.



komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan budaya dan karakter bangsa. d. Tujuan pendidikan nasional. Tujuan Pendidikan Nasional adalah kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Di dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki seorang warganegara. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.



21



Konsep Keisan menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain. d. Prinsip Kai Zen Mendorong bangsa Jepang memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Setiap pekerjaan perlu dilaksanakan dan diselesaikan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan. Jika tak mengikuti jadwal, maka penyelesaian pekerjaan akan lambat dan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, perusahaan di Jepang menerapkan peraturan “tepat waktu”. Inilah inti prinsip Kai Zen: optimal biaya dan waktu dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.



KONTRA 1. Ketidakmampuan



Indonesia melaksanakan dialog budaya yang efektif dan mengembangkannya sebagai suatu sintesa yang kreatif dengan idiom budaya imperialis yang agresif akan tetapi juga rasional dan dingin dari Belanda menjamah nyaris semua bidang kehidupan.



22



1. Ketidak mampuan jepang dalam meletakkan nilai agama dalam diri individu terlihat jelas dengan konsep harakiri ketika gagal dalam beberapa hal.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1.



Transformasi adalah proses perubahan secara berangsur-angsur sehingga sampai pada tahap ultimate, dimana perubahan dilakukan dengan cara memberi respon terhadap pengaruh unsur eksternal dan internal yang akan mengarahkan perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan.



2.



Nilai adalah sesuatu yang berharga dan berguna bagi kehidupan manusia.



3.



Transformasi nilai budaya dalam pendidikan seharusnya dapat mengiringi perkembangan ilmu dan pengetahuan yang berubah setiap saat.



B. Saran Makalah ini masih belum sempurna, penulis menyarankan pada pembaca agar: 1. Penulis selanjutnya membahas lebih dalam tentang transformasi nilai budaya



dalam pendidikan. 2. Penulis lebih mendalami hubungan transformasi nilai budaya dari beberapa



sudut pandang, yaitu pandangan islam, Indonesia, dan Jepang



23



DAFTAR RUJUKAN



Abdul, H. M. (1995) Pendidikan Islam di Malaysia (Institut Pengajian Ilmu-ilmu Islam (IPI-ABIM) Jilid 7 Bil 2.Dis 1994 – Jan 1995.Kajang Selangor. Aidit, G. & Zain, M. (1996) Development Islamic, Malaysian and American Perspectives. institut Perkembangan Minda (INMIND) Percetakan IWC Sdn Bhd. Kuala Lumpur. Ashraf, S. A. & Hussain, S.S (1979). Crisis in Muslim Education, Jeddah King Abdul Aziz University. Catatan anak zaman, 2013, Transformasi Budaya Indonesia, diakses tanggal 26 Desember 2016 Departemen Agama RI. Al-Quran dan terjemahan. Syamil Qur’an Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Komaruddin Hidayat, Agama dan Transformasi sosial, Jurnal Katalis Indonesia, Volume ke 1, 2000 Manan, Imran. 1989. Anthropologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Nurrachmawati. 2012. Transformasi Nilai Islam dalam Masyarakat. Pakilaran, 2006. proses-proses transformasi, diakses 28 November 2016 Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ofset Suryana, Toto, dkk, 1996, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung: Tiga Mutiara. Tilaar. 2000. Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Asdi Mahastya Zuchdi. 2009. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Zaky. A.R, 2016, Transformasi Budaya Manusia dan Kontribusi Islam Terhadapnya, diakses tanggal 26 Desember 2016



24