Kesehatan Mental Pada Remaja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA BAB I PENDAHULUAN Pengertian Kesehatan Mental Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan. Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku. Mental sehat manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah ketidak seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri informasi berbagai informasi, pengertianpengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media massa (televise, video, radio, dan film) yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja sekarang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung mengutamakan aspek kognitif (kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai afektif keimanan, ketakwaan, mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana



ditegaskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan persekolahan. Hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan pendidikan lebih mengutamakan mengejar ilmu pengetahuan dari pada mendidik dan membina kepribadian dan akhlak mulia anak didik. Dunia pendidikan tidak mengembangkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pmbinaan kepribadian anak yang menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di Negara kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh Pendidikan Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan kognitif dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan skill cakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina terutama di kalangan remaja sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural dan menjadi penyebab dehumanisasi dan demoralisasi. Gejala- gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal dan mulus tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.



BAB II ISI A. PENGERTIAN REMAJA Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. [1]



Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.[rujukan?] Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.



Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu : 



12 – 15 tahun







masa remaja awal, 15 – 18 tahun







masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun







masa remaja akhir.



Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.



B. KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang dewasa.



Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ciri perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu, perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi remaja. Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya. Ada dua faktor yang mempengaruhi mental remaja, yaitu : A. Faktor Internal Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya. B. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.



Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat. Manusia pada masa remaja yang sedang mencari jati dirinya membuat emosinya menjadi sangat labil dan mudah terganggu kesehatan mentalnya. Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut : 1. Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan lapang dada 2. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya) 3. Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya 4. Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut 5. Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya 6. Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekola maupun lingkungan sosialnya 7. Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran yang jernih 8. Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri menjadi seorang yang berguna 9. Memiliki integrasi kepribadian 10. Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya Faktor - faktor lain yang membuat kesehatan mental remaja terganggu adalah : 1. faktor biologi. Yaitu proses pertumbuhan ciri - ciri seksual primer dan sekunder. Ciri ciri seksual primer adalah proses pertumbuhan organ – organ seksual yang berhubungan langsung dengan proses reproduksi seperti pada pria yaitu pertumbuhan penis, sperma dll. Pada wanita yaitu matangnya ovarium, vagina dll. Ciri – ciri seksual sekunder adalah pertumbuhan organ organ tubuh yang tidak berkaitan langsung dengan proses reproduksi. Contohnya pada pria yaitu munculnya bulu di ketiak dan kelamin, perubahan suara, pertumbuhan badan yg pesat dll. Pada wanita yaitu bulu



di ketiak dan kelamin, payudara membesar, pertumbuhan badan yg pesat dll. Perubahan faktor biologi dapat membuat kesehatan mental remaja terganggu seperti : a. Sulit beradaptasi dengan kondisi fisiknya yang baru. Pertumbuhan fisik yang secara tiba – tiba pesat membuat remaja menjadi bingung dan sulit menghadapinya. Pertumbuhan yang terlalu cepat disbanding kan temen teman sebaya lainnya dapat menimbulkan rasa malu karena merasa berbeda. Sedangkan pertumbuhan yang terlambat dapat membuat remaja minder dan tidak percaya diri dalam bergaul. b. Salah informasi yang menyebabkan salah persepsi. Mereka ingin bertanya kepada orang yang lebih dewasa tapi merasa malu dan justru bertanya kepada teman – temannya yang malah memberikan jawaban yang salah dan dapat menjerumuskan kepada hal buruk seperti seks bebas, manstrubasi dan salah dalam perlakukan dirinya sendiri. 2. faktor keluarga. Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orang-orang dewasa. Seringkali orangtua mencampuri urusan-urusan pribadi anaknya yang sudah remaja dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, “Dimana kamu semalam?”, “Dengan siapa kamu pergi?”, “Apa yang kamu tonton?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya ditujukan oleh orangtua adalah karena kepedulian orangtua terhadap keberadaan dan keselamatan anak remajanya. Namun ditelinga dan dipersepsi anak pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti introgasi seorang polisi terhadap seorang criminal yang berhasil ditangkap. remaja sering menunjukkan sikap menantang otoritas orangtuanya 3. faktor lingkungan dan sosial Pada faktor lingkungan dan sosial melingkupi semua yang berhadapan langsung dengan remaja seperti pertemanan dan pergaulan, sekolah dan lingkungan rumah sekitar. Faktor - faktor tersebut



sangat mempengaruhi kepribadian seseorang dari lingkungan remaja banyak belajar dan meniru. Jika lingkungan terlalu banyak menuntut remaja untuk banyak melakukan hal maka remaja tersebut dapat sangat tertekan. Lingkungan yang tidak baik serta pergaulan yang salah juga dapat membuat remaja menjadi terganggu kesehatan mentalnya. Dampak gangguan kesehatan mental pada remaja : Dampak positifnya jika remaja tersebut dapat melalui masa masa stress dan gangguan kesehatan mental lainnya maka remaja tersebut dapat menjadikannya pembelajaran dari pengalaman yang menyebabkan frustasi tersebut dan menjadikannya motivasi untuk terus berusaha lebih baik. Dampak negatifnya jika remaja tidak bisa mengatasi stress dan kesehatan mental lainnya maka dapat timbul : 1. kenakalan remaja. 2. penyalahgunaan obat terlarang dan alcohol 3. seks bebas 4. gangguan makan 5. bunuh diri 6. gangguan mental 7. kurangnya percaya diri



C. CARA MENGATASI GANGGUAN MENTAL PADA REMAJA Usaha – usaha untuk mencegah gangguan kesehatan mental yaitu melalui peran serta keluarga dengan selalu membimbing remaja. Namun peran orangtua dalam membimbing remaja banyak yang salah dan tidak sesuai maka harus di lakukan banyak penyuluhan di masyarakat oleh pemerintah. Program kesehatan mental remaja ini dapat dilakukan melalui institusi-institusi formal remaja, seperti sekolah, dan dapat pula melalui intervensi-intervensi lain seperti programprogram kemasyarakatan, atau program-program yang dibuat khusus untuk kelompok remaja. Dalam keseharian remaja juga harus berlatih untuk melakukan dialog dengan diri sendiri dalam menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat social. Artinya, mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik



terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang remaja hadapi dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi. Meskipun demikian, pendekatan dan pemecahan dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang paling strategis, karena bagi sebagaian besar remaja bersekolah dengan para pendidikan, khususnya gurulah yang paling banyak mempunyai kesempatan berkomunikasi dan bergaul. Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri. Apabila ada ledakan kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat meminta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan. Dalam diskusi kelas, tekankan pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam meningkatkan pandangan sendiri. Kita hendaknya waspada terhadap siswa yang sangat ambisisus, berpendirian keras, dan kaku yang suka mengintimidasi kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak sependapat dengannya. Pemberian tugas-tugas yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab, belajar menimbang, memilih dan mengambil keputusan yang tepat akan sangat menunjang bagi pembinaan kepribadiannya. Cara yang paling strategis untuk ini adalah apabila para pendidik terutama para orang tua dan guru dapat menampilkan pribadi-pribadinya yang dapat merupakan objek identifikasi sebagai pribadi idola para remaja. Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat. Dimana dapat kita lihat seringkali terjadi pertentangan antara remaja dengan orangtua, remaja dengan guru bahkan dikalangan remaja itu sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke



keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal (menyebabkan kematian).(Syah, 2001) Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja.Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orang-orang dewasa. Seringkali orangtua mencampuri urusan-urusan pribadi anaknya yang sudah remaja dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan sebagai berikut, “Dimana kamu semalam?”, “Dengan siapa kamu pergi?”, “Apa yang kamu tonton?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya ditujukan oleh orangtua adalah karena kepedulian orangtua terhadap keberadaan dan keselamatan anak remajanya. Namun ditelinga dan dipersepsi anak pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti introgasi seorang polisi terhadap seorang criminal yang berhasil ditangkap. Menurut pandangan para ahli psikologi keluarga atau orangtua yang baik adalah orangtua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut tantangan-tantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya secara maksimal dan memberikan kesempatan serta sarana-sarana yang mengarah kepada kebebasan. Selain itu remaja juga diberi dorongan untuk memikul tanggung jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Namun, proses pemahaman ini tidak terjadi secara cepat, perlu kesabaran dan ketulusan orangtua di dalam membimbing dan mengarahkan anak remajanya. Selanjutnya para pakar psikologi menyarankan strategi yang paling bagus dan cocok dengan remaja adalah strategi menghormati kecenderungannya untuk bebas merdeka tanpa mengabaikan perhatian orangtua kepada mereka. Strategi ini selain dapat menciptakan iklim kepercayaan antara orangtua dan anak, dapat juga mengajarkan adaptasi atau penyesuaian diri yang sehat pada remaja. Hal ini sangat membantu perkembangan, kematangan, dan keseimbangan jiwa remaja,(Mahfuzh, 2001).



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Jadi, usia remaja merupakan usia paling rentan terhadap pengaruh yang berasal dari dalam dan dari luar yang dijalani oleh remaja itu sendiri. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan. Remaja memiliki pandangan tersendiri yang memiliki rasa ingin tahu yang kuat, karena pada masa dan umur tersebut, para remaja lebih senang untuk mencari dan mencoba hal-hal yang baru. Sehingga lingkungan dan para orang tua serta guru memiliki peran penting untuk dapat membawa para remaja ke hal-hal yang positive bagi remaja. B. KRITIK DAN SARAN Puji Syukur kami panjatkan kepada Alloh SWT atas terselesaikannya makalah ini. Kami selaku penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan, bahasa, atau data yang kurang lengkap. Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk kami jadikan koreksi dan perbaikan dalam pembuatan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.



DAFTAR PUSTAKA Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta Syamsudin, Abin M. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Willis, Sofyan. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Juntika. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya Yusuf, Syamsu (2004). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya. http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854941-kesehatan-mentalremaja/#ixzz1ZEtivCTp http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854941-kesehatan-mental-remaja/ http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/12/pengertian-kesehatan-mental-dan-konsep.html http://organisasi.org/hal-faktor-yang-mempengaruhi-kesehatan-mental-manusia-internal-daneksternal-psikologi http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854941-kesehatan-mentalremaja/#ixzz1ZEhkClWZ http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854941-kesehatan-mental-remaja/ http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2010/01/08/perkembangan-psikologis-remaja/ http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja Keluarga. http://www.pages-yourfavorite.com/ppsupi/ abstrakpu2004.html http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/26/muda/933870.htm) 1. Sumberrr: http://dewikusumadian.blogspot.com/2012/11/kesehatan-mentalpada-remaja.html 2. http://riskofdawn.blogspot.com/2011/02/kesehatan-mental-padaremaja_20.html 3. http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/masalah-kesehatanmental-remaja-di-era-globalisasi.html



Pengasuhan Anak Keluhan Anak Imunisasi ASI Review



Seputar Kesehatan Anak Seputar Kesehatan Anak 10 September 2013 Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi



Sebanyak 29 % penduduk dunia terdiri dari remaja, dan 80% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan sensus di Indonesia pada tahun 2005, jumlah remaja yang berusia 10 – 19 tahun adalah sekitar 41 juta orang (20% dari jumlah total penduduk Indonesia dalam tahun yang sama). Dalam era globalisasi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia, tidak terkecuali yang tinggal di daerah perdesaan seperti, tuntutan sekolah yang bertambah tinggi, akses komunikasi/internet yang bebas, dan juga siaran media baik tulis maupun elektronik. Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi tersebut baik yang positif maupun yang negatif, baik yang datang dari dalam diri mereka sendiri maupun yang datang dari lingkungannya. Dengan demikian, remaja harus mempunyai berbagai keterampilan dalam hidup mereka sehingga mereka dapat sukses melalui fase ini dengan optimal. Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun ia juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik, psikologik, mapun perubahan sosial. Dalam keadaan ‘serba tanggung’ ini seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal), maupun tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di masa mendatang, terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan mental. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut, perlu diketahui perubahan yang terjadi dan karateristik remaja sehingga remaja dapat melalui periode ini dengan optimal dan ia mampu menjadi individu dewasa yang matang baik fisis maupun psikisnya. Hal senada dinyatakan oleh WHO pada tahun 2001 bahwa ‘a world fit for children is one in which…all children, including adolescents have ample opportunity to develop their individual capacities in a safe and supportive environment’. Perkembangan psikososial pada remaja Masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat dari aspek biologik, psikologik, dan juga sosialnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya berbagai disharmonisasi yang membutuhkan penyeimbangan sehingga remaja dapat mencapai taraf perkembangan psikososial yang matang dan adekuat sesuai dengan tingkat usianya. Kondisi ini sangat bervariasi antar remaja dan menunjukkan perbedaan yang bersifat individual, sehingga setiap remaja diharapkan mampu menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungannya.



Ada tiga faktor yang berperan dalam hal tersebut, yaitu;







Faktor individu yaitu kematangan otak dan konstitusi genetik (antara lain temperamen). Faktor pola asuh orangtua di masa anak dan pra-remaja.







Faktor lingkungan yaitu kehidupan keluarga, budaya lokal, dan budaya asing.







Setiap remaja sebenarnya memiliki potensi untuk dapat mencapai kematangan kepribadian yang memungkinkan mereka dapat menghadapi tantangan hidup secara wajar di dalam lingkungannya, namun potensi ini tentunya tidak akan berkembang dengan optimal jika tidak ditunjang oleh faktor fisik dan faktor lingkungan yang memadai. Kebutuhan ini dapat digambarkan sebagai; Dengan demikian akan selalu ada faktor risiko dan faktor protektif yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian seorang remaja, yaitu; Faktor risiko Dapat bersifat individual, konstekstual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai dengan kerentanan psikososial, dan resilience pada seorang remaja akan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang khas pada seorang remaja. Faktor risiko dapat berupa: 



Faktor individu







Faktor genetik/konstitutional; berbagai gangguan mental mempunyai latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, gangguan kepribadian, dan gangguan psikologik lainnya.







Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Adanya kepercayaan bahwa perilaku kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima, dan disertai dengan ketidakmampuan menangani rasa marah. Kondisi ini cenderung







Keluarga Ketidakharmonisan antara orangtua, orangtua dengan penyalahgunaan zat, gangguan mental pada orangtua, ketidakserasian temperamen antara orangtua dan remaja, serta pola asuh orangtua yang tidak empatetik dan cenderung dominasi, semua kondisi di atas sering memicu timbulnya perilaku agresif dan temperamen yang sulit pada anak dan remaja.







Sekolah6 o



Bullying merupakan salah satu pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya, serta berdampak terjadinya kegagalan akademik.



Kondisi ini merupakan faktor risiko yang cukup serius bagi remaja. Bullying atau sering disebut sebagai peer victimization adalah bentuk perilaku pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologik maupun fisik terhadap seseorang/sekelompok orang yang lebih lemah, oleh seseorang/sekelompok orang yang lebih kuat. o



Bullying dapat bersifat (a) fisik seperti, mencubit, memukul, memalak, atau menampar; (b) psikologik seperti, mengintimidasi, mengabaikan, dan diskriminasi; (c) verbal seperti, memaki, mengejek, dan memfitnah. Semua kondisi ini merupakan tekanan dan pengalaman traumatis bagi remaja dan seringkali mempresipitasikan terjadinya gangguan mental bagi remaja Hazing adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh anggota kelompok yang sudah ’senior’ yang berusaha mengintimidasi kelompok yang lebih ’junior’ untuk melakukan berbagai perbuatan yang memalukan, bahkan tidak jarang kelompok ’senior’ ini menyiksa dan melecehkan sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman baik secara fisik maupun psikik. Perbuatan ini seringkali dilakukan sebagai prasyarat untuk diterima dalam suatu kelompok tertentu. Ritual hazing ini sudah lama dilakukan sebagai tradisi dari tahun ke tahun sebagai proses inisiasi penerimaan seseorang dalam suatu kelompok dan biasanya hanya berlangsung singkat, namun tidak jarang terjadi perpanjangan sehingga menimbulkan tekanan bagi remaja yang mengalaminya.



o



Bullying dan hazing merupakan suatu tekanan yang cukup serius bagi remaja dan berdampak negatif bagi perkembangan remaja. Prevalensi kedua kondisi di atas diperkirakan sekitar 10 – 26%. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa siswa yang mengalami bullying menunjukkan perilaku yang tidak percaya diri, sulit bergaul, merasa takut datang ke sekolah sehingga angka absebsi menjadi tinggi, dan kesulitan dalam berkonsetransi di kelas sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar; tidak jarang mereka yang mengalami bullying maupun hazing yang terus menerus menjadi depresi dan melakukan tindak bunuh diri.







Situasi dan kehidupan Telah terbukti bahwa terdapat hubungan yang erat antara timbulnya gangguan mental dengan berbagai kondisi kehidupan dan sosial masyarakat tertentu seperti, kemiskinan, pengangguran, perceraian orangtua, dan adanya penyakit kronik pada remaja.







Faktor psikososial







Faktor protektif



Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan tertentu.10-11 Rutter (1985) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini



akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi tidaknya masalah perilaku atau emosi, atau gangguan mental kemudian hari. Rae Grant N, Thomas H, dkk., mengemukakan berbagai faktor protektif, antara lain adalah:  



Karakter/watak personal yang positif. Lingkungan keluarga yang suportif.







Lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem pendukung untuk memperkuat upaya penyesuaian diri remaja.







Keterampilan sosial yang baik







Tingkat intelektual yang baik.



Menurut E. Erikson, dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada seorang remaja maka tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang diwarnai oleh; Self awareness yang ditandai oleh rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif. Role Anticipation and role experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya ada dalam dirinya. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan kemampuan/keterampilan dalam belajar dan berkarya. Masalah aktual kesehatan mental remaja saat ini Perubahan psikoseksual Produksi hormon testosteron dan hormon estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seks dan perilaku remaja. Selain timbulnya dorongan seksual yang merupakan manifestasi langsung dari pengaruh hormon tersebut, dapat juga terjadi modifikasi dari dorongan seksual itu dan menjelma dalam bentuk pemujaan terhadap tokoh-tokoh olah raga, musik, penyanyi, bintang film, pahlawan, dan sebagainya. Remaja sangat sensitif terhadap pandangan teman sebaya sehingga ia seringkali membandingkan dirinya dengan remaja lain yang sebaya, bila dirinya secara jasmani berbeda dengan teman sebayanya maka hal ini dapat memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri. Pengaruh teman sebaya Kelompok teman sebaya mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan seorang remaja. Interaksi sosial dan afiliasi teman sebaya mempunyai peranan yang besar dalam mendorong terbentuknya berbagai keterampilan sosial. Bagi remaja, rumah adalah landasan



dasar sedangkan ‘dunianya’ adalah sekolah. Pada fase perkembangan remaja, anak tidak saja mengagumi orangtuanya, tetapi juga mengagumi figur-figur di luar lingkungan rumah, seperti teman sebaya, guru, orangtua temanya, olahragawan, dsb. Dengan demikian, bagi remaja hubungan yang terpenting bagi diri mereka selain orangtua adalah teman-teman sebaya dan seminatnya. Remaja mencoba untuk bersikap independent dari keluarganya akibat peran teman sebayanya. Di lain pihak, pengaruh dan interaksi teman sebaya juga dapat memicu timbulnya perilaku antisosial, seperti mencuri, melanggar hak orang lain, serta membolos, dsb. Perilaku berisiko tinggi Remaja kerap berhubungan berbagai perilaku berisiko tinggi sebagai tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau bolos) dan dari 50% remaja tersebut juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku kriminal yang bersifat minor. Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa 50% remaja pernah menggunakan marijuana, 65% remaja merokok, dan 82% pernah mencoba menggunakan alkohol. Dengan melakukan perbuatan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih dapat diterima, menjadi pusat perhatian oleh kelompok sebayanya, dan mengatakan bahwa melakukan perilaku berisiko tinggi merupakan kondisi yang mendatangkan rasa kenikmatan (fun). Walaupun demikian, sebagian remaja juga menyatakan bahwa melakukan perbuatan yang berisiko sebenarnya merupakan cara mereka untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dalam diri mereka atau mengurangi rasa ketegangan. Dalam beberapa kasus perilaku berisiko tinggi ini berlanjut hingga individu mencapai usia dewasa. Kegagalan pembentukan identitas diri Menurut Piaget, awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang lebih abstrak, konseptual, dan berorientasi ke masa depan (future oriented). Remaja mulai menunjukkan minat dan kemampuan di bidang tulisan, seni, musik, olah raga, dan keagamaan. Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya menyatakan bahwa tugas utama di masa remaja adalah membentuk identitas diri yang mantap yang didefinisikan sebagai kesadaran akan diri sendiri serta tujuan hidup yang lebih terarah. Mereka mulai belajar dan menyerap semua masalah yang ada dalam lingkungannya dan mulai menentukan pilihan yang terbaik untuk mereka seperti teman, minat, atau pun sekolah. Di lain pihak, kondisi ini justru seringkali memicu perseteruan dengan orangtua atau lingkungan yang tidak mengerti makna perkembangan di masa remaja dan tetap merasa bahwa mereka belum mampu serta memperlakukan mereka seperti anak yang lebih kecil. Secara perlahan, remaja mulai mencampurkan nilai-nilai moral yang beragam yang berasal dari berbagai sumber ke dalam nilai moral yang mereka anut, dengan demikian terbentuklah superego



yang khas yang merupakan ciri khas bagi remaja tersebut sehingga terjawabpertanyaan ’siapakah aku?’ dan ’kemanakah tujuan hidup saya?’ Bila terjadi kegagalan atau gangguan proses identitas diri ini maka terbentuk kondisi kebingungan peran (role confusion). Role confusion ini sering dinyatakan dalam bentuk negativisme seperti, menentang dan perasaan tidak percaya akan kemampuan diri sendiri. Negativisme ini merupakan suatu cara untuk mengekspresikan kemarahan akibat perasaan diri yang tidak adekuat akibat dari gangguan dalam proses pembentukan identitas diri di masa remaja ini. Gangguan perkembangan moral Moralitas adalah suatu konformitas terhadap standar, hak, dan kewajiban yang diterima secara bersama, apabila ada dua standar yang secara sosial diterima bersama tetapi saling konflik maka umumnya remaja mengambil keputusan untuk memilih apa yang sesuai berdasarkan hati nuraninya. Dalam pembentukan moralitasnya, remaja mengambil nilai etik dari orangtua dan agama dalam upaya mengendalikan perilakunya. Selain itu, mereka juga mengambil nilai apa yang terbaik bagi masyarkat pada umumnya. Dengan demikian, penting bagi orangtua untuk memberi suri teladan yang baik dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tetapi orangtua sendiri tidak berbuat demikian. Secara moral, seseorang wajib menuruti standar moral yang ada namun sebatas bila hal itu tidak mebahayakan kesehatan, bersifat manusiawi, serta berlandaskan hak asasi manusia. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah suatu konsep moralitas yang mantap dalam diri remaja. Jika pembentukan ini terganggu maka remaja dapat menunjukkan berbagai pola perilaku antisosial dan perilaku menentang yang tentunya mengganggu interaksi remaja tersebut dengan lingkungannya, serta dapat memicu berbagai konflik. Stres di masa remaja Banyak hal dan kondisi yang dapat menimbulkan tekanan (stres) dalam masa remaja. Mereka berhadapan dengan berbagai perubahan yang sedang terjadi dalam dirinya maupun target perkembangan yang harus dicapai sesuai dengan usianya. Di pihak lain, mereka juga berhadapan dengan berbagai tantangan yang berkaitan dengan pubertas, perubahan peran sosial, dan lingkungan dalam usaha untuk mencapai kemandirian. Tantangan ini tentunya berpotensi untuk menimbulkan masalah perilaku dan memicu timbulnya tekanan yang nyata dalam kehidupan remaja jika mereka tidak mampu mengatasi kondisi tantangan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa remaja merupakan masa ‘storm and stress‘ shingga memicu terjadinya gangguan depresi yang bermakna. Kesimpulan Keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan



asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk berkembangnya self confidence, role anticipation, role experimentation, dan apprenticeship yang sudah dimulai sejaka masa anak dan pra-remaja sehingga masa kritis yang dijumpai di tahap perkembangan remaja ini dapat dilalui dengan mulus. Walaupun secara rasional selalu dapat dilakukan koreksi dan kompensasi terhadap defek perkembangan kepribadian dan masalah psikososial yang dihadapi, namun hal ini tentunya membutuhkan usaha yang lebih besar. Dengan demikian, lebih baik mencegah dengan memperkuat berbagai faktor protektif dan mengurangi sebanyak mungkin faktor risiko yang ada yang sudah dimulai sejak masa konsepsi hingga individu mencapai masa remaja. Penulis : Tjhin Wiguna Sumber : Buku The2nd Adolescent Health National Symposia: Current Challenges in Management



4. http://pradieta-kesehatanmental.blogspot.com/ Kamis, 08 Maret 2012



Kesehatan Mental Remaja Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang dewasa. Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat. Dimana dapat kita lihat seringkali terjadi pertentangan antara remaja dengan orangtua, remaja dengan guru bahkan dikalangan remaja itu sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal (menyebabkan kematian).(Syah, 2001) Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan



kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja.Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orangorang dewasa. Seringkali orangtua mencampuri urusan-urusan pribadi anaknya yang sudah remaja dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut, “Dimana kamu semalam?”, “Dengan siapa kamu pergi?”, “Apa yang kamu tonton?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya ditujukan oleh orangtua adalah karena kepedulian orangtua terhadap keberadaan dan keselamatan anak remajanya. Namun ditelinga dan dipersepsi anak pertanyaanpertanyaan tersebut seperti introgasi seorang polisi terhadap seorang criminal yang berhasil ditangkap. Menurut pandangan para ahli psikologi keluarga atau orangtua yang baik adalah orangtua yang mampu memperkenalkan kebutuhan remaja berikut tantangantantangannya untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensupportnya secara maksimal dan memberikan kesempatan serta sarana-sarana yang mengarah kepada kebebasan. Selain itu remaja juga diberi dorongan untuk memikul tanggung jawab, mengambil keputusan, dan merencanakan masa depannya. Namun, proses pemahaman ini tidak terjadi secara cepat, perlu kesabaran dan ketulusan orangtua di dalam membimbing dan mengarahkan anak remajanya. Selanjutnya para pakar psikologi menyarankan strategi yang paling bagus dan cocok dengan remaja adalah strategi menghormati kecenderungannya untuk bebas merdeka tanpa mengabaikan perhatian orangtua kepada mereka. Strategi ini selain dapat menciptakan iklim kepercayaan antara orangtua dan anak, dapat juga mengajarkan adaptasi atau penyesuaian diri yang sehat pada remaja. Hal ini sangat membantu perkembangan, kematangan, dan keseimbangan jiwa remaja. (Mahfuzh, 2001)



Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi selama masa remaja tidak selalu dapat tertangani secara baik. Pada fase ini di satu sisi remaja masih menunjukkan sifat kekanak-kanakan, namun di sisi lain dituntut untuk bersikap dewasa oleh lingkungannya. Sejalan dengan perkembangan sosialnya, mereka lebih konformitas pada kelompoknya dan mulai melepaskan diri dari ikatan dan kebergantungan kepada orangtuanya, dan sering menunjukkan sikap menantang otoritas orangtuanya. Remaja yang salah penyesuaian dirinya terkadang melakukan tindakan-tindakan yang tidak realistis, bahkan cenderung melarikan diri dari tanggung jawabnya. Perilaku mengalihkan masalah yang dihadapi dengan mengkonsumsi minuman



beralkohol banyak dilakukan oleh kelompok remaja, bahkan sampai mencapai tingkat ketergantungan penyalahgunaan obat terlarang dan zat adiktif. Berkaitan dengan pelepasan tangung jawab, dikalangan remaja juga sering dijumpai banyak usaha untuk bunuh diri. di Negara-negara maju, seperti Amerika, Jepang, Selandia Baru, masalah bunuh diri dikalangan remaja berada pada tingkat yang memprihatinkan. Sedangkan dinegara berkembang seperti Indonesia, perilaku tidak sehat remaja yang beresiko kecelakaan juga banyak dilakukan remaja, seperti berkendaraan secara ugal-ugalan. Hal lain yang menjadi persoalan penting dikalangan remaja disemua negara adalah, meningkatnya angka delinkuensi. Perilaku tersebut misalnya keterlibatan remaja dalam perkelahian antar sesame, kabur dari rumah, melakukan tindakan kekerasan, dan berbagai pelanggaran hukum, adalah umum dilakukan oleh remaja. Kesehatan mental masyarakat pada dasarnya tercermin dari segi-segi kesehatan mental remaja. Makin tinggi angka delikuensi, bunuh diri remaja, penggunaan obat dan ketergantungan pada zat adiktif, berarti kesehatan mental masyarakat makin rendah.Usaha bimbingan kesehatan mental sangat penting dilakukan dikalangan remaja, dalam bentuk program-program khusus, seperti peningkatan kesadaran terhadap kesehatan mental, penyuluhan tentang kehidupan berumah tangga, hidup secara sehat dan pencegahan penggunaan zat-zat adiktif, serta penyuluhan tentang pencegahan terhadap HIV/AIDS, dan sejenisnya. Program kesehatan mental remaja ini dapat dilakukan melalui institusi-institusi formal remaja, seperti sekolah, dan dapat pula melalui intervensi-intervensi lain seperti program-program kemasyarakatan, atau program-program yang dibuat khusus untuk kelompok remaja. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854941-kesehatanmental-remaja/#ixzz1oa4rxIrC