Keseimbangan Idealisme Pragmatism [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keseimbangan Idealisme dan Pragmatis : Keberhasilan Pragmatisme Cina Oleh Rum Rosyid Negara-negara sedang berkembang umumnya mendahulukan kemakmuran ekonomi, lalu perlahan-lahan membangun sistem politik demokratis. China menempuh jalan ini dengan mengembangkan East Asian model of state-led economic development. Model ini menempatkan negara sebagai pemegang kendali kebijakan reformasi ekonomi dan sementara menyisihkan demokrasi. China adalah fenomena kontras, yang sedang memacu proyek modernisasi, untuk menjadi raksasa ekonomi dunia pertengahan abad ke21. Ketegangan antara keinginan Cina untuk membuka pintu dan mendapatkan manfaat dari sistem internasional di satu sisi, khususnya di bidang ekonomi, dan melindungi kedualatannya di sisi yang lain juga nampak dalam tingkah laku politik luar negeri Cina. Wu Xinbo mencatat bahwa beijing telah memperoleh keuntungan-keuntungan dari globalisasi ekonomi dan salingketergantungan dan telah bersedia untuk mengkompromikan sisi-sisi tertentu dari kedaulatannya demi keuntungan ekonomi. Di bidang keamanan, sebaliknya, para pemimpin Cina tetap melanjutkan pendekatan zerosum di banyak isu, di mana keuntungan yang didapatkan oleh pihak lain berarti kerugian bagi keamanan Cina. Gerak menuju puncak kekuatan ekonomi dunia justru di bawah kendali rezim otoriter yang opresif dan anakronistik. Fenomena China jelas di luar kelaziman, amat berbeda dengan pengalaman negara-negara Eropa dan Amerika. Kemajuan ekonomi hanya kondusif di bawah sistem politik demokrasi. Pola di luar kelaziman ini disebut market capitalism without democracy (Peerenboom, China Modernizes: Threat to the West or Model for the Rest, 2008). Beijing seringkali menjalankan kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat keamanannya sendiri sementara pada saat yang sama menjadikan tetangga-tetangganya merasa tidak aman. Hal ini tampak khususnya pada isu Laut Cina Selatan, di mana banyak negara merasa kawatir akan tindakan-tindakan provokatif dan tujuan-tujuan jangka panjang Cina. Pembangunan infrastruktur di Mischief Reef oleh TPA, dengan alasan untuk membantu para nelayan, tanpa terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Manila, adalah salah satu contoh pendekatan zero-sum Cina akan masalah keamanan. Bersamaan dengan peningkatan kemajuan ekonomi yang rata-rata tumbuh 10 persen sejak 1980-an, China menjadi super power baru yang secara geopolitik berpotensi menjadi ancaman negara-negara industri maju. Tak heran, Barat gencar melancarkan propaganda agar China mempromosikan demokrasi dan HAM sebagai bagian agenda pembangunan, yang kini menjadi arus-utama percaturan global. Namun, China bergeming, teguh menempuh jalan politik sendiri yang lebih cocok dengan kebutuhan domestik. China tidak serta-merta mengadopsi ide-ide demokrasi dan HAM yang disuarakan Barat karena sarat kepentingan politik-ekonomi, selain mengandung bias ideologis-dominasi dan hegemoni. Isu demokrasi dan HAM sekadar kamuflase untuk menyembunyikan kepentingan ekonomi Barat atas negara berkembang, seperti diingatkan Joel Rocamora (2002).



Kedepan, kekuatan ekonomi Cina akan sangat susah untuk ditandingi. China telah menyalip Jerman sebagai eksportir terbesar di dunia. Sampai sekarang, cadangan devisa Cina adalah yang terbesar di dunia dengan total lebih dari 2 triliun dollar. Pertumbuhan ekonomi pun berada di level 10,7%, melebihi setiap prediksi yang dilakukan terhadap pertumbuhan ekonomi Cina.Dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai dua digit ini, dapat dipastikan Cina akan menyalip Jepang menjadi Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Salah satu faktor utama yang membuat Cina mampu tumbuh sedemikian rupa menyaingi negara-negara maju lainnya adalah pemahaman mereka yang mendalam akan kebijaksanaan yang dikembangkan oleh bangsa Barat. Di Tiongkok daratan, 86% rakyat Tiongkok setuju dan menyambut dengan gembira kebijaksanaan pemerintahnya. Ini adalah faktor yang utama dan paling menentukan situasi sekarang dan juga bagi hari depan Tiongkok Meskipun demokrasi belum bisa dilaksanakan seperti yang diinginkan oleh beberapa pihak. Sebab2nya akan dibahas belakangan dalam tulisan lain. Hanya dalam waktu kurang dari satu generasi Tiongkok telah berubah dari sebuah masyarakat yang kurang makan hingga banyak yang mati kelaparan (hal mana sebenarnya terjadi secara periodik sepanjang sejarah Tiongkok yang 5000 tahun lamanya), sampai makanan berlimpah2 seperti hari ini. Hanya dalam hanya dua generasi saja Tiongkok pun sudah berubah martabatnya dari kwalitas "Anjing dan Orang Cina dilarang masuk" ke taman dirumahnya sendiri, sekarang menjadi tuan rumah yang terhormat buat pesta Olimpiade internasional yang paling mewah sepanjang sejarah. Kishore Mahbubani berujar bahwa rahasia kebijaksanaan yang membuat peradaban Barat mencapai puncak kejayaannya di abad ke-20 adalah pragmatisme. Lebih dari seabad yang lalu, Jepang telah memahami kebijaksanaan ini dan mengimplementasikannya dalam restorasi Meiji. Tiga dekade yang lalu, seorang pragmatis tulen bernama Deng Xiaoping telah mengubah perjalanan sejarah bangsa Cina dengan menerapkan pragmatisme di setiap bidang kehidupan Cina. Dalam Masa 30 tahun Cina dapat merubah dirinya menjadi Cina yang lain. Dibawah pimpinan Deng Xiaoping Cina berubah menjadi kekuatan baru. Dengan slogan yang tepat: Gaige, kaifang (Reformasi dan Membuka Diri). Slogan ini benar-benar telah membuat Cina masuk dalam arus globalisasi dengan cepat. Dengan slogan ini Cina membuka dirinya terhadap kapitalis, terutama dalam bidang Ekonomi.Karena dalam perekonomian Cina menganut paham Neoliberalisme. Sehingga ideologi komunis hanya berupa slogan masa lalu saja. Walaupun Cina sudah menerapkan paham neoliberalisme, dengan mengandeng investasi dari luar negari dan swasta. Tetapi Perusahaan swasta belum memegang peranan yang besar dalam system perekonomian tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah cina masih memegang peranan penting dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan masih terdapat pemikiran dicina bahwa seandainya negara tidak berdasarkan kepemilikan negara dilanggar maka runtuhlah riwayat Negara sosialis Cina. Kelompok yang mempunyai



pemikiran tersebut adalah dijuluki “kelompok kiri” zuopai. Sehinga masih butuh waktu lama untuk pihak swasta menjadi pemain utama dalam perekonomian di Cina. Perkembangan Cina ini memberikan suatu yang mencengangkan, karena dua ideologi yang berbeda dapat disatukan oleh karena sebuah kepentingan. Dan ketika Komunisme dan Kapitalisme dapat bejalan beriringan di Cina memberikan sebuah makna sendiri bagi mentalisme bangsa cina, yaitu paragmatisme. Pragmatisme disini berarti bahwa Cina dapat melakukan apa saja untuk membangun negaranya menjadi negara besar. Teori Keseimbangan Yin dan Yang Konon pada zaman dulu di negeri Cina terdapatlah dua orang sehabat sejati Yin dan Yang. Yin mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda dengan Yang. Mereka secara teratur bertemu untuk mendiskusikan keyakinan mereka, dengan tujuan mencari sesuatu yang tak mereka ketahui namanya. Walaupun mereka saling menghormati dan mengajukan argumentasi dengan penuh adab, namun pada setiap akhir pertemuan, mereka tidak pernah merasa puas. Segala cara dan metode diskusi yang diketahui telah mereka tempuh tapi tetap tidak menghasilkan apa-apa . Akhirnya mereka sepakat untuk bertukar mempelajari agama masing-masing dengan penuh perasaan dan obyektivitas mereka dengan tidak mencari celah kesalahan-kesalahan saja akan tetapi mereka berusaha menerima kebenaran-kebenaran yang diandung oleh agama yang mereka pelajari. Akhirnya, 40 tahun kemudian, Yin dan Yang yang telah semakin tua, bertemu pada senja hari di tempat terakhir mereka bertemu. Mereka saling berpandangan, tak sepatah kata pun yang terucapkan. Sinar mata mereka penuh kasih yang menghanyutkan sukma, senyum mereka begitu halus dan tulus. Mereka saling memeluk. Resonansi getaran jiwa mereka pada angin yang membelai, pada daun-daun yang berbisik, pada seluruh relung ruang di jagad raya ini: "Saudaraku, kau selalu dalam aku, dan aku dalam engkau ." Sejak saat itu tak ada lagi diskusi, karena dalam pelukan itu mereka mengerti tanpa mengetahui dan mendapatkan tanpa mencari . Diatas merupakan sebuah legenda munculnya Yin Yang di negeri Cina. Yin Yang merupakan perlambangan dari Tao dengan bulatan yang dibagi menjadi dua garis lengkung warna hitam dan putih , Yin (sisi warna hitam) membawa arti konotasi kejahatan, lemah, negatif, wanita. Sedangkan Yang (sisi warna putih) membawa arti konotasi kebaikan, kuat, positif, lelaki. Dalam dunia ini tidak ada kebenaran mutlak, dalam kebenaran ada kesalahan begitu juga sebaliknya dalam kejahatan ada kebaikan yang dikandung. Prinsip Yin Yang (negatif positif) dapat diterapkan karena semua hal memang memiliki sifat dualism . Dingin dan panas, siang dan malam, musim dingin dan musim panas, utara dan selatan, api dan air, perempuan dan laki-laki, genap dan ganjil, feminin dan maskulin, hitam dan putih, bumi dan langit, bumi dan matahari, bundar dan persegi. Prinsip ini rupanya bukan monopoli masyarakat Cina saja karena masyarakat Bali kita menggunakan kain poleng (bermotif kotak-kotak hitam putih) untuk mengharmoniskan tenaga negatif/positif alam semesta .



Yang penting diingat adalah prinsip Yin Yang menekankan bahwa tidak ada Yin atau Yang yang mutlak. Segala sesuatu Yin akan memiliki sedikit Yang dan sebaliknya, sesuai dengan gambar T'ai Chi dimana bagian hitam terdapat titik putih dan bagian putih titik hitam. Gambar T'ai Chi ini mengilustrasikan prinsip Yin Yang secara sempurna . Yin mutlak bila sampai terjadi sama bahayanya dengan Yang mutlak. Contohnya, seorang laki-laki seyogyanya dilahirkan dengan lebih banyak sifat Yang (maskulin) dari pada Yin. Namun bila ia tidak memiliki sedikitpun sifat Yin ia tidak memiliki daya imbang dan ini akan sangat merugikannya . Sebaliknya, Yin dan Yang tidak boleh pula mencapai titik imbang (equilibrium) karena sesuatu yang terlalu seimbang tidak mendatangkan perubahan atau kemajuan. Equilibrium = stagnant = tidak ada kegairahan = kematian . Walaupun prinsip Yin Yang sangat ampuh dalam menganalisa " cosmic energy " (Chi), namun ia tidak cukup untuk menyelami seluruh sifat energy. Sehingga dibutuhkan prinsip 5-Unsur yang melihatnya lebih mendalam dengan membaginya menjadi 5 jenis atau sifat energi secara berurutan, dimulai dengan unsur kayu, kemudian api, tanah, besi (atau metal) dan gabungan dari prinsip Yin Yang dan 5-Unsur inilah dipelajari sebagai sifat energi dalam astrologi Tiongkok. Penjelasan ke-5 unsur energi adalah sebagai berikut : Unsur Kayu Dalam waktu, unsur kayu diartikan sebagai musim semi yaitu mulainya suatu kehidupan baru. Oleh karena itu, ia identik dengan pagi hari, timur dan bersifat angin. Warna hijau. Dalam ilmu pengobatan, hati berunsur kayu. Dalam karakter, unsur kayu diasosiasikan dengan kreativitas dan pelaksanaan Unsur Api Dalam waktu, unsur api diartikan sebagai pertengahan musim panas. Oleh karena itu, ia identik dengan di tengah siang hari, selatan dan bersifat panas. Warna merah. Dalam ilmu pengobatan, jantung bersifat api. Dari segi karakter, unsur api diasosiasikan dengan perasaan dan emosi. Unsur Tanah Dalam waktu, unsur tanah diartikan sebagai awal siang hari. Oleh karena itu, ia identik dengan posisi tengah dan berkaitan dengan kelembaban (humidity) . Warna kuning. Dalam ilmu pengobatan, limpa bersifat tanah. Dari segi karakter, unsur tanah diasosiasikan dengan daya konsentrasi, realisme dan stabilitas . Unsur Besi Dalam waktu, unsur besi (metal) diartikan sebagai musim gugur. Oleh karena itu, ia identik dengan malam hari, barat dan bersifat kering (aridity). Warna putih. Dalam ilmu pengobatan, paru-paru bersifat metal. Dari segi karakter, unsur besi diasosiasikan dengan kemauan keras dan kemandirian, juga khidmat dan ketajaman. Unsur Air Dalam waktu, unsur air diartikan sebagai musim dingin. Oleh karena itu, ia identik dengan malam hari, utara dan bersifat dingin. Warna hitam. Dalam ilmu pengobatan, ginjal bersifat air. Dari segi karakter, unsur air diasosiasikan dengan kejernihan pikiran dan rasional. Ia mengalir, liberal dan fleksibel .



Sebagai unsur energi, jelas mereka saling berinteraksi dengan saling menunjang. Sesuai dengan urutan diatas, kayu dibakar menjadi api yang kemudian berubah menjadi tanah, tanah adalah sumber besi, zat besi adalah mineral yang dapat dicairkan, sedangkan air sendiri menghidupan pohon. Dengan demikian, kayu menghidupkan api memperkuat tanah memperkuat besi memperkuat air menghidupkan kayu



Disamping saling menunjang, mereka juga saling memusnahkan. Kayu memusnahkan tanah yang memusnahkan air yang memusnahkan api yang memusnahkan besi yang memusnahkan



Yin Yang merupakan sebuah gambaran kongkrit dari perputaran dunia. Yin Yang merupakan sebuah prinsip kehidupan yang dinamis. Seperti yang dikatakan oleh kitab perubahan Yin Yang memiliki dua arti pertama sebagai sebuah ketentraman dan kesederhanaan dalam menjali kehidupan nyata dan kedua adalah sebagai sebuah perputaran kehidupan, artinya dalam kehidupannya manusia tidak mungkin akan selalu setagnan laju perputaran kehidupan secara teguh di yakini oleh faham Yin Yang. Hari kita mengalami kesusahan esok hari kita akan mengalami sebuah kebahagiaan, semakin tingkat kesusahan yang kita alami maka semakin tinggi pula kebahagian yang kita raih.



Yin Yang dengan 5 elemen yang meliputinya, yaitu: kayu, tanah, logam, api dan air adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari, api, dan laki - laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin tertentu dan derajat Yang tertentu . Kedua, ajaran Taoisme tentang Yin-Yang juga dapat memberi kearifan. Yang biasanya digambarkan sebagai agresif, maskulin, kompetitif, dan rasional. Sementara Yin dilukiskan konservatif, intuitif, kooperatif, feminin, dan responsif. Yin-Yang harus berjalan secara sejajar dan seimbang, sehingga keharmonisan antara makrokosmos dan mikrokosmos terwujud. Kenyataan kita lebih suka berpikir rasional, linear, mekanistik, dan materialistik perlu diseimbangkan dengan pengetahuan yang intuitif, non-linear, dan koordinatif, sebagai perwujudan Yin (kearifan ekologis). Keyakinan terhadap Yin Yang meski harus terus dipertahankan sebab tuntutan terhadap keberadaan manusia akhir-akhir ini sering merasa terancam dengan perilaku yang dilakukannya sendiri. Semangat Yin Yang adalah back to nature sebab manusia adalah bagian dai penyeimbang alam itu sendiri. Manusia merupakan sebuah mikrokosmos dalam hubungannya dengan makrokosmos atau alam semesta. Sebagai bagian pelengkap yang penting, manusia seharusnya tunduk pada hukum-hukum kosmos yang sama. Keseluruhan susunan alam semesta terbentuk dari keseimbangan yang sempurna antara kekuatan Yang dan Yin . Kejenuhan orang terhadap berbagai macam terapan kimiawi dan bebagai macam rekayasa genetika membuat prinsip Yin Yang yang terus berinteraksi dengan alam semakin mengukuhkan dirinya sebagai hal yang patut didalami, dikembangkan dan implementasikan oleh manusia. Dari Komunisme ke Kapitalisme China menempuh jalan pragmatis dengan menyerap unsur-unsur pokok kapitalisme pasar, tetapi tetap memelihara nilai-nilai ideologi sosialisme yang berakar kuat dalam tradisi politik mereka(Amich Alhumami, 2009). China mengabaikan pertentangan ideologis dan menjalankan modernisasi dengan memeluk kapitalisme meski tetap setia pada sosialisme, langkah ganjil dan penuh paradoks. Saksikan, negara-negara berideologi serupa, seperti Vietnam dan Laos, mengadopsi strategi pembangunan ekonomi China dan menjadikannya model. Jalan pragmatisme China memberi inspirasi negara-negara serumpun di Asia Timur dalam membangun ekonomi. Bahkan, Iran, Afrika, dan Amerika Latin juga tertarik pendekatan dan strategi China. Mereka mengundang ahli hukum, ekonomi, dan politik China untuk menyampaikan public lecture bagi pejabat pemerintahan, akademisi, dan pengamat bagaimana menjalankan state-led economic development with limited political reforms itu. Banyak orang mengira bahwa naiknya Deng Xiaoping ke tampuk pemerintahan merupakan babak baru dalam hal kebudayaan Cina karena mereka melihat dicabutnya larangan untuk memelihara kebudayaan tradisional. Tetapi, periode ini sebenarnya merupakan babak yang tak kalah radikal dalam hal globalisasi kebudayaan dari periode sebelumnya. Bangsa Cina menariknya, dengan penuh semangat menyambut datangnya globalisasi ini. Deng Xiaoping menciptakan slogan yang tepat: Gaige, kaifang (Reformasi



dan Membuka Diri). Slogan ini benar-benar telah membuat Cina masuk dalam arus globalisasi dengan cepat. Sehingga jika masih memperhitungkan resistensi, maka resistensi itu tidak besar dan dapat diatasi oleh kelompok pembaharu dari Deng Xiaoping. Cukup dengan mengatakan “bahaya kiri”, Deng Xiaoping dan kawan-kawan berhasil menghentikan perlawanan mereka. Sebaliknya, walaupun mereka menyatakan sikap hatihati terhadap “bahaya kanan” pada hakekatnya kelompok ini mendorong Cina untuk lebih cepat masuk dalam irama langkah kapitalisme global. Di dunia intelek internasional sependapat, bahwa yang berhasil membuat perubahan besar ini adalah ajaran Deng Xiaoping yang bilang bahwa „Tidak perduli kucing hitam atawa putih, selama si kucing bisa menangkap tikus, dia adalah kucing yang baik" (ref. [1,2}). Hanya mereka yang tidak mengerti filsafat saja, yang mengira bahwa teori Deng ini bertentangan dengan ajaran Mao Zedong. Padahal sebenarnya teorinya Deng ini tetap berpijak pada landasan Materialisme Dialektik dan Histori (MDH), yaitu menyimpulkan bahwa dalam perkembangan (Histori) dewasa ini, kaum penjajah sudah berganti rupa dan bisa dimanfaatkan guna pembangunan (ini beda dengan Indonesia yang tidak sanggup memanfaatkannya buat rakyat sampai hari ini). Teori kucingnya Deng ini sama sekali BUKAN ajaran Confucius, melainkan prinsip dari filsafat Pragmatisme yang justru berasal dari filsafat barat, sama halnya dengan Teori Revolusi nya Mao Zedong yang berasal dari Marx dan Lenin. Prof. Wang dan Leo Malamed sama2 menandaskan bahwa landasan dari teori KUCING nya Deng tidak lain adalah filsafat Pragmatisme. Kiranya ini lebih dari cukup untuk membantah anggapan bahwa ajaran Deng ini berasal dari Confucius. Juga analisa Profesor Wang memberikan indikasi yang kuat bahwa teori kucingnya Deng ini adalah perkembangan lebih lanjut dari teori MDHnya Mao, dan dewasa ini sudah menjadi bahan perdebatan didalam tubuh PKT sendiri. Ditinjau dari sudut filsafat, baik Marx maupun Pragmatisme kedua2nya merupakan bagian dari filsafat Enlightenment/Aufklaerung. Kedua2nya merupakan solusi dari Dualisme nya filsuf Immanuel Kant yang terkenal, persisnya seputar hakekat dunia luat sebagai "Das Ding An Sich" (the-thing-in-itself) yang tidak mungkin terjangkau oleh manusia. Filsafat MDH (Marx) memilih solusi bahwa dunia luar itu ditetapkan oleh materi yang berkembang menurut hokum-hukumnya sendiri diluar kemauan kita (misalnya hokum-hukum alam, hokum-hukum masyarakat, dlsbnya). Hal mana sebenarnya tidak lain adalah sebuah kepercayaan belaka, sekalipun tarafnya sudah jauh lebih tinggi dari tahayul dan agama. Aliran Positivisme Logis (Logical Positivism, yang menjadi landasan IPTEK sampai hari ini) dengan sadar menolak solusi apapun buat Dualismenya Kant ini. Tetapi dengan sukarela membatasi diri hanya kepada persepsi pancaindera sebagai satu2nya kebenaran objektif yang bisa diketahui oleh manusia dengan pasti. Hasilnya kita lihat sendiri adalah perkembangan IPTEK yang pesat sejak tahun 1700-an. Kelemahannya, dengan membatasi diri hanya kepada persepsi pancaindera, maka Positivisme Logis tidak mampu menjawab pertanyaan yang hakiki, apakah Tuhan itu eksis, dan apakah ada hidup setelah mati, yaitu pertanyaan2 yang justru merupakan pertanyaan yang sentral bagi hampir setiap manusia.



Setelah terjadi pembantaian di Lapangan Tian’anmen pada 4 Juni 1989, orang menyangka bahwa tamatlah gerakan reformasi di Cina. Hal ini barangkali juga disetujui oleh pemimpin-pemimpin pada waktu itu. Tetapi dugaan dan kekhawatiran tersebut ternyata salah. Ketika melihat ada bahaya ke arah menutup diri, pada tahun 1992, Deng Xiaoping mengadakan gebrakan terakhir tetapi menentukan. Dalam apa yang kemudian terkenal dengan “perjalanan ke selatan” itu, Deng Xiaoping memerintahkan Cina meneruskan gaige, kaifang. Lawan-lawan politik Deng Xiaoping tidak berkutik, dan Cina pun melanjutkan langkahnya masuk dalam arus globalisasi. Masih banyak orang masih suka memakai sebutan “Cina Komunis”. Sebutan ini tentu diucapkan oleh orang yang datang ke Cina 30 tahun yang lalu. Komunisme kini memang Cuma tinggal slogan, tidak ada orang yang mempercayainya lagi, termasuk pemimpinpemimpin Partai Komunis Cina. Ideologi yang berlaku sekarang adalah ideologi yang juga menguasai inggris, Amerika Serikat, dan belahan dunia manapun saat ini, yaitu ideologi neoliberalisme. Siapapun dihalalkan untuk berdagang, untuk mengeruk keuntungan. Mereka secara murni mengikuti petuah Deng Xiaoping; zhi fu shi guangrong (menjadi kaya itu mulia). Sebagai negara komunis Cina pernah mati-matian melawan kapitalisme. Ini tidaklah mengherankan. Ideologi komunisme memang menentang kapitalisme dan para kapitalis yang dianggap menindas kelas proletar. Pada awal berdirinya republik, sekitar tahun 1951, diadakan gerakan yang diarahkan benar-benar untuk membasmi para kapitalis. Ini disusul dengan disitanya aset milik para-istilah mereka dulu-“komprador borjuis”. Perusahaan-perusahaan besar dijadikan perusahaan milik Negara. Perusahaan milik orang apalagi, semuanya disita oleh pemerintah. Pada pertengahan tahun 1950-an, ketika dinyatakan bahwa “transformasi sosial” telah tercapai, kelas kapitalis benar-benar telah dikikis. Kalau pada tahun 1953 masih terdapat 8,4 juta tukang, pedagang dan pengusaha di kota-kota Cina, pada 1956 jumlah itu merosot menjadi 160.000 orang saja di seluruh Cina. Semakin dalam ideologi komunisme ditancapkan, semakin kuat pula kebencian terhadap orang-orang yang dianggap kelas kapitalis, bahkan jejak-jejak kapitalis yang sekecil apa pun. Masa “Revolusi Kebudayaan” merupakan puncaknya. Sesudah angin reformasi berhembus pada awal tahun 1980-an. Perlahan-lahan semangat anti-kapitalisme itu hilang. Mekanisme pasar mengambil alih peran Negara dalam menetukan harga barang maupun jasa. Pada saat ini hampir tidak lagi kelihatan jejak semangat anti-kapitalisme di Cina. Uang telah menggantikan :insentif moral” yang dulu sedemikian menguasi rakyat Cina. Dengan kata lain, membuka toko, berdagang kelontong, membuka salon kecantikan, buka restoran, tidak diharamkan. Yang paling menarik dari perkembangan ini adalah merebaknya pengusaha-pengusaha swasta. Kelompok masyarakat yang di masa Mao dahulu dicurigai dan didiskriminasi, dengan cepat menyesuaikan diri. Selama jangka waktu (1989-1992) mengalami penurunan, tetapi sejak tahun 1992 itu jumlah pengusaha swasta – baik yang termasuk getihu maupun siying qiyezhu – bertambah berlipat-lipat. Dua kategori itu didasarkan atas apakah jumlah buruh melebihi delapan orang: kategori kedua yang sebenarnya resmi diakui sebagai “pengusaha swasta” memperkerjakan lebih dari delapan buruh.



Sekedar ilustrasi, antara 1993-1999, jumlah getihu meningkat 1,8 kali, dan asetnya naik 4 kali lipat, sementyara output value naik dengan 5,1 kali. Adapun siying qizeyhu mengalami percepatan lebih tinggi. Jumlah mereka meningkat 6,2 kali, asety mereka naik 15 kali, output value mereka bertambah 18,2 kali. Pada umumnya mereka terdapat di pesisir Timur (getihu 45 persen dan siying qiyezhu 64 persen). Getihu sebagian besar (84%) terjun di dalam sektor industri tersier dan kebanyakan (64%) ada di wilayah pedesaan. Sementara itu Cuma sedikit lebih dari separuh (53%) dari siying qiyezhu tersedot ke sektor industri tersier, sebagian lain terjun dalam indutri sekunder (45%). Tetapi mereka mayoritas (63%) ada di kota, besar ataupun kecil, di pesisir timur. Seluruh pengusaha swasta di Cina saat ini berjumlah sekitar 20 juta. Tetapi meskipun demikian. Sekalipun ada pertumbuhan yang sedemikian spektakuler, baik getihu maupun siying qiyezhu secara nasional hanya menyumbang 10 persen dari industrial output value dan 11,6 persen dari lapangan kerja. Dengan kata lain, pengusaha swasta belum dapat dikatakan telah “mendominasi” perekonomian Cina. Atau, bahwa pengusaha swasta Cina telah “mencengkram” Cina. Perekonomian cina pada saat ini masih bergantung pada perusahaan-perusahaan milik negara, besar maupun kecil, pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Pada dasarnya pengusaha swasta murni belum mengatur roda ekonomi. Negara masih memainkan peran penting, kalau tidak boleh dikatakan dominan. Dalam UUD (1982) yang telah diamamndemen pada 1999 sekalipun tetap dikatakan sebagai “komponen penting” dari perekonomian Cina. Dalam pidatonya pada kesempatan peringatan hari kemerdekaan RRC ke-50, 1 Oktober 1999, Jiang Zemin menegaskan bahwa “aset publik akan mendominasi aset masyarakat; sektor yang dimiliki oleh negara mengendalikan jalur kehidupan ekonomi nasional dan memainkan peranan memimpin dalam pembangunan ekonomi”. Dikalangan pemimpin Cina nampak masih ada kendala ideologis yang sulit untuk ditembus. Kelompok yang sering dijuluki “kelompok kiri” zuopai berpendapat bahwa Cina adalah negara sosialis yang berdasarkan kepemilikan negara. Maka public ownership ini tidak boleh dilanggar. Dengan membiarkan pengusaha swasta menjalankan roda ekonomi di cina, maka tamatlah riwyat sosialisme di Cina. Kelompok kiri sebagai sebuah kelompok memang makin sedikit dalam kuantitas, tetapi kelompok kiri sebagai sebuah aliran pemikiran belum hilang sama sekali di Cina. Mereka tetap waspada dan curiga terhadap sepak terjang para kapitalis. Kelompok kiri tentu saja mewaspadai gerak-gerik para pengusaha swasta yang berusaha “masuk lewat pintu belakang”. Yaitu orang-orang yang mau mempengaruhi pembuatan kebijakan dengan cara masuk kedalam Partai Komunis Cina. Mereka telah mencium taktik ini, dan mereka menentang kebijakan untuk menerima masuk pengusaha swasta ke dalam Partai. Mereka mengingatkan Jiang Zemin dengan mengutip kata-kata Jiang sendiri 14 tahun yang silam, ketika ia mengatakan bahwa pengusaha swasta tidak boleh masuk menjadi anggota partai. Di dokumen lain, Jiang lebih eksplisit lagi mengatakan: “Partai kita adalah ujung tombak kelas pekerja. Hubungan antara pengusaha swasta dan



kelas pekerja adalah hubungan antara yang menindas dan yang tertindas. Maka, tidak diijinkan untuk merekrut pengusaha swasta ke dalam partai”. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa masih dibutuhkan waktu panjang bagi pengusaha swasta Cina untuk benar-benar menjadi “pemain” yang utama dalam gelanggang ekonomi di Cina. Meskipun dalam teori “Tiga Perwakilan” kedudukan kelompok pengusaha swasta diakui secara terbuka, Cina ternayata masih mengandalkan perusahaan milik negara untuk menggerakan ekonominya. Economic boom yang terjadi di Cina saat ini harus diterangkan dengan memperhatikan variabel-variabel yang bukan pengusaha swasta lokal. Kalau begitu benar seperti yang dikatakan Deng Xiaoping. Yang dianut oleh Cina sekarang adalah “sosialisme dengan ciri khas Cina” (you zhongguo tese de shehuizhuyi). Dengan ini diam-diam Cina telah memeperkenalkan model ekonomi yang baru, yang unik, sesuai dengan kondisi Cina. Dari Dogmatisme ke Pragmatisme Partai Komunis Cina (PKC) dan Negara RRC setelah ditinggalkan Mao Ze Dong, menghadapi permasalahan yang rumit. Dimana yang menjadi masalah adalah pengaruh Hua Guo Feng yang menduduki jabatan ketua PKC merangkap Perdana Menteri RRC, ia merupakan seorang tokoh yang dilahirkan oleh Revolusi Kebudayaan. Hua Guo Feng menganut aliran dogmatik radikal bersama Jiang Qing dan pengikutnya. Hanya saja ketika Mao Ze Dong meninggal, Hua Guo Feng tidak menghendaki Jiang Qing mewarisi kedudukan suaminya sebagai Ketua PKC. Untuk mewujdkan kehendaknya tersebut Hua Guo Feng terpaksa bekerjasama dengan Marsekal Ye Jian Ying untuk bersama-sama menangkap “Kelompok 4 Serangkai”. Setelah itu terbentuklah triumvirat antara Hua Guo Feng, Ye Jian Ying dan Deng Xiau Ping. Disinilah akar mula permasalahnnya, kedua rekannya tersebut pernah menjadi korban dari Revolusi Kebudayaan yang telah mengangkat namanya ke atas pentas perpolitikan. Sebagai pemegang puncuk pimpinan PKC dan pemerintahan RRC, Hua Guo Feng hanya dapat menyandarkan diri pada bayang-bayang kejayaan usang Mao Ze Dong dengan menyatakan: “Kebijakan apapun yang pernah di anut oleh Mao akan tetap saya junjung tinggi; dan instruksi apapun yang pernah di amanatkan oleh Mao akan tetap saya indahkan”. Pernyataannya ini kemudian dikenal dengan apapun-isme. Ditanggapi oleh kaum pragmatis dengan menuduhnya sebagai pengekor dari kelompok 4 Serangkai. Konfrontasi terbuka pertama antara Hua Guo Feng dan Deng Xiau Ping terjadi pada rapat kerja politik tentara pembebasan rakyat Cina (mei 1978). Hua Guo Feng dalam pidatonya mengatakan bahwa ia akan meneruskan revolusi dibawah diktatur proletariat ajaran Mao Zhe Dong, bendera mao zhe dong akan terus dikibarkan demi persatuan dan perjuangan. Sementara Deng xiau Ping berpidato bahwa ada kawan-kawan yang setiap hari berbicara tentang pikiran Mao zhe dong, tetapi mereka sering melupakan pandangan asasinya yaitu mencari kebenaran dalam fakta. Dalam hal ini, Pragmatisme memilih solusi bahwa kebenaran objektif itu tidak ada, melainkan ditetapkan oleh perihal, apakah suatu teori itu membuahkan hasil yang



menguntungkan. Jika hasilnya menguntungkan kita, maka teori itu "benar". Jika hasilnya merugikan, teori itu salah. Problimnya disini, perkataan "kita" itu sendiri tidak objektif. Berbeda dengan persepsi pancaindera yang sama bagi setiap manusia, apa yang menguntungkan buat satu pihak kadang-kadang atau seringkali justru merugikan buat orang lain. Pada bulan november 1978 diadakan rapat-rapat dalam rangka mempersiapkan sidang III dari komite sentral ke 11. dalam rapat tersebut tampak benar adanya dua kelompok yaitu (1). Kelompok yang terdiri dari ahli waris revolusi kebudayaan dibawah pimpinan Hua Gua Feng dan (2). Kelompok yang terdiri dari korban revolusi kebudayaan dibawah pimpinan Deng Xiau Ping. Hasil rapat memutuskan Deng Xiau Ping menduduki kembali jabatannya dalam PKC sebagai wakil ketua komite Sentral, merangkap anggota dewan harian biropolitik serta wakil ketua komisi militer. Sedangkan dalam pemerintahan RRC ia memperoleh kembali jabatannya sebagai wakil pertama perdana menteri merangkap kepala staf umum tentara pembebasan rakyat. Hal tersebut mnyebabkan posisi Huo Guo Feng menjadi goyah. Semakin jelaslah bahwa Deng XiaoPing memenangkan adu kekuatan dalam sidang pleno komite sentral tersebut. Sidang pleno komite sentral dianggap menjadi titik balik perkembangan dari era dogmatisme dengan gerakan-gerakan massalnya yang beralih menuju ke pragmatisme dan sekaligus merupakan awal dari era kepemimpinan Deng XiaoPing. Dalam suasana pragmatisme dan modernisasi itu hubungan dengan dunia internasional mulai dikembangkan lagi, terutama dengan Amerika Serikat. Pragmatisme Cina Pragmatisme yang berbasis kondisi setempat yang di maksud adalah seperti Cina dan India. Kedua negara ini sama2 maju tapi dengan cara yang berbeda. Cina maju dengan aktor utama pemerintah. Pemerintahlah yang membuat kebijakan membuka zona ekonomi khusus dan membuat kebijakan yang menarik investor asing. Sehingga akhirnya industri di Cina sangat berkembang pesat dan membuat kemajuan ekonomi yg menakjubkan. Tentu saja semua pencapaian ini tidak bisa mensejahterakan 1 milyar lebih orang sekaligus. India berkembang terutama karena industri IT dan tempat yang subur bagi outsourcing perusahaan barat. Berbeda dengan Cina justru pemerintahan India kurang berperan dalam kemajuan ekonominya. Yang berperan adalah kaum swasta. Para penguasa China paham betul hukum ekonomi kapitalisme pasar, yakni bagaimana mengakumulasi kapital dan mengeruk keuntungan bahkan untuk satu dollar investasi sekalipun. Karena itu, mereka lebih mengutamakan reformasi kelembagaan pemerintahan-efisiensi birokrasi, peningkatan mutu pelayanan publik, efektivitas regulasi, akuntabilitas dan transparansi, penegakan hukum dan perkuatan peradilan, yang lebih dibutuhkan guna memfasilitasi investasi asing ketimbang demokratisasi. Pemerintah China yakin, para investor asing lebih memilih jaminan stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum dalam berinvestasi ketimbang memilih tipe pemerintahan: otoriter atau demokrasi.



Dari dua contoh ini terlihat, bahwa kemajuan ekonomi kedua negara ini lebih berdasarkan kondisi setempat. Di Cina peran pemerintah dalam kemajuan ekonomi menonjol adalah cocok dengan sistem komunisme. Pemimpin dipilih oleh suatu dewan. Kemudian pemerintah inilah yang secara pragmatis menentukan arah kebijakan ekonomi yang sesuai. Tentu saja peran pemerintah yang besar ini tidak bisa ditiru negara demokrasi seperti India. Namun toh pemimpin India walaupun berganti2, tetap bisa membuat kebijakan yang cocok dengan negaranya dan membuat kemajuan. Cina pada masa Mao Zedong tumbuh menjadi sebuah negara yang ambisius dalam membangun negara yang besar berdasarkan ajaran komunis. Dalam merealisasikan keinginannya Mao melakukan berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk menandingi ekonomi negara-negara eropa dibidang industri dengan kemampuan bangsa sendiri. Beberapa kebijakan tersebut adalah Lompatan Jauh kedepan dan Revolusi Kebudayaan. Kehidupan masyarakat Cina pada periode ini sangat dipengaruhi oleh paham komunis yang kental. Dalam bidang politik pemerintah bersikap otoriter, dengan kebijakan mono-partainya yaitu dengan dibentuknya PKC sebagai partai tunggal. Sedang dalam bidang ekonomi Mao mengeluarkan kebijakan ekonomi terencana dan terpusat pada negara dengan menggunakan ekonomi sosialis. Pada aspek sosial, budaya, agama dan pendidikan, pemerintah menjadi pengatur dan melakukan kontrol yang ketat. Sehingga masyarakat mendapat tekanan dari komunisme terutama dalam bidang agama dan budaya. Sedangkan dalam bidang pendidikan komunis melarang unsur-unsur agama Khatolik dan Protestan ikut dalam mengembangkan pendidikan. Semua pola pendidikan barat digantikan dengan pola pendidikan Uni Soviet. Sepeninggal Mao, pemerintah berusaha memperbaiki keadaan negara dengan mulai bersikap terbuka terhadap negara-negara barat. Mereka mengakui kegagalan sistem ekonomi sosialis yang tidak mampu menyejahterakan rakyat Cina. Deng Xio Ping adalah orang yang memulai terbukanya cina dengan paham kapitalis ketika ia menjabat sebagai perdana menteri di tahun 1973, terutama pada bidang Ekonomi. Walaupun begitu dalam bidang lain pemerintah masih mempertahankan paham Komunis sebagai nilai-nilai dasar. Dalam khazanah filsafat, Pragmatisme selalu diidentifikasikan sebagai sesuatu yang menjijikkan dan tidak pantas. Dalam kehidupan sehari-hari, pragmatis terkadang digunakan untuk merujuk kepada perilaku yang tidak baik. Padahal, pragmatisme merupakan cara pandang yang selalu membuka diri terhadap kebenaran dan tidak mencoba mencari kebenaran absolut. Cara pandang ini menghasilkan perilaku yang tidak terkungkung oleh ideologi dan kepercayaan sempit. Weber berpendapat bahwa spirit protestanisme yang membidani kapitalisme tak dapat dilepaskan dari etika pragmatisme. Adalah spirit pragmatisme yang melepaskan Amerika dari kepercayaan akan rasisme dan ethnic intolerance menuju pengakuan hak-hak sipil yang universal. Dalam era globalisasi ini, pragmatisme adalah panduan terbaik yang dapat digunakan mengarungi perjalanan menghadapi tantangan abad ke-21. Pragmatisme bukanlah sesuatu yang keliru dan harus dijauhi. Sebaliknya, pragmatisme mampu menciptakan optimisme dan membuang hambatan-hambatan yang biasa terselubung dalam doktrin-doktrin



ideologi yang kaku. Sikap pragmatisme selalu lebih baik daripada sikap yang didasari kepercayaan ideologi yang kaku. Orang-orang Cina memandang negara mereka sebagai negara besar karena warisan sejarah, budaya, daerah yang luas dan populasi yang banyak. Cina memiliki aspirasi untuk menjadi kekuatan besar, namun ia menyadari bahwa saat ini tidak memiliki kekuatan nasional yang komprehensif untuk merealisasikannya. Banyak orang Cina yang percaya bahwa kelemahan relatif Cina membuatnya mudah menjadi “bulan-bulanan” AS dan secara potensial juga oleh negara-negara kuat lainnya. Oleh karena itu, sebuah Cina yang kuat akan mempunyai posisi yang lebih baik dalam berhadapan dengan AS, khususnya dalam masalah Taiwan. China tak mau didikte kepentingan Barat, kukuh meretas jalan sendiri dalam melaksanakan proyek modernisasi ekonomi-politik. Bagi China, sungguh tidak mudah berayun di antara ekonomi dan demokrasi karena negara ini dihuni 1,3 miliar penduduk. Gejolak politik berskala kecil pun akan berdampak besar terhadap stabilitas keamanan domestik, yang dapat mengguncang sendi kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Meski demikian, China perlahan mulai mengakomodasi sebagian elemen demokrasi modern. Reformasi ekonomi China disertai penataan kelembagaan pemerintahan untuk mendukung good governance, rule of law, pemberantasan korupsi, dan pasar terbuka. Ini adalah strategi gradual yang bertujuan memperkuat peran negara dalam membangun perekonomian dan menjamin stabilitas politik sebagai prasyarat mutlak untuk menarik investasi asing (foreign direct investment) dan memacu pertumbuhan berkelanjutan. Keputusan Cina untuk meningkatkan ketergantungan perdagangan dan ekonomi dengan Jepang merupakan keputusan pragmatis karena Cina mengabaikan hubungan yang kurang baik diantara keduanya yang selama ini terjadi. Cina juga tidak ambil pusing saat negara-negara Barat memprotes rendahnya penerapan hak asasi manusia di negara-negara Afrika. Cina malah semakin intensif melakukan kerja sama serta memberikan bantuan kepada negara-negara Afrika. Tatkala AS secara tegas menolak melakukan negosiasi dengan Iran, Cina justru memilih jalan diplomasi dan menolak mentah-mentah sanksi terhadap Iran. Masih segar diingatan kita tatkala hampir semua negara mengutuk pemerintahan Junta Militer Myanmar yang memberangus Demokrasi, Cina malah menjadi mitra dagang terbesar bagi Myanmar. Bagi Cina, diplomasi adalah diplomasi dan perdagangan adalah perdagangan. Pimpinan komunis Cina menyampaikan ancaman. Dua tema peka yang membuat penguasa di Beijing menunjukkan kejengkelan terhadap Washington, yakni menyangkut masalah Taiwan dan Tibet. Cina menuntut agar Presiden Obama membatalkan pertemuannya dengan Dalai Lama. Bila tidak, pemerintah di Beijing mengancam untuk mengambil konsekuensi dalam hubungan bilateral. Ketegangan akhir-akhir ini antara Washington dan Beijing dengan mudah terlihat dalam membentuk tatanan dunia yang baru. Diperingatkan, Cina merupakan negara adi daya yang agresif. Ketakutan mengenai hal itu berlebihan. Ketegangannya lebih mencerminkan permainan kekuatan, yang mana kedua belah pihak hanya akan meraih kemenangan, bila menjalin kerjasama dengan damai.



Ancaman keras dan sikap pragmatis yang dingin antara kedua belah pihak, telah muncul sejak era Nixon - Mao, pada tahun 70-an. Setelah badai ketegangan berlalu, dalam waktu singkat hubungan antara kedua negara ini kembali normal. Amerika Serikat merupakan pasaran besar Cina. Dan Amerika Serikat merupakan kreditor besar Bank Cina. Dengan ringkas dapat dikatakan, kegiatan ekonomi kedua negara sejak lama saling terkait. Baik Cina maupun Amerika Serikat tidak akan terjebak kedalam perselisihan yang serius. Tapi sejak krisis ekonomi dunia, muncul beberapa perubahan. Cina yang mengalami "boom ekonomi" luput dari krisis. Ini membangkitkan fantasi kekuasaan. Pemerintah di Beijing mempertahankan pragmatisme. Elit politik Cina semakin sering menuntut untuk mengambil tindakan terhadap Amerika Serikat. Cina tidak perlu lagi untuk mengalah, bila negara-negara Barat menjegal kepentingannya. Bila pimpinan di Bejing benar-benar menerapkan ancamannya untuk memboikot perusahaan Amerika Serikat, maka misalnya pada akhirnya setengah dari armada penerbangan Cina tidak akan beroperasi, karena suku cadangnya berasal dari perusahaan Boeing. Jadi tidaklah mengherankan, bila di tengah ancaman yang disampaikan pimpinan Cina, hubungan lainnya tetap berjalan. Untuk pertama kalinya, kapal induk Amerika Serikat Nimitz memperoleh ijin berlabuh di Hongkong. Ini menunjukkan isyarat bahwa hubungan antara kedua negara masih dalam kerangka permainan kekuatan. Cina memahami bahwa urusan dalam negeri suatu negara bukanlah urusannya. Cina pun paham perekonomian jauh lebih penting tinimbang politik. Hal inilah yang luput dilihat Gorbachev tatkala ia lebih memilih Glastnost (reformasi politik) tinimbang perestorika (reformasi Ekonomi). Cina juga telah mencoba keluar dari permasalahan cultural constraints yang dihadapinya untuk terlibat aktif dalam budaya global. Sekarang, Kotakota di Cina terlihat seperti kota-kota di Barat. Warga Cina berpakaian layaknya mencoba meniru mannerism orang Amerika. Merk-merk Barat yang dapat diakses jauh lebih banyak berterbaran di Cina menandakan usaha Cina untuk mentransformasi dirinya menjadi bagian dari dari warga negara Dunia dimata orang-orang Amerka dan Eropa. Pragmatisme Cina yang selalu melihat kedalam tinimbang keluar membuat kebangkitan Cina selalu dilihat sebagai kebangkitan yang damai (the peaceful rice of China). Cina selalu fokus membangun peradaban Cina daripada membangun peradaban dunia. Tak heran, Cina tidak pernah terbebani untuk menjadi polisi dunia yang bereaksi terhadap segala permasalahan yang muncul. Terlepas dari ideologi komunis yang dianut negara ini, pada dasarnya Cina telah menjadi bangsa pragmatis sejati yang mampu meraih capaian-capaian yang belum mampu ditandingi oleh bangsa Asia manapun. Kepustakaan Alif Lukmanul Hakim, Merenungkan Kembali Pancasila Indonesia, Bangsa Tanpa Ideologi , Newsletter KOMMPAK Edisi I 2007. http://aliflukmanulhakim.blogspot.com Abdurrohim, Pendidikan Sebagai Upaya Rekonstruksi Sosial, posted by Almuttaqin at 11:41 PM , http://almuttaqin-uinbi2b.blogspot.com/2008/04/ Abdurrohim, Pendidikan Sebagai Upaya Rekonstruksi Sosial, posted by Almuttaqin at 11:41 PM , http://almuttaqin-uinbi2b.blogspot.com/2008/04/



Adnan Khan(2008), Memahami Keseimbangan Kekuatan Adidaya , By hati-itb September 26, 2008 , http://adnan-globalisues.blogspot.com/ Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan Pustaka Firdaus). Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga Wijaya Persada. _________2003: ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, (Jilid II), Jakarta, Penerbit ArgaWijaya Persada. A. Sonny Keraf, Pragmatisme menurut William James, Kanisius, Yogyakarta, 1987 R.C. Salomon dan K.M. Higgins, Sejarah Filsafat, Bentang Budaya, yogyakarta, 2003 Avey, Albert E. 1961: Handbook in the History of Philosophy, New York, Barnas & Noble, Inc. Awaludin Marwan, Menggali Pancasila dari Dalam Kalbu Kita, Senin, Juni 01, 2009 Bernstein, The Encyclopedia of Philosophy Bagus Takwin. 2003. Filsafat Timur; Sebuah Pengantar ke Pemikiran Timur. Jalasutra. Yogjakarta. Hal. 28 Budiman, Hikmat 2002, Lubang Hitam Kebudayaan , Kanisius, Yogyakarta. Chie Nakane. 1986. Criteria of Group Formation. Di jurnal berjudul. Japanese Culture and Behavior. Editor Takie Sugiyama Lembra& William P Lebra. University of Hawaii. Hawai. Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education. Dawson, Raymond, 1981, Confucius , Oxford University Press, Oxford Toronto, Melbourne D. Budiarto, Metode Instrumentalisme – Eksperimentalisme John Dewey, dalam Skripsi, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982 Edward Wilson. 1998. Consilience : The Unity of Knowledge. NY Alfred. A Knof. Fakih, Mansour, Dr, Runtuhnya Teori Pembangunan Dan Globalisasi . Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 1997 Fritjof Capra. 1982. The Turning of Point; Science, Society and The Rising Culture. HaperCollins Publiser. London. Hadiwijono, H, Dr, Sari Sejarah Filsafat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980 Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni. Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell Lasiyo, 1982/1983, Confucius , Penerbit Proyek PPPT, UGM Yogyakarta --------, 1998, Sumbangan Filsafat Cina Bagi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia , Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta --------, 1998, Sumbangan Konfusianisme Dalam Menghadapi Era Globalisasi , Pidato Dies Natalis Ke-31 Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.



Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratorium Pancasila. ---------2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila. Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press. mcklar(2008), Aliran-aliran Pendidikan, http://one.indoskripsi.com/node/ Posted July 11th, 2008 Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC. Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cet ke-6. Radhakrishnan, Sarpavalli, et. al 1953: History of Philosophy Eastern and Western, London, George Allen and Unwind Ltd. Roland Roberton. 1992. Globalization Social Theory and Global Culture. Sage Publications. London. P. 85-87 Sudionokps(2008)Landasan-landasan Pendidikan, http://sudionokps.wordpress.com Titus, Smith, Nolan, Persoalan-Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta : 1984 UNO 1988: Human Rights, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003) Widiyastini, 2004, Filsafat Manusia Menurut Confucius dan Al Ghazali, Penerbit Paradigma, Yogyakarta Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press. Ya'qub, Hamzah, 1978, Etika Islam , CV. Publicita, Jakarta Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press. Andersen, R. dan Cusher, K. (1994). Multicultural and intercultural studies, dalam Teaching Studies of Society and Environment (ed. Marsh,C.). Sydney: Prentice-Hall Banks, J. (1993). Multicultural education: historical development, dimensions, and practice. Review of Research in Education, 19: 3-49. Boyd, J. (1989). Equality Issues in Primary Schools. London: Paul Chapman Publishing, Ltd. Burnett, G. (1994). Varieties of multicultural education: an introduction. Eric Clearinghouse on Urban Education, Digest, 98. Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn Bacon Campbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research. Chicago Rand McNelly Carter, R.T. dan Goodwin, A.L. (1994). Racial identity and education. Review of Research in Education, 20:291-336.



Cooper, H. dan Dorr, N. (1995). Race comparisons on need for achievement: a meta analytic alternative to Graham's Narrative Review. Review of Educational Research, 65, 4:483-508. Darling-Hammond, L. (1996). The right to learn and the advancement of teaching: research, policy, and practice for democratic education. Educational Researcher, 25, 6:5-Dewantara, Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers College Press Eggleston, J.T. (1977). The Sociology of the School Curriculum, London: Routledge & Kegan Paul. Garcia, E.E. (1993). Language, culture, and education. Review of Research in Education, 19:51 -98. Gordon, Thomas (1974) Teacher Effectiveness Training. NY: Peter h. Wydenpub Hasan, S.H. (1996). Local Content Curriculum for SMP. Paper presented at UNESCO Seminar on Decentralization. Unpublished. Hasan, S.H. (1996). Multicultural Issues and Human Resources Development. Paper presented at International Conference on Issues in Education of Pluralistic Societies and Responses to the Global Challenges Towards the Year 2020. Unpublished. Henderson, SVP (1954) Introduction to Philosophy of Education.Chicago : Univ. of Chicago Press Hidayat Syarief (1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta: Maret,1997 Highet, G (l954), Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.Pembangunan Ki Hajar (1936). Dasar-dasar pendidikan, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Kemeny,JG, (l959), A Philosopher Looks at Science, New Hersey, NJ: Yale Univ.Press Ki Hajar Dewantara, (l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis Luhur Ki Suratman, (l982), Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila, Jakarta:Depdikbud Ki Hajar, Dewantara (1945). Pendidikan, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Ki Hajar, Dewantara (1946). Dasar-dasar pembaharuan pengajaran, dalam Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago Univ. Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis (terjemahan), Bandung, Jemmars



Liem Tjong Tiat, (l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung Oliver, J.P. dan Howley, C. (1992). Charting new maps: multicultural education in rural schools. ERIC Clearinghouse on Rural Education and Small School. ERIC Digest. ED 348196. Print, M. (1993). Curriculum Development and Design. St. Leonard: Allen & Unwin Pty, Ltd. Raka JoniT.(l977),PermbaharauanProfesionalTenagaKependidikan:Permasalahan dan Kemungkinan Pendekatan, Jakarta, Depdikbud Rosyid, Rum (1995) Kesatuan, Kesetaraan, Kecintaan dan Ketergantungan : Prinsipprinsip Pendidikan Islami, Suara Almamater No 4/5 XII Bulan Juli 7 Agustus, Publikasi Ilmiah, Universitas Tajungpura, Pontianak Rum Rosyid(2010) Pragmatisme Pendidikan Indonesia Bagian I : Beberapa Tantangan Menuju Masyarakat Informasi, Penerbit KAMI , Pontianak. Rum Rosyid (2010) Pragmatisme Pendidikan Indonesia Bagian II : Perselingkuhan Dunia Pendidikan Dan Kapitalisme, Penerbit KAMI, Pontianak. Rum Rosyid (2010) Pragmatisme Pendidikan Indonesia Bagian III : Epistemologi Pragmatisme Dalam Pendidikan Kita, Penerbit KAMI, Pontianak. Rum Rosyid (2010) Pragmatisme Pendidikan Indonesia Bagian IV : Peradaban Indonesia Evolusi Yang Tak Terarah, Penerbit KAMI , Pontianak. Twenticth-century thinkers: Studies in the work of Seventeen Modern philosopher, edited by with an introduction byJohn K ryan, alba House, State Island, N.Y, 1964 http://stishidayatullah.ac.id/index2.php?option=com_content http://macharos.page.tl/Pragmatisme Pendidikan.htm http://www.blogger.com/feeds/7040692424359669162/posts/default http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.html http://stishidayatullah.ac.id/index2.php http://macharos.page.tl/Pragmatisme Pendidikan, .htm http://www.blogger.com/feeds/7040692424359669162/posts/default http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.html Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan Modern, http://panjiaromdaniuinpai2e.blogspot.com Koran Tempo, 12 November 2005 , Revolusi Sebatang Jerami. http://www.8tanda.com/4pilar.htm di down load pada tanggal 2 Desember 2005 http://filsafatkita.f2g.net/sej2.htm di down load pada tanggal 2 Desember 2005 http://spc.upm.edu.my/webkursus/FAL2006/notakuliah/nota.cgi?kuliah7.htm l di down load pada tanggal 16 November 2005 http://indonesia.siutao.com/tetesan/gender_dalam_siu_tao.php di down load pada tanggal 16 November 2005 http://storypalace.ourfamily.com/i98906.html di down load pada tanggal 16 November 2005 http://www.ditext.com/runes/y.html di down load pada tanggal 2 Desember 2005



Dari Buku Pragmatisme Pendidikan Indonesia Beberapa Tantangan Menuju Masyarakat Informasi Oleh : Rum Rosyid Dosen FKIP Universitas Tanjungpura Direktur Global Equivalency for Education