Keselamatan Kerja Dibidang Manufaktur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KESELAMATAN KERJA DIBIDANG MANUFAKTUR/PENGECORAN KESELAMATAN KERJA DIBIDANG MANUFAKTUR/PENGECORAN



A. Pengertian Keselamatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.



B. Tujuan Dan Sasaran K3 Menciptakan suatu sistim keselamatan di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif. Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja 1.



Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional



2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya 3. Sahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien



4.



Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina normanorma perlindungan kerja



5. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.



C. Bahaya di Tempat Kerja: Pengecoran Logam Tentunya kita sudah sangat familiar dengan benda-benda berbahan logam di sekitar kita. Mulai dari spare-part otomotif sampai berbagai alat dan mesin. Benda-benda ini dibentuk (atau lebih tepatnya dicetak) melalui proses pengecoran logam. Praktek pengecoran logam (atau dikenal juga dengan istilah foundry) telah lama mendapat banyak perhatian praktisi di bidang K3 (Keselamatan Kerja), tidak lain karena banyaknya hazard atau sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau PAK (Penyakit Akibat Kerja). Artikel berikut akan mengulas secara singkat bahaya yang terdapat di lingkungan kerja ini.



D. Sumber bahaya Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain. Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua: 1.



Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal, carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.



2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim panas.



E. Penyakit Akibat Kerja (PAK) Melalui berbagai penelitian, baik epidemiologi atau eksperimental, telah diketahui beberapa penyakit yang dicurigai berhubungan dengan proses pengecoran logam yaitu :



1. Penyakit saluran pernafasan Termasuk diantaranya yang paling umum adalah pneumoconiosis, bronchitis, dan kanker paru. Penyakit-penyakit ini dihubungkan dengan paparan terhadap debu silica, dan debu



metal/non metal lain yang terhirup selama bekerja. Debu-debu ini apabila terhirup dalam waktu yang lama akan berakumulasi dalam paru dan merangsang proses inflamasi. Akumulasi debu ini bersifat fibrogenik – merangsang pembentukan jaringan ikat, dan pada tingkat lanjut bisa bersifat karsinogenik – merangsang pembentukan sel kanker. 2. Penyakit diluar saluran pernafasan Termasuk diantaranya intoksikasi Timbal (Pb), karbon monoksida, dan Beryllium (Berylliosis). 3. Thermal Stress Stress tubuh akibat suhu tinggi yang dihasilkan proses pengecoran logam. 4. Gangguan pendengaran Merupakan akibat dari tingginya tingkat kebisingan terutama yang berasal dari mesinmesin. Tanpa kontrol yang baik, tingkat kebisingan dapat mencapai 85 – 120 dBA; nilai ini diatas NAB (Nilai Ambang Batas) 85 dB yang diperbolehkan. 5. Gangguan muskuloskeletal Sebagai akibat dari posisi tubuh yang salah atau tuntutan aktivitas fisik yang berat selama bekerja. 6. Sindrom akibat getaran Dikenal dengan istilah Raynaud’s Phenomenon of Occupational Origin. Penyakit ini timbul akibat penggunaan alat-alat yang bergetar dalam jangka waktu yang lama.



F. Kecelakaan Kerja Selain berpotensi menyebabkan PAK, proses pengecoran logam juga menempatkan pekerja dalam posisi yang rentan terhadap kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja di tempat pengecoran logam dapat terjadi akibat:



1.) pekerjaan manual 2.) penggunaan mesin 3.) permukaan tempat kerja atau jalan 4.) benda asing yang mengenai mata 5.) paparan dengan benda panas. G. Proses pengecoran logam Sebelum menilai paparan sumber bahaya pada suatu tempat kerja, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu proses yang terkandung di dalamnya. Praktek dalam proses pengecoran logam telah banyak berubah dari tahun ke tahun, namun secara umum tahapan-



tahapannya masih sama. Secara sederhana, tahapan yang dimaksud meliputi alur sebagai berikut: 1.



Moulding (pencetakan), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian luar dari bentuk yang diinginkan.



2.



Coremaking (pembuatan inti), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian inti dari bentuk yang diinginkan.



3.



Melting (pencairan, yaitu proses pencairan dan penuangan logam ke dalam cetakan (atau mould) yang sudah disiapkan.



4.



Cleaning (pembersihan), yaitu proses pembersihan dan pengeluaran logam yang sudah dicetak. K3 Dalam Proses Pengecoran Dalam proses kerja pengecoran K3 sangat diperlukan bagi tenaga kerja, karena resiko dalam setiap pekerjaan pasti ada. oleh karena itu untuk mengurangi kecelakaan dalam bekerja diwajibkan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri atau K3. Berikut ini adalah peralatan pelindung diri dalam bekerja : 1. Pelindung mata Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan debu. Berbagai jenis kacamata pengaman mempunyai kegunaan yang berbeda. Kacamata debu berguna melindungi mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda, memahat dan mengebor. Kacamata las berguna melindungi mata dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan retina mata) pada saat melaksanakan pengelasan. Kacamata las dapat dibedakan terutama pada kacanya, antara pekerjaan las asetilin dan las listrik. Kacamata las listrik lebih gelap dibandingkan dengan kacamata las asetilin. Selain kacamata las terdapat juga kedok yang lazim disebut helm las atau kacamata las yang dipadukan dengan topi. 2. Alat pelindung kepala Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja pada mesin-mesin yang berputar, topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran mesin bor atau rambut terkena percikan api pada saat mengelas.



3. Pelindung hidung dan mulut



Ditempat- tempat tertentu dari bagian bengkel, udara sering dikotori terutama akibat kimiawi, akibat gas yang terjadi, akibat semprotan cairan, akibat debu dan partikel lainnya yang lebih kecil. Misalnya pengotoran pada pernafasan akibat debu kasar dari gerinda, kabut dari proses pengecatan, asap yang timbul ketika pahat sedang digerinda dan asap ketika mengelas adalah salah satu contoh pengotoran udara yang terjadi. Pemakaian alat pelindung pernafasan ditentukan oleh jenis bahaya pengotoran udara. a. Penahan debu Penahan debu memberi perlindungan pernafasan dari debu, debu metalik yang kasar atau partikel lainnya yang bercampur dengan udara. Yakinlah bahwa pemakaian pelindung ini sudah rapat betul, sehingga udara yang dihirup melalui saringan (filter).



b. Saringan Cartridge Pemakaian saringan cartridge bila jalannya pernafasan mendapat pengotoran dari embun cairan berracun yang berukuran 0,5 mikron. Saringan cartridge diberi tanda oleh pabrik guna menerangkan kegunaannya. Bila terasa pernafasan sangat sesak segera saringan diganti. Yakinlah bahwa melekatnya alat ini pada bagian kulit muka benar-benar melekat dengan baik. Agar tidak meragukan cobalah dengan melekatkan lembaran kertas atau ditutup telapak tangan pada lubang udara, kemudian dihirup. Jika penghirupan terasa sesak, berarti tidak ada kebocoran, ini menunjukkan perlekatan pada bagian kulit muka baik.



4. Alat pelindung tangan Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering dijumpai adalah : a. Sarung tangan kain Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya b. Sarung tangan asbes Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande besi). c. Sarung tangan kulit Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tsb. d. Sarung tangan karet



Terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel, perkhrom dsb. Sarung tangan menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan tersebut berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor. 5. Alat pelindung kaki Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam, tertimpa benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka sebagai pelindung digunakan sepatu. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan. 6. Pakaian pelindung Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api. Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain. Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua: 1.



Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal, carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.



2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim panas. http://fadlyhthokichi.blogspot.com/2016/03/keselamatan-kerja-dibidang.html?m=1



Potensi Bahaya dan Risiko di Tempat Kerja 23-11-16 admin 6 comments



1. Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja



Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. Oleh karena itu perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya. Potensi Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian tersebut. Mustahil untuk mengetahui semua bahaya yang ada. Beberapa hal yang tampak jelas berbahaya, seperti bekerja dengan menggunakan tangga yang tidak stabil atau penanganan bahan kimia bersifat asam. Namun demikian, banyak kecelakaan terjadi akibat dari situasi sehari-hari misalnya tersandung tikar di lantai kantor. Ini tidak berarti bahwa tikar pada umumnya berbahaya! Namun demikian, hal ini bisa terjadi, tikar tersebut dalam posisi terlipat atau tidak seharusnya dan menjadi potensi bahaya dalam kasus ini. Seperti diketahui, potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat berupa berbagai bentuk. Terlebih lagi, masing-masing risiko bisa menjadi tinggi atau rendah, tergantung pada tingkat peluang bahaya yang ada. Mempertimbangkan kasus tikar, tingkat risiko mungkin bergantung pada: 



posisi matras – Apakah dalam posisi tergulung? Apakah jelas terlipat?







risiko cedera – jika seseorang tersandung oleh tikar ini, ia cenderung jatuh ke lantai atau menabrak mesin yang bergerak?



Advertisment



Risiko yang ditimbulkan dapat berupa berbagai konsekuensi dan dapat dibagi menjadi empat kategori besar: Tabel A: Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada dampak korban Kategori A



Kategori B



Potensi bahaya yang menimbulkan risiko dampak jangka panjang pada kesehatan



Kategori C



Potensi bahaya yang Risiko



terhadap



menimbulkan



risiko kesejahteraan



langsung



pada atau



keselamatan



Bahaya factor kimia (debu, uap KebakaranListrik logam, uap) Bahaya faktor biologi (penyakit



Kategori D



dan Potensi bahaya



Mekanikal (tidak gangguan oleh virus, bakteri, binatang adanya pelindung



kesehatan



sehari-hari



Air



MinumToilet



dan mencuci



fasilitas



Potensi



bahaya



yang menimbulkan risiko pribadi dan psikologis Pelecehan, termasuk intimidasi



dan



pelecehan seksual



dsb.)Bahaya



faktor



fisik



(bising, mesin)



penerangan, getaran, iklim kerja,



House keeping jatuh)Cara bekerja dan bahaya factor (perawatan buruk ergonomis (posisi bangku kerja, pada peralatan) pekerjaan berulang- ulang, jam kerja yang lama)Potensi bahaya lingkungan yang disebabkan oleh polusi pada



Terinfeksi



Ruang makan atau Kantin P3K di tempat kerja Transportasi



HIV/AIDS Kekerasan



di



tempat kerjaStressNarkoba di tempat kerja



perusahaan di masyarakat



Dalam Tabel A, bahan-bahan bersifat racun atau asam termasuk dalam kategori A, sedangkan tikar tergulung merupakan bahaya tersandung termasuk bagian housekeeping dalam kategori B. Tentu saja beberapa hal mungkin dapat termasuk dalam kedua kategori. Misalnya api bisa ditempatkan dalam kategori A dan B. Tabel A menggambarkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja mencakup semua dampak kesehatan pada pekerja, dari keselamatan fisik sampai kesejahteraan mental dan sosial serta bahaya/risiko yang ditimbulkannya. Tidak akan mungkin bagi seorang pengusaha untuk mengidentifikasi dan menemukan solusi untuk semua elemen ini tanpa kerjasama dengan tenaga kerja. Inilah salah satu alasan lagi mengapa konsultasi antara pekerja dan manajemen sangat penting. 2. Potensi bahaya yang mengakibatkan dampak risiko jangka panjang pada kesehatan



Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika terjadi pajanan (“exposure”) yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya faktor-faktor tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah ini antara lain kimia, fisik, biologi dan ergonomis. 2.1 Bahaya Faktor Kimia Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain: 



Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru- paru. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.







Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan yang



terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggoroka Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut. 



Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan waja Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).



Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB). Bahan kimia di tempat kerja Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja. Bahan- bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping. Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan waktu bertahun- tahun untuk berkembang. Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi bahaya? 



kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negatif (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui;







wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan;







bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya;







jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi pekerja, seperti respirator dan sarung tangan ;







bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang



sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut. Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol, huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang berisi nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan. Pelabelan bahan kimia merupakan salah satu cara penting untuk mencegah penyalahgunaan atau penanganan yang dapat menyebabkan cedera atau sakit. Dalam transportasi, bila kemungkinan terjadi kecelakaan, maka sangat penting dalam keadaan



darurat untuk mengetahui risiko dari zat-zat tersebut. Sedangkan lembar data keselamatan bahan adalah lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya.



Di Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan pelabelan bahan kimia merupakan salah satu kewajiban pengusaha/pengurus dalam mengendalikan bahan kimia di tempat kerja. Adapun lembar data keselamatan bahan dan pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia yang berdasarkan sistim global harmonisasi telah juga diadopsi oleh Pemerintah Indonesia. 2.2 Bahaya Faktor Fisik Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan. Kebisingan Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat me- nimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari. Penerangan Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak. Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka. Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah. Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot.



Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2. Iklim kerja Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja. Faktor- faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:   



mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan; menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja; mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang aman.



Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat). Radiasi Tidak Mengion Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet). Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam. Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik, laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata. 2.3 Bahaya Faktor Biologi Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja – pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi dengan



pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza. 2.4 Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja- pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya. Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:    



dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi; dengan postur tidak netral atau canggung; bila terdapat pendukung yang kurang sesuai; bila kurang istirahat yang cukup.



Demikianlah sedikit ulasan tentang potensi bahaya dan resiko.untuk ulasan lengkap bisa mengikuti training Ahli K3 Umum yang dilaksanakan Oleh PT PRASHETYA QUALITY..Pelatihan dan Sertifikasi yang berkualitas dan sesuai dengan standarisasi baik secara nasional dan internasional, kami yakin bahwa Program Pelatihan yang Kami tawarkan akan mampu memberikan kontribusi yang maksimal kepada pihak perusahaan..Pelatihanpelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah pelatihan-pelatihan yang disusun untuk memberi bekal kepada personil yang ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di tempat kerja. Sehingga dapat mengeliminisir kecelakaan di tempat kerja.



KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA



KESELAMATAN DANKESEHATAN KERJA Lambang K3



K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Terdapat perbedaan dalam menyebut kepanjangan dari K3, beberapa artikel menyebut "Kesehatan dan Keselamatan Kerja". Namun merujuk kepada istilah bahasa inggris nya, Occupational Health and Safety (OHS), maka istilah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dirasa lebih tepat



Secara umum, K3 didefinisikan sebagai ilmu tentang antisipasi, rekognisi, evaluasi dan kontrol terhadap bahaya yang muncul di tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja - selain juga dapat berpengaruh terhadap komunitas dan lingkungan sekitar.



Ruang lingkup K3 sangat luas, merujuk kepada berbagai disiplin ilmu dan berbagai bahaya dalam lingkungan kerja. Untuk memaksimalkan perlindungan terhadap pekerja dan lingkungan sebagai target penerapan K3, maka dibutuhkan berbagai kapasitas keahlian, pengetahuan, dan analisis dalam implementasi K3



Sistem Manajemen K3



Untuk dapat berjalan dengan baik, maka prinsip-prinsip K3 harus diintegrasi ke dalam struktur manajemen perusahaan. Berdasarkan hal ini, maka dibentuklah suatu sistem manajemen yang mengatur penerapan K3 di tempat kerja. Sistem Manajemen K3 (SMK3) didefinisikan sebagai "bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif" (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996)



Hukum K3 Penerapan prinsip-prinsip K3 harus memiliki payung hukum yang kuat untuk menjamin prosesnya.



Berikut beberapa hukum dan peraturan terkait K3 di Indonesia:



Undang-undang (UU) no.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja  



Amanah untuk melakukan pencegahan dan pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran Amanah untuk melakukan pencegahan dan pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK)



Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976 



Kewajiban pelatihan Hiperkes untuk dokter perusahaan



Keputusan Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 



Lampiran: Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja



Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996 



Definisi SMK3 (Sistem Manajemen K3)



Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kemenaker) Nomor: KEP-51/MEN/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja    



Definisi Faktor Fisika Nilai Ambang Batas (NAB) Getaran Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja



Peraturan Menteri (Permen) Perburuhan No. 7 Tahun 1964 



Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja



Permen No. Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja 



(Pasal 2) Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja



Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 



Standar K3 Rumah Sakit (K3RS)



Kesehatan Kerja Kesehatan kerja atau occupational health adalah bagian tidak terpisahkan dari K3. Paparan berbagai sumber bahaya di tempat kerja dapat mengakibatkan pekerja menderita Penyakit Akibat Kerja (PAK)



Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja atau occupational diseases adalah penyakit yang timbul sebagai akibat dari pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Timbulnya penyakit akibat kerja juga dapat timbul



dalam



waktu



singkat



atau



jangka



waktu



yang



lama.



Pembagian penyakit akibat kerja dalam Oxford Handbook of Occupational Health adalah sebagai berikut



(klik



pada



masing-masing



Penyakit infeksi (occupational infections):    



Blood-Borne Virus (BBV) Tuberculosis Leptospirosis Influenza



Gangguan sistem kardiovaskular: 



PJK (CHD/Coronary Heart Disease)



Gangguan sistem pernafasan



judul



untuk



masuk



ke



halaman



penjelasan):



     



Occupational Asthma Rhinitis Byssinosis Pneumokoniosis (Asbestosis, Silicosis, Beryliosis) PPOK (COPD/Chronic Obstructive Pulmonary Disease) Kanker Paru



Gangguan kulit  



Dermatitis Kanker kulit



Gangguan sistem muskuloskeletal   



LBP (low back pain) Osteoarthritis Bursitis



Gangguan sistem urinaria/perkemihan  



Gagal ginjal Kanker kandung kemih



Gangguan sistem pencernaan  



Sirosis hepatis Kanker gastrointestinal



Gangguan mata   



Trauma pada mata Konjungtivitis Katarak



Gangguan saraf     



Narkosis akut Parkinson NIHL (noise induced hearing loss) HAVS (hand arm vibration syndrome) Kanker otak



Gangguan kejiwaan  



Psikosis Stress



Gangguan reproduktif   



Gangguan fertilitas Gangguan kehamilan Gynaecomastia



Gangguan hematologis   



Aplasia sumsum tulang belakang Anemia Hemolisis



Gangguan



akibat



kerja



yang



tidak



bisa



dijelaskan



secara



medis



Di Indonesia sendiri, PAK dikelompokkan berdasarkan Lampiran Keputusan Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja



Topik Kesehatan Kerja Topik-topik lain yang berhubungan dengan kesehatan kerja di blog ini adalah (silahkan klik pada link berikut):



1. Dokter Perusahaan 2. Daftar Penyakit Akibat Kerja (Keputusan Presiden no.22 tahun 1993) 3. Program Rehabilitasi 4. Audiometri Skrining 5. Bahaya di Tempat Kerja: Pengecoran Logam 6. Bekerja Harga Tenaga Kerja dari Adelaide 7. Penyakit Akibat Kerja: Kanker



Higiene Industri Tempat kerja dikenal sebagai lingkungan yang mengandung berbagai sumber bahaya dan mengancam keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Berangkat dari kenyataan tersebut maka ditetapkanlah syarat-syarat keselamatan kerja pada Undang-undang (UU) no.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja yang salah satu isinya mengamanahkan agar dilakukannya pencegahan dan pengendalian suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau



radiasi, suara, dan getaran. Lebih jauh lagi, UU ini mengamanahkan dilakukanya pencegahan dan pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK).



Gambar 1. Salah satu sumber bahaya di tempat kerja, debu kayu atau wood dust



Selain itu, sesuai dengan Permenakertrans No. PER. 01/MEN/1976, seorang dokter perusahaan dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang ilmu higiene industri.



Faktor-faktor sumber bahaya yang diidentifikasi dalam lingkup higiene industri termasuk faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi.



Faktor Fisika



Banyak faktor fisika di tempat kerja yang mempengaruhi proses pekerjaan, diantaranya termasuk iklim, kebisingan, getaran, dan pencahayaan. Minimnya kontrol terhadap faktor-faktor fisika ini tidak hanya dapat berpengaruh ke produktivitas kerja namun dapat berpengaruh ke kesehatan pekerja, bahkan dapat berkontribusi pada timbulnya kecelakaan kerja.



Faktor Kimia



Faktor-faktor kimia adalah salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS).



Faktor Biologi



Gambar 2. Lambang Biohazard



Sumber bahaya dari faktor biologi atau biological hazards (biohazard) bersifat sangat kompleks. Banyak dari faktor biologi ini bersal dari paparan organisme atau zat yang dihasilkan organisme di tempat kerja. Pekerjaan dengan resiko tinggi terpapar faktor biologi termasuk diantaranya di sektor perikanan, kesehatan, dan agrikultur. Selain itu paparan faktor biologi juga dapat berupa penyebaran penyakit menular sesama pekerja.



(Klik disini untuk mengetahui lebih lanjut tentang faktor biologi)



Topik Higiene Industri Berikut adalah tulisan dalam bidang Higiene Industri di situs ini (silahkan klik pada link berikut):



1. Faktor Fisika       



Kebisingan Iklim Kerja Pencahayaan Vibrasi Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan NAB untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) NAB (Nilai Ambang Batas) untuk getaran



2. Faktor Kimia 



Debu Kayu



3. Faktor Biologi



Ergonomi International Ergonomics Association (IEA) mendefinisikan ergonomi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi manusia dengan berbagai elemen dari sistem, serta sebuah profesi yang mengaplikasikan teori, prinsip, data, dan metode untuk mengoptimalkan produktivitas manusia dan sistem secara keseluruhan.



Istilah 'Ergonomi' berasal dari bahasa Yunani, 'ergon' (kerja) dan 'nomos' (hukum) untuk menggambarkan ilmu tentang pekerjaan. Ergonomi adalah disiplin ilmu yang berorientasi ke sistem dan dapat diaplikasikan ke semua aktivitas manusia



Seorang praktisi Ergonomi harus memiliki pengetahuan yang luas tentang hubungan manusia dan pekerjaan, dengan mempertimbangkan aspek fisik, kognitif, sosial, organisasional, lingkungan, dan aspek lain yang relevan.



Secara umum, ruang lingkup Ergonomi terbagi dalam tiga spesialisasi: physical ergonomics, psychological ergonomics, dan organisational ergonomics.



Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja atau occupational safety adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang manajemen keselamatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.



Berikut bahaya yang umum menjadi pemicu timbulnya kecelakaan di tempat kerja (ikuti link ke halaman penjelasan masing-masing bahaya):     







Kecelakaan Kerja Api dan Kebakaran Listrik Bahaya di Tempat Kerja: Pengecoran Logam Case Study: Ledakan Pabrik di Texas dalam Perspektif K3



Pengertian dari Keselamatan kerja



 



Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).



 



Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.



  



Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.







Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.



 



Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :







a. Sasarannya adalah manusia







b. Bersifat medis.



 



Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.



 



Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.



 



Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :



 



1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).







2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.







3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan;







4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.



 



Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.











Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.



 



Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya.



 



Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).



 



Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :



 



a. Sasarannya adalah lingkungan kerja







b. Bersifat teknik.



 



Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.



 



Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya.







Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.



 



Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.







Dewasa ini pembangunan nasional tergantung banyak kepada kualitas, kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari



segi dunia usaha diperlukan produktivitas dan daya saing yang baik agar dapat berkiprah dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah satu faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia kerja.  



Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safetydisebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.







Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif.



 



Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.



 



Ruang Lingkup K3



 



Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :







 Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.











Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :



 



1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian







2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan







3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.







4) Proses produksi







5) Karakteristik dan sifat pekerjaan







6) Teknologi dan metodologi kerja















Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari



kegiatan industri barang maupun jasa.



KESELAMATAN KERJA DIBIDANG MANUFAKTUR/PENGECORAN KESELAMATAN KERJA DIBIDANG MANUFAKTUR/PENGECORAN



A. Pengertian Keselamatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.



B. Tujuan Dan Sasaran K3 Menciptakan suatu sistim keselamatan di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat



kerja yang aman, efisien, dan efektif. Sebagai mana yang telah tercantum didalam Undang Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang : Keselamatan Kerja 1.



Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional



2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya 3. Sahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien 4.



Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina normanorma perlindungan kerja



5. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi.



C. Bahaya di Tempat Kerja: Pengecoran Logam Tentunya kita sudah sangat familiar dengan benda-benda berbahan logam di sekitar kita. Mulai dari spare-part otomotif sampai berbagai alat dan mesin. Benda-benda ini dibentuk (atau lebih tepatnya dicetak) melalui proses pengecoran logam. Praktek pengecoran logam (atau dikenal juga dengan istilah foundry) telah lama mendapat banyak perhatian praktisi di bidang K3 (Keselamatan Kerja), tidak lain karena banyaknya hazard atau sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau PAK (Penyakit Akibat Kerja). Artikel berikut akan mengulas secara singkat bahaya yang terdapat di lingkungan kerja ini.



D. Sumber bahaya Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain. Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua: 1.



Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal, carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.



2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim panas.



E. Penyakit Akibat Kerja (PAK) Melalui berbagai penelitian, baik epidemiologi atau eksperimental, telah diketahui beberapa penyakit yang dicurigai berhubungan dengan proses pengecoran logam yaitu :



1. Penyakit saluran pernafasan Termasuk diantaranya yang paling umum adalah pneumoconiosis, bronchitis, dan kanker paru. Penyakit-penyakit ini dihubungkan dengan paparan terhadap debu silica, dan debu metal/non metal lain yang terhirup selama bekerja. Debu-debu ini apabila terhirup dalam waktu yang lama akan berakumulasi dalam paru dan merangsang proses inflamasi. Akumulasi debu ini bersifat fibrogenik – merangsang pembentukan jaringan ikat, dan pada tingkat lanjut bisa bersifat karsinogenik – merangsang pembentukan sel kanker. 2. Penyakit diluar saluran pernafasan Termasuk diantaranya intoksikasi Timbal (Pb), karbon monoksida, dan Beryllium (Berylliosis). 3. Thermal Stress Stress tubuh akibat suhu tinggi yang dihasilkan proses pengecoran logam. 4. Gangguan pendengaran Merupakan akibat dari tingginya tingkat kebisingan terutama yang berasal dari mesinmesin. Tanpa kontrol yang baik, tingkat kebisingan dapat mencapai 85 – 120 dBA; nilai ini diatas NAB (Nilai Ambang Batas) 85 dB yang diperbolehkan. 5. Gangguan muskuloskeletal Sebagai akibat dari posisi tubuh yang salah atau tuntutan aktivitas fisik yang berat selama bekerja. 6. Sindrom akibat getaran Dikenal dengan istilah Raynaud’s Phenomenon of Occupational Origin. Penyakit ini timbul akibat penggunaan alat-alat yang bergetar dalam jangka waktu yang lama.



F. Kecelakaan Kerja Selain berpotensi menyebabkan PAK, proses pengecoran logam juga menempatkan pekerja dalam posisi yang rentan terhadap kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja di tempat pengecoran logam dapat terjadi akibat:



1.) pekerjaan manual 2.) penggunaan mesin



3.) permukaan tempat kerja atau jalan 4.) benda asing yang mengenai mata 5.) paparan dengan benda panas. G. Proses pengecoran logam Sebelum menilai paparan sumber bahaya pada suatu tempat kerja, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu proses yang terkandung di dalamnya. Praktek dalam proses pengecoran logam telah banyak berubah dari tahun ke tahun, namun secara umum tahapantahapannya masih sama. Secara sederhana, tahapan yang dimaksud meliputi alur sebagai berikut: 1.



Moulding (pencetakan), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian luar dari bentuk yang diinginkan.



2.



Coremaking (pembuatan inti), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian inti dari bentuk yang diinginkan.



3.



Melting (pencairan, yaitu proses pencairan dan penuangan logam ke dalam cetakan (atau mould) yang sudah disiapkan.



4.



Cleaning (pembersihan), yaitu proses pembersihan dan pengeluaran logam yang sudah dicetak. K3 Dalam Proses Pengecoran Dalam proses kerja pengecoran K3 sangat diperlukan bagi tenaga kerja, karena resiko dalam setiap pekerjaan pasti ada. oleh karena itu untuk mengurangi kecelakaan dalam bekerja diwajibkan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri atau K3. Berikut ini adalah peralatan pelindung diri dalam bekerja : 1. Pelindung mata Mata harus terlindung dari panas, sinar yang menyilaukan dan debu. Berbagai jenis kacamata pengaman mempunyai kegunaan yang berbeda. Kacamata debu berguna melindungi mata dari bahaya debu, bram (tatal) pada saat menggerinda, memahat dan mengebor. Kacamata las berguna melindungi mata dari bahaya sinar yang menyilaukan (kerusakan retina mata) pada saat melaksanakan pengelasan. Kacamata las dapat dibedakan terutama pada kacanya, antara pekerjaan las asetilin dan las listrik. Kacamata las listrik lebih gelap dibandingkan dengan kacamata las asetilin. Selain kacamata las terdapat juga kedok yang lazim disebut helm las atau kacamata las yang dipadukan dengan topi. 2. Alat pelindung kepala Topi adalah alat pelindung kepala secara umum, bila kita bekerja pada mesin-mesin yang berputar, topi melindungi terpuntirnya rambut oleh putaran mesin bor atau rambut terkena percikan api pada saat mengelas.



3. Pelindung hidung dan mulut Ditempat- tempat tertentu dari bagian bengkel, udara sering dikotori terutama akibat kimiawi, akibat gas yang terjadi, akibat semprotan cairan, akibat debu dan partikel lainnya yang lebih kecil. Misalnya pengotoran pada pernafasan akibat debu kasar dari gerinda, kabut dari proses pengecatan, asap yang timbul ketika pahat sedang digerinda dan asap ketika mengelas adalah salah satu contoh pengotoran udara yang terjadi. Pemakaian alat pelindung pernafasan ditentukan oleh jenis bahaya pengotoran udara. a. Penahan debu Penahan debu memberi perlindungan pernafasan dari debu, debu metalik yang kasar atau partikel lainnya yang bercampur dengan udara. Yakinlah bahwa pemakaian pelindung ini sudah rapat betul, sehingga udara yang dihirup melalui saringan (filter).



b. Saringan Cartridge Pemakaian saringan cartridge bila jalannya pernafasan mendapat pengotoran dari embun cairan berracun yang berukuran 0,5 mikron. Saringan cartridge diberi tanda oleh pabrik guna menerangkan kegunaannya. Bila terasa pernafasan sangat sesak segera saringan diganti. Yakinlah bahwa melekatnya alat ini pada bagian kulit muka benar-benar melekat dengan baik. Agar tidak meragukan cobalah dengan melekatkan lembaran kertas atau ditutup telapak tangan pada lubang udara, kemudian dihirup. Jika penghirupan terasa sesak, berarti tidak ada kebocoran, ini menunjukkan perlekatan pada bagian kulit muka baik.



4. Alat pelindung tangan Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering dijumpai adalah :



a. Sarung tangan kain Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya b. Sarung tangan asbes Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande besi). c. Sarung tangan kulit Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tsb. d. Sarung tangan karet Terutama pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel, perkhrom dsb. Sarung tangan menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan tersebut berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor. 5. Alat pelindung kaki Untuk menghindarkan kerusakan kaki dari tusukan benda tajam, tertimpa benda yang berat, terbakar oleh zat kimia, maka sebagai pelindung digunakan sepatu. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan. 6. Pakaian pelindung Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api. Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain. Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua: 1.



Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal, carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses.



2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim panas.



IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA



Tugas Makalah A. PENDAHULUAN Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan. fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global: 



ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja.







Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja.







Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.







Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.







Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih besar.







Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas, pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos, batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang. Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.







Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan massal sunyi," kata seorang narasumber.



B. IDENTIFIKASI BAHAYA Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi. Penilaian Pajanan Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.



Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.  Karakterisasi Risiko Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.  Penilaian Risiko Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi : 1. Menentukan personil penilai Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang. 2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai. 3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait. 4. Identifikasi potensi bahaya Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya.



Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko. 5. Mencari informasi / data potensi bahaya Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. 6. Analisis Risiko Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh. 7. Evaluasi risiko Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko. 8. Menentukan langkah pengendalian Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian



yang



dipilih



dari



berbagai



cara



seperti



:



a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian



administratif,



pelindung



peralatan/mesin



atau



pelindung



diri.



b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko,



c.



Menentukan



upaya



monitoring



terhadap



lingkungan



/



tempat



kerja.



d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan



biomedik,



audiometri



dan



lain-lain.



e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan. 9. Menyusun pencatatan / pelaporan Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada. 10. Mengkaji ulang penelitian



Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut. C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis. Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut : 1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. a) Radiasi Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain. Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air. Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi Pengion Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi



memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron. Radiasi Non Pengion Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari). Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut : 



Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.







Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan lainlain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi. Pengaruh radiasi terhadap manusia Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah



terpapar



radiasi,



seperti



katarak



dan



kanker.



Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel. Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%. Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu. 



Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.







Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.







Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.







Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan . Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan



Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu : 1.



Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.



2.



Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.



3.



Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.



b) Kebisingan Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk



menyatakan suara yang tidak



diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. 



Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.







Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.







Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .







Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll. Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari



berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ). Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori: 1) Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik. 2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz. 3) Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil. Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising. Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi Jenis Bunyi



Halilintar Meriam Mesin uap Jalan yang ramai Pluit Kantor gaduh Radio Rumah gaduh Kantor pada umumnya Rumah tenang Kantor perorangan Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air Tabel Skala Intensitas Kebisingan



120 DB 110 DB 100 DB 90 DB 80 DB 70 DB 60 Db 50 DB 40 DB 30 DB 20 DB 10 DB



Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:



1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran. 2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari. 3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95. Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja



cenderung



berbuat



kesalahan



dan



akhirnya



menurunkan



produktivitas



kerja.



Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar



20-25



dB.



Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya. c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi ) Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu



penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada



orang



yang



lebih



muda.



Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi



penglihatan



rangkap



atau



kabur.



Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur







pekerja



Perbaikan belakang



ini



kontras



objek



dapat



dimana



tersebut.



dilakukan



warna



Misalnya



objek cat



hal-hal



yang



tembok



sebagai



dikerjakan di



kontras



sekeliling



berikut



:



dengan



latar



kerja



harus



tempat



berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan. 



Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.







Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.







Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan a.



pengaturan



Pemilihan



jenis



atau lampu



dicegah.Pencegahan yang



tepat



silau



misalnya



dapat neon.



dilakukan Lampu



antara



lain



:



neon



kurang



menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan



sedemikian



rupa



sehingga



tidak



langsung



mengenai



bidang



yang



mengkilap.



c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan d.



sinar



Penggunaan



alat-alat



pelapis



matahari.



bidang



yang



tidak



mengkilap.



e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan



kerja



sebaiknya



tidak



terjadi



bayangan-bayangan.



Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut : 



Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.







Kelemahan mental







Kerusakan alat penglihatan (mata).







Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.







Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai



berikut



:



Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi



ruangan



tempat



kerja,



harus



diganti



dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas



(tidak



melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,



berkurangnya kemampuan melihat,



dan



menyebabkan kecelakaan.



Keuntungan



pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.



d) Getaran 



Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.







Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan



peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). 



Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.







Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:



 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut. 



6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.



 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.  13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi. 



< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.



2. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:







o



Pernapasan ( inhalation ),



o



Kulit (skin absorption )



o



Tertelan ( ingestion )



Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.



Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah a) Korosi 



Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.







Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.



b) Iritasi 



Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )







Contoh : o



Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .



o



Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.



c) Reaksi Alergi 



Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan







Contoh :



o



Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.



o



Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.



d) Asfiksiasi 



Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.







Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.







Contoh : o



Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium



o



Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide



e) Kanker  



Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .







Contoh :



o Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ; 2-



naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma); o Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium



f) Efek Reproduksi 



Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.







Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.







Contoh : o



Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.



g) Racun Sistemik 



Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.







Contoh :



o



Otak : pelarut, lead, mercury, manganese



o



Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide



o



Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers



o



Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons



o



Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )



3. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kumankuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut : a)



Bakteri Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.



b)



Virus Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.



c)



Jamur Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.



d) Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di tempat kerja, diantaranya : Daerah pertanian



Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins



yang



merupakan



hasil



metabolisme



jamur.



Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik) Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia. Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella. Di Laboratorium Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme pathogen Di



Perkantoran



:



terutama



yang



menggunakan



pendingin



tanpa



ventilasi



alami



Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.



Cara penularan kedalam tubuh manusia Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu : 1. Melalui saluran pernapasan 2. Melalui mulut (makanan dan minuman) 3. Melalui kulit apabila terluka



Mengontrol



bahaya



dari



faktor



biologi



Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan : 1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung organism patogen 2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi 3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja



4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan 5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen pada system pendingin. Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. 4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Pembebanan Kerja Fisik 



Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.







Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.







Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.







Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.



5. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja. Stress 



Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.







Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.







Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.



6. Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.



DAFTAR PUSTAKA



Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/. Diakses 08 November 2011 ………Posted:



Mei



23,



2008



in



IDENTIFIKASI



BAHAYA.



http://okleqs.wordpress.com/category/identifikasi-bahaya/ Diakses 08 November 2011



Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara.



Aria Gusti. 7 Januari 2011 Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dankesehatan-kerja/ Diakses 17 Desember 2011 http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenisjenis-dan/#ixzz1fpWSbEW8



Tugas individu Mata Kuliah : Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)



IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA



OLEH



NUR KAMRI NIM : 11B08057



PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2011



KATA PENGANTAR Bissmilahirrahmanirrahim.. Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga makalah Identifikasi factor bahaya di tempat kerja dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Identifikasi factor bahaya di tempat kerja merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengenali factor bahaya seperti bahaya fisik, kima, fisika, fisiologis, psikologis maupun bahaya biologis. Dengan mengetahu factor bahaya tersebut, maka memungkinkan dilakukan pencegahan agar tidak terjadi hal yang buruk pada pekerja. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



A. PENDAHULUAN



1



B. IDENTIFIKASI BAHAYA



2



C. FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA 1. Potensi Bahaya Fisik



6



2. Potensi Bahaya Kimia



18



3. Potensi Bahaya Biologis



20



4. Potensi Bahaya Fisiologis



23



5. Potensi Bahaya Psikososial



24



6. Potensi bahaya Proses Produksi



24



DAFTAR PUSTAKA



25



K3 kerja di bidang pengecoran Published on March 15 2016 Keselamatan Kerja di bidang pengecoran Tentunya kita sudah sangat familiar dengan benda-benda berbahan logam di sekitar kita. Mulai dari spare-part otomotif sampai berbagai alat dan mesin. Benda-benda ini dibentuk (atau lebih tepatnya dicetak) melalui proses pengecoran logam. Praktek pengecoran logam (atau dikenal juga dengan istilah foundry) telah lama mendapat banyak perhatian praktisi di bidang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), tidak lain karena banyaknya hazard atau sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau PAK (Penyakit Akibat Kerja). Artikel berikut akan mengulas secara singkat bahaya yang terdapat di lingkungan kerja ini.



ADVERTISING Proses pengecoran logam Sebelum menilai paparan sumber bahaya pada suatu tempat kerja, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu proses yang terkandung di dalamnya. Praktek dalam proses pengecoran logam telah banyak berubah dari tahun ke tahun, namun secara umum tahapantahapannya masih sama. Secara sederhana, tahapan yang dimaksud meliputi alur sebagai berikut: 1. Moulding (pencetakan), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian luar dari bentuk yang diinginkan. 2. Coremaking (pembuatan inti), yaitu proses pembuatan cetakan yang nantinya akan membentuk logam menjadi bagian inti dari bentuk yang diinginkan. 3. Melting (pencairan, yaitu proses pencairan dan penuangan logam ke dalam cetakan (atau mould) yang sudah disiapkan. 4. Cleaning (pembersihan), yaitu proses pembersihan dan pengeluaran logam yang sudah dicetak. Sumber bahaya Tingkat bahaya yang dijumpai di lingkungan pengecoran logam ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya termasuk jumlah karyawan, jenis logam dan bahan lain yang digunakan, ukuran benda yang akan dicetak, mekanisme kontrol terhadap sumber bahaya, sistem ventilasi, desain bangunan, dan lain-lain. Sumber bahaya terhadap kesehatan di proses pengecoran logam dapat dikelompokkan menjadi dua: 1. Bahaya dari penggunaan bahan zat kimia seperti debu silica, debu dan asap metal, carbon monoksida, dan senyawa kimia lain yang dilibatkan dalam proses. 2. Bahaya dari faktor fisika di lingkungan kerja, seperti kebisingan, getaran, dan iklim panas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) Melalui berbagai penelitian, baik epidemiologi atau eksperimental, telah diketahui beberapa penyakit yang dicurigai berhubungan dengan proses pengecoran logam. 1. Penyakit saluran pernafasan Termasuk diantaranya yang paling umum adalah pneumoconiosis, bronchitis, dan kanker paru. Penyakit-penyakit ini dihubungkan dengan paparan terhadap debu silica, dan debu metal/non metal lain yang terhirup selama bekerja. Debu-debu ini apabila terhirup dalam waktu yang lama akan berakumulasi dalam paru dan merangsang proses inflamasi. Akumulasi debu ini bersifat fibrogenik – merangsang pembentukan jaringan ikat, dan pada tingkat lanjut bisa bersifat karsinogenik – merangsang pembentukan sel kanker. 2. Penyakit diluar saluran pernafasan



Termasuk diantaranya intoksikasi Timbal (Pb), karbon monoksida, dan Beryllium (Berylliosis). 3. Thermal Stress Stress tubuh akibat suhu tinggi yang dihasilkan proses pengecoran logam. 4. Gangguan pendengaran Merupakan akibat dari tingginya tingkat kebisingan terutama yang berasal dari mesin-mesin. Tanpa kontrol yang baik, tingkat kebisingan dapat mencapai 85 – 120 dBA; nilai ini diatas NAB (Nilai Ambang Batas) 85 dB yang diperbolehkan. 5. Gangguan muskuloskeletal Sebagai akibat dari posisi tubuh yang salah atau tuntutan aktivitas fisik yang berat selama bekerja. 6. Sindrom akibat getaran Dikenal dengan istilah Raynaud’s Phenomenon of Occupational Origin. Penyakit ini timbul akibat penggunaan alat-alat yang bergetar dalam jangka waktu yang lama. Kecelakaan Kerja Selain berpotensi menyebabkan PAK, proses pengecoran logam juga menempatkan pekerja dalam posisi yang rentan terhadap kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja di tempat pengecoran logam dapat terjadi akibat: 1.) pekerjaan manual, 2.) penggunaan mesin, 3.) permukaan tempat kerja atau jalan, 4.) benda asing yang mengenai mata, dan 5.) paparan dengan benda panas. Alat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Secara Umum Departemen Tenaga Kerja mensyaratkan kepada seluruh perusahaan/ industri agar setiap pekerja yang bekerja dapat bekerja dengan aman dan selamat, sesuai dengan norma‐norma keselamatan kerja. Semua hal yang menyangkut masalah keselamatan kerja telah diatur dengan Undang‐undang Keselamatan Kerja, baik mengenai tempat kerja, lingkungan kerja dan peralatan yang digunakan untuk bekerja, sedangkan langkah kerja atau prosedur kerja telah ditetapkan oleh perusahaan atau industri yang bersangkutan. Tujuan yang sama dalam membuat aturan keselamatan yaitu menciptakan situasi kerja yang aman dan selamat. Perencanaan proses produksi yang baik dan penataan peralatan (layout) tempat bekerja terus dikembangkan dengan tujuan untuk menciptakan situasi kerja yang aman bagi para pekerja dan peralatan kerja itu sendiri. Perbaikan terhadap perencanaan mesin terus dikembangkan seperti, misalnya terhadap kebisingan mesin akibat gesekan antara komponen mesin atau karena hubungan roda‐roda gigi penggerak. Suara bising pada



mesin dapat mengakibatkan rusaknya pendengaran pekerja. Alat‐alat keselamatan kerja mutlak diperlukan bagi para pekerja guna menjamin agar pekerja dapat bekerja dengan aman. Alat keselamatan kerja tersebut harus mempunyai persyaratan‐persyaratan tertentu, yaitu: • Alat‐alat keselamatan kerja tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan dan jenis alat/mesin yang dioperasikan, sehingga efektifitas pemakaian alat keselamatan kerja benar‐benar terpenuhi. • Alat‐alat keselamatan kerja tersebut harus dipakai selama pekerja berada di dalam bengkel, baik mereka sedang bekerja maupun pada saat tidak bekerja dan alat keselamatan kerja tersebutharus selalu dirawat dengan baik. Sesudah peralatan keselamatan kerja tersebut diperoleh, biasanya akan timbul masalah yaitu kurang sesuainya ukuran alat keselamatan kerja tersebut dengan orang yang akan memakainya. • Tingkat perlindungan alat keselamatan kerja itu sendiri bagi para pekerja yang memakainya, artinya dengan menggunakan alat keselamatan kerja tersebut pekerja akan merasa aman dalam bekerja • Alat keselamatan kerja tersebut hendaknya dapat dirasa nyaman dipakai oleh para pekerja, sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pekerja pada waktu bekerja. Masalah lain adalah dalam pemakaian alat keselamatan kerja, masih banyak para pekerja memakai alat keselamatan kerja nampak seperti terpaksa dan hanya memakainya sewaktu ada pemeriksaan serta apabila diperlukan saja. Jadi pemakaian alat‐alat keselamatan kerja belum merupakan sikap kerja yang biasa. Dengan kata lain pemakaian alat‐alat keselamatan kerja masih bersifat terpaksa, bukan merupakan kebutuhan. Untuk itu diperlukan beberapa tindakan agar para pekerja mau memakai alat keselamatan kerja seperti: • Diharuskan setiap pekerja memakai alat‐alat keselamatan kerja, baik pada waktu sedang bekerja, apabila mereka berada di dalam bengkel kerja. Artinya para pekerja harus menggunakan alat‐alat keselamatan kerja selama ia berada di dalam bengkel kerja. • Disediakan alat‐alat keselamatan kerja dengan berbagai ukuran, sehingga para pekerja dapat memilih alat keselamatan kerja yang sesuai dengan ukuran badan dan anggota badannya. Dengan demikian para pekerja akan merasa nyaman memakainya.



• Memberlakukan sistem sangsi bagi pekerja yang tidak menggunakan alat‐alat keselamatan kerja pada saat bekerja atau ia berada di dalam bengkel kerja. Perlu diingat bahwa sangsi tersebut harus bersifat mendidik, sehingga dapat meningkatkan sikap kerja yang aman. Peralatan‐peralatan keselamatan kerja meliputi: a. Peralatan pelindung Kepala Walaupun setiap pekerja diharuskan memakai pelindung kepala (helmet), tetapi kadang‐kadang mereka melalaikannya. Pemakaian pelindung kepala sangat diperlukan bagi para pekerja konstruksi, pekerja galangan kapal, pekerja penebang pohon, pertambangan dan industri. Helm diklasifikasikan menjadi dua yaitu: helm yang mempunyai bagian pinggir seluruh lingkaran dan yang kedua adalah helmet dengan pinggir hanya pada bagian depannya. Dari kedua klasifikasi tersebut masih dibagi dalam empat kelas yaitu: • Kelas A, yaitu helm untuk keperluan umum. Helmet ini hanya mempunyai tahanan kelistrikan yang rendah. • Kelas B, yaitu helm untuk jenis pekerjaan dengan resiko terkena tegangan listrik yang besar (mempunyai tahanan terhadap tegangan yang tinggi), atau helmet ini tahan terhadap tegangan listrik yang tinggi. • Kelas C adalah metallic helm, dipakai untuk pekerja yang bekerja dengan kondisi kerja yang panas, seperti pada pengecoran logam atau pada dapur‐dapur pembakaran. • Kelas D adalah helm dengan daya tahan yang kecil terhadap api, sehingga harus dihindari dari percikan api. Alat pelindung rambut berfungsi agar rambut bisa ditutupi secara sempurna, sehingga kecelakaan kerja akibat terbelitnya rambut pada bagian‐bagian mesin yang berputar dapat dihindari. Alat pelindung rambut atau penutup rambut yang banyak dipakai adalah sorban, jala rambut dan penutup kepala yang dapat menutup secara sempurna. Pemakaian jaring rambut kurang aman apabila pekerja tersebut bekerja pada daerah di mana percikan api sering terjadi. Syarat penutup kepala adalah: a. Tahan terhadap bahan kimia b. Tahan panas c. Nyaman dipakai d. Tahan terhadap pukulan e. Ringan dan kuat f. Berwarna menarik



g. Mempunyai ventilasi apabila tidak untuk perlindungan terhadap debu. b. Peralatan pelindung kebisingan Kegunaan peralatan pelindung kebisingan adalah untuk melindungi telinga dari kebisingan yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pendengaran pekerja. Standar kebisingan yang diizinkan adalah 90 desibel menurut undang‐undang keselamatan kerja kesehatan kerja, oleh sebab itu kebisingan yang dihasilkan oleh suatu proses produksi di dalam industri harus selalu diukur dan diusahakan kurang dari standar yang telah ditentukan agar tidak menyebabkan kerusakan pada pendengar para pekerja.. Alat perlindungan kebisingan ada dua jenis, yaitu yang dimasukkan ke dalam lubang telinga dan yang satunya adalah jenis yang menutup seluruh telinga • Jenis alat yang dimasukkan ke lubang telinga Jenis peralatan ini pemasangan dimasukkan ke dalam lubang telinga dan model serta ukurannya bermacam‐macam. Bahan yang digunakan untuk membuka peralatan ini adalah plastic yang lunak/lembut, karet yang lembut, lilin dan kain. Karet dan plastik yang lembut adalah jenis bahan yang sangat terkenal untuk pembuatan alat ini, karena ia mudah dibersihkan, murah harganya dan memberikan bentuk serta warna sangat bagus atau menarik. Kain adalah bahan yang jelek untuk perlindungan terhadap kebisingan, sebab ia sangat rendah daya hambatnya terhadap kebisingan. Penutup telinga dari bahan karet dan plastik yang lembut sangat efektif dalam pemakaiannya, sebab dalam pemasangannya sangat mudah yaitu hanya menekankan ke lubang telinga dan ia akan menutup lubang telinga secara sempurna, tanpa ada kebocoran. • Jenis pelindung kebisingan yang menutup telinga Bentuk peralatan ini dapat menutup seluruh telinga, sehingga akan diperoleh keseimbangan pendengaran antara telinga kanan dan telinga kiri. Untuk menghasilkan perlindungan kebisingan yang efektif, maka bentuk, ukuran, bahan penyekat, jenis pegas dari penutup telinga ini harus benarbenar dipilih secara baik, sehingga si pemakai merasa nyaman. c. Pelindung mata Luka pada mata dapat diakibatkan adanya bahan atau beram yang masuk ke mata akibat pekerjaan pemotongan bahan, percikan bunga api sewaktu pengelasan, debu‐debu, radiasi dari sinar ultraviolet dan lainnya.



Kecelakaan pada mata dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, di mana tidak dapat berfungsi lagi atau dengan kata lain orang menjadi buta. Dalam suatu survei diperoleh data bahwa kecelakaan kerja atau luka pada diakibatkan oleh: • Obyek atau bahan yang mengenai mata (pecahan logam, beram‐beram, pecahan batu gerinda, paku, percikan bunga api dan lain sebagainya) • Debu dari penggerindaan • Karat • Sinar atau cahaya • Gas beracun atau asap beracun. Jenis kaca mata yang banyak digunakan dalam industri adalah: • Kaca mata untuk pekerjaan dengan bahan kimia • Kaca mata las Kaca mata las terdiri dari dua jenis dan mempunyai bermacam‐macam bentuk. Jenis yang umum digunakan untuk adalah kaca mata las untuk pengelasan listrik dan kaca mata yang digunakan untuk pengelasan asetilen. Bentuk kaca mata las asetilen dan kaca mata untuk las listrik adalah bisa sama, tetapi lensa yang dipasang adalah tidak sama. Hal tersebut dikarenakan sinar yang dihasilkan oleh api las listrik lebih tajam dibandingkan sinar yang dihasilkan oleh api las asetilen. Perbedaannya hanya pada warna lensanya. Selain bentuk kaca mata pada pengelasan listrik disediakan khusus peralatan untuk melindungi muka dan mata dari sinar api las listrik yang dikenal dengan masker las. d. Pelindung muka Banyak jenis peralatan dibuat untuk melindungi muka para pekerja. Biasanya alat tersebut juga berfungsi sebagai pelindung kepala dan leher sekaligus. Alat tersebut berfungsi melindungi kepala dari benturan, melindungi muka dari cairan bahan kimia, logam panas dan percikan bunga api dan luka lainnya yang akan terjadi pada kepala, leher dan muka pekerja. Bahan untuk melindungi muka biasanya dari plastik transparan, sehingga masih dapat tetap melihat kegiatan yang dilakukan. Jenis alat pelindung kepala dan muka seperti babbiting helm (helm dari bahan babbit), yang dapat melindungi kepala dan muka dari percikan logam panas dan radiasi panas. Bentuk helmet dilengkapi dengan jendela dan penutup dagu serta penutup rambut. Peralatan lain yang digunakan untuk melindungi muka adalah masker las. Jenis peralatan ini digunakan untuk melindungi mata dan muka dari percikan api las dan percikan logam cair hasil pengelasan. Pada jendela kacanya dilengkapi dengan lensa tambahan untuk menjaga agar lensa yang gelap tidak akan rusak kena



panas/percikan api las dan percikan logam cair hasil pengelasan. e. Pelindung Tangan Jari‐jari tangan merupakan bagian tubuh yang sering kali mengalami luka akibat kerja, seperti: terpotong oleh pisau, luka terbakar karena memegang benda panas, tergores oleh permukaan benda kerja yang tidak halus dan masih banyak lagi bentuk luka lainnya. Untuk itu tangan dan jari‐jari sangat perlu dilindungi dengan baik, karena semua pekerjaan seluruhnya dikerjakan dengan menggunakan tangan. Alat pelindung tangan yang biasa digunakan adalah: • Sarung tangan dari bahan asbes, digunakan untuk melindungi tangan dari panas. Jenis sarung tangan ini fleksibel sehingga sangat enak dipakainya. • Sarung tangan dari bahan kulit, digunakan untuk melindungi tangan dari percikan api atau keadaan benda kerja yang tidak terlalu panas, beram‐beram dan benda kerja yang kasar permukaannya. Biasanya sarung tangan dari bahan kulit ini dipakai pada pekerjaan‐pekerjaan berat. Sarung tangan dari bahan kulit ini dipakai untuk pengerjaan pengelasan. • Sarung tangan dari bahan karet, digunakan oleh pekerja bagian kelistrikan • Sarung tangan yang terbuat dari bahan campuran karet, neoprene dan vinyl, digunakan untuk pekerjaan pengangkutan bahan‐bahan kimia. Sedangkan sarung tangan dari bahan neoprene dan vinyl digunakan untuk pengangkutan bahan‐bahan minyak atau petroleum • Metal mesh gloves, sarung tangan jenis ini digunakan oleh pekerja yang selalu bekerja menggunakan pisau dan bendabenda tajam lainnya. Dengan pemakaian sarung tangan ini bahaya luka akibat pisau dan benda tajam lainnya bisa dihindari. • Sarung tangan dari bahan cotton digunakan untuk melindungi tangan dari debu dan kotoran. Di samping sarung tangan ada bahan lain yang dapat melindungi kulit tangan dan kulit lengan dari luka pedih, yaitu sejenis cream. Cream ini dioleskan pada tangan dan lengan agar kulit terhindar dari bahan‐bahan yang dapat melukai kulit. f. Pelindung kaki Sepatu kerja atau pelindung kaki yang harus digunakan pada bengkel kerja mesin, harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu: harus dapat melindungi kaki pekerja dari luka kejatuhan benda kerja, terkena beram, benda panas/pijar, bahan‐bahan kimia yang berbahaya dan kecelakaan yang mungkin timbul dan menyebabkan luka bagi pekerja. Konstruksi sepatu kerja bengkel kerja mesin adalah pada bagian ujung sepatu dipasang atau dilapisi dengan pelat baja, agar mampu menahan benda yang jatuh menimpa kaki. Dengan adanya penahan tersebut, maka kaki tidak mengalami luka. Bagian alasnya harus cukup kuat dan tidak mudah



tergelincir. Bahan yang umum dipakai dalam pembuatan sepatu kerja adalah kulit yang di samak. Khusus untuk pekerja bidang kelistrikan, maka bahan pembuat sepatu hendaknya dipilih bahan non konduktor. g. Pelindung tubuh Pelindung tubuh atau dikenal dengan nama apron digunakan untuk melindungi tubuh bagian depan yaitu dari leher sampai kaki dari berbagai kemungkinan luka, seperti terkena radiasi panas, percikan bunga api dan percikan beram dan lainnya. Bahan untuk membuat apron ini dari asbes dan kulit yang telah di samak. Apron yang terbuat dari asbes biasanya diperkaya dengan kawat‐kawat halus, agar apron tersebut dapat menahan benturanbenturan ringan dan alat‐alat yang tajam. h. Baju kerja Baju kerja atau pakaian kerja yang khusus dibuat untuk digunakan bekerja di dalam bengkel atau laboratorium biasanya harus cukup kuat dan bentuknya harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dikerjakan. Baju harus dapat melindungi pekerja dari luka akibat beram, serpihan benda kerja, goresan‐goresan dan panas. Pakaian harus benar‐benar ter‐ikat atau pas dengan pemakainya. Dalam bekerja, baju terkancing secara sempurna, sehingga tidak ada bagian‐bagian anggota badan yang terbuka atau tidak terlindungi. Keselamatan Kerja Sebelum, Sewaktu dan Selesai Bekerja a. Sebelum bekerja Keselamatan kerja yang harus diperhatikan sebelum melaksakan pekerja meliputi : 1. Persiapan dan pemakaian pelengkapan keselamatan kerja untuk si pekerja yakni; pakaian kerja sepatu kerja, helm, sarung tangan dan lain‐lain. 2. Pemeriksaan alat‐alat dan perlengkapan yang digunakan seperti; pemeriksaan kepala palu, perlengkapan pengaman pada mesin‐mesin dan lain‐lain 3. Pemeriksaan terhadap bahan yang akan dipekerjakan seperti pemeriksaan sisi‐sisi pelat yang tajam. 4. Lingkungan tempat bekerja juga perlu diperhatikan, sebab lingkungan kerja yang nyaman dapat memberikan motivasi terhadapsi pekerja untuk bekerja untuk bekerja untuk berja lebih kosenstrasi, sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan kecil terjadi. b. Sewaktu bekerja Perhatikan keselamatan kerja sewaktu bekerja perlu mendapat perhatian yang serius, sebab biasanya kecelakaan yang sering terjadi adalah sewaktu melaksakan pekerjaan. Usaha‐usaha yang diperlakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kecelakaan dapat ditempuh dengan jalan sebagai



berikut: 1. Menggunakan peralatan sesuai dengan fungsinya. 2. Jangan coba‐coba mengoperasikan mesin yang tidak mengetahui prinsip‐prinsip kerja yang benar tehadap pekerjaan‐pekerjaan yang dilakukan. 3. Si pekerja harus menguasai pengetahuan keselamatan kerja. 4. Konsentrsi penuh dalam bekerja. c. Selesai Bekerja Setelah selesai bekerja keselamatan kerja juga perlu mendapat perhatian. Sebab akibat‐akibat yang sering terjadi setelah selesai bekerja ini diantaranya terjadi kerusakan pada peralatan dan mesin‐mesin, juga memungkinkan terjadinya kecelakaan terhadap si pekerja dan lingkungan tempat bekerja. Di samping itu kelalaian yang sering terjadi adalah lupa mematikan panel kontrol listrik. Hal ini sangat membahayakan bagi pekerja lainnya yang tidak mengetahui seperti tanpa sengaja menekan tombol mesin atau terpijaknya kabel arus listrik dan lainya.



Heat Stress : Cara Mengatasi Dampak Iklim Kerja Panas terhadap Kesehatan Tenaga Kerja



Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangat beragam, salah satunya adalah potensi bahaya fisik berupa iklim kerja panas. Kondisi ini dapat ditemui pada perusahaan industri di Indonesia seperti industri besi dan pengecoran logam baja, batu bata dan keramik, konstruksi, pertambangan, kaca dan gelas, tekstil, dll. Negara Indonesia merupakan negara tropis dengan ciri utamanya adalah suhu dan kelembaban yang tinggi,



kondisi awal seperti ini seharusnya sudah menjadi perhatian karena iklim kerja yang panas dapat mempengaruhi kondisi pekerja. Iklim kerja panas merupakan beban bagi tubuh pekerja ditambah lagi apabila pekerja harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat, hal tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan dan stamina pekerja. Saridewi (2002) menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan tekanan darah yang signifikan pada tenaga kerja sebelum dan sesudah terpapar panas. Selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem termoreguler di otak (hypothalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol seperti konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan suhu tubuh pada suhu 36oC – 37oC. Namun apabila paparan dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue) dan akan menyebabkan mekanisme kontrol tersebut tidak bekerja lagi dan pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya efek “heat stress” (Erwin D, 2004).



A. Pengertian iklim kerja dan pengaruh suhu di tempat kerja Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang diukur dari perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu kering), kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan panas radiasi dengan produksi panas dari tubuh manusia akibat pekerjaannya. Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat makanan dengan oksigen (metabolism). Apabila proses pengeluaran panas tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat. Lingkungan kerja dengan tubuh manusia selalu saling terjadi pertukaran panas, pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungan (iklim kerja). Beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia ini biasa disebut tekanan panas (heat stress). Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor yang menunjang timbulnya semangat kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Suhu yang terlalu rendah dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelelahan dan mengakibatkan menurunnya efisiensi kerja, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi keringat meningkat.



B. Nilai ambang batas iklim kerja dan alat ukurnya Menteri Tenaga Kerja RI mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, yang didalamnya mengatur NAB (Nilai Ambang Batas) untuk



lingkungan fisik di tempat kerja, salah satunya adalah NAB iklim kerja dengan menggunakan ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola). ISBB dapat diukur dengan menggunakan heat stress aparatures yaitu alat ukur yang dapat mengukur ISBB secara otomatis, dan dapat juga dengan menggunakan termometer manual yang terdiri dari 3 termometer yaitu termometer suhu basah, termometer suhu kering dan termometer suhu bola. Untuk termometer manual nilai ISBB didapatkan dengan menggunakan rumus berikut ini :  ISBB untuk di luar ruangan dengan panas radiasi : ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu kering.  ISBB untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi : ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola. Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran indeks suhu basah dan bola dilaksanakan bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang di dibandingkan pada pembatasan waktu kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri di atas. Adapun NAB iklim kerja ISBB dapat dilihat pada tabel berikut ini : Pengaturan waktu kerja setiap jam 75% - 100% 50% - 75% 25% - 50% 0% - 25%



Ringan 31,0 31,0 32,0 32,2



ISBB (oC) Beban Kerja Sedang 28,0 29,0 30,0 31,1



Berat 27,5 29,0 30,5



Catatan : Nilai ambang batas untuk iklim kerja dikelompokkan ke dalam tiga kelompok beban kerja yaitu :  Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kilo kalori/jam.  Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang dari 350 Kilo kalori/jam.  Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang dari 500 Kilo kalori/jam. C. Dampak iklim kerja panas Tekanan panas dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan manusia antara lain seperti heat exhaustion, heat cramps, heat rash, fainting, transient heat fatigue dan yang paling buruk dapat menyebabkan kematian yaitu heat stroke. Pekerja yang sedang hamil dan terpapar panas, apabila suhu inti tubuhnya mencapai lebih dari 39oC, dapat menyebabkan kecacatan pada bayinya. Selain itu, suhu tubuh lebih dari 38oC dapat mengakibatkan kemandulan baik bagi pria maupun wanita.



Adapun penjelasan dari beberapa efek heat stress di atas antara lain sebagai berikut :



1. Heat stroke Heat stroke adalah efek heat stress yang paling berat. Hal ini terjadi karena sistem pengatur suhu tubuh (thermoregulatory) tidak mampu mempertahankan suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat (keringat terhenti). Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh naik secara dramatis mencapai 40oC atau lebih, panas, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, gangguan mental dan pingsan/hilangnya kesadaran. Jika hal ini terjadi, korban harus segera dikeluarkan dari area panas dan ditempatkan diarea dingin,tubuhnya harus dibasahi dengan kain basah untuk menurunkan suhu tubuhnya sebagai pertolongan pertama. Selanjutnya korban harus dibawa kerumah sakit untuk mendapat pertolongan lebih lanjut. Jangan sampai terlambat karena bisa berakibat kematian.



2. Heat exhaustion Disebut juga kelelahan panas, diakibatkan oleh hilangnya sejumlah besar cairan tubuh melalui keringat, terkadang juga disertai kehilangan cairan elektrolit yang berlebihan. Pekerja yang mengalami kelelahan panas masih berkeringat tetapi mengalami kelelahan, pusing, mual atau sakit kepala. Dalam kasus yang lebih serius, korban bisa muntah atau hilang kesadaran, kulit basah atau lembab, pucat atau memerah. Suhu tubuh antara (37oC 40°C). Pada kondisi ini korban harus segera dipindahkan ketempat yang dingin untuk mendapatkan perawatan dan istirahat yang cukup.



3. Heat cramps Heat cramps atau kram panas adalah terjadinya kram atau kejang pada otot-otot akibat kehilangan cairan elektrolit, meskipun sudah minum air secukupnya namun tidak bisa menggantikan garam didalam tubuh, bahkan air yang diminum mengencerkan cairan elektrolit yang ada didalam tubuh dan semakin mempermudah cairan elektrolit tersebut keluar dari tubuh sehingga kadar cairan elektrolit makin rendah,dan hal ini menyebabkan otot mengalami kram yang menyakitkan. Biasanya kram dapat terjadi pada otot kaki, lengan, atau perut. Biasanya otot-otot yang lelah akan lebih mudah kram. Kram dapat terjadi selama satu atau setengah jam, dan dapat dipulihkan dengan meminum cairan yang mengandung elektrolit atau garam.



4. Heat Rash



Heat Rash atau preckly heat atau mikaria rubra dapat terjadi pada lingkungan panas yang lembab. Gejala ini terjadi karena fungsi kelenjar keringat terganggu dimana keringat tidak bisa menguap dan menempel di kulit atau kulit tetap basah, sehingga memunculkan biang keringat (bintik-bintik merah di kulit dan agak gatal). Untuk menghindari biang keringat pekerja bisa beristirahat di ruangan yang dingin dan mandi bersih serta mengeringkan kulit. Jika biang keringatnya parah, maka sebaiknya berobat ke dokter kulit.



5. Fainting Fainting atau pingsan bisa terjadi bagi pekerja yang tidak terbiasa bekerja di lingkungan panas. Pada saat bekerja terjadi pembesaran pembuluh darah dibawah kulit dan bagian bawah tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh,sehingga darah terkumpul disana dan otak mengalami kekurangan suplai darah. Untuk menanganinya, pekerja yang pingsan dipindahkan ke ruangan yang lebih dingin dan dibaringkan untuk membiarkan darah mengalir ke otak agar korban sadar kembali.



6. Transient Heat Fatigue Transient



heat



fatigue



adalah



kelelahan



panas



sementara



yang



terjadi



karena



ketidaknyamanan akibat paparan panas yang dapat menyebabkan ketegangan mental atau psikologis. Biasanya terjadi pada pekerja yang rentan terhadap panas,dan dapat mengganggu kinerja, koordinasi dan kewaspadaan. Tingkat ketahanan terhadap panas dari pekerja yang suka mengalami transient heat fatigue dapat dinaikkan secara bertahap dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan panas.



D. Pengendalian iklim kerja panas Untuk menciptakan kondisi tempat kerja yang nyaman dan aman bagi tenaga kerja terutama terkait dengan iklim kerja maka perlu dilakukan upaya pengendalian iklim kerja antara lain sebagai berikut : a. Upaya pengendalian iklim kerja secara teknis, antara lain dengan menambah ventilasi umum, memasang exhaust fan dan dust collector. b. Upaya pengendalian secara administratif antara lain dengan : melakukan pengaturan waktu kerja, rotasi kerja atau rolling kerja. c. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Secara spesifik, untuk iklim kerja panas tidak memiliki APD. Namun untuk mengurangi efeknya terhadap tubuh pekerja disarankan kepada pekerja untuk menggunakan pakaian



kerja yang tipis atau terbuat dari katun dengan tujuan agar dapat mengurangi penguapan dan keringat mudah meresap.



Iklim kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses kerja yang dilakukan oleh pekerja. Pengaturan iklim kerja sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi tempat kerja yang nyaman dan sesuai, sehingga pekerja dapat bekerja dengan optimal serta tidak mengalami gangguan kesehatan dan menerima resiko kecelakaan kerja. Dengan meningkatnya kinerja dari para pekerja tentunya produktivitas perusahaan pun akan meningkat, dan pada akhirnya untuk penerapan secara global dapat meningkatkan produktivitas nasional. Salam K3, semoga bermanfaat, terima kasih.



CV. Bonjor Jaya Utama CV. BONJOR JAYA merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Pengecoran Logam, spesialis Pulley. Perusahaan ini di dirikan oleh H. ISKAK ISTANTO di daerah sentra industri Pengecoran Logam Klaten di Batur, Ceper, Klaten pada tahun 1985. CV. BONJOR JAYA mempunyai ijin usaha dengan nomor 503/1051/00/1993. Produk yang dihasilkan adalah semua produk yang berbahan baku Fero Casting (FC), fero casting dactile (FCD) dan juga alumunium, produk utama CV. BONJOR JAYA yaitu Pulley V Belt berbagai ukuran 2”- 45” inch dengan ukuran belt A, B, C, D. Selain produk utama, perusahaan juga mampu memenuhi pesanan dari costumer sesuai dengan bentuk, model, dan ukuran yang dipesan. Sebagai perusahaan Pengecoran Logam Klaten spesialis Pulley, CV. BONJOR JAYA terus melakukan inovasi produk dan juga meningkatkan kualitas produk. Pada tahun 2010 perusahaan telah mampu menggunakan mesin Induksi (induction furnace) sebagai jawaban atas tantangan peningkatan kualitas produk.



CV. BONJOR JAYA telah memiliki sertifikasi ISO 9001:2008, yaiu standar internasional di bidang sistem manajemen mutu. Sehingga bisa dikatakan bahwa CV. BONJOR JAYA telah memenuhi persyaratan internasional dalam hal manajemen penjaminan mutu untuk produk yang dihasilkan, yaitu produk pengecoran logam. Tidak diragukan lagi bahwa memang produk CV. BONJOR JAYA adalah produk yang berkulaitas. Produk dari CV. BONJOR JAYA sangat berkualitas, bermutu bagus dan sudah terpercaya. Produk kami sudah tersebar di seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Segera percayakan berbagai permasalahan logam dan permesinan Anda hanya kepada CV. BONJOR JAYA