Kesetaraan Dan Ketidaksetaraan Gender [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Bj
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KESETARAAN DAN KETIDAKSETARAAN GENDER DALAM KESEHATAN



MAKALAH



DISUSUN OLEH: ERNAWATI 2021092200 WAHYUNI 2021092207



ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP 2022



DAFTAR ISI



SAMPUL...............................................................................................................



i



DAFTAR ISI.........................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................



1



1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1.3 Tujuan penulisan.................................................................................



1 2 2



BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................



3



2.1 Konsep Kesetaraan dan Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan. . 2.2 Bentuk Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan..........................



3 6



BAB III PENUTUP............................................................................................



12



3.1 Kesimpulan...................................................................................... 3.2 Saran.................................................................................................



12 12



DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................



13



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dan demokratisasi yang semakin mengemukakan isu hak asasi manusia (HAM) dan kesetaraan gender serta kesamaan hak dan kewajiban antara suami dan istri, saat ini kondisi di atas tidaklah dapat dipertahankan, bahkan secara bertahap harus diperbaiki (Wulandari, 2020). Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa dewasa yang akan melawan beberapa tahapan perkembangan penting dalam hidup. Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas, akuisisi kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (abstract reasoning) (WHO, 2020). Perempuan dan laki-laki sangat berbeda, terutama pada karakteristik secara fisik. Perbedaan alamiah yaitu perbedaan jenis kelamin, sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir antara perempuan dan lakilaki. Namun, perbedaan itu dapat menjadi masalah apabila menjadi suatu ketidakadilan, pertentangan, penekanan, dan penindasan satu sama lain. Beberapa negara anggota PBB telah bersepakat pada tanggal 25 September 2015, mengangkat rangkaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang menyertakan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, atau disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs disusun berdasarkan evaluasi capaian target Millenium Development Goals (MDGs), yang telah direalisasikan dari tahun 2000 sampai dengan 2015, inilah yang akan memandu pencapaian tujuan global yakni pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030 nanti (Muhartono, 2020). Saat ini, terdapat salah satu bidang yang sedang menjadi sorotan khusus karena terjadinya kasus kesenjangan gender yaitu pada bidang kesehatan. Kesenjangan gender sering sekali terjadi di berbagai aspek pada bidang kesehatan 1



baik dari terhambatnya kesempatan bagi para kaum perempuan untuk menjadi tenaga kerja medis sampai ke adanya ketidakadilan pada saat mengakses sarana pelayanan kesehatan yang biasanya bersifat umum dan terbuka untuk diakses oleh semua orang. Kesenjangan gender ternyata menjadi faktor penyebab dari salah satu permasalahan kesehatan terbesar di Indonesia yaitu tingginya angka tingkat kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Faktor penyebab utama dari permasalahan ini adalah adanya pendominasian kekuasaan oleh para suami dalam segala bentuk keputusan yang diambil di dalam rumah tangga termasuk keputusan mengenai kelahiran yang seharusnya menjadi hak dari sang istri (Cahal, 2022). Berdasarkan fenomena tersebut, maka diperlukan sebuah kajian dalam menyikapi persoalan gender dan kesehatan dalam bentuk makalah dengan judul “Kesetaraan dan Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dituliskan permasalahan dalam makalah ini yaitu: 1. Bagaimana konsep kesetaraan dan ketidaksetaraan gender dalam kesehatan? 2. Bagaimana bentuk kesetaraan dan ketidaksetaraan gender dalam kesehatan? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk menganalisis konsep kesetaraan dan ketidaksetaraan gender dalam kesehatan 2. Untuk menganalisis bentuk kesetaraan dan ketidaksetaraan gender dalam kesehatan



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Kesetaraan dan Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan 2.1.1 Konsep Gender Disadari bahwa isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat, sehingga menimbulkan berbagi tafsiran dan respons yang tidak proposional tentang gender. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah bermacam-macamnya tafsiran tentang pengertian gender. Fakih (2018) mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku Di dalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwajender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Umar, 2017). Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan (Narwako & Yuryanto, 2018). Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender adalah peran antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. Suatu peran maupun sifat dilekatkan kepada lakilaki karena berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan biasanya peran maupun sifat tersebut hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-laki dan begitu juga dengan perempuan.



3



2.1.2 Konsep Kesetaraan dan Ketidaksetaraan Gender Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Menurut Fakih (2018) bias gender tersebut dapat berbentuk subordinasi, marginalisasi, stereotip, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja ganda. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut saling terkait dan berpengaruh satu dengan lainya, diantaranya bentuk-bentuk ketidakadilan gender sebagai berikut: 1. Subordinasi Subordinasi artinya suatu penilaian atau anggapan bahwa peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih utama atau lebih penting dari yang lain. Dengan kata lain sebuah posisi atau peran yang merendahkan nilai peran yang lain. Salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting, utama, dan tinggi dibandingkan jenis kelamin lainnya. Misalnya, laki-laki sebagai pemimpin. 2. Marjinalisasi (Peminggiran) Marjinalisai artinya suatu proses peminggiran atau menggeserkan kepinggiran, teliti maka anak perempuan diarahkan sekolah guru, perawat, 4



sekretaris.



Ironis



pekerjaan-pekerjaan



tersebut



dinilai



lebih



rendah



dibandingkan dengan pekerjaan lain yang bersifat maskulin. 3. Beban Ganda Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Masuknya perempuan di sektor publik tidak senantiasa diiringi dengan berkurangnya beban mereka di dalam rumah tangga. Peran ganda yang tetap harus dijalankan baik didomain publik maupun domestik. Akibat dari perbedaan sifat dan peran, maka semua pekerjaan domestik dibebankan kepada perempuan, tuntutan ekonomi keluarga selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, perempuan juga harus bekerja di kebun, ke pasar mencari nafkah bagi keluarga. Perempuan masuk ke dunia politik akan tetapi beban domestiknya tidak berkurang. Akibatnya perempuan memiliki beban kerja ganda, bahkan sering dituduh mengabaikan tanggung jawab di dalam rumah tangga dan juga tidak berprestasi di dunia publik. Ketidakadilan tampak ketika sekalipun curahan tenaga kerja dan waktu cukup panjang ternyata dihargai rendah dibandingkan pekerjaan publik. 4. Stereotipe Stereotip artinya pemberian lebel atau cap yang dikenakan kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan atau pandangan terhadap suatu kelompok/seks tertentu yang sering kali bersifat negatif dan secara umum melahirkan ketidakadilan. Pelabelan juga menunjukan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukan atau menguasai pihak lain. Pelabelan yang sering dijumpai adalah pelabelan negatif yang ditujukan kepada perempuan. Misalnya, perempuan suka berdandan, dianggap untuk menarik perhatian laki-laki. Dengan demikian cocok diberi tugas sebagai penerima tamu. Perempuan sebagai pendamping suami sehingga tidak perlu dipromosi menjadi ketua atau kepala, sebab dianggap bukan pencari nafkah 5



utama yang akan menopang ekonomi keluarga. Perempuan dianggap cengeng suka menggoda, sehingga tidak dapat dipercayakan menduduki jabatan penting/strategis. 5. Kekerasan Kekerasan Artinya bentuk perilaku baik verbal maupun nonverbal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang sehingga menyebabkan efek negative secara fisik, emosional dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya. Indikasi bahwa perempuan mengalami kekerasan dapat dilihat dari contoh pemukulan terhadap istri, pelecehan seksual, eksploitasi seks terhadap perempuan masih tetap tinggi baik di dalam maupun luar rumah. 2.2 Bentuk Ketidaksetaraan Gender dalam Kesehatan Analisis gender merupakan perangkat ilmu sosial untuk mengidentifikasi, memahami dan menjelaskan kesenjangan perempuan dengan lelaki dalam rumah tangga, masyarakat dan negara dan relevansi norma gender dan hubungan kekuasaan dalam konteks tertentu. Dalam kajian ini dibatasi konteks risiko kematian maternal, pertolongan persalinan oleh non tenaga kesehatan terlatih (Betron et al., 2018). Realitas di masyarakat menunjukkan perbedaan gender melahirkan berbagai bentuk ketimpangan atau ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Berikut ini bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi (Khaerani, 2017): 1. Stereotype Stereotype adalah persepsi, asumsi, maupun nilai dalam sebuah masyarakat. Terdapat dua macam pelabelan berbasis gender di dalam masyarakat, yaitu pelabelan negatif dan positif. Hanya saja pelabelan negatif jauh lebih banyak dari positif. Dan ironisnya pelabelan negatif banyak dilekatkan kepada perempuan. Misalnya, perempuan diasumsikan makhluk lemah, selalu tergantung pada orang



6



lain, tidak tegas, mudah terpengaruh, emosional, mudah ditundukkan dan irrasional. 2. Subordinasi (penomorduaan) Penomorduaan (subordination) adalah perlakuan menomor duakan yang mengakibatkan seseorang menempati posisi lebih rendah dibandingkan dengan orang lain, sehingga tidak mendapatkan prioritas. Istilah ini mengacu pada peran dan posisi perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini berawal dari pembagian kerja berdasarkan gender dan dihubungkan dengan fungsi perempuan sebagai ibu. Sehingga kemampuan perempuan yang juga sebagai ibu digunakan sebagai alasan untuk membatasi peran perempuan hanya pada peran domistik dan pemeliharaan anak, atau bisa dikatakan jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan. Dan akibatnya menggiring perempuan sebagai tenaga kerja yang tidak produktif dan tidak menyumbang kepada proses pembangunan. 3. Pemiskinan (Marginalization) Bentuk



ketidakadilan



gender



berikutnya



adalah



pemiskinan



(marginalizstion), yaitu menempatkan seseorang karena jenis kelaminnya sebagai pihak yang tidak dianggap penting karena faktor ekonomi, sekalipun sebenarnya perannya sangat krusial. Proses penyisihan terhadap perempuan ini banyak terjadi di Negara berkembang. Hal ini bisa terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan negara. Salah satu contoh proses marginalisasi bagi perempuan adalah kontribusinya untuk menopang ekonomi keluarga sering kali diabaikan, tidak diperhitungkan, bahkan tidak dihargai. 4. Beban Ganda (Double Bourden) Bentuk ketidakadilan gender yang kelima adalah beban ganda (double bourden). Beban ganda terjadi karena adanya dikotomi peran publik dan peran domistik terhadap laki-laki dan perempuan yang membuat perempuan mau tak mau harus mengemban beban ganda. Peran ganda adalah adanya dua pekerjaan bahkan lebih yang harus diemban oleh perempuan. Perempuan seringkali tidak memiliki pilihan kecuali menjalani peran ganda tersebut demi kelangsungan 7



hidupnya. Seperti kehidupan seorang ibu yang harus bekerja untuk membantu perekonomian



keluarga



sementara



pada



saat



berbarengan



ia



dituntut



bertanggungjawab terhadap peran domestiknya. Bidan mempunyai peran penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak saja untuk perempuan, tetapi juga untuk keluarga. Praktik Mandiri Bidan (PMB) merupakan pemberi layanan kesehatan dasar yang ada di masyarakat, bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, masyarakat) sesuai dengan kewenangannya salah satunya keluarga berencana. Keluarga Berencana (KB) merupakan hal penting dalam kesehatan reproduksi. Bidan adalah profesi yang peduli terhadap perbaikan kesehatan reproduksi perempuan selama siklus hidup mereka. Bidan diakui sebagai seorang professional yang bertanggung jawab dan akuntabel, bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, informasi berdasarkan bukti, asuhan dan nasihat yang diperlukan selama siklus kehidupan wanita. Bidan sebagai provider dalam pelayanan kebidanan bertanggung jawab terhadap dokumentasi kebidanan, salah satunya dokumentasi pada pelayanan KB yaitu informed consent (Wulandari, 2020). Peran bidan dalam upaya peningkatan pemakaian KB, yaitu dengan memberikan informed choice sebelum calon peserta membuat keputusan dan memilih alat kontrasepsi. Selain memudahkan calon peserta untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan pasien, pemberian informed choice dan informed consent juga secara signifikan dapat mencegah drop out pemakaian kontrasepsi, sehingga dapat meningkatkan jumlah peserta KB aktif. Sesuai dengan PMK No 1464 pasal 12, bidan berperan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya perempuan yang diharuskan memakai KB namun laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir kehamilan dan persalinan.



8



Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang kesehatan, lebih banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan anak, dari pada laki-laki. Hal tersebut ada kaitannya dengan stereotip gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak, KB dan kesehatan pada umumnya sebagai urusan perempuan. Adanya penyuluhan dan sosialisasi yang baik terhadap pasangan suami istri untuk memberikan pemahaman terhadap kesetaraan gender dan metode kontrasepsi diharapkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa perlakuan. Peran bidan mewujudkan kesetaraan gender terkait dengan pelayanan keluarga berencana pada pasangan usia subur perlu adanya dukungan dari berbagai sektor, baik pemerintahan melalui lembaga BKKBN maupun masyarakat. Lembaga BKKBN yang mempunyai misi untuk menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, serta mengembangkan jejaring kemitraan



dalam



pengelolaan



kependudukan,



Keluarga



Berencana



dan



pembangunan keluarga, strategi yang searah dengan pelayanan kebidanan untuk meningkatakan kesehatan ibu dan anak (Bartini & Mediastuti, 2017). Menyikapi persoalan yang ada, maka diperlukan solusi yang tepat berupa kebijakan kebijakan gender mainstreaming. Ketika suatu institusi telah mengadopsi konsep gender mainstreaming dengan adanya pembentukan unit khusus, proses selanjutnya ialah membuat kebijakan gender mainstreaming. Dalam pelaksanaannya terdapat prasyarat penting yang diperlukan atau kondisi fasilitasi untuk gender mainstreaming, Dewi (2021) di antaranya: 1. Political will Negara harus mendefinisikan kesetaraan gender sebagai salah satu tujuan utamanya. Dengan meratifikasi Konvensi CEDAW menunjukkan komitmen yang nyata. Namun, hanya meratifikasinya tidaklah cukup, gender mainstreaming harus dilakukan sesuai dengan masalah politik. NGO menjadi penting dalam membantu menciptakan kemauan politik ini. Selain itu, pemerintah harus 9



mengeluarkan 'pernyataan misi' yang menyatakan dengan jelas niatnya untuk mengarusutamakan perspektif kesetaraan gender ke dalam semua kebijakan dan program, dan menunjukkan bahwa tujuannya adalah agar program dan kebijakan ini secara efektif akan mempromosikan dan mengarah pada kesetaraan gender. 2. Specific gender equality policy Undang-undang merupakan dasar yang diperlukan untuk mempromosikan kesetaraan gender misalnya Undang-Undang mengenai kesempatan yang sama dan Undang-Undang anti-diskriminasi. 3. Statistik Data tentang situasi perempuan dan laki-laki serta hubungan gender saat ini, mutlak diperlukan untuk gender mainstreaming. Masalahnya bukan hanya statistik tidak selalu dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga data tersebut terkadang bias gender. 4. Comprehensive knowledge of gender relations Gender mainstreaming membutuhkan studi gender yang kuat karena tujuan utamanya ialah untuk mencapai kesetaraan gender. Perbedaan yang ada antar negara, dalam hal tingkat perkembangan studi gender atau tingkat interaksi antara studi gender dan proses kebijakan, menggarisbawahi peran penting yang dimainkan oleh para ahli eksternal ini. Gender mainstreaming melibatkan reorganisasi, pengembangan, implementasi dan evaluasi proses kebijakan, 5. Necessary funds and human resources Sarana keuangan adalah prasyarat mutlak untuk gender mainstreaming. Pengarusutamaan menyiratkan realokasi dana yang ada. Bahkan jika negara menunjukkan kemauan politik yang diperlukan dan memiliki kebijakan kesetaraan gender yang komprehensif dan pengetahuan rinci tentang hubungan gender yang mereka miliki, ini tidak akan memungkinkan mereka untuk mengadaptasi teknik dan alat kebijakan yang ada, membuat saluran baru kerjasama dan menyediakan pelatihan gender untuk pembuat kebijakan.



10



6. Participation of women in political and public life and in decision-making processes Jelas akan sulit untuk mendapatkan kemauan politik untuk gender mainstreaming jika perempuan tidak sepenuhnya terlibat dalam kehidupan politik dan publik dan dalam pengambilan keputusan secara umum. Oleh karena itu, penting bagi perempuan untuk memasuki kehidupan politik dan publik dalam jumlah yang jauh lebih besar. Hal tersebut sangat penting bagi perempuan untuk memasuki proses pengambilan keputusan, serta memastikan bahwa berbagai nilai, minat dan pengalaman hidup perempuan dipertimbangkan saat keputusan dibuat.



11



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan bab pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka penulisan ini ditarik kesimpulan yaitu: 1. Gender pada khakitatnya merupakan peran antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya. Sedangkan kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. 2. Bentuk ketidaksetaraan gender dalam kesehatan berupa



a) Stereotype, b)



Subordinasi (penomorduaan), c) Pemiskinan (Marginalization) dan d) Beban Ganda (Double Bourden). Adapun upaya menyikapi ketidaksetaraan gender dilakukan dengan menerapkan gender mainstreaming dalam bentuk a) Political will, b) Specific gender equality policy, c) Statistik, d) Comprehensive knowledge of gender relations, e) Necessary funds and human resources dan f) Participation of women in political and public life and in decision-making processes 3.2 Saran Adapun saran penulisan ini yaitu dibutuhkan ada upaya pemberdayaan terhadap posisi dan status perempuan di Indonesia saat ini. Melalui pemberdayaan khususnya dalam bidang kesehatan, diharapkan mereka dapat menampilkan peran dan tanggung jawabnya sesuai dengan potensi dan bakatnya masing-masing.



12



DAFTAR PUSTAKA Bartini, I., & Mediastuti, F. (2017). Kemitraan Bidan dan BKKBN dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi. Jurnal Ilmiah Bidan, 2(2), 37–44. https://ibi.or.id/journal/index.php/jib/article/download/32/30 Betron, M. L., McClair, T., Currie, S., & Banerjee J. (2018). Expanding the Agenda For Addressing Mistreatment in Maternity Care: a Mapping Review and Gender Analysis. Reproductive Health, 15. https://doi.org/10.1186/s12978018-%0A0584-6) Cahal, V. S. (2022). Kesetaraan Gender: Kunci Kemajuan Bidang Kesehatan di Indonesia. Kumparan.Com. https://kumparan.com/singhcahal195/kesetaraangender-kunci-kemajuan-bidang-kesehatan-di-indonesia-1xJqBEVLCm3/full Dewi, O. (2021). Implementasi Gender Mainstraiming dalam Konteks Pembangunan: Studi Kasus Keberhasilan Kesetaraan Gender di Filipina tahun 2018. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 17(2), 200–218. https://doi.org/10.26593/jihi.v17i2.4111.200-218 Fakih, M. (2018). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Khaerani, S. N. (2017). Kesetaraan dan Ketidakadilan Gender dalam Bidang Ekonomi pada Masyarakat Tradisional Sasak di Desa Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara. Qawwam, 11(1), 59–76. https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/qawwam/article/view/723 Muhartono, D. S. (2020). The Importance of Gender Mainstreaming Regulations in Regional Development in Kediri Regency. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 3(2), 117–134. Narwako, D., & Yuryanto, B. (2018). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group. Umar, N. (2017). Argumen Kesetaraan Gender. Dian Rakyat. WHO. (2020). Adolescent Health and Development. Wulandari, A. (2020). The Role of Midwives Realizing Gender Equality in Family Planning Services in PUS in the Practicing Midwives at DIY. In Media Ilmu Kesehatan (Vol. 9, Issue 3).



13