Kesetimbangan Kelarutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kesetimbangan kelarutan



Kesetimbangan kelarutan adalah sejenis kesetimbangan dinamis yang ada bila senyawa kimia dalam keadaan padat berada dalam kesetimbangan kimia dengan larutannya. Padatan dapat larut tanpa perubahan, disertai disosiasi, atau disertai reaksi kimia dengan konstituen lain, seperti asam atau basa. Setiap jenis kesetimbangan dicirikan oleh konstanta kesetimbangan yang bergantung pada suhu. Kesetimbangan kelarutan penting dalam skenario farmasi, lingkungan dan banyak lainnya. Definisi Suatu kesetimbangan kelarutan ada bila senyawa kimia dalam keadaan padat berada dalam kesetimbangan dengan larutan dari senyawa tersebut. Kesetimbangan tersebut adalah contoh kesetimbangan dinamis dimana beberapa molekul individu bermigrasi antara fase padat dan larutan sehingga laju pelarutan dan pengendapan setimbang satu sama lain. Ketika kesetimbangan tercapai, larutannya dikatakan jenuh. Konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh dikenal sebagai kelarutan. Satuan kelarutan dapat dinyatakan dalam molar (mol•dm −3 atau mol•L−1) atau dinyatakan sebagai massa per satuan volume, seperti μg•mL −1. Kelarutan tergantung pada suhu. Larutan yang mengandung konsentrasi zat terlarut lebih tinggi daripada kelarutannya dikatakan superjenuh. Larutan superjenuh dapat diinduksi untuk mencapai kesetimbangan dengan penambahan "benih" yang mungkin merupakan kristal mungil dari zat terlarut, atau partikel padat kecil, yang menginisiasi pengendapan. Ada tiga tipe utama kesetimbangan kelarutan. 1. Pelarutan (disolusi) sederhana. 2. Disolusi disertai disosiasi. Ini adalah ciri khas garam. Konstanta kesetimbangan dalam



kasus ini dikenal sebagai produk kelarutan. 3. Pelarutan disertai reaksi. Ini adalah karakteristik pelarutan asam lemah atau basa



lemah dalam media berair dengan berbagai pH. Dalam setiap kasus, konstanta kesetimbangan dapat ditentukan sebagai kuosien aktivitas. Konstanta kesetimbangan ini nirdimensi karena aktivitas adalah kuantitas tanpa dimensi. Namun, penggunaan aktivitas sangat merepotkan, sehingga konstanta kesetimbangan biasanya dibagi



dengan kuosien koefisien aktivitas, untuk menjadi kuosien konsentrasi. Lihat Kimia kesetimbangan bagian Konstanta kesetimbangan untuk lebih jelasnya. Selain itu, konsentrasi pelarut biasanya dianggap konstan dan juga dimasukkan ke dalam konstanta kesetimbangan. Untuk alasan ini, konstanta kesetimbangan kelarutan memiliki dimensi yang terkait dengan skala konsentrasi yang diukur. Konstanta kelarutan yang didefinisikan dalam hal konsentrasi tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi juga dapat bergantung pada komposisi pelarut bila pelarut mengandung juga spesies selain yang berasal dari zat terlarut. Efek fase Kesetimbangan didefinisikan untuk fase kristal tertentu. Oleh karena itu, produk kelarutan diharapkan berbeda tergantung pada fase padatnya. Misalnya, aragonit dan kalsit akan memiliki produk kelarutan yang berbeda meskipun keduanya memiliki identitas kimia yang sama (kalsium karbonat). Dalam kondisi tertentu, satu fase akan lebih stabil secara termodinamika daripada yang lainnya; oleh karena itu, fase ini akan terbentuk saat kesetimbangan termodinamika terbentuk. Namun, faktor kinetik mungkin mendukung pembentukan endapan yang tidak menguntungkan



(misalnya



aragonit),



yang



kemudian



dikatakan



berada



dalam



keadaan metastabil. Efek ukuran partikel Konstanta kelarutan termodinamika didefinisikan untuk kristal tunggal besar. Kelarutan akan meningkat dengan menurunkan ukuran partikel (atau tetesan) terlarut karena adanya tambahan energi permukaan. Efek ini umumnya kecil kecuali partikel menjadi sangat kecil, biasanya lebih kecil dari 1 μm. Efek ukuran partikel terhadap konstanta kelarutan dapat dihitung sebagai berikut: ¿



¿



log ⁡(¿ K A )=log ⁡(¿ K A → 0)+



γ Am lololo ¿ ¿lol 3,454 RT



dengan *KA adalah konstanta kelarutan untuk partikel terlarut dengan luas permukaan molar A, *KA→0 adalah konstanta kelarutan untuk bahan dengan luas permukaan molar yang mendekati nol (yaitu, bila partikelnya besar), γ adalah tegangan permukaan partikel terlarut dalam pelarut, Am adalah luas permukaan molar zat terlarut (dalam m2/mol), R adalah konstanta gas universal, dan T adalah suhu mutlak.



Efek garam Efek garam mengacu pada fakta bahwa adanya garam yang tidak memiliki ion yang sama dengan zat terlarut, memiliki efek pada kekuatan ion larutan dan karenanya berpengaruh pula pada koefisien aktivitas, sehingga konstanta kesetimbangan, dinyatakan sebagai hasil pengukuran konsentrasi, berubah. Efek suhu



Kelarutan peka terhadap perubahan suhu. Misalnya, gula lebih mudah larut dalam air panas dibanding air dingin. Hal ini terjadi karena konstanta kelarutan, seperti jenis konstanta kesetimbangan lainnya, adalah fungsi suhu. Sesuai dengan Prinsip Le Chatelier, bila proses pelarutannya bersifat endotermik (menyerap kalor), kelarutan meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Efek ini adalah dasar untuk proses rekristalisasi, yang dapat digunakan untuk memurnikan senyawa kimia. Bila pelarutan bersifat eksotermik (melepas kalor) kelarutan menurun seiring dengan kenaikan suhu. Natrium sulfat menunjukkan kelarutan yang meningkat pada suhu di bawah sekitar 32,4 °C, namun terjadi penurunan kelarutan pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini karena fasa padatnya adalah dekahidrat (Na 2SO4·10H2O) di bawah suhu transisi, namun hidrat berbeda di atas suhu tersebut. Efek tekanan Untuk fase terkondensasi (padatan atau cairan), kelarutan bergantung tekanan merupakan biasanya lemah dan pada prakteknya dapat diabaikan. Dengan mengasumsikan larutan ideal, kebergantungan dapat dihitung sebagai:



∂ ln N i ❑ V i , aq−V ❑ = ∂P ❑ RT ❑ i,cr



dengan indeks i mengulangi komponennya, Ni adalah fraksi mol dari komponen ke-i dalam larutan, P adalah tekanan, indeks T mengacu pada suhu konstan, Vi,aq adalah volume molar parsial komponen ke-i dalam larutan, Vi,cr adalah volume molar parsial komponen ke-i dalam padatan terlarut, dan R adalah konstanta gas universal.[5] Kelarutan



yang



bergantung



tekanan



kadang-kadang



memiliki



signifikansi



praktis.



Misalnya, pengerakan dari ladang dan sumur minyak oleh kalsium sulfat (yang menurunkan kelarutannya dengan penurunan tekanan) dapat menyebabkan penurunan produktivitas seiring berjalannya waktu.



Pelarutan sederhana Pelarutan padatan organik dapat dijelaskan sebagai kesetimbangan zat tersebut sebagai padatan dan terlarutnya. Sebagai contoh, ketika sukrosa (gula pasir) membentuk larutan jenuh



❑❑ C 12 H 22 O 11(s 0) ↔C 12 H 22 O 11(aq)



Pernyataan kesetimbangan untuk reaksi ini dapat ditulis, seperti untuk reaksi kimia umumnya (produk terhadap reaktan):



❑❑ K θ =



{C12 H 22 O11(aq) } {C 12 H 22 O11(s) }



dengan Ko disebut konstanta kelarutan termodinamika. Kurung kurawal menandakan aktivitas. Aktivitas padatan murni, secara definitif, adalah satu, sehingga:



❑❑ K θ ={C 12 H 22 O 11(aq) }



Aktivitas zat, A, dalam larutan dapat dinyatakan sebagai produk dari konsentrasi [A], dan koefisien aktivitas, γ. Ketika Ko is dibagi dengan γ, didapat konstanta kelarutan Ks.



kkk ❑❑ K s =[C ¿ ¿ 12 H 22 O 11(aq) ]¿ Hal ini ekuivalen dengan definisi keadaan standar sebagai larutan jenuh sehingga koefisien aktivitas sama dengan satu. Konstanta kelarutan hanya benar-benar konstan jika koefisien aktivitas tidak terpengaruh dengan adanya zat terlarut lain yang mungkin ada. Satuan konstanta kelarutan



sama



dengan



satuan



konsentrasi



zat



terlarut.



Untuk sukrosa K = 1,971 mol



dm−3 pada 25 °C. Ini menunjukkan bahwa kelarutan sukrosa pada 25 °C mendekati 2 mol dm−3 (540 g/L). Sukrosa tidak biasa dalam bentuk itu karena tidak mudah membentuk larutan superjenuh pada konsentrasi yang lebih tinggi, sama seperti kebanyakan karbohidrat lainnya.



Pelarutan disertai disosiasi Senyawa ionik umumnya terdisosiasi menjadi ion-ion penyusunnya ketika larut alam air. Misalnya, kalsium sulfat:



2−¿¿



2+¿+SO 4(aq) ¿



❑❑ CaSO 4 (s) ↔Ca(aq )



Untuk contoh di atas, pernyataan kesetimbangan adalah:



2−¿}



2+¿}{



❑ K θ={Ca (aq) ❑



SO4(aq) 2+¿ }{SO ={Ca( aq) {CaSO4( s) }



2−¿}¿ 4(aq )



¿



¿



¿



dengan Ko adalah tetapan kesetimbangan termodinamika dan kurung kurawal menandakan aktivitas. Aktivitas padatan murni, secara definitif, sama dengan satu.



Ketika kelarutan garam sangat rendah, koefisien aktivitas ion-ionnya dalam larutan mendekati satu. Dengan aktivitasnya sehingga sama dengan satu, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi pernyataan kelarutan:



❑❑ ❑ K sp =¿



Produk kelarutan untuk senyawa biner yang umum ApBq dinyatakan sebagai



❑❑ A p Bq ↔ pA q+¿+qB



p−¿¿



¿



Ksp = [A]p[B]q (muatan diabaikan untuk menyederhanakan notasi) Ketika produk terdisosiasi, konsentrasi B sama dengan qp kali konsentrasi A . ❑¿ ❑



Sehingga



Kkk ❑❑ K sp =[ A ]







[ A ]= p +q



p



q q q q q p+q [A] = [A] p p



( )



()



K sp q q ( ) p



Kelarutan, S adalah 1p[A]. Satu dapat mewakili 1p dan dimasukkan di bawah akar untuk memperoleh



K sp p +q K sp ❑ [ A ] [B ] =¿ ¿ S¿ ❑ p = q = p+q q q qq p p p+q ( ) p p











Garam Agcl



p 1



q 1



Kelarutan (s) √ K sp



Na2SO4



2



1



Ca(OH)2



1



2



√ √ √ √ √



CaSO4



4



Na3PO4



2 1



2 3



FeCl3 Al2(SO4)3



3 2



2 3



Ca3(PO4)2



3



2



FePO4



3



4



5



6



3



3



K sp 4 K sp 16 K sp 27 K sp 108 K sp 729



Produk kelarutan seringkali dinyatakan dalam bentuk logaritma. Oleh karena itu, untuk kalsium sulfat, Ksp = 4,93×10−5, log Ksp = −4.32. Semakin kecil nilainya, atau semakin negatif nilai lognya, kelarutannya semakin rendah. Beberapa garam tidak terdisosiasi sempurna dalam larutan. Misalnya, MgSO4, ditemukan oleh Manfred Eigen terdapat dalam air laut sebagai kompleks sferis inner dan asosiasi ion. Kelarutan garam semacam ini dihitung menggunakan metode yang dijelaskan dalam pelarutan dengan reaksi. Hidroksida Untuk hidroksida, produk kelarutan seringkali diberikan dalam bentuk yang sudah diganti, K*sp, menggunakan konsentrasi ion hidrogen menggantikan konsentrasi ion hidroksida. Kedua konsentrasi ini berhubungan dengan tetapan autoionisasi air, Kw. K ω=¿ ¿



Misalnya,



Ca(OH)2 ↔Ca2+ + 2OH −¿¿ K sp =¿ ¿ ¿



K sp =



K sp K ω2



=¿ ¿



log Ksp untuk Ca(OH)2 sekitar −5 pada temperatur ambien;  log K*sp = −5 + 2 × 14 = 23, kira-kira.



Efek ion sejenis Efek ion sejenis adalah efek penurunan kelarutan suatu garam, akibat hadirnya suatu garam yang memiliki ion sejenis. Misalnya, kelarutan perak klorida, AgCl, menurun jika natrium klorida, suatu sumber ion klorida, ditambahkan ke dalam suspensi AgCl dalam air.



−¿ K sp =¿¿ ¿



+¿+Cl(aq)



AgCl(s) ↔ Ag(aq)



¿



Kelarutan, S, tanpa kehadiran ion sejenis dapat dihitung sebagai berikut. Konsentrasi [Ag +] dan [Cl−] adalah sama karena satu mol AgCl terdisosiasi menjadi satu mol Ag + dan satu mol Cl−. Misalkan konsentrasi [Ag+](aq) dinyatakan sebagai x.



❑❑ K sp=x 2 ; S=x =√ K sp



Ksp AgCl



sama



dengan 1,77×10−10 mol2 dm−6 pada



adalah 1,33×10−5 mol dm−3.



25 °C,



sehingga



kelarutannya



Sekarang, anggap bahwa terdapat juga natrium klorida, dengan konsentrasi 0,01 mol dm−3. Kelarutannya, dengan mengabaikan semua efek ion natrium yang mungkin terjadi, dihitung sebagai



❑❑ K sp=x (0,01+ x)



Ini adalah persamaan kuadrat x, yang juga sama dengan kelarutan.



❑ 2 ❑❑❑❑ ❑ x + 0,01 x−K sp =0



Dalam hal perak klorida, x2 jauh lebih kecil daripada 0,01x, sehingga dapat diabaikan. Oleh karena itu



S S=x=



K sp −8 −3 =1,77 ×10 . mol . dm , 0,01



sangat berkurang jauh. Dalam analisis gravimetri untuk perak, berkurangnya kelarutan karena efek ion sejenis digunakan untuk memastikan pengendapan "sempurna" AgCl.



Pelarutan dengan reaksi Reaksi khas dengan pelarutan melibatkan basa lemah, B, yang dilarutkan dalam larutan bersuasana asam.



+¿ ¿



+¿↔ BH (aq) ¿



❑❑ B(s) + H (aq )



Reaksi ini sangat penting untuk produk-produk farmasi. Pelarutan asam lemah dalam media alkalis juga sama pentingnya.



−¿+ H 2 O ¿



−¿↔ H n−1 A (aq)



❑❑ H n A (s) +OH (aq)



¿







Molekul yang tak berubah biasanya memiliki kelarutan yang lebih rendah daripada bentuk ioniknya, sehingga kelarutan bergantung pada pH dan tetapan disosiasi asam zat terlarutnya. Istilah "kelarutan intrinsik" digunakan untuk menjelaskan kelarutan bentuk tak terionisasi tanpa adanya asam atau basa. Pelindian garam aluminium dari batuan dan tanah oleh hujan asam adalah contoh lain pelarutan disertai reaksi: alumino-silikat adalah basa yang bereaksi dengan asam membentuk spesies yang mudah larut, seperti Al3+(aq). Pembentukan bahan kimia kompleks juga mengubah kelarutan. Contoh yang terkenal, adalah penambahan larutan amonia pekat ke dalam suspensi perak klorida, yang proses pelarutannya akibat pembentukan kompleks amina.



AgCl(s) + 2 NH3(aq)   [Ag(NH3)2]+(aq) + Cl−(aq)



Contoh lain melibatkan penambahan pelembut air untuk mencuci serbuk untuk mencegah pengendapan garam ion magnesium dan kalsium, yang terdapat dalam air sadah, dengan membentuk kompleks dengan magnesium dan kalsium.



Perhitungan kelarutan dalam kasus ini memerlukan dua atau lebih persamaan simultan yang harus diperhatikan. Misalnya, Kesetimbangan kelarutan Instrinsik Kesetimbangan asam-basa



B(s) ↔ B(aq)



K s =[ B¿¿(aq)]¿ + ¿¿



+¿ ↔ BH (aq) ¿



B(aq )+ H (aq)



K a =[B ¿¿(aq)]¿ ¿ ¿ ¿



Penentuan eksperimental Penentuan kelarutan penuh dengan kesulitan.[1] Kesulitan pertama dan utama adalah menetapkan bahwa sistem berada dalam kesetimbangan pada temperatur yang dipilih. Hal ini karena baik pengendapan maupun pelarutan dapat berjalan teramat lambat. Jika proses berjalan teramat lambat, penguapan pelarut dapat menjadi isu. Kelewatjenuhan mungkin terjadi. Bekerja dengan zat yang sangat tidak larut, konsentrasi dalam larutan sangatlah rendah dan sulit untuk ditentukan. Metode-metode yang digunakan tersebar luas di antara dua kategori, statis dan dinamis.



Metode statis Dalam metode statis, suatu campuran dibuat dalam keadaan kesetimbangan dan konsentrasi spesies nya dalam fase larutan ditentukan melalui analisis kimia. Hal ini biasanya memerlukan pemisahan fase padat dari larutannya. Untuk melakukan hal ini, kesetimbangan dan pemisahan harus dilakukan dalam ruangan dengan suhu terkendali. Konsentrasi yang sangat rendah dapat diukur jika jejak radioaktif terkumpul dalam fase padat. Variasi metode statis adalah dengan menambahkan larutan zat dalam pelarut tak berair, misalnya dimetil sulfoksida, ke dalam campuran dapar berair. Pengendapan cepat dapat terjadi menghasilkan campuran keruh. Kelarutan diukur untuk campuran semacam ini dikenal sebagai "kelarutan



kinetik".



Kekeruhan



terjadi



akibat



partikel



endapan



sangat



halus



menghasilkan hamburan Tyndall. Kenyataannya, partikel-partikel tersebut sangat halus sehingga efek ukuran partikel menjadi berperan dan kelarutan kinetik seringkali lebih besar daripada kelarutan kesetimbangan. Seiring berjalannya waktu, kekeruhan akan menghilang karena pertumbuhan ukuran kristal, dan pada gilirannya kesetimbangan tercapai dalam proses yang dikenal sebagai pemeraman endapan (bahasa Inggris: aging of precipitate).



Metode dinamis Nilai kelarutan asam, basa, dan amfoter organik dalam bidang farmasi dapat diperoleh melalui proses



yang



disebut



"Mengejar



kelarutan



kesetimbangan"



("Chasing



equilibrium



solubility"). Dalam prosedur ini, sejumlah zat dilarutkan terlebih dahulu pada pH di mana ia berada dalam bentuk ionnya dan kemudian diendapkan dalam bentuk netral (tak terionisasi) dengan mengubah pH lingkungannya. Selanjutnya, laju perubahan pH akibat pengendapan atau pelarutan dimonitor dan titran asam kuat atau basa kuat ditambahkan untuk mengatur pH untuk menentukan kondisi kesetimbangan jika kedua laju adalah sama. Keuntungan metode ini adalah relatif cepat karena jumlah endapat yang terbentuk sangat kecil. Namun, kinerja metode ini dapat dipengaruhi oleh pembentukan larutan lewat jenuh. Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai :   F = C–P+2 dimana, F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekaanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai : F = 3–P



Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan,maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada



suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga samasisi yang disebut diagram terner.



Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini. 



Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z.







 Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C =50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.



PENGUKURAN INDEKS BIAS ZAT CAIR MELALUI METODE PEMBIASAN MENGGUNAKAN PLAN PARALEL Beberapa metode dapat dilakukan untuk menentukan indeks bias zat cair, namun metode yang ada saat ini penggunannya cukup rumit dan memakan banyak biaya. Oleh karena itu, perlu adanya metode yang mudah dan sederhana sebagai alternatif mengukur nilai indeks bias zat cair tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur indeks bias zat cair melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks bias air, alkohol dan gliserin sebesar 1,304±0,043; 1,374±0,045; dan 1,504±0,044. Nilai indeks bias tersebut masih



berada pada rentang nilai indeks bias data laboratorium yaitu 1,333(air); 1,361(alkohol); dan 1,500(gliserin). Ternyata metode pembiasan menggunakan plan paralel dapat menjadi alternatif dalam menentukan indeks bias zat cair. PENDAHULUAN Pengukuran indeks bias dalam industri dapat digunakan untuk menemukan parameter fisik berupa konsentrasi, suhu, tekanan dan lain-lain (Govindan et al., 2009). Menurut Bojan et al. (2007), indeks bias larutan adalah parameter karakteristik yang sangat penting dan beberapa parameter terkait seperti suhu, konsentrasi, dll, dapat diperkirakan dari itu. Indeks bias dan viskositas memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai parameter kualitas minyak goreng dimana minyak yang memiliki kualitas paling baik yaitu minyak yang memiliki indeks bias dan viskositas yang tinggi (Sutiah et al., 2008). Indeks bias suatu zat merupakan ukuran kelajuan cahaya di dalam zat cair dibanding ketika di udara (Murdaka et al., 2010). Indeks bias merupakan salah satu dari beberapa sifat optis yang penting dari medium. Dalam bidang kimia, pengukuran terhadap indeks bias secara luas telah digunakan antara lain untuk mengetahui konsentrasi larutan (Subedi et al., 2006) dan mengetahui komposisi bahan-bahan penyusun larutan. Indeks bias juga dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu larutan. Penelitian yang dilakukan oleh Yunus et al. (2009) menunjukkan bahwa indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurniandan kadaluarsa dari oli. Sedangkan penelitian yang dilakukan Sutiah et al. (2008) menunjukkan bahwa indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak goreng. Indeks bias menyatakan perbandingan (rasio) antara kelajuan cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam bahan. Cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa sebesar c. Jika melalui suatu medium maka cahaya tersebut akan mengalami perubahan kecepatan menjadi v, dimana besarnya v jauh lebih kecil dibandingkan cepat rambang cahaya di ruang hampa c. Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan indeks bias (n). Pernyataan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan berikut: (1) n = Indeks Bias c = laju cahaya dalam ruang hampa ( 3 x 108 m/s) v = kecepatan laju cahaya dalam medium Beberapa nilai indeks bias zat cait disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Tabel Indeks Bias Beberapa Zat Medium n=c/v Udara hampa 1,000 Udara pada STP 1,0003 Karbondioksida 1,00045 Helium 1,000036 Hidrogen 1,000132 Air 1,333 Es 1,31 Alkohol 1,36 Etil 1,48 Gliserol 1,50 Benzena 1,46 Kaca 1,52 Beberapa metode dapat digunakan dalam menentukan indeks bias dari berbagai jenis zat cair maupun larutan seperti interferometri



Michelson, interferometri Fabry-Perot, dan interferometri Mach-Zender serta menggunakan refraktometer dan spektrometer. Menurut Fahrurazi (2006), metode-metode interferometri Michelson dapat mengukur indeks bias sangat teliti. Namun penggunaan metode-metode tersebut cukup rumit dan memakan banyak waktu dan biaya. Oleh karena itu perlu adanya metode alternatif yang mudah dan sederhana dalam menentukan indeks bias khususnya indeks bias zat cair. Penelitian ini menawarkan sebuah metode yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mengukur indeks bias zat cair, yaitu metode pembiasan menggunakan plan paralel. Kita ketahui bahwa jika seberkas cahaya mengenai sebuah benda maka yang akan terjadi cahaya tersebut sebagian akan dipantulkan, diserap dan diteruskan. Apabila cahaya tersebut mengenai zat cair seperti air, maka cahaya tersebut akan diteruskan dengan berkas cahaya yang diteruskan seolaholah dibelokkan dari arah datangnya cahaya. Peristiwa pembelokan cahaya ini biasa dikenal dengan pembiasan. Seberkas cahaya yang melewati medium dengan kerapatan yang berbeda, cahaya tersebut akan mengalami perubahan kecapatan. Perubahan cepat rambat gelombang cahaya ini yang menyebabkan cahaya mengalami pembiasan. Sedangkan Plan Paralel merupakan bangun tiga dimensi yang dibatasi oleh sisi-sisi yang sejajar. Gambar 1. Plan Paralel Berbentuk Balok Gambar 1 menunjukkan kotak plan paralel yang memiliki 3 pasang sisi sejajar. Pada penelitian ini kotak plan paralel menggunakan bahan plastik transparan yang dapat diisi dengan zat cair. Sehingga pada saat cahaya memasuki dan keluar plan paralel yang terisi zat cair, cahaya akan mengalami pembiasan. Metode pembiasan menggunakan plan paralel akan mencoba mengukur indeks bias air, alkohol dan gliserin. Harapannya indeks bias yang terukur pada penelitian ini mendekati nilai indeks bias uji laboratorium yang terdapat pada Tabel 1. METODE Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kotak plan paralel sebagai tempat zat cair yang akan diukur indeks biasnya (dengan ketebalan bahan 1 mm), jarum pentul, busur derajat, penggaris, kertas HVS, sterofom, alat tulis, air, alkohol dan gliserin. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indeks bias zat cair. Pengukuran indeks bias dilakukan melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel. Analisis data dilakukan menggunakan hukum Snellius: (2) n1 = indeks bias medium pertama θ1 = sudut datang n2 = indeks bias mediium kedua θ2 = sudut bias Gambar 2. Sketsa lintasan sinar datang dan sinar bias - Titik O adalah titik tempat sinar datang mengenai kotak



- Titik D adalah titik tempat sinar meninggalkan kotak - Garis BOC adalah garis yang tegak lurus kotak dan melalui titik B - Garis BA tegak lurus garis BOC Berdasarkan sketsa gambar di atas, tidak perlu mengukur sudut secara langsung. Nilai sinus sudut datang dan sudut bias dapat dihitung berdasarkan pengukuran lokasi jatuhnya sinar datang dan sinar bias. Berdasarkan gambar tersebut didapatkan (2) (3) Dengan mengambil indeks bias udara n1= 1 dan indeks bias zat cair n2=n maka indeks bias zat cair dapat ditentukan dari rumus: (4) Atau jika kita menggunakan besar sudut datang dan sudut bias, dapat kita masukkan dalan persamaan berikut: (5) HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian diperoleh data pengukuran yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data Pengukuran indeks bias zat cair Dengan menggunakan analisis data pengamatan, diperoleh nilai indeks bias terukur pada Tabel 3 sebagai beikut:



Melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel ternyata diperoleh data pengukuran yang mendekati dengan data laboratorium. Pada pengukuran indeks bias air diperoleh hasil pengukuran 1,304±0,043 (dengan kesalahan relatif sebesar 3,29%), sedangkan pada alkohol 1,374±0,045 (dengan kesalahan relatif sebesar 3,27%) dan gliserin 1,505±0,044 (dengan kesalahan relatif sebesar 2,92%) . Data tersebut berada pada rentang data indeks bias hasil laboratorium untuk air 1,333, alkohol 1,361, dan gliserin 1,50. Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui metode pembiasan menggunakan plan paralel, kita dapat menentukan nilai indeks bias dari beberapa zat cair, seperti air, alkohol dangliserin. Pada saat cahaya merambat melalui dua medium yang berbeda kerapatannya maka cahaya akan mengalami perubahan kecepatan. Peristiwa ini yang dikenal dengan pembiasan. Pada saat merambat di medium udara, cahaya merambat dengan kecepatan v1 sedangkan saat merambat di medium zat cair kecepatannya akan berubah menjadu v2 (dimana v1>v2). hukum snellius tentang pembiasan menyatakan bahwa jika cahaya merambat dari medium yang kurang rapat (udara) menuju medium yang lebih rapat (zat



cair) maka cahaya akan dibelokkan mendekati garis normal. Sebaliknya jika cahaya merambat dari medium yang rapat (zat cair) menuju medium yang kurang rapat (udara) maka cahaya akan dibelokkan menjauhi garis normal. Prinsip inilah yang digunakan dalam penentuan indeks bias pada penelitian kali ini. Hasil penelitian membuktikan bahwa indeks bias hasil pengukuran menunjukkan nilai yang tidak jauh menyimpang dari indeks bias hasil laboratorium/tabel. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyimpangan hasil pengukuran ini diantaranya temperatur dan kekentalan zat cair. Menurut Hidayanto et al. (2010) indeks bias zat cair juga dipengaruhi oleh kerapatan dari medium yang dilalui, juga merupakan fungsi dari konsentrasi zat cair. Kecepatan cahaya dalam medium tergantung pada media itu sendiri, suhu dan panjang gelombang. Hal ini senada dengan penelitian Brink, dkk, sebagaimana dikutip oleh Siagian (2004) bahwa pada temperatur yang lebih tinggi kerapatan optik suatu zat itu berkurang, sehingga indeks biaspun turun. Pemilihan bahan wadah yang tidak begitu tebal dan transparan sangat diperlukan dalam penelitian ini agar dapat meminimalisir adanya pengaruh indeks bias wadah terhadap indeks bias zat cair yang akan kita tentukan.