Khutbah Idul Fitri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Khutbah Idul Fitri Kaum Muslimin yang dimuliakan Alllah SWT. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan puja kehadirat Allah SWT karena pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia untuk melakukan Sholat Idul Fitri, setelah sebelumnya kita diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri karunia ini dengan sungguh-sungguh, khususnya karunia kesehatan dan kebahagiaan. Hari ini kita masuk ke bulan syawal dan merayakan idul fitri. Hari ini kita kembali kepada fitrah yang suci, kembali pada lembaran yang bersih. Semuanya ini dalam rangka meningkatkan taqwa kita. Membersihkan hati kita ini semata-mata hanyalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam sebuah kata-kata hikmah dikatakan:



‫ليس العيد لمن يلبس الجديد و انما العيد لمن تقواه يزيد‬ “ Yang berarti: bukanlah disebut hari raya itu hanya untuk orang yang berpakaian baru saja, atau alat perabot rumah tangga yang baru saja. Tetapi yang dinamakan hari raya itu adalah bagi orang yang bertambah taatnya kepada Allah SWT. Selain melestarikan Hablun minallah, idul fitri ini juga berfungsi sebagai sarana hablun minannas.” Menghayati inti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dan menyadari persoalan bangsa yang saat ini serta memperhatikan perjuangan Rosulullah dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera melalui ajaran Islam (Islam Tamaddun), maka dalam suasana Idul Fitri ini akan tepat kiranya jika kita gunakan sebagai momentum untuk membangun Indonesia kedepan yang lebih cerah. Puasa dan Idul Fitri sudah seharusnya dijadikan sebagai momentum untuk membangun gerakan kebangkitan bangsa kedepan, bukan sekedar ritual atau banalitas tahunan bagi umat Islam.



Puasa dan Idul Fitri seyogyanya mampu melahirkan presepsi dan kesadaran yang benar terhadap persoalan bangsa yang sesungguhnya. Persoalan bangsa Indonesia yang kita hadapi sekarang ini sesunggunya, bukanlah sebatas menyangkut satu bidang, misalnya masalah ekonomi atau seperti yang dilontarkan banyak pengamat, kita tengah mengalami krisis energi dan pangan, melainkan lebih mendasar dan luas dari sebatas itu



‫ليس منا ما لم يهتم بامر المسلمين‬ “ Bahwa tidak termasuk umatku mereka yang tidak perduli terhadap urusan umat Islam.” Memang membangun ekonomi adalah penting, akan tetapi bukanlah segala-galanya. Bangsa yang berperadaban tinggi selalu dibangun diatas dasar keyakinan, jiwa atau spiritualitas yang dalam serta akhlaq yang luhur. Keadaan ekonomi yang kurang baik ditengah-tengah Negri yang subur seperti Indonesia, sesungguhnya merupakan akibat dari lemahnya Iman, spiritualitas, keterbatasan ilmu dan akhlaq yang disandangnya. Betapa tingginya aspek-aspek ini untuk membangun peradaban, maka ayat-ayat Al-Qur’an pada fase awal yang diterimakan kepada Rosulullah adalah menyangkut ilmu pengetahuan (yakni dalam bentuk perintah membaca Iqro’), larangan berbuat angkara murka dan sebaliknya, beliau diperintah untuk membangun akhlaq yang mulia “ Innama Buistu Liutammima Ma Karimal Akhlaq “. Dikatakan bahwa Addinu Husnul Khulq bahwa agama identik deng an kebaikan budi pekerti. Puasa dan Idul Fitri harus mampu membangkitkan jiwa optimisme yang kuat terhadap kehidupan hari esok yang lebih baik. Akhir-akhir muncul dari kalangan luas rasa pesimisme yang berkelebihan terhadap keadaan Negri ini. Berangkat dari suasana pesimisme itu, bangsa ini dilabeli deng an identitas yang sedemikian rendah, seperti disebutnya sebagain bangsa yang terpuruk, bangsa korup, bangsa yang carut-marut, bangsa yang berada pada titik nadir dan



istilah-istilah lain yang kurang sedap. Istilah-istilah seperti itu bisa jadi akan melahirkan mental bangsa yang inferior, (‘adamu Atsiqoh) tidak percaya diri dan selalu berharap pada uluran pertolongan bangsa lain. Bangsa Indonesia sesungguhnya tidak semalang itu. Sebaliknya bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang beruntung, memiliki tanah kepulauan yang luas lagi subur, samudra dan lautan yang luas, aneka tambang, serta penduduk berjumlah besar. Semua itu adalah karunia Allah, yang seharusnya selalu disyukuri dan dijadikan modal untuk membangun kemakmuran bersama. Puasa dan Idul Fitri agar bermakna terhadap upaya menjadikan Indonesia bangkit, harus mampu melahirkan sikap solidaritas sosial atau kemauan berjuang dan berkorban yang tinggi. Membangun bangsa tidak akan berhasil jika tidak terdapat orang-orang yang rela berjuang dan berkorban. Sejarah bangsa ini membuktikan secara jelas tentang hal itu. Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dari penjajah, adalah sebagai buah dari adanya kesediaan para pejuang termasuk di Garda depan adalah peran para ulama-ulama kita yang ikhlas mengorbankan apa saja yang ada padanya. Demikian pula Rosulullah SAW, tidak akan mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang damai dan berperadaban jika tidak ditenpuh melalui perjuangan dan pengorbanan yang berat. Dan selaras dinamika yang ada, pemerintah sudah seharusnya untuk terus menerus memegang teguh pada prinsip memperjuangkan kemakmuran dan kemaslahatan rakyat. Dalam kaidah fiqih dikatakan “ Tasorruf al Imam ‘ala ‘aroiyah manuthun bil maslahah “ bahwa kebijakan pemerintah wajib ditaati selama kebijakan tersebut berpijak pada kebijakan yang memberikan kebaikan bagi banyak rakyat. Imam Syafii menggambarkan hubungan rakyat dan penguasa ibarat hubungan wali deng an anak yatim.



Puasa dan hari raya Idul Fitri selayaknya melahirkan sifat-sifat profektif, seperti amanah, ‘adalah, istiqomah dan salam. Sifat-sifat itu sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan maju. Lebih dari pada itu, puasa dan idul fitri seharusnya brhasil melahirkan suasana batin yang pandai bersyukur, ikhlas, tawakal dan istiqomah. Disinilah pentingnya mememahami dan meresapi kata-kata “ addinu hua annasihah lillahi walirosulihi walil mu’minin “, bahwa agama adalah nasihat. Kaum muslimin yang dimuliakan Allah SWT. Akhirnya melalui momentum idul fitri ini, marilah kita bersama-sama menyadari betapa pentingnya semua komponen bangsa ini bersigap dan bertekat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa. Demikian juga, NU sebagai organisasi terbesar di Negri ini, yang diakui telah memberikan corak bagi Khasanah keberagamaan, sosial, politik dan budaya di Indonesia, tentu saja akan berupaya semaksimal mungkin untuk turut memikirkan dan menindaki dalam rangka membangun Indonesia yang lebih maju dan beradab. NU menyadari sepenuhnya bahwa membangun bangsa bukan sekedar memakmurkan secara fisik, melainkan yang terpenting adalah membangun peradaban (tsaqofah wal hadoroh). Hal ini demi terwujudnya impian Indonesia menjadi Negri yang berperadaban adi luhung (madinah al fadilah).