KMB 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II “Konsep Gangguan Kebutuhan Cairan Akibat Patologis Sistem Perkemihan dan Metabolik Endokrin”



Disusun Oleh : Kelompok 4 AURA RAYANI RISTIO



P07220118037



DITA AULIASARI



P07220118039



HANI SABELA



P07220118041



INDAH PUSPITA SARI



P07220118043



IRMA SURYANI



P07220118044



YULIANA



P07220118060



D-III KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2020



KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II disamping itu penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya agar dapat mengetahui tentang “Konsep Gangguan Kebutuhan Cairan Akibat Patologis Sistem Perkemihan Dan Metabolik Endokrin”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Samarinda, 19 Mei 2020 Penyusun



Kelompok 4



ii



DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR ...........................................................................................



ii



DAFTAR ISI ......................................................................................................... ..............................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................



4



B. Rumusan Masalah.................................................................................



4



C. Tujuan ..................................................................................................



4



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Gangguan Kebutuhan Cairan................................................



6



B. Pengkajian Kebutuhan Cairan............................................................



7



C. Masalah Keperawatan ........................................................................



11



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... ...........................................................................................................22 B. Saran .................................................................................................... ...........................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 23



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih), dan uretra. Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme tubuh yang tidak berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (dieliminasi) dari dalam tubuh karena dapatmenjadi racun. proses eliminasi ini dapat dibagi menjadi eliminasi unrine (buang air kecil) daneliminasi alvi (buang air besar). Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra. Ginjal, Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih. Fungsi utama dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan mengeluarkannnya sebagai urin. Proses ini berlangsung terus. Hanya pada kasus luka, infeksi atau penyakit pada organdari saluran kemih, fungsinya menjadi terganggu dan karenanya menganggu biokimia dari aliran bawah. Ginjal adalah organ vital penyangga kehidupan. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep gangguan kebutuhan cairan akibat patologis sistem perkemihan dan metabolic endokrin. 2. Untuk mengetahui cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan sistem perkemihan dan metabolic endokrin. C. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan sistem perkemihan dan metabolic endokrin? 2. Bagaimana cara melakukan pengkajian kebutuhan cairan dengan melakukan anamnase dan pemeriksaan fisik pada pasien? 3. Bagaimana cara menemukan masalah keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan cairan?



4



4. Bagaimana cara membuat rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan cairan?



5



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Gangguan Kebutuhan Cairan Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. 1. Fungsi cairan bagi tubuh adalah sebagai berikut : a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh b. Transpor nutrien ke sel c. Transpor hasil sisa metabolisme d. Transpor hormon e. Pelumas antar-organ f. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler. 2. Masalah Keseimbangan Cairan Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua bagian yaitu: a. Hipovolemik Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui



kulit,



ginjal,



gastrointestinal,



pendarahan



sehingga



menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik



adalah



peningkatan



rangsangan



saraf



simpatis



(peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut. Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air



6



mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri. b. Hipervolemik Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma. Gejala yang mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop. B. Pengkajian gangguan kebutuhan cairan 1) Anamnase Anamnesis merupakan suatu Wawancara kepada klien yang ditujukan untuk mengetahui secara dini penyakit yang kemungkinan di derita oleh klien Anamnesis merupakan suatu proses pengumpulan data informasi yang sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien Data dikumpulkan dan klien (autoanamnesa) atau dari orang lain (alloanamnesa yaitu dar keluarga, orang terdekat, masyarakat. Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan pada perawat untuk mulan mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Anamnesis yang sistematik mencukup : a) Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa datang ke rumah sakit. b) Riwayat penyakit saat ini yang sedang di derita klien, seperti : keluhan sistemak yang merupakan penyulit dan kelainan urologi, seperti malaise, pucat uremia yang merupakan gejala gagal ginjal



7



atau deman akibat infeksi dan keluhan lokal seperti nyeri, keluhun miksi disfungsi seksual umur infertilitas. c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu d) Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga e) Riwayat Pengobatan Diuretik 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik merupakan komponen pengkajian kesehatan yang bersifat objektif. Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fisik inspeksi, palpasi perkusi dan auskultasi. a) Inspeksi Inspeksi yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji menilai pasien. Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru sejak detik pertama bertemu dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. b) Palpasi Palpasi yaitu menentukan merasakan dengan tangan adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien yang digunakan untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu, baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal. dan apakah terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba.



8



c) Perkusi Perkusi, merupakan langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya Pantulan suara akan berbeda beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. d) Auskultasi Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular. Suara ter auskultasi



dijelaskan



frekuensi



(pitch),



intensitas



(keras



lemahnya), durasi, kualitas timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff, suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. 3) Pemeriksaan Diagnostik a) Urinalisis Urialisis dapat memberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin pada sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin menangkup evaluasi hal-hal berikut: 1. Observasi warna dan kejernihan urin. 2. Pengkajian bau urin. 3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin.



9



4. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton



dalam



urin



(masing-masing



untukproteinuria,



glukosuria, da ketonoria). 5. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan (centrifuging) untuk mendeteksi seldarah erah (hematuria), sel darah putih, slinder (silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri(bakteriuria) b) Pemeriksaan Fungsi Ginjal Tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit ginjal dan mengikuti perjalanan klinik. Pemeriksaan ini juga memberikan informasi tentang efektifitas ginjal dalam melaksanakan fungsi ekskresinya. Fungsi ginjal dapat dikaji secara lebih akurat jika dilakukan dibeberapa pemeriksaan dan kemudian hasilnya di analisis bersama. Pemeriksaan fungsi ginjal yang umum dilakukan adalah kemampuan pemekatan ginjal klirens kreatinin, kadar kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN). c) Ultrasound Ultrasound



atau



pemeriksaaan



USG



menggunakan



gelombang suara yang dipancarakan ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam system urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuannya kapada pasien. Karena sensitivitasnya, pemeriksaan USGtelah menggantikan banyak prosedur diagnosis lainnya sebagai tindakan diagnostic pendahuluan. d) Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan lainnya.



10



C. Masalah Keperawatan gangguan sistem perkemihan a. Pielonefritis Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai baik parenkim maupun pelvis ginjal. 1) Etiologi Gangguan ini dapat disebabkan oleh bakteri E.coli, karena resisten terhadap obat antibiotik, atau obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis. 2) Patofisiologi Gangguan akut terjadi bila infeksi bakteri naik dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Sedangkan gangguan kronik terjadi bila infeksi dapat terjadi karena adanya bakteri tetapi dapat juga karena faktor lain, seperti obstruksi saluran kemih. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara parmanen dan dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Pielonefritis akut Bering juga ditemukan pada perempuan hamil biasanya diawali dengan hidroureter dan hidronefritis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar. 3) Manifestasi Klinis Tanda dan gejala pielonefritis akut adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada daerah ginjal, pangs tinggi dan terjadi respons sistemik yang umum, sering miksi dan terasa nyeri, dan dalam urine ditemukan adanya leukosit dan bakteri. b. Glomerulonefritis Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan



11



kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. 1) Manifestasi Klinis Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. c. Nefrotik sindrom Sindroma neprotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat). 1) Etiologi a) Sindroma nefrotik primer yang atau disebut juga Sindroma nefrorik Idiopatik, yang diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan alergi. b) Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar ginjal). 2) Patofisiologi Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin, ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui



ginjal.



Akhirnya



12



terjadi



hipoalbuminemia.



Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya meningkat( namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin). Hipotesis



menunjukan



kehilangan



albumin



mengakibatkan



penurunan tekanan onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran cairan dari dalam darah ke intestitium. Isi dari cairan yang berkurang dalam saluran darah seterusnya akan mengaktifkan renin- angiotensin- aldosteron sistem. Hormon vasopresin(ADH) akan dirembes untuk menstabilkan kandungan cairan dalam saluran darah seperti sediakala. Meskipun demikian, pengumpulan cairan ini menyebabkan kehilangan cairan yang terus- menerus ke interstitium karena protein terus – menerus hilang kedalam urin diikuti dengan kerusakan pada membran basal glomerulus. Ini menyebabkan penumpukan cairan secara berlebih dalam jaringan dan mengakibatkan edema. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi



lemak



dalam



darah



(hiperlipidemia)



hal



ini



menyebabkan intake nutrisi berkurang sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia 3) Manifestasi Klinis a. Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak b. Hipoalbuminemia< 30 g/l c. Edema anasarka. Edema terutama jelas pada kaki, di sekitar mata (periorbital), asites, dan efusi pleura. d. Hiperlipidemia e. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis arteri dan vena.



13



d. Batu Saluran Kemih Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%).  1) Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga karena ada hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idopatik). 2) Patofisiologi Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adnya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal  yang tersusun oleh bahan-bahan organic yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. 3) Manifestasi Klinis Gejala yang bisa timbul saat kondisi ini terjadi antara lain:



14







Nyeri dan rasa seperti terbakar saat buang air kecil







Urine berdarah (hematuria)







Urine lebih pekat dan gelap







Sulit buang air kecil







Tidak lancar atau tersendat-sendat saat buang air kecil







Tidak nyaman atau sakit pada penis, jika terjadi pada pria







Nyeri pada perut bagian bawah







Terus-menerus merasa ingin buang air kecil, terutama di malam hari.



e. Diabetes Insipidus Diabetes Insipidus (DI) adalah penyakit yang sangat kompleks dan langka. Kata "Diabetes Insipidus" adalah gabungan dua kata "Diabetes" dan "Insipidus". Diabetes adalah kata asal Yunani yang berarti "siphon" dan Insipidus adalah kata asal Latin yang berarti "tanpa rasa" . DI sebenarnya adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan



air



karena



patofisiologi



produksi



hormon



antidiuretik (ADH) dan penyakit lainnya. ADH diproduksi oleh syaraf supraoptik dan nukleus paraventrikular yang terletak di hipotalamus. Setelah produksi ADH mengalir deras sepanjang saluran hipotiroidhypophyseal dan disimpan di hipofisis posterior, yang mana tepat di stimulus dari osmoreseptor, dilepaskan dari lokasi penyimpanannya Produksi. 1) Etiologi Diabetes insipidus sentral disebabkan kondisi-kondisi yang mengganggu pembuatan, penyimpanan, dan pelepasan ADH. Penyebab diabetes insipidus sentral dibagi menjadi dua kategori yaitu : 



Didapat yaitu Kerusakan regio hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala, operasi, atau tumor.



15







Diturunkan yaitu Bersifat genetik. Beberapa jenis resesif autosomal dan x-linked. Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan adanya gangguan struktur atau fungsi ginjal, baik permanen maupun sementara, akibat penyakit ginjal (penyebab tersering), obatobatan, atau kondisi lain yang menurunkan sensitivitas ginjal terhadap ADH



2) Patofisiologi Patofisiologi diabetes insipidus dapat dibagi berdasarkan penyebab yang mendasari. Terdapat dua tipe utama diabetes insipidus, yaitu cranial diabetes insipidus dan nephrogenic diabetes insipidus. Patofisiologi cranial



diabetes



insipidus (CDI)



adalah



akibat



rendahnya kadar hormon vasopressin pituitari posterior, baik itu bersifat



relatif



insipidus (NDI)



maupun adalah



absolut. Nephrogenic



penyakit



yang



diabetes



diakibatkan



oleh



ketidakmampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urin karena terjadi resistensi terhadap vasopressin. 3) Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus 1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya mempunyai awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa. 2. Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari terutama sangat membutuhkan air yang dingin. 3. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia 4. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan : 5. Hiperosmolalitas



dan



gangguan



SSP



(



cepat



marah,



disorientasi, koma dan hipertermia ) 6. Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.



16



7. Dehidrasi. Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi



kerusakan



otak,



sehingga



bayi



mengalami



keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. f. Gagal Ginjal Merupakan penyakit ginjal tahap akhir. Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. 1) Etiologi 



Diabetus mellitus







Glumerulonefritis kronis







Pielonefritis







Hipertensi tak terkontrol







Obstruksi saluran kemih







Penyakit ginjal polikistik







Gangguan vaskuler







Lesi herediter







Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)



2) Patofisiologi 



Gangguan klirens renal Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).







Retensi cairan dan natrium Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan



17



resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. 



Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi



nutrisi,



dan



kecenderungan



untuk



terjadi



perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI. 



Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat



3) Manifestasi Klinik 



Hipertensi







Pitting edema







Edema periorbital







Pembesaran vena leher







Nafas dangkal







Kusmaul







Sputum kental dan liat







Anoreksia, mual dan muntah







Ulserasi dan perdarahan pada mulut







Kulit kering, bersisik



4) Pathway



18



5) Diagnosa a) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis b) Gangguan Eliminasi Urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih c) Gangguan Rasa nyaman b.d Gejala penyakit 6) Intervensi No Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut b.d agen



Tujuan dan kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan



19



Intervensi Manajemen nyeri



pencedera fisiologis



keperawatan 3x24 jam



1.1 identifikasi



ditandai dengan



diharapkan tingkat nyeri



lokasi, karakteristik,



Mengeluh nyeri saat



menurun dengan kriteria



durasi, frekuensi,



buang air kecil



hasil:



kualitas,intensitas



1. keluhan nyeri menurun



nyeri



2.meringis menurun



1.2 identifikasi



3. fungsi berkemih



faktor yang



membaik



memperberat dan memperingati nyeri 1.3 berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 1.4 kalibrasi



2



Gangguan eliminasi



Setelah dilakukan tindakan



pemberian analgetik Manajemen



urine b.d penurunan



keperawatan 3x24jam



eliminasi Urine



kapasitas kandung



diharapkan eliminasi urine



2.1 identifikasi



kemih, ditandai dengan



membaik dengan kriteria



tanda dan gejala



urine keluar tidak



hasil :



resensi atau



tuntas



1. sensasi berkemih



inkontinensia urine



meningkat



2.2 monitor



2. desakan berkemih



eliminasi urine



(urgensi) menurun



2.3 ambil sampel



3. Distensi kandung kemih



urin tengah atau



menurun



kultur



4. mengompol menurun



2.4 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih 2.5 kalibrasi pemberian obat



20



3



Gangguan rasa nyaman



Setelah dilakukan tindakan



supositoria uretra Terapi Relaksasi



b.d gejala penyakit



keperawatan 3x24 jam



3.1 identifikasi



ditandai dengan pola



diharapkan status



teknik relaksasi



eliminasi berubah



kenyamanan meningkat



yang pernah efektif



dengan kriteria hasil :



digunakan



1. keluhan tidak nyaman



3.2 monitor respons



menurun



terhadap relaksasi



2. merintih menurun



3.3 Anjurkanih



3. pola eliminasi membaik



mengambil posisi



4. keluhan sulit tidur



nyaman



menurun



3.4 demonstrasikan dan latih teknik relaksasi



21



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai baik parenkim maupun pelvis ginjal. Glomerulonefritis



merupakan



penyakit



peradangan



ginjal



bilateral.



Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Sindroma neprotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus (ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria



(keluarnya



protein



melalui



air



kencing)



yang



masif,



hipoalbuminemia (kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat). Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa tertentu. Diabetes Insipidus sebenarnya adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan air karena patofisiologi produksi hormon antidiuretik (ADH) dan penyakit lainnya B. Saran Makalah ini menjadi suatu pembelajaran dan pengetahuan yang baru agar penulis dan pembaca dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang Konsep gangguan kebutuhan cairan akibat patologis sistem perkemihan dan metabolic endokrin. Selain itu, perawat juga dapat menerima ilmu baru yang akan diaplikasikan langsung baik kepada dirinya maupun orang lain.



22



Daftar Pustaka (2020). Diakses pada 19 May 2020, from http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52773/Chapter%20II.pdf? sequence=4&isAllowed=y (2020). Diakses 19 May 2020, from https://www.academia.edu/7968650/Makalah_gangguan_sistem_perkemihan (2020). Diakses 19 May 2020, from



https://www.scribd.com/doc/109265320/Pemeriksaan-Diagnostik-Pada-SistemPerkemihan Alodokter. 2020. Batu kandung Kemih. https://www.alodokter.com/batu-kandungkemih. (diakses pada 19 Mei 2020) Alomedika. 2020. Penyakit Diabetes Insipidus. https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/diabetes-insipidus/patofisiologi . (di akses pada 19 Mei 2020) Afriani Nuari, N., & Widhayati, D. (2020). Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan [Ebook] (1st ed.). Yogyakarta: PENERBIT DEEPUBLISH. Diakases pada 19 Mei 2020 dari https://books.google.co.id/books? hl=en&lr=&id=EbDWDgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR6&dq=gangguan+kebutuhan+cairan+pa da+sistem+perkemihan&ots=HlXXAxy6MI&sig=_h9yNMyPgeyhkELg7gX5T8_YCA&redir_esc=y#v=onepage&q=gangguan%20kebutuhan %20cairan%20pada%20sistem%20perkemihan&f=false



PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI. Purwanto, H. (2020). Diakses pada 19 May 2020, from http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/KMB-2Komprehensif.pdf#page=128



23