KMB Ii - Asuhan Keperawatan Glaukoma Akut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS GLAUKOMA AKUT Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II



Oleh: Asep Welly Teguhardi



102018028



Dosen Pembimbing: Angga Wilandika S. Kep.,Ners., M. Kep.



PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG BANDUNG 2020



BAB I TINJAUAN TEORI



KONSEP PENYAKIT 1. PENGERTIAN Glaukoma digunakan untuk merujuk pada sekelompok kondisi ocular yang ditandai dengan kerusakan saraf optik. Glaukoma dipandang sebagai kondisi tingginya tekanan intraokular dibandingkan dengan neuropati optik.Tingginya tekanan intraokular dapat merusak lapisan saraf optik dan lapisan serat saraf. Hal ini diakibatkan oleh gangguan pada sistem aliran pada cairan aqueus humor (Williams & Wilkins, 2010).Glaukoma adalah penyakit yang umumnya ditandai dengan kehilangan bidang pandang yang disebabkan oleh kerusakan saraf optikus. Kerusakan saraf optikus berhubungan dengan tingkat tekanan intraokular yang tinggi (Baughan & Hackley, 2000). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan oleh tingginya tekanan intraokular pada mata yang menyebabkan kerusakan pada saraf mata. Tekanan intraokular yang meningkat diakibatkan oleh gangguan pada sistem drainase mata yaitu aliran masuk dan keluar dari aqueus humor.



2. ETIOLOGI Glaukoma terjadi karena adanya peningkatan tekanan intraokuler akibat adanya gangguan produksi dan pengeluaran aquos humor. Aptosis sel ganglion retina menyebabkan terjadinya penipisan lapisan serat saraf dan inti dalam retina sertaberkurangnya akson di nervus optikus. Peningkatan tekananintraokuler menyebabkan kerusakan saraf pada mata (Vaughan et al, 2000). Menurut Williams dan Wilkins (2010) faktor risiko terjadinya glaukoma antara lain : a. Usia Usia diatas 40tahun berisiko tinggi mengalami glaukoma. Risiko ini dikarenakan pada umur 40 tahun adanya penurunan fungsi pada mata. b. Ras



Pada ras kulit hitam risikoterjadinya glaukoma akan meninggkat secara signifikan. Ras asia berisiko mengalami glaukoma sudut tertutup. c. Riwayat keluarga dengan glaukoma Riwayat keluarga dengan glaukoma memiliki potensi untuk terjadinya glaukoma pada anggota keluarga lain. Riwayat keluarga dapat meningkatkan risiko glaukoma 4 hingga 9 kali lipat. d. Kondisi medis Kondisi medis yang dapat berisiko terjadinya glaukoma adalah diabetes millitus, riwayat hipertensi dan penyakit jantung lainnya. e. Cedera fisik Trauma parah yang terjadi pada mata dapat meningkatkan tekanan pada mata sehingga berisiko untuk terjadinya glaukoma. Cedera ini juga dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder sudut terbuka. f. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya glaukoma. g. Kelainan pada mata Kelainan struktur mata seperti pigmentar yang menyebabkan berisiko terjadinya pigmentary glaukoma. Hal ini dikarenakan granule yang dilepaskan dibelakang iris memblokir trabecular meshwork. Klasifikasi Glaukoma Klasifikasi glaukoma menurut Riordan-Eva (2009) terdiri atas : a. Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi 1) Glaukoma primer Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui secara jelas penyebabnya. Terdiri dari glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka. 2) Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat terjadinya penyakit lain pada mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan, rubeosis iridis dan penggunaa kortikosteroid topikal berlebih.



3) Glaukoma kongenital Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini dibagi menjadi tiga, pertama glaukoma kongenital primer, kedua anomali perkembangan segmen anterior-sindrom axenfeld, anomali peterdan sindrom reiger, ketiga berbagai kelainan lainya seperti,aniridia, sindrom sturge-weber, neurofibromatosis, sindrom lowe dan rubela kongenital. 4) Glaukoma absolut Kebutaan total dan terjadinya sakit atau nyeri pada bola mata merupakan keadaan yang terjadi pada kondisi glaukoma absolut. b.Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan intraokulerBerdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka merupakan glaukoma yang paling umum terjadi. Gejala yang ditimbulkan adalah asimtomatiksehingga sulit untuk mengenali lebih dini. Prognosisnya yang lambat dan hilangnya lapang pandang terjadi tanpa disadari (Baughan & Hackley, 2000). Terjadinya glaukoma terbuka dikarenakan adanya gangguan aliran keluaran aqueus humor akibat kelainan sistemdrainase sudut kamera anterior. Glaukoma sudut tertutup terjadi akibat gangguan akses aqueus humor ke sistem drainase (Vaughan, et al, 2000). 3. TANDA GEJALA GLAUKOMA Tanda dan gejala glaukoma menurut Micigan Medicine ( 2017) adalah sebagai berikut : a. Sulit menyesuaikan dalam ruangan gelap b. Kesulitan fokus pada objek dekat atau jauh c. Menyipitkan mata atau berkedip karena sensitivitas yang tidak biasa terhadap cahaya atau silau d. Perubahan warna iris e. Kelopak merah berbingkai, bertatahkan atau bengkak f. Nyeri berulang di mata ataupun sekitar mata g. Penglihatan ganda h. Adanya titik gelap pada fokus penglihatani.Garis dan tepi muncul terdistorsi atau berombak i. Mata sering berair j. Mata kering dengan rasa gatal atau terbakar



k. Melihat bintik-bintik, seperti gambar hantum.Mengalami kehilangan penglihatan pada satu mata secara tiba –tiban.Mengalami penglihatan kabur secara tiba –tibao.Adanya cahaya seperti pelangi disekitar mata. 4. PATOFISIOLOGI Patofisiologi glaukoma dapat dijelaskan berdasarkan klasifikasi di bawah ini : 1) Glaukoma Sudut Terbuka Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009). Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teorilainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al, 2009). 2) Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009). 3) Glaukoma Sudut Tertutup Akut Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat (Salmon, 2009). 4) Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.



Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009). 5) Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger/disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld (Salmon, 2009). 6) Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera (Salmon, 2009). 7) Glaukoma Tekanan-Normal Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murnikarena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom . Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon,2009).



5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan glaukoma adalah:



1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik. 2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma. 3) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan. 4) Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina. 5) Pemeriksaan lampu-slit. :Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu Memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus. a. pengukuran tekanan okuler dengan tonometer: Nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25mmHg (normal 11-21mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, TIO biasanya sebesar 22-40 mmHg.pada glaukoma sudut tertutup TIO meningkat hingga di atas 60 mmHg (Sidharta Ilyas, 2004). b. Pemeriksaan sudut iridkornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi adanya sudut terbuka. c. Pemeriksaan lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping patologis. Lempeng dinilai dengan memperkirakan cup to ratio. pada mata normal. rasio ini biasanya tidak lebih besar dari 0,4. pada glaukoma kronis, akson yang memasuki papil saraf mati. 6) Perimetri: Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yangkhas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi. 7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi 8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK 9) Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM. 10) Pemeriksaan Ultrasonografi: Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.



6. PENATALAKSANAAN



Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi : 1) Terapi medikamentosa Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh tubuh) 2) Terapi obat-obatan Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Terapi awal yang diberikan adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol) atau simpatomimetik (adrenalin dan depriverin).Untuk mencegah efek samping obat diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya tidak boleh terlalu sering.Miotikum (pilocarpine dan carbachol) meski merupakan antiglaukoma yang baik tidak boleh digunakan karena efek sampingnya. a. obat sistemik-Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide 500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.  Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.  Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah. b. obat tetes mata lokal  Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.  Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.  Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit kemudian diberikan 4x sehari.Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi. 3) Terapi Bedah a. Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran



aqueus humor. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%. b. Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan iridektomi. c. Trabekulektomi (bedah filtrasi) merupakan prosedur pembedahan untuk mengobati glaukoma dengan menurunkan tekanan mata (TIO). Dalam prosedur ini, sepotong kecil dari dinding mata yang mungkin termasuk trabecular meshwork (drainase alami) akan dihapus. pembedahan ini akan membuka saluran baru dan menciptakan bypass ke trabecular meshwork untuk mengurangi TIO. 7. ANATOMI DAN FISIOLOGI



Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari organ okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan, saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.



a. Organ Okuli Assesoria Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :  Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan  puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.  Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang sangat terik.



















Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari pada kelopak mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktuwaktu kalau ada gangguan pada mata. Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimatis terus ke meatus nasalis inferior. Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari :  Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata.  Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.  Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.  Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.  Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata ke dalam dan ke bawah.  Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah dan ke luar.



Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini sering terdapat kelenjar limfe dan pembuluh darah.Okulus Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II, merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan merupakan bagian penting organ visus.



c. Tunika okuli Tonika okuli terdiri dari : 1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera. 2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.



d. Tunika vaskula okuli Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi menjadi 3 bagian yaitu : 1) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan bagian belakanang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi pada tunika. 2) Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai dari ora serata sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin, dan muskulus siliaris. Fungsinya untuk terjadinya akomodasi 3) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna karena mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12 mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung tepinya melanjut sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot: muskulus sfingter pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat agak pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan sangat mudah terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris. 1. Tunika nervosa Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina dibagi atas 3 bagian : a. Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di depan khatulistiwa bola mata. b. Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliar. c. Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.



8. PATHWAY



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GLAUKOMA AKUT DI RUANG AZALEA RSUP dr. HASAN SADIKIN BANDUNG



A. PENGKAJIAN 1. Identitas Pasien Nama Pasien



:



Tn. Y



Tanggal Lahir



:



13 desember 1955



Jenis Kelamin



:



Laki laki



Alamat



:



Bandung



Pekerjaan



:



Pensiunan



Agama



:



Islam



Pendidikan



:



Sarjana pendidikan



Status



:



Menikah



Nomor RM



:



001988203



Diagnosa Medis



:



Glaukoma akut



Tanggal Pengkajian



:



30 Maret 2021



Tanggal Masuk RS



:



30 Maret 2021



2. Identitas Penanggung Jawab Pasien Nama



:



Ny. P



Jenis Kelamin



:



Perempuan



Pendidikan



:



Sarjana pendidikan



Hubungan dengan Pasien



:



Istri



Alamat



:



Bandung



3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Pasien mengeluh penurunan pengelihtan tiba tiba b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien megeluhkan bahwa pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan. Selain itu pasien mengeluh mata kiri merah dan nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus dengan skala nyeri 3 (1-10) dan menghilang jika ditidurkan dan dipejamkan. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat trauma dan penggunaan obat-obatan tetes mata yang lama sebelumnya disangkal. Riwayat menggunakan kaca mata, hipertensi, diabetes mellitus, trauma pada kedua bola tidak ada. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak terkaji “Munculkan Genogram jika ada terkait penyakit keturunan”



4. Riwayat Psikososial Spiritual a. Data Psikologis Tidak terkaji b. Data Sosial Tidak terkaji c. Data Spiritual a. Praktik ibadah saat di rumah



b. Praktik ibadah saat di rumah sakit



5. Riwayat Activity Daily Living (ADL) N o



Kebiasaan



1



Nutrisi



di rumah



di rumah sakit



Makan 



Jenis







Frekuensi







Porsi







Keluhan







Nasi,sayur dan lauk pauk







Nasi,telur,Susu







3x sehari







3x sehari







1 piring







1/2 mangkuk







Tidak ada







Tidak ada







Air putih, Susu







Air putih dan susu







Air putih 1x susu 3x







600+1200=1800c c



Minum 



Jenis







Frekuensi







Jumlah (cc)







Keluhan







5x sehari







5 gelas







Tidak ada



2







Tidak ada



Eliminasi BAB











Frekuensi







Warna







Konsistensi



Keluhan







1 hari sekali







Belum BAB sudah 2 hari







Coklat







Coklat







Lunak







Lunak







Tidak ada







Sulit untuk BAB



BAK 



Frekuensi







2x sehari







4x







Warna











Kuning jernih







Jumlah (cc)



Kuning jernih







400 cc/24 jam







Kurang lebih











Tidak ada



Kurang nyaman karena menggunakan kateter







3



Keluhan



Istirahat dan tidur







4



Waktu tidur o



Malam, pukul



o



Siang, pukul







Lamanya







Keluhan







10:004:00







10:00-4:00







12:00-1:00







11:0012:00







8 jam







8jam







Sering terbangun







Tidak ada







2 kali sehari







1 kali sehari (di washlap)







1 minggu sekali







belum







1 kali sehari







2 kali sehari







Belum keramas







2 hari sekali







Ketergantungan







Badan terasa lengket dan rambut kusam



Kebiasaan diri 



Mandi







Perawatan kuku







Perawatan gigi







Perawatan rambut







Ketergantungan







Keluhan/gangguan







Mandiri







Tidak ada



6. Pemeriksaan Fisik a. Status Kesehatan Umum Penampilan umum



:



Kesadaran



:



Soporo Comatus - GCS 15 (E4M6V5)



Tanda-tanda vital



:



TD = 120/80 mmHg HR = 80 kali/menit RR = 16 kali/menit S



Status Antopometri



:



= 36,5 OC



BB = 37 kg TB = 156 cm IMT = 15,20 (kurang)



b. Sistem Pernapasan Hidung pasien bersih, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak ada penggunaan otot bantu napas tambahan, bentuk dada simetris, irama napas reguler, pengembangan dada seimbang, vocal fremitus seimbang kanan kiri. Terdapat nyeri tekan di area dada. Terdengar suara resonan di area dada, terdengar bunyi vesikuler di sekitar area paru, saat di auskultasi tidak terdengar wheezing (-/-) c. Sistem Kardiovaskular Konjungtiva terlihat merah muda, tidak anemis. Tidak terdapat peningkatan JVP, tidak terlihat kebiruan pada bagian dada/jantung, tidak terdapat kardiomegali, saat di perkusi pada daerah lapang jantung terdengar suara dullness, saat dipalpasi tidak terdapat pulsasi di 4 area katup jantung, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar lub dub. Akral pasien hangat. CRT < 2 detik. d. Sistem Pencernaan Warna bibir merah muda, lidah klien bersih, tidak ada luka pada daerah bibir, bentuk bibir simetris, gigi klien tidak lengkap, terdapat caries. Abdomen datar lembut, suara perkusi area lambung tympani, tidak terdapat pembengkakan dan nyeri tekan pada hepar dan lien, tidak terdapat asites, pasien tidak merasa kembung dan mual, bising usus 12 kali/menit. e. Sistem Endokrin



Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan getah bening f.



Sistem Perkemihan Kandung kemih tidak distensi, tidak ada pembesaran ginjal, tidak ada rasa nyeri, tidak terjadi inkontensia urine, terpasang dower kateter



g. Sistem Persarafan 



N1 (Olfaktorius): pasien dapat membedakan bau kopi.







N2 (Optikus): pemeriksaan oftalmologi oculi sinistra VOS 3/60, Pada oculi dextra VOD 6/60, pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan.







N3, N4, N6 (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen): terdapat injeksi konjungtiva pada konjungtiva bulbi, kornea udem, camera oculi anterior kedalaman dangkal, gambaran iris baik, pupil midilatasi, tensio oculi Tono dig N+2.







N5 (Trigeminus): mata klien berkedip saat diberi pilinan kapas yang diusapkan pada kelopak mata, klien dapat membedakan sensasi kasar, halus, tajam, dan tumpul pada area wajah. Reflek mengedip (+).







N7 (Fasialis): wajah simetris, tidak ada kelumpuhan di muka







N8 (Auditorius): kemempuan mendengar (+) namun harus dengan suara dan intonasi yang jelas dan agak keras agar dapat mendengar dengan baik.







N9 dan N10 (Glosofaringeus): klien dapat menelan dengan baik saat minum







N11 (Asesorius): klien dapat menoleh ke kanan dan ke kiri dengan normal. Kekuatan otot sternokleidomastoideus dan trapezius (+).







N12 (Vagus): klien dapat menggerakan lidahnya ke segala arah dengan bebas.







Pemeriksaan Tanda Meningeal -



Test kaku kuduk (-)



-



Test Brudzinski 1 (+)



h. Sistem Muskuloskeletal Ektremitas atas: ROM kedua tangan kiri dan kanan dapat digerakan dengan bebas ke segala arah. Dapat melakukan fleksi dan ekstensi pada persendian tidak ada nyeri pada area tangan. Kekuatan otot kanan dan kiri: 5/4



Ektremitas bawah: akral hangat, tidak ada edema, ROM kedua kaki dapat bergerak ke segala arah. Terdapat kelemahan pada kaki dengan kekuatan otot kaki kanan dan kiri: 5/4. i.



Sistem Integumen Warna kulit sawo matang, kebersihan kulit bersih, kulit kepala bersih, rambut rontok saat di sisir dan terlihat lepek, turgor kulit elastis tidak kering tidak ada lesi/ dekubitus.



j.



Sistem Reproduksi Tidak ada gangguan pada area genital



7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan CT Scan Kesan: peradangan selaput otak “Tambahkan foto ct-scan jika ada”



b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Tanggal 30 maret 2021 Hematologi -



Hemoglobin



14,6



13,5 ~ 17,5



g/dL



-



Hematokrit



46



40 ~ 52



%



-



Eritrosit



5,44



4,5 ~ 6,5



juta/uL



-



Lekosit



13600



4400 ~ 11300



/mm3



-



Trombosit



260000



150000 ~ 450000



/mm3



Index Eritorsit -



MCV



83,8



80 ~ 100



fL



-



MCH



27,2



26 ~ 34



pg



-



MCHC



32,5



32 ~ 36



%



Pemeriksaan



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



Hitung Jenis Lekosit -



Basofil



0



0~1



%



-



Eosinofil



0



1~6



%



-



Batang



0



3~5



%



-



Segmen



79



40 ~ 70



%



-



Limfosit



18



30 ~ 45



%



-



Monosit



3



2 ~ 10



%



Kimia Klinik -



Ureum



60



15 ~ 50



mg/dL



-



Kreatinin



4,93



0,7 ~ 1,2



mg/dL



-



Natrium (Na)



132



135 ~ 145



mEq/L



-



Kalium (K)



3,8



3,6 ~ 5,5



mEq/L



-



Kalsium (Ca Bebas)



4,67



4,7 ~ 5,2



mg/dL



-



Magnesium (Mg)



2,47



1,70 ~ 2,55



mg/dL



Analisa Gas Darah -



pH



7,446



7,34 ~ 7,44



-



PCO2



30,3



35 ~ 45



mmHg



-



PO2



196,0



69 ~ 116



mmHg



-



HCO3



20,2



22 ~ 26



mEq/L



-



TCO2



38,7



22 ~ 29



mmol/L



-



Base Excess



-1,7



(-2) ~ (+3)



mEq/L



-



Saturasi O2



94



95 ~ 98



%



c. Program Terapi Tanggal 30 maret 2021







Timolol maleate 0,5%







Cxytrol







Carpin 1%







Aetazolamide







KSR







ED 2x1 tetes OS/hari







3x1 tetes OS/hari







2x1 tetes OS/hari







3x250mg







2x1 tablet



B. ANALISA DATA No.



Data Fokus (Data Senjang)



1.



DO:



Etiologi



Masalah Glukoma



Nyeri akut



-



Kornea udema



-



Skala nyeri: 3



-



tensio oculi Tono dig N+2



DS: -



Pasien mengatakan nyeri terus menerus



Obstruksi jaringan trabkuler



Hambatan pengeluaran cairan hmor aqueous



TIO meningkat



Nyeri akut



2.



Ds:



Glaukoma -



-



Pasien mengeluh pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan.



TIO Meningkat



.



Do : -



Pasien mengalami penurunan penglihatan



Gangguan saraf optik



Perubahan penglihatan perifer



Resiko cidera



Gangguan persepsi sensori penglihatan



Aktivitas sehari hari terhambat



Resiko cedera



C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS 1) Nyeri akut b.d Glukoma 2) Resiko cidera b.d gangguan pengelihatan



D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Nama Pasien No. Medrek



Tn. Y 001988203



Diagnosa Keperawatan



No. 1



: :



Ruangan Diagnosa Medis



Tujuan



Intervensi



Nyeri akut b.d



Setelah dilakukan perawatan selama



Menejemen Nyeri SIKI I. 08238



glaucoma



2×24 jam diharapkan pengalaman



Observasi



DO:



sensorik atau emosional yang berkaitan



1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,



dengan kerusakan jaringan actual atau



frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



-



Kornea udema



-



Skala nyeri: 3



-



tensio oculi Tono dig N+2



DS: -



Pasien mengatakan nyeri terus menerus



fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga



Terapeutik 2. Berikan teknik nonfarmakologi untuk



berat dan konsisten menurun dengan



mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,



kriteria hasil :



hypnosis, akupresure, terapi music,



: Azalea (Neurologi) : Glaukoma akut Rasional (Didasarkan Pada Referensi atau Jurnal) 1. Untuk mengetahui nyeri seperti apa yang dirasakan pasien 2. Terapi



murattal



Al-



quran dapat meredakan nyeri (Abdul Syafei’, Yogik Suryadi 2018) 3. Control



lingkungan



1. Keluhan nyeri menurun (4)



biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,



yang



2. Dilatasi pupil menurun (4)



teknik imajinasi terbimbing, kompres



membuat pasien merasa



3. Pola napas normal 20x/menit



hangat/dingin, terapi bermain)



tenang dan rileks



4. Pola tidur membaik



3. Control lingkungan yang memperberat



tepat



4. Agar



rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,



istirahat



pencahayaan, kebisingan)



terpenuhi



dapat



kebutuhan tidur



pasien



4. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 5. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika 2.



5. Terapi



murottal



relaksasi napas dalam efektif ( Mochamad Tri Hastomo,



Bambang



Suryadi 2018) 6. Analgetik



Resiko cidera b.d gangguan pengelihatan



Setelah dilakukan perawatan 2×24 jam



perlu Pencegahan cidera SIKI I.



diharapkan derajat jatuh berdasarkan



Observasi



Ds:



observasi atau sumber informasi menurun 1. identifikasi area lingkungan yang



menimbulkan



dengan kriteria hasil :



menyebabkan cedera



seperti



1. Jatuh saat berjalan menurun (4)



2. identifikasi kesesuaian alas kaki aatau



lantai yang licin



2. Satuh saat berjalan ditangga



stoking elastis pada eksrtimitas bawah



-



Pasien mengeluh pada saat melihat jauh hanya dapat melihat seperti bayangan.



Do : -



Pasien mengalami penurunan ketajaman



menurun (4)



dan



efektif



menurunkan rasa nyei 1. Agar mengetahui area mana saja yang dapat



2. Agar



tangga, pasien



cedera atau merasa



Terapeutik



nyaman saat berjalan



3. Jatuh saat berpindah menurun



3. sediakan pencahayaan yang sesuai



atau beraktivitas



4. Jatuh saat dikamar mandi



4. gunakan alas lantai jika beresiko mengalami



menurun



3. Pencahaiaan



sesuai



cedera serius



yang tidak terlalu gelap



Edukasi



atau tidak terlalu terang



5. Jelaskan alas an intervensi pencegahan jatuh



agar pasien bisa melihat



penglihatan



kepada pasien dan keluarga



secara



normal



meminimalisir



dan resiko



jatuh 4. Agar



meminimalisir



luka/cedera



yang



dialami 5. Agar



pasien



keluarga tujuan



mengerti diberikannya



intervensi



pencehagan



resiko jatuh



E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Nama Pasien



:



Tn. Y



Ruangan



dan



: Azalea (Neurologi)



No. Medrek



:



Hari/Tanggal



DX



Waktu



Rabu 31 Maret



1,2



08:00



2021



Diagnosa Medis Implementasi dan Catatan Perkembangan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri



Evaluasi DX I S. 



R. pasien dapat menjelaskan nyeri seperti apa yang dirasakan







cedera 3. menjelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh



O. 



kepada pasien dan keluarga



Pasien bisa melakukan relaksasi teknik napas dalam



R. pasien dan keluarga memahami informasi







yang diberikan 4. memberikan



Pasien mengatakan lebih rilek dan tenang saat diberikan terapi murottal



R.pasien terpasang gelang resiko jatuh



10:00



Pasien dapat menjelaskan nyeri yang dirasakannya



2. identifikasi area lingkungan yang menyebabkan



09:00



: Glaukoma



Pasien terlihat tenang pada saat diberikan terapi farmakologi



terapi



nonfarmakologi



mendengarkan murottal Al Quran R. setelah diberikan terapi pasien terlihat lebih







Pasien bisa tidur malam kurang lebih 8jam



A. Intervensi berhasil



tenang, rileks dan nyeri dirasa berkurang (skala P. Lanjutkan intervensi 2,4, 5 dan 6 1)



Paraf



Hari/Tanggal



DX



Waktu



13:00



Implementasi dan Catatan Perkembangan



Evaluasi



5. kolaborasi pemberian teerapi farmakologi yang diberikan kepada pasien DX. II R. pasien terlihat tenang pada saat diberikan S. terapi O. 6. menganjurkan kepada keluarga dan pasien  Pasien dapat memahami informasi yang untuk dirumah nanti menggunakan kaos kaki, diberikan dan menggunakan alas lantai seperti karpet di  Pasien dan keluarga akan melakukan area area yang dapat menjadi factor resiko jatuh anjuran perawat dirumah sesuai dengan R. keluarga dan pasien memahami informasi informasi yang diberikan yang diberikan. A. Intervensi berhasil 7. Mengatur keadaan lingkungan yang tenang, dan P. Hentikan intervensi pencahayaan tidak terlalu terang. R. Setelah diberikan lingkungan tenang pasien merasa nyaman 8. Menganjurkan relaksasi napas dalam selain terapi murottal kepada pasien jika nyeri dirasakan kembali R. Pasien sudah bisa melakukan teknik napas



Paraf



Hari/Tanggal



DX



Waktu 20:00



Implementasi dan Catatan Perkembangan dalam untuk meredakan nyeri 9. Kolaborasi terapi farmakologi sesuai kebutuhan pasien R. pasien terlihat tenang pada saat diberikan terapi farmakologi 10. Memfasilitasi pasien istirahat dan tidur R. pasien bisa tidur kurang lebih 8 jam



Evaluasi



Paraf



RESUME ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Nama Mahasiswa NIM Kelompok



: Asep Welly Teguhardi : 102018028 : 1



Resume Analisis Tindakan Keperawatan Nama Prosedur Tujuan Tindakan



: Terapi Murottal Al-Qur’an : 1. untuk mengurangi tingkat skala nyeri 2. untuk mengurangi tingkat kecemasan 3. untuk meningkatkan spiritual terhadap Tuhan Yang Maha Esa 4. untuk membantu kesehatan, emosional,



Indikasi Pasien yang



spiritual pasien 1. Dengan gangguan kecemasan



Membutuhkan Tindakan



2. Dengan gejala nyeri 3. Dengan nyeri kepala akut



Rasionalisasi Prosedur NO



KEGIATAN



RASIONAL (Integrasi Jurnal)



Pra-interaksi 1.



Persiapan:



1. Untuk mempersiapkan alat



1. Alat:



yang digunakan dalam terapi



1. headphone 2. handphone/speaker berisi surah Al-quran 2.



a. Tahap orientasi:



2. untuk menjalin silaturahmi



2. Beri salam kepada pasien



terhadap pasien



3. jelaskan prosedur tindakan kepada pasien



3. untuk memudahkan pasien



Langkah kerja:



mengerti dalam informasi



1. Membaca basmallah terlebih dahulu



4. untuk memastikan keluhan



2. Cuci tangan 6 langkah



sesuai dengan dokumen



3. Berikanlah kesempatan kepada psien bertanya



5. agar pasien percaya



4. Menanyakan keluhan utama klien



terhadap perawat



5. Jaga privasi klien



6. agar pasien rileks



6. Atur posisi pasien senyaman mungkin



7. agar meningkatkan



7. Pilih surat surat murottal



ketertarikan rasa tertarik



8. Dekatkan alat dengan pasien



8. untuk memudahkan



9. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara,



jangkauan perawat terhadap



pengunjung, panggilan telpon selama terapi



9. unntuk memfokuskan



10. Pastikan headphone dan tape dalam kondisi baik



pasien dalam terapi



11. Pastikan volume tidak terlalu keras



10. untuk mecegah terjadinya



13. Hindari menghidupkan musik dengan keras dan



kerusakan



meninggalkannya terlalu lama



11. untuk mencegah terjadinya



14. Hindari stimulasi musik setelah nyeri kepala/akut



ketidaknyamanan



15. Menetapkan perubahan perilaku dan atau



12. menghindari



fisiologi yang diinginkan seperti relaksasi, stimulasi,



ketidaknyamanan



konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit



13. untuk mencegah



16. Menetapkan ketertarikan terhadap terapi murotal



terjadinya nyeri berkepajagan 14. agar pasien dapat



TERMINASI



melakukan terapi



17. Evaluasi hasil kegiatan



murotalsetiap hari



18. Simpulkan hasil kegiatan 19. Berikan feedback positif 20. Kontrak waktu selanjutnya 21. Akhiri dengan hamdallah 22. Bereskan alat alat 23. Cuci tangan Dokumentasi 1. 24. Catat hasil kegiatan dalam catat keperawatan



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM



1. menjelaskan maksud, tujuan, dan cara dilakukannya teknik relaksasi Pernapasan 2. Persiapan sebelum pelaksanaan: a. Persiapan ruangan: ruangan yang nyaman dan minimalkan kebisingan dan gangguan. b. Persiapan pasien: Minta pasien untuk berbaring dengan rileks. 3. Langkah-langkah tindakan keperawatan Teknik Relaksasi Napas Dalam: a. Mencari posisi yang paling nyaman b. Pasien meletakkan lengan disamping pasien c. Kaki jangan di silangkan d. Tarik napas dalam, rasakan perut dan dada anda terangkat perlahan e. Rileks, keluarkan napas dengan perlahan-lahan f. Hitung sampai 4, tarik napas pada hitungan 1 dan 2, keluarkan napas pada hitungan 3 dan 4 7. g. Lanjutkan bernapas dengan perlahan, rilekskan tubuh, perhatikan setiap ketegangan pada otot. h. Lanjutkan untuk bernapas dan rileks. i. Konsentrasi pada wajah anda, rahang anda, leher anda, perhatikan setiap kesulitan j. Napas dalam kehangatan dan relaksasi kosentrasi setiap ketegangan di tangan anda, perhatikan bagaimana rasanya k. Sekarang buat kepalan-kepalan tangan yang kuat, saat anda mulai mengeluarkan napas, relaksasikan kepala dan tangan anda. l. Perhatikan apa yang dirasakan tangan anda, pikir “rileks” tangan anda terasa hangat, berat atau ringan. m. Upayakan untuk lebih rileks dan lebih rileks lagi. n. Sekarang fokus pada lengan atas anda, perhatikan setiap ketegangan, relaksasikan lengan anda, biarkan perasaan relaksasi menyebar dari jari-jari dan tangan anda melalui otot lengan anda.



Referensi



1. Tri Hastomo . M, Suryadi Bambang. Jurnal ilmiah keperawatan Indonesia. Edisi Juni 2019 Vol 8 No. 02 (2018) 2. Abdul Syafei’, Yogik Suryadi. Pengaruh pemberian terapi murottal Qur’an Surat Ar-Rahman terhadap tingkat kecemasan dan nyeri. Jurnal kesehatan Vol ( No. 1 April 2019



Daftar Pustaka Rojanapongpun, P., Suwanpimolkul, O, Acute Intraocular Pressure Rise Chapter 59 in Glaucoma Medical Diagnosis and Therapy, 2nd Ed, Elsevier Saunders, 2015, page 598-604 American Academy Of Ophthalmology: Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2016-2017, page 106-108 Kanski. JJ, Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical Ophthalmology A Systemic Approach, 7th Ed, Butterworth- Heinemann Elsevier, 2011, Page 348-353 Khurana A.K, Acute Primary Angle Closure Glaucoma, Chapter 9, in Comprehensive Ophthalmology, 4th Ed, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, 225-231. Lim Arthur, Acute Primary Closed Angle Glaucoma Mayor Global Blinding Problem in Acute Glaucoma, Singapore University Press, University of Singapore, 2002, page 1-17.



American Academy of Ophthalmology: Surgery of Angle Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, Section 10, 2016 - 2017, page 160-162 Leung, CK, Primary Acute Angle Closure and Chronic Angle Closure Glaucoma, Chapter 17 in Color Atlas & Synopsis of Clinical Ophthalmology Will’s Eye Institute : Glaucoma, 2nd Ed, Philadelphia, Lippincot Williams & Wilkins, 2012, page 270-276 Stamper, RL., Lieberman, M.F., Drake, M.V, Primary Angle-Closure Glaucoma, Chapter 15 in Becker-Shaffer’s:Diagnosis and Therapy of the Glaucomas, 8th Edition, Mosby 2009, page 197-204 Ritch Robert MD, Angle-Closure Glaucoma: Clinical Types, Chapter 38 in The Glaucomas Clinical Science, Second Edition, Mosby, 1996, page 821-824. Ulrich, G, Schuman, JS, Epstein, DL, Conner, IP, Acute Angle Closure Glaucoma: Diagnosis and Treatment Chapter 23 in Chandler and Grant’s Glaucoma, 5th Edition, Slack Incorporated, 2013, page 255-268 Noecker J Robert, Glaucoma, Angle-Closure, Acute, available at http://emedicine.medscape.com/article/1206956-overview, Updated: May 20, 2008. Seagig South East Asia Glaucoma Interest Group, Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Asia Pacific Glaucoma Guidelines, Second Edition, 2008, page 2941 Asian Pacific Glaucoma Society, Asia Pacific Glaucoma Guidelines 3rd Ed, Kugler Publications, 2016, page 33-54 Tri Hastomo . M, Suryadi Bambang. Jurnal ilmiah keperawatan Indonesia. Edisi Juni 2019 Vol 8 No. 02 (2018) Abdul Syafei’, Yogik Suryadi. Pengaruh pemberian terapi murottal Qur’an Surat Ar-Rahman terhadap tingkat kecemasan dan nyeri. Jurnal kesehatan Vol ( No. 1 April 2019