Koding Mortalitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Koding mortalitas Banyak kasus yang dapat berkontribusi dalam suatu kematian. Dalam hal ini seluruh kasus



harus



terdokumentasi



dalam



sertifikat



kematian.



Kasus



yang



telah



terdokumentasi dengan lengkap merupakan sumber data dalam menentukan satu penyebab kematian. Penyebab tunggal tersebut merupakan penyebab dasar kematian (Underlaying cause of Death (UCoD). Penyebab dasar kematian tersebut memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai landasan menyusun program preventif primer, untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat. Penyebab dasar kematian adalah (WHO, 2010): 1. Penyakit atau kondisi yang merupakan awal dimulainya rangkaian perjalanan penyakti menuju kematian; atau 2.  Keadaan kecelakaan atau kekerasan yang menyebabkan ceder dan berakhir dengan kematian.  Konsep penyebab dasar kematian merupakan hal penting dalam menentukan kode mortalitas. Penyebab dasar kematian adalah suatu kondisi, kejadian atau keadaan yang tanpa penyebab dasar tersebut pasien tidak akan meninggal (Sarimawar dan Suhardi. 2008). Sebagai contoh, penderita kanker meninggal dan penyebab langsungnya adalah gagal jantung sebagai akibat dari carcinomatosis. Tititk awalanya adalah neoplasma colon. Maka urutannya adalah neoplasma ganas colon menyebabkan carcinomatosis, selanjutnya menyebabkan gagal jantung. Pada contoh tersebut, gagal jantung merupakan kejadian terakhir dari urutan penyakit yang diawali dengan kanker colon. Neoplasma maligna colon merupakan kondisi yang harus dikode sebagai penyebab dasar kematian( UCoD) World Health Organization telah merekomendasikan bentuk sertifikat kematian dalam format International Foem of Medical Certificate of Cause of Death (MCCD). Form tersebut merupakan sumber utama data mortalitas. Informasi sertifikat kematian bisa diperoleh dari petugas kesehatan (dokter rumah sakit atau dokter puskesmas) atau untuk kasus-kasus kecelakaan/kekerasan dari polisi dan dokter forensik. Untuk



beberapa kasus yang berhubungan dengan hukum, dokter forensik bertanggung jawab atas kelengkapan sertifikat kematian. Penentuan kode pada sertifikat kematian harus memperhatikan beberapa hal berikut: 1.   Urutan kejadian penyakit menuju kematian; 2.   Penyebab awal dari urutan tersebut. Format sertifikat kematian sesuai rekomendasi WHO terdiri dari 2 bagian yaitu: 1.    Bagian I – digunakan untuk penyakit-penyakit yang berkaitan dengan urutan dari kejadian langsung menuju kematian; 2.    Bagian II – digunakan untuk kondisi yang tidak berkaitan dengan bagian I tetapi secara alamiah berkotribusi terhadap kematian.   Berikut ini contoh formulir yang direkomendasikan oleh WHO:



Bagian I dari sertifikat kematian terdiri dari 3-4 baris tergantung pada kebiasan setempat untuk mencatat urutan dari kejadian menuju kematian. Jika terdapat dua atau lebih penyebab kematian maka urutan waktu harus dicatat oleh pembuat sertifikat. Setiap kejadian dalam urutan harus dicatat di baris yang terpisah. 1.    Penyebab langsung kematian dituliskan pada baris pertama; 2.    Penyebab dasar kematian dituliskan pada baris terbawah; 3.    Penyebab antara dituliska pada baris yang terletak antara baris pertama dan baris terbawah;



Dengan demikian sertifikat yang lengkap berisi informasi tentang: I.              (a) Penyebab langsung (b) Penyebab antara dari (a) (c) Penyebab antara dari (b) (d) Penyebab dasar dari (c) II. Penyebab lain yang berkontribusi World Health Organization (WHO) telah menetapkan prosedur dalam penentuan penyebab dasar kematian (Underlaying Cause of Death/UCOD). Apabila hanya terdapat satu penyebab kematian yang ditulis dalam sertifikat kematian, maka penyebab kematian tersebut yang digunakan sebagai UCOD. Jika terdapat lebih dari satu penyebab kematian yang dilaporkan, maka terdapat beberapa aturan yang dapat digunakan yaitu prinsip umum, Rule 1, Rule 2 dan Rule 3 1.    Prinsip Umum Jika terdapat lebih dari satu kondisi yang dilaporkan pada sertifikat kematian, maka kondisi yang dituliskan tersendiri di baris terbawah pada bagian 1 sertifikat kematian dipilih



sebagai



penyebab



dasar



kematian



apabila



kondisi



tersebut



dapat



mengeakibatkan semua kondisi yang ditulis pada baris di atasnya. 2.    Rule I Jika prinsip umum tidak bisa diterapkan dan terdapat urutan yang berakhir pada kondisi yang dituliskan pada baris pertama sertifikat, pilihlah penyebab awal dari urutan tersebut. Jika terdapat lebih dari satu urutan yang berakhir pada kondisi yang dituliskan pada baris pertama sertifikat kematian, pilih penyebab awal dari urutan yang disebutkan pertama kali. 3.    Rule 2 Jika tidak ada urutan yang berakhir pada kondisi yang diisikan pertama pada sertifikat kematian, maka pilih kondisi yang diisikan pertama tersebut. 4.      Rule 3 Jika kondisi yang dipilih dengan prinsip umum, Rule 1 atau Rule e ternyata secara jelas merupakan akibat langsung dari kondisi lain meskipun dilaporkan bagian I ataupun bagian II, maka pilih kondisi lain tersebut. Dalam menggunakan Rule 3 diperlukan



pengetahuan mengenai asumsi akibat langsung dari suatu penyakit dengan penyakit lainnya. Pemilihan UCOD dimaksudkan untuk menghasilkan data yang bermanfaat dan informatif bagi pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat ataupun tujuan pencegahan. Namun kasus yang dilaporkan terkadang merupakan data yang kurang memenuhi tujuan tersebut, misalnya pada kasus senilitas (usia tua). Data kasus kematian yang dilaporkan sebagai kematian dikarenakan usia tua tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan pencegahan. Dalam hal ini diperlukan adanya rule modifikasi. Beberapa rule modifikasi tersebut antara lain: 1.    Rule A. Senilitas dan kondisi lainnya yang tidak jelas Apabila penyebab yang dipilih adalah kondisi yang tidak jelas (ill-defined) dan kondisi yang diklasifikasikan di tempat lain dilaporkan dalam sertifikat kematian, pilihlah kembali penyebab kematian, seolah-olah kondisi yang tidak jelas tidak pernah dilaporkan, kecuali dengan pertimbangan bahwa kondisi tersebut memodifikasi kode. 2.    Rule B. Kondisi Trivial Apabila penyebab kematian yang dipilih adalah kondisi sepele yang tidak mungkin menyebabkan kematian, dan suatu kondisi yang lebih serius (tiap kondisi kecuali kondisi yang tidak jelas atau kondisi sepele lainnya) dilaporkan, pilihlah kemali penyebab dasar kematian seolah kondisi sepele tersebut tidak pernah dilaporkan. Bila kondisi sepele dilaporkan sebagai kondisi yang menyebabkan kondisi lain, maka kondisi sepele tersebut tidak dibuang, yang berarti rule B tidak dapat diterapkan 3.    Rule C. LInkage Apabila penyebab yang dipilih dipertautkan oleh ketentuan dalam klasifikasi atau dalam catatan untuk penggunaan dalam koding penyebab dasar kematian, dengan satu atau lebih kondisi lain pada sertifikat, maka berilah kode kombinasi untuk kasus tersebut. 4.      Rule D. Specificity Apabila penyebab yang dipilih menggambarkan kondisi dengan istilah umum dan istilah lain yang memberikan informasi lebuh teliti tentang letak atau sifat kondisi ini dilaporkan pada sertifikat kematian, maka pilihlah istillah lain yang lebih informatif tersebut. Rule ini



akan sering digunakan apabila istilah umum menjadi kata sifat yang memberikan istilah lain yang lebih teliti tersebut. 5.    Rule E. Stadium dini dan lanjut penyakit Apabila penyebab yang dipilih adalah penyakit dengan stadium dini dan penyakit yang sama dengan stadium lebih lanjut dilaporkan pada sertifikat, koelah penyakit dengan stadium lebih lanjut. Aturan ini tidak berlaku untuk bentuk penyakit “kronis” yang dilaporkan sebagai akibat dari bentuk “akut” selama klasifikasi tidak memberi instruksi khusus pada akibat tadi. 6.    Rule F. Sequele Apabila penyebab yang dipilih adalah bentuk awal dari kondisi yang oleh klasifikasi diberikan kategori “sekuele dari ...” yang terpisah, dan terdapat bukti bahwa kematian terjadi akibat efek sisa kondisi ini dari pada oleh penyakit dalam fase aktif, maka kodelah pada kategori “squele dari ...” yang sesuai. Penerapan rule untuk seleksi penyebab dasar kematian memerlukan pengetahuan medis tentang hubungan kausal antar penyakit. Untuk mengintepretasi hubungan kausal dan menerapkan rule modifikasi tersebut dapat digunakan ACME Decision Table yang dikembangkan oleh US National Center for Health Statistic (NCHS). ACME Decision Table tersebut adalah salah satu tabel penentu yang dikembangkan oleh NCHS dalam suatu sistem terpada yaitu Medical Mortality Data System (MMDS). Meskipun bukan standar internasional, tabel tersebut dipakai oleh banyak negara untuk melakukan proses pengkodean penyebab kematian. Indonesia sendiri telah mengembangkan pencatatan sertifikat kematian menggunakan alat bantu tabel tersebut untuk beberapa wilayah sentinel. Pengembangan pelaporan tersebut dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 1.    Struktur ACME Decision Table ACME Decision Table terdiri dari Tabel A hingga Tabel E. Berikut ini penjelasan mengenai fungsi dari masing-masing tabel tersebut: a.    Tabel A Merupakan daftar kode ICD -10 yang valid untuk penggunaan dalam pengodean penyebab dasar dan multiple (langsung dan antara)



b.    Tabel B Merupakan daftar kode yang valid untuk penggunaan dalam pengkodean penyebab multiple, tetapi tidak untuk pengkodean penyebab dasar. c.    Tabel C Merupakan daftar kode ICD-10 yang tidak valid baik bagi pengkodean penyebab dasar maupun multiple d.    Tabel D Digunakan untuk menentukan hubungan kausal kondisi-kondisi yang dituliskan pada sertifikat kematian. “Address code” dicantumkan pada bagian atas daftar kode dan rentang kode (subaddress) yang mempunyai hubungan kausal yang valid dicantumkan di bawah address code. Address code adalah kode yang dirinci pada baris a, b dan c dari bagian pertama. Kode subaddress mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dapat menimbulkan atau menyebabkan kondisi pada address code. Kondisi-kondisi yang kode-kodenya tidak tercantum, tidak bisa menyebabkan kondisi yang ada pada “address code”. Dengan kata lain, kode-kode tersebut bukan merupakan urutan yang bisa diterima. Tabel D digunakan untuk menentukan hubungan kausal ketika menerapkan Prinsip Umum, Rule 1 dan 2. Pada tabel D ini terdapat beberapa simbol terkait hubungan antara dua kondisi. Tanda “M” merupakan simbol yang menunjukkan adanya hubungan ambivalen atau masih diragukan. Apabila menemukan kode ini maka diperlukan konfirmasi diagnosis untuk menentukan penyebab kematian. e.    Tabel E Tabel E merupakan tabel modifikasi dan dipakai untuk aplikasi Rule 3 , Rule Modifikasi A, Rule Modifikasi C dan Rule Modifikasi D, Rule Modifikasi E dan Rule Modifikasi F. Di dalam tabel D terdapat beberapa simbol antara lain: 1.)   Simbol “M” menunjukkan hubungan ambivalen



2.)   Simbol “#” menunjukkan perlunya pertimbangan khusus dalam penerapakan modifikasi Rule C Linkage. Selain adanya simbol tersebut di Tabel E juga terdapat akronim yaitu: 1.)   DS (Direct Sequale) 2.)   DSC (Direct Sequale Combine) 3.)   IDDC (Ill Defined Direct Combine) 4.)   SENMC (Senelity with Mention of Combine) 5.)   SENDC (Senility Due To Combine) 6.)   LMP (Linkage Mention Due to Preferred) 7.)   LMC (Linkage With Mention Due To Combine) 8.)   LDP (Linkage in Due To Position) 9.)   LDC (Linkage in The Due to Position Combine) 10.)       SMP (Selected Modification Preferred) 11.)       SMC (Selected Modification Combine) 12.)       SDC (Selected in the Due Position Combine) f.     Tabel F Tabel F Menerangkan entri paling ambivalen “M” yang ditemukan dalam tabel D dan E. Tabel F memberikan pedoman lebih lanjut dalam memilih penyebab dasar kematian yang paling sesuai. Jika kondisi yang ditempatkan dalam tabel F dapat dipenuhi, kode atau kode kombinasi ini dipilih sebagai penyebab dasar kematian. g.    Tabel G Tabel G memuat daftar kode yang diciptakan untuk membantu perangkat lunak dalam MMDS membedakan antara kondisi tertentu yang dikode ke dalam kategori yang sama. h.    Tabel H Tabel H berisi daftar kode yang dianggap remeh (tidak berarti) ketika menentukan penyebab dasar kematian. Jika penyebab dasar yang dipilih ada dalam daftar tersebut, maka rule Modifikasi B diterapkan untuk menentukan rangkaian langkah yang sesuai lebih lanjut. 2.    Penggunaan ACME Decision Tabel



Penentuan hubungan kausal dapat menggunakan tabel D. Sedangkan untuk melihat ada tidaknya rule modefikasi menggunakan Tabel E. Tabel D memberikan bantuan untuk menerapkan Prinsip Umum, Rule 1 dan Rule Seleksi 2 yang akan menghasilkan UCOD Tentatif. Selanjutnya UCOD dapat dimodifikasi lebih lanjut dengan Rule 3 atau Rule Modifikasi A-F. a.    Langkah-langkah penggunaan Tabel D. Sebagai contoh akan dilakukan proses cek hubungan kausal antara hipertensi (I10) dengan Arteroskleorsis Generalisata (I70.9), maka yang harus dilakukan adalah 1.)    Pastikan telah dilakukan pengodean diagnosis dengan tepat dan benar; 2.)    Mencari kode I70.9 di dalam tabel D sebagai adress code; 3.)    Mencari kode I10 di bawah kode I70.9; 4.)    Apabila di bawah I70.9 terdapat kode I10 maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan kausal antara Hipertensi dengan Arteroskleorsis Generalisata. b.    Langkah-langkah penggunaan Tabel E. Sebagai contoh ingin diketahui adakah modifikasi antara diagnosis penyebab kematian Edema Cerebri (G93.6) (sebagai UCOD Tentatif) dengan Hemoragi Batang Otak Intracranii (I61.3), maka langkah yang dilakukan adalah: 1.)   Melakukan pencarian pada Tabel E untuk kode G93.6 sebagai address; 2.)   Mencari kode I61.3 (sebagai sub address) di bawah kode G93.6; 3.)   Apabila kode tersebut ditemukan makan akan terlihat keterangan di samping kode tersebut; 4.)   Dalam kasus ini, kode ditemukan dan terdapat keterangan DS pada samping kiri; 5.)   DS menunjukkan keterangan Direct Sequale yang berarti rule yang digunakan adalah Rule 3; 6.)   UCOD yang dipilih adalah I61.3 tersebut; Proses pengecekan tersebut dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh UCOD yang paling tepat.   



1.    Kematian Perinatal Masa perinatal dimulai dari 22 minggu (154 hari) masa gestasi dan berakhir pada 7 hari setelah kelahiran (WHO, 2010). Kematian yang terjadi pada kurun waktu tersebut dikategorikan ke dalam kematian perinatal.



Pencatatan sertifikat kematian perinatal berbeda dengan sertifikat kematian umur 7 hari ke atas. Pencatatan penyebab kematian perinatal disusun dengan urutan sebagai berikut: a.    Penyakit / kondisi utama janin atau bayi; b.    Penyakit-penyakit atau kondisi-kondisi lain janin atau bayi; c.    Penyakit / kondisi utama ibu yang mempengaruhi janin atau bayi; d.    Penyakit-penyakit atau kondisi-kondisi lain ibu yang mempengaruhi janin atau bayi; e.    Keadaan relevan lainnya. Sertifikat harus berisi informasi tentang a.    kondisi bayi ketika dilahirkan yaitu lahir hidup atau lahir mati (stillbirth).; b.    Tanggal meninggal; c.    Waktu meninggal. Informasi dalam sertifikat kematian harus memuat: a.    Data Ibu, berupa; 1.    Tanggal melahirkan; 2.    Jumlah kehamilan sebelumnya: lahir hidup/ lahir mati/ keguguran; 3.    Tanggal dan hasil dari kehamilan sebelumnya: Lahir hidup/ lahir mati /keguguran; 4.    Kehamilan yang sekarang: a.)  Hari pertama dari menstruasi yang terakhir (jika tidak tahu, perkirakan lama kehamilan dalam hitungan minggu); b.)  Antenatal care dua atau lebih pemeriksaan: Ya/tidak/tidak tahu; c.)   Persalinan: Normal spontan letak kepala atay lainnya disebutkan; b.    Data bayi berupa: 1.    Berat badan lahir dalam gram; 2.    Jenis kelamin: laki-laki/ perempuan/indeterminate; 3.    Lahir tunggal/kembar ke 1/kembar ke 2/ kelahiran kembar lain; 4.    Jika lahir mati: Kapan terjadi kematian: sebelum lahir/ selama persalinan/ tidak tahu; c.    Variabel lain adalah penolong persalinan (dokter/bidan/dukun/lainnya).



2.    Pengisian Sertifikat Kematian Perinatal Sertifikat kematian perinatal mempunyai 5 isian untuk entry penyebab kematian. Contoh sertifikat kematian dapat dilihat pada gambar berikut:



Isian penyebab kematian terdiri dari bagian a hingga e. Pengisian penyebab kematian tersebut mengikuti aturan sebagai berikut: 1.    Pada bagian a dan b harus diisikan penyakit-penyakit atau kondisi-kondisi dari bayi atau janin; 2.    Bagian a diisi dengan kondisi yang tunggal dan terpenting, apabila terdapat kondisi lain pada bayi atau janin maka diisikan pada bagian b; 3.    Kondisi tunggal terpenting adalah keadaan patologis yang menurut pendapat pembuat sertifikat memberikan kontribusi terbesar terhadap kematian bayi atau janin; 4.    Modus kematian seperti heart failure, asfiksia atau anoxia tidak boleh diisikan pada bagian a kecuali modus tersebut hanya diketahui sebagai satu-satunya kondsi bayi atau janin; 5.    Prematuritas juga tidak dapat diisikan pada bagian a; 6.    Bagian c dan d harus diisikan semua penyakit atai kondisi dari ibu, yang menurut pendapat pembuat sertifikat mempunyai pengaruh yang merugikan (adverse effect) terhadap bayi atau janin; 7.    Kondisi terpenting diisikan pada bagian c dan kondisi lain diisikan pada bagian d;



8.    Bagian e digunakan untuk laporan keadaan lain yang berhubungan erat dengan kematian tetapi tidak dapat menggambarkan suatu penyakit atau kondisi bayi atau ibu sebagai contoh: melahirkan tanpa penolong. Beberapa aturan terkait pengisian dan pemberian kode penyebab kematian perinatal yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: a.    Kematian perinatal yang dimungkinkan terjadi karena kondisi ibu yang berdampak pada janin diisikan pada bagian (c) dan (d) dengan kode pada kategori P00-P04. Kategori kode tersebut tidak dapat digunakan pada bagian (a) dan (b); b.    Kematian perinatal yang diakibatkan oleh keadaan janin/bayi diisikan pada bagian (a). Kode yang biasa muncul adalah antara kategori P05-P96 (perinatal conditiona) atau Q00-Q99(congenital anomalies); c.    Hanya diperbolehkan mengisi satu kode untuk bagian (a) atau (c); Namun untuk bagian (b) dan (d) diperbolehkan mengisi lebih dari satu; d.    Bagian (e) merupakan keterngan kematian perinatal. Apabila dibutuhkan bagian ini dapat di isi dengan kategori kode Bab XX dan XXI; e.    Rule seleksi untuk kematian umum (7 hari ke atas) tidak diterapkan pada sertifikat kematian perinatal; f.     Apabila aturan tersebut di atas tidak terpenuhi maka diperlukan adanya perbaikan. Apabila tidak memungkinkan maka digunakan Rule P1 hingga Rule P4 1.    Aturan Pengodean penyebab kematian a.    Rule P1, Mode of death atau prematurity disisikan di (a) Apabila heart failure, asphyxia atau anoxia atau prematur diisikan di (a) dan kondisi lain janin/bayi juga diisikan di (a) atau (b), kodelah kondisi lain yang disebut pertama seolah-olah kondisi lain tersebut telah diisikan secara sendiri di (a) dan kode heart failure, asphyxia atau anoxia atau prematur yang semula di (a) seperti telah diisikan di (b). b.    Rule P2, Dua atau lebih kondisi diisikan di (a) atau (c) Jika terdapat dua atau lebih kondisi diisikan pada (a) ayau (c), kodelah kondisi yang disebut pertama seolah-olah kondisi tersebut diisikan sendiri di (a) atau (c) dan kode kondisi lainnya seolah-olah mereka telah diisikan di (b) atau (d)



c.    Rule P3, Tidak ada kondisi yang diisikan di (a) atau (c) 1.    Jika tidak ada kondisi yang diisikan pada (a) tetapi ada kondisi bayi atau janin yang diisikan 2.    Jika tidak ada kondisi yang diisikan di (a) atau (b), beri kode P95 untuk lahir mati (stillbirth) atau P96.9 untuk kematian bayi baru lahir. Kode tersebut diisikan di bagian a; 3.    Dengan cara yang sama, jika bagian (c) tidak terisi tetapi terdapat kondisi ibu yang diisikan di (d), berilah kode kondisi yang disebut pertama seolah telah diisikan di (c); 4.    Jika tidak ada yang dimasukkan di (c) atau di (d) digunakan artificial code (xxx.x) untuk menunjukkan tidak ada kondisi ibu yang dilaporkan. d.    Rule P4, Kondisi yang diisikan pada bagian yang salah 1.    Jika kondisi maternal (kode P00-P04) diisikan di (a) atau (b) atau jika kondisi janin/bayi diisikan di (c) atau (d), kodelah kondisi tersebut seolah telah diisikan pada masingmasing bagian dengan benar; 2.    Jika kondisi dapat dikelompokkan sebagai kondisi janin/bayi atau sebagai kondisi ibu, namun keliru diisikan ke bagian (e), kodelah sebagai kondisi janin atau kondisi ibu tambahan yang diisikan masing-masing. Contoh



N O 1



2



DIAGNOSIS



I



I



soal 



UCOD TERPILIH



KODE ICD-10 (UCOD)



RUL E



Pejalan kaki tertabrak KA Kalijaga



V05.99



GP



I61.9



Rule 1



a )



Shock traumatic Fracture tibia & fibula kanan dan traumatic b amputation lengan ) kanan Pejalan kaki tertabrak c) KA Kalijaga a ) b )



Cedera kepala berat Perdarahan intra cerebral



Perdarahan Intracerebral



Luka terbuka pergelangan tangan c) kanan



3



4



5



6



7



I



I



I



I



a ) b ) c) d )



Tuberculosis paru Oral candidiasis Burkit's Lymphoma



a ) b ) c) d )



B22.7



Rule 3



Kanker usus besar



M8000/3 C18.9



Rule 1



Diabetes Mellitus



E14.9



GP



Ca Colon



M8010/3 C18.9



Rule 1



Ca Hepatocelullar



M8010/3 C22.0



Rule 2



HIV AIDS



a ) Kanker hati b ) Kanker kandung kemih c) Kanker usus besar a ) b ) C ) d )



HIV AIDS resulting multiple disease



Sepsis Chronic Renal Failure Diabetes Mellitus -



Septicaemia Bronchopneumonia Deep vein thrombosis



II



Carcinoma Colon



I



Kanker ganas otak metastase carcinoma hepatocelullar



a ) b ) cacheitis c) Anemia d Ikterik



)



8



9



I



I



II



10



NO



I



a ) b ) c) d ) a ) b ) c) d )



Uremia Acute Renal Failure Klebsiella, urinary tract infection, anemia



Klebsiella



B96.1



Rule 1



Typhoid Fever



A01.0



GP



Cerebral Hemorrhage



I61.9



Rule 2



Sepsis Typhoid Fever Carcinoma Nasofaring



a ) Cerebral hemorrhage b ) Acute Abdominal Pain c) Influenza



Penyebab Kematian pada SMPK I a) Syok kardiogenik b) Cardiac arrest c) Abses hati



Penyebab Dasar Terpilih Abses hati



2.



I a) Sepsis b) Ileus Obstruksi c) Hernia inguinalis lateral inkarserata



Hernia inguinalis K40.3 lateral inkarserata dengan obstruksi



3.



I a) Acute Nasopharingitis b) Hysterectomi c) Kanker Rahim



Kanker Rahim



M8000/3 C55



Rule B Trivial Condition



4.



I a) Hipertensi berat dalam kehamilan b) –



Eklampsia konvulsi



O15.0



Rule D Specificity



1.



Kode ICD-10 K75.0



Rule Rule A Senility and ill defined cond Rule C Linkage



c) – d) – II Eklampsia konvulsi 5.



I a) Perdarahan saat operasi b) Prostatectomy c) Hiperplasia prostat



Perdarahan saat operasi



Y60.0



Rule B Trivial Condition



6.



I a) Pericarditis b) Tuberculosis c) Influenza



Tuberculosis pericardium



A18.8



Rule D Specificity



7.



I a) Radang Paru b) Morbili c) Malnutrisi



Measles complicated pneumonia



B50.2



Rule C Linkage



8.



I a) Volume depletion b) Candidiasis oral c) Malnutrisi saat kanak – kanak



Sequelae nutritional deficiency



E64.9



Rule F Sequelae



9.



I a) Kanker Lambung b) – c) – d) – II Kanker hati



Kanker pada saluran pencernaan



M8000/3 C26.9



Rule C Linkage



10.



I a) Glaukoma b) Encephalopathy uremikum



Encephalopathy uremikum



G93.4



Rule A Senility and ill defined cond