Komparatif Teori Elemen Elemen Dasar Arsitektur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS TARUMANAGARA



RISET DESAIN 3 KOMPARATIF TEORI ELEMEN-ELEMEN DASAR ARSITEKTUR



CYNTHIA / 315190067/ KELAS C NICOLE SAMANTHA / 315190069 / KELAS C BRIANNA WIJAYA UTAMA / 315190073/ KELAS C



DOSEN KELAS: IR. AGUSTINUS SUTANTO, M.ARCH., PH.D. DOSEN PEMBIMBING: ALFONSUS GRANDY, S.ARS., M.ARS.



PROGRAM STUDI SARJANA ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Penyusunan karya tulis ini dimaksudkan sebagai tugas mata kuliah Riset Desain 3 semester ganjil tahun ajaran 2020-2021. Dalam menyelesaikan karya tulis ini, penulis menghadapi berbagai macam kesulitan, antara lain keterbatasan waktu dan pengetahuan. Namun, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak sehingga pada akhirnya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Untuk itu, atas bantuan yang telah diberikan, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Agustinus Sutanto, M.Arch., Ph.D. selaku dosen koordinator yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun karya tulis ini; 2. Ibu Adelia Andani selaku dosen pemberi kuliah yang telah menyampaikan materi yang sangat bermanfaat dalam penyusunan karya tulis ini; 3. Bapak Alfonsus Grandy, S.Ars., M.Ars. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan sabar dalam penulisan karya tulis ini; 4. Teman-teman yang telah senantiasa memberikan semangat dan dukungan dalam proses penulisan karya tulis ini; Penulis sebagai mahasiswa menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi para pembaca karya tulis ini.



Jakarta, 4 Oktober 2020 Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................ iv BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan ......................................................................................................................................... 2 1.4 Saaran ......................................................................................................................................... 2 1.5 Manfaat ...................................................................................................................................... 2 1.6 Pembatasan Masalah .................................................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3 2.1 Latar Belakang Simon Unwin ...................................................................................................... 3 2.2 Ringkasan Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture ..................... 3 2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture ...... 8 BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................................. 9 3.1 Latar Belakang Francis D.K. Ching ............................................................................................... 9 3.2 Ringkasan Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama ................................. 9 3.3 Kerangka Pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama ............... 13 BAB IV KOMPARASI TEORI .......................................................................................................... 14 4.1 Perbedaan Teori ........................................................................................................................ 14 4.2 Relasi Teori ................................................................................................................................ 15 BAB V ANALISIS DATA ................................................................................................................ 17 5.1 Teori Pendukung ....................................................................................................................... 17 5.1.1 Buku Architecture of Seven Senses karya Juhani Pallasmaa ............................................... 17 5.1.2 Teori Fungsi oleh Christian Norberg-Schulz........................................................................ 18 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 19 6.1 Kesimpulan ............................................................................................................................... 19 6.2 Saran ......................................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 20



ii



DAFTAR GAMBAR



GAMBAR 2.1 Cahaya Sorot yang Ditunjukkan Kepada Orang di Panggung ..................................... 4 GAMBAR 2.2 Skala Mempengaruhi Luasan Suatu Tempat ............................................................ 7 GAMBAR 2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture .............................................................................................................................. 8 GAMBAR 3.1 Hubungan Antara Titik, Garis, Bidang, dan Volume .................................................. 9 GAMBAR 3.2 Kerangka pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama 13



iii



DAFTAR TABEL TABEL 4.1 Perbedaan Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama 19 TABEL 4.2 Relasi Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama ...... 16



iv



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Arsitektur adalah ilmu merencanakan dan merancang sebuah bangunan, struktur, maupun ruang, yang dihasilkan dari ide dan imajinasi perancang. Dewasa ini, terdapat banyak perbedaan pandangan mengenai pengertian dari arsitektur. Menurut Amos Rapoport, arsitektur bukan hanya sekedar fisik belaka, melainkan juga harus dapat menampung kebiasaan serta aktivitas manusia. Sedangkan menurut Vitruvius, arsitektur adalah tiruan dari alam yang harus memenuhi fungsi kenyamanan atau utilitas, unsur kekokohan atau firmitas, dan keindahan atau venustas. Arsitektur tidak hanya bisa dinikmati dan dilihat estetikanya, tetapi harus juga memiliki fungsi dan tujuan yang jelas untuk penggunanya. Di era modern ini, banyak karya arsitektur yang unsur fungsi, kekokohan, dan estetikanya tidak seimbang. Terdapat karya arsitektur yang lebih mementingkan unsur estetikanya daripada fungsi dan kekokohannya. Hal ini mengakibatkan bangunan-bangunan tidak berfungsi optimal dan menjadi terlantar. Sedangkan ada beberapa karya arsitektur yang hanya mementingkan fungsi dan kekokohannya saja sehingga karya tersebut menjadi hambar, polos, dan kurang menarik. Maka dari itu, seorang perancang harus benar-benar memperhatikan ketiga unsur tersebut untuk menciptakan suatu karya arsitektur yang baik. Untuk mencapai dan memenuhi unsur fungsi, kekokohan, dan estetika, dibutuhkan elemen-elemen dasar dalam menciptakan karya arsitektur. Elemen-elemen dasar ini merupakan alat dari perancang dalam mengekspresikan dirinya untuk menciptakan karya yang dapat berfungsi optimal. Titik, garis, bidang, dan volume merupakan contoh elemen yang dapat digunakan dalam perancangan dan dimanipulasi oleh perancang. Dengan bantuan elemenelemen ini, arsitektur tidak hanya menjadi sesuatu yang dapat dinikmati secara visual, melainkan dapat menciptakan solusi untuk berbagai macam permasalahan. Maka dari itu, penulis membuat karya tulis yang membahas elemen dasar arsitektur dengan judul “Komparatif Teori ElemenElemen Dasar Arsitektur”.



1



1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah bagaimana perbandingan antara teori elemen dasar dalam buku Analysing Architecture bab Modifying Elements of Architecture karya Simon Unwin dengan buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan bab Elemen-Elemen Utama karya Francis D.K. Ching.



1.3 Tujuan Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk memaparkan pemahaman dari masing-masing teori elemen-elemen dasar arsitektur.



1.4 Saaran Sasaran dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut: 1. Memaparkan elemen-elemen dasar dalam buku Analysing Architecture bab Modifying Elements of Architecture karya Simon Unwin dan buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan bab Elemen-Elemen Utama karya Francis D.K. Ching. 2. Memaparkan perbedaan maupun relasi dari kedua teori elemen dasar arsitektur.



1.5 Manfaat Adapun manfaat penulisan karya tulis ini sebagai berikut: 1. Menambah wawasan mengenai elemen-elemen dasar dalam arsitektur. 2. Mengetahui perbedaan dan relasi dari kedua teori elemen dasar arsitektur. 3. Menjadi bahan referensi bagi semua pihak yang tertarik dalam topik elemen-elemen dasar dalam arsitektur.



1.6 Pembatasan Masalah Dalam tulisan ini, penulis hanya akan membahas mengenai teori elemen dasar dalam bab Modifying Elements of Architecture karya Simon Unwin buku Analysing Architecture serta teori elemen dasar dalam bab Elemen-Elemen Utama buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan karya Francis D.K. Ching. 2



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Latar Belakang Simon Unwin Simon Unwin adalah seorang arsitek yang berkonsentrasi pada penulisan tentang arsitektur dan mengajar analisis serta desain arsitektur di perguruan tinggi. Ia belajar di Chelsea School of Art di Inggris dan melanjutkan kuliahnya di Welsh School of Architecture, Cardiff. Konsentrasinya sebagai penulis terbukti dengan beberapa buku yang dihasilkannya, seperti Analysing Architecture (1997), An Architecture Notebook: Wall (2000), Exercises in Architecture: Learning to Think as an Architect (2012), dan buku lainnya yang membahas mengenai arsitektur. Hingga sekarang, Unwin masih aktif dalam menulis buku serta mengeksplorasi tentang cara kerja arsitektur. Dalam buku-bukunya, Unwin menawarkan ide kepada mereka yang sedang menghadapi masalah dalam perancangan arsitektur. Salah satu bukunya yaitu Analysing Architecture (1997), memaparkan elemen- elemen dasar dan tema konseptual yang digunakan dalam perancangan arsitektur. Buku ini dilengkapi dengan gambar tangannya sendiri. Dalam bukunya, Unwin memaparkan ide bahwa elemen dasar dapat digunakan untuk mengidentifikasi tempat dan memiliki fungsi serta karakter tertentu bagi karya arsitektur. Sehingga, dengan adanya elemen-elemen dasar ini, arsitektur menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati dan dapat berfungsi dengan baik.



2.2 Ringkasan Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture Unsur elemen dasar arsitektur bersifat abstrak sehingga tidak dapat diilustrasikan. Kemudian, ide abstrak ini diberikan bentuk fisik serta faktor-faktor lain ketika dibangun, sehingga dapat dikenali oleh manusia. Dalam merealisasikan ide abstrak menjadi bentuk fisik, perancang membutuhkan elemen-elemen dasar arsitektur. Setiap perancang memiliki kontrol terhadap elemen-elemen tersebut, sehingga bentuk yang tercipta memiliki keunikannya tersendiri. Terdapat elemen dasar yang dapat dikontrol oleh perancang, yaitu cahaya, warna, temperatur, ventilasi, suara, bau, tekstur, skala, dan waktu. Fungsi dari elemen-elemen ini adalah untuk mengidentifikasikan suatu tempat dengan cara membedakan tempat satu dengan yang lainnya, memberi suasana atau karakter dari tempat, maupun membentuk pengalaman pengunjung.



3



Selain itu, kita juga dipermudah untuk mengenali suatu tempat dengan merasakannya melalui indera kita. 1. Cahaya Cahaya menjadi kondisi dan elemen arsitektur karena memiliki dua fungsi utama, yaitu menyatakan kondisi, fungsi, dan aktivitas yang terjadi serta memberikan suasana atau karakter suatu tempat. Cahaya yang menjelaskan suatu tempat dan aktivitas dapat dilihat di teater di mana terjadi kontras cahaya antara panggung dan penonton. Cahaya sorot ditujukan kepada orang di panggung sehingga membantu penonton agar lebih fokus pada pertunjukan, sedangkan daerah penonton lebih gelap daripada di panggung karena pusat perhatiannya terdapat di panggung. Cahaya juga dapat menciptakan suasana tertentu tanpa mengubah bentuk fisik tempat itu, melainkan melalui karakter halus atau kasar yang dihasilkan dari pancaran cahaya tersebut. Contohnya tempat berdoa yang menggunakan efek cahaya tertentu untuk membentuk suasana yang damai. Selain cahaya buatan, terdapat cahaya alami berupa cahaya matahari yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Secara keseluruhan, cahaya dapat memanipulasi desain yang berpengaruh pada persepsi orang dan memberikan karakter terhadap suatu tempat.



Gambar 2.1 Cahaya Sorot yang Ditujukan Kepada Orang di Panggung Sumber: Buku Analysing Architecture 2. Warna Warna tidak dapat dipisahkan dengan cahaya. Kombinasi warna dan cahaya dapat memberikan karakter pada suatu tempat. Contohnya warna hijau identik dengan warna tumbuhan dan pepohonan, maka apabila suatu ruangan dicat hijau akan memberikan kesan ruang hijau walaupun tidak terdapat tumbuhan di dalam ruangan tersebut. Selain itu, warna juga dapat dimanfaatkan sebagai penanda, misalnya red carpet yang diletakkan pada jalan masuk suatu acara. Red carpet itu menandakan jalur yang harus dilalui ketika hendak memasuki acara tersebut.



4



3. Temperatur Temperatur menjadi salah satu pertimbangan utama dalam mengidentifikasikan suatu tempat. Elemen temperatur dapat dipengaruhi oleh elemen-elemen lain seperti skala, cahaya, ventilasi, dan kelembaban. Besar kecilnya suatu tempat turut menentukan temperatur di dalamnya, misalnya rumah igloo yang dibuat kecil agar temperaturnya tetap hangat. Selain itu ada faktor pencahayaan yang dapat mempengaruhi temperatur, misalnya ketika dengan pencahayaan alami oleh matahari di siang hari, temperatur udara cenderung hangat. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, terdapat alat-alat elektronik yang dapat membuat tempat tersebut tetap hangat pada malam hari meskipun tidak terdapat cahaya matahari. Temperatur alami tidak dapat dikontrol manusia, namun temperatur buatan dapat dikontrol dan dimanipulasi oleh manusia. Ventilasi dan kelembaban juga turut menyebabkan temperatur pada setiap tempat cenderung berbeda, meskipun masih dalam satu daerah. Contohnya temperatur dalam satu rumah bisa berbeda-beda, temperatur di ruang tamu bisa berbeda dengan temperatur di ruang tidur. 4. Ventilasi Ventilasi menjadi salah satu faktor pembentuk temperatur dan kelembaban suatu tempat. Dengan adanya ventilasi, tempat tersebut dapat bersifat hangat, sejuk, dingin, berangin, lembab, kering, dan sebagainya. Contohnya di istana-istana kuno di Pulau Crete, Mediterania yang beriklim panas dan kering, tempat tinggal raja memiliki teras terbuka dan halaman kecil yang teduh. Adanya teras dan halaman membantu pergerakan udara, sehingga ruangan interior istana lebih dingin. Oleh karena itu, ventilasi dibuat berdasarkan kondisi alam sehingga dapat berguna untuk kebutuhan tempat dan untuk mengidentifikasikan tempat tersebut. 5. Suara Suara dapat mengidentifikasi suatu tempat, maupun dihasilkan dari tempat itu sendiri. Sebagai contoh, suara yang hening identik dengan tempat seperti perpustakaan karena kegiatan orang didalamnya hanya membaca atau berpikir. Selain itu, suara juga dapat dihasilkan dari tempat itu sendiri dengan cara memanipulasi material atau skala dari bangunan. Sebagai contoh, dinding Katedral yang keras membuat suara menjadi keras dan menggema sedangkan ruangan yang kecil dan berkarpet dapat meredam suara. Suara sendiri dapat dihasilkan dari alam maupun dibuat oleh manusia. Suara alami dihasilkan dari



5



angin yang mengenai dedaunan, suara ombak, maupun suara air mancur, sedangkan suara buatan dapat dimanipulasi manusia seperti musik dan suara mesin. 6. Bau Bau memberikan kesan atau karakter untuk mengidentifikasikan sebuah tempat. Contohnya karakter dari perpustakaan tua dipengaruhi dari bau kayu yang dipoles serta buku yang dijilid dengan kulit. Bau setiap ruangan akan berbeda-beda sesuai dengan aktivitas yang terjadi di dalamnya. Ada beberapa bau yang sengaja dipertahankan oleh suatu tempat, misalnya bau makanan pada sebuah restoran. Hal ini bertujuan untuk memikat pelanggan dan meningkatkan penjualan restoran serta menjadi karakteristik tersendiri dari restoran itu. 7. Tekstur Tekstur adalah sebuah karakter yang dapat dilihat dan dirasakan dengan indera peraba. Tekstur dapat memberikan suasana kepada suatu tempat. Contohnya pemasangan karpet di ruang keluarga dapat membuat suasana ruangan menjadi hangat dan nyaman. Dengan adanya tekstur, kita dapat memberi tanda atau batasan pada suatu tempat, misalnya batas jalur yang teksturnya menonjol dan kasar atau guide block sebagai tanda untuk penyandang tunanetra. Tekstur sangat dipengaruhi oleh kualitas materialnya. Tekstur yang baik menunjukkan kualitas material yang baik dan berperan sangat besar ketika kita berhubungan dengan arsitektur, misalnya ketika menyentuh suatu bangunan. Kualitas material ini juga menentukan bagaimana material tersebut harus digunakan dan diperlakukan. Contohnya kasur menggunakan tekstur halus agar pengguna dapat tidur dengan nyaman. 8. Skala Skala adalah ukuran yang bersifat relatif. Meskipun bersifat relatif, tetapi skala harus sesuai dengan ukuran aslinya. Skala pada peta atau sebuah gambar menunjukkan ukuran benda tersebut dibandingkan dengan ukuran dalam kenyataan. Karena skala menyangkut ukuran, maka akan mempengaruhi luasan suatu tempat yang berdampak pada pengalaman yang dirasakan oleh penggunanya. Pada tempat yang besar tentu akan berbeda pengalamannya dengan tempat yang kecil meskipun kedua fungsi tempat tersebut sama.



6



Gambar 2.2 Skala Mempengaruhi Luasan Suatu Tempat Sumber: Buku Analysing Architecture



9. Waktu Arsitektur tidak ada yang abadi meskipun bersifat tahan lama. Arsitektur pasti mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu (waktu mempengaruhi bangunan). Semua elemen arsitektur membutuhkan proses sehingga hasilnya tidak instan atau langsung berdampak, tetapi dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Selain itu, waktu tidak dapat dilihat oleh manusia tetapi dapat dirasakan. Karena dapat dirasakan, perubahan akibat waktu ada yang berdampak positif tetapi ada juga yang berdampak negatif. Untuk mengantisipasi efek negatif dari waktu, kita dapat mempertimbangkan ketika memilih material atau desain yang awet. Waktu juga menentukan alur yang terjadi dalam suatu tempat, misalnya saat memasuki Gereja, maka yang pertama dilalui adalah pintu masuk kemudian jalan tengah dan terakhir yaitu altar.



Untuk lebih mudah memahami mengenai elemen dasar arsitektur dalam buku Analysing Architecture bab Modifying Elements of Architecture, akan dilampirkan kerangka pemikiran berikut.



7



2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture



Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Buku Analysing Architecture Bab Modifying Elements of Architecture Sumber: Olahan Pribadi



8



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Latar Belakang Francis D.K. Ching Francis D.K. Ching adalah seorang arsitektur dengan latar belakang seorang pengajar atau pendidik. Ching lulus dari Universitas Notre Dame pada tahun 1966 dengan gelar Sarjana Arsitektur. Ia pernah mengajar di Universitas Ohio, Universitas Wisconsin-Milwaukee, dan Universitas Washington serta menggambar manual bahan-bahan ajarannya. Sejak tahun 1991, Ching menjadi profesor yang mengajar kelas dasar studio arsitektur dan penggambaran dasar arsitektur dan pensiun di tahun 2006. Dengan latar belakangnya, D.K. Ching berhasil menulis buku-buku arsitektur seperti Architectural Graphics, Design Drawing, dan Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Form, Space, and Order). Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan yang terdiri dari banyak sketsa tangan Ching telah menjadi pengantar klasik dalam arsitektur dan banyak digunakan di perguruan-perguruan tinggi seluruh dunia.



3.2 Ringkasan Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama Arsitektur bermula dari elemen utama yang terdiri dari elemen konseptual berupa titik, garis, bidang, dan volume. Elemen ini merupakan elemen visual yang dapat dilihat oleh mata pikiran (mind’s eye), di mana kita tetap bisa merasakan kehadiran elemen tersebut (dengan membayangkannya), walaupun elemen tersebut tidak benar-benar atau sepenuhnya terpampang nyata. Karena elemen-elemen tersebut saling berkaitan, maka menghasilkan karakteristik unsur, bentuk, ukuran, warna, dan tekstur yang berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari.



Gambar 3.1 Hubungan Antara Titik, Garis, Bidang, dan Volume Sumber: Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan 9



1. Titik Titik bersifat statis, memusat, dan tidak terarah karena tidak memiliki panjang, lebar, dan kedalaman sehingga sifatnya statis, memusat, dan tidak berarah. Namun titik dapat mengindikasikan sebuah posisi dalam ruang dengan cara memproyeksikannya secara vertikal ataupun horizontal. Sebagai elemen utama, titik menjadi penanda ujung dan pangkal sebuah garis, perpotongan dua buah garis, pertemuan garis di sudut sebuah bidang atau volume, dan pusat sebuah bidang. Titik juga dapat menandakan suatu posisi dalam ruang. Bila dua titik dihubungkan, maka akan menghasilkan sebuah garis. Dari dua titik yang menghasilkan garis itu juga dapat menunjukkan sebuah sumbu yang tegak lurus terhadap garis bila ditempatkan secara simetris. Garis dan sumbu tegak lurus ini menjadi dominan dari titik dan dapat dikembangkan menjadi banyak. 2. Garis Garis adalah hasil perpanjangan dari titik sehingga memiliki panjang tetapi tidak memiliki lebar dan kedalaman. Garis mampu mengekspresikan arah, pergerakan, dan pertumbuhan secara visual. Selain itu, garis berguna untuk menggabungkan, menghubungkan, menopang, mengelilingi, dan memotong elemen-elemen visual lainnya, serta menegaskan permukaan bidang. Meskipun secara teori hanya memiliki satu dimensi, sebuah garis pasti memiliki tingkat-tingkat ketebalan untuk membuatnya dapat terlihat. Orientasi dari garis sendiri mempengaruhi konstruksi visual. Elemen linear garis dapat berfungsi sebagai struktur dengan mengekspresikan pergerakan yang melintasi ruang, memberi topangan terhadap sebuah bidang atas, dan membentuk sebuah rangka struktural tiga dimensi untuk ruangan. Bangunan juga dapat menjadi linear dalam hal bentuk, yaitu mampu membentuk suatu ruangan eksterior dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Pada skala yang lebih kecil, garis dapat digunakan untuk mempertegas batas dan permukaan bidang dan volume. Dua garis yang sejajar menggambarkan sebuah bidang visual yang semakin rapat jaraknya akan memperkuat kesan bidang yang dibawakannya. Garis sejajar itu dapat diulang beberapa kali untuk memperkuat persepsi akan bidang yang digambarkan yang nantinya menjadi kolom.



10



3. Bidang Bidang terbentuk dari garis-garis dan memiliki panjang serta lebar, tetapi tidak memiliki kedalaman. Bidang bertugas mendefinisikan batas-batas dari volume tiga dimensional, massa serta ruang. Karakteristik sebuah bidang dapat dilihat melalui warna, tekstur, pola, bentuk, ukuran dari bidang tersebut, maupun hubungan spasial antara bidang satu dengan bidang lainnya. Oleh karena itu, setiap ruang yang tersusun dari bidang akan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Terdapat tiga jenis bidang yaitu bidang atas kepala, bidang dinding, dan bidang dasar. a. Bidang atas Bidang atas kepala berfungsi sebagai penutup yang melindungi interior ruangan dari iklim. Selain itu, bidang atas kepala melambangkan kubah langit yang menjadi penaung utama dan menyatukan bagian-bagian lain yang ada di dalam ruangan. Bidang atas kepala biasanya tidak terjangkau oleh manusia dan hanya dapat dinikmati secara visual. Bidang atas kepala ini terdiri dari bidang atap dan bidang langit-langit. Keduanya dapat dimanipulasi, dengan permainan skala, tekstur, warna, maupun materialnya. b. Bidang dinding Bidang dinding berorientasi vertikal dan membentuk serta menutup bidang arsitektural. Bidang dinding dapat dibedakan menjadi bidang dinding eksterior dan bidang dinding interior. Bidang dinding eksterior berfungsi sebagai tampak utama bangunan, untuk privasi, dan perlindungan dari iklim. Pada dinding bidang eksterior juga terdapat bukaan-bukaan yang mengembalikan hubungan dengan lingkungan eksteriornya. Sedangkan bidang dinding interior mengatur ukuran dan bentuk ruangan dalam bangunan serta sebagai elemen desain. Sifat visualnya, hubungan satu sama lain, ukuran, dan distribusi bukaan-bukaan di dalam batasannya akan menentukan kualitas ruangan itu. c. Bidang dasar Bidang dasar menjadi pondasi fisik dan dasar visual dari bangunan. Bidang dasar sering disebut juga dengan lantai yang berfungsi untuk menahan gaya gravitasi saat ada manusia dan benda diatasnya serta menopang segala jenis konstruksinya.



11



Tekstur, kepadatan material, bentuk, warna, dan pola pada bidang lantai dapat menentukan batas spasial atau menyatukan ruangan. Suatu bangunan dapat menyatu dengan bidang dasarnya, duduk di atasnya, atau terangkat. Bidang dasar sendiri dapat dimanipulasi menjadi podium sesuai kebutuhan, misalnya ditinggikan untuk menghormati tempat tempat penting atau suci, serta dapat digunakan untuk mendefinisikan ruang luang. 4. Volume Volume terbentuk bila sebuah bidang diperpanjang ke arah selain arah naturalnya yang menghasilkan panjang, lebar, dan kedalaman. Volume sendiri terbentuk dari titik, garis, dan bidang yang keterkaitan bidang-bidangnya menggambarkan batasan volume. Karena memiliki kedalaman, volume termasuk elemen tiga dimensi yang dapat berupa bentuk padat (solid) maupun lubang (void). Volume dapat diidentifikasikan melalui bentukbentuk, seperti kubus, limas, bola, dan lainnya. Dalam arsitektur, volume dapat dilihat sebagai bagian dari ruang (dinding, lantai, dan langit-langit atau bidang atap) atau sebagai kuantitas ruang oleh massa. Pada bangunan, volume dapat dilihat dari bentuk bangunan sebagai objek dan bentuk bangunan sebagai penampung. Bentuk bangunan sebagai objek di dalam tapak dapat dianggap sebagai volume yang menghuni di dalam ruang. Contohnya adalah Kuil Doric di mana bentuk kuil yang terdiri dari kolom-kolom sebagai objek dianggap menjadi volume bangunan itu sendiri. Sedangkan bentuk bangunan sebagai penampung dapat dilihat sebagai sekumpulan massa yang mendefinisikan volume ruang. Contohnya adalah Palazzo Thiene di mana bentuk bangunannya yang mengelilingi cortile seolah-olah sebagai penampung dianggap menjadi massa yang membentuk volume. Untuk lebih mudah memahami mengenai elemen dasar arsitektur dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan bab Elemen-Elemen Utama, akan dilampirkan kerangka teori berikut.



12



3.3 Kerangka Pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama



Gambar 3.2 Kerangka Pemikiran Buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan Bab Elemen-Elemen Utama Sumber: Olahan Pribadi



13



BAB IV KOMPARASI TEORI



4.1 Perbedaan Teori Pada bab Modifying Elements of Architecture, Simon Unwin fokus pada elemen-elemen konseptual atau elemen dasar dari arsitektur yang lebih mengacu kepada sebuah ‘kondisi’, ketimbang objek. Indera manusia turut dilibatkan untuk merasakan elemen atau kondisi tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa arsitektur merupakan karya yang multisensoris. Elemen dasar yang dimaksud Unwin tidak harus berbentuk sebuah objek atau material, melainkan elemen yang juga tidak dapat dilihat. Sebagai contoh, elemen waktu tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan manusia serta mempengaruhi elemen-elemen lainnya. Hal ini menjadi pembeda, di mana dalam bukunya, Ching tidak menjelaskan sama sekali mengenai konsep waktu. Dalam teori elemen-elemen utama, Ching fokus kepada elemen pembentuk ruang yang tampak atau dapat dilihat (elemen visual), seperti titik, garis, bidang, dan volume sehingga kurang fokus kepada indera manusia yang lainnya. Elemen dasar menurut Ching membentuk dan mendefinisikan ruang fisik itu sendiri. Sedangkan bagi Unwin, elemen dasar dapat mengidentifikasi tempat, memberikan karakter pada tempat, serta membentuk pengalaman pengguna tempat tersebut. Menurut Unwin, cahaya, tekstur, warna, dan elemen lain dalam bukunya adalah elemen dasar pembentuk arsitektur. Walaupun demikian, elemen-elemen ini hanya menjadi sebuah ‘kondisi’ atau karakter pelengkap dari elemen dasar seperti volume yang dipaparkan terlebih dahulu oleh Ching. Dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan, elemen-elemen utama (titik, garis, bidang, dan volume) saling berkaitan dan membentuk satu sama lain. Titik membentuk garis, garis membentuk bidang, dan bidang membentuk volume. Maka dapat disimpulkan, bahwa volume tidak akan ada tanpa kehadiran titik. Sedangkan dalam buku Analysing Architecture, masingmasing elemen bisa berhubungan satu-sama lain, tetapi bisa juga tidak berhubungan. Sebagai contoh, cahaya erat sekali hubungannya dengan warna dan saling mempengaruhi satu sama lain, tetapi cahaya dapat tidak berhubungan dengan bau. Begitu pula dengan temperatur yang dapat berhubungan maupun tidak dapat berhubungan dengan cahaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa elemen elemen dapat atau tidak dapat berdiri sendiri tanpa elemen lainnya. Untuk lebih memahami paragraf ini, berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 4.1).



14



Tabel 4.1 Perbedaan Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama



No.



1.



Objek



Teori 1 (Modifying Elements of



Teori 2 (Elemen-Elemen



Architecture)



Utama)



Variabel dalam



Cahaya, warna, suara, bau, ventilasi,



elemen dasar



temperatur, tekstur, skala, dan



Titik, garis, bidang, volume



waktu 2.



Indera yang dilibatkan Penglihatan, penciuman, peraba, dalam merasakan



Penglihatan



pendengaran.



karya arsitektur 3.



Fungsi elemen dasar



Mengidentifikasi tempat,



Memberikan bentuk fisik



memberikan karakter pada tempat,



dari suatu ruang atau



membentuk pengalaman



mendefinisikan ruang



penggunanya 4.



Hubungan antar



Dapat saling berhubungan maupun



elemen



tidak berhubungan



Saling berhubungan



Sumber: Olahan Pribadi



4.2 Relasi Teori Dalam bukunya, Unwin dan Ching membahas tentang elemen-elemen dasar arsitektur yang saling melengkapi. Teori elemen dasar Ching menyatakan bahwa suatu ruang terbentuk dari keempat elemen dasar, yaitu titik, garis, bidang, dan volume. Sedangkan teori Unwin melengkapi teori Ching, bahwa suatu ruang tidak sekedar membutuhkan keempat elemen tersebut, melainkan harus ada elemen lain yang ditambahkan ke dalamnya yaitu cahaya, warna, tekstur, bau, temperatur, ventilasi, skala, suara, dan waktu. Di sini, teori elemen dasar Unwin bertindak sebagai karakter yang yang diberikan atau ditambahkan pada ruangan yang dijelaskan pada teori elemen dasar Ching. Suatu ruang tidak akan lengkap bila dibiarkan kosong begitu saja. Meskipun memiliki bentuk fisik yang baik, suatu ruang harus memiliki fungsi yang baik pula, sehingga di dalamnya sangat membutuhkan



15



kehadiran elemen cahaya, warna, temperatur, suara, dan lainnya. Dengan adanya fungsi tersebut, penggunaan ruang menjadi lebih optimal Elemen-elemen yang disebutkan Unwin turut melengkapi teori Ching dimana Ching menyebutkan proses terbentuknya ruang, namun tidak menjelaskan elemen-elemen yang mengidentifikasi ruang. Teori Ching juga melengkapi teori Unwin dimana Unwin tidak menjelaskan tentang proses terbentuknya ruang. Maka dari itu, teori elemen dasar yang disebutkan Unwin tidak dapat hadir begitu saja tanpa adanya teori Ching. Setiap elemen cahaya, warna, bau, suara, tekstur, skala, temperatur, dan ventilasi membutuhkan ruang fisik yang nyata agar kita dapat merasakan kehadirannya. Sebagai contoh, untuk dapat merasakan adanya perbedaan temperatur, kita membutuhkan batasan seperti bidang dinding, sehingga terlihat perbedaan temperatur di dalam dan di luar ruangan. Kehadiran benda benda yang tercipta dari titik, garis, bidang, dan volume juga tidak dapat kita lihat dan rasakan tanpa adanya berkas cahaya yang dipantulkan ke mata kita. Untuk lebih memahami paragraf ini, berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 4.2). Tabel 4.2 Relasi Teori Modifying Elements of Architecture dan Teori Elemen-Elemen Utama No.



1.



2.



Objek



Teori 1 (Modifying Elements of



Teori 2 (Elemen-Elemen



Architecture)



Utama)



Topik



Elemen dasar arsitektur (cahaya, warna,



Elemen dasar arsitektur



pembahasan



suara, bau, ventilasi, temperatur, tekstur,



(titik, garis, bidang,



skala, dan waktu)



volume)



Fungsi dari



Elemen-elemen yang mengidentifikasi suatu



Proses terbentuknya



elemen dasar



ruang



ruang



Sumber: Olahan Pribadi



16



BAB V ANALISIS DATA



5.1 Teori Pendukung 5.1.1 Buku Architecture of Seven Senses karya Juhani Pallasmaa Teori Simon Unwin yang menjelaskan bahwa arsitektur dapat dinikmati oleh seluruh (kelima) indera manusia didukung oleh teori yang dipaparkan oleh Juhani Pallasmaa. Dalam bukunya yang berjudul Architecture of Seven Senses, Pallasmaa mengungkapkan bahwa dalam karya arsitektur dibutuhkan pengalaman multi sensoris. Dengan terlibatnya banyak indera manusia, memungkinkan terjadinya interaksi antara arsitektur dan penggunanya. Indera yang digunakan tidak hanya satu melainkan ketujuh indera yaitu visual oleh mata, suara oleh telinga, aroma oleh hidung, tekstur oleh kulit, rasa oleh lidah, dan pergerakan yang dirasakan oleh otot serta rangka. Pallasmaa juga mengungkapkan bahwa material buatan, seperti kaca dan enamel yang dihasilkan pabrik tidak bermakna dan tidak bisa memberikan kesan kepada pengamat, sehingga arsitektur menjadi hampa dan kosong. Berbeda dengan material seperti kayu atau batu yang berasal dari alam dan memiliki umur tertentu, sehingga material itu sendiri sudah kaya akan kisahnya tersendiri. Pendapat Pallasmaa ini melengkapi gagasan pada buku Simon Unwin yang menjelaskan bahwa tekstur mempengaruhi kualitas suatu material. Pada zaman sekarang, mudah sekali untuk meniru tekstur dari kayu batu atau kayu alami. Material seperti parket dan vinyl sangat sering ditemukan. Namun, material buatan ini tentu tidak dapat menggantikan kesan tersendiri yang dihasilkan dari material alami seperti kayu jati, ulin, dan lainnya. Menurut Pallasmaa, arsitektur seharusnya bergerak mengikuti waktu di mana karya arsitektur menyimpan kenangan yang bisa menceritakan masa lalu terutama pada masa-masa terbaiknya. Teori ini mendukung konsep waktu yang dijelaskan dalam teori Unwin. Semua elemen arsitektur pada akhirnya membutuhkan waktu dan dipengaruhi oleh waktu. Tanpa kehadiran waktu, tidak mungkin ada kenangan yang tersimpan dari sebuah material. Seluruh elemen arsitektur tidak akan tercipta dan tidak dapat kita lihat tanpa kehadiran waktu.



17



5.1.2 Teori Fungsi oleh Christian Norberg-Schulz Christian Norberg-Schulz memaparkan bahwa terdapat empat fungsi dari arsitektur yaitu physical control, functional frame, social milieu, dan cultural symbolization. Fungsi pertama, yaitu fungsi physical frame memiliki hubungan dan mendukung teori elemen dasar yang telah dipaparkan oleh Simon Unwin dan D.K. Ching. Fungsi physical control yaitu bahwa arsitektur berperan dalam mengontrol ruang fisik yang terpengaruhi oleh cahaya, suara, bau, serta iklim (udara, kelembapan, temperatur, angin, curah hujan, dan lainnya). Faktor faktor ini berhubungan erat dengan geografis dan lingkungan serta mempengaruhi bangunan atau karya arsitektur. Dalam teorinya, Christian Norberg-Schulz menambahkan bahwa fungsi physical control berarti bangunan bertugas dalam mengontrol atau mengendalikan energi-energi yang ada di dalam bangunan akibat faktor-faktor eksternal dari bangunan tersebut. Teori ini mendukung dan berkaitan erat dengan teori elemen dasar yang diungkapkan oleh Unwin dan Ching. Di mana elemen-elemen dasar arsitektur bergabung dan berperan dalam mengendalikan atau menciptakan kondisi atau karakter di dalam suatu bangunan. Fungsi physical control memperjelas teori elemen dasar dan membuatnya lebih relevan dengan kondisi yang ada sekarang. Bahwa elemen-elemen arsitektur tidak semata-mata hanya hadir begitu saja, tetapi juga harus memiliki fungsi yang jelas untuk menunjang aktivitas pengguna di dalam suatu bangunan. Kehadiran elemen dasar cahaya, warna, tekstur, temperatur, suara, dan bau (teori elemen dasar menurut Simon Unwin) serta titik, garis, bidang, dan volume (teori elemen dasar menurut D.K. Ching) hadir bukan hanya untuk dekorasi semata, tetapi harus menyatakan fungsi yang jelas. Sebagai contoh, adanya bidang dinding bertugas untuk membatasi ruang luar (eksterior) dan dalam (interior). Tidak hanya itu, bidang dinding memiliki fungsi physical control yaitu mengendalikan udara di dalam ruangan, baik dengan cara pengaplikasian material/ tekstur tertentu pada dinding tersebut, memanipulasikan skala yang digunakan, maupun penggunaan elemen lain seperti ventilasi yang dalam hal ini mengembalikan kembali batas antara eksterior dan interior.



18



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



6.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan materi di atas, teori elemen dasar dalam buku Analysing Architecture karya Simon Unwin dan teori elemen dasar dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan karya Francis D.K. Ching, saling berhubungan dan melengkapi. Elemen dasar dalam buku Unwin tidak dapat hadir tanpa elemen dasar yang dijelaskan dalam buku Ching, begitu pula sebaliknya. Kedua teori ini juga memiliki perbedaan, di mana dalam bukunya, Unwin lebih fokus membahas elemen arsitektur yang merupakan sebuah “karakter” multisensoris dan dapat mengidentifikasi suatu tempat. Sedangkan Ching lebih fokus memaparkan elemen dasar pembentuk ruang yang dapat dilihat secara visual.



6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dipahami bahwa elemen-elemen dasar arsitektur berperan penting dalam proses perancangan suatu karya arsitektur. Oleh karena itu, dalam merancang diperlukan perhatian terhadap penggunaan elemen-elemen dasar arsitektur tersebut. Sehingga tercipta keseimbangan antara unsur fungsi, kekokohan, dan estetika dalam karya arsitektur.



19



DAFTAR PUSTAKA



Ching, F. D. (2008). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Jakarta: Erlangga. Pallasmaa, J. (2012). The Eyes of the Skin: Architecture an the Senses 3rd Edition. New York: John Willey & Sons Inc. Sabatini, S. N. (2017). Sumbangsih Juhani Pallasmaa dalam Teori Arsitektur, 49-60. SImon Unwin . (n.d.). Professor Simon Unwin BArch PhD Registered Architect. Retrieved from Simon Unwin: http://simonunwin.com/ Surasetia, I. (2017). Fungsi Ruang, Bentuk, dan Ekspresi dalam Arsitektur, 1-13. Unwin, S. (1997). Analysing Architecture. London: Routledge.



20