9 0 14 MB
SAMBUTAN
Midwifery Update
pg. 1
KONTRIBUTOR
Dr. Emi Nurjasmi., M.Kes Dr. Ade Jubaedah, S.SiT, MM.,MKM Nunik Endang Sunarsih, SST, SH, MSC Yetty Leoni M. Irawan, MSc Dr. Heru Herdiawati, S.ST., S.H., M.H Dr. Indra Supradewi, M.K.M Laurensia Lawintono, MSc Grietje U. Masyitha, S.ST., S.K.M., M.Kes Sri Poerwaningsih, S.K.M., M.Kes Ratna Chairani, S.ST., M.Kes Ida Ayu Citarasmi, S.SiT., MKM Asniah, SST., M.K.M Tuti Sukaeti,SPd, SST, M.Kes Siti Romlah, SKM, MKM Herlyssa, S.ST., M.K.M Endang Sundari, S.ST Bintang Petralina, SST., M.Keb Herlina Mansur, M.K.M Innana Mardhatillah, SST.,MKM Ike Kurnia, S.Keb.,Bd Editor Dr. Zulvi Wiyanti, SSiT.MKes Kusuma Dini, SKM, MKM
Midwifery Update
pg. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Modul
Pelatihan
Midwifery
Update
dalam
upaya
menjaga
Mutu,
Kompetensi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Dalam Rangka mencapai Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Modul
ini
menjelaskan
berbagai
topik
yang
terdiri
dari
1)
Pendahuluan, 2) Perkembangan Profesi Bidan dan Kebijakan Terkini Terkait Kebidanan, 3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), 4) Etikolegal
Dalam
Pelayanan
Kebidanan,
5)
Pelayanan
Antenatal
Terintegrasi, 6) Asuhan Persalinan Normal (APN), 7) Asuhan Nifas dan Pelayanan Kontrasepsi, 8) Asuhan Kegawat-Daruratan Maternal & Neonatal, 9) Asuhan Bayi Baru Lahir, Bayi, Balita dan Anak Usia PraSekolah, 10) Asuhan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (BBL) adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan ibu dan BBL serta dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Di Indonesia bidan memiliki peran sangat penting dalam memberikan layanan kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga berencana (KB). Bidan yang merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kebidanan, perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan terkini
tentang
perkembangan
dan
rekomendasi
terbaru
dalam
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berkualitas. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PPIBI), tim penyusun dan tim editor demi cita- cita Bersama, agar bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar.
Midwifery Update
pg. 3
Kami menyadari bahwa pelayanan kesehatan dan kebutuhan masyarakat terus berkembang, isi dari modul ini mungkin masih ada yang perlu disesuaikan dan disempurnakan, untuk itu jika dibutuhkan akan ditinjau ulang dikemudian hari. Kami berharap modul ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pelaksanaan pelatihan dan On the Job Training (OJT) bagi bidan dan fasilitator/mentor. Semoga dapat memberi manfaat dalam penurunan kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Jakarta, Maret 2021 Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes
Midwifery Update
pg. 4
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………………………………..
12
B. Tujuan Pembelajaran ………….……………………………………….
17
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Sasaran …………………………………………………………………....
17
D. Dasar Hukum ……………………………………………………………..
17
BAB II. PERKEMBANGAN PROFESI BIDAN DAN KEBIJAKAN TERKINI TERKAIT KEBIDANAN A. Deskripsi Singkat ………………………………………………..……….
19
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………………..……….
19
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ………………………………………………………..……..
19
1. Perkembangan Profesi Bidan 2. Kebijakan Terkini Pendidikan Kebidanan 3. Kebijakan Terkini Pelayanan Kebidanan D. Uraian Materi ………………………………………………………………
19
BAB III. ADAPTASI PELAYANAN KEBIDANAN (KIA-KESPRO) DI MASA PANDEMI COVID- 19 A. Deskripsi Singkat ………………………………………………………….
82
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………………………….
82
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ………………………………………………………………..
83
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi a. Pengertian PPI b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan c. Ruang lingkup program PPI
Midwifery Update
pg. 5
2. Prinsip Kewaspadaan Isolasi a. Kewaspadaan standar b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi 3. Kebersihan Tangan a. Pengertian Kebersihan b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan c. Jenis-jenis kebersihan tangan d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan 4. Penggunaan dan Pelepasan APD a. Pengertian APD b. Indikasi penggunaan APD c. Jenis-jenis APD d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD e. Prosedur pemasangan APD f.
Prosedur pelepasan APD
5. Pemrosesan Peralatan Habis Pakai a. Pengertian peralatan habis pakai b. Kategori peralatan perawatan pasien menurut dr. E. Spoulding c. Tahapan pemrosesan peralatan habis pakai d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal f.
Proses Peralatan Non Kritikal
g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril h. Hal yang perlu diperhatikan i.
Alur dekontaminasi peralatan habis pakai
6. Pengelolaan Limbah a. Jenis dan pengertian limbah b. Pengelolaan Limbah Infeksius c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam e. Metode Manajemen Limbah 7. Penatalaksanaan Linen a. Jenis-jenis linen b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen
Midwifery Update
pg. 6
8. Pengelolaan Lingkungan a. Pengelolaan Air b. Konstruksi bangunan c. Ventilasi Ruangan 9. Penyuntikan Yang Aman a. Prinsip penyuntikan yang aman 10.Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk a. Prosedur Etika Batuk 11.Penempatan Pasien a. Prinsip Penempatan Pasien 12.Perlindungan Kesehatan Petugas a. Prosedur perlindungan Kesehatan petugas b. Prinsip Penanganan paska pajanan c. Tatalaksana paska pajanan 13.Penerapan Protokol Kesehatan dimasa pandemi Covid-19 a. Alur dan triage b. Pelaksanaan skrining c. Penolakan skrining D. Uraian Materi ……………………..……………………………………….
84
BAB IV. ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN A. Deskripsi Singkat …………………………………………….…………..
136
B. Tujuan Pembelajaran ……………………………………………………
137
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ………………………………………………………………... 137 1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan 2. Peraturan Perundangan terkait Praktik Bidan 3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidan 4. Penanganan Masalah Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidanan D. Uraian Materi ……………………………………………………………..
Midwifery Update
137
pg. 7
BAB V. UPDATING PELAYANAN ANTENATAL TERPADU A. Deskripsi Singkat …………………………………………………….….
161
B. Tujuan Pembelajaran ..……………………………………….…...…....
161
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok …….………………………………………..…………......
161
1. Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi diIndonesia 2. Kebijakan pelayanan ANC di Indonesia 3. Konsep pelayanan ANC Terintegrasi 4. Pelayanan ANC Masa Pandemi Covid-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru 5. Pelayanan ANC Terintegrasi D. Uraian Materi …………………………………..………………………....
161
BAB VI. UPDATING ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) A. Deskripsi Singkat. ..…………………………………………..…………..
232
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………....……………...
232
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ………………………………………………….……………. 233 1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal 4. Observasi persalinan dengan Partograf 5. Kala II persalinan 6. Kala III dan kala IV persalinan 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 8. Penjahitan robekan perineum 9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19 10. Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal D. Uraian Materi …..………………………….…………….………………..
Midwifery Update
233
pg. 8
BAB VII. UPDATING ASUHAN NIFAS DAN PELAYANAN KONTRASEPSI A. Deskripsi Singkat ………………………………………………………..
269
B. Tujuan Pembelajaran. ……………………….………………………….
269
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ……………………………………………..……………..…. 269 1. Asuhan Masa Nifas a. Definisi asuhan masa nifas b. Ruang lingkup pelayanan nifas c. Jenis pelayanan masa nifas pada ibu d. Pelayanan nifas di masa pandemi 2. Konseling a. ABPK b. SKB-KB 3. Pelayanan Kontrasepsi a. Kontrasepsi hormonal kombinasi b. Kontrasepsi progestinkontrasepsi c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 4. Kontrasepsi pada kondisi khusus a. Kontrasepsi pasca persalinan b. Kontrasepsi pasca keguguran c. Kontrasepsi darurat 5. Pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi D. Uraian Materi …………………………………….……………………….
270
BAB VIII. UPDATING ASUHAN KEGAWAT-DARURATAN MATERNAL & NEONATAL A. Deskripsi Singkat ………………………………………………………..
306
B. Tujuan Pembelajaran. …………………………………………………..
306
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ……………………………………………..…..…………...
306
1. Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan nifas
Midwifery Update
pg. 9
a. Henti jantung dan henti napas. b. Syok. c.
Kejang.
d. Sesak napas. e.
Pingsan
2. Tata Laksana pada kehamilan, persalinan dan nifas dengan penyulit obstetri a. Hiperemesis gravidarum. b. Mola Hidatidosa c.
Kehamilan ektopik terganggu.
d. Perdarahan antepartum. e.
Persalinan preterm.
f.
Ketuban pecah dini.
g. Persalinan lama (kelainan His, CPD, makrosomia). h. Kelainan letak dan malpresentasi dalam persalinan. i.
Distosia bahu.
j.
Prolaps tali pusat.
k. Infeksi nifas. 3. Tata
laksana
kasus
kegawatdaruratan
tersering
pada
kehamilan, persalinan dan nifas a. Hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia. b. Perdarahan pasca persalinan 4. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir a. Kegawatan trauma lahir (cedera). b. Kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan klinis (biru, pucat, kuning). c.
Kegawatan saluran napas pada bayi baru lahir.
d. Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir. e.
Kejang pada bayi baru lahir
5. Tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir a. Resusitasi pada bayi baru lahir. 1) Alur resusitasi dan persiapan resusitasi pada bayi baru lahir. 2) Langkah resusitasi pada bayi baru lahir.
Midwifery Update
pg. 10
3) Resusitasi terintegrasi. b. Stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi. 1)
Stabilisasi bayi baru lahir
2)
Transportasi bayi baru lahir
6. Rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, dan nifas a. Stabilisasi pasien. b. Persiapan sarana merujuk. c.
Perencanaan rujukan
D. Uraian Materi ……………………………………………………………..
308
BAB IX. UPDATE ASUHAN BAYI BARU LAHIR, BAYI, BALITA dan ANAK USIA PRA-SEKOLAH A. Deskripsi Singkat ………………………………………………….…….
415
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………………………...
415
1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ………………………………………..………………..……. 415 1. Asuhan pada BBL a. Situasi kesehatan BBL, bayi dan balita di Indonesia b. Persiapan penanganan BBL c. Penilaian awal pada BBL d. Asuhan pada BBL 2. Asuhan pada bayi a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) 3. Asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah a. Pemantauan tumbuh kembang b. Pemberian imunisasi sesuai program c. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) d. Rujukan gangguan tumbuh kembang bayi, balita dan anak usia pra- sekolah
Midwifery Update
pg. 11
D. Uraian Materi …………………………………………..……….………..
416
BAB X. ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS A. Deskripsi Singkat ………………………………………………….……..
497
B. Tujuan Pembelajaran ………………………………….…………………. 498 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Materi Pokok ……………………………………………………………….. 499 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif gender 2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu pelaksanaan PPAM, Logistik PPAM 3. Pengertian Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan Psikososial a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual b. Dukungan Psikososial 4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan dukungan psikososial bagi klien/pasien a. Pendekatan dukungan psikososial b. Dukungan Psikologis Awal (DPA) 5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan seksual 6. Rencana
strategis
pencegahan
dan
penanganan
kekerasan
berbasis gender dan seksual 7. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah melakukan rujukan. D. Uraian Materi ………………………………………………………………
Midwifery Update
500
pg. 12
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pembangunan
kesehatan
merupakan
bagian
integral
dari
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan optimal seperti telah diamanahkan dalam Mukadimah Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental, sosial budaya dan ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi, baik tata nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya pemecahan masalah kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga berencana (KB) seperti tercantum pada bagian keenam dan ketujuh dalam Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Selanjutnya pada Pasal 23 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009, menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jenis tenaga kesehatan dijabarkan pada Pasal 11 Undang Undang
No.
36
tahun
2014
tentang
Tenaga
Kesehatan,
yang
menyebutkan bahwa jenis tenaga kesehatan terdiri dari 13 jenis tenaga kesehatan,
salah
satunya
tenaga
kebidanan.
Pasal
11
ayat
5
menjelaskan bahwa yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan adalah bidan. Undang - Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan menjelaskan bahwa Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan. Tenaga bidan melaksanakan pelayanan kebidanan sebagai subsistem dari pelayanan kesehatan.
Midwifery Update
pg. 13
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dalam sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan, yang dilakukan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Pelayanan kebidanan diuraikan mulai dari ruang lingkup, kewenangan, peran dan tugas bidan, standar dan pedoman terkait. Saat ini masalah kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah krusial di Indonesia karena masalah tersebut merupakan salah satu indikator kesejahteraan bangsa. Walaupun pemerintah telah melakukan berbagai upaya perbaikan, namun belum tampak kemajuan yang signifikan. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian bayi (AKB) berkaitan dengan berbagai faktor, seperti Akses (geografis, kapasitas, mutu layanan dan ketersebaran fasilitas kesehatan, serta sistem pembiayaan); Sumber Daya Manusia (SDM) (kualifikasi, kompetensi, penyebaran/ distribusi dan availabilitas), dan penduduk (tingkat pendidikan, faktor sosial-budaya, kemiskinan, daya beli dan kepadatan penduduk); serta kebijakan dan kemauan politik pemerintah (yang mengatur dan mengupayakan keterjangakauan akses kesehatan, SDM dan kebijakan tentang kependudukan). Upaya untuk menurunkan AKI dan AKB salah satunya dengan asuhan kebidanan berkesinambungan sehingga komplikasi selama kehamilan sampai masa nifas dapat terdeteksi sedini mungkin. Asuhan kebidanan
berkesinambungan
merupakan
suatu
asuhan
yang
berkualitas yang diberikan secara continuity of care oleh seorang bidan terhadap klien/pasien/pasien mulai dari masa prakonsepsi, masa kehamilan, persalinan, nifas dan KB berdasarkan standar asuhan kebidanan yang diberikan yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan dalam upaya menjaga kesehatan ibu secara fisik dan psikologi serta deteksi dini komplikasi dan penyulit yang memerlukan tindakan segera.
Midwifery Update
pg. 14
Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan
Pencapaian
Tujuan
Pembangunan
Berkelanjutan/SDG’s, terutama pada tujuan SDGs Nomor 3 yaitu “Kesehatan yang baik dan Kesejahteraan” untuk memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejateraan bagi semua disemua usia. Visi Indonesia 2019 – 2024 menyebutkan bahwa fokus pembangunan nasional adalah pembangunan SDM. Hal ini dilaksanakan dengan meningkatkan status kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita dan kesehatan anak-anak sekolah pada masa golden period guna mencetak manusia Indonesia yang unggul ke depan. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan,
mengamanatkan
agar
setiap
tenaga
kesehatan,
khususnya bidan yang menjalankan praktik, wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku selama 5 tahun. Bidan yang akan menjalankan
praktik
dan/atau
pekerjaan
keprofesiannya
harus
kompeten yang di buktikan dengan Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi. Sesuai Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Pasal 46 bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang kesehatan harus memiliki izin dalam bentuk Surat Izin Praktik Bidan (SIPB), sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan setelah memenuhi persyaratan. Untuk mendapatkan SIPB, syaratnya adalah STR yang masih berlaku. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik kebidanan. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi. Setiap bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi
Midwifery Update
pg. 15
ulang setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk registrasi ulang, memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan/atau kegiatan Ilmiah lainnya. Alur regulasi untuk sertifikasi ulang (re-sertifikasi) dan untuk regitrasi ulang (re-registrasi) bidan melalui portofolio pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi bidan. Sehingga perlu disusun suatu pedoman pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi bidan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dimasyarakat. Kegiatan pendidikan berkelanjutan adalah berbagai kegiatan yang wajib dikuti oleh
bidan
meningkatkan
melalui
kegiatan
dan
memelihara
pendidikan
non
pengetahuan
formal,
dan
untuk
keterampilan
keprofesionalan yang meliputi kegiatan peningkatan pengetahuan (Kognitif) dan kegiatan peningkatan keterampilan professional. Kegiatan peningkatan keterampilan profesional dapat berupa pelatihan (course), baik pelatihan klinis (psikomotor) maupun pelatihan non klinis. Salah satu tugas dan fungsi IBI adalah selalu berupaya menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggota dengan meng-update
standar
pelayanan
kebidanan
termasuk
pelayanan
kesehatan ibu, bayi, balita, KB dan kespro serta asuhan pasca keguguran. Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seminar dan pelatihan sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran berkelanjutan. Hasil kongres IBI tahun 2013, Re-registrasi dilakukan melalui penilaian portofolio, yaitu selama 5 (lima) tahun harus mendapatkan sejumlah 25 (dua puluh lima) kredit profesi, 2 (dua) kredit profesi diantaranya
diperoleh
melalui
Midwifery
Update (MU)
yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi. Pelatihan MU bertujuan untuk menjaga mutu serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi bidan dengan informasi terkini sehingga dapat memberikan pelayanan berkualitas terhadap kesehatan ibu, bayi, balita dan kespro termasuk pelayanan KB. Pelatihan ini dikemas dengan menggunakan
Midwifery Update
pg. 16
metode yang lebih interaktif dan secara komprehensif mengenai update perkembangan kebijakan, pelayanan, pendidikan, standar profesi, etika dan organisasi profesi bidan di Indonesia. Pelatihan MU harus diikuti oleh seluruh anggota IBI untuk mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta kepatuhan terhadap kode etik. Pelatihan MU penting dilaksanakan mengingat adanya dinamika perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebijakan. Perkembangan IPTEK termasuk Revolusi Industri 4.0 mendorong semua pemberi pelayanan kesehatan termasuk bidan untuk dapat beradaptasi
dengan
meningkatkan
kualitas
pelayanan
dan
melaksanakan perannya secara optimal serta berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan (Interprofessional Health Providers) serta bidan dapat bersaing baik dalam negeri maupun di pasar bebas/global. Era yang selalu berkembang disertai dengan persaingan global membutuhkan bidan berwawasan dan berpendidikan yang memenuhi standar global, dengan critical thinking yang kuat. Sehingga dibutuhkan pengembangan SDM bidan secara komprehensif, berjenjang dan berkesinambungan. Bidan membutuhkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang selalu
update
serta
mampu
beradaptasi
dengan
perkembangan
IPTEK/kebijakan terbaru salah satunya dapat dilakukan melalui pelatihan MU. Materi yang akan di update antara lain Kebijakan Terkait Profesi Bidan, Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan, Pelayanan Antenatal Care (ANC) Terpadu, Asuhan Persalinan Normal (APN), Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal, Nifas dan Kontrasepsi, Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL), memahami Simulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Neonatus, Bayi dan Balita.
Midwifery Update
pg. 17
B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi bidan sehingga dapat memberikan pelayanan berkualitas terhadap kesehatan ibu, bayi, balita dan kespro termasuk pelayanan KB sesuai dengan perkembangan terkini berdasarkan evidence based practice. 2. Tujuan Khusus Peserta memahami perkembangan terkini tentang: a. Profesi Bidan b. Kebijakan terkait Profesi Bidan serta Kebijakan dan Peraturan Pelayanan Kebidanan di Indonesia c. Etikolegal dalam Pelayanan Kebidanan d. Pelayanan Antenatal e. Asuhan Persalinan Normal (APN) f.
Asuhan Kegawat-daruratan Maternal
g. Asuhan Kegawat-daruratan Neonatal h. Asuhan Nifas i.
Pelayanan Keluarga Berencana (KB).
j.
Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL)
k. Simulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK)
Neonatus, Bayi dan Balita l. C.
Pencegahan Infeksi
Sasaran Sasaran pelatihan Midwifery Update adalah seluruh anggota IBI yang akan melakukan Re-Sertifikasi Kompetensi dan Re-Registrasi
D.
Dasar Hukum 1. Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan 2. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Midwifery Update
pg. 18
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan 5. Peraturan Menteri Kesehatan No.46 Tahun 2013 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Kesehatan 6. Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
369/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan 7. Standar Kompetensi Bidan, IBI 2018 8. Standar Pendidikan Bidan, IBI 2018 9. Standar Pelayanan Bidan, IBI 2018 10. Standar Etika dan Kode Etik Bidan, IBI 2018 11. Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bidan, IBI 2018
Midwifery Update
pg. 19
BAB II PERKEMBANGAN PROFESI BIDAN DAN KEBIJAKAN TERKINI TERKAIT KEBIDANAN
A.
Deskripsi Singkat Sesi ini membahas tentang perkembangan profesi bidan serta kebijakan terkini terkait pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia.
B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang tentang perkembangan profesi Bidan dan kebijakan terkini terkait pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia. 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu: a. Menjelaskan tentang Perkembangan Profesi Bidan terkini di Indonesia b. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pendidikan Kebidanan c. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pelayanan Kebidanan
C.
Materi Pokok 1. Perkembangan Profesi Bidan 2. Kebijakan Terkini Pendidikan Kebidanan 3. Kebijakan Terkini Pelayanan Kebidanan
Midwifery Update
pg. 20
D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Perkembangan Profesi Bidan a. Kebidanan Sesuai
dengan
Undang-Undang
No.
4
tahun
2019
tentang
Kebidanan, sesuai pasal 1 kebidanan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan
bidan
dalam
memberikan
pelayanan
Kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, selama kehamilan, persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru lahir, balita dan anak pra sekolah, termasuk kespro perempuan dan KB sesuai tugas dan kewenangannya. b. Pengertian Bidan Undang - Undang No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan menjelaskan bahwa bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik kebidanan. Bidan
memberikan
pelayanan
yang
secara
holistik,
komprehensif dan berkesinambungan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kespro perempuan dan KB sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang berfokus pada aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling, promosi persalinan normal, dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan perempuan, serta
melakukan
pertolongan
pertama
kegawat-daruratan,
melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa pra hamil, kehamilan, persalinan dan rujukan yang aman. c. Praktik Kebidanan Kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk asuhan kebidanan
Midwifery Update
pg. 21
d. Kompetensi Bidan Kemampuan yang dimiliki oleh bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan pelayanan kebidanan e. Uji Kompetensi Proses pengukuran pengetahuan, keterampilan dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi kebidanan. f.
Sertifikat Kompetensi Surat tanda pengakuan terhadap kompetensi bidan yang telah lulus uji Kompetensi untuk melakukan praktik kebidanan.
g. Sertifikat Profesi Surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi. h. Organisasi Profesi Sesuai dengan Penjelasan Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang No 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan, yang dimaksud dengan "Organisasi Profesi Bidan" adalah Ikatan Bidan Indonesia (lBI). IBI sebagai organisasi profesi satu-satunya wadah bidan di Indonesia selalu berupaya menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggotanya. Organisasi dan/atau
profesi
bidan
mengembangkan
berfungsi pengetahuan
untuk
meningkatkan
dan
keterampilan,
martabat dan etika profesi kebidanan. Organisasi profesi bidan bertujuan untuk mempersatukan, membina dan memberdayakan bidan dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan. IBI didirikan pada tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni
Midwifery Update
pg. 22
1951, yang merupakan prakarsa para bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi Bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama IBI, berbentuk kesatuan, bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Saat ini IBI memiliki perwakilan di 34 Pengurus Daerah ditingkat Propinsi (34 Propinsi), 509 Pengurus Cabang (di tingkat kabupaten/ kota), 3.728 Pengurus Ranting (di tingkat kecamatan, unit pelayanan dan Institusi Pendidikan Kebidanan). Di Indonesia, berdasarkan data Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), MTKI telah menerbitkan sejumlah 676.041 Surat Tanda Registasi (STR) Bidan. Jumlah anggota IBI per Desember 2020 sebanyak 302.604 orang bidan (PP IBI), yang tersebar di berbagai tatanan pendidikan dan pelayanan kesehatan. Bidan bekerja di Rumah sakit, Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB), Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), Puskesmas, bidan di Desa, Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB), institusi pendidikan dan institusi lain, serta masih ada yang belum mendapat tempat mengabdi. Di tingkat internasional, IBI sebagai anggota International Confederation of Midwives (ICM) sejak 1956. IBI selalu aktif mengikuti kegiatan organisasi tersebut terutama kongres ICM maupun kongres ICM Regional Asia Pasific (ASPAC). Pada Kongres ICM ke 30 di Praha, melalui bidding IBI berhasil ditetapkan menjadi tempat penyelenggaraan kongres ICM ke-32 dan rencana kongres yang akan diselenggarakan di Bali tahun 2020 tertunda sebagai dampak dari Pandemi Covid-19. Pada Kongres ICM ke-31 bulan Juni 2017 di Toronto Canada, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes Ketua Umum PPIBI 2013-2018 terpilih sebagai Koordinator ICM Asia Pasific. Hal ini sangat membanggakan, karena untuk pertama kali Indonesia mendapat kepercayaan di tingkat Internasional.
Midwifery Update
pg. 23
Sebagai Organisasi Profesi maupun LSM, IBI memiliki perangkat organisasi yang selalu meningkatkan kualitas melalui penerapan siklus
PDCA
sesuai
dengan
perkembangan
dan
kebutuhan
organisasi yaitu: 1) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ART) 2) Pedoman Pelaksanaan Organisasi sebagai pedoman dalam pelaksanaan
kegiatan
organisasi
IBI
pada
setiap
jenjang
kepengurusan. 3) Rencana Strategis IBI 4) Standar Kompetensi Bidan Indonesia 5) Standar Pendidikan Bidan Indonesia 6) Standar Pelayanan dan Praktik Bidan 7) Standar Etika dan Kode Etik Bidan 8) Pedoman
Pendidikan
Berkelanjutan
Bidan/Continuing
Professional Development (CPD) i.
Registrasi Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik Kebidanan (UndangUndang No. 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 6325, sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1626) Menyikapi
Pandemi
Covid-19
mengeluarkan
Surat
Edaran
HK.02.01/MENKES/4394/2020
Kementerian
Tentang
Kesehatan
Pemerintah
Nomor
Registrasi
Perizinan
Tenaga Kesehatan pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid–19) isi surat edaran terlampir.
Midwifery Update
pg. 24
j.
Sistem Manajemen Informasi Ikatan Bidan Indonesia Pengelolaan data dimana didalamnya mencakup proses mencari, menyusun, mengklasifikasikan, serta menyajikan berbagai data yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan organisasi sehingga dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan. Sejalan dengan penerapan kebijakan Satu Data Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data Indonesia. kebijakan tata kelola data Kebidanan di Indonesia, agar dapat menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu dan dapat dipertanggung jawabkan, serta mudah diakses. Manajemen Informasi Bidan terdiri dari: 1) Website IBI 2) Database Bidan/ e-KTA/ KTA IBI Online 3) e-STR atau STR Online 4) e-CPD atau CPD Online digunakan untuk pengurusan rekomendasi IBI untuk Perpanjangan STR 1) Website IBI dan Media Sosial. Saat ini IBI juga memiliki website dan media sosial yang seperti Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya, yang digunakan sebagai media komunikasi dan menampilkan perkembangan informasi terkini tentang Kebidanan di Indonesia. Web site IBI dapat di akses di alamat berikut ini: www.ibi.or.id Perkembangan IPTEK yang sangat pesat menutut semua pemberi pelayanan kesehatan termasuk Bidan. Kemajuan teknologi telah mengubah wajah dunia termasuk pada Bidang kesehatan. Salah satu fase penting dalam perkembangan teknologi adalah munculnya revolusi industri gelombang ke-4, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Industrial Revolution 4.0 yang mampu menghapus batas-batas penggerak aktivitas ekonomi, baik dari perspektif fisik, digital, maupun biologi. Cepatnya perkembangan ilmu
Midwifery Update
pengetahuan
dan
tekhnologi,
mengharuskan
setiap
pg. 25
Bidan/anggota IBI harus mengikuti perubahan yang terjadi secara nasional maupun international. 2) Database Bidan/ e-KTA/ KTA IBI Online Guna menyelaraskan dengan perkembangan teknologi yang kian pesat, IBI telah mengembangkan basis data yang dapat diakses secara online dan realtime. Sistem basis data anggota IBI berupa KTA online ini terintergrasi dengan aplikasi website dan sistem data
Kebidanan
lainnya.
KTA
Online
telah
digagas
dan
diamanatkan oleh Kongres IBI yang tertuang dalam Rencana Strategis IBI Periode 2013 - 2018 dan diperkuat kembali pada Renstra IBI Periode 2018-2023. e-KTA dikembangkan untuk memudahkan pengelolaan data dan informasi bidan khususnya anggota IBI. KTA Online IBI di rancang untuk dapat diakses oleh anggota dan pengurus IBI disemua tingkat kepengrusan kapan dan dimana pun bidan berada. KTA IBI Online di bagi menjadi 2 setting yaitu Area Admin dan Area Anggota §
Area Admin Area Admin di rancang untuk melakukan entry data, pemutakhiran,
pengeloalaan
data
serta
pembuatan
pelaporan data dan informasi tentang anggota IBI. Setiap Pengurus Cabang (PC), Pengurus Daerah (PD) dan Pengurus Pusat (PP) memiliki admin untuk mengelola data diwilayah nya masing masing. Setiap Pengurus Cabang berkewajiban utntuk mengelola dan memperbaharui basisdata anggotanya agar
data
yang
dihasilkan
mencermikan
data
yang
sebenarnya. Area admin dapat diakses dialamat berikut ini http://ibi.data-online.id/apps/dengan
memasukan
username dan password yang sudah dimiliki oleh setiap cabang.
Penggunaan
akun
admin
PC/PD/PP
IBI
dilaksanakan sesuai dengan Panduan Admin KTA Online.
Midwifery Update
pg. 26
§
Area Anggota Area
Anggota
di
rancang
agar
calon
anggota
untuk
pendaftaran anggota IBI, serta pemutakhiran data pribadi jika terjadi perubahan. Untuk daftar, pemuktahiran data pribadi dapat mengakses alamat berikut ini: http://ibi.dataonline.id/member-area/ Langkah-langkah Pendaftaran Anggota IBI dapat dilakukan sebagai berikut: -
Siapakan file Serkom, Ijazah, STR, KTP dan Foto serta alamat email yang masih aktif.
-
Buka
aplikasi KTA
IBI
Online
melalui
Komputer/Laptop/Tablet/HP -
Mengisi data,
-
Konfirmasi via email
-
Mencetak hasil pendaftaran
-
Membawa berkas cetakan pendaftaran dan melaporkan diri ke Pengurus Ranting (PR)/PC IBI setempat
-
PC/Admin Cabang memverifikasi data/ menyetujui data
-
PD/Admin Provinsi menyetujui data
-
PP/Admin Pusat menyetujui data maka secara otomatis sistem akan menerbitkan nomor KTA dan kartu digital
-
Selanjutnya anggota dapat mencetak KTA
Seluruh proses KTA Online dapat dipantau melalui aplikasi. Prinsip
KTA
IBI
online
adalah
Paperless
dan
untuk
pencetakan kartu dapat dilakukan secara mandiri atau desentralisasi/kolektif oleh PD/PC IBI.
Midwifery Update
pg. 27
XXXXXXXX XX
XXXXX XXX
Bagian Belakang
Bagian Depan Penggunaan
area
anggota
dapat
dipelajari
dalam
panduan pendaftaran dan Update data KTA Online untuk anggota IBI. 3) e – STR/STR Online Undang-Undang
Nomor
36
tahun
2014
tentang
Tenaga
Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan mengamanatkan agar setiap tenaga kesehatan/Bidan yang menjalankan praktik, wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). STR berlaku selama 5 tahun. Regulasi untuk sertifikasi ulang (re-sertifikasi) dan untuk regitrasi ulang (re-registrasi) Bidan
melalui
portofolio
pengembangan
keprofesian
berkelanjutan bagi Bidan. Pedoman pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi bidan bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan Kebidanan di masyarakat. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah suatu usaha pembinaan secara sistematis bagi Bidan yang bertujuan untuk
memelihara
pengetahuan,
dan
meningkatkan
keterampilan
serta
kompetensi
mengembangkan
baik sikap
profesionalisme. Pengembangan keprofesian wajib diikuti oleh setiap bidan sebagai bagian dari pembinaan melalui mekanisme sertifikasi, registrasi dan lisensi.
Midwifery Update
pg. 28
Penilaian kegiatan pendidikan berkelanjutan bidan adalah proses
penilaian
kelayakan
penyelenggaraan
kegiatan
pendidikan berkelanjutan sesuai standar yang telah ditetapkan. Hasil penilaian kegiatan tersebut dalam bentuk perolehan Satuan Kredit Profesi (SKP) dan Surat Rekomendasi Organisasi Profesi untuk perpanjangan STR. Rekomendasi organisasi profesi adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh IBI bagi bidan untuk keperluan pengurusan izin praktik dan perpanjangan STR setelah yang bersangkutan memiliki sertifikat kompetensi. Komponen kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan bidan adalah sebagai berikut: §
Kegiatan Praktik Profesi/Pelayanan Kebidanan
§
Kegiatan Pendidikan Berkelanjutan
§
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat
§
Kegiatan Pengembangan Profesi
§
Kegiatan Penelitiandan Publikasi Ilmiah
Alur permohonan rekomendasi profesi: §
Bidan
mengajukan
perpanjangan
STR
beserta
berkas
persyaratan dan buku log kepada PR IBI dan atau PC IBI, serta membayar biaya administrasi perpanjangan STR. §
PR melakukan verifikasi dan validasi terhadap keabsahan data dan bukti fisik dari bidan tersebut.
§
PR melanjutkan permohonan perpanjangan STR ke PC
§
PC menilai kecukupan jumlah SKP dan bukti pendukung kegiatan yang telah dicapai oleh bidan yang bersangkutan.
§
Bila persyaratan belum terpenuhi, PC IBI memberikan feedback ke PR agar bidan yang bersangkutan memenuhi kekurangannya.
§
Bila persyaratan sudah terpenuhi, PC IBI mengusulkan permohonan rekomendasi perpanjangan STR ke PD IBI dengan
Midwifery Update
melampirkan
rekapan
data
hasil
penilaian
pg. 29
pencapaian
nilai
pemohon
dan
bukti
transfer
biaya
administrasi perpanjangan STR. §
PD IBI memberikan rekomendasi untuk perpanjangan STR.]
d) e-CPD atau CPD online Kemajuan teknologi telah mengubah wajah dunia termasuk pada bidang kesehatan. Perkembangan teknologi memasuki era revolusi industri gelombang ke-4, atau yang lebih dikenal dengan sebutan industrial revolution 4.0 yang mampu menghapus batasbatas
penggerak
aktivitas
ekonomi.
Untuk
itu
Badan
Pengembangan dan Penjagaan Sumber daya Manusia (PPSDM) kesehatan
telah
memfasilitasi
mengembangkan
sistem
organisasi
profesi
pengembangan
untuk
keprofesian
Berkelanjutan secara online yang terintegrasi dengan sistem keanggotaan
dan
STR.
Alamat
CPD
IBI
Online
adalah:
http://ibi.cpdnakes.org/ Hal yang perlu disiapkan untuk proses CPD Online: §
Email yang aktif digunakan
§
Scan/Foto dokumen yang dibutuhkan: -
Scan ijazah Pendidikan Bidan (pdf/jpeg maksimal150 kb)
-
Scan ijazah Pendidikan terakhir jika ada (pdf/jpeg maksimal 150 kb)
-
Soft file foto latar merah (jpeg maksimal150 kb)
§
Nomor KTP
§
Nomor KTA IBI
§
Saat input SKP kegiatan: scan/foto dokumen bukti (pdf/jpeg maksimal 150 kb)
§
Jaringan internet Level Pengguna CPD Online
§
Midwifery Update
Bidan -
Membuat Akun
-
Permohonan P2KB
-
Input perolehan SKP sesuai Log Book
pg. 30
§
§
Tim P2KB -
Penanggung Jawab PC IBI
-
Di Tingkat Pengurus Cabang
-
Tugas Utama: Melakukan Verifikasi/Validasi Data
Komisi P2KB -
Penanggung Jawab di PD IBI
-
Di Tingkat Pengurus Daerah
-
Tugas Utama: Penerbitan Surat Rekomendasi
Bidan Delima (BD) Bidan Delima adalah sistem standarisasi kualitas pelayanan TPMB, dengan penekanan pada kegiatan monitoring dan evaluasi serta kegiatan pembinaan dan pelatihan yang rutin dan berkesinambungan. BD melambangkan pelayanan berkualitas dalam Kespro dan KB yang berlandaskan kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan yang manusiawi, terjangkau, dengan tindakan kebidanan sesuai standar dan kode etik profesi. TPMB adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh bidan lulusan pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan langsung kepada klien/pasien (UU No. 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan) Bidan Praktik Mandiri adalah bidan yang memiliki Surat Ijin Praktik Bidan (SIPB) sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register) diberi izin secara sah dan legal untuk menjalankan praktek kebidanan mandiri. Peran BD dalam Bidang Kesehatan Bidan Delima dibutuhkan dalam rangka: §
Mempertahankan
dan
meningkatkan
kuantitas
dan
kualitas
pelayanan TPMB, sesuai kebutuhan masyarakat. §
Melindungi masyarakat sebagai konsumen dan bidan sebagai provider, dari praktik yang tidak terstandar
Midwifery Update
pg. 31
§
Sebagai standarisasi pelayanan Kebidanan bagi TPMB sejalan dengan rencana strategis IBI.
§
Menjadi standar dalam mengevaluasi pelayanan Kebidanan di TPMB karena memiliki tools (perangkat) yang lebih lengkap.
§
Sebagai bagian dari pelaksanaan rencana kerja IBI dalam pelayanan kebidanan, sekaligus untuk mempertahankan dan meningkatkan citra IBI.
§
Sebagai tempat pilihan terbaik bagi praktik pendidikan bidan.
Visi Bidan Delima menjadi standarisasi pelayanan TPMB di Indonesia Misi §
Meningkatkan kualitas pelayanan Kebidanan di TPMB.
§
Meningkatkan kompetensi TPMB berdasarkan hasil penelitian dan perkembangan praktek Kebidanan terkini.
§
Mewujudkan TPMB yang handal, kompeten dan profesional dalam pelayanannya melalui standarisasi dan kegiatan monev yang berkesinambungan.
§
Mewujudkan rasa aman, nyaman dan kepuasan bagi TPMB dan pengguna jasa.
§
Meningkatkan
peran
IBI
dalam
membina
dan
menjaga
profesionalitas TPMB. Nilai-nilai BD §
Kepatuhan pada standar pelayanan Dianut sebagai nilai utama untuk menekankan bahwa sebuah standar dalam pelayanan harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh anggota BD
§
Tumbuh Bersama Untuk menggambarkan bahwa semua anggota BD harus merasakan kemajuan dan terus berusaha untuk maju secara kelompok.
Midwifery Update
pg. 32
§
Keterbukaan Nilai-nilai yang wajib dianut oleh anggota agar tercipta hubungan yang erat dan harmonis dalam komunitas.
§
Profesionalisme Selaras dengan nilai kepatuhan pada standar pelayanan, maka profesionalisme diharapkan dapat menjadi semacam ‘label bagi setiap pribadi anggota BD.
§
Kewirausahaan Semangat wirausaha diharapkan dapat mewarnai setiap pribadi anggota BD, sehingga selalu ada upaya untuk terus maju dan tumbuh lebih baik daripada sebelumnya.
Pola Operasional Program BD Pola operasional program BD diputuskan mengacu pada sistem jaminan kualitas ISO dengan sentuhan gerakan moral. §
Pola ini dipilih berangkat dari tujuan awal adanya program BD, yaitu meningkatkan standar kualitas pelayanan Kebidanan. Ditambah lagi dengan melihat kenyataan bahwa selama ini program BD dapat berjalan baik karena adanya partisipasi sukarela dan dorongan moral dari penggeraknya.
§
Dengan demikian pola operasi sistem jaminan kualitas ditambah gerakan moral menjadi sebuah pilihan yang dirasa paling tepat untuk program BD saat ini.
Kerangka Kerja Bidan Kewenangan Klinis tenaga kebidanan adalah uraian kompetensi kebidanan yang dilakukan oleh tenaga Bidan berdasarkan level kompetensinya. Penugasan klinis adalah penugasan Kepala/Direktur Fasyankes baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) kepada tenaga kebidanan untuk melakukan asuhan kebidanan di Fasyankes tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis.
Midwifery Update
pg. 33
Dengan tersusunnya jenis – jenis kewenangan klinis bagi setiap tenaga bidan sesuai dengan cabang ilmu kebidanan dan kompetensi bidan, menjadi dasar bagi direktur untuk menerbitkan Surat Penugasan Klinis (SPK) bagi setiap tenaga bidan, sehingga terjaganya reputasi dan kredibilitas tenaga bidan. Asesor klinis Kebidanan Bidan yang sudah dilatih dan mempunyai sertifikat asesor bidan klinik yang melakukan uji kompetensi kepada asesi dalam hal ini kredensial dan re-kredensial sesuai aturan yang berlaku Proses Kredensial Sesuai kompetensi dan kewenangannya, bidan dapat didayagunakan di fasyankes pada unit: §
Poliklinik Kebidanan (Obstetri Ginekologi) dan Keluarga Berencana (KB)
§
Poliklinik Anak/Tumbuh Kembang Balita
§
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
§
Kamar Bersalin
§
Kamar Operasi Obstetri dan Ginekologi
§
Ruang Nifas
§
Ruang Perinatologi
§
Ruang Onkologi Ginekologi
Kredensial Bidan adalah proses evaluasi terhadap tenaga kebidanan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis. Kredensial bertujuan melindungi keselamatan pasien bahwa tenaga bidan yang melakukan pelayanan kebidanan adalah tenaga professional dan kredibel. Kredensial untuk menilai seseorang sejauh mana dia punya kompetensi agar orang tersebut ditempatkan di tempat yang sesuai kompetensi dan level kewenangan klinisnya.
Midwifery Update
pg. 34
Re-kredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga bidan yang telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut. Dalam rangka mempertahankan kompetensi bidan Indonesia dan pengaturan kompetensi bagi Bidan Praktisi perlu penetapan level kompetensi kerja sesuai dengan tempat kerjanya. Dalam memelihara dan memberikan pengakuan kompetensi bagi bidan di area praktik kebidanan maka diperlukan upaya untuk memastikan kompetensi yang telah dimiliki bidan dengan cara melakukan asesmen kompetensi. Proses asesmen kompetensi ini merupakan bagian dari proses kredensial yang menjamin bidan kompeten dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada pasien dengan standar pelayananan Kebidanan profesional sesuai dengan jenjang atau level masing-masing bidan di unit kerja dan keilmuannya. Supervisi Fasilitatif sebagai media Mentoring dan Coaching Kegiatan supervisi merupakan pembinaan klinis dan manajemen yang dilakukan secara berkesinambungan serta tepat sasaran. Kegiatan ini dilakukan
untuk
membantu
bidan
pelaksana
pelayanan
dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Kegiatan supervisi dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para pelaksana pelayanan dilapangan agar terjadi proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan. Seorang supervisor harus mempunyai keterampilan komunikasi, skill, pendidikan agar mampu meningkatkan kinerja. Pembinaan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FPKTP) dilakukan oleh bidan koordinator, dilaksanakan dengan memaksimalkan
kegiatan
berkesinambungan
dan
penyeliaan pada
tingkat
(supervisi) lanjutan
fasilitatif di
rumah
secara sakit
dilaksanakan oleh tenaga bidan supervisor yang membina bidan di rumah sakit dalam penerapan asuhan kebidanan sesuai standar dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
Midwifery Update
pg. 35
Agar penerapan standar asuhan kebidanan dapat terlaksana dengan baik, sangat diperlukan tenaga bidan koordinator/supervisor yang kompeten guna pelaksanaan penyeliaan fasilitatif pelayanan kebidanan dengan pendekatan pendampingan / bimbingan teknis (coaching). Kegiatan supervisi dan bimbingan teknis (coaching) pelayanan kebidanan perlu dilakukan secara sistematis untuk dapat mengukur apakah pelayanan kebidanan telah mencapai standar mutu atau tidak. Supervisi yang dilakukan dengan baik berdampak positif bagi kualitas pelayanan kesehatan. Tujuan supervisi adalah untuk memperbaiki mutu dan kinerja. Supervisi dapat dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung. Supervisi klinik merupakan proses formal untuk memberikan dukungan dan pembelajaran pada tenaga pelaksana sehingga
pengetahuan
dipertanggungjawabkan
dan
kompetensi
sehingga
tenaga
memberikan
pelaksana
dapat
perlindungan
dan
perasaan aman pada petugas dan pasien selama proses pelayanan kesehatan. Kegiatan Supervisi dan bimbingan teknis (coaching) diharapkan akan meningkatkan kinerja bidan pelaksana dengan melihat permasalahan yang terjadi dan adanya penyelesaian masalah dari supervisor. Supervisi diarahkan pada pengukuran dan pendampingan/ pembinaan bidan pelaksana pelayanan kebidanan. Supervisor memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti akan peran dan fungsinya sebagai bidan pelaksana pelayanan kebidanan. e –Learning Merupakan sebuah metode pembelajaran berbasis online dalam Program Pengembangan
Keprofesioan
Berkelanjutan
(P2KB)
untuk
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.
Midwifery Update
pg. 36
Bidan yang ingin mendapatkan SKP dapat mengikuti e-Learning dari Kementerian Kesehatan dengan membuat akun dan login di http://esehat.org/ untuk mengikuti pembelajaran secara online. Majalah Bidan Majalah Bidan saat ini sudah mencapai hampir 150 edisi yang memuat berbagai artikel yang menarik dan informatif serta kisah inspiratif para bidan dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai informasi lainnya yang dapat dipesan langsung ke Kantor PP IBI dengan PIC ibu Tutik (021-4226043) dengan alamat: Kantor PP IBI Jl. Johar Baru V/D13, Johar Baru, Jakarta Pusat Email: [email protected] Jurnal Ilmiah Bidan Jurnal Ilmiah Bidan (JIB) merupakan jurnal publikasi ilmiah bidan yang terbit
setiap
4
bulan
sekali
(3
edisi
dalam
setahun)
dengan
menggunakan sistem peer review untuk seleksi artikel. Makalah ditulis berdasarkan hasil penelitian atau pemikiran inovatif, yang akan diseleksi tim editor Jurnal Bidan. Naskah yang diterima naskah asli yang belum diterbitkan di media cetak, majalah/jurnal/media publikasi lain dengan bahasa akademis dan efektif. JIB menerima artikel/naskah asli yang relevan dengan bidang kebidanan, meta–analisis, hasil penelitian, studi literatur, clinical practice, dan Case Report/laporan kasus. JIB terbit pertama kali pada Oktober tahun 2015, sampai Desember 2017 JIB telah menerbitkan 6 edisi jurnal dengan 40 Judul Artikel di bidang kebidanan. JIB telah memiliki No. ISSN: 2502 - 3144 (media cetak)
berdasarkan SK.ISSN Tanggal
1 Februari
2016 No.
005.
25023144/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2016.02 dan No. ISSN 2620-4991 (media online) berdasarkan SK ISSN Tanggal 9 April 2018 No. 0005. 26204991/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2018.04.
Midwifery Update
pg. 37
Saat ini JIB sudah terakreditasi Sinta Dikti dengan peringkat S4. Selanjutnya JIB akan terus berupaya meningkatkan kualitas dengan mengajukan penilaian kembali akreditasi jurnal kepada LIPI dan Dikti. JIB diterbitkan 3 (tiga) kali setahun pada bulan April Agustus dan Desember. Naskah dapat di submit melalui alamat berikut ini: https://e-journal.ibi.or.id/index.php/jib Semua artikel akan dibahas oleh para pakar dalam Bidang keilmuan yang sesuai (peer review) dan dewan redaksi. Artikel yang perlu perbaikan dikembalikan kepada penulis. Untuk menghindari duplikasi, JIB tidak menerima artikel yang sudah di publikasikan atau sedang diajukan kepada majalah/jurnal/media publikasi ilmiah lainnya, hal ini dikuatkan dengan penandatanganan surat pernyataan. Penulis diminta mengirimkan softcopy naskah disertai surat pernyataan tertulis bahwa naskah tersebut adalah benar hasil karya penulis dan belum pernah dipublikasikan
kepada
Dewan
Redaksi.
Penulis
pertama
harus
memastikan bahwa semua penulis pembantu telah menyetujui. Bila diketahui artikel telah dimuat pada jurnal lain, maka pada JIB edisi selanjutnya artikel akan dianulir. Artikel penelitian harus mempertimbangkan aspek etika penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dan memperoleh persetujuan komite
etik.
lulus/lolos
Penulis Klirens
diwajibkan
melampirkan
Etik (ethical
clearance).
surat
penyataan
Penulis
dapat
menggunakan jasa komite etik yang ada di seluruh Indonesia. Tim editor berhak melakukan editing seperlunya/ diluar isi terhadap makalah seperlunya/ diluar isi untuk layout jurnal. Seluruh pernyataan dalam naskah merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Naskah yang tidak diterbitkan dikembalikan ke pengarang jika ada permintaan. Makalah yang dikirim lengkap/utuh sesuai ketentuan penulisan dan jadwal pengiriman, diterbitkan dalam bentuk jurnal berISSN. Kepastian
Midwifery Update
pg. 38
pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis melalui e-mail. Penulis yang naskahnya dimuat akan diberi nomor bukti pemuatan. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis. Penulis dianjurkan untuk mencantumkan alamat lengkap, telepon, fax dan e-mail untuk memudahkan komunikasi di form biodata yang disediakan. Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui e-mail. Kolegium Kebidanan Pasal 67 UU 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan Untuk mengembangkan cabang ilmu dan standar pendidikan kebidanan, organisasi profesi bidan dapat membentuk kolegium Kebidanan. Kolegium kebidanan sebagaimana merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi bidan. Kolegium kebidanan Indonesia adalah suatu komponen dalam struktur
organisasi
IBI
yang
fungsinya
untuk
menjaga
dan
meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan kebidanan. Kolegium Kebidanan Indonesia adalah kumpulan para pakar profesi kebidanan (midwifery) dan berkedudukan di tingkat pusat. Anggota Kolegium Kebidanan Indonesia diseleksi, dipilih dan ditetapkan oleh PP IBI dan bertanggung jawab kepada Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. Tujuan,
Fungsi,
Tugas
Dan
Wewenang
Kolegium.
Kolegium
Kebidanan Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat Indonesia melalui pemeliharaan kompetensi bidan yang memberikan pelayanan/praktek bidan di Indonesia. Kolegium berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu kebidanan dan standar pendidikan tinggi kebidanan
Midwifery Update
pg. 39
Fungsi kolegium : §
Mengembangkan keilmuan sesuai kepakaran pada setiap cabang disiplin ilmu kebidanan
§
Menentukan lingkup masing-masing cabang disiplin ilmu kebidanan
§
Menyusun standar pendidikan tinggi kebidanan
§
Mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi kebidanan
§
Menjalankan
tugas
sebagai
pengampu
cabang
disiplin
ilmu
kebidanan §
Memberikan pertimbangan dan saran mengenai perkembangan ilmu kebidanan kepada pengurus IBI, baik diminta atau tidak diminta kepada PPNI
§
Memberikan pertimbangan dan saran mengenai standar kompetensi dan standar pendidikan tinggi kebidanan kepada IBI
§
Mengembangkan cetak biru (blue print) dan materi uji kompetensi bidan.
§
Mengernbangkan instrumen akreditasi institusi pendidikan tinggi Kebidanan.
§
Membantu IBI dalam pengawasan implementasi standar pendidikan tinggi kebidanan sesuai ilmu dan kepakaran.
§
Berkoordinasi
dengan
ikatan
atau
himpunan
dalam
mengembangkan keilmuan dan kepakaran. Kolegium Kebidanan Indonesia mempunyai kewenangan: §
Menyetujui atau menolak kurikulum pendidikan bidan yang dibuat oleh institusi pendidikan
§
Menyetujui atau menolak kurikulum pelatihan kebidanan yang dibuat oleh institusi pelatihan
§
Menetapkan materi pembinaan bersama terhadap penerapan kompetensi bidan baik di institusi pendidikan atau institusi pelayanan kebidanan
Midwifery Update
pg. 40
Struktur Organisasi Kolegium. Susunan Organisasi Kolegium terdiri atas: §
Ketua merangkap anggota; dan
§
Sekretaris merangkap anggota
§
Anggota kolegium;
Ketua dan wakil ketua kolegium dipilih oleh dan dari anggota kolegium. Anggota kolegium berjumlah 9 orang. Kolegium membentuk divisi standarisasi, penilaian profesi dan pengembangan ilmu kebidanan. Anggota dan ketua divisi berasal dari anggota Konsil Kebidanan Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2017 Tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing - masing tenaga kesehatan. KTKI mempunyai tugas sebagai berikut: §
Memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing tenaga kesehatan;
§
Melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing tenaga kesehatan; dan
§
Membina dan mengawasi konsil masing-masing tenaga kesehatan.
Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, KTKI bersifat independen dan bertanggung jawab secara kolektif kolegial. Konsil masing-masing tenaga kesehatan terdiri atas: §
Konsil Psikologi Klinis;
§
Konsil Keperawatan;
§
Konsil Kebidanan;
§
Konsil Kefarmasian;
§
Konsil Kesehatan Masyarakat;
§
Konsil Kesehatan Lingkungan;
Midwifery Update
pg. 41
§
Konsil Gizi;
§
Konsil Keterapian Fisik;
§
Konsil Keteknisian Medis;
§
Konsil Teknik Biomedika; dan
§
Konsil Kesehatan Tradisional.
Konsil kebidanan menaungi dan membina bidan. Konsil kebidanan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan Tenaga kebidanan dalam menjalankan praktik untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan
sesuai
dengan
bidang
tugasnya.
Fungsi
pengaturan, penetapan dan pembinaan dilakukan dalam bidang teknis keprofesian. Dalam menjalankan fungsi konsil kebidanan memiliki tugas: §
Melakukan registrasi Bidan sesuai dengan Bidang tugasnya;
§
Melakukan pembinaan Bidan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan;
§
Menyusun Standar Nasional Pendidikan Bidan
§
Menyusun standar praktik dan standar kompetensi Bidan; dan
§
Menegakkan disiplin praktik Bidan
Konsil Kebidanan mempunyai wewenang: §
Menyetujui atau menolak permohonan registrasi Bidan;
§
Menerbitkan atau mencabut surat tanda registrasi;
§
Menyelidiki
dari
menangani
masalah
yangberkaitan
dengan
pelanggaran disiplin profesi; §
Menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi
§
Memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan Kebidanan
Konsil mempunyai tugas untuk menyusun standar kompetensi kerja bersama
dengan
organisasi
profesi.
Susunan
organisasi
konsil
Kebidanan terdiri atas: §
Divisi yang menangani Bidang tugas registrasi;
Midwifery Update
pg. 42
§
Divisi yang menangani Bidang tugas standardisasi;
§
Divisi yang menangani Bidang tugas keprofesian.
Anggota Konsil Kebidanan terdiri atas unsur: §
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Bidang kesehatan sebanyak 1 (satu) orang;
§
Kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di Bidang pendidikan tinggi sebanyak 1 (satu) orang;
§
Organisasi profesi Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
§
Kolegium Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
§
Sosiasi institusi pendidikan Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
§
Asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 1 (satu) orang; dan
§
Tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang.
Materi Pokok 2. Kebijakan Terkini Tentang Pendidikan Kebidanan Sejarah Pendidikan Bidan Perkembangan pendidikan bidan dimulai pada Tahun 1851 dengan lahirnya
pendidikan
bidan
bagi
wanita
pribumi,
namun
tidak
berlangsung lama. Pada Tahun 1902 pendidikan bidan bagi wanita pribumi dibuka kembali. Tahun 1950 pendidikan bidan mengalami perubahan dengan menerapkan pendidikan 3 tahun setelah lulus SLTP. Pada tahun 1954 dibuka sekolah guru bidan, untuk memenuhi kebutuhan guru bidan. Tahun
1975-1984
adalah
masa
yang
sangat
suram
untuk
pendidikan bidan Indonesia. Seluruh sekolah bidan ditutup. IBI terus berjuang agar sekolah bidan dibuka kembali. Upaya tersebut memberi hasil, pada tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan swadaya. Dilanjutkan dengan pembukaan Crash Program pendidikan bidan dan penempatan bidan di desa pada tahun 1989. Tahun 1993 program pendidikan bidan B, Akper + 1 th hanya 2 angkatan. Tahun 1993 program pendidikan bidan C, SMP + 3 th di 11 provinsi. Pada kongres VIII IBI di Surabaya, IBI mengeluarkan
Midwifery Update
pg. 43
rekomendasi; agar dasar pendidikan bidan SMU terus diperjuangkan. Tahun 1994 dibuka program bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Pada Tahun 1996 dibuka DIII kebidanan dan tahun 2000 dibuka Program DIV Bidan Pendidik. Tahun 2006 dibuka S2 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Tahun 2008 Dibuka S1 + Profesi Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Tahun 2009 dibuka S1 + Profesi Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Tahun 2011 dibuka S2 Kebidanan di Universitas Andalas Padang dan Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2012 dibuka S2 Kebidanan di Universitas Hassanudin Makassar. Tahun 2013 dibuka S1 + Profesi Kebidanan di Universitas Andalas Padang. Tahun 2014 dibuka S2 Kebidanan di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta. Hingga Tahun 2018 telah berdiri 32 Program Studi Profesi Bidan. Penyelenggaraan pendidikan kebidanan harus memenuhi Standar Nasional
Pendidikan
Kebidanan.
Standar
Nasional
Pendidikan
Kebidanan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. (3) Standar Nasional Pendidikan Kebidanan disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi, asosiasi institusi pendidikan dan Organisasi Profesi Bidan. Jenis Pendidikan Bidan. Pendidikan Kebidanan terdiri atas: a. Pendidikan Akademik; b. Pendidikan Vokasi; dan c. Pendidikan Profesi. Pendidikan akademik Kebidanan terdiri atas: a. Program Sarjana; b. Program Magister; dan
Midwifery Update
pg. 44
c. Program Doktor. Pendidikan vokasi merupakan program diploma tiga Kebidanan. Lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan program pendidikan profesi. Lulusan pendidikan vokasi yang akan menjadi Bidan lulusan pendidikan profesi harus melanjutkan program pendidikan setara sarjana ditambah pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan program lanjutan dari program pendidikan setara sarjana atau program sarjana. Lulusan pendidikan akademik, vokasi dan profesi mendapatkan gelar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Uji Kompetensi Uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yang selanjutnya disebut Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan dan
perilaku
peserta
didik
pada
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang kesehatan. Mahasiswa kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau pendidikan profesi harus mengikuti uji kompetensi yang bersifat nasional. Uji kompetensi merupakan syarat kelulusan pendidikan vokasi atau pendidikan profesi. Uji Kompetensi diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi bidan, lembaga pelatihan tenaga kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi tenaga kesehatan yang terakreditasi. Uji kompetensi ditujukan untuk mencapai standar kompetensi bidan. Bidan
yang
akan
menjalankan
praktik
dan/atau
pekerjaan
keprofesiannya harus kompeten yang di buktikan dengan Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi. Sertifikat Kompetensi diberikan pada lulusan Akademi Kebidanan, sedangkan Sertifikat Profesi diberikan kepada lulusan Sarjana ditambah Program Profesi Kebidanan selama 1 tahun. UU Kebidanan pasal 16, 17, 19 menyebutkan bahwa uji
Midwifery Update
pg. 45
kompetensi diikuti oleh mahasiswa kebidanan pada akhir masa pendidikan sebagai syarat kelulusan pendidikan vokasi atau profesi. Pelaksanaan teknis uji kompetensi mahasiswa kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan. Uji Kompetensi salah satu syarat kelulusan mahasiswa bidang kesehatan dari Perguruan Tinggi sebagai penentuan kelulusan. Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik (UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan). Standar Kompetensi Bidan sudah mendapatkan pengesahan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/Menkes/320/2020 tentang Standar Profesi. Standar Kompetensi Bidan terdiri atas 7 (tujuh) area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi Bidan. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi beberapa komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi kemampuan yang diharapkan di akhir pendidikan. Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi: a.
Etik legal dan keselamatan klien/pasien,
b. Komunikasi efektif, c.
Pengembangan diri dan profesionalisme,
d. Landasan ilmiah praktik kebidanan, e.
Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan,
f.
Promosi kesehatan dan konseling, dan
g. Manajemen dan kepemimpinan.
Midwifery Update
pg. 46
Kompetensi bidan menjadi dasar memberikan pelayanan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Komponen Kompetensi a. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien/pasien 1) Memiliki perilaku profesional. 2) Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan. 3) Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya. 4) Menjaga keselamatan klien/pasien dalam praktik kebidanan. b. Area Komunikasi Efektif 1) Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya. 2) Berkomunikasi dengan masyarakat. 3) Berkomunikasi dengan rekan sejawat. 4) Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain. 5) Berkomunikasi
dengan
para
pemangku
kepentingan
(stakeholders). c. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme 1) Bersikap mawas diri. 2) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional. 3) Menggunakan
dan
mengembangkan
ilmu
pengetahuan,
teknologi dan seni yang menunjang praktik kebidanan dalam rangka pencapaian kualitas kesehatan perempuan, keluarga dan masyarakat. d. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan 1) Bidan
memiliki
pengetahuan
yang
diperlukan
untuk
memberikan asuhan yang berkualitas dan tanggap budaya sesuai ruang lingkup asuhan:
Midwifery Update
•
Bayi Baru Lahir (Neonatus).
•
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
•
Remaja.
•
Masa Sebelum Hamil. pg. 47
•
Masa Kehamilan.
•
Masa Persalinan.
•
Masa Pasca Keguguran.
•
Masa Nifas.
•
Masa Antara.
•
Masa Klimakterium.
•
Pelayanan Keluarga Berencana.
•
Pelayanan Kespro dan Seksualitas Perempuan.
2) Bidan
memiliki
pengetahuan
yang
diperlukan
untuk
memberikan penanganan situasi kegawatdaruratan dan sistem rujukan. 3) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melakukan Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan. e. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan 1) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada bayi baru lahir (neonatus), kondisi gawat darurat dan rujukan. 2) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada bayi, balita dan anak pra sekolah, kondisi gawat darurat dan rujukan. 3) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi kespro pada remaja perempuan. 4) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam upaya promosi kespro pada masa sebelum hamil. 5) Memiliki
ketrampilan
untuk
memberikan
pelayanan
ANC
komprehensif untuk memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan janin serta asuhan kegawatdaruratan dan rujukan. 6) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada ibu bersalin, kondisi gawat darurat dan rujukan. 7) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada pasca keguguran, kondisi gawat darurat dan rujukan. 8) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif Midwifery Update
pg. 48
dan berkualitas pada ibu nifas, kondisi gawat darurat dan rujukan. 9) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada masa antara. 10) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada masa klimakterium. 11) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan berkualitas pada pelayanan KB. 12) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif dan
berkualitas
pada
pelayanan
kespro
dan
seksualitas
perempuan. 13) Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik klinis kebidanan f.
Area Promosi Kesehatan dan Konseling 1) Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi kespro pada perempuan, keluarga dan masyarakat. 2) Memiliki
kemampuan
mengorganisir
dan
melaksanakan
kegiatan promosi kespro dan seksualitas perempuan. 3) Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE, konseling kespro dan seksualitas perempuan. g. Area Manajemen dan Kepemimpinan 1) Memiliki
tentang
konsep
kepemimpinan
dan
pengelolaan
pengetahuan sumber daya kebidanan. 2) Memiliki
kemampuan
melakukan
analisis
faktor
yang
mempengaruhi kebijakan dan strategi pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi dan anak. 3) Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat khususnya dalam kespro perempuan dan anak. 4) Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan lintas sektor. 5) Mampu menerapkan manajemen mutu Pelayanan kesehatan
Midwifery Update
pg. 49
Sertifikat Kompetensi Bidan Sertifikat kompetensi bidan diberikan kepada lulusan yang telah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh organisasi profesi, lembaga pelatihan atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi sesuai dengan peraturan
perundang
–
undangan.
Sertifikat
kompetensi
dapat
diterbitkan oleh perguruan tinggi yang pelaksanaan uji kompetensinya bekerja sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan atau lembaga sertifikasi yang terakeditasi. Pengembangan dipersiapkan
peran
melalui
dan
fungsi
pendidikan.
serta
kompetensi
Pendidikan
kebidanan
Bidan telah
berkembang mulai dari Pendidikan Vokasi (Diploma III Kebidanan), Pendidikan Profesi Bidan, serta Pendidikan Magister Kebidanan. Kualifikasi Bidan yang telah dikembangkan adalah Bidan Vokasi (Lulusan Diploma III Kebidanan, level 5 KKNI) dan Bidan Profesi (Lulusan Pendidikan Profesi Bidan, Level 7 KKNI). Untuk menjamin mutu
lulusan,
diperlukan
adanya
standar
nasional
Pendidikan
Kebidanan. Pengembangan standar Pendidikan Kebidanan mengacu pada core document International Confederation of Midwives (ICM), World Health Organization (WHO), Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN DIKTI) dan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-PT). Materi Pokok 3. Kebijakan Terkini Tentang Pelayanan Kebidanan Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dilaksanakan oleh tenaga bidan yang kompeten, memegang teguh falsafah kebidanan, dilandasi oleh etika dan kode etik bidan, standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional serta didukung sarana dan prasarana yang terstandar. Dalam memenuhi ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan guna memenuhi tuntutan pelayanan kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan, diperlukan standar pelayanan sehingga pelayanan kebidanan disetiap fasilitas
Midwifery Update
pg. 50
pelayanan kesehatan memiliki keseragaman, bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Standar Pelayanan Kebidanan Bidan dapat melakukan pelayanan keprofesiannya di berbagai tingkatan dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan, berdasarkan kompetensi dan kewenangannya
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-
undangan, diantaranya pada pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan jaringannya yaitu klinik, rumah sakit, Praktik Mandiri Bidan (PMB) dan unit kesehatan lainnya. 1. Pelayanan Kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan selain praktik mandiri merupakan pelayanan kebidanan kolaborasi pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah, pelayanan kespro perempuan, serta pelayanan KB, meliputi: a) Asuhan kebidanan esensial dan komprehensif. b) Upaya promotif dan preventif. c) Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi. d) Kolaborasi (Interprofessional health provider collaboration) pada kasus-kasus fisiologis, nonfisiologis maternal neonatal dan kasus-kasus fisiologis dengan penyakit penyerta. e) Pelayanan kebidanan kolaborasi dengan tim kesehatan lain (interprofesional health provider collaboration) dalam Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di FPKTP untuk tindakan prarujukan, dilanjutkan dengan tindakan rujukan. f)
Melakukan koordinasi, pembinaan Posyandu dan berbagai UKBM yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
g) Melakukan koordinasi, supervisi, pengelolaan pelayanan KIA termasuk PWS KIA di wilayah kerja Puskesmas dan jaringannya. h) Melaksanakan tugas pelimpahan dalam menjalankan program pemerintah. i)
Selain melakukan tugas pokoknya, juga berupaya meningkatkan peran aktif masyarakat melalui penggerakan peran serta
Midwifery Update
pg. 51
masyarakat,
pemberdayaaan
masyarakat,
memberikan
pelayanan kesehatan dasar, melaksanakan kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah kesehatan masyarakat (survailens sederhana), kesiap-siagaan kesehatan dan bencana. 2. Pelayanan kebidanan di FKTRL merupakan pelayanan kebidanan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah, pelayanan kespro perempuan, serta pelayanan KB, dibawah koordinasi Dokter penanggungjawab pelayanan. 3. Pelayanan kebidanan pada PMB, merupakan pelayanan kebidanan pada masa pra hamil, hamil, bersalin, nifas, menyusui, masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah serta pelayanan kespro perempuan dan KB, meliputi : a.
Asuhan kebidanan essensial dan komprehensif.
b. Upaya promotif dan preventif. c.
Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi.
d. Melaksanakan tugas pelimpahan dalam menjalankan program Pemerintah. e.
Pertolongan pertama dan stabilisasi kasus kegawat-daruratan maternal neonatal dilanjutkan dengan tindakan rujukan.
Alur Pelayanan Alur Pelayanan Kebidanan berfokus pada Klien/pasien melalui alur yang dapat diakses secara langsung ataupun melalui rujukan. Alur Pelayanan Kebidanan
tersebut
harus
tertuang
dalam
Standar
Prosedur
Operasional (SPO) sesuai dengan tatanan Pelayanan Kebidanan di FPKTP dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FPKRTL) (Gambar Alur Pelayanan Kebidanan). Rujukan kebidanan dapat dilakukan baik melalui rujukan vertikal maupun horizontal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme sistem rujukan. Rujukan vertikal dilakukan dalam rangka
Midwifery Update
pg. 52
kebutuhan Klien/pasien akan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi dan kewenangan yang sesuai, Sedangkan rujukan horizontal dilakukan karena keterbatasan sarana, prasarana dan peralatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang sifatnya sementara atau menetap ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang lebih lengkap. rujukan tersebut harus disertai dengan surat keterangan rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. Alur Pelayanan
Standar Praktik Bidan Standar praktik bidan menjadi acuan dalam menjalankan praktik dan mengidentifikasi masalah operasional dalam memberikan pelayanan. Standar ini mengatur pelayanan kebidanan minimal yang harus dilakukan oleh bidan, sehingga dalam pelaksanaannya masih dapat dikembangkan sesuai kebutuhan di fasilitas pelayanan kesehatan. Standar praktik bidan dilengkapi dengan instrumen audit yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi penerapan standar praktik bidan. Pelaksanaan audit mulai dari mengidentifikasi struktur, sistem dan sarana prasarana serta peralatan yang diperlukan. Hasil audit standar praktik bidan digunakan untuk memperbaiki kinerja bidan dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
Midwifery Update
pg. 53
Praktik kebidanan mencakup: 1. Umum a. Persiapan Kehamilan, Persalinan dan Periode Nifas yang Sehat b. Pendokumentasian 2. Kesehatan Ibu dan Anak a. Pelayanan masa sebelum hamil, 1) Identifikasi kelompok sasaran: remaja putri, catin, PUS 2) Pelayanan kespro masa sebelum hamil bagi remaja putri. 3) Pelayanan kespro masa sebelum hamil bagi catin dan PUS. b. Pelayanan Ibu Hamil 1) Identifikasi Ibu Hamil 2) Pemeriksaan Antenatal dan Deteksi Dini Komplikasi 3) Asuhan Ibu Hamil dengan Anemia 4) Persiapan Persalinan 5) Pencegahan Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak c. Pelayanan Ibu Bersalin Dalam memberikan asuhan persalinan, harus dilakukan secara tim (minimal 2 orang) tenaga kesehatan yang kompeten dalam memberikan pelayanan persalinan dan bayi baru lahir sesuai standar, penanganan awal, stabilisasi dan rujukan kasus kegawatdaruratan maternal neonatal serta dilengkapi peralatan minimal standar. 1) Penatalaksanaan Persalinan Standar penatalaksanaan persalinan terdiri dari 2, yaitu Standar Persalinan Kala I dan Standar Persalinan Kala II sampai dengan Kala IV. 2) Asuhan Ibu Post Partum 3) Asuhan Ibu dan Bayi selama Masa Postnatal d. Pelayanan Kesehatan Anak 1) Asuhan
neonatus
sesuai
dengan
Pedoman
Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial yang meliputi Perawatan Neonatal Esensial saat lahir dan setelah lahir.
Midwifery Update
pg. 54
2) Asuhan
neonatal
melakukan
esensial
kewaspadaan
saat
lahir
standar,
meliputi
Bidan
penilaian
awal,
pencegahan hipotermi, pemotongan dan perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Pencegahan perdarahan (Vit. K1 injeksi), pencegahan infeksi mata (salep mata antibiotika), pemberian imunisasi (HB0), konseling ASI eksklusif, pemberian identitas. 3) Asuhan neonatal esensial setelah lahir meliputi Bidan melakukan memeriksa kesehatan dengan menggunakan pendekatan
Manajemen
Terpadu
Bayi
Muda
(MTBM),
penanganan dan rujukan kasus sesuai MTBM. 4) Memberikan bimbingan pada ibu tentang cara menyusui yang benar, pemberian ASI eksklusif dan melanjutkan menyusui minimal sampai 2 tahun. 5) Melakukan resusitasi, stabilitasi dan transportasi pada neonatus dengan komplikasi yang perlu dirujuk. 6) Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 7) Mengisi buku Kesehatan Ibu dan Anak dan surat keterangan lahir sebagai dasar pembuatan Akte Kelahiran. 8) Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap 9) Pemantauan Tumbuh Kembang Bayi, Anak Balita dan Anak Prasekolah 10) Bidan melakukan bimbingan kepada ibu tentang pemberian makan yang tepat pada balita. 11) Memberikan KIE kepada ibu dengan pemanfaatan Buku KIA, memastikan ibu mengetahui pelayanan kesehatan balita yang harus didapatkan dan memahami cara perawatan balita di rumah. e. Pelayanan Kespro Perempuan dan KB 1) Kespro Perempuan 2) Konseling dan Persetujuan Tindakan Kebidanan 3) Penapisan kelayakan penggunaan kontrasepsi 4) Pelayanan Kontrasepsi Pil dan Kondom 5) Pelayanan Kontrasepsi Suntik
Midwifery Update
pg. 55
6) Pelayanan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 7) Pelayanan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD) 8) Pelayanan Pemeriksaan Inspeculo Visual Acetate (IVA) f.
Pelayanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Kewenangan Bidan Mengacu pada UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan dan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik
Bidan,
dalam
penyelenggaraan
Praktik
Kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita dan anak prasekolah, termasuk kespro perempuan dan KB. a. Pelayanan kesehatan ibu dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu, bidan berwenang: 1) Memberikan asuhan kebidanan pada masa sebelum hamil, termasuk konseling pada masa sebelum hamil; 2) Memberikan asuhan kebidanan pada masa kehamilan normal; 3) Memberikan asuhan kebidanan pada masa persalinan dan menolong persalinan normal; 4) Memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas, menyusui dan pada masa antara dua kehamilan; 5) Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin, nifas dan rujukan; dan 6) Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan, pasca persalinan, masa nifas, serta asuhan pasca keguguran dan dilanjutkan dengan rujukan. b. Pelayanan kesehatan anak dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak, bidan berwenang:
Midwifery Update
pg. 56
1) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita dan anak prasekolah; 2) Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat; 3) Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh kembang dan rujukan; dan 4) Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dilanjutkan dengan perujukan. c. Pelayanan kespro perempuan dan KB. Dalam
menjalankan
tugas
memberikan
pelayanan
kespro
perempuan dan KB, bidan berwenang melakukan komunikasi, informasi, kontrasepsi
edukasi, sesuai
konseling dengan
dan
memberikan
ketentuan
peraturan
pelayanan perundang-
undangan. 1) Penyuluhan dan konseling kespro perempuan dan KB; dan 2) Pelayanan kontrasepsi oral, kondom dan suntikan. d. Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan: 1) Penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan; dan/atau 2) Pelimpahan
wewenang
melakukan
tindakan
pelayanan
kesehatan secara mandat dari dokter. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; Pelimpahan wewenang terdiri atas: a. Pelimpahan secara mandat Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh dokter kepada bidan sesuai kompetensinya. Pelimpahan wewenang secara mandat harus dilakukan secara tertulis. b. Pelimpahan secara delegatif. Pelimpahan wewenang secara delegatif diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah kepada bidan. Pelimpahan wewenang delegatif diberikan dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
Midwifery Update
pg. 57
Pelimpahan
wewenang
secara
delegatif
yang
diberikan
oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam rangka: 1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu 2) Program pemerintah. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Pelaksanaan
tugas
dalam
keadaan
keterbatasan
tertentu
merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat bidan bertugas. Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu oleh bidan yang telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan kompetensi bidan. Pelatihan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Dalam penyelenggarakan pelatihan tersebut Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/atau organisasi profesi terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi. Peran Bidan Dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, bidan dapat berperan sebagai: a.
Pemberi pelayanan kebidanan;
b. Pengelola pelayanan kebidanan; c.
Penyuluh dan konselor;
d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik; e.
Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan; dan/atau
f.
Peneliti.
Midwifery Update
pg. 58
Kualifikasi
Bidan
(Sumber
Daya
Manusia
dalam
Pelayanan
Kebidanan) Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan tenaga bidan yang memiliki kemampuan dalam aspek intensitas kognitif tidak hanya level tahu, komprehensif, dan aplikasi, tetapi perlu memiliki kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi, sehingga mampu berfikir kritis dalam suatu pengambilan keputusan yang tepat serta mampu memahami perasaan klien/pasien yang ditangani (empati). Tenaga bidan di Indonesia terdiri atas : a. Bidan Vokasi. Bidan Vokasi adalah bidan yang telah menyelesaikan program pendidikan
Diploma.
Pendidikan
vokasi
tersebut
merupakan
program Diploma Tiga Kebidanan. Lulusan pendidikan vokasi yang akan menjadi bidan lulusan pendidikan profesi harus melanjutkan program pendidikan setara sarjana atau program sarjana ditambah pendidikan profesi. b. Bidan Profesi Bidan profesi adalah bidan yang lulus dari pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan program lanjutan dari program pendidikan setara sarjana atau program sarjana. Penyelenggaraan Pelayanan Kebidanan di Fasyankes Pelayanan Kebidanan diselenggarakan mulai dari tingkat primer, sekunder, dan tersier yang tersusun dalam suatu mekanisme rujukan timbal-balik Mengacu pada Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional
(SKN),
maka
pelayanan
kebidanan
yang
diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: a. Pelayanan Kebidanan di Tingkat Pertama Primer Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan pelayanan kesehatan masyarakat primer. Pelayanan
Midwifery Update
kesehatan
perorangan
primer
adalah
pelayanan
pg. 59
kesehatan dimana terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga kesehatan yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan sesuai ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jejaringnya, serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun
swasta.
Dilaksanakan
dengan
dukungan
pelayanan
kesehatan perorangan sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik Pelayanan
kesehatan
perorangan
primer
diselenggarakan
berdasarkan kebijakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan masukan dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau dapat disesuaikan dengan lingkungan/kondisi tertentu Dalam
pelayanan
kesehatan
perorangan
termasuk
pula
pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara ilmiah telah terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya. Pelayanan Kebidanan di tingkat pertama/primer, meliputi: 1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial 2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini
Midwifery Update
pg. 60
3) Memberikan Pertolongan Pertama pada keGawat-Daruratan Obstetri Neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra rujukan dan PONED di Puskesmas 4) Pembinaan UKBM termasuk Posyandu. Pelayanan
kesehatan
masyarakat
primer
adalah
pelayanan
peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung
jawab
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
yang
pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan kepada Puskesmas dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. Masyarakat
termasuk
swasta
dapat
menyelenggarakan
pelayanan kesehatan masyarakat primer sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan bekerja sama dengan Pemerintah/Pemerintah Daerah. Pembiayaan ditanggung
pelayanan
oleh
kesehatan
masyarakat
Pemerintah/Pemerintah
Daerah
primer bersama
masyarakat, termasuk swasta. Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib
melaksanakan
masyarakat
primer
dan yang
membiayai
pelayanan
berhubungan
kesehatan
dengan
prioritas
pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan lingkungan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta paliatif. Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung kegiatan lainnya, seperti surveilans, pencatatan dan pelaporan yang diselenggarakan oleh institusi kesehatan yang berwenang.
Midwifery Update
pg. 61
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang secara khusus ditugaskan untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat sesuai keperluan. Pembentukan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
masyarakat
primer
mendukung upaya kesehatan berbasis masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat sekunder. b. Pelayanan Kebidanan di tingkat Kedua/Sekunder Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan,
yang
terdiri
dari
pelayanan
kesehatan
perorangan
sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder. Pelayanan Kebidanan di tingkat kedua/sekunder: 1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial, 2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini, 3) Melakukan
penapisan
(skrining)
awal
kasus
komplikasi
mencegah terjadinya keterlambatan penanganan 4) Kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan kasus (PONEK) Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang meliputi rujukan kasus, spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
Midwifery Update
pg. 62
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder baik rumah sakit setara kelas C serta fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya
milik
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
masyarakat maupun swasta. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder harus memberikan pelayanan kesehatan yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based medicine) serta didukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat tradisional, alternatif dan komplementer dilaksanakan berafiliasi dengan atau di rumah sakit pendidikan. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan sebagai wahana pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan masyarakat tersier. c. Pelayanan Kebidanan di tingkat Tersier Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat tersier. Pelayanan
Kebidanan
ditingkat
tersier
mengikuti
upaya
kesehatan tingkat tersier yaitu upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan tersier serta pelayanan kesehatan masyarakat tersier. Pelayanan Kebidanan di tingkat tersier:
Midwifery Update
pg. 63
1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial, 2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini, 3) Melakukan
penapisan
(skrining)
awal
kasus
komplikasi
mencegah terjadinya keterlambatan penanganan, 4) Kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan kasus PONEK 5) Asuhan Kebidanan/penatalaksaaan kegawatdaruratan pada kasus-kasus kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT) Pelayanan
kesehatan
perorangan
tersier
menerima
rujukan
subspesialistik dari pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter subspesialis
atau
dokter
spesialis
yang
telah
mendapatkan
pendidikan khusus atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah sakit umum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu memberikan
pelayanan
kesehatan
subspesialistik
dan
juga
termasuk klinik khusus, seperti pusat radioterapi. Pemerintah
mengembangkan
berbagai
pusat
pelayanan
unggulan nasional yang berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan menghadapi persaingan global dan regional. Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tersier dapat didirikan melalui modal patungan dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Midwifery Update
pg. 64
Pelayanan kesehatan perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian dan pengembangan dasar maupun terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT) Pelayanan
kesehatan
masyarakat
tersier
menerima
rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait. Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan
Provinsi,
unit
kerja
terkait
di
tingkat
provinsi,
Kementerian Kesehatan, dan unit kerja terkait di tingkat nasional. Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi tanggung
jawab
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
Kementerian
Kesehatan yang didukung dengan kerja sama lintas sektor. Institusi pelayanan kesehatan masyarakat tertentu. Pelayanan/ Praktik Kebidanan dilakukan pada: a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat
yang
digunakan
untuk
menyelenggarakan
upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat. Jenis fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas: 1) Tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan; 2) Pusat kesehatan masyarakat; 3) Klinik; 4) Rumah sakit;
Midwifery Update
pg. 65
5) Apotek; 6) Unit transfusi darah; 7) Laboratorium kesehatan; 8) Optikal; 9) Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan 10) Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional. Yang dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan" dalam UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan antara lain: 1) TPMB yang diselenggarakan oleh bidan lulusan pendidikan profesi, 2) Klinik, 3) Puskesmas dan 4) Rumah sakit. Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB). TPMB adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh bidan lulusan pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan langsung kepada klien/pasien. Bidan dapat berpraktik pada maksimal 2 tempat praktik dengan ketentuan sebagai berikut: 1) 1 (satu) di TPMB dan 1 (satu) di fasilitas pelayanan kesehatan selain dari TPMB. 2) 2 (dua) praktik kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan selain di TPMB. Ketentuan selanjutnya tentang tentang PMB diatur sebagai berikut: 1) Bidan
lulusan
melakukan
pendidikan
praktik
diploma
kebidanan
di
tiga
hanya
fasilitas
dapat
pelayanan
kesehatan. 2) Bidan lulusan pendidikan profesi dapat melakukan praktik kebidanan di TPMB dan di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. PMB dilakukan hanya pada 1 (satu) TPMB.
Midwifery Update
pg. 66
Sesuai aturan peralihan UU No. 4 Tahun 2019 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap orang yang sedang mengikuti
pendidikan
Diploma
Empat
Kebidanan
dapat
berpraktik sebagai bidan lulusan diploma empat di fasilitas pelayanan kesehatan setelah lulus pendidikan kecuali PMB. Pada pasal 41 UU Kebidanan, praktik kebidanan dapat dilakukan di TPMB dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pelayanan kebidanan dilaksanakan oleh bidan mulai dari pelayanan kesehatan tingkat primer, sekunder, dan tertier. Persyaratan Praktik Bidan Untuk memperoleh SIPB, bidan harus mengajukan permohonan kepada Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan: 1) Fotokopi STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli; 2) Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik; 3) Surat pernyataan memiliki tempat praktik; 4) Surat
keterangan
dari
pimpinan
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan tempat bidan akan berpraktik; 5) Pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; 6) Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat; Persyaratan pelayanan
dan
rekomendasi
surat
keterangan
kesehatan
tempat
dari
Organisasi
Profesi.
pimpinan
fasilitas
dari bidan
akan
berpraktik
dikecualikan untuk PMB.
Midwifery Update
pg. 67
Rekomendasi Surat Izin Praktik Bidan Rekomendasi sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses pengurusan Surat Izin Praktik Bidan, yaitu : 1) Surat
Rekoomendasi
dari
kepala
dinas
kesehatan
kabupaten/kota setempat; dan 2) Surat
Rekomendasi
dari
Organisasi
Profesi
(PC
IBI
Kabupaten/Kota. Standar Asuhan Kebidanan Standar
asuhan
kebidanan
adalah
acuan
dalam
proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai
dengan
wewenang
dan
ruang
lingkup
praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, mulai dari pengkajian, perumusan
diagnosa
dan
atau
masalah
kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan Kebidanan. Standar asuhan kebidanan bertujuan sebagai: 1) Acuan
dan
landasan
dalam
melaksanakan
tindakan/
kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan. 2) Mendukung terlaksananya asuhan kebidanan berkualitas 3) Parameter tingkat kualitas dan keberhasilan asuhan yang diberikan bidan 4) Perlindungan hukum bagi bidan dan klien/pasien Standar asuhan Kebidanan terdiri dari: 1) Standar I : Pengkajian Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien/pasien. 2) Standar II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
Midwifery Update
pg. 68
Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat 3) Standar III : Perencanaan Bidan
merencanakan
asuhan
kebidanan
berdasarkan
diagnosa dan masalah yang ditegakkan 4) Standar IV : Implementasi Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan 5) Standar V : Evaluasi Bidan
melakukan
evaluasi
secara
sistematis
dan
berkesinambungan untuk melihat efektifitas dari asuhan yang
sudah
diberikan,
sesuai
dengan
perubahan
perkembangan kondisi klien/pasien 6) Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan Standar Kinerja Bidan Kinerja
Bidan
Kebidanan
berkaitan
kepada
kemampuan
dengan
Klien/pasien
perilaku
Bidan
pelayanan yang
dalam
dan
asuhan
menggambarkan
menjalankan
peran
profesionalnya. Dalam melaksanakan pelayanan kebidanan, bidan harus memperlihatkan kinerja profesional sesuai dengan yang dipersyaratkan meliputi: 1) Kualitas Pelayanan Kebidanan Dalam memberikan pelayanan, bidan harus berorientasi pada
kualitas
melalui
penerapan
standar
pelayanan
kebidanan, berlandaskan etika dan kode etik profesi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Midwifery Update
pg. 69
2) Pendidikan dan Pelatihan Dalam mempertahankan dan meningkatkan kompetensi, bidan harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan berkelanjutan. 3) Kerjasama Dalam melaksanakan pelayanan, bidan harus membangun kerjasama
dengan
semua
pihak
untuk
meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan. 4) Kolaborasi Dalam memberikan pelayanan, bidan melakukan kolaborasi dengan profesi lain sesuai kebutuhan. 5) Pemanfaatan Sumber Daya Penanggung jawab pelayanan dapat menetapkan kebutuhan dan memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien dalam mendukung pelayanan kebidanan berkualitas. Pengendalian Mutu Pengendalian mutu ditetapkan melalui indikator mutu dan upaya perbaikan mutu. 1) Indikator Mutu Sebagai tolok ukur penilaian mutu ditetapkan beberapa indikator mutu pelayanan kebidanan, meliputi: •
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal care sesuai standar 10T
•
Persentase pertolongan persalinan normal oleh bidan
•
Persentase Bayi Baru Lahir (BBL) Normal yang difasilitasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam 1 jam pertama oleh bidan
•
Persentase ibu pasca salin yang berhasil menggunakan Metode
Kontrasepsi
Jangka
Panjang
(MKJP)
yang
difasilitasi oleh bidan
Midwifery Update
pg. 70
2) Upaya Perbaikan mutu Perbaikan mutu dilakukan melalui metode penyeliaan. Penyeliaan dilakukan kepada bidan sebagai profesi, sehingga untuk melaksanakan penyeliaan adalah bidan yang diberi tanggung jawab sebagai penyelia. Bidan penyelia memiliki tugas dan fungsi serta harus memenuhi kualifikasi
dan
kompetensi. Bidan
penyelia
diberikan
tanggung-jawab
menyelia
(mentoring – coaching) kepada bidan lainnya dalam menilai kemampuan dan keterampilan serta kepatuhan bidan yang diselia, melalui pengamatan langsung, kajian dokumen dan wawancara/konseling. Standar pelayanan kebidanan ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan
pelayanan
kebidanan
di
setiap
tatanan
pelayanan kesehatan. Untuk keberhasilan pelaksanaan standar pelayanan kebidanan ini diperlukan komitmen dan kerjasama
semua
pemangku
kepentingan
terkait.
Hal
tersebut akan menjadikan standar pelayanan kebidanan semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh klien/pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra pelayanan kebidanan dan kepuasan klien/pasien atau masyarakat. Dalam upaya perbaikan mutu, pelayanan kebidanan harus memenuhi dimensi mutu pelayanan kesehatan di Indonesia, mengacu pada tujuh dimensi yang digunakan oleh WHO dan lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut: •
Efektif Menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis bukti kepada masyarakat
Midwifery Update
pg. 71
•
Keselamatan Meminimalkan terjadinya kerugian (harm), termasuk cedera dan kesalahan medis yang dapat dicegah, pada pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
•
Berorientasi
pada
klien/pasien
pengguna
layanan
(people-centred) Menyediakan pelayanan yang sesuai dengan preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai individu. •
Tepat waktu Mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian pelayanan Kesehatan
•
Efisien Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dan mencegah pemborosan termasuk alat kesehatan, obat, energi dan ide.
•
Adil Menyediakan
pelayanan
yang
seragam
tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, etnik, tempat tinggal, agama, dan status sosial ekonomi. •
Terintegrasi Menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan, serta menyediakan pelayanan kesehatan pada seluruh siklus kehidupan.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kebidanan, selain meningkatkan kepuasan klien/pasien, juga harus menjamin keselamatan klien/pasien sesuai Permenkes No. 11 tahun 2017 dan penerapan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sesuai
Permenkes
No.
27
tahun
2017.
Sehingga
upaya
peningkatan mutu, keselamatan klien/pasien dan manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dan harus diterapkan dalam memberikan
pelayanan
kebidanan
di
fasilitas
pelayanan
kesehatan. Midwifery Update
pg. 72
Setiap
fasilitas
memberikan
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kebidanan
termasuk
wajib
yang
mengupayakan
keselamatan klien/pasien dengan tujuan menyediakan sistem asuhan yang lebih aman denga ciri-ciri yaitu assesment risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko klien/pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan dampak tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera dan mencegah terjadinya cedera. Dalam
menjalankan
praktik
kebidanan,
bidan
harus
melaksanakan PPI melalui penerapan: 1) Prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi Central of Disease Control (CDC) dan Hospital Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC) merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar, yaitu : •
Kebersihan tangan,
•
Alat Pelindung Diri (APD),
•
Dekontaminasi peralatan perawatan klien/pasien,
•
Kesehatan lingkungan,
•
Pengelolaan limbah,
•
Penatalaksanaan linen,
•
Perlindungan kesehatan petugas,
•
Penempatan klien/pasien,
•
Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin,
•
Praktik menyuntik yang aman dan
•
Praktik lumbal pungsi yang aman
2) Penggunaan antimikroba secara bijak; dan 3) Bundles yang merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih
yang
menghasilkan
perbaikan
keluaran
poses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten. Midwifery Update
pg. 73
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Klien/Pasien, maka dalam
memberikan
pelayanan
kebidanan,
bidan
harus
menerapkan: a. Standar Keselamatan Klien/Pasien, meliputi : 1) Hak klien/pasien; 2) Pendidikan bagi klien/pasien dan keluarga 3) Keselamatan
klien/pasien
dalam
kesinambungan
pelayanan 4) Penggunaan melakukan
metode evaluasi
peningkatan dan
kinerja
peningkatan
untuk
Keselamatan
Pasien 5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan klien/pasien 6) Pendidikan bagi staf tentang keselamatan klien/pasien 7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan klien/pasien. b. Sasaran Keselamatan Klien/Pasien, meliputi : 1) Mengidentifikasi klien/pasien dengan benar; 2) Meningkatkan komunikasi yang efektif; 3) Meningkatkan
keamanan
obat-obatan
yang
harus
diwaspadai; 4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar, 5) Prosedur yang benar, pembedahan pada klien/pasien yang benar; 6) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan 7) Mengurangi risiko cedera klien/pasien akibat terjatuh. c. Tujuh langkah menuju Keselamatan Klien/Pasien 1) Membangun
kesadaran
akan
nilai
keselamatan
Klien/Pasien; 2) Memimpin dan mendukung staf;
Midwifery Update
pg. 74
3) Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; 4) Mengembangkan sistem pelaporan; 5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan klien/pasien; 6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan klien/pasien; dan 7) Mencegah
cedera
melalui
implementasi
sistem
keselamatan klien/pasien. Sistem pelayanan kebidanan harus menjamin pelaksanaan: a. Asuhan klien/pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko klien/pasien; b. Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya; dan c. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Kongres XVI IBI tahun 2018 menghasilkan beberapa keputusan,
salah
satunya
adalah
disyahkannya
standar
pelayanan dan praktik bidan. Dalam kompetensi,
menjalankan
praktik,
kualifikasi
melalui
bidan
wajib
memiliki
sertifikasi/standarisasi,
registrasi dan pemberian lisensi yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi. Hal ini sejalan dengan Pasal 61 UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan yang menyatakan bahwa bidan dalam
melaksanakan
praktik
kebidanan
berkewajiban
memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional.
Midwifery Update
pg. 75
Jabatan Fungsional Bidan Tenaga Bidan yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kebidanan pada fasyankes di lingkungan instansi pemerintah, atau instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya terkait dengan pelayanan kebidanan masuk pada rumpun Jabatan Fungsional Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2017 Tentang Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Kesehatan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Jabatan Fungsional Bidan Jabatan Fungsional Bidan merupakan jabatan fungsional kategori keterampilan dan kategori keahlian. Jenjang Jabatan Fungsional Bidan kategori keterampilan dan kategori keahlian dari jenjang terendah sampai dengan jenjang tertinggi terdiri atas: a. Bidan Terampil (II.c s.d III.d) 1) Bidan Terampil (II.c s.d II.d); 2) Bidan Mahir (III.a s.d III.b); dan 3) Bidan Penyelia (III.c s.d III.d) b. Bidan Ahli (III.a s.d IV.e) 1) Bidan Ahli Pertama (III.a s.d III.b) 2) Bidan Ahli Muda (III.c s.d III.d) 3) Bidan Ahli Madya (IV.a s.d IV.c) dan 4) Bidan Ahli Utama (IV.d s.d IV.e) Jenjang Karir Bidan Pengembangan jenjang karir profesional Bidan merupakan sistem dalam meningkatkan kinerja dan profesionalitas, melalui peningkatan kompetensi dan kewenangan Bidan. Jenjang karir Bidan dapat diperoleh dari Pendidikan formal dan informal yang relevan
sesuai
dengan
pengalaman
praktik
klinis
Bidan.
Kompetensi dan kewenangan yang dilakukan Bidan dalam
Midwifery Update
pg. 76
memberikan pelayanan berdasarkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Jenjang karir diharapkan menjadi pengembangan karir profesional Bidan agar mampu berpikir kritis dan rasional, sehingga
dapat
memberikan
pelayanan
Kebidanan
yang
berkualitas berdasarkan bukti-bukti ilmiah (evidence based). Jenjang karir seorang Bidan yang melakukan pelayanan Kebidanan di fasilitas kesehatan di bedakan menjadi : a. Bidan Praktisi (BP) I adalah Bidan yang memiliki kemampuan melaksanakan asuhan Kebidanan fisiologis pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, bayi dan balita, kespro perempuan dan KB, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-III Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun. Setelah menjalani BP I selama 3 - 6 tahun dapat mengikuti asesmen
menjadi
Bidan
Praktisi
(BP)
II
dengan
persyaratan dan ketentuan yang berlaku. 2) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-IV Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun. Setelah menjalani BP I selama 3 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) II dengan mengikuti persyaratan dan ketentuan yang berlaku. 3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun. Setelah menjalani BP I selama 2 - 4 tahun (2 tahun bila mempunyai sertifikat pelatihan khusus), dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) II. b. Bidan Praktisi (BP) II Adalah jenjang Bidan yang memilki kemampuan melakukan asuhan Kebidanan fisiologis pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, bayi dan balita, kespro perempuan, dan KB
Midwifery Update
pg. 77
dan dengan penyakit
penyerta
serta
bayi
dan
balita
bermasalah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-III Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun. Setelah menjalani BP II masa klinis selama 6 - 9 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III. 2) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-IV Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun. Setelah menjalani BP II masa klinis selama 6 - 9 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III. 3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 3 tahun. Setelah menjalani BP II masa klinis selama 4 7 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III. 4) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Bidan Advance dengan pengalaman kerja 0 tahun. Setelah menjalani BP II selama 3 - 6 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III. c. Bidan Praktisi (BP) III Adalah jenjang Bidan yang memiliki kemampuan melakukan asuhan
Kebidanan
dengan
komplikasi,
patologis,
kegawatdaruratan, pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi, balita dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan D-III Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun. Bidan Praktisi (BP) III yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir D-III Kebidanan akan tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) III sampai memasuki usia pensiun 2) Bidan D-IV
yang
memiliki
Kebidanan
latar
dengan
belakang
pendidikan
pengalaman
kerja
≥ 10 tahun. Setelah menjalani BP II selama 9 - 12 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III.
Midwifery Update
pg. 78
3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 7 tahun. Setelah menjalani BP III selama 6 - 9 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) IV. Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan Bidan Advance dengan pengalaman kerja 5 tahun. Setelah menjalani BP III selama 2 - 4 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) IV. d. Bidan Praktisi (BP) IV Adalah jenjang Bidan yang memiliki kemampuan sebagai supervisor
asuhan
Kebidanan
dengan
masalah
yang
kompleks, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan D-IV Kebidanan dengan pengalaman kerja
≥
19 tahun. Bidan Praktisi (BP) IV yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir D-IV Kebidanan akan tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) IV sampai memasuki usia pensiun. 2) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun. Setelah menjalani BP IV selama 9 - 12 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) V. 3) Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan Bidan Advance dengan pengalaman kerja ≥ 2 tahun. Setelah menjalani BP IV selama 6 - 9 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) V. e. Bidan Praktisi (BP) V Adalah
jenjang
Bidan
yang
memiliki
kemampuan
memberikan konsultasi tentang asuhan Kebidanan pada area s p e s i f i k dan kompleks, mengembangkan managerial, dan keilmuan Kebidanan dalam praktik profesional, dengan ketentuan sebagai berikut :
Midwifery Update
pg. 79
1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 22 tahun akan tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai memasuki usia pensiun. 2) Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan Bidan Advance dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun. Setelah menjalani ( m a s a k l i n i s ) BP IV selama 6 - 9 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) V. Bidan Praktisi (BP) V yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir Bidan Advence akan tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai memasuki usia pensiun. Komite Keperawatan Dan Kebidanan Keputusan
Kongres
012/SKEP/Kongres
XVI
Ikatan
Bidan
XVI/IBI/X/2018
Indonesia
tentang
Nomor:
Rekomendasi
Kongres XVI IBI 2018 pada Point 4 yang menyatakan “Komite Keperawatan di Rumah Sakit Pada Permenkes No. 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit mengakomodir pembinaan pelayanan Kebidanan dan keperawatan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tenaga Kebidanan merupakan bagian dari Tenaga Keperawatan. Dengan lahirnya Undang-Undang Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014, pengelompokan tenaga bidan masuk pada rumpun tersendiri pada rumpun kebidanan dan terpisah dari rumpun keperawatan, sehingga Permenkes No. 49 Tahun 2013 perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Tenaga Kesehatan No. 36 Tahun 2014. Berdasarkan hal tersebut di atas, Kongres XVI IBI Tahun 2018 mengusulkan: Penyesuaian nama Komite Keperawatan menjadi Komite Keperawatan dan Kebidanan di Rumah Sakit.
Midwifery Update
pg. 80
Saat ini Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit
sedang
dalam
perubahan/revisi
tahap
yang
peninjauan
didalamnya
akan
kembali
untuk
mengakomodir
penyesuaian nomenklatur menjadi “Komite Keperawatan dan Kebidanan”. Praktik Kebidanan dalam mendukung Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Implementasi Program Indonesia Sehat dari Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2018 tentang SPM Bidang Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2019
Tentang
Standar
Teknis
Pemenuhan
Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan menggunakan pendekatan keluarga mengacu pada Permenkes No. 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga/ PIS-PK) dan Pelibatan lintas sektor dan seluruh aktor pembangunan termasuk masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat mengacu pada Inpres no. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Standar
Pelayanan
Minimal
(SPM)
adalah
untuk
pemenuhan hak dasar setiap warga negara untuk setiap kelompok umur dengan pencapaian 100%. Setiap keluarga akan menjadi sasaran untuk SPM, dan beberapa indikator SPM sangat terkait dengan praktik/ pelayanan kebidanan.
Midwifery Update
pg. 81
SPM TERKAIT KESEHATAN KELUARGA PP 2/ 2018 TENTANG SPM BIDANG KESEHATAN PERMENKES NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA SPM BIDANG KESEHATAN
NO
PERNYATAAN STANDAR
NO
PERNYATAAN STANDAR
1 Se#ap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.
8
2 Se#ap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar.
9
Se#ap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Se#ap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
3 Se#ap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
10 Se#ap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
4 Se#ap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
11 Se#ap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar. 12 Se#ap orang berisiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
5 Se#ap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar. 6 Se#ap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar. 7 Se#ap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK)
merupakan
Puskesmas
upaya
dalam
pro
aktif
menjangkau
dari
tenaga
seluruh
kesehatan
keluarga
untuk
meningkatkan promotif, preventif dan deteksi dini. Sedangkan Germas merupakan dukungan lintas sektor dalam upaya mendukung peningkatan derajat kesehatan keluarga antara lain melalui
Rumah
Desa
Sehat
(RDS),
Usaha
Kesehatan
Sekolah/Madrasah (UKS/M), Usaha Kesehatan Kerja (UKK). Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Gerakan
menginstruksikan
Masyarakat seluruh
Hidup
Kementerian
Sehat dan
telah
Lembaga,
Gubernur, serta Bupati dan Walikota untuk bahu-membahu melaksanakan dan menyukseskan GERMAS di wilayah dan lingkup tugas masing-masing. Sebagai contoh, dalam Instruksi tersebut
Kementerian
Agama
diberikan
amanat
untuk
menyelenggarakan bimbingan kesehatan bagi calon pengantin. Hal ini kemudian telah ditindaklanjuti melalui kerja sama antara Kementerian
Agama
dan
Kementerian
Kesehatan
dalam
penyusunan materi dan pelaksanaan orientasi komunikasi,
Midwifery Update
pg. 82
informasi dan edukasi (KIE) kespro calon pengantin bagi penyuluh pernikahan di seluruh provinsi. Referensi -
-
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 320 tahun 2020 tentang Standar Profesi Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/4394/2020 Tentang Registrasi Perizinan Tenaga Kesehatan Pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid – 19) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (PAN-RB) Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Jabatan Fungsional Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
Midwifery Update
pg. 83
BAB III ADAPTASI PELAYANAN KEBIDANAN (KIA-KESPRO) DI MASA PANDEMI COVID- 19
A.
Deskripsi Singkat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. PPI merupakan sasaran kelima dari 6 sasaran keselamatan pasien sehingga penerapan PPI terkait langsung dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Bidan. penerapan program PPI
di fasilitas
Sesi ini membahas tentang
pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kebidanan. B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami tentang Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu: a. Memahami dan menerapkan prinsip kewaspadaan isolasi b. Memahami dan menerapkan kebersihan tangan dengan baik dan benar c. Memahami dan menerapkan penggunaan dan pelepasan APD dengan baik dan benar d. Melakukan pemrosesan peralatan bekas pakai e. Memahami dan menerapkan pengelolaan limbah f.
Memahami dan menerapkan pengelolaan linen
g. Memehami dan menerapkan pengelolaan lingkungan h. Memahami dan menerapkan penyuntikan yang aman i.
Midwifery Update
Memehami dan menerapkan kebersihan pernafasan/etika batuk
pg. 84
j.
Memahami dan menerapkan penempatan pasien
k. Memahami dan menerapkan perlindungan kesehatan petugas. l.
Memahami dan menerapkan protokol kesehatan pada masa pandemi covid-19
C.
Materi Pokok 1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi a. Pengertian PPI b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan c.
Ruang lingkup program PPI
2. Prinsip Kewaspadaan Isolasi a. Kewaspadaan standar b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi 3. Kebersihan Tangan a. Pengertian Kebersihan b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan c.
Jenis-jenis kebersihan tangan
d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan 4. Penggunaan dan Pelepasan APD a. Pengertian APD b. Indikasi penggunaan APD c.
Jenis-jenis APD
d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD e.
Prosedur pemasangan APD
f.
Prosedur pelepasan APD
5. Pemrosesan Peralatan Habis Pakai a. Pengertian peralatan habis pakai b. Kategori peralatan perawatan pasien menurut dr. E. Spoulding c. Tahapan pemrosesan peralatan habis pakai d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal f. Proses Peralatan Non Kritikal g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril h. Hal yang perlu diperhatikan
Midwifery Update
pg. 85
i. Alur dekontaminasi peralatan habis pakai 6. Pengelolaan Limbah a. Jenis dan pengertian limbah b. Pengelolaan Limbah Infeksius c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam e. Metode Manajemen Limbah 7. Penatalaksanaan Linen a. Jenis-jenis linen b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen 8. Pengelolaan Lingkungan a. Pengelolaan Air b. Konstruksi bangunan c. Ventilasi Ruangan 9. Penyuntikan Yang Aman a. Prinsip penyuntikan yang aman 10.Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk a. Prosedur Etika Batuk 11.Penempatan Pasien a. Prinsip Penempatan Pasien 12.Perlindungan Kesehatan Petugas a. Prosedur perlindungan Kesehatan petugas b. Prinsip Penanganan paska pajanan c. Tatalaksana paska pajanan 13. Penerapan Protokol Kesehatan dimasa pandemi Covid-19 a. Alur dan triage b. Pelaksanaan skrining c. Penolakan skrining D.
Uraian Materi Materi Pokok 1: Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi a. Pengertian Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Midwifery Update
pg. 86
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. PPI merupakan upaya untuk memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima pelayanan
kesehatan
pada
berbagai
fasilitas
kesehatan.
PPI
dilakukan terhadap infeksi terkait pelayanan atau Health Care Associated Infections (HAIs) dan infeksi yang bersumber dari masyarakat. b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan Kesehatan Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI. c. Ruang lingkup program PPI Ruang lingkup program PPI meliputi 1) Kewaspadaan isolasi yang terdiri dari: kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi 2) Bundles HAIs 3) Surveilans HAIs 4) Pendidikan dan pelatihan 5) Penggunaan anti mikroba yang bijak Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection Control Risk Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara berkala. Penerapan PPI disesuaikan dengan pelayanan yang di lakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Di dalam modul ini
Midwifery Update
pg. 87
pembahasan difokuskan pada penerapan kewaspadaan standar khususnya tentang: kebersihan tangan, penggunaan dan pelepasan APD, pengelolaan alat habis pakai, pengelolaan limbah dan pengelolaan linen. Materi Pokok 2: Kewaspadaan Isolasi Pelaksanaan
Pencegahan
dan
Pengendalian
Infeksi
di
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi. a. Kewaspadaan standar Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam pelayanan seluruh pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, baik yang telah didiagnosis, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Kewaspadaan standar diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum maupun setelah pasien di diagnosis dan sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium. Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan termasuk bidan berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas untuk menerapkan kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Di dalam PMK No 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ditetapkan ada 11 (sebelas) komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan standar. Dari kesebelas komponen tersebut hanya sepuluh komponen yang dapat
diterapkan
di
Fasilitas
Kesehatan
Tingkat
Pertama
(FASYANKES) termasuk di Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB)
Midwifery Update
pg. 88
Sepuluh komponen kewaspadaan standar sebagai berikut: 1) Kebersihan
tangan:
Kebersihan
tangan
mencakup
membersihkan tangan dengan air bersih mengalir dan sabun. kemudian mengeringkan tangan dengan handuk pribadi atau tisu, jika tidak tersedia air bersih mengalir dapat digunakan antiseptik berbahan dasar alkohol (jika tangan tidak terlihat kotor secara fisik). 2) Alat Pelindung Diri (APD): adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit. APD harus digunakan sesuai dengan indikasi dan risiko paparan 3) Pengendalian
Lingkungan:
adalah
upaya
mengendalikan
lingkugan melalui perbaikan kualitas air, udara dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan. 4) Pengelolaan
Limbah
Hasil
Pelayanan
Kesehatan:
untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung, masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi termasuk dari risiko cedera dan pencemaran lingkungan akibat pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan tidak sesuai prinsip PPI. 5) Pengelolaan Peralatan Pasien bekas pakai dan Alat Medis lainnya:
adalah
proses
pengelolaan,
dekontaminasi
dan
pengemasan berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal dan non kritikal. 6) Pengelolaan
Linen:
meliputi
pengumpulan,
pengangkutan,
pemilahan dan pencucian linen yang sesuai dengan prinsip PPI 7) Penyuntikan Yang Aman: adalah penyuntikan yang dilakukan dengan mengindahkan prinsip-prinsip penyuntikan yang benar sejak saat persiapan, penyuntikan obat hingga penanganan alatalat bekas pakai, sehingga aman untuk pasien dan petugas dari risiko cedera dan terinfeksi dengan prinsip satu spuit, satu jenis obat dan satu prosedur penyuntikan.
Midwifery Update
pg. 89
8) Kebersihan pernapasan (etika batuk/bersin): adalah tata cara batuk atau bersin yang baik dan benar sehingga bakteri tidak menyebar ke udara, tidak mengkontaminasi barang atau benda sekitarnya. Tenaga kesehatan harus memastikan bahwa pasien dan tenaga kesehatan menjalankan kebersihan pernapasan dan menutup hidung dan mulut saat bersin atau batuk dengan tisu atau siku yang terlipat, kemudian membuang tisu ke tempat sampah infeksius. 9) Penempatan Pasien: adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi (kontak, udara dan droplet) agar pelayanan
berjalan
efektif
dan
efisien
dengan
tetap
mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan pasien dan petugas kesehatan. 10) Perlindungan
Kesehatan
Petugas:
bertujuan
melindungi
kesehatan dan keselamatan petugas dari risiko pajanan penyakit infeksi. b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan isolasi, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan pada saat memberikan pelayanan baik pada kasus yang belum maupun yang sudah terdiagnosa penyakit infeksinya. Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan memutus rantai penularan penyakit lewat kontak, droplet, udara, vehikulum dan vektor (serangga dan binatang pengerat). Perlu diketahui bahwa, transmisi suatu penyakit infeksi dapat terjadi melalui satu cara atau lebih. Pembahasan kewaspadaan transmisi yang akan di fokuskan pada transmisi kontak, droplet dan udara, sebagai berikut: 1) Kewaspadaan Transmisi Kontak Kewaspadaan transmisi kontak adalah kewaspadaan yang dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan
Midwifery Update
pg. 90
melalui kontak langsung (menyentuh kulit, lesi, sekresi atau cairan tubuh yang terinfeksi) atau kontak tidak langsung (melalui tangan petugas atau orang lain saat menyentuh peralatan, air, makanan atau sarana lain). Penyakit yang dapat ditularkan melalui transmisi kontak antara lain HIV/AIDS, Hepatitis B, Diare, Scabies, dll. 2) Kewaspadaan Transmisi Droplet Kewaspadaan transmisi droplet adalah tindakan pencegahan untuk menghindari penularan penyakit infeksi melalui droplet (sekresi yang dikeluarkan melalui saluran pernapasan) pada saat batuk, bersin atau berbicara. Karena sifatnya droplet maka biasanya tidak akan terpercik jauh, tidak melayang diudara namun akan jatuh pada suatu permukaan benda. Berbagai studi menunjukkan bahwa mukosa hidung, konjungtiva dan mulut, merupakan portal masuk yang rentan untuk virus penyebab infeksi pernapasan (CDC dan Hall et al, 1981). Penyakit infeksi yang dapat ditularkan melalui droplet antara lain Influenza, ISPA, SARS, Covid-19, Pertusis, dll. 3) Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne) Kewaspadaan transmisi udara adalah tindakan pencegahan yang dirancang untuk mencegah penyebaran infeksi yang ditularkan melalui
udara
akibat
menghirup
atau
mengeluarkan
mikroorganisme dari saluran napas. Secara teoritis partikel yang berukuran < 5 µm (aerosol) dikeluarkan dari saluran pernapasan dan dapat tetap melayang di udara untuk beberapa waktu. Sumber penularan juga dapat dihasilkan dari tindakan yang menghasilkan aerosol, pengisapan cairan, induksi dahak atau endoskopi. Penyakit infeksi yang bisa ditularkan melalu udara antara lain: TB, virus (Afian flu, Covid, SARS, Varicella, Campak, dll).
Midwifery Update
pg. 91
Materi Pokok 3. Kebersihan Tangan a. Pengertian Kebersihan Tangan Kebersihan tangan adalah cara membersihkan tangan dengan menggunakan
sabun
dan
air
mengalir
bila
tangan
terlihat
kotor(terkena cairan tubuh), atau menggunakan cairan yang berbahan dasar alkohol (alcohol – based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kebersihan tangan dianggap sebagai salah satu elemen terpenting dari PPI. Infeksi sebagian besar dapat dicegah melalui kebersihan tangan dengan cara yang benar dan dengan waktu yang tepat (WHO, 2019). Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada pekerjaan tanpa melibatkan tangan, sehingga tangan petugas kesehatan yang terkontaminasi merupakan cara penularan utama mikro organisme di fasilitas pelayanan kesehatan. Bakteri patogen berpindah dari tangan petugas ke pasien atau sebaliknya atau dari lingkungan yang terkontaminasi. b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan 1) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen (waktu)
serta
6
(enam)
langkah
kebersihan
tangan
dan
melaksanakan dengan benar, melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun jika tangan kotor serta menggunakan cairan berbahan dasar alkohol jika tangan tampak bersih. 2) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 (lima) momen sebagaimana tertera dalam gambar berikut ini:
Gambar: Lima momen untuk kebersihan tangan Sumber: WHO, 2009
Midwifery Update
pg. 92
3) Mematuhi langkah langkah kebersihan tangan secara berurutan dengan baik dan benar. 4) Tersedia sarana kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun dalam dispenser tertutup dan/atau cairan berbahan dasar alkohol. 5) Sebelum melakukan kebersihan tangan, jaga kebersihan tangan individu dengan memastikan kuku tetap pendek, bersih dan bebas dari pewarnaan kuku dan tidak menggunakan kuku palsu, hindari pemakaian asesoris tangan (jam tangan, perhiasan), tutupi luka atau lecet dengan pembalut anti air. 6) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein dan lemak. 7) Bebaskan
area
tangan
sampai
pergelangan
tangan
jika
menggunakan baju lengan panjang (digulung ke atas). 8) Gunakan
bahan
yang
mengandung
alkohol
untuk
mendekontaminasi tangan secara rutin, bila tangan tidak jelas terlihat kotor. 9) Sabun cair dianjurkan didalam botol yang memiliki dispenser, jika menggunakan sabun batangan maka sabun di potong kecil untuk sekali pakai. 10) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan, jika tidak memungkinkan dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci kembali. c. Jenis-jenis kebersihan tangan 1) Membersihkan
tangan
dengan
sabun
dan
air
mengalir
(handwash). 2) Menggunakan cairan berbahan dasar alkohol 70% (handrub) d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan 1) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir •
Indikasi: cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan ketika tangan terlihat kotor atau ketika akan
Midwifery Update
pg. 93
menggunakan sarung tangan yang dipakai dalam perawatan pasien. •
Prosedur: -
Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan (cincin, jam tangan) tidak terpakai dan kuku harus pendek serta tidak mengunakan pewarna kuku (kuteks dll).
-
Jika lengan atas sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan terlebih dahulu dengan menaikan lengan atas sampai ke 2/3 tangan ke arah siku tangan.
-
Atur aliran air sesuai kebutuhan.
-
Basahi tangan dan ambil cairan sabun/sabun antiseptik ± 2 cc ke telapak tangan, lakukan langkah kebersihan tangan dengan langkah berikut:
Gambar: Langkah cuci tangan dengan sabun dan air mengalir) Sumber: WHO, 2009
Midwifery Update
pg. 94
2) Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol (Alcohol Based Hand Rub = ABHR) atau handrub. •
Indikasi: handrub berbahan dasar alkohol digunakan untuk membersihkan
tangan
bila
terlihat
tidak
kotor
atau
terkontaminasi atau bila cuci tangan dengan air mengalir sulit untuk di akses (misalnya: di ambulans, homecare, imunisasi di luar gedung, pasokan air yang terputus, dan lain-lain). •
Prosedur: -
Siapkan handrub (kemasan siap pakai dari pabrik atau campuran 97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin, jika dibuat secara masal tidak lebih dari 50 liter persekali pembuatan). Jika sudah tersedia dalam produk siap pakai maka ikuti instruksi pabrik cara penggunaannya.
-
Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol dengan waktu 20 – 30 detik
Gambar: Langkah kebersihan tangan dengan handrub Sumber: WHO, 2009
Midwifery Update
pg. 95
Materi Pokok 4. Penggunaan dan Pelepasan APD a. Pengertian APD APD adalah pakaian khusus atau peralatan yang dipakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya yang ada di lingkungan kerja. Pemakaian APD bertujuan melindungi kulit dan membran mukosa dari risiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya. b. Indikasi penggunaan APD Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik
darah,
cairan
tubuh
atau
kemungkinan
pasien
terkontaminasi dari petugas. Penggunaan APD Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus dipatuhi : 1) Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan: •
Risiko terpapar Alat pelindung diri digunakan oleh orang yang berisiko terpajan dengan pasien atau material infeksius seperti tenaga kesehatan, petugas kebersihan, petugas instalasi sterilisasi , petugas laundri dan petugas ambulans di Fasyankes.
•
Dinamika transmisi. Transmisi penularan COVID-19 ini adalah droplet dan kontak. APD yang digunakan antara lain : -
Gaun /gown,
-
Sarung tangan,
-
Masker N95/bedah,
-
Pelindung kepala
-
Pelindung mata (goggles)
-
Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan pelindung wajah (face shield) Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu terjadinya aerosol seperti intubasi trakea, ventilasi non
Midwifery Update
pg. 96
invasive, trakeostomi, resusitasi jantung paru, ventilasi manual
sebelum
intubasi,
nebulasi
dan
bronskopi,
pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan high-speed air driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan, pengambilan swab. APD yang digunakan antara lain: -
Gaun/gown,
-
Sarung tangan,
-
Masker N95,
-
Pelindung kepala,
-
Pelindung mata (goggles)
-
Pelindung wajah (face shield)
-
Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan apron, 2) Cara “ memakai “dengan benar 3) Cara “melepas” dengan benar 4) Cara mengumpulkan (disposal) setelah di pakai. APD yang dipakai untuk merawat pasien terduga atau terkonfirmasi Covid19 harus dikategorikan sebagai material infeksius. Tidak diperlukan prosedur khusus dan penanganannya sama dengan linen infeksius yang lain. Semua APD baik disposable atau reuseable harus dikemas secara terpisah (dimasukkan ke dalam kantong plastik infeksius atau tempat tertutup) yang diberi label dan anti bocor. Hindari melakukan hal-hal di bawah ini : •
Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain (misal di atas loker atau di atas meja).
•
Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke kantong plastik infeksius atau tempat tertutup.
•
Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup berisikan APD terlalu penuh.
Midwifery Update
pg. 97
c. Jenis-jenis APD APD terdiri dari: 1) Pelindung tangan (sarung tangan), 2) Pelindung pernafasan (masker atau respirator), 3) Pelindung wajah dan mata, 4) Kap penutup kepala, 5) Pelindung tubuh (apron/gaun), 6) Pelindung kaki (sandal/sepatu tertutup/sepatu boot).
Penutup (hair cap)
kepala
Pelindung
Mata
Pelindung wajah (face shield)
(goggles)
Pelindung Pelindung
pernapasan pernapasan (masker (masker bedah) N 95)
Penutup Gown
Midwifery Update
tubuh: Penutup apron
Baju/pakaian kerja
tubuh: Sarung
tangan
lateks
pg. 98
Penutup alas kaki Sepatu boots (untuk pertolongan persalinan) (shoe cover) Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD 1) Menyentuh mata, hidung dan mulut saat menggunakan APD. 2) Menyentuh bagian depan masker. 3) Mengalungkan masker di leher. 4) Menggantung APD di ruangan kemudian mengunakan kembali. 5) Menggunakan APD keluar dari area perawatan 6) Membuang APD dilantai 7) Menggunakan sarung tangan berlapis saat bertugas apabila tidak dibutuhkan. 8) Menggunakan sarung tangan terus menerus tanpa indikasi. 9) Menggunakan sarung tangan saat menulis, memegang rekam medik pasien, memegang handle pintu, memegang HP. 10) Melakukan kebersihan tangan saat masih menggunakan sarung. e. Prosedur pemasangan APD Langkah – Langkah Pemakaian APD Gaun/Gown menurut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 edisi 5 Juli 2020: 1) Lepaskan semua aksesoris di tangan seperti cincin, gelang dan jam tangan. 2) Petugas kesehatan masuk ke antero room/ruang ganti, setelah memakai scrub suit di ruang ganti. 3) Cek APD untuk memastikan APD dalam keadaan baik dan tidak rusak.
Midwifery Update
pg. 99
4) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah. 5) Kenakan sepatu pelindung (boots). Jika petugas menggunakan sepatu kets atau sepatu lainnya yang tertutup maka petugas menggunakan pelindung sepatu (shoe covers) dengan cara pelindung sepatu dipakai di luar sepatu petugas dan menutupi celana panjang petugas. 6) Pakai gaun bersih yang menutupi badan dengan baik dengan cara: pertama memasukkan bagian leher kemudian mengikat tali ke belakang dengan baik. Pastikan tali terikat dengan baik. 7) Pasang masker bedah dengan cara letakkan masker bedah di depan hidung dan mulut dengan memegang ke dua sisi tali kemudian tali diikat ke belakang. 8) Bila menggunakan masker N95 maka perlu melakukan seal check dengan cara menarik nafas yang akan menyebabkan masker
N95
mengempis,
kemudian
tiup
masker
untuk
merasakan adanya aliran udara di dalam masker. 9) Pasang pelindung mata (goggles) rapat menutupi mata. Apabila petugas kesehatan akan melakukan tindakan aerosol maka petugas kesehatan dapat menambahkan pelindung wajah (face shield)
setelah
pemasangan
pelindung
kepala
dengan
menempatkan bando face shield di atas alis dan pastikan pelindung wajah menutupi seluruh wajah sampai ke dagu. 10) Pasang pelindung kepala yang menutupi seluruh bagian kepala dan telinga dengan baik. 11) Pasang sarung tangan dengan menutupi lengan gaun. f.
Prosedur pelepasan APD Untuk pelepasan APD harus dilakukan dengan seksama serta urutan yang benar agar tidak mengkontaminasi diri sendiri, serta menyebarkan infeksi pada lingkungan. Langkah – langkah pelepasan APD dengan menggunakan gaun: 1) Petugas kesehatan berdiri di area kotor.
Midwifery Update
pg. 100
2) Lepaskan sarung tangan dengan cara pegang bagian luar sarung tangan dengan tangan lainnya yang masih memakai sarung tangan, kemudian lepaskan. Pegang sarung tangan yang sudah dilepaskan dengan tangan yang masih memakai sarung tangan. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan dibawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan, lepaskan sarung tangan diatas sarung tangan pertama, kemudian masukkan kedua sarung tangan ke tempat limbah infeksius.
Gambar: cara melepaskan sarung tangan. Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
3) Buka gown perlahan dengan membuka ikatan tali di belakang kemudian merobek bagian belakang leher lalu tangan memegang sisi bagian dalam gown melipat bagian luar ke dalam dan usahakan bagian luar tidak menyentuh pakaian petugas lalu dimasukkan ke tempat sampah infeksius.
Gambar: cara melepaskan sarung tangan. Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
Midwifery Update
pg. 101
4) Lakukan disinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah. 5) Buka pelindung kepala dengan cara memasukkan tangan ke sisi bagian dalam pelindung kepala dimulai dari bagian belakang kepala sambil melipat arah dalam dan perlahan menuju ke bagian depan dengan mempertahankan tangan berada di sisi bagian dalam pelindung kepala kemudian segera masukkan ke tempat sampah infeksius. 6) Apabila petugas menggunakan pelindung wajah (face shield), buka face shield perlahan dengan memegang belakang face shield lalu dilepaskan dan menjauhi wajah petugas kemudian pelindung wajah di masukkan ke dalam kotak tertutup. Lakukan desinfeksi tangan sebelum membuka pelindung mata (goggles).
Gambar: cara melepaskan sarung tangan. Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
7) Buka pelindung mata (goggles) dengan cara menundukkan sedikit kepala lalu pegang sisi kiri dan kanan pelindung mata (goggles) secara bersamaan, lalu buka perlahan menjauhi wajah petugas kemudian goggles di masukkan ke dalam kotak tertutup. Lakukan desinfeksi tangan sebelum melepaskan masker.
Midwifery Update
pg. 102
Gambar: Cara melepaskan goggles Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
8) Lepaskan masker bedah dengan cara menarik tali masker bedah secara perlahan kemudian dimasukkan ke tempat sampah infeksius. 9) Apabila memakai masker N95, maka tarik karet masker dari belakang kepala ke arah depan. Lakukan desinfeksi tangan setelah melepas masker.
Gambar: melepaskan masker N95 dengan menarik tali yang paling bawah terlebih dahulu. Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
10) Buka sepatu boots. Bila memakai pelindung sepatu, buka pelindung sepatu dengan cara memegang sisi bagian dalam dimulai dari bagian belakang sepatu sambil melipat arah dalam dan perlahan menuju ke bagian depan dengan mempertahankan
Midwifery Update
pg. 103
tangan berada di sisi bagian dalam pelindung sepatu kemudian segera masukkan ke tempat sampah infeksius. 11) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau lakukan desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah. 12) Setelah membuka pakaian kerja/baju scrub, petugas harus segera mandi untuk selanjutnya memakai baju biasa. Materi Pokok 5. Pemrosesan Peralatan Bekas Pakai a. Pengertian Pemrosesan Peralatan Bekas Pakai adalah proses pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal dan non kritikal. b. Kategori peralatan kesehatan menurut dr. Earl Spoulding Jenis peralatan kesehatan menurut Dr.Earl Spaulding, berdasarkan penggunaan dan risiko infeksinya, sebagai berikut: 1) Peralatan kritikal adalah alat-alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau jaringan lunak. Semua peralatan kritikal wajib dilakukan sterilisasi yang menggunakan panas. Contoh: semua instrumen bedah, periodontal scalier dan lain- lain. 2) Peralatan semi-kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan membran mukosa saat dipergunakan. Semua peralatan semikritikal wajib dilakukan minimal Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) atau apabila terdapat alat yang tahan terhadap panas, maka dapat dilakukan sterilisasi menggunakan panas. Contoh Ambu bag, ETT, handpiece, speculum, dan lain lain. 3) Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan hanya menyentuh permukaan kulit saja (kulit utuh). Contoh: tensimeter, stethoscope dan lain lain. c. Tahapan pemrosesan Tahapan pemrosesan pre cleaning di mulai pada tahap awal pembersihan dengan penyemprotan (flushing) menggunakan air
Midwifery Update
pg. 104
mengalir atau direndam dengan larutan detergen, dilanjutkan pembersihan (cleaning) dan pengeringan. Langkah-langkah pemrosesan sebagai berikut: 1) Menggunakan APD: petugas memakai APD sesuai indikasi dan jenis paparan terdiri dari topi, gaun atau apron, masker, sarung tangan rumah tangga dan sepatu tertutup. 2) Pre-Cleaning: semua peralatan atau alat medis yang telah dipergunakan, pertama kali dilakukan pembersihan awal (precleaning) dengan merendam seluruh permukaan peralatan kesehatan menggunakan enzymatik 0,8 % atau detergen atau glutaraldehyde 2 %, atau sesuai instruksi pabrikan selama 10 – 15 menit untuk menghilangkan noda darah, cairan tubuh 3) Pembersihan atau pencucian : melalui proses secara fisik untuk membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati untuk membuang sejumlah mikroorganisme dengan mencuci dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzimatik kemudian membilas dengan
air
bersih,
dan
dikeringkan.
Pembersihan
dapat
dilakukan, sebagai berikut: •
Pembersihan manual dengan mengunakan sikat (sesuai kebutuhan) atau yang disarankan oleh produsen alat, lalu bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 ᴼC – 50 ᴼC, lebih disarankan menggunakan air deionisasi atau air sulingan. Selanjutnya dicuci, dibilas dengan air mengalir kemudian tiriskan (keringkan) untuk proses selanjutnya.
•
Pembersihan mekanik dengan menggunakan mesin cuci khusus untuk meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan lebih aman untuk petugas. Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan alat atau instrumen. Alat pembersih tesebut juga perlu dilakukan pembersihan secara rutin
4) Proses Pengemasan Pastikan semua peralatan yang akan disterilkan dilakukan pengemasan dengan membungkus semua alat-alat untuk menjaga keamanan dan efektivitas sterilisasi
Midwifery Update
pg. 105
dengan menggunakan pembungkus kertas khusus atau kain (linen), dengan prinsip sebagai berikut: •
Prosedur pengemasan harus mencakup: label nama alat, tanggal pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang dikemas, penempatan alat dalam kemasan, dan penempatan indikator kimia eksternal dan internal (untuk memastikan bahwa alat tersebut sudah dilakukan sterilisasi).
•
Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
•
Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil saat akan digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi.
•
Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka dan dilengkapi masa kedaluwarsa.
•
Kemasan harus mudah dibuka, isinya mudah diambil tanpa menyebabkan
kontaminasi
dan
dapat
menahan
mikroorganisme, kuat, tahan lama, mudah digunakan, tidak mengandung bahan beracun, segelnya baik. •
Bahan untuk pengemasan dapat berupa: bahan kertas film, bahan plastik atau bahan kain (linen
Gambar. Contoh pengemasan alat kesehatan Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Midwifery Update
pg. 106
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal Sterilisasi peralatan kritikal dapat menggunakan autoklaf atau panas kering adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora dengan menggunakan uap tekanan tinggi, panas kering (oven). Proses sterilisasi dilakukan dengan catatan sebagai berikut: Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam sterilization or autoklaf): 1) Pastikan temperatur uap maksimum, yaitu sekitar 250 ᴼF (121 ᴼC) dengan tekanan 15 Psi (Pounds per Square Inch) dalam waktu 15-20 menit atau dalam suhu 273 ᴼF (134 ᴼC) dengan tekanan 30 Psi dalam waktu 3-5 menit. 2) Proses sterilisasi dengan autoklaf membutuhkan waktu 30 menit dihitung sejak suhu mencapai 121 ᴼC. 3) Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka dan tidak terkunci selama proses sterilisasi dengan autoklaf. 4) Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan setelah dilakukan sterilisasi.
Gambar. Sterilisator uap tekanan tinggi Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat sterilization), maka: 1) Pastikan semua instrumen kritikal sudah dibersihkan awal (precleaning) sebelum dilakukan proses setrilisasi. 2) Penggunaan sterilisasi pemanasan kering pada temperatur 340 ᴼF (170 ᴼC) dalam waktu 1 jam atau temperatur 320 ᴼF (160 ᴼC) dalam waktu 2 jam.
Midwifery Update
pg. 107
e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal Disinfeksi peralatan semi kritikal dilakukan melalui proses DTT adalah proses menghilangkan semua mikro organisme, kecuali beberapa endospora bakterial dihilangkan dengan merebus dan menguapkan
atau
memakai
disinfektan
kimiawi.
Disinfeksi
dilakukan setelah proses pre-cleaning dan pembersihan dengan cara sebagai berikut: 1) Proses DTT dengan perendaman dilakukan menggunakan cairan disinfektan (natrium hypochlorite 5,25% yang ada di pasaran) atau Glutardehida 2 % atau peroxide hydrogen 6 % selama 15 – 20 menit. Pastikan seluruh permukaan peralatan terendam dalam cairan tersebut. Lihat instruksi dari pabrikan sesuai disinfektan
yang
dipilih
untuk
menjaga
risiko
terhadap
peralatan. 2) Proses DTT dengan cara perebusan dan pengukusan dilakukan dalam waktu 20 menit dihitung setelah air mendidih atau sampai terbentuknya uap yang diakibatkan oleh air yang mendidih. Tidak diperkenankan menambah air atau apapun apabila proses perebusan atau pengukusan belum selesai. Catatan: uap air panas pada 100 ᴼC, akan membunuh semua bakteri, virus, parasit, dan jamur dalam 20 menit.
Gambar. Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Midwifery Update
pg. 108
f.
Pemrosesan Peralatan non kritikal Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Proses pencucian, disinfeksi dan pembersihan pada peralatan non kritikal dengan cara sebagai berikut: 1) Pencucian
dilakukan
dengan
detergen
dan
air
mengalir
kemudian keringkan dengan cara digantung, misalnya manset tensimeter, dll. 2) Disinfeksi dilakukan dengan alkohol swab 70 %, misalnya stetoscope, termometer, dll. 3) Pembersihan dilakukan menggunakan kain bersih yang sudah dilembabkan (disemprot) dengan cairan klorin 0,05 %, gosok dan lap semua permukaan yang dibersihkan, misalnya permukaan tempat tidur, meja, dll. g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril Penyimpanan instrumen atau peralatan steril dengan benar sangat penting untuk menjaga tetap steril. Oleh karena itu perlu ditulis tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluwarsa pada bungkus alat steril sebelum penyimpanan. Instrumen atau peralatan steril dikemas dan disimpan di lingkungan yang bersih. Sedangkan peralatan yang tidak dibungkus dan akan digunakan segera, tidak perlu disimpan. Jangka waktu penyimpanan alat steril sebagai berikut:
Sumber: Pedoman Teknis PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Midwifery Update
pg. 109
h. Hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan peralatan habis pakai, sebagai berikut: 1) Pastikan petugas kesehatan pada saat mengelola peralatan kesehatan
bekas
pakai
menggunakan
APD
seperti
topi,
gaun/apron, masker dan sarung tangan rumah tangga serta sepatu tertutup atau sepatu boot. 2) Faktor-faktor yang memperngaruhi proses cleaning antara lain bahan kimia (jenis detergen) yang digunakan, waktu dan suhu perendaman serta air yang digunakan (idealnya air dengan kandungan mineral rendah 70-150 mg/ L/ soft water. i.
Alur dekontaminasi peralatan habis pakai.
Sumber: Lampiran Permenkes No. 27 Th 2017
Materi Pokok 6. Pengelolaan Limbah a. Jenis dan pengertian limbah 1) Berdasarkan jenisnya, limbah di fasilitas pelayanan kesehatan dibagi atas limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas. 2) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas limbah infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis dan limbah bahan kimia. 3) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan
Midwifery Update
pg. 110
eksresi pasien atau limbah yang berasal dari ruang isolasi pasien dengan penyakit menular 4) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Limbah ini dapat berupa kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan tubuh atau bahan infeksius. 5) Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk
kulit
seperti
jarum
suntik,
perlengkapan
intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. b. Pengelolaan limbah infeksius 1) Limbah infeksius dimasukan kedalam tempat yang kuat, tahan air dan mudah dibersihkan dengan kode infeksius/medis, didalamnya dipasang kantong berwarna kuning atau jika tidak memungkinkan maka diberi label infeksius.
Gambar: Contoh tempat limbah infeksius/tempat sampah dengan kantong plastic kuning Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
2) Penempatan limbah infeksius diletakkan dekat dengan area tindakan atau prosedur tindakan yang akan dikerjakan. 3) Limbah infeksius jika sudah menempati ¾ kantong sampah segera diangkat dan diikat kuat dan tidak boleh dibuka lagi untuk mengeluarkan isinya guna menghindari risiko penularan
Midwifery Update
pg. 111
infeksi, selanjutnya dibawa ke tempat penampungan sementara. Tempat limbah dicuci dengan menggunakan larutan detergen atau disinfektan sesuai pengenceran 05%, lalu dikeringkan selanjutnya dipasangi kembali kantong plastik kuning yang baru. 4) Limbah infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada TPS dengan suhu dan lama penyimpanan, sebagai berikut: •
Pada suhu lebih kecil atau sama dengan 0°C (nol derajat celsius) paling lama 90 (sembilan puluh) hari.
•
Jika suhu lebih besar dari 0°C dapat disimpan paling lama 2 (dua) hari.
5) Pembuangan akhir limbah infeksius, dapat dimusnahkan dengan insenerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Jika bekerja sama dengan pihak ketiga maka pastikan mereka memiliki perijinan, fasilitas pengelolaan limbah sesuai dengan peraturan dan perundang undangan. c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius 1) Limbah non infeksius (non medis) di tempatkan dalam tempat yang kuat, mudah dibersihkan pada tempat sampah berlabel limbah non infeksius. 2) Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong plastik dengan label non infeksius.
Gambar: Contoh tempat limbah non infeksius/tempat sampah dengan kantong plastic hitam Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
Midwifery Update
pg. 112
3) Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan setelah mencapai ¾ kantong. lalu diikat untuk dibawa ke tempat penampungan
sementara,
selanjutnya
tempat
limbah
dibersihkan dipasangi kantong plastik hitam yang baru. 4) Limbah
non
infekisus
dapat
dilakukan
recycle
dengan
melakukan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau bekerjasama dengan pihak ketiga atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 5) Pembuangan akhir limbah non infeksius dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak pemerintah daerah setempat. d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam 1) Semua limbah benda tajam dimasukan kedalam kotak benda tajam (safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan, berwarna kuning atau kotak benda tajam yang diberi label limbah benda tajam
Gambar: Safety box tempat limbah benda tajam Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
2) Penempatan safety box, pada area yang aman dan mudah dijangkau
atau
digantung
pada
troli
tindakan,
tidak
menempatkan safety box di lantai. 3) Pembuangan safety box dilakukan setelah kotak terisi 2/3 dengan menutup rapat permukaan lobang box agar jarum tidak dapat keluar, jika dibuang dengan waktu yang lama maka penggunaan safety box sesuai ukuran atau sesuai kebijakan
Midwifery Update
pg. 113
FASYANKES yang dibuat berdasarkan peraturan perundang undangan. 4) Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah B3 lainnya. e. Metode Manajemen Limbah 1) Praktik untuk meminimalkan, memisahkan, mengumpulkan, mengangkut, dan menyimpan limbah layanan kesehatan. Fasilitas
pelayanan
kesehatan
harus
mampu
melakukan
minimalisasi limbah yaitu upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle). Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
pengangkutan,
penyimpanan
hingga
pembuangan/pemusnahan. •
Identifikasi jenis limbah: Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan kategori limbah medis padat terdiri dari benda tajam, limbah infeksius, limbah
patologi,
limbah
sitotoksik,
limbah
tabung
bertekanan, limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif. •
Pemisahan Limbah Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan dengan
memisahkan
limbah
sesuai
dengan
jenisnya.
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain: -
Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh
masukkan
kedalam
kantong
plastik
berwarna kuning. Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit dan lain-
Midwifery Update
pg. 114
lain), diapers dianggap limbah infeksius bila bekas pakai pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di transmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya. -
Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan, sampah kantor.
-
Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air. Contoh:
jarum,
spuit,
ujung
infus,
benda
yang
berpermukaan tajam. -
Limbah
cair
segera
dibuang
ke
tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek). •
Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius berlambang biohazard. Wadah limbah di ruangan: -
Harus tertutup.
-
Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki.
-
Bersih dan dicuci setiap hari.
-
Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat.
-
Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang tindakan dan wadah tidak boleh diletakkan di bawah tempat tidur pasien.
•
Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh.
Pengangkutan -
Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer. Petugas harus menggunakan APD yang sesuai ketika mengangkut limbah.
-
Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah.
•
Tempat Penampungan Limbah Sementara -
Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah sebelum dibawa ke tempat penampungan akhir pembuangan.
Midwifery Update
pg. 115
-
Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat.
-
Beri label pada kantong plastik limbah.
-
Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal 2 kali sehari.
-
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus.
-
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup limbah tidak boleh ada yang tercecer.
-
Gunakan APD ketika menangani limbah.
-
TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering.
2) Metode
pengolahan
dan
pembuangan
akhir
yang
direkomendasikan untuk fasilitas layanan kesehatan •
Pengolahan Limbah -
Limbah infeksius dimusnahkan dengan insinerator.
-
Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
-
Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insinerator. Limbah cair dibuang ke spoelhoek.
-
Limbah
feces,
urin,
darah
dibuang
ke
tempat
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek). •
Penanganan Limbah Benda Tajam/Pecahan Kaca -
Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam.
-
Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat.
-
Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
-
Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
-
Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai (recapping).
-
Midwifery Update
Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
pg. 116
-
Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung tangan rumah tangga.
-
Wadah Penampung Limbah Benda Tajam, syarat: Tahan bocor dan tahan tusukan, harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan, mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi, bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan, ditutup dan diganti setelah 2/3 bagian terisi dengan limbah, ditangani bersama limbah medis.
Gambar: wadah tahan tusuk. Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
Midwifery Update
pg. 117
•
Pembuangan Benda Tajam Wadah benda tajam merupakan limbah medis dan harus dimasukkan ke dalam kantong medis sebelum insinerasi. Idealnya semua benda tajam dapat diinsinerasi, tetapi bila tidak mungkin dapat dikubur dan di kaporisasi bersama limbah lain.
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
Apapun metode yang digunakan haruslah tidak memberikan kemungkinan perlukaan. Bila
di
Tempat
PMB
tidak
ada
fasilitas-fasilitas
seperti
incinerator, maka Alternatif pembuangan limbah medis pada daerah-daerah yang Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) di mana sulit mengakses layanan pembuangan limbah medis
oleh
pihak
ketiga,
maka
limbah
dapat
dikubur
berdasarkan ketentuan penguburan limbah berbahaya dan beracun yang tertuang pada Permen LHK No P.56/MenlhkSetjen/2015 pasal 25 – 28. Limbah B3 yang dapat ditimbun adalah limbah patologis dan benda tajam.
Midwifery Update
pg. 118
Lokasi penguburan limbah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Bebas banjir; b. Berjarak paling rendah 20 m (dua puluh meter) dari sumur dan/atau perumahan; c. Kedalaman kuburan paling rendah 1,8 meter; d. Diberikan pagar pengaman dan papan penanda kuburan Limbah B3 e. Mengisi kuburan Limbah B3 dengan Limbah B3 paling tinggi setengah dari jumlah volume total, dan ditutup dengan kapur dengan ketebalan paling rendah 50 cm sebelum ditutup dengan tanah f.
Memberikan sekat tanah dengan ketebalan paling rendah 10 cm pada setiap lapisan Limbah B3 yang dikubur
g. Melakukan
pencatatan,
perawatan,
pengamanan,
dan
pengawasan terhadap limbah B3 yang dikubur Materi Pokok 7. Penatalaksanaan Linen a. Jenis-jenis linen Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen 1) Fasilitas
pelayanan
kesehatan
harus
membuat
SPO
penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan. 2) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup). 3) Linen
dipisahkan
berdasarkan
linen
kotor
dan
linen
terkontaminasi cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
Midwifery Update
pg. 119
4) Minimalkan
penanganan
linen
kotor
untuk
mencegah
kontaminasi ke udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai. 5) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran. 6) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang
terpisah,
untuk
linen
kotor
atau
terkontaminasi
dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda. 7) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih. 8) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan. 9) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas. Materi Pokok 8. Pengendalian Lingkungan Pengertian: adalah upaya mengendalikan lingkugan melalui perbaikan kualitas air, udara dan permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi
bangunan,
bertujuan
untuk
mencegah
transmisi
mikroorganisme dari pasien/pengguna layanan ke petugas atau sebaliknya akibat pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang tidak sesuai standar PPI.
Midwifery Update
pg. 120
a. Air 1) Pengelolaan sistem air bersih •
Penyediaan
air
bersih
mempertimbangkan
harus
sumber
air
dikelola bersih
dan
dengan sistem
pengalirannya. •
Dilakukan
perawatan
secara
rutin
pada
tempat
penampungan air karena memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran atau kontaminasi, misalnya pada tangki utama, kamar bersalin, dapur gizi, laundry, laboratorium, pelayanan kesehatan gigi dan mulut. •
Distribusi
air
ke
ruang-ruang
menggunakan
sarana
perpipaan dengan tekanan positif. •
Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
•
Tersedia air dalam jumlah yang cukup.
2) Persyaratan kesehatan air •
Air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan dapat diperoleh dari perusahaan air minum, sumber air tanah, air hujan atau sumber lain namun harus memenuhi persyaratan kesehatan.
•
Air bersih yang dipergunakan harus memenuhi syarat dan baku mutu sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.
•
Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, syarat fisik, kimia, bakteriologis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Sistem pengelolaan limbah cair baik medis dan non medis •
Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan.
•
Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi penutup dengan bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal 1%.
•
Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang penyelenggaraan makanan disediakan penangkap
Midwifery Update
pg. 121
lemak
untuk
memisahkan
dan/atau
menyaring
kotoran/lemak. •
Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari pengelolaan sterilisasi termasuk linen harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
•
Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada peraturan
perundang-undangan
mengenai
pengelolaan
limbah. b. Ventilasi ruangan Sistem ventilasi di Fasyankes harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 1) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai sistem pengaturan udara yang baik dengan ventilasi natural dan atau ventilasi mekanik atau buatan sesuai keperluan. •
Sistem ventilasi dengan menggunakan pengaturan mekanik dimaksudkan untuk mengalirkan udara dalam ruangan secara paksa dengan menyalurkan atau menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif. Alat mekanik pengaturan udara dapat berupa: exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk. Pada penggunaan exhaust fan sebaiknya pembuangan udaranya tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau tempat orang beraktifitas atau lalu lalang.
•
Sistem ventilasi natural adalah sistem pengaturan udara dengan mengandalkan pintu dan jendela yang terbuka, atau skylight
(bagian
atas
ruangan
yang
terbuka)
untuk
mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan sebaliknya. Penggunaan ventilasi alami sebaiknya dengan menciptakan aliran udara silang (cross ventilation), pastikan arah angin tidak membahayakan petugas atau pasien lain.
Midwifery Update
pg. 122
•
Ventilasi
gabungan
memadukan
penggunaan
ventilasi
mekanis dan alami, misalnya dengan pemasangan exhaust fan untuk meningkatkan tingkat pergantian udara di dalam kamar. 2) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus terbuat dari pintu bukaan permanen, terdapat kisi-kisi pada pintu dan jendela dan atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami dengan bukaan minimal 15% dari luas total lantai. 3) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang di bangunan Fasyankes minimal 6 -12 x pertukaran udara per jam sedangkan untuk KM/WC 10 x pertukaran udara per jam. 4) Penghawaan dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga) elemen dasar, yaitu: •
Jumlah udara luar berkualitas baik dimana ventilasi harus dapat mengatur pertukaran udara (air change) sehingga ruangan tidak terasa panas, tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding, atau langitlangit, masuk dalam ruang pada waktu tertentu.
•
Pada area umum dalam gedung aliran udara seharusnya dari area bersih ke area terkontaminasi sehingga terjadi distribusi udara dari luar ke setiap bagian dari ruang dengan cara yang efisien.
•
Setiap ruangan diupayakan agar terjadi proses udara di dalam ruang bergerak sehingga terjadi pertukaran antara udara didalam ruang dengan udara dari luar.
5) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran, perlu memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya dan kualitas udara.
Midwifery Update
pg. 123
c. Konstruksi bangunan 1) Design bangunan •
Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk mengantisipasi kerusakan apabila terjadi gempa.
•
Tata ruang bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dan pencahayaan.
•
Tata letak bangunan (site plan) dan tata ruang dalam bangunan harus mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, dan kedekatan hubungan fungsi antar ruang pelayanan.
•
Tinggi rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga keserasian lingkungan dan pencegahan banjir.
•
Aksesibilitas
di
luar
dan
di
dalam
bangunan
harus
mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia. •
Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air dan dianjurkan berwarna terang, pertemuan antara dinding serta lantai berbentuk melengkung supaya mudah dibersihkan dan dianjurkan menggunakan vinyl terutama di ruangan ruang
tindakan
dan
gawat
darurat,
termasuk
ruang
penyimpanan peralatan steril. •
Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca tidak mudah berjamur dan tidak berpori dan pertemuan dinding tidak bersiku yang dapat menyimpan debu.
•
Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang assesoris yang akan menjadi tempat akumulasi debu dan sulit untuk dibersihkan, jika diperlukan maka sebaiknya dilapisi oleh bahan yang datar, mudah dibersihkan (misalnya dilapisi kaca pada lukisan atau media informasi) dan tidak menempelkan kertas kertas informasi pada dinding.
Midwifery Update
pg. 124
•
Komponen langit langit berwarna terang, mudah dibersihkan dan tidak memiliki lekukan atau berpori yang dapat menyimpan debu.
2) Persyaratan
kehandalan
bangunan,
harus
memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan peraturan dan perundangan. 3) Sistem pencahayaan. •
Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan.
•
Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
•
Lampu-lampu yang digunakan diusahakan dari jenis hemat energi
4) Penataan barang dan lingkungannya, sebagai berikut: •
Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan tersimpan pada tempatnya.
•
Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis barang
misalnya
susunan
linen,
penyimpanan
alat
kesehatan, penyimpanan dokumen dan tidak menempatkan barang steril bersatu dengan barang kotor dalam satu area. •
Berikan jarak antara tempat tidur atau tempat pemeriksaan pasien jika lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan minimal 1 meter.
•
Pastikan bahwa area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas tegas sehingga tidak menimbulkan kontaminasi dan ketidak nyamanan atau risiko kecelakaan kerja.
•
Penempatan tempat limbah di ruangan pelayanan pasien pada tempat yang aman dan tidak berada di dekat pasien atau dibawah meja tindakan atau tempat tidur pasien kecuali pada tindakan sedang berlangsung (selesai tindakan segera dibersihkan).
•
Tidak dianjurkan menggunakan karpet atau menempatkan bunga hidup atau bunga plastik atau aquarium di ruang pelayanan pasien kecuali mampu membersihkannya setiap hari untuk menghidari akumulasi debu atau penyebab kontaminasi lingkungan.
Midwifery Update
pg. 125
•
Penggunaan tirai atau gordeng pembatas pasien atau penutup jendela disarankan menggunakan bahan yang kuat dan tidak tembus air. Penggunaan tirai jendela jika memungkinkan
dapat
menggunakan
penghalang
yang
dilapisi dengan kaca film supaya mudah dibersihkan dan terlihat rapi. •
Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan dari binatang, binatang pengerat atau serangga berada di ruangan pelayanan pasien.
•
Petugas kesehatan yang tinggal di lingkungan fasilitas kesehatan agar tidak memelihara hewan peliharaan, untuk menghindari masuk ke fasilitas kesehatan.
5) Pembersihan Lingkungan •
Pastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan membuat, melaksanakan
dan
memonitor
prosedur
rutin
untuk
pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh. •
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan standar yang ditetapkan oleh masing-masing Fasyankes sesuai
dengan
ketentuan
perundangan
yang
berlaku.
Disinfektan bertujuan untuk menghalau mikroba patogen dan
menurunkannya
secara
signifikan
di
permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit. Disinfektan bekerja dengan cara membunuh secara fisikal dan kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora. •
Pembersihan harus diawali proses disinfeksi, benda dan permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan
organik
(ekskresi,
sekresi
pasien,
kotoran).
Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi dan menurunkan pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik
cairan
disinfektan,
waktu
kontak,
dan
cara
pengencerannya. Pembersihan permukaan lingkungan harus dilakukan sebelum proses disinfeksi terutama pada area Midwifery Update
pg. 126
yang sering disentuh oleh petugas kesehatan seperti kunci pintu, tombol lampu, permukaan meja, dll. •
Cairan disinfektan merupakan senyawa kimia yang bersifat toksik
dan
memiliki
kemampuan
membunuh
mikroorganisme yang terpapar secara langsung pada benda mati (dinding, lantai, permukaan meja dll) misalnya Klorin 0,5 % untuk pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh atau klorin pengenceran 0.05 % untuk pembersihan rutin permukaan, detergen atau cairan pemutih (1:99 cc air) atau Hidrogen Peroksida 8 % untuk pembersihan rutin. •
Pembersihan
lingkungan
pelayanan
kesehatan
menggunakan troli khusus, minimal menggunakan 2 (dua) buah ember yang memiliki alat pemerasan kain lap pel secara otomatis tanpa bersentuhan langsung dengan tangan dan selalu dicuci agar tetap dalam kondisi bersih. •
Petugas
kesehatan
dalam
melakukan
pembersihan
lingkungan harus mengenakan APD untuk melindungi dari risiko terpajan benda-benda infeksius, benda tajam, cairan infeksius, antara lain dengan menggunakan: -
Sarung tangan karet (rumah tangga);
-
Gaun pelindung dan celemek karet; dan
-
Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu boot (sepatu tertutup).
•
Prinsip dasar pembersihan lingkungan -
Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari atau bila terlihat kotor dan harus dibersihkan kembali bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk.
-
Permukaan meja pemeriksaan pasien, atau peralatan lainnya yang bersentuhan langsung dengan pasien segera dibersihkan dan di disinfeksi untuk pemeriksaan pasien yang berbeda.
Midwifery Update
pg. 127
-
Semua kain yang akan dipakai sebagai kain pembersih harus dibasahi dengan air bersih sebelum digunakan untuk membersihkan debu, jangan menggunakan kain kering atau dengan sapu karena dapat menimbulkan aerosolisasi debu.
-
Pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan sepatu atau sendal yang kotor (bercampur tanah atau lumpur) harus membersihkan terlebih dahulu sebelum masuk (tidak membuka sendal atau sepatu saat masuk).
-
Semua peralatan pembersih harus selalu dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan.
-
Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang tidak perlu, sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
-
Meja pemeriksaan dan peralatan disekitar lingkungan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA harus dibersihkan
dengan
disinfektan
segera
setelah
digunakan. •
Pembersihan tumpahan dan percikan cairan tubuh. Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah atau eksudat Iuka pada permukaan lantai, dinding atau tirai pembatas dibersihkan menggunakan spill kit. Spiil Kit Infekisus, berisi: Topi, sarung tangan, kacamata, masker, serok dan sapu kecil, cairan detergen, cairan klorin 0,5 % dan kain perca/tisu/koran bekas, plastik warna kuning. Contoh Spill Kit
Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Midwifery Update
pg. 128
Spill Kit B3, berisi: Topi, sarung tangan, kacamata, masker, gaun, serok dan sapu kecil, detergen, larutan tertentu berdasarkan bahan kimianya, dan kain perca/tisu/koran bekas, plastik warna coklat •
Prosedur pembersihan tumpahan cairan Infeksius, sebagai berikut: -
Petugas menggunakan APD.
-
Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
-
Serap
cairan
yang
tumpah
dengan
kain
perca/handuk/tisu/koran bekas penyerap bersih yang dapat menyerap sampai bersih kemudian buang ke kantong warna kuning (kantong infeksius). -
Tuangkan cairan detergen kemudian serap dengan kain perca/handuk/tisu/koran bekas masukan ke kantong warna kuning.
-
Lanjutkan dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap dan buang ke kantong warna kuning (kantong infeksius).
•
Prosedur pembersihan tumpahan cairan B3, sebagai berikut: -
Petugas menggunakan APD.
-
Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
-
Tumpahan bahan kimia: tuangkan air bersih pada tumpahan, lalu keringkan dengan kertas/koran/kain perca kemudian masukan ke kantong warna coklat, tuangkan
detergen
dan
serap/keringkan
dengan
kertas/koran/kain perca buang ke kantong warna coklat. Berikan label B3 pada plastik warna coklat tumpahan kimia. Tumpahan reagen: lokalisir area tumpahan dengan menaburkan Natrium Bicarbonat (Bicnat) sekitar area tumpahan, kumpulkan bekas resapan kedalam plastik hitam/coklat,
kemudian
bersihkan
lantai
dengan
detergen kemudian serap dan buang ke kantong warna hitam/coklat. Buang plastik sampah infeksius ke tempat
Midwifery Update
pg. 129
penampungan sampah infeksius dan kumpulkan limbah tumpahan B3 dalam ruang penyimpanan limbah B3. Tabel: Ringkasan Pembersihan Lingkungan
Sumber: Pedoman Teknis PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Materi Pokok 9. Penyuntikan Yang Aman Pengertian:
Penyuntikan
yang
aman
adalah
penyuntikan
yang
dilakukan dengan mengindahkan prinsip-prinsip penyuntikan yang benar sejak saat persiapan, penyuntikan obat hingga penanganan alat alat bekas pakai, sehingga aman untuk pasien dan petugas dari risiko cedera dan terinfeksi (CDC, 2007). Tujuan: Menurunkan atau meminimalkan angka kejadian infeksi (lokal atau sistemik), mencegah cedera, penyebaran penyakit infeksi dari pasien
ke
petugas
kesehatan
atau
sebaliknya
akibat
tindakan
penyuntikan yang tidak sesuai prinsip PPI. Prinsip penyuntikan yang aman a. Penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prinsip satu spuit, satu jenis obat dan satu prosedur penyuntikan. b. Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan teknik
aseptik,
untuk
menghindari
kontaminasi
peralatan
penyuntikan perlu dipersiapkan, sebagai berikut: •
Troli tindakan yang berisi cairan handrub, safety box, bak instrumen bersih, bengkok penampung limbah sementara, boks
Midwifery Update
pg. 130
berisi gunting, plester, tourniquet, transparan dressing atau kasa steril pada tempatnya dan alkohol swab sekali pakai. •
Nampan untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik yang sudah disiapkan, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai, plester dan gunting yang ditempatkan dalam bengkok bersih.
•
Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu pasien walaupun jarum suntiknya diganti.
•
Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur.
•
Jangan memanipulasi jarum suntik (me-recaping, mematahkan, menekuk) dan segera buang kedalam safety box jika sudah dipakai.
•
Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk satu kali pemberian
(NaCL,
Water
For
Injection/WFI),
Jangan
menggunakan plabot cairan infus atau botol larutan intravena sebagai sumber cairan pelarut obat yang akan digunakan untuk banyak pasien. •
Tidak memberikan obat single dose kepada lebih dari satu pasien atau mencapur obat-obat sisa dari vial atau ampul untuk pemberian berikutnya.
•
Jangan menyimpan botol multi-dosis di area perawatan pasien langsung. Simpan sesuai rekomendasi pabrikan dan buang jika sterilitas diragukan. Simpan obat multi-dosis sesuai dengan rekomendasi pabrikan yang membuat.
•
Gunakan sarung tangan bersih jika akan berisiko terpapar darah atau produk darah, satu sarung tangan untuk satu pasien.
Untuk terlaksanannya penyuntikan yang aman diperlukan tempat penyimpanan alat dan bahan berupa troli, bak instrumen, alkohol swab. Minimal tersedia nampan khusus untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai, plester, gunting, dan lain- lain.
Midwifery Update
pg. 131
Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Materi Pokok 10. Kebersihan Pernapasan atau Etika Batuk Pengertian Kebersihan pernapasan atau etika batuk adalah tata cara batuk atau bersin yang baik dan benar sehingga bakteri tidak menyebar ke udara, tidak mengkontaminasi barang atau benda sekitarnya. Bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui
transmisi
airborne
dan
droplets
agar
keamanan
dan
kenyamanan orang lain tidak terganggu dengan menjaga kebersihan pernapasan atau menerapkan etika batuk. Prosedur kebersihan pernapasan atau etika batuk, sebagai berikut: a. Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan kebersihan pernapasan/etika batuk apabila mengalami gangguan pernapasan, batuk, flu atau bersin. b. Lakukan prosedur kebersihan pernapasan/etika batuk saat anda flu atau batuk, gunakan masker bedah dengan baik dan benar agar orang lain tidak tertular. c. Tidak mengantungkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa menyebar kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali. d. Bila tidak tersedia masker bedah, gunakan metode lain untuk pencegahan dan pengendalian sumber patogen (misalnya, sapu tangan, tisu, atau lengan atas) saat batuk dan bersin e. Praktekkan atau lakukan langkah etika batuk yang baik dan benar sesuai gambar berikut ini.
Midwifery Update
pg. 132
Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020
Materi Pokok 11. Penempatan Pasien Pengertian: adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi (kontak, udara dan droplet) agar pelayanan berjalan efektif dan efisien dengan tetap mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan pasien dan petugas kesehatan. Tujuan: mencegah infeksi silang antara pasien, pengunjung dan petugas akibat penempatan pasien yang tidak sesuai prinsip PPI. Prinsip penempatan pasien: a. Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadinya kontaminasi luas terhadap lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol. b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang diwaspadai terjadi transmisi melalui udara dan kontak, misalnya : luka dengan infeksi kuman gram positif, covid, dll c. Kamar terpisah atau kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust pan ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya: TB d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne neluas, misalnya pada pasien dengan varicella. Midwifery Update
pg. 133
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental). f.
Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan sistem kohorting (pengelompokan pasien dengan jenis penyakit yang sama). Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung harus menjaga kewaspadaan standar dan transmisi.
Penempatan pasien di Triase dan ruangan pemeriksaan a. Penempatan pasien di ruang triase harus diberi jarak minimal 1 meter antara satu pasien dengan yang lainnya. b. Ruangan pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa pasien harus berventilasi baik dengan sirkulasi udara minimal 12 ACH (Air Change Hour) pertukaran udara per jam. Prosedur penempatan pasien (termasuk penderita pada kasus Covid19): a. Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non infeksius. b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit pasien berdasarkan kontak, droplet, airborne sebaiknya ruangan tersendiri. c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting (penggabungan). d. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis transmisinya. Penggabungan pasien dalam satu ruangan untuk pasien yang diisolasi maka harus memperhatikan jarak antar tempat tidur pasien minimal 1 meter. Ini sangat penting karena pasien mungkin mengalami penyakit menular lainnya selain infeksi yang sudah dipastikan. e. Petugas yang ditugaskan diruang isolasi atau kohort tidak boleh memberikan pelayanan kepada pasien diruangan lain .
Midwifery Update
pg. 134
f.
Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat ruang isolasi atau kohort harus dibatasi seminimal mungkin.
g. Pasien
yang
tidak
dapat
menjaga
kebersihan
diri
atau
lingkungannya seyogyanya dipisahkan tersendiri. h. Mobilisasi pasien infeksius jenis transmisinya melalui udara agar dibatasi
di
lingkungan
fasilitas
pelayanan
kesehatan
untuk
menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain. i.
Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama pasien TB.
j.
Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien, tapi bila tak dapat dihindarkan, pastikan bahwa peralatan yang digunakan kembali didisinfeksi dengan benar sebelum digunakan pada pasien lain.
k. Lakukan pembersihan berkala dan disinfeksi sesuai kewaspadaan standar melalui pengelolaan lingkungan di tempat-tempat umum Materi Pokok 12. Perlindungan Kesehatan Petugas Pengertian: Terciptanya tatanan kerja di setiap Fasyankes yang mempertimbangkan kesehatan
terutama
aspek dari
keselamatan risiko
dan
pajanan
kesehatan
penyakit
petugas
infeksi
serta
penanganan pasca pajanan sebagai orang yang berhadapan langsung dengan pasien penderita penyakit menular setiap saat atau akibat terpapar dari lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan petugas baik tenaga medis, perawat, bidan maupun petugas penunjang dari risiko pajanan penyakit infeksi akibat tidak tersedianya sistem perlindungan kesehatan bagi petugas. Prosedur perlindungan kesehatan: a. Semua petugas kesehatan menggunakan APD (sesuai indikasi) saat memberi pelayanan yang berisiko terjadi paparan darah, produk
Midwifery Update
pg. 135
darah, cairan tubuh, bahan infeksius atau bahan berbahaya lainnya. b. Petugas kesehatan saat melaksanakan tugas, agar memperhatikan hal hal sebagai berikut: 1) Segera melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat kerja. 2) Menggunakan baju kerja yang berbeda dengan baju kerja yang dipakai dari rumah (dianjurkan baju yang dipakai dari rumah diganti dengan baju kerja saat tiba di fasilitas kesehatan dan ditukar kembali saat akan pulang kerja), terutama bagi yang bertugas di unit pelayanan yang berhadapan langsung dengan pasien atau dengan risiko pajanan tinggi. 3) Tidak menggunakan asesoris di tangan (cincin, gelang, jam tangan, perwarna kuku, dll), kuku tidak panjang pada saat akan melakukan tindakan medis. c. Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan terutama pada area risiko tinggi (misalnya: ruang TB, ruang VCT, dll) yang dapat terpapar penyakit menular infeksi sehingga perlu diberikan imunisasi sesuai risiko paparan pada petugas yang dihadapi
termasuk
hasil
konsultasi
professional
kesehatan,
misalnya imunisasi Hepatitis B. d. Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda tajam bekas pakai pasien, sebagai berikut: 1) Prosedur pemeriksaan, alur penanganan pasca pajanan dan pemberian imunisasi. 2) Tersedia obat-obatan terkait penanganan pasca pajanan dan tim kesehatan yang ditunjuk untuk menangani. 3) Mekanisme pelaporan kejadian. 4) Sistem pendokumentasian kejadian pasca pajanan. e. Prinsip Penanganan pasca pajanan, sebagai berikut : 1) Bersikap tenang, tidak panik dan melakukan tindakan sesuai alur pasca pajanan yang telah dibuat oleh Fasyankes. 2) Pembersihan area luka dilakukan dengan air mengalir tanpa melakukan pemijatan dengan maksud mengeluarkan darah
Midwifery Update
pg. 136
(biarkan darah keluar secara pasif) kemudian cuci dengan sabun dan air mengalir. 3) Percikan yang mengenai mulut, segera ludahkan dan berkumurkumur dengan air bersih berulang kali. 4) Percikan yang mengenai mata, segera cuci mata dengan air mengalir dengan posisi kepala miring kearah area mata yang terkena percikan. 5) Bila percikan mengenai hidung segera hembuskan keluar dan bersihkan dengan air mengalir. 6) Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. f.
Tersedia sistem atau skema pembiayaan yang disediakan oleh Fasyankes bagi petugas kesehatan yang memerlukan perawatan kesehatan pasca pajanan.
Tata laksana paska pajanan, sebagai berikut: a. Jika tertusuk benda tajam bekas pakai maka: 1) Jangan panik 2) Cuci di bawah air mengalir, biarkan darah yang keluar sebanyak banyak dan jangan memijit area luka (karena akan membuat sisa bekas tusukan semakin masuk ke dalam luka, kemudian obati luka 3) Lapor pada atasan, untuk segera membuat laporan sebagai bahan upaya pencegahan dan pengobatan di klinik 4) Dilakukan penelusuran jarun bekas pakai pasien dengan tujuan memastikan apakah betul bekas pakai pasien, dan apakah pasien terpapar HIV, Hep B atau lainya, jika pasien negatif maka kasus tidak dilanjutakan petugas diberikan konseling kesehatan, 5) jika pasien positif maka pastikan status petugas (korban) status HIV, Hep tidak dengan pemeriksaan laboratorium, jika Ya maka petugas diberikan konseling saja, jika negatif maka diberikan immunisasi sesuai ketentuan 6) Setelah diberikan immunisasi petugas dilakukan pengawasan 3, 6, 12 bulan atau sesuai standar yang ditetapkan oleh Fasyankes
Midwifery Update
pg. 137
b. Jika terpajan cairan tubuh pasien 1) Cuci atau bilas dengan air mengalir sebanyak banyak nya 2) Jika ada luka pada area percikan maka lakukan prosedur diatas. Materi Pokok 13. Protokol Kesehatan di masa pandemi Covid -19 Manajemen pelayanan kebidanan dalam upaya penerapan protokol kesehatan dimasa pandemi covid-19 sebagai berikut: 1. Pengaturan alur pelayanan dan triage Agar upaya pengendalian dan pencegahan infeksi pada masa pandemi COVID-19/penyakit infeksi emerging lain dapat lebih efektif dan efisisen, maka pengaturan alur pelayanan dapat dilihat dalam skema berikut:
Direkomendasikan adanya area triage yang berada diluar gedung pelayanan dengan prinsip-prinsip aliran udara dan mencegah pengumpulan orang di area tersebut. Di area triage perlu disiplin dalam menggunakan masker, jaga jarak setidaknya 1,5 sampai 2 meter (jika tidak memungkinkan maka hendaknya pengunjung diminta
datang
sesuai
telepon/Whatshapp)
serta
dengan
antrian/temu
disediakan
sarana
janji
untuk
melalui mencuci
tangan.
Midwifery Update
pg. 138
2. Pelaksanaan Skrining Skrining adalah penggunaan alat uji sederhada yang dilakukan pada kelompok individu sehat untuk mengidentifikasi individu yang memiliki risiko terhadap sebuah penyakit pada kondisi awal, bahkan idelnya ketika tidak menunjukkan gejala (WHO). Skrening yang dilakukan saat ini berupa: menggunakan, celklis, Swab antigen dan PCR, rontgen dan lain- lain. 3. Penolakan Terhadap Skrining Jika pasien/klien menolak untuk dilakukan skrining hendaknya diperlakukan
sebagai
“waspada
“
hingga
didapatkan
hasil
pemerikasaan skrining yang sesuai. Penolakan terhadap skrining tidak boleh membuat kualitas pelayanan yang diberikan berkurang, akan tetapi pada kondisi demikian upaya perlindungan nakes perlu ditingkatkan, lakukan rujukan dan pelaporan ke puskesmas setempat. Referensi -
-
-
-
-
Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Kemkes 2020. Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI, 2020 Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Dirjen P2MPL Cetakan III, 2010 Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Untuk Mencegah Infeksi yang Ditransmisikan Melalui Udara (AirborneInfection), Kemkes RI Edisi Pertama, September 2014 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Pelayanan Kesehatan, 2017. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri Dalam Menghadapi Wabah Covid-19, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2020 Pedokman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Kemenkes RI, 2020 Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi Covid – 19 Bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
Midwifery Update
pg. 139
BAB IV ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
A.
Deskripsi Singkat Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam praktik kebidanan, agar senantiasa menghormati hak dan martabat klien/pasien. Etika profesi dalam pelayanan
kebidanan
merupakan
landasan
bagi
bidan
dalam
memberikan pelayanan kepada individu, keluarga dan masyarakat, berdasarkan pertimbangan yang sistematis tentang perilaku baik dan benar sehingga bidan dapat menunjukkan perilaku etis terhadap klien/pasien, teman sejawat, masyarakat dan diri sendiri serta profesi sesuai dengan norma dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu Bidan diharapkan dapat mengembangkan profesionalitas dalam menyikapi masalah/isu etik. Sehubungan telah disyahkannya Undang-Undang Kebidanan no 4 tahun 2019, maka penting disosialisasikan undang-undang tersebut kepada seluruh bidan agar dalam melakukan praktik, bidan mengacu kepada hukum yang berlaku sehingga mampu memberikan pelayanan kebidanan secara bertanggungjawab, akuntabel, bermutu dan aman. Materi ini akan membahas tentang etikolegal dalam pelayanan kebidanan untuk meningkatkan kapasitas bidan dalam praktik. B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu mengatasi masalah/ konflik dan dilemma moral sesuai dengan prinsip etikolegal dalam praktik kebidanan.
Midwifery Update
pg. 140
2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan peserta dapat: a. Menerapkan konsep dan prinsip etika profesi dalam pelayanan kebidanan dan Kode Etik Profesi Bidan b. Melakukan tinjauan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam pelayanan kebidanan terkait praktik bidan c. Memberikan
informasi
dan
memfasilitasi
permintaan
persetujuan (inform choice dan inform consent) d. Melakukan pencegahan konflik etik atau masalah Etikolegal dalam praktik kebidanan e. Memfasilitasi keputusan etis, mengelola konflik atau dilemma masalah Etikolegal dalam praktik kebidanan C.
Materi Pokok 1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan 2. Peraturan Perundangan terkait Praktik Bidan 3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidan 4. Penanganan Masalah Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidanan
D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan (Aplikasi) 1. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Bidan sebagai pemberi pelayanan
harus
menjamin
pelayanan
yang
profesional
dan
akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktek berdasarkan evidence based. Sehingga di sini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami.
Midwifery Update
pg. 141
Moralitas
merupakan
suatu
gambaran
manusiawi
yang
menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik buruk. Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas. Moral adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Prinsip Etik dan kode etik terdiri dari: a. Menghargai otonomi b. Melakukan tindakan yang benar c. Mencegah tindakan yang merugikan d. Memperlakukan manusia secara adil e. Menjelaskan dengan benar f.
Menepati janji yang telah disepakati
g. Menjaga kerahasiaan 2. Kode Etik Profesi Kode Etik Bidan Indonesia adalah norma-norma yang disepakati dan ditetapkan oleh Profesi Bidan untuk dipatuhi dan diterapkan oleh setiap anggota profesi Bidan dalam melaksanakan tugas profesinya di masyarakat. Menurut Surat Keputusan Kongres XVI Ikatan Bidan Indonesia No. 010/SKEP/KONGRESXVI/IBI/X/2018 tentang Kode Etik Bidan Indonesia. Bidan memiliki beberapa kewajiban meliputi: a. Kewajiban Bidan Terhadap Klien/pasien yaitu: 1) Mengutamakan kepentingan dan hak klien/pasien 2) Berlaku adil, jujur, tidak diskriminatif dan tidak menghakimi klien/pasien 3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien/pasien, bahkan juga setelah klien/pasien itu meninggal dunia kecuali jika diminta kesaksian didepan pengadilan untuk kepentingan hokum
Midwifery Update
pg. 142
4) Mendukung
hak
perempuan
dan
keluarganya
untuk
berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan 5) Memberdayakan memecahkan menyuarakan
perempuan
dan
permasalahan
keluarga
kesehatannya
permasalahan
sosial
untuk termasuk
budaya
yang
mempengaruhi kesehatan perempuan dan keluarganya. b. Kewajiban Bidan Terhadap Tugas yaitu: 1) Menghormati hak asasi manusia sejak dalam kandungan. 2) Memberikan pelayanan berkualitas kepada klien/pasien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kompetensi dan kewenangan 3) Menghormati meminimalisir
keragaman praktik
budaya
budaya
yang
setempat
dan
berbahaya
bagi
kesehatan masyarakat 4) Menggunakan ilmu dan teknologi terkini, berbasis bukti pengetahuan profesional untuk memastikan praktik yang aman di semua tatanan pelayanan kebidanan. 5) Mendapat
persetujuan
dari
klien/pasien
dan
atau
keluarganya atas tindakan yang akan dilakukan setelah memberikan informasi yang jelas serta mendokumentasikan Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar; 6) Mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, menghargai dan mendukung proses fisiologis. 7) Melaksanakan
tugas
sesuai
dengan
kompetensi,
kewenangan, standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional serta ketentuan peraturan perundangundangan. c. Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Bidan dan Tenaga Kesehatan Lainnya 1) Menghargai dan menghormati sejawat bidan dan tenaga kesehatan lainnya. 2) Menjalin hubungan kerja dan komunikasi yang harmonis berdasarkan prinsip inter-professional collaboration untuk
Midwifery Update
pg. 143
memecahkan
masalah
kesehatan
dan
menyediakan
pelayanan kesehatan. d. Kewajiban Bidan Terhadap Profesi 1) Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah profesi Bidan serta berpegang teguh pada falsafah kebidanan dalam menjalankan tugas profesi 2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, tidak dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi atau golongan yang mengakibatkan hilangnya kebebasan profesi. 3) Mengutamakan kepentingan masyarakat, menekankan pada aspek promotif dan preventif serta rehabilitatif, tanpa mengabaikan kuratif sesuai kewenangan dan kebijakan yang berlaku. 4) Menjaga nama baik dan citra profesi dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat dan/ atau menjalankan tugas lainnya yang berkaitan dengan profesi bidan. 5) Mengembangkan
diri
dan
meningkatkan
kemampuan
profesional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi 6) Berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesi. e. Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri 1) Memelihara kesehatan dirinya agar dapat melaksanakan tugas profesi dengan baik dan benar 2) Mempertahankan keterampilan
dan
sesuai
meningkatkan dengan
pengetahuan,
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan serta tetap menjaga nilai-nilai luhur profesi. 3) Berpenampilan baik sesuai dengan tugas profesi; dan 4) Menjaga harkat dan martabat sebagai bidan profesional.
Midwifery Update
pg. 144
f.
Kewajiban Bidan Terhadap Negara 1) Melaksanakan
kebijakan
pemerintah
dalam
bidang
kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, kespro perempuan dan KB; dan 2) Ikut serta dalam pengembangan kebijakan pemerintah untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak, kespro perempuan dan KB. Sebagai pedoman dalam menjalankan praktiknya bidan harus mengacu pada kode etik bidan secara global, diantaranya mengenai Tanggung Jawab Profesional Bidan (ICM, Prague, 2014) 1. Bidan wajib menyimpan kerahasiaan informasi klien/pasien untuk melindungi hak privasi, dan memberikan informasi kecuali jika diamanatkan oleh hokum 2. Bidan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, dan bertanggung jawab atas hasil terkait tindakan bidan terhadap perempuan yang dilayani nya. 3. Bidan dapat memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam pelayanan jika bertentangan dengan prinsip moralnya; namun, suara hati personal hendaknya tidak menghalangi perempuan untuk mendapatkan pelayan- an kesehatan esensial 4. Bidan yang berkeberatan terhadap permintaan layanan yang diberikan wajib merujuk perempuan ke penyedia lain di mana layanan tersebut tersedia. 5. Bidan memahami konsekuensi etis dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kesehatan perempuan dan bayi, dan akan berusaha untuk menghapuskan pelanggaran. 6. Bidan berpartisipasi dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kesehatan untuk mempromosikan kesehatan semua perempuan dan keluarganya
Midwifery Update
pg. 145
Lafal Sumpah/Janji Bidan Saya bersumpah/berjanji bahwa saya: •
Akan mengabdikan ilmu saya dengan jujur dan sejalan dengan profesi kebidanan
•
Akan mengabdikan diri saya dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan tanpa membedakan agama, pangkat, suku dan bangsa
•
Akan menghormati kehidupan manusia sejak pembuahan
•
Akan membela hak dan menghargai tradisi budaya dan spiritual pasien yang dilayani
•
Tidak akan menceriterakan kepada siapapun dan menjaga segala rahasia yang berhubungan dengan tugas saya kecuali jika diminta pengadilan untuk keperluan kesaksian
•
Akan
menghormati,
membina
kerjasama,
keutuhan
dan
kesetiakawanan dengan teman sejawat •
Akan menjaga martabat dan menghormati keluhuran profesi dengan terus menerus mengembangkan ilmu kebidanan
Materi Pokok 2. Peraturan Perundang-undangan Terkait Praktik Bidan Beberapa dasar hukum terkait praktik kebidanan 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
Midwifery Update
pg. 146
6. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia,
Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi 8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Peraturan Perundang- undangan terkait praktik bidan, yang tercantum dalam Undang-Undang no 4 tahun 2019 tentang Kebidanan, sejalan dengan pidato presiden RI dalam Visi Indonesia Sehat dan pesan kesehatan bahwa titik dimulainya pembangunan sumberdaya manusia, dimulai dengan menjamin Kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak sekolah karena merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul. Jangan sampai ada stunting, kematian bayi dan kematian ibu yang meningkat.” BAB III tentang REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK, Bagian Kesatu, Registrasi Pasal 21 1. Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR. 2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil kepada Bidan yang memenuhi persyaratan. 3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
Midwifery Update
pg. 147
d. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. Membuat
pernyataan
tertulis
untuk
mematuhi
dan
melaksanakan ketentuan etika profesi. Pasal 22 1. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan. 2. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Memiliki STR lama; b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. Membuat pernyataan tertulis mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; e. Telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi; f.
Memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan atau kegiatan ilmiah lainnya.
Pasal 23 Konsil harus menerbitkan STR paling lama 3O (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak pengajuan STR diterima. Pasal 24 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l sampai dengan Pasal 23 diatur dalam Peraturan Konsil. Bagian Kedua tentang Izin Praktik Pasal 25 1. Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki izin praktik. 2. lzin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPB. 3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang
di
kabupaten/kota
tempat
Bidan
menjalankan
praktiknya.
Midwifery Update
pg. 148
4. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menerbitkan SIPB paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan SIPB diterima. 5. Untuk mendapatkan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bidan harus memiliki: a. STR yang masih berlaku; dan b. Tempat praktik. 6. SIPB berlaku apabila: a. STR masih berlaku; dan b. Bidan berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPB. Pasal 26 1. Bidan paling banyak mendapatkan 2 (dua) SIPB. 2. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk: a. 1 (satu) di Tempat Praktik Mandiri Bidan dan 1 (satu) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan selain di Tempat Praktik Mandiri Bidan; atau b. 2 (dua) Praktik Kebidanan di Fasilitas pelayanan Kesehatan selain di Tempat Praktik Mandiri Bidan. Pasal 27 SIPB tidak berlaku apabila: a. Bidan meninggal dunia; b. Habis masa berlakunya; c. Dicabut berdasarkan ketentuan perundang-undangan; atau d. Atas permintaan sendiri. Pasal 28 1. Setiap Bidan harus menjalankan Praktik Kebidanan di tempat praktik yang sesuai dengan SIPB. 2. Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan di tempat praktik yang tidak sesuai dengan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: b. Teguran tertulis; c. Penghentian sementara kegiatan; atau d. Pencabutan izin.
Midwifery Update
pg. 149
BAB VI, Bagian Kedua, Tugas dan Wewenang Pasal 46 1. Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas memberikan pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu; b. Pelayanan kesehatan anak; c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; d. Pelaksanaan
tugas
berdasarkan
pelimpahan
wewenang;
dan/atau e. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. 2. Tugas
Bidan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dapat
dilaksanakan secara bersama atau sendiri. 3.
Pelaksanaan
tugas
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel. Pasal 47 1. Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan dapat berperan sebagai: a. Pemberi Pelayanan Kebidanan; b. Pengelola Pelayanan Kebidanan; c. Penyuluh dan konselor; d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik; e. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan; dan/atau f.
Peneliti.
2. Peran Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 48 Bidan
dalam
penyelenggaraan
Praktik
Kebidanan
sebagaimana
dimaksud diatas harus sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Pasal 49 Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu, Bidan berwenang: a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;
Midwifery Update
pg. 150
b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal; c. Memberikan
Asuhan
Kebidanan
pada
masa
persalinan
dan
menolong persalinan normal; d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas; e. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin, nifas, dan rujukan; dan f.
Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.
Pasal 50 Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, Bidan berwenang: a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah; b. Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat; c. Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh kembang, dan rujukan; dan d. Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dilanjutkan dengan rujukan. Pasal 51 Dalam
menjalankan
tugas
memberikan
pelayanan
kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana, Bidan berwenang melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.
Midwifery Update
pg. 151
Pasal 53 Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf d terdiri atas: a. Pelimpahan secara mandat; dan b. Pelimpahan secara delegatif. Pasal 54 1. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a diberikan oleh dokter kepada Bidan sesuai kompetensinya. 2. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis. 3. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tanggung jawab berada pada pemberi pelimpahan wewenang. Pasal 55 1. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah kepada Bidan. 2. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam rangka: a. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu; atau b. Program pemerintah. 3. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan disertai pelimpahan tanggung jawab. Pasal 56 1. Pelaksanaan
tugas
dalam
keadaan
keterbatasan
tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf e merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain di suatu wilayah tempat Bidan bertugas. 2. Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Midwifery Update
pg. 152
3. Pelaksanaan
tugas
dalam
keadaan
keterbatasan
tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bidan yang telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan Kompetensi Bidan. 4. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. 5. Dalam rrrenyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/atau organisasi profesi terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi. Pasal 57 1. Program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (21 huruf b merupakan penugasan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk melaksanakan program pemerintah. 2. Program
pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan . 3. Pelaksanaan program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bidan yang telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan Kompetensi Bidan. 4. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. 5. Dalam menyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/atau organisasi profesi terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi Pasal 58 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 59 1. Dalam keadaan gawat darurat untuk pemberian pertolongan pertama, Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sesuai dengan kompetensinya.
Midwifery Update
pg. 153
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Klien/pasien. 3. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien/pasien. 4. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bidan sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya. 5. Penanganan keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat l4l dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peratura perundang-undangan. Materi Pokok 3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidanan Sebelum membahas tentang Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidanan, ada beberapa contoh masalah konflik atau dilema moral dan cara pemecahannya Lingkup Masalah Perkembangan Ilmu dan Teknologi Sosial Budaya, Agama, Kepercayaan Tindakan Medis/Intervensi
Contoh Kasus Bayi Tabung, Donor Sperma, penelitian menggunakan klien/pasien, Transplantasi organ tubuh, Teknik reproduksi manusia Transfusi darah, penggunaan alat kontrasepsi, adopsi anak, sunat perempuan, larangan untuk bumil, makanan ibu nifas, ibu menyusui, perkawinan SC, episiotomi, Penggunaan USG, Vakum/Ekstraksi Forcep, pemeriksaan, pemberian oksitosin, pemberian infus, lama hari rawat, pengawasan bayi secara intensive, Skrining penyakit terhadap bayi
Pemecahan Mencari Landasan Hukumnya Perlu Advokasi dan Konseling yang tepat Memerlukan informed Choice dan Informed Concent
Pencegahan konflik etik dan pelanggaran hak-hak klien/pasien dapat dilakukan dengan cara melakukan informed choice, informed concent, negosiasi, persuasi dan pembahasan dalam komite etik. 1. Informed Choice Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Midwifery Update
pg. 154
Sebelum meminta persetujuan klien/pasien mengenai tindakan asuhan yang akan dilakukan, bidan wajib memberi informasi yang jelas mengenai alternatif pilihan yang ada, beserta manfaat, risiko yang menyertai, dan kemungkinan hasil dari pilihannya. Informed Choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan, pilinan alternatif tindakan,
risiko
dan
komplikasi
yang
mungkin
terjadi,
Prognosis/Perkiraan harapan dan kekhawatiran setelah dilakukan tindakan, termasuk perkiraan biaya yang dibutuhkan. Pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (consent). Persetujuan penting dari sudut pandang Bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan oleh Bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (sebagai konsumen penerima
jasa
asuhan
Bidan)
yang
memberikan
gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran Bidan tidak hanya membuat keputusan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan
dan
keinginannya
terpenuhi.
Bidan
wajib
menanyakan apakah penjelasan yang diberikan sudah dapat dipahami atau belum. Bila belum, perlu dijelaskan ulang atau beri kesempatan klien/pasien untuk bertanya. 2. Informed Consent Informed
Consent
adalah
persetujuan
yang
diberikan
oleh
klien/pasien atau walinya yang berhak untuk dilakukan suatu tindakan kebidanan terhadap klien/pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan memahami mengenai tindakan itu. Informed consent harus dilakukan oleh bidan setiap kali akan melakukan tindakan medis. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah
mendapat
informasi
secukupnya
sehingga
setelah
mendapatkan informasi yang diberikan, pasien ataupun walinya
Midwifery Update
pg. 155
yang berhak sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang
akan
dilakukan
terhadapnya
sebelum
ia
mengambil
keputusan. Cara pemberian informasi dan permintaan persetujuan ini telah diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan no 36 tahun 2014, pasal
68,
tentang
Persetujuan
Tindakan
pelayanan
kesehatan
Tenaga
Kesehatan,
disebutkan bahwa: (1) Setiap
tindakan
perseorangan
yang
dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup: a. Tata cara tindakan pelayanan; b. Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan; c. Alternatif tindakan lain; d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan, baik secara tertulis maupun lisan. (5) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi
harus
diberikan
dengan
persetujuan
tertulis
yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 3. Negosiasi Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Midwifery Update
pg. 156
4. Persuasi Persuasi adalah komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain. Melalui persuasi setiap individu mencoba berusaha mempengaruhi kepercayaan dan harapan orang. 5. Pembahasan dalam Komite Etik. Komite etik merupakan tata kelola pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, selain itu melihat kompleksitas pelayanan kesehatan yang cenderung menimbulkan permasalahan baik antara klien/pasien/pasien dan/atau tenakes selaku pemberi pelayanan kesehatan tanggung jawab Komite etik, dapat menjadi penengah bila terjadi konflik dan menemukan solusi yang dapat di integrasikan kedalam kebijakan organisasi Materi Pokok 4. Penanganan Konflik dan dilemma moral dalam Praktik Kebidanan Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan sasaran dan target pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan masyarakat
dengan
memperkuat
kepercayaan,
sikap,
ilmu
pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang telah diterima dan berguna bagi masyarakat. Konsekuensi logis dari semua itu karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan dan keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh
sebuah
menghadapi
masyarakat masyarakat
mempersiapkan
segenap
itu
senantiasa
seperti
itu
kemampuan
berubah.
seorang dan
bidan
Maka harus
keahliannya
untuk bisa untuk
menghadapi segala bentuk perubahan. Proses dinamika masyarakat itulah yang menyebabkan bidan dapat menjadi agen pembaharu yang mengambil peran besar, dan peran ini akan
dapat
dimainkan
oleh
bidan
jika
atasannya
memang
mendayagunakannya secara optimal. Masalah ketenagaan atau bidan merupakan masalah besar yang dihadapi para pemimpin instansi pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk mengembangkan sumber daya manusia itu (bidan) terutama pada saat
Midwifery Update
pg. 157
bertugas di desa pada lingkungan yang memiliki kebudayaan yang sangat beragam (Wahyuni, 1996; 158). Pengambilan Keputusan Etis dalam Pelayanan Kebidanan Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Beberapa teori yang mendasari
pertimbangan
bidan
sebelum
bertindak/mengambil
keputusan, diantaranya: 1. Utilitarianisme : Dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu Tindakan utilitarianisme adalah tindakan dinilai baik, benar dan tepat berdasarkan keuntungan/manfaat/efisiensi dari tindakan tersebut. Sedangkan Aturan utilitarianisme, adalah tindakan dinilai baik, benar jika dalam aturan yang benar. Baik dan benar tersebut meliputi kebermanfaatan, benar secara keilmuan, hukum, agama, sosial budaya. 2. Deontologi : Tindakan dinilai baik dan benar jika memprioritaskan “ tugas” atau “kewajiban” tanpa mengindahkan konsekuensinya, dimanapun tempatnya maupun kemampuan yang dimilikinya, berfokus pada penyelamatan jiwa, meminimalisir risiko yang mungkin timbul akibat asuhan yang diberikan. Memperhatian beberapa teori yang mendasari pertimbangan bidan sebelum bertindak/mengambil keputusan tersebut maka sebelum melakukan tindakan, bidan harus: 1. Memprioritaskan tindakan sesuai dengan masalah atau kebutuan ibu, misalnya untuk penyelamatan jiwa. 2. Memenuhi persyaratan tindakan, mengidentifikasi kontra indikasi dan
indikasi
tindakan
untuk
meminimalisir
risiko/efek
samping/dampak yang merugikan klien/pasien 3. Melakukan tindakan didasari keilmuan/landasan ilmiah yang dapat dibenarkan 4. Memberikan informasi secara adil, jujur dan terbuka
Midwifery Update
pg. 158
5. Berlaku adil atau non diskriminatif 6. Mempertimbangkan aturan yang berlaku Langkah – langkah penanganan masalah konflik dan dilema moral 1. Identifikasi masalah a.
Rumuskan masalah
b. Kaji masalah tersebut : Apakah dapat membahayakan ibu atau janin atau merugikan bio psiko sosial 2. Kaji pihak-pihak terkait 3. Rencana prioritas tindakan a.
Tindakan segera
b. Tindakan berencana 4. Kaji alasan prioritas tindakan a. Apakah tindakan untuk keselamatan, keamanan ibu maupun janin b. Apakah terkait dengan Sosial, budaya, Agama, Kepercayaan c. Apakah terkait hasil temuan IPTEK 5. Bedakan posisi dan nilai pribadi dan nilai profesional. Putuskan tindakan professional 6. Penuhi syarat-syarat melakukan tindakan: a. Kaji alasan mendasar, ilmiah, rasional, logis. b. Kaji Keunggulan, kelemahan/risiko, indikasi, kontraindikasi, alternatif tindakan, syarat tindakan, upaya meminimalisir risiko c. Kaji kebenaran secara keilmuan, norma budaya, agama, legalitas d. Pertimbangkan
kompetensi
dan
kewenangan
penolong,
ketersediaan fasilitas e. Pastikan untuk melakukan tindakan mandiri, kolaborasi, kerjasama, koordinasi dan rujukan 7. Klien/pasien diberikan informasi secara lengkap dan jelas, pastikan klien/pasien mengerti dengan baik dan benar 8. Sebelum melakukan tindakan, meminta persetujuan klien/pasien 9. Lakukan dengan hati- hati, tepat, cermat, cepat dan cekatan.
Midwifery Update
pg. 159
10. Lakukan
monitoring
dan
evaluasi
terus
menerus
serta
ditindaklanjuti segera Seluruh langkah-langkah tindakan tersebut harus tertulis dalam dokumen/catatan asuhan/ perkembangan klien/pasien Referensi -
-
-
-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan PP IBI. Etika dan Kode Etik Kebidanan. Jakarta: PP IBI, 2018 Setiyawati, et.al. Makalah Malpraktik. http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/07/05/makalahmalpraktek. Diakses: 31 Oktober 2012 YPKP. Modul Kebidanan: Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2012 YPKP. Modul Kebidanan: Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan. Etikolegal dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2015 YPKP. Modul Kebidanan: Kesehatan Reproduksi. Jakarta: YPKP, 2006 Frith.Lucy., Draper.Heather. Ethics and Midwifery, Issues in Contemporary Practice, Elsevier, Second Edition, 2004 http://endahdian.wordpress.com/2009/12/21/dilema-etik-moralpelayanankebidanan/ Diakses 8 Oktober 2012 http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/3/Chapter% 2011 .pdf. Diakses 19 Oktober 2012 http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/4/Chapter% 2011. pdf. Diakses 20 Oktober 2012 Sampurna, Budi,dkk. Bioetik dan Hukum Kedokteran Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Cetakan Kedua. 2007:Pustaka Dwipar Sweet. Betty R. Tiran, Denise. Mayes Midwifery’ A Textbook for Midwives, British Library, London, 12th edition
Midwifery Update
pg. 160
Lampiran 1. Pedoman Evaluasi Diri Penerapan Etika Dalam Praktik Kebidanan 2. Contoh Kasus PEDOMAN EVALUASI DIRI PENERAPAN ETIKA DALAM
PRAKTIK
KEBIDANAN Petunjuk Penilaian: Berikanlah tanda (√) pada kolom yang sesuai
dengan penglaman
saudara, 5 = Selalu dilakukan 4 = Sering dilakukan 2 = Jarang dilakukan 1 = Tidak Pernah dilakukan No. 1.
2.
Midwifery Update
Aspek yang Diamati
Skore 1 2 4 5
Karakteristik dan Perilaku Bidan a. Semangat b. Empati c. Siap melayani, bekerja sepenuh hati d. Kompeten, Terampil, Cekatan e. Disiplin f. Berkata jujur g. Penampilan bersih, rapih, sesuai tuntutan tugas, menarik dan bugar h. Tanggung Jawab i. Mengutamakan kepentingan pasien Menghargai otonomi a. Memberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami klien/pasien, sebelum meminta persetujuan, meliputi: 1) Tindakan yang akan diterapkan pada klien/pasien 2) Tujuan tindakan pelayanan yang akan dilakukan; 3) Prosedur/Tata cara tindakan pelayanan 4) Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan. 5) Manfaat tindakan yang diperoleh klien/pasien
pg. 161
No.
3.
4.
5.
Midwifery Update
Aspek yang Diamati
Skore 1 2 4 5
6) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi 7) Upaya meminimalisir risiko 8) Alternatif tindakan lain 9) Hak menolak Tindakan 10) Perkiraan biaya yang diperlukan b. Memberikan pilihan/ konseling c. Melakukan tindakan sesuai dengan pilihan pasien d. Memberikan informed concent (meminta persetujuan dan ijin tindakan) e. Mendengarkan keluhan pasien/menjadi pendengar yang baik f. Menjaga kontak mata dengan pasien g. Menghargai keyakinan dan budaya pasien/ kebiasaan/tidak mencela Melakukan tindakan dengan benar a. Bekerja cermat dan teliti (cek alat, obat, pasien) b. Mematuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) c. Melakukan pengkajian data akurat d. Membuat diagnosa/rumusan masalah dengan benar (melakukan triangulasi data) e. Membuat perencaan asuhan dengan benar (berdasarkan prioritas: segera, antisipasi masalah, komprehensif) f. Melakukan tindakan dengan benar, aman g. Memaksimalkan kondisi fisiologis/non intervensi h. Memperhatikan kebermanfaatan dan kepuasan pasien i. Memperhatikan aturan hukum/kewenangan j. Bekerja berdasarkan keilmuan k. Melibatkan pihak-pihak terkait Mencegah tindakan yang dapat merugikan a. Memperhatikan indikasi, kontra indikasi b. Memperhatikan syarat tindakan c. Meminimalisir risiko tindakan d. Mempersiapkan pasien sebelum tindakan e. Berkolaborasi dan Merujuk pasien kepada ahli secara tepat waktu dan tempat rujukan f. Mendokumentasikan asuhan secara akurat, lengkap, sistematis dan mudah diakses Memperlakukan pasien secara adil a. Memberikan pelayanan kepada siapapun yang membutuhkan pg. 162
No.
Aspek yang Diamati
Skore 1 2 4 5
b. Non jugdmental/menghakimi/menyalahkan orang lain/tidak mencela orang lain c. Menghargai perbedaan d. Memprioritaskan pasien berdasarkan kebutuhan/kondisi pasien e. Memberikan kompensasi, jika terpaksa membuat ketidaknyaman 6. Menepati janji yang telah disepakati a. Bekerja sesuai dengan pilihan dan kebutuhan pasien b. Komitmen/ konsisten c. Mendampingi pasien terus menerus didalam ruang pemeriksaan/ tindakan d. Tidak memberikan janji berlebihan 7. Menjaga Kerahasiaan a. Menyimpan informasi yang dipercayakan/ kerahasiaan pribadi dan data b. Menyampaikan informasi terkait tugas sesuai kepentingan dan tujuan asuhan c. Menjaga privasi (melakukan pemeriksaan/ tindakan di dalam ruang tertutup d. Membatasi orang yang tidak berkepentingan berada di dalam ruang pemeriksaan/ tindakan e. Menyimpan dokumen asuhan secara benar Jumlah Skor Catatan: …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………… Contoh Kasus Seorang ibu hamil di Puskesmas, dibawa ke Puskesmas oleh keluarganya karena tidak sadarkan diri. Setelah diperiksa ternyata ibu sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ibu tersebut mengalami hamil yang kedua kalinya, umur kehamilannya 32 minggu, namun janin masih ada tanda-tanda kehidupan. Tidak ada dokter SPOG, hanya ada dokter umum dan bidan. Pertanyaan bagaimana sikap bidan?
Midwifery Update
pg. 163
Jawaban Terpaksa dibiarkan janin meninggal dunia, dengan pertimbangan jika janin dilahirkan melalui SC, bayi memerlukan NICU segera. Daripada menyakiti ibu yang sudah meninggal dunia maka diputuskan terpaksa membiarkan janin meninggal dunia bersama ibunya. Kasus 1. Ny. A, 25 tahun, G1 hamil aterm. Saat datang di Puskesmas, mengeluh mules2 ingin melahirkan. Pada pemeriksaan, tanda vital baik, his 3x/10 mnt/25 detik/sedang relaksasi baik. Periksa dalam, porsio axial, lunak, tebal 1 cm pembukaan 3 cm. Pasien tidak tahan sakit, dan minta dilakukan operasi sesar. Bagaimana seharusnya sikap bidan? 2. Seorang ibu 25 thn, G2P1 hamil aterm, riwayat SC 1x, janin presentasi kepala dan belum inpartu. Ibu ini ingin sekali lahir pervaginam, dan selama ini ANC di bidan. Bagaimana sikap bidan? 3. Ny. A, 24 tahun, G2P1 hamil aterm. Datang ke rumah bidan jam 17.30 dengan kondisi ketuban pecah, air ketuban jernih, his 3x/10 mnt/sedang. Pada periksa dalam didapatkan, pembukaan 4 cm teraba bokong di H1. Bidan berusaha untuk observasi dan menolong persalinan Ny. A. Bagaimana sikap bidan seharusnya? 4. Bagaimana saudara menyikapi ibu yang tidak ingin menggunakan kontrasepsi tetapi tidak ingin hamil/ 5. Seorang ibu hamil yang ke 3, ketika dilakukan pemeriksaan diduga janinnya mengalami Down Syndrome, ibu termasuk keluarga kurang beruntung, ibu telah mempunyai 2 orang anak yang masih balita 6. Ibu membawa bayinya yang baru dilahirkan 1 minggu yang lalu, meminta bayinya untuk di sunat 7. Sepasang remaja datang kepada saudara, mengaku baru saja melakukan hubungan intim Diskusikan contoh- contoh kasus tersebut, ditinjau dari aspek etikolegal
Midwifery Update
pg. 164
BAB V UPDATING PELAYANAN ANTENATAL TERPADU
A.
Deskripsi Singkat Sesi ini membahas tentang pelayanan Antenatal Terpadu
B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus a. Menjelaskan situasi kesehatan Ibu dan Bayi di Indonesia b. Menjelaskan kebijakan pelayanan ANC di Indonesia c. Menjelaskan konsep pelayanan antenatal terpadu, termasuk konseling kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI; d. Menjelaskan pelayanan ANC terpadu, deteksi dini kelainan/ penyakit/ gangguan yang diderita ibu hamil dan tatalaksana terhadap kelainan/ penyakit/ gangguan pada ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.
C.
Materi Pokok 1. Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi diIndonesia 2. Standar pelayanan ANC 3. Pelayanan ANC Terpadu 4. Pelayanan ANC Masa Pandemi Covid-19 5. Pemanfaatan Buku KIA
Midwifery Update
pg. 165
D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Situasi Kesehatan Ibu Dan Bayi Di Indonesia Kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar, sehingga pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000 Kelahiran Hidup (Supas, 2015), masih merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, sekitar 12 kali lebih tinggi daripada Thailand (25 per 100.000 Kelahiran Hidup). Bila dihitung secara absolut, jumlah kematian ibu di Indonesia sebanyak 14.640 ibu, namun saat ini yang tercatat dan dilaporkan baru 4.999 ibu meninggal; sehingga masih sekitar 9.641 kematian ibu yang tidak tercatat. Kondisi ini mengisyaratkan perlunya upaya yang lebih agar dapat mencapai target global SDG untuk menurunkan AKI menjadi 183 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2024 dan kurang dari 70 kematian per100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai target tahun 2024 diperlukan paling tidak penurunan kematian ibu sebesar 5.5% per tahun dan untuk mencapai target SDGs diperlukan penurunan kematian ibu sebanyak 9.5% per tahun sejak 2015 Penyebab
utama
kematian
langsung
terbanyak
terjadi
dikarenakan gangguan hipertensi dalam kehamilan (33,1%) dan pendarahan obstetric saat masa nifas (27,3%) yang sebenarnya dapat dideteksi saat ANC (SRS, 2016). Kejadian kematian ibu ditemukan sebanyak 78% di Rumah Sakit, 15,6% di Rumah 4,1% di perjalanan
menuju
RS/Fasyankes,
2,5%
di
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan lainnya (SRS, 2016). Sedangkan, penyebab kematian pada kelompok perinatal disebabkan oleh komplikasi intrapartum sebanyak 28,3% dan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 19% (SRS, 2016).
Midwifery Update
pg. 166
Ini menggambarkan bahwa faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan sangat menentukan keberhasilan persalinan untuk ibu dan bayi yang dilahirkan. Perdarahan pada pasca persalinan berkaitan dengan anemia pada saat remaja dan saat hamil. Berdasarkan Riskedas 2008, terdapat peningkatan kasus yang cukup signifikan terkait anemia pada ibu hamil dari 37,1% pada tahun 2013 menjadi 48,9% pada tahun 2018. Ibu hamil dengan anemia berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Data pada Riskesdas tahun 2018, proporsi balita gizi buruk, stunting, dan gemuk mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013. Proporsi balita gizi buruk sebelumnya 5,7% menjadi 3,9%; balita stunting sebelumnya 37,2% menjadi 30,8%; dan balita gemuk sebelumnya 11,9% menjadi 8,0%. Pada Pandemi Covid-19 di Indonesia, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 September 2020, terdapat 4,9% ibu hamil terkonfirmasi positif COVID-19 terkonfirmasi yang memiliki data kondisi penyerta. Data ini menunjukkan bahwa ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir juga merupakan sasaran yang rentan terhadap infeksi COVID-19 dan kondisi ini dikhawatirkan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir. Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua layanan rutin termasuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Seperti ibu hamil menjadi enggan ke puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya karena takut tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari segi tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat Pelindung Diri. Hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir menjadi salah satu layanan yang terkena dampak, baik secara akses maupun kualitas. Saat ini bangsa Indonesia harus memulai adaptasi kebiasaan baru agar tetap dapat hidup sehat dalam situasi pandemi COVID-19. Adaptasi kebiasaan baru harus dilakukan agar masyarakat dapat melakukan kegiatan sehari-hari sehingga dapat terhindar dari COVID-19. Dengan adaptasi kebiasaan baru diharapkan hak masyarakat terhadap kesehatan dasar dapat tetap terpenuhi.
Midwifery Update
pg. 167
Pelayanan antenatal termasuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) Tingkat Kabupaten/Kota di bidang kesehatan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan nomor 4 tahun 2019 yang pencapaiannya diwajibkan 100%. Pelayanan ANC juga menjadi indikator penting dalam memastikan eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak sesuai Peraturan Menteri Kesehatan nomor 52 tahun 2017. Penyelenggaraan eliminasi tersebut dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, surveilans kesehatan, deteksi dini, dan atau penanganan kasus. Deteksi dini dilakukan dengan rapid diagnostic test (RDT) pada ibu hamil paling sedikit satu kali pada masa kehamilan di pelayanan kesehatan yang memiliki standar diagnostik tersebut. Berdasarkan data rutin P2 tahun 2019 dari 1.643.204 ibu hamil diskrining Hepatitis B, diperoleh ibu hamil yang reaktif HbSAg sejumlah 30.965 orang (1.88%). Tuberkulosis maternal berhubungan dengan peningkatan risiko abortus spontan, mortalitas perinatal dan berat badan lahir rendah. Pada 5-10% kasus TB pada wanita hamil dapat terjadi TB diseminata yang berisiko menularkan ke janin (TB kongenital). Penelitian Kings college London tahun 2014-2016, memeriksa kesehatan jiwa 545 ibu hamil dengan hasil yang diperoleh bahwa satu dari empat (4) ibu hamil (11%) mengalami masalah kesehatan jiwa selama kehamilan. Penelitian yang dilakukan Profesor Howard ini dipublikasikan di British Jurnal Psychiatry bertujuan untuk mewujudkan kesadaran dan membuktikan bahwa pemeriksaan kesehatan jiwa ibu hamil penting dilaksanakan. Integrasi pelayanan ANC juga melibatkan lintas program seperti Pencenggahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (Tuberkulosis, Malaria, IMS dan Kecacingan), Penyakit Tidak Menular (DM, Hipertensi, Jiwa dan Jantung), Gizi serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya. Pelayanan ANC juga mewajibkan penggunaan nomor e-KTP atau NIK menjadi nomor identitas tunggal seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Midwifery Update
pg. 168
Pelayanan ANC mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil, melahirkan dan menjaga agar lingkungan sekitar mampu melindungi bayi dari infeksi. Dokter dan bidan mampu melaksanakan ANC yang berkualitas serta melakukan deteksi dini (skrining), menegakkan diagnosis, melakukan tatalaksana dan rujukan sehingga dapat berkontribusi dalam upaya penurunan kematian maternal dan neonatal. Pada tahun 2016 WHO mengeluarkan rekomendasi pelayanan antenatal yang bertujuan untuk memberikan pengalaman hamil dan melahirkan yang positif (positive pregnancy experience) bagi para ibu serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak yang disebut sebagai 2016 WHO ANC Model. Inti dari 2016 WHO ANC Model ini adalah pemberian layanan medis, pemberian informasi yang relevan dan tepat waktu serta pemberian dukungan emosional. Semua ini diberikan oleh petugas kesehatan yang kompeten secara klinis dan memiliki keterampilan interpersonal yang baik kepada ibu hamil selama proses kehamilan. Salah satu rekomendasi dari WHO adalah pada ibu hamil normal ANC minimal dilakukan 8x, setelah dilakukan adaptasi dengan profesi dan program terkait, disepakati di Indonesia, ANC dilakukan minimal 6 kali dengan minimal kontak dengan dokter 2 kali untuk skrining faktor risiko/komplikasi kehamilan di trimester 1 dan skrining faktor risiko persalinan 1x di trimester 3. Berdasarkan beberapa fakta diatas, upaya pelayanan dan program kesehatan
ibu
bayi,
dan
balita
difokuskan
pada
peningkatan
aksesibilitas serta kualitas pelayanan terkait dengan berbagai faktor risiko yang menjadi penyebab utama kematian ibu, bayi dan balita. Untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan upaya mendekatkan jangkauan pelayanan dalam kesehatan ibu dan anak melalui kegiatan prioritas “Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga” (PISPK) dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diselenggarakan melalui Pendekatan Keluarga yang keberhasilannya diukur dengan 12 Indikator Keluarga Sehat.
Midwifery Update
pg. 169
Dalam pencapaian 12 indikator PIS-PK, pelayanan kebidanan berkontribusi minimal pada 5 dari 12 indikator Keluarga Sehat, yaitu (1) Keluarga mengikuti KB, (2) Ibu bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan, (3) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, (4) Bayi diberi ASI Eksklusif selama 6 bulan, dan (5) Memantau pertumbuhan Balita setiap bulan. Kontribusi Pelayanan kebidanan dengan pendekatan keluarga yang baik akan meningkatkan capaian SPM kabupaten/kota. Untuk mendukung PIS-PK telah dilakukan upaya mendekatkan jangkauan pelayanan kebidanan kepada keluarga/masyarakat dengan menempatkan bidan pada Poskesdes/Polindes disetiap desa. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran dalam penurunan AKI dan AKB, serta menyiapkan generasi penerus masa depan yang berkualitas dengan memberikan pelayanan kebidanan yang bermutu, berkesinambungan dan paripurna, bagi ibu dan anak diantaranya meliputi pelayanan kesehatan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, serta pelayanan keluarga berencana yang berfokus pada aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling, promosi persalinan normal, dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan perempuan, serta melakukan deteksi dini, pertolongan pertama pada kegawatdaruratan, stabilisasi pada kasus kegawatdaruratan maternal neonatal dan rujukan yang aman. Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan berupa asuhan kebidanan yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi (interprofesional health provider collaboration), dan/atau rujukan dilaksanakan oleh tenaga bidan yang kompeten, memegang teguh falsafah kebidanan, dilandasi oleh etika dan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional serta didukung sarana dan prasarana yang terstandar.
Midwifery Update
pg. 170
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi baru
lahir.
Kualitas
pelayanan
antenatal
yang
diberikan
akan
mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas untuk mewujudkan generasi yang berkualitas. Materi Pokok 2. Standar Pelayanan ANC Dalam upaya mewujudkan visi dan misi Presiden-Wakil Presiden yang tertuang dalam Nawa Cita, Pemerintah telah mencanangkan Program Indonesia Sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan Pendekatan Keluarga. Implementasi Program Indonesia Sehat lebih fokus pada Standar Pelayanan Minimal (Permenkes No. 4 tahun 2019) tentang SPM bidang kesehatan
menggunakan
pendekatan
keluarga
mengacu
pada
Permenkes No. 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga/ PIS-PK) dan Pelibatan lintas sektor dan seluruh aktor
pembangunan
termasuk
masyarakat
dalam
pelaksanaan
pembangunan kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat mengacu pada Inpres no. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah untuk pemenuhan hak dasar setiap warga negara untuk setiap kelompok umur dengan pencapaian 100%. Setiap keluarga akan menjadi sasaran untuk SPM, dan salah satu SPM adalah Pelayanan ANC sesuai Standar. PIS-PK merupakan upaya pro aktif dari tenaga kesehatan Puskesmas dalam menjangkau seluruh keluarga untuk meningkatkan promotif, preventif dan deteksi dini. Sedangkan Germas merupakan dukungan lintas sektor dalam upaya mendukung peningkatan derajat kesehatan keluarga antara lain melalui Rumah Desa Sehat (RDS), Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M), Usaha Kesehatan Kerja (UKK).
Midwifery Update
pg. 171
SPM TERKAIT KESEHATAN KELUARGA PP 2/ 2018 TENTANG SPM BIDANG KESEHATAN PERMENKES NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA SPM BIDANG KESEHATAN
NO
PERNYATAAN STANDAR
NO
PERNYATAAN STANDAR
1
Se#ap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.
8
2
Se#ap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar.
9
Se#ap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. Se#ap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
3
Se#ap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
4
Se#ap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
5
Se#ap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
6
Se#ap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
7
Se#ap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
10
Se#ap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
11
Se#ap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar. Se#ap orang berisiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
12
Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar. Pemerintah
Daerah
tingkat
Kabupaten/Kota
wajib
memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar kepada semua ibu hamil di wilayah kerja kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu satu tahun. Pelayanan antenatal sesuai standar: a. Minimal 4 kali selama kehamilan sesuai jadwal b. Dilakukan oleh tenaga kebidanan dan atau tenaga medis yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) c. Memenuhi kriteria minimal 10 T d. Di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) milik pemerintah maupun swasta Definisi Pelayanan Antenatal Terpadu Pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil sejak terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan.
Midwifery Update
pg. 172
Tujuan Pelayanan Antenatal Terpadu Tujuan umum: Memenuhi hak setiap ibu hamil untuk memperoleh pelayanan antenatal yang komprehensif dan berkualitas sehingga ibu
hamil
dapat
menjalani kehamilan dan persalinan dengan pengalaman yang bersifat positif serta melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas. Pengalaman
yang
bersifat
positif
adalah
pengalaman
yang
menyenangkan dan memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi ibu hamil dalam menjalankan perannya sebagai perempuan, istri dan ibu. Tujuan khusus: a. Memberikan pelayanan antenatal terpadu, termasuk konseling kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI, b. Pemberian dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan keadaan ibu hamil pada setiap kontak dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik. c. Menyediakan
kesempatan
bagi
seluruh
ibu
hamil
untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu 8 kali selama masa kehamilan. d. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin. e. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil. f.
Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.
Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang dilakukan oleh tenaga kebidanan dan atau tenaga medis yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
Midwifery Update
pg. 173
Indikator 1. Kunjungan pertama (K1) K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu ke 8. Kontak pertama dapat dibagi menjadi K1 murni dan K1 akses. K1 murni adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan pada kurun waktu trimester 1 kehamilan. Sedangkan K1 akses adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan pada usia kehamilan berapapun. Ibu hamil seharusnya melakukan K1 murni, sehingga apabila terdapat komplikasi atau faktor risiko dapat ditemukan dan ditangani sedini mungkin 2. Kunjungan ke-4 (K4) K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi antenatal
klinis/kebidanan terpadu
untuk
dan komprehensif
mendapatkan sesuai
pelayanan
standar
selama
kehamilannya minimal 4 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester pertama (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (>12minggu -24 minggu), dan 2 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran). Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan (jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan). 3. Kunjungan ke-6 (K6) K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
klinis/kebidanan
untuk
mendapatkan
pelayanan
antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar selama kehamilannya minimal 6 kali selama kehamilannya dengan distribusi waktu: 2 kali pada trimester kesatu (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (>12minggu - 24 minggu), dan 3 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran), dimana
Midwifery Update
pg. 174
minimal 2 kali ibu hamil harus kontak dengan dokter (1 kali di trimester 1 dan 1 kali di trimester 3). Kunjungan antenatal bisa lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit
atau
gangguan
kehamilan.
Jika
kehamilan
sudah
mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk untuk diputuskan terminasi kehamilannya. Pemeriksaan dokter pada ibu hamil dilakukan saat: Kunjungan 1 di trimester 1 (satu) dengan usia kehamilan kurang dari 12 minggu atau dari kontak pertama Dokter
melakukan
kehamilan
atau
skrining
penyakit
kemungkinan
penyerta
pada
adanya ibu
faktor
hamil
risiko
termasuk
didalamnya pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Apabila saat K1 ibu hamil datang ke bidan, maka bidan tetap melakukan ANC sesuai standar, kemudian merujuk ke dokter. Kunjungan 5 di trimester 3 Dokter melakukan perencanaan persalinan, skrining faktor risiko persalinan termasuk pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan rujukan terencana bila diperlukan. Dalam Permenkes No. 97 tahun 2014, dinyatakan bahwa Pelayanan Antenatal adalah Pelayanan kesehatan terhadap kehamilan yang diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan profesional yang bertujuan untuk memberikan kesehatan optimal bagi ibu dan bayi selama kehamilan. Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu hamil dengan memenuhi kriteria minimal 10 T. Pelayanan antenatal dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) milik pemerintah maupun swasta yang meliputi Puskesmas dan jaringannya (Pustu), Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB), Klinik Pratama, Klinik Utama, Klinik Bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, Rumah Sakit milik Pemerintah maupun Swasta (Sesuai PP No. 47 tahun 2016 tentang
Midwifery Update
pg. 175
Fasyankes dan Permenkes No. 28 tahun 2017 Bidan Praktik Mandiri berubah menjadi Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB) Materi Pokok 3. Konsep Pelayanan ANC Terpadu Dalam pelayanan antenatal terpadu, Bidan harus mampu melakukan deteksi dini masalah gizi, faktor risiko, komplikasi kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular dan tidak menular yang dialami ibu hamil serta melakukan tata laksana secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk menjalani persalinan bersih dan aman. Kerangka Konsep Pelayanan ANC Terpadu
Masalah yang mungkin dialami ibu hamil antara lain: 1. Masalah gizi: anemia, KEK, obesitas, kenaikan berat badan tidak sesuai standar 2. Faktor risiko: usia ibu ≤ 16 tahun, usia ibu ≥ 35 tahun, anak terkecil ≤ 2 tahun, hamil pertama ≥ 4 tahun, interval kehamilan > 10 tahun, persalinan ≥ 4 kali, gemeli/ kehamilan ganda, kelainan letak dan posisi
janin,
kelainan
besar
janin,
riwayat
obstetrik
jelek
(keguguran/ gagal kehamilan), komplikasi pada persalinan yang lalu (riwayat vakum/ forsep, perdarahan pascapersalinan dan atau transfusi), riwayat bedah sesar, hipertensi, kehamilan lebih dari 40 minggu
Midwifery Update
pg. 176
3. Komplikasi
kebidanan:
pervaginam,
hipertensi
ketuban dalam
pecah
dini,
perdarahan
pre
eklampsia/
kehamilan/
eklampsia, ancaman persalinan prematur, distosia, plasenta previa. 4. Penyakit tidak menular: Hipertensi, diabetes mellitus, Thalasemia, kelainan jantung, ginjal, asma, kanker, epilepsi. 5. Penyakit menular: HIV, sifilis, hepatitis, malaria, TB, demam berdarah, tifus abdominalis. 6. Masalah
kejiwaan:
depresi,
gangguan
kecemasan,
psikosis,
skizofrenia. Pelayanan Antenatal Terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan oleh Bidan dengan keterampilan klinis dan interpersonal yang cukup kepada semua ibu hamil dengan cara: 1. Menyediakan
kesempatan
bagi
seluruh
ibu
hamil
untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu pada saat dibutuhkan 2. Melakukan pemeriksaan antenatal pada setiap kontak 3. Memberikan konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, KB dan pemberian ASI 4. Memberikan dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan kebutuhan/keadaan ibu hamil serta membantu ibu hamil agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman selama masa kehamilan dan menyusui. 5. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin. 6. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita ibu hamil. 7. Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada. 8. Mempersiapkan persalinan yang bersih dan aman. 9. Melakukan rencana antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi pada proses persalinan. 10. Melakukan tatalaksana kasus serta rujukan tepat waktu pada kasus kegawat daruratan maternal neonatal.
Midwifery Update
pg. 177
11. Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, mempersiapkan persalinan dan kesiagaan apabila terjadi komplikasi. Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar (10T) terdiri dari: 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan
atau
kurang
dari
1
kilogram
setiap
bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion) 2. Ukur Tekanan darah Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau proteinuria) 3. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LILA) Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamilberisiko KEK. Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). 4. Ukur Tinggi fundus uteri Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.
Midwifery Update
pg. 178
Standar pengukuran menggunakan pita pengukursetelah kehamilan 24 minggu 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit menunjukkan adanya gawat janin. 6. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil minimal
memiliki
status
imunisasi
T2
agar
mendapatkan
perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi. 7. Beri Tablet tambah darah (tablet besi) Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90 tablet selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama. 8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus) Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan
laboratorium
rutin
dan
khusus.
Pemeriksaan
laboratorium rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah, protein urine, dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/ epidemi
(malaria,
IMS,
HIV,
dll).
Sementara
pemeriksaan
laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang
Midwifery Update
pg. 179
dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal. Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
pada
saat
antenatal
tersebut meliputi: a. Pemeriksaan golongan darah Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan. b. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang
janin
dalam
kandungan.
Pemeriksaan
kadar
hemoglobin darah ibu hamil pada trimester kedua dilakukan atas indikasi. c. Pemeriksaan protein dalam urin Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil. d. Pemeriksaan kadar gula darah. Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan
pemeriksaan
gula
darah
selama
kehamilannya
minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga. e. Pemeriksaan darah Malaria Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
Midwifery Update
pg. 180
f.
Pemeriksaan tes Sifilis Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes
HIV
kepada
semua
ibu
hamil
secara
inklusif
pada
pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.Teknik penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and Councelling (PITC) atau Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling (TIPK). h. Pemeriksaan BTA Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
tuberkulosis
sebagai
pencegahan
agar
infeksi
tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan. Mengingat kasus perdarahan dan preeklamsi/eklamsi merupakan penyebab utama kematian ibu, maka diperlukan pemeriksaan dengan menggunakan alat deteksi risiko ibu hamil oleh bidan termasuk bidan desa meliputi alat pemeriksaan laboratorium rutin (golongan darah, Hb), alat pemeriksaan laboratorium khusus (glukoprotein urin), dan tes hamil. 9. Tatalaksana/ penanganan Kasus Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan
Midwifery Update
pg. 181
bidan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. 10. Temu wicara (konseling) Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi : a. Kesehatan ibu Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat. b. Perilaku hidup bersih dan sehat Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan. c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan. d. Tanda bahaya pada khamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi komplikasi Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya baik
selama
kehamilan,
persalinan,
dan
nifas
misalnya
perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehtan kesehatan.
Midwifery Update
pg. 182
e. Asupan gizi seimbang Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya. f.
Gejala penyakit menular dan tidak menular. Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular
dan
penyakit
tidak
menular
karena
dapat
mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya. g. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah Epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TB di daerah epidemic rendah. Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera diberikan informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dilakukan konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga tetap HIV negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV negative selama hamil, menyusui dan seterusnya. h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan. i.
KB paska persalinan Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.
Midwifery Update
pg. 183
j.
Imunisasi Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (T) yang masih memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi mengalami tetanus neonatorum. Setiap ibu hamil minimal mempunyai status imunisasi T2 agar terlindungi terhadap infeksi tetanus.
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster) Untuk
dapat
meningkatkan
intelegensia
bayi
yang
akan
dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan. Materi Pokok 4. Pelayanan ANC Pada Masa Pandemi Covid-19 dan Adaptasi Kebiasaan Baru Rekomendasi Utama untuk Tenaga Kesehatan yang Menangani Pasien COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir a. Penggunaan APD sesuai standar dan tetap lakukan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19. b. Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan airborne. Untuk itu perlu dijaga agar proses penularan ini tidak terjadi pada tenaga kesehatan dan pasien. c. Jaga jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan d. Segera menginfokan kepada tenaga penanggung jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek. e. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable, atau suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah siap/ sebagai pusat rujukan pasien COVID19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
Midwifery Update
pg. 184
Bila ada pemeriksaan membuka mulut atau yang menimbulkan aerosol, gunakan masker N95. Pelayanan antenatal pada Ibu Hamil dengan Suspek Covid-19 (Antenatal Care/ANC) pada kehamilan normal minimal 6x dengan rincian 2x di Trimester 1, 1x di Trimester 2, dan 3x di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa oleh dokter saat kunjungan 1 di Trimester 1 dan saat kunjungan ke 5 di Trimester 3. ANC ke-1 di Trimester 1: skrining faktor risiko dilakukan oleh Dokter dengan menerapkan protokol kesehatan. Jika ibu datang pertama kali ke bidan, bidan tetap melakukan pelayanan antenatal seperti biasa, kemudian ibu dirujuk ke dokter untuk dilakukan skrining. Sebelum ibu melakukan kunjungan antenatal secara tatap muka, dilakukan janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/ secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19. a.
Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika sulit untuk mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test. Pemeriksaan skrining faktor risiko kehamilan dilakukan di RS Rujukan,
b. Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan skrining oleh Dokter di FKTP.
Midwifery Update
pg. 185
ANC ke-2 di Trimester 1, ANC ke-3 di Trimester 2, ANC ke-4 di Trimester 3, dan ANC ke-6 di Trimester 3: Dilakukan tindak lanjut sesuai hasil skrining. Tatap muka didahului dengan janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19. a. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika sulit mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test. b. Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan pelayanan antenatal di FKTP. ANC ke-5 di Trimester 3 Skrining faktor risiko persalinan dilakukan oleh Dokter dengan menerapkan protokol kesehatan. Skrining dilakukan untuk menetapkan : a. Faktor risiko persalinan, b. Menentukan tempat persalinan, dan c. Menentukan apakah diperlukan rujukan terencana atau tidak. Tatap muka didahului dengan janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika sulit mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test. 1) Rujukan terencana diperuntukkan bagi: •
Ibu dengan faktor risiko persalinan. Ibu dirujuk ke RS untuk tatalaksana risiko atau komplikasi persalinan. Skrining COVID-19 dilakukan di RS alur pelayanan di RS
•
Ibu dengan faktor risiko COVID-19. Skrining faktor risiko persalinan dilakukan di RS Rujukan.
Jika tidak ada faktor risiko yang membutuhkan rujukan terencana, pelayanan antenatal selanjutnya dapat dilakukan di FKTP. 2) Janji temu/teleregistrasi adalah pendaftaran ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan antenatal, nifas, dan kunjungan bayi baru lahir melalui media komunikasi (telepon/SMS/WA) atau secara daring. Saat
Midwifery Update
pg. 186
melakukan janji temu/teleregistrasi, petugas harus menanyakan tanda, gejala, dan faktor risiko COVID-19 serta menekankan pemakaian masker bagi pasien saat datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 3) Skrining faktor risiko (penyakit menular, penyakit tidak menular, psikologis kejiwaan, dll) termasuk pemeriksaan USG oleh Dokter pada Trimester 1 dilakukan sesuai Pedoman ANC Terpadu dan Buku KIA. •
Jika tidak ditemukan faktor risiko, maka pemeriksaan kehamilan ke 2, 3, 4, dan 6 dapat dilakukan di FKTP oleh Bidan atau Dokter. Demikian pula untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang bisa ditangani oleh Dokter di FKTP.
•
Jika ditemukan ada faktor risiko yang tidak dapat ditangani oleh Dokter di FKTP, maka dilakukan rujukan sesuai dengan hasil skrining untuk dilakukan tatalaksana secara komprehensif (kemungkinan juga dibutuhkan penanganan spesialistik selain oleh Dokter Sp.OG)
4) Pada ibu hamil dengan kontak erat, suspek, probable, atau terkonfirmasi COVID-19, pemeriksaan USG ditunda sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi. 5) Ibu hamil diminta mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam kehidupan sehari-hari. •
Mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika ada keluhan atau tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
•
Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), seperti mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang atau ibu hamil dengan penyakit diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan penyakit penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk, maka ibu harus memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
•
Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah usia kehamilan 28 minggu, hitunglah gerakan janin secara mandiri (minimal 10 gerakan dalam 2 jam). Jika 2 jam pertama gerakan janin belum mencapai
Midwifery Update
pg. 187
10 gerakan, dapat diulang pemantauan 2 jam berikutnya sampai maksimal dilakukan hal tersebut selama 6x (dalam 12 jam). Bila belum mencapai 10 gerakan selama 12 jam, ibu harus segera datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk memastikan kesejahteraan janin. •
Ibu
hamil
diharapkan
senantiasa
menjaga
kesehatan
dengan
mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap melakukan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil/ yoga/pilates/peregangan secara mandiri di rumah agar ibu tetap bugar dan sehat. Ibu hamil tetap minum Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai dosis yang diberikan oleh tenaga kesehatan. 6) Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil dengan status suspek, probable,
atau
terkonfirmasi
positif
COVID-19
dilakukan
dengan
pertimbangan dokter yang merawat. 7) Pada ibu hamil suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, saat pelayanan antenatal mulai diberikan KIE mengenai pilihan IMD, rawat gabung, dan menyusui agar pada saat persalinan sudah memiliki pemahaman dan keputusan untuk perawatan bayinya. 8) Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan perjalanan ke luar negeri atau ke daerah dengan transmisi lokal/ zona merah (risiko tinggi) dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran COVID19 yang luas. Gold standard diagnosis COVID-19 adalah swab nasofaring dan orofaring. Apabila tidak dapat dilakukan swab di FKTP, bisa diganti dengan metode skrining lain, yaitu gejala klinis, riwayat kontak/perjalanan, rapid test, dan darah lengkap.
Midwifery Update
pg. 188
Alur Pelayanan ANC pada masa Pandemi
Materi Pokok 5. Pelayanan ANC Terpadu 1. Menyediakan mendapatkan
kesempatan pelayanan
bagi
seluruh
antenatal
ibu
terpadu
hamil pada
untuk saat
dibutuhkan. Pelayanan antenatal terpadu diberikan pada saat petugas kesehatan kontak dengan ibu hamil. Kontak dalam hal ini didefinisikan sebagai saat petugas kesehatan ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan maupun saat di dalam sebuah komunitas/lingkungan. Kontak sebaiknya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga ibu hamil mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan komprehensif. Kontak 6 kali a. Pada trimester I, dilakukan 2 kali kontak, pada trimester II dilakukan 1 kali kontak, pada trimester III dilakukan 3 kali kontak b. Kontak dengan dokter umum dilakukan 1 kali pada trimester I untuk skrining kesehatan ibu dan 1 kali pada trimester ke-3 c. Jika kehamilan sudah mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk untuk diputuskan terminasi kehamilannya
Midwifery Update
pg. 189
2. Melakukan pemeriksaan antenatal, konseling dan memberikan dukungan sosial pada setiap kontak Pemeriksaan antenatal dan konseling yang dilakukan pada 6 kali kontak adalah: a. Anamnesis b. Pemeriksaan Fisik Umum c. Pemeriksaan Obstetrik dan Ginekologik d. Pemeriksaan Penunjang e. Imunisasi dan Suplementasi f.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Apabila saat kunjungan antenatal dengan dokter tidak ditemukan faktor risiko maupun komplikasi, kunjungan antenatal selanjutnya dapat dilakukan oleh Bidan. Kunjungan antenatal yang dilakukan oleh Bidan adalah kunjungan ke-2 di trimester 1, kunjungan ke-3 di trimester 2 dan kunjungan ke-4 dan 6 di trimester 3. Bidan melakukan pemeriksaan antenatal, konseling dan memberikan dukungan sosial pada saat kontak dengan ibu hamil. Pemeriksaan antenatal dan konseling yang dilakukan adalah: a. Anamnesis: kondisi umum, keluhan saat ini. •
Kondisi umum, keluhan saat ini
•
Tanda-tanda penting yang terkait masalah kehamilan: mual/muntah, demam, sakit kepala, perdarahan, sesak nafas, keputihan, dll
•
Gerakan janin
•
Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama kehamilan
•
Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP) selama kehamilan
•
Perencanaan persalinan (tempat persalinan, transportasi, calon pendonor darah, pembiayaan, pendamping persalinan, dll)
• Midwifery Update
Pemantauan konsumsi tablet tambah darah pg. 190
•
Pola makan ibu hamil
•
Pilihan rencana kontrasepsi, dll
b. Pemeriksaan fisik umum •
Pemantauan berat badan
•
Pemantauan tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi nafas
• c.
Pemantauan LiLA pada ibu hamil KEK
Pemeriksaan terkait kehamilan •
Pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU)
•
Pemeriksaan leopold
•
Pemeriksaan denyut jantung janin
d. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan hemoglobin darah pada ibu hamil anemi, pemeriksaan glukoproeinuri e.
Pemberian imunisasi Td sesuai hasil skrining
f.
Suplementasi tablet Fe dan kalsium
g.
Komunikasi, informasi, edukasi dan konseling: •
Perilaku hidup bersih dan sehat
•
Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas
•
Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
•
Peran suami dan keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan
•
Asupan gizi seimbang
•
KB paska persalinan
•
IMD dan pemberian ASI ekslusif
•
Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain Booster)
Untuk meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkitt otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
Midwifery Update
pg. 191
Bidan harus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi ibu hamil (menggunakan grafik evaluasi kehamilan dan grafik peningkatan berat badan, terlampir). Apabila hasil pemantauan dan evaluasi
melewati
garis
batas
grafik,
ibu
hamil
harus
dikonsultasikan ke dokter. Indikasi merujuk ke dokter dapat dilihat pada tabel dibawah ini: a. Riwayat kehamilan dahulu 1) Riwayat perdarahan pada kehamilan/persalinan/nifas 2) Riwayat hipertensi pada kehamilan/nifas 3) Riwayat IUFD/stillbirth 4) Riwayat kehamilan kembar 5) Riwayat keguguran > 3x berturut-turut 6) Riwayat kehamilan sungsang/letak lintang/letak oblik 7) Riwayat kematian janin/perinatal 8) Riwayat persalinan dengan SC, dan lain- lain b. Riwayat medis 1) Riwayat penyakit tidak menular (jantung, hipertensi, diabetes mellitus, ginjal, alergi makanan/obat, autoimun, talasemia/gangguan hematologi lain, epilepsi, dll) 2) Riwayat penyakit menular (HIV, Sifilis/IMS lainya, Hepatitis B, TB, malaria, tifoid, dll) 3) Riwayat masalah kejiwaan, dll c. Riwayat kehamilan sekarang 1) Muntah berlebihan sampai tidak bisa makan dan minum 2) Perdarahan 3) Nyeri perut hebat 4) Pusing/sakit kepala berat 5) Demam lebih dari 2 hari 6) Keluar cairan berlebihan dan berbau dari vagina 7) Batuk lama lebih dari 2 minggu atau kontak erat/serumah dengan penderita tuberkolosis 8) Gerakan janin berkurang atau tidak terasa (mulai kehamilan 20 minggu)
Midwifery Update
pg. 192
9) Perubahan perilaku: gelisah, menarik diri, bicara sendiri, tidak mau mandi 10) Kekerasan fisik 11) Gigi dan mulut: gigi berlubang, gusi mudah berdarah, gusi bengkak, dll 3. Mendeteksi secara dini kelainan/ penyakit/ gangguan yang diderita
ibu
hamil
dan
melakukan
tatalaksana
terhadap
kelainan/ penyakit/ gangguan pada ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas a. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Anemia dan KEK) Asupan zat gizi untuk bayi di dalam kandungan berasal dari persediaan zat gizi di dalam tubuh ibunya. Oleh karena itu sangat penting bagi calon ibu hamil untuk mempunyai status gizi yang baik sebelum memasuki kehamilannya, misalnya tidak kurus dan tidak anemia, untuk memastikan cadangan zat gizi ibu hamil mencukupi untuk kebutuhan janinnya. Saat hamil, salah satu indikator apakah janin mendapatkan asupan makanan yang cukup adalah melalui pemantauan adekuat tidaknya pertambahan berat badan (BB) ibu selama kehamilannya (PBBH).
Bila
PBBH
tidak
adekuat,
janin
berisiko
tidak
mendapatkan asupan yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembanganya didalam kandungan. Ibu yang saat memasuki kehamilannya kurus dan ditambah dengan PBBH yang tidak adekuat, berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. PBBH yang optimal berbeda-beda sesuai dengan status gizi Ibu yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum hamil atau pada saat memasuki trimester pertama seperti dijelaskan pada tabel dibawah ini. Semakin kurus seorang Ibu, semakin besar target PBBH-nya untuk menjamin ketercukupan kebutuhan gizi janin.
Midwifery Update
pg. 193
Tabel 5.1 Peningkatan Berat Badan Selama Kehamilan yang Direkomendasikan sesuai IMT IMT pra hamil (kg/m 2)
Kenaikan BB total selama kehamilan (kg)
Laju kenaikan BB pada trimester III (rentang rerata kg/minggu)
Gizi Kurang / KEK ( 10 menit pada masa hamil tua
§
Ibu hamil minum obat tanpa resep dokter
§
Stress berlebihan
5. Persiapan melahirkan (bersalin) 6. Tanda bahaya pada kehamilan 7. Masalah lain pada masa kehamilan §
Demam, menggigil dan berkeringat
§
Terasa sakit pada saat kencing atau keluar keputihan atau gatal-gatal di daerah kemaluan
§
Batuk lama (lebih dari 2 minggu)
§
Jantung berdebar-debar atau nyeri di dada
§
Diare berulang
§
Sulit tidur dan cemas berlebihan
b. Ibu Bersalin 1. Tanda Awal Persalinan 2. Proses Melahirkan 3. Tanda Bahaya pada persalinan
Midwifery Update
§
Perdarahan lewat jalan lahir
§
Tali pusar atau tangan bayi keluar dari jalan lahir
§
Ibu mengalami kejang
pg. 226
§
Ibu tidak kuat mengejan
§
Air ketuban keruh dan berbau
§
Ibu gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat
Jika muncul salah satu tanda di atas, segera rujuk ibu ke rumah sakit c. Ibu Nifas Pelayanan kesehatan ibu nifas oleh bidan dan dokter dilaksanakan minimal 3 kali yaitu: 1. Pertama : 6 jam – 3 hari setelah melahirkan 2. Kedua : hari ke 4 – 28 hari setelah melahirkan 3. Ketiga : hari ke 29 – 42 hari setelah melahirkan Hal- hal yang harus dihindari oleh ibu bersalin dan selama nifas Cara menyusui bayi Cara memerah dan menyimpan ASI Tanda bahaya pada ibu nifas : 1. Perdarahan lewat jalan lahir 2. Keluar cairan berbau dari jalan lahir 3. Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang-kejang 4. Demam lebih dari 2 hari 5. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit 6. Ibu terlihat sedih, murung dan menangis tanpa sebab (depresi) d. Keluarga Berencana 1. Mengapa perlu ikut ber KB 2. Metode kontrasepsi jangka panjang 3. Metode kontrasepsi jangka pendek e. Catatan Kesehatan Ibu Hamil f.
Catatan kesehatan ibu bersalin, ibu nifas, dan bayi baru lahir
g. Catatan kesehatan ibu nifas
Midwifery Update
pg. 227
h. Format keterangan lahir i.
Cuci tangan pakai sabun
j.
Bayi baru lahir / neonatus (0-28 hari) 1. Tanda bayi baru lahir sehat 2. Pelayanan esensial pada BBL sehat oleh dokter/ bidan/ perawat 3. Perawatan bayi baru lahir 4. Pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir (kunjungan neonatal) 5. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
k. Catatan kesehatan bayi baru lahir l.
Catatan imunisasi anak
m. Anak usia 29 hari – 6 tahun Untuk
meningkatkan
pengetahuan
orangtua
mengenai
kesehatan dan pola asuh anak, ikuti kelas ibu balita dan bina keluarga balita. Ajak anak ke POS PAUD supaya anak menjadi
mandiri,
bersosialisasi,
dan
berkembang
kemampuannya. n. Pemenuhan kebutuhan gizi dan perkembangan anak o. KMS balita laki-laki dan perempun p. Catatan pemberian Vitamin A q. Format hasil pemeriksaan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) r.
Grafik lingkaran kepala perempuan dan laki-laki
s. Catatan kesehatan anak Kegiatan Peningkatan Cakupan Dan Kualitas Pelayanan ANC: 1. Penemuan dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan Stiker dan Buku KIA, dengan melibatkan Kader & Perangkat Desa 2. Meningkatkan cakupan Antenatal dengan meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku Ibu dan keluarga melalui Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
Midwifery Update
pg. 228
3. Peningkatan pelaksanaan
kualitas konsep
pelayanan Pelayanan
antenatal
Antenatal
melalui
Terintegrasi
(termasuk penguatan pelaksanaan 10T) 4. Pelaksanaan PWS KIA sebagai alat surveilans KIA. Dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan: 1. Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan Stiker dan Buku KIA, dengan melibatkan Kader dan Perangkat Desa 2. Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan Kemitraan Bidan dan Dukun 3. Peningkatan akses ke pelayanan melalui Kunjungan Rumah 4. Perubahan perilaku melalui Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil 5. Peningkatan kualitas pelayanan melalui Pelayanan Antenatal Terintegrasi Point 1 s.d 3 merupakan kegiatan yang sudah berjalan selama ini; sementara point 4 dan 5 merupakan kegiatan yang sedang kita kembangkaan saat ini PENCATATAN DAN PELAPORAN PELAYANAN ANC TERPADU Pencatatan Pencatatan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir yang sudah ada, yaitu: 1. Kartu Ibu atau rekam medis lainnya dengan nomor KTP/NIK yang disimpan di fasilitas kesehatan 2. Kohort ibu: merupakan kumpulan data-data dari kartu ibu 3. Buku KIA (dipegang ibu) 4. Pencatatan dari program yang sudah ada (catatan imunisasi, malaria, gizi, KB, TB dan lain-lain) Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai memberikan pelayanan. Dokumen ini harus disimpan dan dijaga dengan baik karena akan digunakan pada kontak berikutnya. Pada keadaan
Midwifery Update
pg. 229
tertentu, dokumen ini diperlukan untuk kegiatan audit medik, atau keperluan program lainnya. Sebagai contoh dalam hal pencatatan menggunakan android kepada bidan diberikan pelatihan input android yang terintegrasi dalam “Satu Data Indonesia” (Peraturan Presiden nomor 39 tahun 2019). Pemindahan data terkait perubahan domisili mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri, dengan batas waktu 6 bulan. Pada
program
malaria
pengelola
programnya
akan
mengambil pencatatan terkait jumlah ibu hamil yang diperiksa malaria (dilakukan skrining) yang nantinya dibandingkan dengan target ibu hamil berdasarkan data dari KIA dan jumlah ibu hamil yang positif malaria serta diberikan pengobatan. Pelaksanaan teknis surveilans gizi dapat menggunakan sistem informasi gizi berbasis teknologi informasi yang disebut Sistem Informasi Gizi Terpadu atau Sigizi Terpadu. Dalam Sigizi Terpadu terdapat beberapa modul terbagi berdasarkan tingkat atau
kewenangan
pengguna
baik
di
Pusat,
Provinsi,
Kabupaten/Kota maupun Puskesmas dan Posyandu, yang terdiri atas: Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat
(ePPGBM),
laporan
rutin,
distribusi
makanan
tambahan dan ePPGBM offline. Berikut alur pencatatan dan pelaporan melalui ePPGBM. Pelaporan Pelaporan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir pelaporan yang sudah ada, yaitu: 1. LB3 KIA 2. PWS KIA 3. PWS Imunisasi
Midwifery Update
pg. 230
4. Untuk lintas program terkait, pelaporan mengikuti formulir yang ada pada program tersebut. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal di wilayah
kerja
Puskesmas
melaporkan
rekapitulasi
hasil
pelayanan antenatal terpadu setiap awal bulan ke Puskesmas atau disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing. Puskesmas menghimpun laporan rekapitulasi dari tenaga kesehatan di wilayah kerjanya dan memasukkan ke dalam register KIA untuk keperluan pengolahan dan analisa data serta pembuatan laporan PWS KIA. Rekapitulasi android dapat diakses oleh koordinator data di FKTP. Pelaporan kegiatan pelayanan terpadu malaria dalam antenatal melalui e-sismal oleh pelaksana program
malaria
berdasarkan
pencatatan
dari
pelaksana
program KIA. Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan. Sementara itu grafik PWS
KIA
digunakan
oleh
Puskesmas
untuk
memantau
pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan antenatal terpadu serta digunakan untuk pertemuan dengan lintas sektor. Dinas
kesehatan
kabupaten/kota
menghimpun
hasil
pengolahan dan analisa data dari seluruh Puskesmas di wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan analisa data serta pembuatan grafik PWS KIA tingkat kabupaten/kota setiap bulan. Rekapitulasi android dapat diakses oleh koordinator data program di Dinas Kesehatan Kabupaten Kota untuk menjamin akuntabilitas dan mampu telusur.
Midwifery Update
pg. 231
Hasil pengolahan dan analisa data dikaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi setiap bulan. Sementara itu grafik PWS KIA digunakan
oleh
Dinas
kesehatan
kabupaten/kota
untuk
memantau pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan
antenatal
terpadu.
Dinas
kesehatan
provinsi
menghimpun hasil pengolahan dan analisa data dari seluruh kabupaten/kota di wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan analisa data.
Midwifery Update
pg. 232
Kesimpulan 1. Pelaksanaan Pelayanan ANC adalah suatu rangkaian proses, serta harus terintegrasi dengan semua program, agar semua ibu hamil dapat menjalani kehamilannya dengan sehat, bersalin dengan selamat serta melahirkan bayi yang sehat. 2. Rekomendasi Utama untuk Tenaga Kesehatan yang Menangani Pasien COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir : a. Penggunaan APD sesuai standar dan tetap lakukan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19. b. Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan airborne. Untuk itu perlu dijaga agar proses penularan ini tidak terjadi pada tenaga kesehatan dan pasien. c. Isolasi
tenaga
kesehatan
dengan
APD
yang
sesuai
dan
tatalaksana isolasi bayi dari ibu suspek / kontak erat / terkonfirmasi
COVID-19
merupakan
fokus
utama
dalam
manajemen pertolongan persalinan. d. Jaga jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan e. Segera menginfokan kepada tenaga penanggung jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek. f.
Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable, atau suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah siap / sebagai pusat rujukan pasien COVID-19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
g. Asuhan maternal dilakukan di ruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan dan nifas 3. PELAYANAN ANC SESUAI STANDAR secara komprehensif dan berkualitas dapat memberikan PERLINDUNGAN secara menyeluruh terhadap ibu dan bayinya selama proses kehamilan. Pelayanan ANC
Midwifery Update
pg. 233
10 T didukung dengan pemeriksaan lab sederhana menggunakan ADRK 4. Dalam pelayanan antenatal, Bidan harus mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil, mampu melakukan intervensi secara adekuat termasuk intervensi pada kelompok sasaran dan termasuk KUNJUNGAN RUMAH kepada ibu hamil bila tidak datang ke fasyankes 5. Pemberian TTD bumil sesuai standar dapat mencegah anemia pada ibu hamil, sepsis puerpuralis, BBLR dan kelahiran prematur 6. Tenaga kesehatan tidak bisa kerja sendiri dibutuhkan dukungan dan komitmen yang kuat dari semua unsur baik dari LP/ LS, Akademisi, Perguruan Tinggi dll 7. Diperlukan DUKUNGAN dan KOMITMEN yang kuat dari berbagai pihak dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan merata diseluruh wilayah Indonesia termasuk Dukungan dan Komitmen Teman2 Bidan untuk memberikan Pelayanan ANC secara berkualitas Referensi : -
-
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan ANC Terpadu, tahun 2020 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi Covid-19, tahun 2020 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru, tahun 2020 Kementerian Kesehatan RI, Modul Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), tahun 2015 Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal Terintegrasi, tahun 2015 Buku KIA, tahun 2017
Midwifery Update
pg. 234
BAB VI ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)
A.
Deskripsi Singkat Kelahiran merupakan sebuah keajaiban Tuhan yang terjadi setiap hari dan sebuah kegembiraan bagi anggota keluarga. Bagi bidan, kelahiran merupakan pelajaran yang tak pernah selesai dipelajari, karena memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus berubah.. Pemilihan fasilitas dan tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga dengan harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat. Sesi ini membahas tentang hal-hal yang wajib diperhatikan dalam melakukan Asuhan Persalinan Normal. Membuat perempuan merasa nyaman selama persalinan. Memfasilitasi perempuan melahirkan dengan posisi sesuai dengan keinginannya. Meyakini kepala janin dapat menyesuaikan diri dengan pelvic. Membuat keputusan klinis yang tepat bila terjadi kelainan yang umum dan tidak berbahaya. Meyakini kehadiran keluarga dan teman membawa manfaat pada proses persalinan. Mendampingi perempuan dalam persalinan membutuhkan kesabaran dan kerja keras.
B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang hal hal yang harus diperhatikan dalam melakukan APN. 2. Tujuan Khusus a. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal b. Memahami lima aspek Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman c. Memahami Kala I Asuhan PersalinanNormal d. Memahami pencatatan proses persalinan pada Partograf
Midwifery Update
pg. 235
e. Memahami asuhan kala II persalinan f.
Memahami asuhan kala III dan kala IV persalinan
g. Memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD) h. Memahami penjahitan robekan perineum i.
Memahami pelayanan persalinan pada saat pandemi
j.
Memahami
langkah-langkah
penuntun
belajar
persalinan
normal C.
Materi Pokok 1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal 4. Observasi persalinan dengan Partograf 5. Kala II persalinan 6. Kala III dan kala IV persalinan 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) 8. Penjahitan robekan perineum 9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19 10.Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal
D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Paradigma dalam Asuhan Persalinan Fokus asuhan persalinan bersih dan aman adalah kualitas pelayanan, kepuasan pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan keselamatan ibu dan bayi (patient’s savety) Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari menunggu timbulnya penyulit dan penanganan komplikasi menjadi proaktif dalam persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Hal ini terbukti mampu mengurangi kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Midwifery Update
pg. 236
Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran paradigma tersebut diatas : a.
Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri Upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan dimulai dari tahap yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan diantaranya pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf, managemenaktif kala III dan pemantauan terhadap kontraksi uterus pasca persalinan. Upaya rujukan obstetric dimulai dari pengenalan dini kondisi patologis, penanganan awal dan menjaga kondisi ibu dan bayi agar tetap optimal dan merujuk secara tepat waktu
b. Mencegah terjadinya laserasi/ episiotomi Dengan paradigm pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah terjadinya laserasi atau minimalisasi robekan pada perineum. c. Mencegah terjadinya retensio plasenta Management aktif kala III dilakukan untuk mencegah atonia uteri atau perdarahan pasca persalinan, mempercepat proses pelepasan plasenta dari dinding Rahim dan melahirkan plasenta dengan pemberian utero tonika dalam 1 menit setelah bayi lahir dan melakukan penegangan talipusat terkendali. d. Mencegah terjadinya partus lama Untuk
mencegah
partus
lama,
asuhan
bersih
dan
aman
mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang, aman, dan nyaman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan oleh keluarga ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab diantara penolong dan keluarga pasien. e. Mencegah terjadinya asfiksia bayi baru lahir
Midwifery Update
pg. 237
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya pengenalan/ penanganan penyulit sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero plasenta terhadap bayi, tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi yang
tepat,
melakukan
rangsangantaktil
penghisapan
lendir
secara
danmemberikanpernafasanbuatan
benar,
(bilaperlu).
Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia, memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan mencegah hipotermi. Jika semua penolong persalinan kompeten melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, serta melakukan upaya rujukan segera dimana kondisi ibu masih optimal maka semua upaya tersebut dapat secara signifikan menurunkan jumlah kesakitan dan kematian ibu dan bayi barulahir di Indonesia. Tujuan Asuhan persalinan Bersih dan Aman adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, sehingga melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi minimal maka prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.
Setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat, termasuk juga manfaat dari berbagai intervensi yang ada, bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan
Midwifery Update
pg. 238
Materi Pokok 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman a. Membuat keputusan klinik yang cepat dan tepat b. Melaksanakan asuhan sayng ibu dan saying bayi c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan e. Melakukan rujukan secara tepat waktu a. Membuat keputusan klinik Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien, keluarga maupun petugas yang memberikan pertolongan. Keputusan klinik tersebut harus dihasilkan melalui serangkaian proses dan metode yang sistematik, menggunakan informasi yang dan hasil olah kognitif dan intuitif serta dipadukan dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui beberapa tahapan logis dan diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan berfokus pada pasien. b. Melaksanakan asuhan sayang ibu dan sayang bayi Asuhan saying ibu dan saying bayi adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan ibu. Beberapa prinsip dasar asuhan saying ibu dan bayi adalah dengan mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa jika ibu diperhatikan dan diberikan dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan hasil yang diperoleh akan lebih baik serta dapat mengurangi persalinan dengan tindakan atau seksiosesaria, dan persalinan berlangsung lebih cepat.
Midwifery Update
pg. 239
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponenkomponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur serta melakukan upaya menurunkan risiko penularan
penyakit-penyakit
berbahaya
seperti
hepatitis
dan
HIV/AIDS. (Prinsip-prinsip pencegahan infeksi akan dibahas lebih jelas pada materi tersendiri). d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiranbayi. Pencatatan rutin yang perlu dibuat dan dilengkapi adalah kondisi pasien, diagnosis dan tatalaksana, asuhan neonatus, laporan persalinan atau tindakan medik yang dilakukan, laporan kejadian yang tidak diinginkan, kohort pasien, komplikasi yang terjadi, hasil pengobatan dan sebagainya. e. Melakukan rujukan secara tepat waktu Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu kefasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya. Meskipun sebagian besar ibu akan mengalami persalinan normal, namun sekitar 10 -15 % diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan/ atau bayinya kefasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan.
Midwifery Update
pg. 240
Materi Pokok 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan 37-42 minggu tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan atau pembukaan pada serviks. Tanda dan gejala inpartu a.
Adanya kontraksi uterus yang teratur dan makin meningkat (frekuensi dan kekuatannya) minimal 2 x dalam 10 menit.
b.
Adanya penipisan dan pembukaan serviks
c.
Keluarnya lender bercampur darah (bukan tanda pasti)
Fase-fase dalam kala I persalinan : fase laten dan fase aktif Fase laten pada kala I persalinan : a.
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap
b.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
c.
Pada umumnya berlangsung selama 6 – 8 jam
Fase aktif pada kala I persalinan : a.
Frekuensi dan lama kontraksi akan meningkat secara bertahap dan dianggap adekuat jika terjadi 3 x atau lebih dalam waktu 10 menit dan lamanya berlangsung selama 40 detik atau lebih
b.
Pembukaan serviks 4 cm atau lebih.
c.
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Midwifery Update
pg. 241
Penolong persalinan harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan untuk menseleksi adanya risiko kegawat daruratan dan penyulit antara lain : a.
Riwayat bedah Caesar
b.
Perdarahan pervaginam
c.
Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
d.
Ketuban Pecah dengan Mekonium Kental
e.
Ketuban Pecah Lama (> 24 jam)
f.
Ketuban Pecah pada Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
g.
Ikterus
h.
Anemia Berat
i.
Tanda/ gejala Infeksi
j.
Pre-eklampsi/ Hipertensi Dalam Kehamilan
k.
Tinggi Fundus Uteri 40 cm atau lebih
l.
Gawat Janin
m. Primipara dalam Fase Aktif Kala Satu Persalinan dengan palpasi
kepala masih 5/5 n.
Presentasi bukan belakang kepala
o.
Presentasi Majemuk
p.
Kehamilan Gemeli
q.
Tali pusat menumbung
r.
Syok
s.
Penyakit penyakit yang menyertai
t.
Tinggi badan < 140 cm
Bidan harus dapat mengenali berbagai penyulit pada ibu bersalin, yang mengharuskan ibu untuk dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap, dimana jika salah satu hasil anamnesa dan pemeriksaan risiko kegawat-daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus dirujuk kefasilitas kesehatan rujukan yang lebih lengkap.
Midwifery Update
pg. 242
Asuhan sayang ibu pada kala I : a.
Memberikan dukungan emosional
b.
Membantu pengaturan posisi ibu
c.
Memberikan cairan dan nutrisi
d.
Keleluasaan melakukan mobilisasi
e.
Pencegahan infeksi
Materi Pokok 4. Mencatat proses Persalinan dengan menggunakan partograf Observasi yang ketat harus dilakukan selama kala I persalinan untuk keselamatan ibu, hasil observasi dicatat didalam partograf. Partograf membantu bidan mengenali apakah ibu masih dalam kondisi normal atau mulai ada penyulit. Dengan selalu menggunakan partograf, bidan dapat mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga dapat terhindar dari keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin. Partograf dilengkapi halaman depan dan halaman belakang untuk diketahui dengan lengkap proses persalinan kala I sd IV Penggunaan Partograf a.
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai bagian penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit.
b.
Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c.
Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
Partograf
membantu
penolong
persalinan
dalam
memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit. Pencatatan pada partograf dimulai pada saat proses persalinan masuk dalam “ fase aktif “.
Midwifery Update
pg. 243
Bila hasil pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan 4 cm, tetapi kualitas kontraksi belum adekuat minimal 3 x dalam 10 menit dan/atau lamanya masih kurang 40 menit, lakukan observasi selama 1 jam kedepan. Jika masih sama, berarti pasien belum masuk fase aktif. Bila pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi masih kurang 3 x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40 detik, pikirkan diagnosa inertia uteri. Komponen yang harus diobservasi : a.
Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
b.
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c.
Nadi : setiap 1/2 jam
d.
Pembukaan serviks setiap 4 jam
e.
Penurunan kepala : setiap 4 jam
f.
Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g.
Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Lembar partograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat
hasil-hasil
pemeriksaan
selama
fase
aktif
persalinan,
termasuk: a. Informasi tentang Ibu dan Riwayat Kehamilan dan Persalinan 1) Nama, umur. 2) Gravida, para, abortus (keguguran). 3) Nomor catatan medis/nomor puskesmas. 4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu). 5) Waktu pecahnya selaput ketuban. b. Kondisi Janin: 1) DJJ; 2) Warna dan adanya air ketuban 3) Penyusupan (molase) kepala janin c. Kemajuan Persalinan: 1) Pembukaan serviks
Midwifery Update
pg. 244
2) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin 3) Garis waspada dan garis bertindak d. Jam dan waktu: 1) Waktu mulainya fase aktif persalinan 2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian h.
Kontraksi Uterus: Frekuensi dan lamanya
i.
Obat-obatan dan cairan yang diberikan: 1) Oksitosin 2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
j.
Kondisi Ibu: 1) Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh 2) Urin (volume, aseton atau protein) 3) Asupan cairan dan nutrisi serta tatalaksana dan keputusan klinik
k.
Garis Waspada, Garis Bertindak dan Lajur Pemberian Oksitosin 1) Jika grafik dilatasi melewati garis waspada maka penolong harus mewaspadai bahwa persalinan yang sedang berlangsung telah memasuki kondisi patologis 2) Partograf
menyediakan
lajur
pemberian
oksitosin
untuk
persalinan patologis tetapi intervensi ini hanya dilakukan di fasilitas yang memiliki sumber daya dan sarana yang lengkap dan petugas memiliki kewenangan untuk melakukan prosedur tersebut. Materi Pokok 5. Kala II persalinan Gejala dan tanda kala II a. Ibu merasa adanya dorongan ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi b. Ibu merasa adanya tekanan pada rectum/vagina. c. Perineum menonjol d. Vulva dan sfingter ani membuka
Midwifery Update
pg. 245
Tanda pasti kala II jika: a. Pembukaanlengkap b. Terlihat bagian kepala janin pada introitus vagina Asuhan sayang ibu dan bayi pada kala II a. Anjurkan ibu selalu didampingi oleh keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Dukungan suami atau keluarga sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan b. Jelaskan tahapan dan proses kemajuan persalinan c. Tentramkan hati ibu d. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman pada saat meneran. Posisi terlentang tidak dianjurkan lebih dari 10 menit e. Anjurkan ibu meneran pada kala II, hanya pada saat kontraksi atau adanya dorongan ingin meneran. Jangan anjurkan ibu meneran berkepanjangan sehingga upaya akan terhalang. f.
Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi
g. Anjurkan untuk minum selama proses persalinan Penatalaksanaan fisiologis kala II Sebagian besar penolong akan meminta ibu untuk “menarik nafas panjang dan meneran setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih dengan tenggorokan terkatup atau maneuver valsava, 3 sampai 4 kali perkontraksi. Hal ini ternyata dapat menurunkan denyut jantung janin dan nilai apgar score yang lebih rendah dari normal. Cara meneran seperti itu bukan merupakan tatalaksana fisiologis persalinan kala II. Pada tatalaksana fisiologis persalinan kala II, ibu mengendalikan dan mengatur saat meneran dengan fasilitasi cara meneran yang efektif dan benar dari penolong persalinan. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya dorong dan kontraksi untuk mengeluarkan bayi.
Midwifery Update
pg. 246
a. Jika ibu ingin meneran, tapi pembukaan belum lengkap, anjurkan ibu bernapas cepat saat kontraksi. Upayakan tidak meneran sampai pembukaan lengkap. b. Pimpin ibu meneran pada kala II hanya jika ibu ada dorongan ingin meneran. c. Jika pembukaan lengkap, tetapi ibu belum ingin meneran, anjurkan perubahan posisi (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan), pantau kondisi ibu dan janin tiap 15 menit, lakukan stimulasi puting susu, pastikan kandung kemih kosong, evaluasi selama 60 menit. d. Jika ibu masih belum ada dorongan ingin meneran setelah itu, anjurkan meneran pada saat kontraksi puncak. e. Jika setelah 60 menit, bayi tidak lahir rujuk ibu kefasilitas kesehatan rujukan. Posisi dan Bimbingan Meneran
Midwifery Update
pg. 247
Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan member kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya. Posisi telungkup seringkali membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ibu mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi risiko terjadinya laserasi. Posisi jongkok atau berdiri dapat membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri.
Midwifery Update
pg. 248
Cara meneran a. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi b. Beritahu untuk tidak menahan nafas saat meneran c. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan kedada e. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran f.
Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia bahu dan rupture uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukannya
Upaya pencegahan robekan perineum Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat, dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran pendek dan beristirahat diantara kontraksi. Episiotomi hanya dilakukan jika ada indikasi dan tidak dilakukan secara rutin. Indikasi
untuk
melakukan
episiotomi
untuk
mempercepat
kelahiran bayi jika terjadi: a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan pervaginam. b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum, cunam atau forcep) c. Adanya
jaringan
parut
pada
perineum
atau
vulva
yang
memperlambat kemajuan persalinan.
Midwifery Update
pg. 249
Penatalaksanaan distosia bahu Pada proses persalinan normal setelah kelahiran kepala akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu dengan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada posisi antero posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan dengan simfisis. Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepada yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala
telah
melalui
pintu
tengah
panggul
setelah
mengalami
pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul. Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya.
Distosia
bahu
adalah
kegawat-daruratan
obstetri.
Kegagalan untuk melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insiden distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0.3-1 %, sedangkan pada berat badan bayi diatas 4000 gram insiden meningkat menjadi 5-7 % dan pada berat badan bayi lebih dari 4500 gram insidennya menjadi antara 8 - 10 % Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia bahu ? a. Kala II persalinan yang memanjang b. Kepala bayi melekat pada perineum (recoil/ofhead perineum. Turle’s sign)
Midwifery Update
pg. 250
Masalah Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terlambat dan tidak dapat dilahirkan Pengelolaan umum Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap persalinan. Terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat bayi yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus Syarat Pertolongan Distosia Bahu a. Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama untuk menyelesaian persalinan b. Masih memiliki kemampuan untuk mengobati c. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi d. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup. e. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya bayi
Materi Pokok 6. Kala III dan kala IV persalinan Fisiologi kala III persalinan Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, (dengan adanya
Midwifery Update
pg. 251
gaya gravitasi) plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina Manajemen aktif kala III Tujuan manjemen aktif kala III adalah membuat uterus berkontraksi lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu kala III, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah selama kala III persalinan jika dibandingkan dengan pelepasan plesenta secara spontan. Sebagian besar (25-29 %) morbiditas dan mortalitas ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri dan pelepasan plasenta sebagian/ retensio plasenta yang dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III. Keuntungan manajemen aktif kalaIII a. Persalinan kala III lebih singkat b. Mengurangi jumlah kehilangan darah c. Mengurangi angka kejadian retensio plasenta Manajemen aktif kala III terdiri dari : a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit (pertama) setelah bayi lahir 1) Letakkan bayi baru lahir diatas handuk/kain bersih yang telah disiapkan di perut bawah ibu, selimuti bayi dan minta ibu atau pendamping untuk membantu memegang bayi tersebut 2) Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) didalam uterus 3) Beritahu ibu akan disuntik 4) Segera suntikkan oksitosin 10 iu IM antara bawah dan tengah lateral paha 5) Letakkan kembali alat suntik pada tempatnya, setelah bayi dikeringkan, ganti dengan kain bersih dan kering, kemudian lakukan penjepitan dan potong tali pusat (2-3 menit setelah bayi lahir). Ikat erat tali pusat. 6) lakukan IMD kontak kulit ke-kulit dan selimuti ibu dan bayi.
Midwifery Update
pg. 252
Oksitosin harus disimpan pada suhu 2-80 C baik selama dikamar bersalin maupun pada saat disimpan di gudang penyimpanan obat. Tersedia juga jenis oksitosin yang dapat disimpan pada temperatur 15-210 C (tergantung pembuatnya), tetapi jika disimpan pada temperatur diatas batas toleransi temperatur tersebut, maka oksitosin akan rusak dan menjadi tidak efektif. Menurut temuan studi RS PONEK (Jakarta, 2011) suhu rata- rata kamar bersalin 25270 C. b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali 1) Berdiri disamping ibu 2) Pindahkan klem (penjepit tali pusat) sekitar 5-10 cm dari vulva 3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus secara dorso cranial pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat. Lahirkan plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Setelah plasenta terlepas dari dinding uterus, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Bantu kelahiran plasenta dengan cara menegangkan dan mengarahkan tali pusat sejajar dengan lantai (mengikuti poros jalan lahir) 4) Jika plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2-3 menit) dan lakukan PTT kembali 5) Jika setelah 15 menit melakukan PTT dan dorongan dorso cranial, plasenta belumlepas, ulangipemberianoksitosin 10 iu IM. Tunggu kontraksi yangkuat kemudian ulangi PTT dan dorso cranial hingga plasenta dapat dilahirkan. ”Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti tekanan dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas simfisis)”.
Midwifery Update
pg. 253
c. Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir 1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri 2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak sedikit tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk mengatur nafas serta rileks 3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaa natonia uteri 4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan lengkap dan utuh 5) Periksa kembali uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan ajarkan ibu dan keluarga cara
melakukan
masase
uterus
sehingga
mampu
untuk
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik 6) Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua. Memperkirakan kehilangan darah Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat, karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin, dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu bukanlah cara yang
efektif
untuk
mengukur
kehilangan
darah
juga
tidak
mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan tekanan darah). Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, tachicardi dan hipotensi (sistolik turun > 30 mmHg dari kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 ml – 1000 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan
Midwifery Update
pg. 254
darah 50 % (2000 -2500 ml). Penting sekali untuk selalu memantau keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus. Atonia uteri Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia menjadi penyebab lebih dari 90 % perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi. Pemantauan melekat pada semua ibu pasca persalinan serta mempersiapkan diri untuk menata-laksana atonia uteri pada setiap kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun
beberapa
factor-faktor
telah
diketahui
dapat
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan, 2/3 kasus perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa risiko. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan.
Midwifery Update
pg. 255
Penatalaksanaan atonia uteri Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik)
Ya
Evaluasi rutin
Uterus kontraksi ?
Tidak
1. Eksplorasi/bersihkanbekuandarah/s elaputketuban 2. Pastikan kandung kemih kosong 3. KBI maksimal 5 menit
Ya
- Pertahankan KBI selama 1-2 menit - Keluarkan tangan secara hatihati - Lakukan pengawasan kala IV
Uterus kontraksi ?
Tidak Ya
- Suntik ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 – 1000 mg - Pasang infus RL + 20 IU oksitosin 28 tts - Berikan kristaloid, guyur - Ulangi KBI
Ya
Pengawasan kala IV
Uterus kontraksi ?
Tidak - RUJUK - Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal dan cairan infus 500 cc /jam hingga mencapai tempat rujukan - Selama rujukan dapat dilakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi aorta abdominalis
CATATAN: - Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang mengandung oksitosin - Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi
Midwifery Update
pg. 256
Materi Pokok 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit kekulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit 1 jam b. Bayi harus dibiarkan untuk melakukan IMD dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberikan bantuan jika diperlukan c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada BBL, hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan. Prosedur tersebut seperti
pemberian
vitamin
K,
menimbang,
mengukur
dan
sebagainya. Keuntungan inisi menyusu dini bagi ibu dan bayi a. Keuntungan IMD bagi bayi : 1) Mengurangi 22 % kematian bayi berusia kurang dari 28 hari 2) Menstabilkan pernafasan dan detakjantung 3) Mengendalikan temperature tubuh 4) Memperbaiki atau membuat pola tidur bayi lebih baik 5) Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu lebih cepat dan efektif 6) Meningkatkan kenaikan berat badan (bayi lebih cepat kembali keberat badan lahirnya) 7) Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi 8) Mengurangi tangis bayi 9) Mengurangi infeksi bayi dikarenakan adanya kolonisasi kuman di usus bayi akibat kontak kulit ibu dengan bayi dan bayi menjilat kulit ibu 10) Mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir 11) Memperbaiki kadar gula dan parameter biokimia lain selama beberapa jam pertama hidupnya 12) Mengoptimalisasi keadaan hormonal bayi
Midwifery Update
pg. 257
b. Keuntungan IMD bagi ibu 1) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu yang dapat membantu kontraksi uterus sehingga menurunkan risiko perdarahan post partum (pasca persalinan) 2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi ASI 3) Membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih tenang dan tidak nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan lainnya 4) Menunda ovulasi Materi Pokok 8. Penjahitan robekan perineum Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah : a. Menyatukan kembali jaringan tubuh (aproximasi) b. Mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (hemostasis) Pada
saat
menjahit
laserasi
atau
episiotomi
gunakan
benang
secukupnya dan gunakan sesedikit mungkin jahitan. Dianjurkan untuk melakukan penjahitan dengan tehnik jelujur. Keuntungan tehnik penjahitan jelujur : a. Mudah dipelajari b. Tidak terlalu nyeri bagi ibu c. Menggunakan jahitan lebih sedikit Derajat robekan Derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum Derajat 2 : derajat 1 ditambah otot perineum Derajat 3 : derajat 2 ditambah otot sfingter ani Derajat 4 : derajat 3 ditambah mukosa rektum Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
Midwifery Update
pg. 258
Penjahitan laserasi perineum a. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya b. Pastikan semua peralatan sudah di proses secara benar. c. Setelah memberikan anastesi lokal (lidokain 1% tanpa efineprin), dan memastikan daerah tersebut sudah dianastesi, pastikan batasbatas luka dan nilai kedalaman luka secara hati-hati. d. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi dibagian dalam vagina. Buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan. e. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah cincin himen. f.
Tepat sebelum lingkaran hymen, masukkan jarum kemukosa vagina lalu kebawah dari lingkaran hymen sampai jarum ada dibawah alur laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
g. Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif. h. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka. i.
Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina,jarum harus keluar dari belakang lingkaran hymen
Midwifery Update
pg. 259
j.
Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka
k. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal didalam l.
Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan
belum
sempuna,
segera
rujuk
ibu
kefasilitas
kesehatan rujukan m. Cuci area genitalia secara lembut dengan sabun dan air DTT, kemudian keringkan. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman. Nasehati ibu untuk : a. Menjaga daerah perineum selalu bersih dan kering b. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum c. Cuci daerah perineum dengan sabun dan air 3-4 x perhari d. Kembali 1-2 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka, dan segera datang ke petugas bila mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau terasa sangat nyeri.
Midwifery Update
pg. 260
Ingat : Jangan meninggalkan ibu dalam 2 jam pertama pasca persalinan Seorang ibu dapat meninggal akibat dari atonia uteri (perdarahan dan syok hipovolemik). Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala III dan IV persalinan dapat menghindari ibu dari komplikasi berat dan kematian.
Midwifery Update
pg. 261
Asuhan dan pemantauan kala IV a. Lakukan masase uterus dan pantau kontraksi, tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua. Jika ada temuan tidak normal, tingkatkan observasi penilaian kondisi ibu. b. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta melakukan masase jika uterus menjadi lembek. c. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi agar nyaman. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI pada bayi. d. Jangan gunakan gurita atau bebat perut selama 2 (dua) jam pertama pasca persalinan. e. Jika kandung kemih penuh bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiram air hangat ke perineumnya. Jika setelah berbagai upaya dilakukan, ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan,
mungkin
perlu
dilakukan
kateterisasi
dengan
menggunakan tehnik aseptik. f.
Dokumentasikan seluruh hasil pemeriksaan pada tabel pemantauan kala IV di halaman belakang lembar patograf.
Midwifery Update
pg. 262
Materi pokok 9. Pelayanan Persalinan di masa pandemic Covid-19 a. Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. b. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan: 1) Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan 2) Kondisi ibu saat inpartu 3) Status ibu dikaitkan dengan COVID-19. §
Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID- 19 (penanganan tim multidisiplin).
§
Persalinan di RS non rujukanCOVID-19 untuk ibu dengan status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika terjadi kondisi RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau terjadi kondisi emergensi. Persalinan dilakukan dengan APD yang sesuai.
§
Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat (skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8 dan limfosit normal, rapid testnon reaktif).
§
Persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan dapat dan dapat menggunakan delivery chamber (penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi COVID-19).
4) Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupunbelumdiketahui status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang mengharuskan dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik. c. Rujukan terencana untuk ibu yang memiliki risiko pada persalinan ibu hamil dengan status suspek dan terkonfirmasi COVID-19 d. Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan. e. Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning (risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan
Midwifery Update
pg. 263
dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal. f.
Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining COVID19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau gejala.
g. Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik (skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8 dan limfosit normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery chamber tanpa melonggarkan pemakaian APD (penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi COVID-19). h. Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai standar. i.
Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana persalinan.
j.
Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur, diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Midwifery Update
pg. 264
Materi Pokok 10. Langkah-langkah Penuntun Belajar Persalinan Normal PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR PERSALINAN NORMAL Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan). Masih membutuhkan bantuan pelatih untuk perbaikan langkah dan cara mengerjakannya 2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Waktu kerja masih dalam batas ratarata waktu untuk prosedur terkait 3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)
Nama Peserta
: ……………………………………
Tanggal
: …………………………. KEGIATAN
I.
MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
1.
Mendengar dan melihat tanda Kala Dua persalinan • Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran • Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina • Perineum tampak menonjol • Vulva dan sfingter ani membuka MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
II. 2.
KASUS
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi segera pada ibu dan bayi baru lahir. Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi à siapkan: • Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, • 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi), • Alat penghisap lendir,
Midwifery Update
pg. 265
Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi Untuk ibu: • Menggelar kain di perut bawah ibu • Menyiapkan oksitosin 10 unit • Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set •
3. Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan 4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT atau Steril dan pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik) III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT • Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang • Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia • Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% à langkah # 9. Pakai sarung tangan DTT/Steril untuk melaksanakan langkah lanjutan 8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. • Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi 9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. Tutup kembali partus set. 10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120 – 160x/ menit) • Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal • Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam partograf IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES MENERAN
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. • Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin
Midwifery Update
pg. 266
(ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada • Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran secara benar 12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada rasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman 13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin meneran atau timbul kontraksi yang kuat: • Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif • Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai • Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama) • Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi • Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu • Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum) • Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai • Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah pembukaan lengkap dan dipimpin meneran ≥ 120 menit (2 jam) pada primigravida atau ≥ 60 menit (1 jam) pada multigravida 14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam selang waktu 60 menit V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI 15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut bawah ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm 16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong ibu 17. Buka tutup partus set dan pastikan kembali kelengkapan peralatan dan bahan 18. Pakai sarung tangan DTT/Steril pada kedua tangan VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI Lahirnya Kepala 19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang kepala untuk mempertahankan posisi fleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernapas cepat dan dangkal 20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi. Perhatikan!
Midwifery Update
pg. 267
• Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat
bagian atas kepala bayi • Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut 21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung secara spontan Lahirnya Bahu 22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkuspubis dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan bahu belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang lengan dan siku bayi bagian atas. 24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jarijari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk) VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR 25. Lakukan penilaian (selintas): • Apakah bayi cukup bulan? • Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan? • Apakah bayi bergerak dengan aktif ? Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK,” lanjut ke langkah resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia (lihat penatalaksanaanasfiksia) Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26 26. Keringkan tubuh bayi Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan bayi dalam posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu. 27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli). 28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik. 29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin). 30. Dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain untuk mendorong isi tali pusat ke arah ibu, dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem pertama. 31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
Midwifery Update
pg. 268
• Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut. • Ikat tali pusat dengan benang DTT/Steril pada satu sisi kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya • Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan 32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu- bayi. Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting susu atau areola mame ibu • Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi di kepala bayi. • Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam. • Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara • Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN(MAK III) 33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva 34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk menegangkan tali pusat 35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversiouteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi kembali prosedur di atas. • Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu. Mengeluarkan plasenta 36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke arah distal maka lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga plasenta dapat dilahirkan. • Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantaiatas) • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta • Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat: 1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
Midwifery Update
pg. 269
2. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung kemih penuh 3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan 4. Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15 menit berikutnya 5. Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual 37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. § Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk mengeluarkan selaput yang tertinggal Rangsangan Taktil (Masase) Uterus 38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras) • Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual Internal, Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon KondomKateter) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah rangsangan taktil/masase IX. MENILAI PERDARAHAN 39. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau derajat 2 dan atau menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan 40. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta telah dilahirkan lengkap.Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus X. ASUHAN PASCA PERSALINAN 41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam 42. Pastikan kandungkemihkosong. Jika penuh, lakukan kateterisasi Evaluasi 43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5 %,bersihkan noda darah dan cairan tubuh, dan bilas diair DTT tanpa melepas sarung tangankemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering. 44. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi. 45. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik. 46. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Midwifery Update
pg. 270
47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/ menit). • Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan segera merujuk kerumahsakit. • Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk ke RS Rujukan. • Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam satu selimut. Kebersihan dan Keamanan 48. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan menggunakan air DDT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering 49. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya 50. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi 51. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai 52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5% 53. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. 54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering 55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan salep mata profilaksis infeksi, vitamin K1 (1 mg ) intra muskuler dipaha kiri bawah lateral dalam 1 jam pertama. 56. Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi baik. (pernafasan normal 40 - 60 kali/ menit dan temperatur tubuh normal 36.5 - 37.50C) setiap 15 menit. 57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan. 58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering Dokumentasi 60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital, lakukan asuhan dan pemantauan kala IV persalinan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
Midwifery Update
pg. 271
Referensi Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2017). JNPK-KR. JAKARTA Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney, H. (2010). Varney’s Midwifery, Fourth Edition. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett.) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Faskesdasar dan Rujukan, Kemenkes 2013 Buku Acuan Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasr (PONED). 2008. JNPK - KR. Jakarta Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Kemenkes 2020
Midwifery Update
pg. 272
BAB VII ASUHAN NIFAS DAN PELAYANAN KONTRASEPSI
A.
Deskripsi Singkat Sesi ini membahas tentang asuhan nifas dan pelayanan kontrasepsi
B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami, asuhan nifas dan pelayanan kontrasepsi. 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu : a. Memahami tentang asuhan masa nifas b. Memahami tentang pelayanan nifas di masa pandemi c. Memahami tentang konseling dengan menggunakan Alat Bantu Pengambilan
Keputusan
(ABPK)
dan
Strategi
Konseling
Berimbang Keluarga Berencana (SKB-KB) d. Memahami perkembangan terkini dalam pelayanan kontrasepsi e. Memahami metode pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi f.
Memahami
perkembangan
terkini
penggunaan
KB
Pasca
Persalinan g. Memahami pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi C.
Materi Pokok 1. Asuhan Masa Nifas a. Definisi asuhan masa nifas b. Ruang lingkup pelayanan nifas c. Jenis pelayanan masa nifas pada ibu d. Pelayanan nifas di masa pandemi
Midwifery Update
pg. 273
2. Konseling a. ABPK b. SKB-KB 3. Pelayanan Kontrasepsi a. Kontrasepsi hormonal kombinasi b. Kontrasepsi progestinkontrasepsi c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim 4. Kontrasepsi pada kondisi khusus a. Kontrasepsi pasca persalinan b. Kontrasepsi pasca keguguran c. Kontrasepsi darurat 5. Pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Asuhan masa nifas a. Definisi Asuhan Masa Nifas Asuhan Masa Nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan bagi ibu dan bayi baru lahir dalam kurun waktu 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan komprehensif. Ibu nifas dan bayi baru lahir dipulangkan setelah 24 jam pasca melahirkan. Sehingga sebelum pulang diharapkan ibu dan bayinya mendapat 1 kali pelayanan pasca persalinan. Kejadian kematian ibu dapat terjadi pada masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas. Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kejadian kematian ibu pada masa kehamilan sebesar 25,46%, pada masa persalinan sebesar 12,95% dan masa nifas sebesar 61,59% (Balitbangkes, Tedjayanti, 2012). Tujuan Asuhan Masa Nifas 1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik secara fisik maupun psikologis. 2) Deteksi dini masalah penyakit dan penyulit pasca persalinan,
Midwifery Update
pg. 274
3) Memberikan
pendidikan
kesehatan
dan
memastikan
pemahaman serta kepentingan perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi dan perawatan bayi sehat pada ibu dan keluarganya melalui KIE 4) Melibatkan ibu, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir 5) Menyediakan pelayanan KB sesegera mungkin setelah bersalin. Berikut ini merupakan jadwal pelaksanaan kunjungan Nifas (KF). Pelayanan pasca persalinan dilaksanakan minimal 4 kali dengan waktu kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu. : 1) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 - 48 jam setelah persalinan. 2) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3- 7
hari setelah
persalinan 3) Pelayanan ketiga
dilakukan pada waktu
8- 28
hari setelah
persalinan 4) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29- 42 hari setelah persalinan. b. Ruang Lingkup Pelayanan Masa Nifas Ruang lingkup pelayanan nifas pada ibu sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 tahun 2014, meliputi: 1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu 2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri 3) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan 4) Pemeriksaan jalan lahir 5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Ekslusif 6) Pemberian kapsul vitamin A 7) Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan 8) Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas
Midwifery Update
pg. 275
c. Jenis Pelayanan Masa nifas pada ibu (table 1) Tabel 1. Jenis Pelayanan Masa Nifas pada Ibu KF1 No. Jenis Pemeriksaan/ Pelayanan 6- 48 jam
KF2
KF3
KF4
3- 7
8- 28
29- 42
hr
hr
hr
1
Keadaan umum
v
v
v
v
2
Suhu tubuh
v
v
v
v
3
Tekanan darah
v
v
v
v
4
Berat badan
v
v
v
v
5
Nadi
v
v
v
v
6
Pernafasan
v
v
v
v
7
Pemeriksaan mata
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
(konjunctiva, sklera) 8
Pemeriksaan payudara (konsistensi, putting, ASI, pembendungan, mastitis, abses)
9
Pemeriksaan abdomen (TFU, kontraksi)
10
Kandung kemih
v
v
v
v
11
Ekstremitas bawah (oedem)
v
v
v
v
12
Inspeksi vulva dan luka
v
v
v
v
v
v
v
v
v
-
-
-
v
v
v
v
-
-
-
v
v
v
v
v
perineum 13
Pemeriksaan lokhia, perdarahan
14
Jenis Pelayanan
15
Tablet Tambah Darah (TTD) nifas
16
Skrining status T dan berikan imunisasi TD apabila diperlukan
17
Memeriksa tanda bahaya nifas
Midwifery Update
pg. 276
18
Pelayanan KB Pasca Persalinan
v
v
v
v
19
Pemeriksaan Psikologis
-
v
v
v
20
KIE Masa Nifas
v
v
v
v
21
Pemeriksaan lab: - Hb
v
*
*
*
- Gula darah
-
-
-
*
- Protein urin
v
*
*
*
- Skrining HIV
*
- Skrining Hepatitis B
*
v
: pemeriksaan rutin
*
: atas indikasi Tanda bahaya pada ibu di masa nifas antara lain : 1) Perdarahan Perdarahan yang banyak, segera atau dalam 1 jam setelah melahirkan,
sangat
berbahaya
dan
merupakan
penyebab
kematian ibu paling sering. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 2 jam. Ibu perlu segera ditolong untuk penyelamatan jiwanya. Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari setelah melahirkan) yang berlangsung terus menerus disertai bau tak sedap dan demam, juga merupakan tanda bahaya. 2) Keluar cairan berbau dari jalan lahir Keluarnya cairan berbau dari jalan lahir menunjukkan adanya infeksi. Hal ini bisa disebabkan karena metritis, abses pelvis, infeksi luka perineum atau karena luka abdominal. 3) Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang-kejang. Bengkak pada wajah, tangan dan
kaki bila disertai tekanan
darah tinggi dan sakit kepala (pusing), sangat berbahaya. Bila keadaan ini dibiarkan maka ibu dapat mengalami kejang-kejang. Keadaan ini disebut Eklamsi.
Midwifery Update
pg. 277
4) Demam lebih dari 2 hari Demam lebih dari 2 hari pada ibu nifas bisa disebabkan oleh infeksi. Apabila demam disertai keluarnya cairan berbau dari jalan lahir, kemungkinan ibu mengalami infeksi jalan lahir. Akan tetapi apabila demam tanpa disertai keluarnya cairan berbau dari jalan lahir, perlu diperhatikan adanya penyakit infeksi lain seperti demam berdarah, demam tifoid, malaria, dsb. 5) Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit bisa disebabkan karena bendungan payudara, inflamasi atau infeksi payudara. 6) Gangguan psikologis pada masa pasca persalinan meliputi : Perasaan sedih pasca persalinan (postpartum blues) •
Depresi ringan dan berlangsung singkat pada masa nifas, ditandai dengan:
•
-
Merasa sedih
-
Merasa lelah
-
Insomnia
-
Mudah tersinggung
-
Sulit konsentrasi
-
Gangguan hilang dengan sendirinya dan membaik
-
Setelah 2-3 hari, kadang-kadang sampai 10 hari
Depresi pasca persalinan (postpartum depression) -
Gejala mungkin bisa timbul dalam 3 bulan pertama pasca persalinan atau sampai bayi berusia setahun.
-
Gejala yang timbul tampak sama dengan gejala depresi : sedih selama > 2 minggu, kelelahan yang berlebihan dan kehilangan minat terhadap kesenangan
•
Midwifery Update
Psikosis pasca persalinan (postpartum psychotic) -
Pikiran bunuh diri
-
Ancaman tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir
-
Curiga
-
Halusinasi
pg. 278
d. Pelayanan Nifas pada masa pandemi 1) Pelayanan Pasca Salin (ibu nifas dan bayi baru lahir) dalam kondisi normal tidak terpapar COVID-19 : kunjungan dilakukan minimal 4 kali (Tabel 2). 2) Pelayanan KB pasca persalinan diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), dilakukan dengan janji
temu
dan
menerapkan
protokol
kesehatan
serta
menggunakan APD yang sesuai dengan jenis pelayanan. 3) Ibu nifas dengan status suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19 setelah pulang ke rumah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Kunjungan nifas dilakukan setelah isolasi mandiri selesai. 4) Ibu nifas dan keluarga diminta mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam perawatan nifas dan bayi baru lahir di kehidupan sehari- hari, termasuk mengenali TANDA BAHAYA pada masa nifas dan bayi baru lahir. Jika ada keluhan atau tanda bahaya, harus segera memeriksakan diri dan atau bayinya ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 5) KIE yang disampaikan kepada ibu nifas pada kunjungan pasca salin (kesehatan ibu nifas): •
Higiene sanitasi diri dan organ genitalia.
•
Kebutuhan gizi ibu nifas.
•
Perawatan payudara dan cara menyusui.
•
Istirahat, mengelola rasa cemas dan meningkatkan peran keluarga dalam pemantauan kesehatan ibu dan bayinya.
•
KB pasca persalinan : pada ibu suspek, probable, atau terkonfirmasi pascaplasenta
COVID-19, atau
pelayanan
sterilisasi
KB
selain
bersamaan
AKDR dengan
seksiosesaria, dilakukan setelah pasien dinyatakan sembuh.
Midwifery Update
pg. 279
Tabel 2. Pelayanan Pasca salin Berdasarkan Zona Jenis Pelayanan
Kunjungan 1: 6 jam - 2 hari setelah persalinan Kunjungan 2 : 3 - 7 hari setelah persalinan Kunjungan 3 : 8 - 28 hr setelah persalinan Kunjungan 4 : 29 - 42 hr setelah persalinan
Zona Hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus
Zona kuning (Risiko Rendah), Orange (Risiko sedang), Merah (Risiko tinggi)
Kunjungan nifas 1 bersamaan dengan kunjungan neonatal 1 dilakukan di fasyankes Pada kunjungan nifas 2,3 dan 4 bersamaan dengan kunjungan neonatal 2 dan 3 dilakukan kunjungan rumah oleh nakes didahului dengan janji temu dan menerapkan protkes. Apabila diperlukan dapat dilakukan kunjungan ke Fasyankes dengan didahului janji temu/teleregistrasi
Pada kunjungan nifas 2,3 dan 4 bersamaan dengan kunjungan neonatal 2 dan 3 dilakukan melalui media komunikasi/secara daring, baik untuk pemantauan maupun edukasi. Apabila sangat diperlukan dapat dilakukan kunjungan rumah oleh nakes didahului oleh janji temu dan menerapkan protkes baik nakes maupun ibu dan keluarga
Materi Pokok 2. Konseling a. ABPK Dalam pelayanan kontrasepsi, konseling memegang peranan yang paling penting terkait keberlangsungan dan kepuasan klien/pasien dalam menggunakan kontrasepsi. Dalam memudahkan pemberian konseling, sebaiknya menggunakan alat bantu dengan lembar balik atau roda Klop. Hendaknya juga menerapkan enam langkah
Midwifery Update
pg. 280
konseling yang sudah dikenal dengan SATU TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena provider harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien/pasien. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut : Prinsip Konseling menggunakan ABPK 1) Klien/pasien yang membuat keputusan 2) Provider membantu klien/pasien menimbang dan membuat keputusan yang paling tepat bagi klien/pasien 3) Sejauh memungkinkan keinginan klien/pasien dihargai / dihormati 4) Provider
menanggapi
pernyataan,
pertanyaan
ataupun
kebutuhan klien/pasien 5) Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien/pasien untuk mengetahui apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tehnik konseling : 1) SA : Sapa dan salam kepada klien/pasien dengan terbuka dan sopan Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan bicaralah ditempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan klien/pasien untuk membangun rasa percaya dirinya. Tanyakan pada klien/pasien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat diperoleh 2) T : Tanyakan pada klien/pasien, informasi tentang dirinya Bantu klien/pasien untuk berbicara mengenai pengalaman keluarga
berencana
dan
kesehatan
reproduksi,
tujuan,
kepentingan, harapan serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya.
Tanyakan
kontrasepsi
yang
diinginkan
oleh
klien/pasien sesuai dengan kata-kata, gerak isyarat, dan caranya. Coba tempatkan diri kita diposisi klien/pasien. Perlihatkan bahwa kita memahami pengetahuan, kebutuhan dan keinginan klien/pasien, agar kita dapat membantunya
Midwifery Update
pg. 281
3) U : Uraikan kepada klien/pasien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan reproduksi yang paling sesuai, serta alternative pilihan beberapa jenis kontrasepsi Bantulah klien/pasien mendapatkan informasi mengenai jenis kontrasepsi yang paling diinginkan oleh klien/pasien. Uraikan juga mengenai resiko penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS dan pilihan metode ganda. 4) TU : Bantulah klien/pasien menentukan pilihannya Bantulah klien/pasien menentukan metode kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhan reproduksinya. Doronglah klien/pasien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan, lalu tanggapi secara terbuka. Lakukan pemeriksaan yang diperlukan untuk melakukan penapisan klien/pasien berdasarkan kriteria kelayakan medis. Bantu klien/pasien memutuskan pilihan kontrasepsi yang tepat. 5) J
:
Jelaskan
secara
lengkap
bagaimana
menggunakan
kontrasepsi pilihannya Setelah klien/pasien memilih jenis kontrasepsinya, jelaskan bagaimana alat/obat kontrasepsi itu digunakan dan bagaimana cara penggunaannya. Dorong klien/pasien untuk bertanya dan petugas menjawab secara jelas dan terbuka. Kaji pengetahuan klien/pasien tentang penggunaan kontrasepsi pilihannya dan puji klien/pasien apabila dapat menjawab dengan benar. Jika klien/pasien ingin menggunakan kontrasepsinya saat itu juga, lakukan penapisan kehamilan. 6) U : Rencanakan kunjungan ulang Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien/pasien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Ingatkan klien/pasien untuk kembali apabila terjadi suatu masalah atau kemungkinan rujukan apabila terdapat kesulitan dan masalah yang tidak dapat diselesaikan.
Midwifery Update
pg. 282
b. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB-KB) Metode konseling berimbang adalah salah satu metode konseling dengan 3 alat bantu yaitu : diagram konseling, kartu konseling, dan brosur setiap metode kontrasepsi. Dengan melakukan strategi konseling berimbang maka petugas membantu klien/pasien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien/pasien mengenal kebutuhannya untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien/pasien menggunakan
kontrasepsi
lebih
lama
dan
meningkatkan
keberhasilan KB Tujuan Konseling 1) Memberikan
informasi
yang
tepat
dan
objektif
sehingga
klien/pasien merasa puas 2) Mengidentifikasi
dan
menampung
perasaan
keraguan/
kekhawatiran tentang metode kontrasepsi 3) Membantu klien/pasien memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan reproduksinya dan Medical Eligibility Criteria 4) Memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan tempat pelayanan KB. Manfaat Konseling 1) Konseling membuat klien/pasien merasa bebas untuk memilih dan membuat keputusan. Dia akan merasa telah memilih metode kontrasepsi berdasarkan kemauannya sendiri yang sesuai dengan kondisi kesehatannya dan tidak merasa dipaksa untuk menerima suatu metode kontrasepsi yang bukan pilihannya. 2) Mengetahui dengan benar apa yang diharapkan/tujuan dari pemakaian kontrasepsi. Klien/pasien memahami semua manfaat yang akan diperoleh dan siap untuk mengantisipasi berbagai efek samping yang mungkin akan terjadi.
Midwifery Update
pg. 283
3) Mengetahui siapa yang setiap saat dapat dimintai batuan yang diperlukan seperti halnya mendapat nasihat, saran, dan petunjuk untuk mengatasi keluhan/masalah yang dihadapi. 4) Klien/pasien mengetahui bahwa penggunaan dan penghentian kontrasepsi dapat dilakukan kapan saja selama hal itu memang diinginkan klien/pasien dan pengaturannya diatur bersama petugas. Konseling perlu dilengkapi dengan Alat bantukarena : 1) Konseling yang berpusat pada klien/pasien, merupakan kunci tersedianya pelayanan KB yang berkualitas 2) Konseling
yang
baik
akan
meningkatkan
kualitas
dan
memuaskan provider, klien/pasien dan masyarakat 3) Klien/pasien yang puas akan memiliki sikap dan perilaku positif dalam menghadapi masalah-masalah KB dan menjaga kesehatan reproduksi dan berpotensi mempromosikan KB di antara keluarga, teman dan anggota masyarakat 4) Konseling yang baik dapat dilakukan dengan penguasaan materi dan kemampuan melakukan keterampilan yang spesifik 5) Memberi kesempatan klien/pasien untuk berbicara merupakan unsur pokok suatu konseling yang baik 6) Menciptakan suasana hubungan yang baik dengan klien/pasien dan menjadi pendengar yang aktif adalah dasar terlaksananya konseling yang baik 7) Komunikasi non verbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal. Konseling yang baik akan membantu klien/pasien : 1) Memilih metode yang membuat mereka nyaman dan senang 2) Mengetahui tentang efek samping 3) Mengetahui dengan baik tentang bagaimana penggunaan metode yang dipilihnya 4) Mengetahui kapan harus datang kembali 5) Mendapat bantuan dan dukungan dalam ber KB
Midwifery Update
pg. 284
6) Mengetahui
bagaimana
jika
menghadapi
masalah
dalam
penggunaan sebuah metode KB 7) Mengetahui bahwa mereka bisa ganti metode jika menginginkan 4 (empat) K Proses Pengambilan Keputusan : 1) KONDISI masalah yang dihadapi 2) Daftar KEMUNGKINAN pilihan atau alternatif keputusan 3) Timbang KONSEKUENSI dari setiap pilihan yang ada 4) Buat KEPUTUSAN dan tinjau kembali apakah keputusan itu sudah merupakan pilihan terbaik. Medical eligibility WHO (Kriteria Medik WHO) Kriteria 1 : Tidak ada batasan penggunaan kontrasepsi Kriteria 2 : Manfaat penggunaan lebih besar dari risiko Kriteria 3 : Risiko lebih besar dari manfaat Kriteria 4 : Tidak ada manfaat kecuali risiko Penapisan Kehamilan Untuk melakukan penapisan kehamilan, ajukan 6 pertanyaan berikut 1) Apakah klien/pasien pantang sanggama sejak haid terakhir? 2) Apakah klien/pasien baru melahirkan bayi kurang dari 4 minggu? 3) Apakah klien/pasien mempunyai bayi berumur kurang dari 6 bulan dan sedang menyusui secara ekslusif serta belum mendapat haid? 4) Apakah klien/pasien masih dalam 7 hari pertama siklus haid? 5) Apakah klien/pasien mengalami keguguran dalam 7 hari terakhir? 6) Apakah klien/pasien sedang menggunakan kontrasepsi secara tepat dan konsisten?
Midwifery Update
pg. 285
Jika klien/pasien menjawab “TIDAK” pada SEMUA pertanyaan, maka kemungkinan kehamilan tidak dapat disingkirkan Jika klien/pasien menjawab “YA” pada MINIMAL salah satu pertanyaan, maka kemungkinan kehamilan dapat disingkirkan, klien/pasien dapat menggunakan metode kontrasepsi
Tingkat efektifitas penggunaan metode kontrasepsi
Efektifitas
Kehamilan per 100 perempuan dalam 12 bulan Metode Kontrasepsi pertama pemakaian Digunakan secara tepat dan konsisten
Midwifery Update
0,05 0,01 0,05 0,3 0,5 0,3
Digunakan secara biasa
Sangat Efektif
Implan Vasektomi SuntikanKombinasi Suntikan Progestin Tubektomi AKDR T Cu 380 A
0,05 0,15 2 3 0,5 0,8
Efektif
M. L. A. 0,9 PilKombinasi (KOK) 0,3 Pil Progestin (non- 0,5 laktasi)
2 8 8
Kurang efektif
Kondom Pria Sanggama Terputus Diafragma+ Spermasida KB Alamiah Kondom Perempuan Spermasida Tidak menggunakan Kontrasepsi
2 4 6 4 5 18
15 27 16 26 21 29
85
85
pg. 286
Urutan Penggunaan kontrasepsi yang rasional menurut kebutuhan reproduksi Urutan Fase menunda Fase Fase tidak ingin prioritas kehamilan menjarangkan hamil lagi kehamilan 1 Pil AKDR Steril 2 AKDR Suntikan AKDR 3 Sederhana Mini Pil Implan 4 Implan Pil Suntikan 5 Suntikan Implan Pil 6 Sederhana Sederhana
Materi Pokok 3. Pelayanan Kontrasepsi a. Kontrasepsi Hormonal Kombinasi Kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) mengacu pada produk kontrasepsi yang mengandung estrogen yang dikombinasikan dengan progestin. Bagian ini memberikan rekomendasi untuk penggunaan berbagai KHK, termasuk kontrasepsi pil kombinasi (KPK) dan kontrasepsi suntik kombinasi (KSK). KHK dapat digunakan dengan aman oleh sebagian besar wanita. Untuk membantu menentukan apakah wanita dengan kondisi medis atau karakteristik tertentu dapat menggunakan KHK dengan aman, mengacu
pada
criteria
kelayakan
medis
untuk
penggunaan
kontrasepsi. KHK tidak dapat digunakan pada klien/pasien dengan : 1) TD > 140/90 2) Sedang menggunakan obat-obat anti konvulsi, obat TBC 3) Migren dengan aura 4) Merokok > 35 batang per hari 5) Penderita penyakit kardio vaskuler 6) Tromboemboli vena 7) Penyakit Hepar.
Midwifery Update
pg. 287
1) Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK) Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung hormon estrogen dan progesteron dengan dosis tertentu. Hormon didalam pil ini, sangat mirip dengan hormon estrogen dan progesteron yang ada didalam tubuh perempuan. Mekanisme utama pil kombinasi untuk mencegah terjadinya kehamilan adalah dengan mencegah ovulasi. Hormon yang digunakan untuk pil kombinasi adalah estrogen (etinilestradiol/EE) dan progesteron. Jenis –jenis Pil Kombinasi : •
Monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
•
Bifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
•
Trifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
Waktu Memulai Pemakaian KPK Wanita dapat diberikan KPK, terlebih dahulu dengan instruksi yang tepat pada inisiasi, asalkan dia secara medis memenuhi syarat. Wanita yang sedang dalam masa menstruasi •
Dalam 5 hari setelah dimulainya pendarahan menstruasi: KPK,
dapat
dimulai.
Tidak
diperlukan
perlindungan
kontrasepsi tambahan. •
Lebih dari 5 hari sejak dimulainya pendarahan menstruasi: KPK, dapat dimulai jika cukup yakin bahwa wanita tidak hamil.
Midwifery Update
Dia
harus
pantang
berhubungan
seks
atau
pg. 288
menggunakan perlindungan kontrasepsi tambahan selama 7 hari ke depan. Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG) •
Dalam 5 hari sejak awal menstruasi : KPK, dapat dimulai. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan. AKDR bisa dilepas pada waktu itu.
•
Lebih dari 5 hari sejak awal menstruasi : KPK, dapat dimulai jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak hamil. Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi berikutnya.
•
Jika
wanita
mengalami
amenorea
atau
mengalami
perdarahan yang tidak teratur, KPK dapat dimulai seperti yang disarankan untuk wanita amenorea lainnya. GDG (Guideline Development Group) menganggap risiko ovulasi dalam 5 hari pertama menstruasi menjadi rendah. Setelah hari ke-5, pencegahan ovulasi dianggap kurang dapat diandalkan Ketika memulai kontrasepsi oral. Penggunaan KPK berkelanjutan terus menerus diperlukan untuk mencegah ovulasi. Penanganan efek samping yang sering terjadi Efek samping atau Penanganan masalah Amenore (tidak ada Periksa dalam atau tes kehamilan, bila tidak perdarahan, atau hamil dan klien/pasien minum pil dengan spotting benar, tenangkan klien/pasien. Tidak datang haid kemungkinan besar karena kurang adekuatnya efek estrogen terhadap endometrium. Tidak perlu pengobatan khusus. Coba berikan pil dengan dosis estrogen 50 µg, atau dosis estrogen tetap, tetapi dosis progesterone dikurangi. Bila klien/pasien hamil, hentikan pil dan yakin kan klien/pasien, bahwa pil yang telah diminum tidak mempunyai efek pada janin
Midwifery Update
pg. 289
Mual, pusing, atau muntah (akibat reaksi anafilaktik)
Test kehamilan, atau pemeriksaan ginekologik. Bila tidak hamil, sarankan minum pil saat makan malam, atau sebelum tidur
Perdarahan pervaginam/ spotting
Test kehamilan, atau pemeriksaan ginekologik. Sarankan minum pil pada waktu yang sama. Jelaskan bahwa perdarahan atau spotting merupakan hal yang biasa terjadi dalam 3 bulan pertama, dan lambat laun akan berhenti sendiri. Ganti pil dengan dosis estrogen lebih tinggi (50 µg) sampai perdarahan teratasi, lalu kembali kedosis awal. Bila perdarahan atau spotting timbul lagi, lanjutkan lagi dengan dosis 50 µg, atau ganti dengan metode kontrasepsi lain
Keadaan yang perlu mendapat perhatian Tanda dan gejala Nyeri dada hebat, batuk, napas pendek
Masalah yang mungkin terjadi Serangan jantung atau bekuan darah di dalam paru
Sakit kepala hebat
Stroke, hipertensi, migren
Nyeri tungkai hebat (betis atau paha)
Sumbatan pembuluh darah tungkai
Nyeri abdomen hebat
Penyakit kandung empedu, bekuan darah, pankreatitis
Kehilangan penglihatan atau kabur
Stroke, hipertensi, atau problem vaskuler
Tidak terjadi perdarahan/spotting setelah selesai minum pil
Kemungkinan kehamilan
Midwifery Update
pg. 290
Interaksi obat Beberapa
obat-obatan
tertentu,
dapat
mengurangi
efek
kontrasepsi pil kontrasepsi yang kemudian akan meningkatkan gangguan pola haid atau terjadinya kehamilan. Obat-obatan tersebut diantaranya adalah rifampisin, barbiturat, fenitoin, griseofulfin dan karbamazepin. Antibiotika seperti ampisilin dan doksisiklin, dapat mengurang flora bakteri usus yang berperan dalam daur ulang etinilestradiol sehingga terjadi penurunan konsentrasi hormon tersebut di dalam sirkulasi dan mengurangi potensi
kontraseptifnya.
Ada
beberapa
jenis
jamu
dapat
berinteraksi dengan sistem sitokromoksidoreduktase P450 di hepar yang dapat menyebabkan hidroksilasi hormon estradiol dan akan menurunkan efek kontrasepsi pil hormon kombinasi ini. 2) Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) Kontrasepsi suntik kombinasi (KSK) terdiri dari dua hormon yaitu progestin dan estrogen seperti hormon alami pada tubuh seorang perempuan. Progestin yang digunakan adalah medroxy progesterone Acetate 25 mg dan estrogen dalam bentuk estradiol Cypionate 5 mg Suntikan kombinasi, dipasarkan dengan nama dagang Ciclofem, Ciclofemina, Cyclofem, Cyclo-provera dan lainlain. Waktu Memulai Pemakaian KSK •
Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat diberikan.
Tidak
diperlukan
perlindungan
kontrasepsi
tambahan. •
Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat diberikan jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak hamil. Klien/pasien tidak boleh berhubungan seksual dalam 7 hari setelah pemberian KSK, atau harus menggunakan kontrasepsi tambahan.
Midwifery Update
pg. 291
Beralih dari metode hormonal lain •
Jika wanita tersebut telah menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar atau jika sudah pasti bahwa dia tidak hamil, suntikan KSK pertama dapat diberikan segera; tidak perlu menunggu periode menstruasi berikutnya.
•
Jika metode wanita sebelumnya adalah kontrasepsi suntik lain,
suntikan
KSK
ulangan
dapat
diberikan.
Tidak
diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan. Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG) •
Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat diberikan.
Tidak
diperlukan
perlindungan
kontrasepsi
tambahan. AKDR dapat dilepas pada saat itu juga. •
Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat diberikan jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak hamil. Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat menstruasi berikutnya atau klien/pasien dalam 7 hari setelah pemasangan KSK, tidak boleh berhubungan seksual atau
harus
menggunakan
perlindungan
kontrasepsi
tambahan. Efektitas KSK •
Sangat efektif (0,1 – 0,4 kehamilan per 100 perempuan) selama tahun pertama penggunaan
•
Klien/pasien masih dapat disuntik jika terlambat 1 minggu atau lebih cepat 1 minggu dari jadwal suntik seharusnya, namun tetap dengan konseling, dan biarkan klien/pasien yang memutuskan.
Midwifery Update
pg. 292
Penanganan efek samping dan masalah Efek samping atau masalah Amenore (tidak ada perdarahan, atau spotting
Penanganan Bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak perlu diberikan pengobatan khusus. Jelaskan bahwa darah tidak berkumpul didalam rahim. Anjurkan klien/pasien untuk kembali ke klinik bila tidak datangnya haid menjadi masalah. Bila klien/pasien hamil, hentikan penyuntikan, dan jelaskan bahwa hormon estrogen dan progesterone sedikit sekali pengaruhnya pada janin
Mual, pusing, atau muntah (akibat reaksi anafilaktik)
Test kehamilan, atau pemeriksaan ginekologik. Bila tidak hamil, informasikan bahwa hal ini adalah hal biasa dan akan hilang dalam waktu dekat Bila hamil, hentikan suntikan
Perdarahan pervaginam/ spotting
Periksa problemginekologik. Bila tidak ada masalah jelaskan bahwa perdarahan atau spotting merupakan hal yang biasa terjadi dalam 3 bulan pertama dan lambat laun akan berhenti sendiri. Bila perdarahan berlanjut, ganti dengan metode kontrasepsi lain.
Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada penggunaan suntikan kombinasi (KSK) •
Nyeri dada hebat atau nafas pendek. Kemungkinan ada bekuan darah di paru atau serangan jantung
•
Sakit
kepala
hebat,
atau
gangguan
penglihatan.
Kemungkinan terjadi stroke, hipertensi atau migren •
Nyeri
tungkai
hebat.
Kemungkinan
terjadi
sumbatan
pembuluh darah pada tungkai
Midwifery Update
pg. 293
•
Tidak terjadi perdarahan atau spotting selama 7 hari sebelum suntikan
berikutnya,
pastikankemungkinan
terjadi
kehamilan. Interval Suntikan Ulangan •
KSK ulangan harus diberikan setiap empat minggu.
•
Suntikan ulangan dapat diberikan hingga 7 hari lebih awal tetapi dapat mengganggu pola perdarahan.
•
Suntikan ulang dapat diberikan hingga 7 hari terlambat tanpa memerlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
•
Jika pengguna tersebut terlambat lebih dari 7 hari untuk suntikan ulangan, klien/pasien dapat diberikan suntikan jika cukup yakin bahwa dia tidak hamil. Klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual dalam 7 hari setelah pemberian KSK, atau harus menggunakan perlindungan kontrasepsi
tambahan.
Jika
diperlukan,
penggunaan
kontrasepsi darurat dapat dipertimbangkan. b. Kontrasepsi Progestin (KP) Kontrasepsi progestin termasuk kontrasepsi pil progestin (KPP), kontrasepsi suntik progestin (KSP) dan Implan 1) Kontrasepsi Pil Progestin KPP hanya mengandung progestin dan tidak ada estrogen. Waktu MemulaiPenggunaan KPP §
Dalam 5 hari awal siklus menstruasi: KPP dapat dimulai. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
§
Lebih dari 5 hari awal siklus menstruasi: KPP dapat dimulai setelah dipastikan bahwa pengguna tidak hamil. Dalam 2 hari setelah penggunaan, wanita tidak boleh melakukan hubungan seksual atau harus menggunakan perlindungan kontrasepsi.
§
Jika tidak haid, KPP dapat dimulai kapan saja setelah dipastikan klien/pasien tidak hamil. Dalam 2 hari setelah
Midwifery Update
pg. 294
penggunaan, klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual atau harus menggunakan perlindungan kontrasepsi. Beralih dari Metode Hormonal lain §
KPP dapat dimulai segera jika wanita tersebut telah menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar atau jika cukup yakin bahwa dia tidak hamil; tidak perlu menunggu periode menstruasi berikutnya.
§
Jika metode wanita sebelumnya adalah kontrasepsi suntik, KPP dapat dimulai ketika suntikan ulang diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
Beralih dari AKDR (termasuk LNG-AKDR) §
Dalam 5 hari setelah dimulainya pendarahan menstruasi: KPP
dapat
dimulai.
Tidak
diperlukan
perlindungan
kontrasepsi tambahan. AKDR dapat dicabut pada saat itu. §
Lebih dari 5 hari sejak awal perdarahan menstruasi : KPP dapat dimulai jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak hamil. Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi berikutnya atau klien/pasien tidak boleh berhubungan
seksual
atau
perlu
menggunakan
perlindungan
kontrasepsi
tambahan
selama
mengalami
amenorea
atau
2
hari
berikutnya. §
Jika
wanita
mengalami
perdarahan yang tidak teratur, KPP dapat dimulai seperti yang disarankan untuk wanita amenorea lainnya. GDG (Guideline Development Group) menganggap risiko ovulasi Ketika memulai KPP dalam 5 hari pertama menstruasi menjadi rendah. Penekanan ovulasi dianggap kurang dapat diandalkan Ketika dimulai setelah hari ke-5. Penggunaan pil yang tidak konsisten atau salah menjadi alas an utama untuk kehamilan yang tidak diinginkan dan menyoroti pentingnya menggunakan KPP pada sekitar waktu yang sama setiap hari.
Midwifery Update
pg. 295
Diperkirakan 48 jam penggunaan KPP dianggap perlu untuk mencapai efek kontrasepsi pada lender serviks. 2) Kontrasepsi suntik progestin (KSP) Kontrasepsi suntik progestin yang umum digunakan adalah Depo Medroxy progesteron Acetate (DMPA) yang merupakan derivate progesterone alamiah yang ada di dalam tubuh seorang perempuan. Kontrasepsi progestin, tidak mengandung estrogen sehingga dapat digunakan pada masa laktasi dan perempuan yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung estrogen. Efektifitas KSP Efektifitas suntikan progestin memiliki efektifitas yang tinggi (3 kehamilan
per
1000
perempuan)
pada
penggunaan, asal penyuntikannya dilakukan
tahun
pertama
secara teratur
sesuai jadwal yaitu setiap 12 minggu.Klien/pasien masih bisa disuntik jika terlambat 4 minggu dan lebih cepat 2 minggu dari jadwal suntik seharusnya. Konseling tetap dilakukan, dan klien/pasien yang memutuskan. Efek samping dan penatalaksanaannya •
Amenore Jelaskan pada klien/pasien bahwa sebagian besar pengguna suntikan progestin mengalami hal ini. Haid tidak harus ada setiap bulan dan hal ini tidak mengganggu kesehatan ibu. Beberapa pengguna justru merasa senang tidak mendapat haid. “Jangan” memberikan kontrasepsi oral kombinasi untuk membuat perdarahan lucut. Bila klien/pasien merasa terganggu dengan hal ini, anjurkan mengganti suntik kombinasi.
Midwifery Update
pg. 296
•
Perdarahan ireguler Jelaskan bahwa kondisi ini tidak mengganggu kesehatan klien/pasien dan gangguan ini akan berkurang setelah beberapa bulan penggunaan untuk penanganan jangka pendek, gunakan ibuprofen 3 x 800 mg/ hari selama 5 hari atau KOK selama 1 siklus.
•
Kenaikan berat badan Lakukan kajian pola diet dan jika ditemukan masalah, rujuk klien/pasien ke ahli gizi
•
Sefalgia Untuk sefalgia yang terkait dengan pemakaian suntikan progestin, dapat dicobakan aspirin (325-650 mg). Ibuprofen (200-400 mg), paracetamol (325-1000 mg), atau penghilang nyeri lainnya. Jika sefalgia menjadi lebih berat atau lebih sering timbul selama penggunaan suntikan progestin maka lakukan evaluasi tentang kemungkinan penyebab lainnya.
Waktu untuk mengulang KSP (suntikan ulangan) §
Suntikan ulangan DMPA harus diberikan setiap tiga bulan.
§
Suntikan ulangan DMPA dapat diberikan hingga 2 minggu lebih awal.
§
Suntikan ulangan DMPA dapat diberikan hingga 4 minggu terlambat tanpa memerlukan perlindungan kontrasepsi tambahan. Jika klien/pasien terlambat lebih dari 4 minggu untuk mengulang suntikan DMPA atau lebih suntikan dapat diberikan jika yakin bahwa tidak hamil. klien/pasien tidak boleh berhubungan seksual atau dapat menggunakan perlindungan kontrasepsi tambahan dalam 7 hari kedepan. klien/pasien mungkin ingin mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi darurat, jika perlu.
Midwifery Update
pg. 297
Penggunaan KSP Wanita yang Memiliki Siklus Menstruasi §
Dalam 7 hari setelah awal siklus menstruasi: Injeksi KSP pertama dapat diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
§
Lebih dari 7 hari sejak awal siklus menstruasi: Injeksi KSP pertama dapat diberikan jika yakin wanita tidak hamil. Wanita tidak boleh berhubungan seksual atau menggunakan perlindungan kontrasepsi tambahan selama 7 hari ke depan
Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG) §
Dalam 7 hari pertama siklus menstruasi: Injeksi pertama dapat diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan. AKDR dapat dilepas pada saat itu.
§
Lebih dari 7 hari pertama siklus menstruasi: Injeksi pertama dapat diberikan jika yakin bahwa tersebut tidak hamil. Disarankan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi berikutnya.
3) Kontrasepsi Implan Implan
mengandung
hormon
progestin
(levonogestrel/
etonogestrel). Progestin ditempatkan didalam batang implan satu atau dua batang yang di pasang pada lapisan bawah kulit (subdermal) dibagian medial lengan atas dengan jangka 3 tahun. Waktu mulai menggunakan implan •
Implan dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan
•
Bila Implan diberikan setelah hari ke 7 siklus haid, klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari
•
Bila klien/pasien tidak mendapat haid, Implan dapat diberikan setiap saat, asal saja dapat dipastikan klien/pasien
Midwifery Update
pg. 298
tidak hamil. Klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk 7 hari lamanya atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain selama 7 hari pasca persalinan (menyusui) •
Bila telah mendapat haid, maka implant dapat dipasang setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi tambahan selama 7 hari
Klasifikasi penggunaan Implan menurut WHO: •
Tekanan darah 140 – 159/90 merupakan klasifikasi 1
•
Tekanan darah > 160/100 merupakan klasifikasi 2
•
Penyakit hepar (Tumor hati) merupakan klasifikasi 3
•
Kanker payudara merupakan klasifikasi 4
Beralih dari AKDR (termasuk LNG-AKDR) •
Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: Implan dapat dipasang. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan. AKDR dapat dilepas pada saat itu.
•
Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: Implan dapat dipasang jika cukup yakin bahwa pengguna tidak hamil. Disarankan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi berikutnya.
•
Jika
pengguna
mengalami
amenorea
atau
mengalami
perdarahan yang tidak teratur, implant dapat dipasang seperti yang disarankan pada pengguna amenorea lainnya. GDG (Guideline Development Group) menganggap bahwa implan yang
dipasang
hingga
hari
ke-7
dari
siklus
menstruasi
mempunyai risiko rendah untuk ovulasi dan menyebabkan risiko kehamilan yang rendah pula. Kebutuhan untuk perlindungan kontrasepsi tambahan saat beralih dari metode hormonal lain bergantung pada metode kontrasepsi yang digunakan sebelumnya. Dalam konteks beralih Midwifery Update
pg. 299
dari AKDR ke implan, ada beberapa kekhawatiran tentang risiko kehamilan saat melepas AKDR saat sudah ada hubungan. Untuk itu direkomendasikan untuk melepas AKDR pada saat haid berikutnya. Efek samping yang umum Perdarahan bercak atau ringan •
Perdarahan bercak atau perdarahan ringan biasa terjadi selama penggunaan implan, terutama pada tahun pertama, dan tidak berbahaya.
•
Pada wanita dengan perdarahan bercak atau perdarahan ringan yang persisten, atau pada wanita dengan perdarahan setelah periode amenorea, singkirkan masalah ginekologi. Jika masalah ginekologi teridentifikasi, obati atau rujuk untuk perawatan lebih lanjut.
•
Jika terdiagnosis IMS atau penyakit radang panggul wanita dapat terus menggunakan implant saat mendapatkan terapi dan diberi konseling tentang penggunaan kondom.
•
Jika tidak ada masalah ginekologi dan wanita menginginkan pengobatan, pilihan terapi non hormonal dan hormonal adalah: Non hormonal: obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) Hormonal (jika secara medis memenuhi syarat): kontrasepsi pil kombinasi dosis rendah atau etinil estradiol.
•
Jika wanita tidak menginginkan perawatan, atau terapi diatas
tidak
efektif,
dan
dia
tidak
dapat
menerima
perdarahan, implant harus dilepas. Bantu memilih metode lain. Perdarahan banyak atau berkepanjangan (lebih dari 8 hari atau dua kali lipat dari periode menstruasi yang biasa) •
Singkirkan masalah ginekologi. Jika masalah ginekologi teridentifikasi, obati atau rujuk untuk perawatan lebih lanjut.
Midwifery Update
pg. 300
•
Jika tidak ditemukan masalah ginekologi dan wanita menginginkan terapi, pilihan terapi non hormonal (NSAID, ibuprofen, asammefenamat) atau hormonal (Pil kontrasepsi kombinasi atau etinil estradiol) jika secara medis memenuhi syarat.
GDG mencatat bahwa menstruasi yang abnormal umum terjadi pada penggunaan implan dan konseling mengenai hal tersebut sebelum pemasangan implant sangat penting untuk mengurangi kekhawatiran dan mendorong kelanjutan penggunaan metode implan. GDG menilai bahwa obat-obat tersebut sangat efektif. Tindak lanjut yang tepat setelah pemasangan implant •
Tidak ada kunjungan tindak lanjut rutin yang diperlukan.
•
Wanita disarankan kontrol kapan saja untuk membahas efek samping atau masalah lain, atau jika ingin mengubah metode kontrasepsi.
•
Wanita disarankan untuk kontrol Kembali Ketika saatnya untuk melepas implan.
GDG
menyimpulkan
bahwa
kontrol
tindak
lanjut
harus
mencakup minimal konseling untuk mengatasi masalah seperti efek samping atau masalah lain, penggunaan metode yang benar dan konsisten dan perlindungan terhadap IMS. Penanganan efek samping atau masalah yang ditemukan Efek samping atau masalah Amenore (tidak ada perdarahan, atau spotting)
Midwifery Update
Penanganan • Bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak perlu diberikan pengobatan khusus. Jelaskan bahwa darah tidak berkumpul didalam rahim. Anjurkan klien/pasien untuk kembali keklinik bila tidak datangnya haid menjadi masalah.
pg. 301
Ekspulsi
Perdarahan pervaginam/ spotting
Infeksi pada daerah insersi
Berat badan naik/turun
Midwifery Update
• Bila klien/pasien tetap tidak bisa menerima, angkat implant dan anjurkan menggunakan kontrasepsi lain • Bila klien/pasien hamil, cabut implant, jelaskan bahwa hormon progesterone tidak berbahaya bagi janin Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih ditempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada tanda-tanda infeksi, cabut seluruh kapsul yang ada, dan pasang implant baru pada lengan yang lain, atau anjurkan klien/ pasien menggunakan metode pengganti • Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien/pasien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apapun. Bila klien/pasien tetap mengeluhkan masalah tersebut, tapi tetap ingin mengunakan implant, dapat diberikan pil kombinasi satu siklus atau ibuprofen 3 x 800 mg selama 5 hari. Jelaskan pada klien/pasien kemungkinan akan terjadi perdarahan bila pil kombinasi habis. • Bila perdarahan berlanjut, ganti dengan metode kontrasepsi lain • Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air atau antiseptik. Berikan antibiotika yang sesuai untuk 7 hari, implant jangan dilepas dan klien/pasien diminta kembali 1 minggu kemudian. • Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru pada sisi lengan yang lain atau cari metode pengganti yang lain. Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptik. Insisi dan alirkan pus keluar, dan cabut implant. Lakukan perawatan luka dan berikan antibiotika oral selama 7 hari Informasikan pada klien/pasien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg atau lebih adalah normal. Kaji ulang diet klien/pasien pg. 302
apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien/pasien mencari metode lain
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) AKDR merupakan salah satu metode jangka panjang yang cukup efektif karena hanya terjadi kurang dari 1 kehamilan diantara 150 pengguna AKDR (6-8/1000 pengguna) di tahun pertama memakai AKDR. AKDR dapat digunakan pada wanita nullipara dan multipara. Untuk membantu menentukan apakah seorang wanita tepat secara medis dan karakteristik aman menggunakan AKDR, harus mengacu pada Kriteria Kelayakan Medis penggunaan Kontrasepsi. AKDR tidak melindungi dari IMS terutama HIV. Jika terdapat risiko IMS/HIV penggunaan
kondom
secara
benar
dan
tepat
sangat
direkomendasikan. Jenis AKDR •
AKDR CuT Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
•
AKDR yang mengandung hormon levonogestrel (LNG, Mirena)
Waktu pemasangan •
Dalam 12 hari pertama siklus menstruasi terakhir. AKDR dapat dipasang pada wanita tidak hanya pada saat menstruasi.
•
Lebih dari 12 hari dalam masa menstruasi, dapat dipasang setelah diyakini klien/pasien tidak hamil
Midwifery Update
pg. 303
•
Pasca persalinan (segera setelah melahirkan sampai 48 jam pertama atau setelah 4 - 6 minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA)
•
Pasca keguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama tidak ada komplikasi infeksi/radang panggul
•
Untuk AKDR Levonogestrel, AKDR dapat dipasang dalam 7 hari siklus haid. Apabila dipasang > 7 hari siklus haid, dapat dipasang bila diyakini klien/pasien tidak hamil. Harus pantang sanggama selama 7 hari setelah pemasangan.
Keuntungan •
Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi (6-8 kehamilan per 1000 perempuan dalam 1 tahun pertama).
•
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
•
Metode jangka panjang (proteksi 10 tahun) untuk yang mengandung tembaga, dan 5 tahun untuk yang mengandung hormon
•
Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
•
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
•
Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
•
AKDR Cu 380 A tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
•
Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah keguguran (apabila tidak terjadi infeksi)
•
Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu kembali ke klinik jika tak ada masalah.
•
Dapat digunakan sampai menopause (dicabut paling lambat+ 6 bulan setelah menopause)
•
Tidak ada interaksi dengan obat-obat lain
•
Membantu mencegah kehamilan ektopik
•
Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat (AKDR Cu 380 A) apabila dipasang dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak terlindungi.
Midwifery Update
pg. 304
Efek samping dan penanganan Perdarahan
Kram/ nyeri
Keluhan benang
§ Lakukan evaluasi penyebab-penyebab perdarahan lainnya dan lakukan penanganan yang sesuai jika diperlukan. § Jika tak ditemukan penyebab lainnya, beri non steroidal anti-inflamatori (NSAID, seperti ibuprofen) selama 5-7 hari. § Cari penyebab nyeri dan beri penanganan yang sesuai jika diperlukan. § Jika tidak ditemukan penyebab-penyebab lainnya berikan asetaminofen atau ibuprofen setiap hari pada beberapa hari pertama menstruasi. § Gunting benang sehingga tidak menonjol keluar dari mulut rahim (muara serviks). § Jelaskan bahwa benang AKDR tidak lagi keluar dari mulut rahim dan pasangannya tidak akan merasa juluran benang tersebut § Buat dalam catatan klien/pasien bahwa benang telah dipotong rata setinggi permukaan serviks (penting untuk teknik melepas AKDR nantinya).
Perdarahan menstrual yang banyak dan lama. •
Beberapa
pengguna
seringkali
terjadi
AKDR,
terutama
perdarahan dalam
3-6
yang bulan
banyak pertama
penggunaan. Hal ini tidak berbahaya dan perdarahan biasanya semakin berkurang dari waktu kewaktu. •
Pemberian NSAID atau traneksamat dapat diberikan selama perdarahan menstruasi.
•
Aspirin sebaiknya tidak digunakan
•
Masalah gynekologi harus disingkirkan
•
Untuk mencegah anemia, berikan suplemen zat besi atau makanan mengandung zat besi
Materi Pokok 4. Kontrasepsi pada kondisi khusus a.
Kontrasepsi pasca persalinan KB Pasca persalinan adalah pelayanan KB yang diberikan segera setelah persalinan sampai kurun waktu 42 hari. §
AKDR post partum adalah AKDR yang dipasang pada saat 10 menit setelah plasenta lahir hingga 48 jam post partum.
Midwifery Update
pg. 305
§
Dalam 48 jam hingga 4 minggu pasca persalinan tidak direkomendasikan
§
Untuk memulai kontrasepsi pasca persalinan, dapat merujuk pada tabel dibawah ini : Waktu untuk memulai Kontrasepsi Pasca Persalinan Jenis kontrasepsi AKDR
0
48 jam
4 6 6 mgg mgg bulan
12 bulan
Implan Tubektomi Pil Progestin MAL Suntik progestin Hormon Kombinasi
b. Kontrasepsi Pasca Keguguran §
Semua jenis kontrasepsi dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama pasca keguguran.
§
AKDR dapat dipasang segera setelah keguguran trimester kedua apabila tidak terdapat kasus infeksi.
§
Kontrasepsi
pada
keguguran
trimester
I
sama
dengan
trimester
II
sama
dengan
kontrasepsi saat interval §
Kontrasepsi
pada
keguguran
kontrasepsi pasca persalinan. c.
Kontrasepsi Darurat Kontrasepsi darurat (KD) adalah suatu metode kontrasepsi yang digunakan dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak terlindungi oleh kontrasepsi yang tepat dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Metode ini juga dapat digunakan dalam kondisi darurat setelah hubungan seksual tanpa perlindungan, kegagalan atau kesalahan penggunaan
Midwifery Update
pg. 306
kontrasepsi (seperti pil yang lupa dikonsumsi atau kondom robek), perkosaan atau hubungan seksual paksa. Ada 4 metode Kontrasepsi darurat yang direkomendasikan : §
AKDR CuT 380 A dan tiga jenis pil kontrasepsi darurat (PKD) berbeda:
§
Pil Kontrasepsi Ulipristal Asetat (UPA),
§
Pil Kontrasepsi Levonorgestrel (LNG)
§
Pil Kontrasepsi Kombinasi Estrogen-Progesteron (Pil kombinasi). AKDR CuT 380 A dan pil kontrasepsi adalah metode KD yang
efektif dalam mengurangi risiko kehamilan lebih dari 97- 99% jika digunakan dalam 5 hari atau 120 jam setelah hubungan seksual. Namun, klien/pasien harus diberitahu bahwa keefektifan PKD tergantung pada waktu penggunaan, semakin segera digunakan semakin efektif. PKD mengurangi risiko kehamilan secara signifikan. Namun, penting untuk dicatat bahwa efektivitas masing-masing metode bervariasi sesuai dengan keadaan individu termasuk jenis PKD yang dipilih, hari siklus menstruasi, dan lamanya waktu antara hubungan seksual tanpa perlindungan serta inisiasi PKD. Selain itu, keefektifan PKD dapat berkurang akibat dari beberapa kondisi seperti: Kembali melakukan hubungan seksual tanpa pelindung dalam siklus yang sama, menggunakan obat-obat dan memiliki berat badan atau indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi. KD tidak dapat melindungi terhadap infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV. Jika ada risiko IMS/ HIV, pengguna dianjurkan untuk menggunakan kondom dengan tepat dan konsisten. Ketika digunakan dengan benar dan konsisten, kondom menjadi metode perlindungan yang paling efektif terhadap IMS, termasuk HIV.
Midwifery Update
pg. 307
Formulasi dan dosis Pil Kontrasepsi Darurat Jumlah tablet yang diminum Pertama 12 jam kali kemudian
Tipe Kontrasepsi Pil
Formulasi
Pil khusus kondar berisi progestin Pil Kombinasi
1.5 mg LNG
1
0
0.75 mg LNG
2
0
0.05 mg EE + 0.25 mg LNG 0.05 mg EE + 0.25 mg LNG 0.05 mg EE + 0.5 mg norgestrel 0.03 mg EE + 0.15 mg LNG 0.03 mg EE + 0.125 mg LNG 0.02 mg EE + 0.1 mg LNG 30 mg ulipristal acetat
2
2
2
2
2
2
4
4
4
4
5 1
5 0
Pil khusus kondar berisi Ulipristal
§
Muntah dalam 2 jam setelah mengkonsumsi pil (PKD-LNG atau PKD Kombinasi) Dosis PKD lain harus dikonsumsi sesegera mungkin.
§
Jika pengguna menggunakan PKD kombinasi, anti emetic dapat diberikan sebelum mengkonsumsi dosis kedua PKD.
§
Jika muntah berlanjut, dosis tunggal PKD ulangan dapat diberikan melalui vagina.
Materi Pokok 5. Pelayanan Kontrasepsi dimasa Pandemi Covid 19 Saat ini, seluruh dunia tengah menghadapi pandemi COVID-19, termasuk Indonesia. Pada 13 April 2020, Presiden Republik Indonesia menyatakan bencana non-alam yang disebabkan oleh penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional (Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020).
Midwifery Update
pg. 308
Penyebaran
COVID-19
yang
semakin
meluas
menimbulkan
implikasi pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, sosial, dan ekonomi. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu aspek yang terkena dampak pandemi COVID-19, terutama dalam pelayanan kontrasepsi
dan
keberlangsungan
pemakaian
kontrasepsi
bagi
pasangan usia subur (PUS) di Indonesia. Tenaga kesehatan, terutama bidan, dapat terus memberikan pelayanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak takut atau enggan untuk tetap mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. •
Pelayanan KB dapat dilakukan, namun pengaturan jumlah pasien dan waktu pelayanan menggunakan mekanisme teleregistrasi.
•
Menggunakan pelayanan jarak jauh (teleregistrasi) untuk membuat janji temu dan melakukan anamnesa serta konseling melalui media sosial,WA atau daring
•
Akseptor
KB
sebaiknya
tidak
mendatangi
langsung
petugas
kesehatan, kecuali mempunyai keluhan. Akseptor yang ingin mendatangi petugas kesehatan harus membuat janji temu terlebih dulu
dengan
petugas
kesehatan
menggunakan
mekanisme
teleregistrasi •
Klien/pasien dan keluarga harus menerapkan protokol Kesehatan pada saat akan mendatangi tenaga Kesehatan untuk mendapatkan pelayanan
•
Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi harus menggunakan APD yang sesuai standar, sesuai dengan jenis layanan yang diberikan.
•
Pilihan utama adalah metode kontrasepsi modern jangka panjang yang reversible.
•
Pelayanan kontrasepsi selama situasi pandemi harus semaksimal mungkin dengan tetap menjaga kualitas dan memenuhi standard operating procedure (SOP) yang sudah ditentukan.
Midwifery Update
pg. 309
Referensi -
-
Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, PPSDM, Kemenkes 2018 Buku Panduan Pelayanan KB Pasca Persalinan, JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Contraceptive technology Update, Jakarta 2015 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Medical eligibility criteria for contraceptive use, fifth edition. Geneva: World Health Organization; 2015 (http://www. who.int/reproductive health/publications/family_planning/ MEC-5/en/, accessed 8 July 2016). Panduan Pelayanan Keluarga Berencana dalam Masa Pandemi Covid-19 dan adaptasi Kebiasaan baru. Dikeluarkan oleh Kemkes dan BKKBN World Health Organization Department of Reproductive Health and Research Rekomendasi Praktik Terpilih pada Penggunaan Kontrasepsi, edisi ketiga 2016, Diadaptasi dari buku “Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use” Third edition 2016
Midwifery Update
pg. 310
BAB VIII ASUHAN KEGAWAT-DARURATAN MATERNAL & NEONATAL
A.
Deskripsi Singkat Sesi ini membahas tentang asuhan kegawat-daruratan Maternal dan Neonatal
yang
dilakukan
secara
tim
oleh
Dokter,
Bidan
dan
Perawat/Dokter, Bidan dan Bidan. B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami tata laksana kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, nifas dan BBL 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami tentang : a. Tata laksana
kegawatdaruratan
dasar
pada
kehamilan,
persalinan, nifas b. Tata laksana pada kehamilan, persalinan, nifas dengan penyulit obstetrik c. Tata
laksana
kasus
kegawatdaruratan
tersering
pada
kehamilan, persalinan dan nifas d. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir e. Tatalaksana resusitasi, stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir f.
Rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persalinan, nifas dan BBL
C.
Materi Pokok 1. Tata
Laksana
kegawatdaruratan
dasar
pada
kehamilan,
persalinan, dan nifas
Midwifery Update
pg. 311
a. Henti jantung dan henti napas. b. Syok. c.
Kejang.
d. Sesak napas. e.
Pingsan
2. Tata Laksana pada kehamilan,
persalinan
dan nifas dengan
penyulit obstetri a. Hiperemesis gravidarum. b. Mola Hidatidosa c.
Kehamilan ektopik terganggu.
d. Perdarahan antepartum. e.
Persalinan preterm.
f.
Ketuban pecah dini.
g. Persalinan lama (kelainan His, CPD, makrosomia). h. Kelainan letak dan malpresentasi dalam persalinan. i.
Distosia bahu.
j.
Prolaps tali pusat.
k. Infeksi nifas. 3. Tata laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada kehamilan,
persalinan dan nifas a. Hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia. b. Perdarahan pasca persalinan 4. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir
a. Kegawatan trauma lahir (cedera). b. Kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan klinis (biru, pucat, kuning). c.
Kegawatan saluran napas pada bayi baru lahir.
d. Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir. e.
Kejang pada bayi baru lahir
5. Tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
a. Resusitasi pada bayi baru lahir. 1) Alur resusitasi dan persiapan resusitasi pada bayi baru lahir. 2) Langkah resusitasi pada bayi baru lahir.
Midwifery Update
pg. 312
3) Resusitasi terintegrasi. b. Stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi. 1)
Stabilisasi bayi baru lahir
2)
Transportasi bayi baru lahir
6. Rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan,
dan nifas a. Stabilisasi pasien. b. Persiapan sarana merujuk. c. D.
Perencanaan rujukan
Uraian Materi Materi Pokok 1. Tata Laksana Kegawatdaruratan Dasar pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas Penatalaksanaan kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan nifas bertujuan untuk mengenali dan menatalaksana kegawatdaruratan. Penilaian awal kegawatdaruratan pada ibu hamil, bersalin dan nifas dilakukan dengan segera lakukan (quick check) saat ibu tiba. Tanda Jika ibu: • Tidak sadar (tidak menjawab panggilan) • Kejang • Perdarahan • Nyeri perut berat atau tampak sakit berat • Nyeri kepala hebat dan pandangan kabur • Kesulitan bernapas • Demam • Muntah berlebihan
Klasifikasi
Penanganan
EMERGENSI IBU
• Segera tangani • Teriak minta tolong • Menenangkan ibu dan keluarga • Meminta pendamping untuk tetap mendampingi ibu
Segera melakukan penilaian terhadap kondisi umum ibu Penilaian tersebut harus dilakukan meliputi: a.
Keluhan utama dan riwayat singkat yang relevan.
Midwifery Update
pg. 313
b. Segera peroleh data tanda vital secara lengkap dan akurat.
c.
Pemeriksaan inspeksi, palpasi, dan auskultasi secara cepat dan efektif.
d. Temukan penyebab gawat-darurat atau ancaman keselamatan
jiwa e.
Lakukan tindakan segera untuk stabilisasi/kolaborasi
f.
Lakukan Rujukan.
a. Henti Jantung dan Henti Napas Definisi Merupakan suatu keadaan terhentinya sirkulasi normal akibat kegagalan jantung dalam berkontraksi dengan efektif. Keadaan ini merupakan kegawatdaruratan medik yang mana pada situasi tertentu dapat bersifat reversible bila ditangani secara tepat dan cepat. Diagnosis : Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai dengan penurunan kesadaran. Sebagai gold standard diganosis adalah tidak teraba nadi karotis (gold standard). Kondisi pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti jantung/ henti napas adalah : 1) Perdarahan hebat (paling sering). 2) Penyakit tromboemboli. 3) Penyakit jantung. 4) Sepsis. 5) Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal). 6) Eklampsia. 7) Perdarahan intrakranial. 8) Anafilaktik. 9) Gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia). 10) Hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit paru.
Midwifery Update
pg. 314
Tata Laksana 1) Panggil bantuan tim respon awal emergensi. 2) Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik,
dan
keadaan
yang
mendukung
kepada
penegakan diagnosis. 3) Lakukan langkah-langkah penatalaksanaan sesuai dengan algoritma. 4) Berikan informasi yang jelas kepada keluarga situasi yang sedang terjadi serta upaya yang sedang dilakukan oleh tim.
Gambar. Algoritma Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas
Midwifery Update
pg. 315
b. Syok Definisi Syok adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan pada sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organorgan vital. Diagnosis 1) Gelisah 2) Bingung 3) Penurunan kesadaran 4) Nadi >100 kali/menit, lemah 5) Tekanan darah sistolik 30 kali/menit 9) Jumlah urin 100 mmHg
•
Denyut nadi 30 ml/jam
13) Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100
kali/menit dan
tekanan darah sistolik > 100 mmHg),
pemberian infus dipertahankan dengan kecepatan 500 mL tiap 3-4 jam (40-50 tetes/menit) 14) Pertimbangkan merujuk ibu ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap Syok Hemoragik Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok, cari tahu dan atasi sumber perdarahan: 1) Perdarahan sebelum usia kehamilan 22 minggu 2) Perdarahan setelah usia kehamilan 22 minggu dan saat persalinan 3) Perdarahan setelah persalinan 4) Transfusi dibutuhkan jika Hb < 7 g/dl atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat Syok Septik 1)
Ambil sampel darah, urin, dan pus/nanah untuk kultur mikroba lalu mulai terapi antibiotika sambil menunggu hasil kultur
2)
Berikan kombinasi antibiotika kepada ibu dan lanjutkan sampai ibu tidak demam selama 48 jam:
Midwifery Update
•
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah
•
Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam, ditambah
•
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
pg. 318
Syok Anafilaktik 1)
Hentikan kontak dengan alergen yang dicurigai.
2)
Koreksi hipotensi dengan resusitasi cairan yang agresif dan berikan epine frin/adrenalin 1:1000 (1 mg/ml) dengan dosis 0,2-0,5 ml IM atau subkutan.
3)
Berikan terapi suportif dengan antihistamin (difenhidramin 25-50 mg IM atau IV), penghambat reseptor H2 (ranitidin 1 mg/kgBB IV) dan kortikosteroid (metil- prednisolon 1-2 mg/kgBB/hari, diberikan tiap 6 jam).
c.
Kejang 1) EKLAMPSIA Definisi Eklampsia adalah salah satu komplikasi akibat kehamilan yang termasuk penyebab terbanyak kematian ibu yang ditandai dengan gangguan pada susunan saraf pusat seperti kejang. Diagnosis •
Kejang umum dan/atau koma
•
Ada tanda dan gejala preeklampsia
•
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan meningitis)
•
Saat hamil (usia kehamilan >20 minggu) atau nifas
Perhatian dalam Penatalaksanaan Eklampsia •
Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).
•
MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai Tata Laksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).
•
Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Midwifery Update
pg. 319
•
Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan
•
Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan dalam 12 jam sejak terjadinya kejang
Algoritma penanganan kejang pada ibu hamil atau pasca salin Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas
2) EPILEPSI Definisi Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang
datang
dalam
serangan-serangan,
berulang, yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal selsel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai Penyebab •
Kejang pada epilepsi umumnya tidak dipengaruhi oleh kehamilan.
•
Kehamilan
pada
wanita
dengan
riwayat
epilepsi
mempunyai kecenderungan: Midwifery Update
Hipertensi pg. 320
•
-
Persalinan prematur
-
Bayi berat badan lahir rendah
-
Bayi dengan kelainan bawaan
-
Kematian perinatal
Faktor Predisposisi -
Idiopatik
-
Faktor keturunan, genetik, kelainan kongenital
-
Gangguan metabolik, infeksi, trauma, neoplasma
-
Kelainan pembuluh darah, keracunan, dan lain- lain
Diagnosis •
Kejang umum tonik klonik
•
Riwayat kejang sebelumnya
•
Tekanan darah normal
•
Protein urin normal
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan elektroensefalogram (EEG) Tata Laksana •
Panggil bantuan tim respon awal emergensi
•
Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada penegakan diagnosis
•
Prinsip tata laksana: gunakan obat dengan dosis terendah dan HINDARI penggunaan obat pada kehamilan muda yang meningkatkan kemungkinan kelainan bawaan (asam valproat).
•
Jika ibu kejang, berikan 10 mg diazepam IV pelan selama 2 menit, bisa diulang sesudah 10 menit
•
Midwifery Update
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
pg. 321
3) MALARIA Definisi Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, dan ditandai dengan gejala demam, anemia, dan splenomegaly. Faktor predisposisi •
Faktor lingkungan (endemik)
•
Kontak dengan vektor malaria
Diagnosis Tanda dan gejala malaria •
Demam
•
Menggigil/kedinginan/kaku
•
Sakit kepala
•
Nyeri otot/persendian
•
Kehilangan selera makan
•
Mual dan muntah
•
Diare
•
Mulas seperti his palsu (kontraksi uterus)
•
Pembesaran limpa
Tanda dan Gejala Malaria Berat •
Penurunan kesadaran dalam berbagai derajat, dengan manifestasi seperti: kebingungan, mengantuk, sampai penurunan kesadaran yang dalam
•
Tidak dapat makan dan minum
•
Pucat di bagian dalam kelopak mata, bagian dalam mulut, lidah dan telapak tangan
Midwifery Update
•
Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)
•
Demam sangat tinggi > 40oC
•
Ikterik
•
Oliguria
•
Urin berwarna coklat kehitaman (black water fever) pg. 322
Pemeriksaan Penunjang •
Pemeriksaan
apus
darah
tepi
dengan
mikroskop
ditemukan parasit atau hasil positif pada pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT) •
Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
•
Hitung jumlah leukosit dan trombosit
•
Kimia
darah
lain
(gula
darah,
serum
bilirubin,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah, laktat) •
Urinalisis
Tata Laksana •
Tata Laksana Umum (untuk malaria tanpa komplikasi) Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin. Berikut pengobatan malaria falciparum dan malaria vivaks pada ibu hamil: Umur Kehamilan Trimester I – III (9 bulan)
Pengobatan ACT tablet selama 3 hari
Sumber: Buku saku penatalaksanaan malaria, Kementerian Kesehatan RI, 2017
Anjuran untuk Malaria tanpa Komplikasi: -
Minum obat sesudah makan atau perut tidak dalam keadaan kosong.
-
Apabila memungkinkan awasi pasien secara langsung pada waktu minum obat. Anjurkan pasien untuk meneruskan minum tablet zat besi dan asam folat serta mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi.
-
Anjurkan pasien untuk menggunakan kelambu setiap malam di rumah atau di kebun.
-
Pastikan semua obat yang diberikan dihabiskan, meskipun ibu hamil sudah merasa mulai membaik.
Midwifery Update
pg. 323
-
Catat informasi dalam kartu pelayanan antenatal dan rekam medis.
-
Informasikan
kepada
pasien
untuk
kembali
ke
Puskesmas, Pustu, atau Polindes segera jika dia merasa
tidak
lebih
baik
setelah
menyelesaikan
pengobatan. -
Informasikan kepada pasien dan keluarganya untuk kembali ke Puskesmas, Pustu, atau Polindes segara bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama pengobatan, yaitu: Tidak dapat makan/minum, tidak sadar, kejang, muntah berulang, sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri).
•
Tata Laksana Malaria Berat: -
Lakukan
stabilisasi
dan
rujuk
ibu
segera
jika
menunjukkan gejala malaria berat. -
Tentukan usia kehamilan ibu dan periksa tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, pernapasan, nadi).
-
Segera cari pertolongan tenaga kesehatan lain dan jangan biarkan ibu sendirian
-
Lindungi ibu dari cedera, tetapi jangan secara aktif mengekangnya.
-
Jika ibu tidak sadarkan diri, periksa jalan napasnya dan posisikan ibu dalam keadaan miring kiri dengan 2 bantal menyangga bagian punggungnya.
-
Periksa adanya kaku kuduk.
-
Jika ibu kejang, baringkan ibu dalam posisi miring untuk mengurangi risiko aspirasi apabila ibu muntah dan untuk memastikan bahwa jalan napas terbuka. Pastikan eklampsia.
bahwa
kejang
Lakukan
tidak
disebabkan
pemeriksaan
berikut
oleh untuk
menentukan penyebab kejang. -
Bila menemukan ibu hamil dengan gejala malaria berat,
Midwifery Update
maka
lakukan
pemeriksaan
laboratorium
pg. 324
malaria (dengan mikroskop). Bila terbukti hasilnya positif malaria, yang perlu dilakukan adalah : Rujuk ibu ke rumah sakit/fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Sebelum merujuk, berikan satu dosis artemeter IM (untuk ibu hamil trimester II – III) atau kina hidroklorida IM (untuk ibu hamil trimester I). Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB secara IM. Jika tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter, maka untuk ibu dengan berat badan sekitar 50 kg berikan suntikan IM sejumlah 2 ampul. Kina hidroklorida IM diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB. -
Apabila rujukan tidak memungkinkan,
pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artemeter IM. Perbedaan Tanda Dan Gejala Malaria Berat Dengan Eklampsia
d. Sesak Napas 1) ASMA AKUT Definisi Asma adalah penyakit sistem respirasi yang ditandai dengan episode sesak dan mengi berulang. Hal ini disebabkan oleh inflamasi
kronik
saluran
berlebih.Pada
serangan
menyebabkan
saluran
udara asma
udara
serta akut,
menjadi
sekresi
mukus
inflamasi sempit
akan
sehingga
mengurangi aliran udara inspirasi dan ekspirasi.
Midwifery Update
pg. 325
Diagnosis •
Sesak/sulit bernapas.
•
Mengi (wheezing).
•
Batuk berdahak.
•
Ronkhi.
Tata Laksana Pada kehamilan •
Beri oksigen dan pasang kanul intravena.
•
Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin.
•
Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
•
Berikan terbutalin secara subkutan dengan dosis 0,25 mg per 15 menit dalam 3 dosis atau oral 2,5 mg tiap 4-6 jam.
•
Berikan 40-60 mg metilprednisolon intravena setiap 6 jam, atau hidrokortison secara intravena 2 mg/kgBB tiap 4 jam atau setelah loadingdose 2 mg/kgBB dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam.
•
Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
•
Rujuk ke fasilitas yang memadai.
Tata Laksana Pada persalinan •
Asma dapat
memburuk
selama
persalinan
sehingga
persalinan harus dilakukan di rumah sakit. •
Penanganan asma akut saat persalinan sama dengan saat kehamilan.
•
Persalinan per vaginam disarankan kecuali jika terdapat indikasi obstetri untuk seksio sesarea.
Jangan beri prostaglandin, untuk mencegah perdarahan pasca salin manajemen aktif kala 3 dan ergometrin 0,2 mg IM jika dianggap perlu.
Midwifery Update
pg. 326
2) EDEMA PARU AKUT Definisi Edema paru akut adalah terkumpulnya cairan di ruang interstisial paru dan alveoli, yang mencegah terjadinya difusi baik oksigen maupun karbondioksida. Beberapa faktor risiko pada ibu hamil yang diidentifikasi yaitu: •
Preeklampsia atau eklampsia,
•
Penggunaan agen tokolitik,
•
Infeksi berat,
•
Penyakit jantung,
•
Kelebihan cairan (iatrogenik)
•
Kehamilan ganda.
•
Perubahan fisiologi yang terjadi saat kehamilan sendiri dapat menjadi predisposisi bagi edema paru akut.
Diagnosis •
Sesak napas.
•
Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
•
Ronki basah halus pada basal paru.
Tata Laksana •
Posisikan ibu dalam posisi tegak
•
Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
•
Berikan furosemid 40 mg IV.
•
Bila produksi urin masih rendah ( 5% dari berat badan sebelum hamil. 3) Ketonuria. 4) Dehidrasi. 5) Ketidakseimbangan elektrolit. Faktor Predisposisi Peningkatan
hormon-hormon
pada
kehamilan
berkontribusi
terhadap terjadinya mual dan muntah. Beberapa faktor yang terkait dengan mual dan muntah pada kehamilan antara lain: 1) Riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya atau keluarga 2) Status nutrisi; wanita obesitas lebih jarang dirawat inap karena hiperemesis. 3) Faktor psikologis: emosi, stress.
Midwifery Update
pg. 332
Tata Laksana 1) Sedapat mungkin, pertahankan kecukupan nutrisi ibu, termasuk suplementasi vitamin dan asam folat di awal kehamilan. 2) Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari kelelahan. b. Mola Hidatidosa Definisi Mola
hidatidosa
adalah
bagian
dari
penyakit
trofoblastik
gestasional, yang disebabkan oleh kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem. Diagnosis 1)
Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak.
2)
Mual dan muntah hebat.
3)
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4)
Tidak ditemukan janin intrauteri.
5)
Nyeri perut.
6)
Serviks terbuka.
7)
Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin.
8)
Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis).
9)
Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan pemeriksaan USG.
Faktor Predisposisi 1)
Usia kehamilan terlalu muda dan tua.
2)
Riwayat kehamilan mola sebelumnya.
3)
Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kontraseptif oral.
Midwifery Update
pg. 333
Tata Laksana 1) PERHATIAN!! Kasus ini tidak boleh di Tata Laksana pada fasilitas kesehatan primer, ibu harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. 2) Jika serviks tertutup, pasang batang laminaria selama 24 jam untuk mendilatasi serviks. 3) Siapkan
darah
untuk
transfusi,
terutama
pada
mola
berukuran besar 4) Evakuasi mola 5) Pemberian uterotonika 6) Pemeriksaan kadar HCG serum secara tiap 2 minggu 7) Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, ibu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier yang mempunyai fasilitas kemoterapi. 8) HCG
urin yang
setelah
8
belum
memberi
hasil
negatif
minggu juga
9) mengindikasikan ibu perlu dirujuk ke rumah sakit rujukan tersier c. Kehamilan Ektopik Terganggu Definisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim (uterus). Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi ruptur di lokasi implantasi kehamilan, akan terjadi keadaan perdarahan masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu. Diagnosis 1) Trias klasik (nyeri perut mendadak, riwayat amenorrhea, perdarahan pervaginam) 2) Keadaan
klinis
pasien
tidak
sesuai
dengan
jumlah
perdarahan.
Midwifery Update
pg. 334
3) Pemeriksaan tambahan: nyeri goyang portio dan tes bHCG (+). Faktor Predisposisi 1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. 2) Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi. 3) Riwayat penggunaan AKDR. 4) Infertilitas. 5) Riwayat
inseminasi
buatan
atau
teknologi
bantuan
reproduktif (assisted reproductive technology/ART). 6) Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory disease/PID. 7) Merokok. 8) Riwayat abortus sebelumnya. 9) Riwayat promiskuitas. 10) Riwayat seksio sesarea sebelumnya. Tata Laksana 1) Periksa kondisi umum dan hemodinamik 2) Cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) IV 500 cc dalam 15 menit pertama, atau 2L dalam 2 jam pertama, dan dilanjutkan selama merujuk 3) Pasang 2 jalur IV 4) Segera lakukan rujukan!! 5) Siapkan donor keluarga d. Perdarahan Antepartum Diagnosis •
Riwayat perdarahan berulang selama masa kehamilan.
•
Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan > 28 minggu.
1) ABORTUS Definisi Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC
Midwifery Update
pg. 335
menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Diagnosis •
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
•
Perut nyeri dan kaku
•
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
•
Serviks dapat tertutup maupun terbuka
•
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
•
Diagnosis dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi
Faktor Predisposisi Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain: •
Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom).
•
Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari: infeksi, kelainan
hormonal
seperti
hipotiroidisme,
diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obat- obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan
pembukaan
serviks
sebelum
waktu
in
partu,
umumnya pada trimester kedua), dan sinekia uteri karena sindrom Asherman •
Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma.
Macam-Macam Abortus Terdapat bermacam–macam abortus yaitu abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit dan missed abortion. Berikut adalah perbedaan berbagai jenis abortus:
Midwifery Update
pg. 336
Jenis Abortus dan Gejala Khas
Tata Laksana Umum •
Lakukan penilaian
secara
cepat
mengenai
keadaan umum ibu
termasuk tanda-tanda vital (nadi,
tekanan darah, pernapasan, suhu). •
Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan darah sistolik 8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
ABORTUS INKOMPLIT •
Lakukan konseling.
•
Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks.
•
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
•
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi.
•
Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
•
Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Midwifery Update
pg. 339
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu diperbolehkan pulang. ABORTUS KOMPLIT •
Tidak diperlukan evakuasi lagi.
•
Lakukan
konseling
untuk
memberikan
dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca keguguran. Observasi keadaan ibu. •
Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah.
•
Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
MISSED ABORTION •
Lakukan konseling.
•
Jika usia kehamilan 12 minggu namun 8g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
2) PLASENTA PREVIA Definisi Plasenta yang berimplantasi di atas atau mendekati ostium serviks interna. Terdapat empat macam plasenta previa berdasarkan lokasinya, yaitu: •
Plasenta
previa
totalis
-
ostium
internal
ditutupi
seluruhnya oleh plasenta •
Plasenta previa parsialis - ostium interal ditutupi sebagian oleh plasenta
•
Plasenta previa marginalis - tepi plasenta terletak di tepi ostium internal
•
Plasenta previa letak rendah - plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus sehingga tepi plasenta terletak dekat dengan ostium
Gambar. Jenis Plasenta Previa
Faktor Risiko
Midwifery Update
•
Multiparitas.
•
Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
•
Riwayat plasenta previa sebelumnya.
pg. 341
•
Riwayat penggunaan alat-alat dalam rahim misalnya riwayat kuretase, riwayat operasi pada mukosa rahim.
•
Kehamilan pada ibu usia diatas 35 tahun.
•
Merokok dan penyalahgunaan obat.
Diagnosis •
Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan>20 minggu.
•
Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia.
•
Syok.
•
Tidak ada kontraksi uterus.
•
Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul.
•
Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin.
•
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.
Tata Laksana •
PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati- hati, untuk menentukan sumber perdarahan.
•
Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
•
Lakukan penilaian jumlah perdarahan. -
Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea
tanpa
memperhitungkan
usia
kehamilan. -
Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif.
•
•
Berikan tokolitik bila ada kontraksi: -
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
-
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g / 6 jam
Pematangan paru: pada kehamilan 24 – 34 minggu berikan dosis pertama injeksi deksametason 6 mg IM
•
Midwifery Update
Rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas lengkap.
pg. 342
3) SOLUSIO PLASENTA Definisi Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya Diagnosis •
Perdarahan dengan nyeri intermiten atau menetap.
•
Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada bekuan jika solusio relatif baru.
•
Syok
tidak
sesuai
dengan
jumlah
darah
keluar
(tersembunyi). •
Anemia berat.
•
Gawat janin atau hilangnya denyut jantung janin.
•
Uterus tegang terus menerus dan nyeri.
Faktor Predisposisi •
Hipertensi.
•
Versi luar.
•
Trauma abdomen.
•
Hidramnion.
•
Gemelli.
•
Defisiensi besi.
Tata Laksana •
Perhatian! Kasus ini tidak boleh diTata Laksana pada fasilitas kesehatan dasar, harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.Tata Laksana berikut ini hanya
boleh
dilakukan
di
fasilitas
kesehatan
yang
lengkap. •
Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan
tanda-tanda
awal
syok
pada
ibu,
lakukan
penanganan syok (lihat pokok bahasan penanganan syok) dan lakukan rujukan. •
Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, segera persiapkan rujukan.
Midwifery Update
pg. 343
Algoritma Penanganan Awal Keluar Darah Pervaginam pada Kehamilan Lanjut:
4) RUPTUR UTERI Definisi Ruptur uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio sesarea, risiko terjadinya ruptur uteri lebih tinggi. Diagnosis
Midwifery Update
•
Syok atau takikardia.
•
Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bundlle’s ring).
•
Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptur terjadi).
•
Nyeri raba/tekan/lepas dinding perut.
•
Hilangnya gerak dan denyut jantung janin.
•
Bagian-bagian janin mudah dipalpasi.
•
Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas.
pg. 344
•
Dengan pemeriksaan USG terlihat: -
Perdarahan
intraabdominal,
dengan
atau
tanpa
perdarahan pervaginam. -
Adanya cairan bebas intraabdominal.
Tata Laksana •
Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum, hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada penegakan diagnosis (termasuk analisis partograf)
•
Berikan oksigen menggunakan sungkup 8-10L/menit
•
Lakukan resusitasi cairan sesuai dengan kondisi ibu (lihat tata laksana syok)
•
Lakukan rujukan dengan terus melakukan resusitasi cairan dalam perjalanan rujukan.
e. Persalinan Preterm Definisi Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi diatas 20 minggu dan sebelum usia kehamilan 37 minggu. Diagnosis 1) Usia kehamilan 20 - 37 minggu. 2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit diikuti dengan perubahan serviks yang progresif. 3) Pembukaan serviks ≥ 2 cm. Faktor Predisposisi 1)
Usia ibu 40 tahun.
2)
Hipertensi.
3)
Pertumbuhan janin terhambat.
4)
Solusio plasenta.
5)
Plasenta previa.
6)
Ketuban pecah dini.
7)
Infeksi intrauterine.
8)
Bakterial vaginosis.
Midwifery Update
pg. 345
9)
Serviks inkompetens.
10) Kehamilan ganda. 11) Penyakit periodontal. 12) Riwayat persalinan preterm sebelumnya. 13) Kurang gizi. 14) Merokok.
Tata Laksana 1) Tata
Laksana
utama
mencakup
pemberian
tokolitik,
kortikosteroid initial dose (2x6 mg) untuk pematangan paru dan lakukan rujukan. 2) Jika terjadi kelahiran preterm, maka prinsip rujukan bayi berat lahir rendah yaitu: •
Prinsipnya adalah mencegah hipotermia.
•
Jaga suhu ruang tempat melahirkan tidak kurang dari 25oC.
•
Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah.
•
Letakkan bayi pada dada ibu.
•
Periksa napas dan denyut jantung bayi.
•
Pakaikan bayi topi dan kaos kaki.
•
Bungkus bayi dengan plastik.
•
Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat.
•
Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran.
Untuk menghangatkan bayi, perawatan metode kanguru dapat dilakukan bila syarat- syarat di bawah ini dipenuhi: 1)
Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas.
2)
Bayi tidak mengalami kesulitan minum.
3)
Bayi tidak kejang.
4)
Bayi tidak diare.
5)
Ibu atau keluarga bersedia, dan tidak sedang sakit.
Midwifery Update
pg. 346
Berikut adalah cara melakukan Perawatan Metode Kanguru: 1) Bayi telanjang dada (hanya memakai popok, topi, kaus tangan, kaus kaki), diletakkan telungkup di dada dengan posisi tegak atau diagonal. Tubuh bayi menempel/ kontak langsung dengan ibu. 2) Atur posisi kepala leher, dan badan dengan baik untuk menghindari terhalangnya jalan napas. Kepala menoleh ke samping di bawah dagu ibu (ekstensi ringan). 3) Tangan dan kaki bayi dalam keadaan fleksi seperti posisi “katak”. 4) Kemudian “fiksasi” dengan selendang sehingga bayi berada dalam 1 pakaian dengan ibu, jIka perlu gunakan selimut. 5) Selain ibu, ayah dan anggota keluarga lain bisa melakukan metode kanguru. f.
Ketuban Pecah Dini Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu. Diagnosis Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin atau minta ibu untuk mengedan/batuk. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi Pastikan bahwa: 1) Cairan
tersebut
adalah
cairan
amnion
dengan
memperhatikan
Midwifery Update
pg. 347
•
Bau cairan ketuban yang khas.
•
Tes
Nitrazin
positif
(kertas
lakmus
berubah
dari
merahmenjadi biru). Harap diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu. •
Gambaran
pakis
yang
terlihat
di
mikroskop
ketika
mengamati sekretservikovaginal yang mengering. 2) Tidak ada tanda-tanda inpartu. Setelah menentukan diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan tanda-tanda korioamnionitis Faktor Predisposisi 1)
Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
2)
Infeksi traktus genital.
3)
Infeksi intrauterin.
4)
Bakterial vaginosis.
5)
Serviks inkompetens.
6)
Kehamilan ganda.
7)
Penyakit periodontal.
8)
Kurang gizi.
9)
Perdarahan antepartum.
10) Merokok.
Tata Laksana 1) Berikan antibiotik eritromisin 4x250mg kemudian lakukan rujukan ke fasilitas yang memadai. 2) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu berikan pematangan paru dosis pertama injeksi deksametason 6 mg IM 3) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu disertai dengan kontraksi berikan tokolitik:
Midwifery Update
•
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
•
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 gr/6 jam
pg. 348
4) Lakukan konseling pada pasien dan keluarga mengapa diperlukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai, terutama jika kehamilan masih 4000g. Diagnosis •
Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi dilahirkan
dan
demikian,
dapat
ditimbang dilakukan
berat
badannya.
perkiraan
Namun
sebelum
bayi
dilahirkan,untuk mengantisipasi risiko distosia bahu, fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis.
Midwifery Update
pg. 351
•
Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor risiko ibu, pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG. Metode-metode tersebut dapat dikombinasi agar perkiraan lebih akurat.
(Tulis Ulang, yang N=11 dihilangkan) - rumus Johnson Toshack
Faktor Predisposisi •
Riwayat
melahirkan
bayi
besar
(
>
4.000
gram)
sebelumnya. •
Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu.
•
Ibu dengan Diabetes Melitus Gestasional.
•
Multiparitas.
•
Kehamilan lewat waktu.
•
Usia ibu yang sudah tua.
•
Janin laki-laki.
•
Ras dan suku.
Tata Laksana •
Pada saat antenatal, jika ditemukan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram, maka lakukan rujukan untuk: -
Memastikan taksiran berat janin dengan pemeriksaan USG.
•
-
Mencari penyebab makrosomia.
-
Melakukan perencanaan persalinan.
Persalinan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas lengkap.
Midwifery Update
pg. 352
h. Kelainan Letak dan Malpresentasi dalam Persalinan 1) MALPOSISI Definisi Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Diagnosis Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Jenis jenis malposisi yaitu posisi oksiput posterior dan posisi oksiput lintang. Berikut adalah tabel yang menggambarkan jenis malposisi dengan hasil pemeriksaaan. Jenis-jenis Malposisi dan Hasil Pemeriksaan
Faktor Predisposisi •
Ibu dengan diabetes mellitus.
•
Riwayat hidramnion dalam keluarga.
Tata Laksana Jika terdapat tanda
persalinan
macet,
segera
lakukan
rujukan. 2) MALPRESENTASI Definisi Malpresentasi meliputi semua presentasi selain vertex.
Midwifery Update
pg. 353
Faktor Predisposisi •
Wanita multipara.
•
Kehamilan multipel (gemeli).
•
Polihidramnion/oligohidramnion.
•
Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma uteri).
•
Partus preterm.
3) PRESENTASI DAHI Diagnosis •
Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis, denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil.
•
Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih tinggi dari sinsiput, teraba fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar. Ini adalah diameter yang PALING besar sehingga sulit lahir pervaginam.
Tata Laksana Segera lakukan rujukan. 4) PRESENTASI MUKA Diagnosis •
Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah
oksiput
dan
punggung(sudut
Fabre),
denyut
jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin •
Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan bagian rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita; kepala janin dalam keadaan defleksi maksimal. Untuk membedakan mulut dan anus: -
Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii.
-
Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar.
Tata Laksana Lakukan rujukan. Midwifery Update
pg. 354
5) PRESENTASI MAJEMUK Diagnosis Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin (kepala/bokong). Tata Laksana •
Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan maserasi.
•
Lakukan rujukan.
6) PRESENTASI BOKONG (SUNGSANG) Diagnosis •
Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen.
•
Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas, bokong pada daerah pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya lebih tinggi
•
Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya mekonium.
•
Pada
gambar
(berturut-turut):
presentasi
bokong
sempurna, presentasi bokong murni, dan presentasi kaki (footling).
Gambar 32. Presentasi Bokong Komplikasi Presentasi Bokong Komplikasi pada janin: •
Kematian perinatal.
•
Prolaps tali pusat.
•
Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepala yang menjuntai, pembukaan serviks yang belum lengkap, CPD.
Midwifery Update
pg. 355
•
Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat, pelepasan plasenta dan kepala macet.
•
Perlukaan / trauma pada organ abdominal atau pada leher.
Tata Laksana Lakukan rujukan. LETAK LINTANG Diagnosis Pemeriksaan
abdominal:
sumbu
panjang
janin
teraba
melintang, tidak teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa kosong. Pemeriksaan vaginal: sebelum in partu tidak ada bagian terendah yang teraba di pelvis, sedangkan saat in partu yang teraba adalah bahu, siku atau tangan. Tata Laksana Segera Lakukan rujukan. Dalam obstetri modern, pada letak lintang inpartu, dilakukan seksio sesarea walau janin hidup/mati. i.
Distosia Bahu Definisi Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan. Faktor Predisposisi Perlu mewaspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan berisiko baik pada masa antepartum maupun intrapartum. Tabel berikut merupakan faktor predisposisi terjadinya distosia bahu pada masa antepartum dan intrapartum:
Midwifery Update
pg. 356
Faktor Predisposisi Terjadinya Distosia Bahu • • • • •
Antepartum Riwayat distosia bahu sebelumnya Makrosomia > 4500 g Diabetes melitus IMT > 30 kg/m2 Induksi persalinan
• • • • •
Intrapartum Kala I persalinan memanjang Secondary arrest Kala II persalinan memanjang Augmentasi oksitosin Persalinan pervaginam yang ditolong
Diagnosis Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan adalah: •
Kesulitan melahirkan wajah dan dagu.
•
Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign).
•
Kegagalan paksi luar kepala bayi.
•
Kegagalan turunnya bahu.
Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh normal. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin. Tata Laksana •
Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan Bersiaplah
dan resusitasi juga
untuk
neonatus
bila diperlukan.
kemungkinan
perdarahan
pascasalin atau robekan perineum setelah Tata Laksana.
Midwifery Update
pg. 357
•
Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya.
Mintalah
bantuan
2 orang
asisten
untuk
menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada. •
Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu.
•
Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di bawah simfisis pubis.
•
Jika bahu masih belum dapat dilahirkan.
•
Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk memudahkan manuver internal.
•
Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi punggung bayi.
•
Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu.
•
Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan distosia bahu.
•
Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu anterior dan rotasikan bahu ke diameter oblik.
•
Jika
bahu
masih
belum
dapat
dilahirkan
setelah
dilakukan tindakan di atas: Masukkan tangan ke dalam vagina. Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina. Midwifery Update
pg. 358
•
Manuver ini akan memberikan ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.
•
Jika semua tindakan diatas tetap tidak dapat melahirkan bahu,
terdapat manuver- manuver
lain yang dapat
dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun manuver-manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih. Upaya Pencegahan Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu. Algoritma penanganan distosia bahu:
Gambar. Algoritma Penanganan Distosia Bahu
J. Prolaps Tali Pusat Definisi Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum janin.
Midwifery Update
pg. 359
Faktor Predisposisi •
Multiparitas.
•
Kehamilan multipel.
•
Ketuban pecah dini.
•
Hidramnion.
•
Tali pusat yang panjang.
•
Malpresentasi.
Diagnosis Pemeriksaan tali pusat dilakukan pada setiap pemeriksaan dalam saat persalinan. Setelah ketuban pecah, lakukan lagi pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki faktor risiko seperti di tabel berikut. Berikut ini prosedur khusus yang dilakukan pada kondisi tertentu: Secara Umum • • • • • • • • •
•
Multiparitas Berat lahir kurang dari 2500 gr Prematuritas Anomali kongenital Presentasi sungsang Letak lintang, oblik, atau tidak stabil Anak kedua pada kehamilan ganda Polihidromnion Bagian janin yang terpresentasi belum engaged Plasenta letak rendah atau abnormal
Terkait Prosedur Khusus • Amniotomi • Manipulasi janin pervaginam setelah ketuban pecah • Versi sefalik eksternal • Versi podalik internal • Induksi persalinan • Insersi transducer tekanan uterus
Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan ketuban jernih, pemeriksaan tali pusat tidak perlu dilakukan. Jika pecah ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan tidak ada faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina tidak perlu dilakukan bila ketuban jernih. Setelah ketuban
Midwifery Update
pg. 360
pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai adanya prolaps tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin yang abnormal setelah ketuban pecah atau amniotomi. Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila: 1) Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah dari bagian terendah janin (tali pusat terkemuka, saat ketuban masih utuh) 2) Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali pusat menumbung, saat ketuban sudah pecah) Tali pusat terkemuka 1) Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi
dengan
posisi
knee
chest
atau
Trendelenburg. 2) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang menyediakan layanan seksio sesarea. Tali pusat menumbung 1) Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak. Jika sudah tidak berdenyut, artinya janin telah mati dan sebisa mungkin pervaginam tanpa tindakan agresif. 2) Jika tali pusat masih berdenyut: 3) Berikan oksigen. 4) Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan tali pusat yang tampak pada vagina secara manual. 5) Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest. 6) Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi kompresi pada tali pusat. 7) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea. Pada saat proses transfer dengan ambulans, posisi knee chest kurang aman, sehingga posisikan ibu berbaring ke kiri.
Midwifery Update
pg. 361
Gambar. Algoritma Penanganan Prolaps Tali Pusat
k. Infeksi Nifas Definisi Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas. Faktor Predisposisi 1)
Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti: infeksi, anemia malnutrisi, anemia.
2)
Persalinan dengan masalah seperti partus lama dengan ketuban pecah dini, persalinan traumatik
3)
Tindakan obstetri operatif.
4)
Tertinggalnya selaput ketuban, sisa plasenta, dan bekuan darah dalam rongga rahim.
Midwifery Update
pg. 362
Materi Pokok 3. Tata Laksana Kasus Kegawatdaruratan tersering pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas a. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia Definisi Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik atau 90 mmHg untuk diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis. Faktor predisposisi 1)
Riwayat hipertensi sebelumnya.
2)
Riwayat preeklampsia sebelumnya.
3)
Diabetes melitus.
4)
Obesitas sebelum hamil.
5)
Kehamilan kembar.
6)
Penyakit trofoblas.
7)
Hidramnion.
8)
Faktor herediter.
1) HIPERTENSI KRONIK Definisi Hipertensi
tanpa
proteinuria
yang
timbul
dari
sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan. Diagnosis •
Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
•
Sudah
ada riwayat
diketahui adanya
hipertensi
sebelum
hamil, atau
hipertensi pada usia kehamilan 110 mmHg dan
atau
tekanan
sistolik
>160
mmHg,
berikan
antihipertensi. •
Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, berikan penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
•
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu yang cepat akan mengganggu perfusi janin.
•
Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
•
Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu
Midwifery Update
•
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
•
Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
•
Jika terdapat gangguan pertumbuhan janin, rujuk segera.
pg. 364
Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi, maka berikan penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), angiotensin II reseptor blocker (misalnya valtran) dan klorotiazid merupakan kontraindikasi pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan dokter mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama kehamilan. 2) HIPERTENSI GESTASIONAL Definisi Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan. Diagnosis •
Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
•
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan 20 minggu dengan tes celup urin menunjukkan proteinuri 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam.
•
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu tanpa melihat proteinuri.
Preeklampsia Berat Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu tanpa melihat proteinuria dan disertai keterlibatan organ lain: •
Trombositopenia
( 1,2 mg/dl.
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik •
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu)
•
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit 20 minggu.
4) EKLAMPSIA
Midwifery Update
•
Kejang umum dan/atau koma.
•
Ada tanda dan gejala preeklampsia pg. 366
•
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid dan meningitis).
Tata Laksana Ibu hamil dengan preeklampsia harus dirujuk ke rumah sakit. Sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit lakukan stabilisasi awal sebagai berikut: Pencegahan dan Tata Laksana kejang •
Bila terjadi kejang, amankan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).
•
MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai Tata Laksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang). Cara pemberian dapat dilihat pada gambar berikut.
•
Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
•
Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
Gambar. Cara Pemberian MgSO4
Midwifery Update
pg. 367
Penanganan Hipertensi •
Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi antihipertensi.
•
Pilihan
antihipertensi
didasarkan
terutama
pada
pengalaman dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan misalnya nifedipin, nikardipin dan metildopa. Dosis dari masing-masing obat antihipertensi
Gambar. Jenis Obat Antihipertensi, Dosis dan Cara Pemberian
Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan •
USG (untuk memantau pertumbuhan janin).
•
Rujuk.
Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat dari pembatasan aktifitas (istirahat di rumah), pembatasan asupan garam dan pemberian vitamin C dan E dosis tinggi
b. Perdarahan Pasca Persalinan (HPP/Hemorhagia Postpartum) Definisi Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah
Midwifery Update
persalinan,
sementara
perdarahan
pasca
persalinan
pg. 368
sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. Diagnosis Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan ≥500 ml setelah bayi lahir atau yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu. Faktor Predisposisi 1) Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta previa, solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik, mola hidatidosa. 2) Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan per vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian tengah panggul), bekas SC atau histerektomi. 3) Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan kurang, preeklampsia berat/eklampsia, sepsis, atau gagal ginjal. 4) Gangguan koagulasi. 5) Pada
atonia
uteri,
penyebabnya
antara
lain
uterus
overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi), persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia uteri sebelumnya. Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan Penyebab yang harus dipikirkan ketika terjadi perdarahan pasca persalinan adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, rupture uteri, inversio uteri dan gangguan pembekuan darah. Untuk melakukan Tata Laksana yang cepat dan tepat, maka perlu dikenali
tanda
dan
gejala
dari
masing-masing
penyebab
sebagaimana tercantum pada tabel berikut:
Midwifery Update
pg. 369
Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan, Tanda dan Gejala PENYEBAB Atonia uteri Retensio plasenta Sisa plasenta
Robekan Jalan lahir PENYEBAB Ruptur Uteri
Inversio Uteri
Gangguan Pembekuan Darah
GEJALA DAN TANDA • Perdarahan segera setelah anak lahir • Uterus tidak berkontraksi atau lembek • Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah kelahiran bayi • Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap • Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin disertai subinvolusi uterus • Perdarahan segera • Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir GEJALA DAN TANDA • Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal dan/atau pervaginam) • Nyeri perut yang hebat • Kontraksi yang hilang • Fundus uteri tidak teraba pada palpasi abdomen • Lumen vagina terisi massa • Nyeri ringan atau berat • Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan darah • Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembekuan darah sederhana • Terdapat faktor predisposisi: Solusio plasenta, kematian janin dalam uterus, eklampsia, emboli air ketuban
Tata Laksana 1) Panggil bantuan. 2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien. 3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok. 4) Berikan oksigen.
Midwifery Update
pg. 370
5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau 18) mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu, sekaligus lakukan juga pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan. Tabel. Jumlah Cairan Infus Pengganti berdasarkan Perkiraan Volume Kehilangan Darah
6) Jika
fasilitas
tersedia,
lakukan
pemeriksaan:
Kadar
hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin) Penggolongan ABO dan tipe Rh serta sampel untuk pencocokan silang, Profil Hemostasis. 7) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu. 8) Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri. 9) Periksa
jalan
lahir
dan area perineum
untuk
melihat
perdarahan dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau robekan vagina). 10) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban. 11) Pasang
kateter
Folley
untuk
memantau
volume
urin
dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN: produksi urin normal 0.5-1 ml/ kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam). 12) Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat: •
Midwifery Update
1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat
pg. 371
menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal. •
Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent ditandatangani untuk persetujuan transfus.
13) Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan Tata Laksana spesifik sesuai penyebab. Tata Laksana Khusus Atonia uteri 1) Lakukan pemijatan uterus. 2) Pastikan plasenta lahir lengkap. 3) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit oksitosin IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti. 4) Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg). 5) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit). 6) Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit atau pasang kondom kateter. Rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti CATATAN: 1) Jangan
berikan
lebih
dari
3
liter
larutan
intravena yang mengandung oksitosin 2) Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi berat/tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit pembuluh darah tepi
Midwifery Update
pg. 372
Retensio Plasenta 1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit oksitosin IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti. 2) Lakukan tarikan tali pusat terkendali. 3) Manual plasenta dapat dilakukan bila terjadi perdarahan banyak sementara menunggu 30 menit PTT atau sementara sedang menjalankan proses rujukan. 4) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2g IV DAN metronidazol 500 mg IV). Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat atau infeksi. Sisa Plasenta 1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti. 2) Lakukan
eksplorasi
digital
(bila
serviks
terbuka)
dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan (lihat lampiran A.2). Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase. 3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2g IV dan metronidazole 500 mg). 4) Jika perdarahan berlanjut, Tata Laksana seperti kasus atonia uteri.
Midwifery Update
pg. 373
Robekan Jalan Lahir Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina 1)
Lakukan
eksplorasi
untuk
mengidentifikasi
sumber
perdarahan. 2)
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
3)
Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
4)
Lakukan penjahitan.
5)
Bila
perdarahan
masih
berlanjut,
berikan
1g
asam
traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien Ruptur Uteri 1) Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera. Keselamatan pasien yang mengalami ruptur uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan syok dan mengendalikan perdarahan. 2) Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan kontrol perdarahan dan seringkali sampai harus sampai tindakan pengangkatan uterus (histerektomi). Inversio Uteri 1) Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah untuk merujuk ibu. 2) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.
Midwifery Update
pg. 374
Gangguan Pembekuan Darah 1) Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera. 2) Tangani
kemungkinan
penyebab
(solusio
plasenta,
eklampsia). 3) Rujuk Algoritma Penanganan Perdarahan Persalinan
Materi Pokok 4. Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas Kegawatan pada bayi baru lahir yang sering dijumpai, dikenal dengan “THE MISSFITS” (Brosseau T, et al., Pediatr Clin N Am, 2006, 53: 6984), yaitu: a. Trauma (Accident/Non Accident). b. Heart disease/Hypovolemia/hypoxia. c. Endokrin (Congenital adrenal hyperplasia, thyrotoxicosis).
Midwifery Update
pg. 375
d. Metabolik (electrolyte imbalance). e. Inborn Errors of Metabolism (Metabolic Emergencies). f.
Sepsis (Meningitis, Pneumonia, UTI).
g. Formula mishaps (Under of overdilution). h. Intestinal catastrophes (Volvulus, Intususception, NEC). i.
Toxins/Poisons.
j.
Seizures.
Pembicaran selanjutnya tentang topik kegawatan tersering bayi baru lahir dalam modul ini ditekankan terutama untuk mengenal masalah trauma lahir (T), penyakit jantung bawaan (H), emergensi pada sistem pernapasan (E), gangguan metabolik seperti elektrolit, hipoglikemia, hiperbilirubinemia (M), inbalans sirkulasi (I), sepsis (S), formula mishaps (F), intestinal gawat darurat (I), toksin atau keracunan (T), seizures (S). Tata laksana kegawatan pada bayi baru lahir harus harus dapat dilakukan secara cepat dan tepat di tempat maupun selama proses rujukan. Prinsip tatalaksana kegawatan tersering pada neonatus adalah dengan mengenal tanda bahaya klinis seperti adanya trauma lahir, penampakkan klinis biru (sianosis), pucat, dan kuning (ikterus), kedaruratan saluran cerna serta kejang. Tata laksana lanjut setelah identifikasi tanda bahaya kegawatan neonatus adalah melaksankan resusitasi, stabilisasi dan proses transportasi neonatus dalam keadaan gawat darurat. a. Kegawatan Trauma Lahir (Cedera) Trauma lahir/cedera lahir adalah cedera yang didapatkan saat persalinan dan kelahiran. Trauma lahir dapat berupa cedera kepala, leher, bahu dan intra abdomen. Cedera kepala paling sering menimbulkan kaput suksedaneum, sefalhematom dan jejas pada kepala.
Midwifery Update
pg. 376
Kegawatan akibat cedera kepala adalah timbulnya kejang karena perdarahan intrakranial. Cedera lahir leher dan bahu adalah fraktur klavikula, brakial palsi, paralisis saraf frenikus. Kegawatan terutama terjadi pada paralisis saraf frenikus yang berakibat adanya gangguan napas.Cedera lahir intra abdomen merupakan kasus kegawatan yang harus diwaspadai karena menimbulkan renjatan yang disebabkan oleh adanya perdarahan organ intraabdomen. Faktor predisposisi trauma lahir diantaranya adalah
prematuritas,
makrosomia,
disproporsi
sefalo-pelvik
(kepala-panggul), distosia, persalinan lama, presentasi abnormal, kelahiran dengan bantuan alat dan persalinan kembar. Perdarahan intrakranial Perdarahan intrakranial terjadi pada 20% - 40% bayi dengan berat lahir 60 x/menit),
•
Aktifitas otot pernapasan.
•
Napas
cuping
hidung,
adalah
suatu
mekanisme
kompensasi tubuh untuk memperbaiki fungsi pernapasan dengan mengikutsertakan otot bantu pernapasan. Seperti juga retraksi sebagai manifestasi otot bantu pernapasan di dada. •
Merintih, adalah manifestasi tubuh untuk memperbaiki oksigenisasi dengan menciptakan reservoir udara di ruang orofaring.
•
Stridor, menandakan adanya penyempitan saluran napas atas.
•
Kadang-kadang
sianosis,
menandakan
kurangnya
kapasitas hemoglobin dan mengangkut oksigen. •
Apnea, yaitu henti napas lebih dari 20 detik atau kurang dari 20 detik disertai bradikardia dan atau atau desaturasi.
Penentuan kriteria klinis gangguan napas pada atasan dapat mengikuti atasan skor gangguan napas skor Downe. Skor gangguan napas menurut Downe ditunjukkan oleh berat
Midwifery Update
pg. 380
ringannya gejala yang terdiri dari frekuensi pernapasan, adanya sianosis, aliran udara masuk ke dalam saluran napas, adanya merintih dan retraksi. Skor 3 menandakan gangguan napas ringan 4-5 gangguan napas sedang dan 6 menunjukkan adanya gagal napas yang mengancam. Skor Downe digunakan lebih luas pada semua usia kehamilan. Tabel . Downe Score
Penyebab gangguan napas pada neonatus paling sering adalah transient tachypnea of the newborn (TTN), pneumonia neonatus (PN), sindrom aspirasi mekonium (SAM) dan sindrom distress respirasi (SDR). Transient tachypnea of the newborn (TTN) Transient tachypnea of the newborn atau TTN adalah takipnea yang terjadi sementara pada Neonatus. Hal ini merupakan penyakit ringan pada bayi mendekati cukup usia atau bayi cukup bulan yang memperlihatkan gawat pernapasan segera setelah kelahiran. Keadaan ini terjadi ketika bayi gagal membersihkan cairan dari alveoli, mukus atau memiliki cairan berlebih di dalam paru akibat aspirasi. Faktor risikonya adalah sebagai berikut:
Midwifery Update
•
Seksio sesarea.
•
Makrosomia.
pg. 381
•
Partus lama.
•
Laki-laki.
•
Ibu mendapatkan sedasi berlebihan.
Pneumonia Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri ke dalam cairan ketuban mengarah ke pneumonia bawaan atau infeksi bakteri sistemik dengan manifestasi yang menjadi jelas sebelum persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran (asfiksia perinatal) atau setelah periode laten selama beberapa jam (gawat pernapasan, syok). Sindrom aspirasi mekonium (SAM) Gawat napas ini disebabkan oleh aspirasi mekonium oleh fetus dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran. Cairan ketuban hijau kental ditemukan pada 15% persalinan, yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom aspirasi mekonium 10- 15% terutama pada neonatus cukup bulan dan lebih bulan. Pelepasan mekonium ke dalam cairan ketuban diakibatkan oleh keadaan hipoksia atau gawat janin dalam uterus. Mekonium yang teraspirasi dapat menyebabkan sumbatan jalan napas dan reaksi inflamasi intensif. Adapun faktor risikonya adalah: •
Kehamilan lebih bulan, hipertensi maternal.
•
Denyut jantung janin abnormal.
•
Preeklampsia.
•
Diabetes mellitus pada ibu.
•
Kecil masa kehamilan.
•
Penyakit pernapasan pada ibu atau penyakit SVP
Sindrom distres respirasi (SDR) Sindrom distres respirasi atau penyakit membran hialin (Hyaline membrane disease, HMD) adalah penyebab gangguan
Midwifery Update
pg. 382
napas tersering pada bayi prematur, akibat imaturitas struktur dan fungsi paru-paru. Kejadian terutama pada neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, sepertiga terjadi pada usia kehamilan 28-34 minggu dan kurang dari 5% terjadi pada usia kehamilan setelah 34 minggu. Semua faktor yang terlibat dalam perubahan fisiologis yang terjadi pada SDR tidak sepenuhnya dipahami tetapi disfungsi primer yang terjadi adalah produksi surfaktan yang kurang. Faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko HMD adalah: •
Kelahiran kurang bulan.
•
Bayi laki-laki.
•
Predisposisi familial.
•
Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan.
•
Asfiksia perinatal.
•
Korioamnionitis.
•
Neonatus dari ibu diabetes.
•
Hydrops fetalis.
Sedangkan faktor yang menurunkan risiko •
Stres intrauteri yang kronis.
•
Ketuban pecah dini (KPD).
•
Hipertensi ibu.
•
Pemakaian narkotik oleh ibu.
•
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK).
•
Kortikosteroid antenatal.
•
Agen tokolitik.
3) Kegawatan Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan Pucat Pada pokok bahasan ini, akan dibahas kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan pucat yang dibahas pada modul ini yaitu syok dan sepsis neonatorum.
Midwifery Update
pg. 383
Syok Pada Bayi Baru Lahir Syok adalah suatu sindrom akut yang rumit dan ditandai oleh perfusi sirkulasi yang tidak memadai pada jaringan untuk dapat memenuhi kebutuhan metabolisme organ-organ vital. Disfungsi organ terjadi akibat aliran darah dan oksigenasi yang tidak memadai. Metabolisme seluler menjadi anaerob secara dominan dan memproduksi asam laktat serta asidosis metabolik. Syok dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut penyebab yaitu syok hipovolemik, syok septik (distributif), syok kardiogenik. Berikut ini akan dibahas masing – masing jenis syok. Syok Hipovolemik Syok jenis ini merupakan penyebab syok paling umum pada bayi baru lahir. Syok jenis
ini dapat bersifat sekunder
terhadap kehilangan darah antepartum atau postpartum. Kehilangan darah antepartum: •
Perdarahan plasenta, solusio plasenta, plasenta previa atau terpotongnya plasenta selama seksio sesarea.
•
Transfusi fetofetal.
•
Transfusi fetomaternal.
Patofisiologi dan presentasi klinis pada syok hipovolemik: Pada fase kompensasi, takikardia dan peningkatan resistensi vaskuler sistemik terjadi tetapi tekanan vena pusat dan produksi urin menurun. Syok Septik (Distributif) Pada jenis syok septik, terdapat volume darah normal tetapi volume
tersebut
didistribusikan
secara
buruk
sehingga
mengarah pada perfusi jaringan yang tidak memadai. Keadaan ini dapat disebabkan oleh peningkatan kapasitas vena atau paralisis vasomotorik.Pada kondisi sepsis, terdapat efek depresif
Midwifery Update
pg. 384
langsung produk mikroba (termasuk endotoksin), pada sistem vaskuler selain adanya pelepasan substansi vasodilator. Patofisiologi dan presentasi klinis: Tanda awal sebagai syok ditemukan hangat dengan tekanan denyut lebar, ekstremitas hangat, takikardia dan tekanan darah serta produksi urin normal. Pada keadaan lebih parah, syok ini melaju menuju syok dingin dengan ekstremitas terasa dingin dan berbercak. Syok Kardiogenik Syok
kardiogenik
merupakan
penyebab
yang
dapat
menyebabkan curah jantung rendah. Asfiksia pada saat lahir dapat menyebabkan kontraktilitas yang buruk, disfungsi otot papilaris, dan regurgitasi trikuspid. Disfungsi miokardium yang bersifat sekunder untuk suatu agen infeksi (bakteri atau virus) atau
abnormalitas
metabolisme
seperti
hipoglikemia
dan
hipokalsemia. Patofisiologi dan presentasi klinis: Mekanisme kompensasi dapat
menyebabkan
efek
yang
merusak.
Peningkatan
resistensi vaskuler mempertahankan suatu pasokan darah yang
memadai
afterload mencakup:
untuk
ventrikel
organ
kiri.
ekstremitas
vital
tetapi
Presentasi dingin
meningkatkan
syok
berbercak,
kardiogenik takikardia,
hipotensi dan oliguria. Tatalaksana syok Secara umum tatalaksana syok adalah sebagai berikut •
Bolus intravena sejumlah 20 ml/kg darah utuh (whole blood), plasma beku segar (fresh frozen plasma), albumin, Ringer laktat atau salin normal.
•
Bayi kemudian dinilai kembali.Jika terdapat respon, teruskan perluasan volume tetapi jika tidak ada respon tambahkan agen inotropik.
•
Midwifery Update
Agen inotropik: mulai dengan infus dopamin kemudian
pg. 385
tambahkan dobutamin jika ada indikasi. •
Mengoreksi
asidosis
metabolik
dengan
infus
sodium
bikarbonat pada dosis 1-2 mEq/kg •
Mengoreksi
hipoksia
dan
memberikan
dukungan
pernapasan sesuai dengan kebutuhan. •
Mengoreksi hipoglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit jika ditemui.
Tatalaksana syok secara spesifik menurut jenis penyebabnya: Syok hipovolemik Penggantian darah: darah utuh (whole blood) 10-20 ml/kg atau butir-butir darah merah 5 -10 ml/kg selama 30 menit. Mengoreksi penyebab perdarahan jika memungkinkan. Syok septik Buat kultur (darah, urin dan CSF). Mulai terapi antibiotik empirik. Gunakan pengembang volume (volume expanders) dan agen
inotropik
sesuai
kebutuhan.
Catatan:
Pemakaian
kortikosteroid pada syok septik masih kontroversial. Syok kardiogenik Mengobati penyebab yang mendasari syok: kebocoran udara/air leaks: segera evakuasi udara serta mengobati aritmia Agen inotropik (dopamin dan dobutamin). Catatan: Agen inotropik merupakan
kontraindikasi
pada
stenosis
subaorta
hipertropik. Sepsis Neonatorum Sepsis
neonatorum
adalah
sindrom
klinik
penyakit
sistemik disertai infeksi bakteri, infeksi jamur dan infeksi virus yang terjadi pada bayi baru lahir terutama dalam satu bulan pertama kehidupannya. Bakteri merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus. Angka kejadian
Midwifery Update
pg. 386
sepsis neonatorum adalah 1 – 10 per 1000 kelahiran hidup dan mencapai 13 – 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat kurang dari 1500 gram. Bayi yang tetap hidup dapat mengalami cacat neurologis yang signifikan karena mengakibatkan kerusakan susunan saraf pusat, syok septik atau hipoksemia yang merupakan akibat sekunder dari penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru yang menetap. Perlu perhatian khusus pada deteksi dini untuk tatalaksana lebih dini. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir •
Faktor risiko pada ibu -
Demam intrapartum > 38°C.
-
Ketuban pecah dini > 18 jam.
-
Ketuban bercampur mekonium yang berbau serta persalinan dengan menggunakan alat yang tidak steril.
•
-
Persalinan kurang bulan.
-
Infeksi saluran kemih ibu.
Faktor risiko pada bayi baru lahir -
Kelahiran kurang bulan.
-
Sistem imun bayi baru lahir yang masih immature.
-
Bayi baru lahir menggunakan selang endotracheal, akses vena sentral, kateter, infus dan lainnya.
-
Bayi baru lahir yang mendapatkan susu formula.
Sepsis neonatorum yang disebabkan bakteri masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus. Sepsis neonatorum sangat berbahaya dan bayi yang tetap hidup bisa mengalami
cacat
neurologis
yang
signifikan
karena
mengakibatkan kerusakan susunan sarafpusat (SSP), syok septik atau hipoksemia yang merupakan akibat sekunder dari penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru yang menetap.
Midwifery Update
pg. 387
Sepsis neonatorum merupakan penyakit pada neonatus yang secara klinis sakit dan menunjukkan biakan darah positif. Gejala sepsis sangat penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan agar dapat mewaspadai tanda bahaya sebagaimana tercantum pada tabel berikut. Tabel. Tanda Bahaya Sepsis Neonatorum
Temuan fisik dapat tidak spesifik dan seringkali “subtle”. Gejala umum yang sering ditemukan adalah sebagai berikut : •
Gawat nafas: apneu, takipneu, sianosis (paling sering).
•
Hipotermi (paling sering) atau hipertermia.
•
Gejala gastrointestinal seperti muntah, diare, distensi abdomen, ileus dan sulit minum
Midwifery Update
•
Hepatomegali.
•
Ikterus.
•
Hipoglikemi atau hiperglikemia.
•
Letargi.
•
Irritability.
•
Kejang.
•
Fontanel menonjol atau penuh.
pg. 388
•
Ketidakstabilan vasomotor.
•
Syok.
•
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Temuan pada pemeriksaan penunjang adalah Leukositosis
(>20.000) atau leukopeni (< 5.000), trombositopenia, hitung jenis neutrofil absolute < 1500 (mungkin terlihat pada kasus sepsis), rasio neutrofil immature: Neutrofil total (IT Ratio) lebih tinggi dari 0,2 (Diketahui berhubungan dengan meningkatnya infeksi bakteri, namun peningkatan IT Ratio tidak spesifik hanya untuk infeksi. Kejang,
hipoglikemia,
aspirasi,
mekonium
dan
pneumothoraks juga berkaitan dengan meningkatnya IT Ratio, peningkatan CRP serial setiap 12 jam (nilai normal < 0,5 mg/dl), LED meningkat. Hal ini merupakan indikator infeksi yang tidak lansung (nilai normal pada 2 minggu pertama dihitung dengan cara usia bayi dalam hari ditambah 3 sedangkan pada usia lebih dari 2 minggu nilainya adalah 1020 ml/jam). Kultur darah positif, hal ini perlu diulang 48 jam setelah terapi antibiotik. Kultur urin positif, hal ini harus didapatkan dari semua bayi baru lahir yang dicurigai sepsis awitan lambat dengan cara katerisasi ataupun aspirasi suprapubik kandung kemih.
Selain
itu
dapat
dilakukan
kultur
cairan
serebrospinal, kultur setempat, kultur aspriat trakea pada bayi yang diintubasi, kultur luka kulit serta kultur feses. Tatalaksana Sepsis Sepsis neonatorum awitan dini Profilaksis antimikroba intrapartum (PAI) •
Rekomendasi
terkini
untuk
terapi
antibiotika
intrapartum.
Midwifery Update
pg. 389
•
Persalinan kurang bulan 18 jam Demam intrapartum pada ibu
(38°C) Anak sebelumnya terkena infeksi GBS simptomatik Bakteriuria GBS pada ibu selama kehamilan ini Neonatus yang lahir dari ibu yang mendapatkan PAI termasuk: Jika bayi menunjukkan tanda sepsis, ambil kultur dan mulai berikan antibiotika
Jika
bayi
tidak
menunjukkan
tanda
sepsis,
kehamilan 35 minggu dan ibu mendapatkan sedikitnya 2 dosis antibiotika, amati bayi dengan ketat. Tidak perlu kultur ataupun antibiotika Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan 5 mg% (85 µmol/L) Bilirubin tersebut diproduksi dengan pecahnya haemoglobin yang berlebihan dari sel darah merah. Kondisi tersebut merupakan kondisi normal pada bayi baru lahir apabila kuningnya bayi baru lahir terjadi timbul pada
Midwifery Update
pg. 390
hari kedua ataupun ketiga serta kenaikan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%. Pada bayi yang mendapatkan ASI masih mungkin terlihat kuning. Kuning yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa Breastfeeding Jaundice dan Breastmilk Jaundice. Breastfeeding Jaundice adalah kuning pada bayi baru lahir yang terjadi pada hari kedua dan hari ketiga pada waktu ASI belum banyak. Kondisi ini tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Ibu harus memberikan kesempatan kepada bayinya untuk menyusu sehingga kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi terus menerus. Cara terbaik untuk menghindari risiko kuning pada bayi baru lahir adalah dengan memberikan ASI sesering mungkin. Breastmilk Jaundice adalah kadar bilirubin indirek masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini dapat berlangsung lama hingga 3 -12 minggu. Penyebab kuning ini berhubungan dengan pemberian ASI dari seseorang ibu tertentu dan biasanya timbul setelah bayi disusukan Terdapat
dua
paham
dalam
tatalaksana
Breastmilk
Jaundice yaitu menurut American Academy of Pediatrics (AAP) bahwa pada kasus ini tidak dianjurkan menghentikan ASI. Penggantian ASI dengan air putih, air gula dan atau susu formula tidak menurunkan kadar bilirubin. Lain halnya menurut Gartner dan Aurbach bahwa pada sebagian kasus dapat dilakukan penghentian ASI sementara dengan tujuan untuk menegakkan diagnosis. Apabila penghentian ASI selama 24 jam tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin, maka jelas penyebabnya bukan ASI, sehingga ASI dapat dilanjutkan sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia.
Midwifery Update
pg. 391
Meski demikian, ikterus yang terjadi pada setiap bayi baru lahir hendaknya
perlu
ditangani
secara
seksama,
karena
peningkatan bilirubin yang sangat tinggi dapat masuk ke dalam syaraf
dan
mengakibatkan kematian
merusak
sehingga
kecacatan
(ensepalopati
otak
sepanjang
biliaris/
terganggu
hidupnya
bilirubin
dan
ataupun
ensepalopati).
Diagnostik ikterus pada baru lahir dapat melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis •
Riwayat ikterus pada anak sebelumnya.
•
Riwayat anemia dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa dalam keluarga.
•
Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil.
•
Riwayat infeksi maternal; ketuban pecah dini.
•
Riwayat trauma persalinan, asfiksia.
Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan
pencahayaan
yang
memadai.
Hal
ini
dilakukan
terutama apabila tidak ada pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total, namun jika tersedia maka akan sangat berguna untuk dasar mengamati penjalaran ikterus ke kaudal tubuh. Berikut ini cara menentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada tubuh dengan metode kremer. •
Tekan kulit dengan ringan menggunakan jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:
Midwifery Update
•
Hari 1, tekan pada ujung hidung dan dahi.
•
Hari 2, tekan pada lengan dan tungkai.
•
Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
pg. 392
•
Kemudian sesuaikan hasil pemeriksaan dengan tabel pembagian ikterus menurut metode kremer berikut ini Tabel. Pembagian Ikterus Menurut Kramer
Berikut ini kondisi yang perlu perhatian serius dan segera lakukan terapi sinar apabila: •
Ikterus terlihat dibagian mana saja dari tubuh bayi baru lahir pada hari pertama.
•
Ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari kedua.
Pemeriksaan tanda klinis lainnya perlu diperhatikan seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil. Hal tersebut
sangat
membantu
disamping
keadaan
hiperbilirubinemianya. Pemeriksaan Penunjang •
Kadar bilirubin serum total (bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama).
•
Jika tersedia fasilitas maka dapat dilakukan pemeriksaan.
•
Pemeriksaan golongan darah (ABO dan Rhesus) pada ibu saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
•
Pemeriksaan kadar G6PD dalam darah (Bila terdapat riwayat
keluarga
menderita
G6PD
dan
fasilitas
memungkinkan).
Midwifery Update
pg. 393
5) Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir Kegawatan saluran cerna dibagi menjadi kegawatan saluran cerna kasus bedah dan non-bedah. Kegawatan saluran cerna kasus bedah secara klinis terutama ditandai oleh adanya muntah bilier (empedu) yang berwarna hijau atau feses karena adanya sumbatan saluran cerna. Sedangkan kegawatan saluran cerna non bedah terutama ditandai oleh adanya muntah darah (merah). Kegawatan saluran cerna bedah Sumbatan merupakan kegawatan saluran cerna kasus bedah paling sering dijumpai. Sumbatannya dapat total (atresia) atau parsial (penyempitan, stenosis). Penyebabnya adalah kelainan akibat proses rotasi dan fiksasi pada periode minggu ke tiga sampai ke lima usia kehamilan. Penyebab lain yang dapat menimbulkan sumbatan atau penyempitan saluran cerna adalah tidak terbentuknya persarafan pada saluran cerna (penyakita hirschsprung), sumbatan mekonium, abses atau perlengketan akibat peritonitis, bands peritoneal, volvulus dan hernia (inguinal, diafragma). Diagnosis adanya
ditegakkan
sumbatan
berdasarkan
saluran
cerna
riwayat
keluarga
seperti
penyakit
Hirschsprung dan atresia jejunum. Gejala dan tanda klinis yang sering ditemukan adalah polihidramnion pada riwayat kehamilannya, muntah bilier (empedu) berwarna hijau, kembung, terlambat keluarnya mekonium lebih dari 48 jam. Apabila ada fasilitas pemeriksaan rontgen polos abdomen akan didapatkan gambaran: •
Gelembung udara tunggal atau ganda yang menandakan sumbatan
saluran
cerna
setingkat
lambung
dan
duodenum. •
Gelembung
udara
minimal
menunjukkan
sumbatan
setingkat jejunum dan ileum.
Midwifery Update
pg. 394
Tata laksana rujukan: •
Baringkan neonatus pada posisi anti-trendelenburg.
•
Pasang pipa orogastrik, dan lakukan isapan periodik terus menerus.
•
Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
•
Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi dan suhu tubuh neonatus.
Kegawatan saluran cerna non bedah: Kegawatan saluran cerna non bedah ditandai oleh adanya perdarahan berupa muntah darah (hematemesis) dan berak berdarah (hematosezia dan melena). Hematemesis berwarna merah segar menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian proksimal, sedangkan hematemesis merah tua sampai coklat menandakan perdarahan saluran cerna bagian distal. Hematosezia adalah berak berdarah warna merah segar, sedangkan melena adalah buang air besar berdarah warna merah tua sampai coklat. Hematosezia disebabkan adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah sedangkan melena menadakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas. Diagnosis
perdarahan
mengidentifikasi
saluran
penyebab
cerna
yang
ditujukan
berhubungan
untuk dengan
kelainan faktor pembekuan atau karena kerusakan primer pada dinding pembuluh darah. Kelainan faktor pengentalan darah pada neonatus terutama disebabkan oleh defisiensi vitamin K1. Gejala klinis lainnya adalah: •
Keadaan umum neonatus pada umumnya tidak tampak sakit berat pada tahap awal,
Midwifery Update
pg. 395
•
Tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan pernapasan normal
•
Tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda akut abdomen yang menunjukkan proses strangulasi pembuluh darah abdomen
•
Gambaran
pemeriksaan
foto
polos
abodomen
tidak
menunjukkan kelainan. •
Perdarahan saluran cerna -
Hal ini disebabkan kelainan primer pada pembuluh darah saluran cerna biasanya disebabkan oleh infeksi dan proses strangulasi.
-
Proses infeksi saluran cerna yang menimbulkan buang air besar berdarah disebabkan oleh bakteri atau parasit yang menginfiltrasi dinding saluran cerna secara invasif seperti Escherichia coli atau Entamoeba histolitica.
-
Infeksi sistemik yang berat pada neonatus terutama pada bayi berat lahir rendah akan menimbulkan enterokolitis nekrotikans yang menampakkan gejala hematemesis dan melena.
-
Pada pemeriksaan rontgen abdomen menunjukkan gambaran infeksi yang luas pada saluran cerna seperti adanya penebalan usus sampai gelembung udara pada dinding saluran cerna (pneumatosis intestinalis).
Tatalaksana kegawatan saluran cerna non bedah adalah: •
Pasang pipa orogastrik, dan lakukan hisapan periodik terus menerus.
•
Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
•
Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi dan suhu tubuh neonatus.
Midwifery Update
pg. 396
6) Kejang pada bayi baru lahir Kejang
adalah
episode
kehilangan
kesadaran
yang
berhubungan dengan kegiatan motorik atau sistem otonom abnormal. Angka kejadian kejang adalah 0.5% dari semua neonatus cukup bulan dan kurang bulan. Kejadiannya lebih tinggi (3.9%) pada bayi kurang bulan dengan usia kehamilan < 30 minggu). Penyebab kejang yang paling sering ditemui adalah hypoxic ischemic
encephalopathy
(HIE)/asfiksia,
infeksi
(TORCH,
meningitis, septisemia), gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia,
hiponatremia,
ensefalopati
hiperbilirubin), perdarahan SSP (intraventrikular, subdural, trauma). Empat jenis kejang yang sering ditemui pada neonatus yaitu kejang tonik, klonik, mioklonik dan subtle. Kejang tonik adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas, leher dan tubuh. Pada ekstremitas bawah lebih terlihat gerakan ekstensi.Kejang tonik lebih sering dijumpai pada neonatus kurang bulan, terutama terkait dengan kelainan difusi SSP dan perdarahan intraventrikular. Kejang klonik adalah gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan berirama (1-3x/menit). Setiap gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang lambat. Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat gerakan tersebut. Umumnya terjadi pada neonatus cukup bulan >2500 gram, tidak terjadi hilang kesadaran, berkaitan dengan trauma fokal, infark atau gangguan metabolik. Kejang mioklonik terlihat sebagai gerakan fleksi kepala dan tubuh dengan fleksi atau ekstensi ekstremitas.Kejang tersebut berkaitan dengan kelainan difus SSP.
Midwifery Update
pg. 397
Kejang subtle (tidak terus menerus/tidak jelas) terlihat sebagai
gerakan
stereotip
ekstremitas
seperti
gerakan
mengayuh sepeda atau berenang, deviasi atau gerakan kejutan pada mata dan mengedip berulang kali, ngiler, mengisap atau mengunyah, apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan, fluktuasi yang berirama pada tanda vital. Berikut ini adalah tatalaksana kejang pada neonatus meliputi obat anti kejang, dosis dan efek sampingnya. Tabel. Obat Anti Kejang Pada Neonatus.
Materi
Pokok
5.
Resusitasi,
Stabilisasi
dan
Transportasi Pada Bayi Baru Lahir Pada saat kelahiran, seluruh bayi baru lahir perlu didampingi oleh tim yang memiliki kemampuan dalam melakukan resusitasi meskipun hanya 10% bayi baru lahir yang perlu bantuan untuk memulai bernapas (ventilasi). Sebanyak 1% dari 10% bayi baru lahir yang perlu bantuan tersebut, memerlukan tindakan resusitasi lebih lanjut seperti intubasi sampai dengan pemberian cairan dan obat – obatan. Pada tingkat layanan dasar seperti puskesmas dan tingkat layanan rujukan atau rumah sakit, tidak semua kasus bayi baru lahir dapat ditangani. Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan stabilisasi dan transportasi menjadi hal yang penting. Untuk itu, resusitasi,
Midwifery Update
stabilisasi
dan
transportasi
merupakan
rangkaian
pg. 398
tindakan yang harus dikuasai oleh tenaga kesehatan dalam bentuk tim sebagai penolong persalinan. a. Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Resusitasi adalah serangkaian upaya sistematis dan terkoodinir untuk mengembalikan usaha bernapas dan sirkulasi bayi baru lahir sehingga terhindar dari kematian ataupun cacat menetap. Setiap tenaga kesehatan yang merupakan tim penolong persalinan dan perawatan bayi baru lahir harus memahami alur resusitasi dan mampu melakukan persiapan resusitasi serta mampu melakukan langkah resusitasi dengan baik dan benar sesuai dengan alur resusitasi. Alur Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Alur resusitasi pada bayi baru lahir merupakan acuan tim resusitasi untuk melakukan resusitasi dengan langkah-langkah yang sistematis. Alur resusitasi dibaca mulai dari kotak paling atas sebelah kanan yang bertuliskan “konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas dalam tim” menuju ke bawah dan atau ke samping secara berurutan sesuai dengan kondisi bayi baru lahir. Panah warna biru menunjukkan batasan waktu efektif penolong untuk melakukan tindakan, sedangkan panah warna merah muda (pink) merupakan pengingat apakah penolong memerlukan bantuan di setiap langkah tindakan.
Midwifery Update
pg. 399
Alur Resusitasi pada Bayi Baru Lahir
Gambar. Algoritma Resusitasi Neonatus, Rekomendasi IDAI Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2017
Langkah resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, langkah resusitasi mengacu pada alur resusitasi. Setiap langkah harus dilakukan secara berurutan, tuntas dan optimal. Langkah-langkah resusitasi meliputi persiapan (konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas dalam tim), penilaian awal, langkah awal dan membebaskan jalan napas (airway), memberikan pernapasan (breathing), sirkulasi (circulation), pemberian obat-obatan (drug) dan pemberikan cairan (fluid) serta pemberian konseling, informasi ataupun edukasi kepada keluarga.
Midwifery Update
pg. 400
Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Persiapan resusitasi merupakan hal yang penting dilakukan oleh tenaga
kesehatan
sebagai
penolong
persalinan.
Persiapan
dilakukan ketika pasien datang atau sebelum pembukaan lengkap tanpa memandang apakah persalinan tersebut berisiko ataupun normal. Tenaga kesehatan harus melakukan persiapan resusitasi pada setiap persalinan karena akan mempengaruhi kelancaran dan keefektifan suatu resusitasi. Persiapan yang harus dilakukan meliputi persiapan tim resusitasi, konseling antenatal dalam bentuk pengenalan faktor risiko pasien, persiapan lingkungan resusitasi, persiapan alat resusitasi dan persiapan tenaga kesehatan berupa pencegahan penularan infeksi pada saat melakukan resusitasi. Konseling Antenatal Tim resusitasi harus mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir mulai dari riwayat antenatal sampai pada waktu persalinan. Pengenalan faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir sangat penting
diketahui
oleh tim resusitasi.
Berikut
ini adalah
penjelasan terkait dengan faktor risiko pasien: Pengenalan Faktor Risiko Pasien Tim resusitasi harus mengetahui dan mengenali faktor risiko ibu dan bayi baru lahir sebelum kelahiran dan pada saat kelahiran (intrapartum)
sebagai
faktor
penghambat
dalam
melakukan
resusitasi tim. Berikut ini adalah faktor risiko ibu, bayi baru lahir pada saat sebelum persalinan dan saat persalinan: Faktor risiko pada ibu sebelum persalinan •
Ketuban pecah dini ≥ 18 jam.
•
Perdarahan pada trimester 2 dan 3.
•
Hipertensi dalam kehamilan.
•
Hipertensi kronik.
Midwifery Update
pg. 401
•
Penyalahgunaan obat.
•
Konsumsi obat (seperti litium, magnesium, penghambat adrenergik dan narkotika).
•
Diabetes mellitus.
•
Penyakit kronik (anemia, penyakit jantung bawaan sianotik).
•
Demam.
•
Infeksi.
•
Korioamnionitis
•
Kematian janin sebelumnya.
•
Tidak pernah melakukan pemeriksaan antenatal.
Faktor risiko janin sebelum persalinan •
Kehamilan multiple (ganda, triplet).
•
Prematur (terutama pada usia kehamilan 41 minggu).
•
Besar masa kehamilan (large for gestational age).
•
Pertumbuhan janin terhambat.
•
Penyakit hemolitik automune (misalnya anti-D, anti-Kell, terutama jika terdapat anemia/hidrops fetalis.
•
Polihidramnion dan oligohidramnion.
•
Gerakan janin berkurang sebelum persalinan.
•
Kelainan kongenital yang mempengaruhi pernapasan, fungsi kardiovaskular, atau proses transisi lainnya.
•
Infeksi intrauteri.
•
Hidrops fetalis.
•
Presentasi bokong.
•
Distosia bahu.
Faktor risiko ibu pada waktu persalinan (intrapartum) •
Pola denyut jantung yang meragukan pada kardiotokografi.
•
Presentasi abnormal.
•
Prolaps tali pusat.
•
Persalinan/ kala 2 memanjang.
Midwifery Update
pg. 402
•
Persalinan yang sangat cepat.
•
Perdarahan antepartum (misal solusio plasenta, plasenta previa, vasa previa)
•
Ketuban bercampur meconium.
•
Pemberian obat narkotika untuk mengurangi rasa nyeri ibu dalam 4 jam proses persalinan.
•
Kelahiran dengan forseps.
•
Kelahiran dengan vakum.
•
Penerapan anastesi umum pada ibu.
•
Seksio sesaria emergensi.
Persiapan Lingkungan Resusitasi Ruangan harus bersih mulai dari lantai, dinding dan peralatan medik yang ada di ruangan tersebut. Cahaya lampu ruangan harus cukup terang untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir maupun ibu. Suhu ruangan harus dijaga tetap hangat (26• C). Letak ruang resusitasi hendaknya sangat berdekatan dengan ruang bersalin agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan. Pada beberapa fasilitas dengan keterbatasan ruangan, ruang bersalin menjadi satu dengan ruang resusitai bayi baru lahir. Hal tersebut harus tetap adanya batas untuk area bersalin dan area resusitasi bayi baru lahir. Tempat resusitasi pada permukaan yang datar, ketinggian meja 90 cm dengan alas kain bersih dan kering serta dilengkapi dengan pemancar panas. Tempat resusitasi hendaknya tidak dibawah pendingin ruangan. Termoregulasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh tim dalam melakukan resusitasi bayi baru lahir. Persiapan Alat Resusitasi Peralatan
medik
untuk
melakukan
resusitasi
harus
tetap
disiapkan secara lengkap meskipun tidak semua bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi. Midwifery Update
pg. 403
Penilaian awal 1)
Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan tindakan resusitasi adalah melakukan penilaian awal terhadap kondisi bayi baru lahir pada saat diterima oleh tim resusitasi. Langkah ini akan menentukan tindakan tim resusitasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Komponen yang dinilai adalah
usaha
bernapas
dan
tonus
otot.
Terdapat
dua
pertanyaan yang penting pada saat penilaian awal yaitu:
2)
•
Apakah bayi baru lahir bernapas atau menangis?
•
Apakah bayi baru lahir memiliki tonus otot baik?
Apabila dua pertanyaan tersebut jawabannya adalah “Ya” maka bayi memerlukan perawatan rutin seperti jaga kehangatan, mengeringkan bayi dan melanjutkan observasi pernapasan, laju denyut jantung dan tonus otot.
3)
Jika salah satu dari dua pertanyaan dijawab “tidak” maka bayi baru lahir memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu resusitasi.
4)
Pernapasan merupakan tanda yang pertama kali muncul dengan gangguan kardiorespirasi. Mungkin saja penilaian pernapasan sulit dilakukan karena kadang pernapasan bayi dapat berhenti sejenak setelah usaha bernapas awal dan kemudian melanjutkan pernapasan yang cukup.
5)
Bila bayi dapat mempertahankan frekuensi denyut jantung diatas 100x/menit maka kemungkinan tidak perlu dilakukan intervensi segera namun sebaliknya jika frekuensi denyut jantung dibawah 100x/menit maka kemungkinan diperlukan ventilasi positif. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan bunyi jantung, meraba pulsasi pada dasar tali pusat ataupun dengan menggunakan pulse oxymeter.
6)
Tonus otot dan respons terhadap stimulasi merupakan salah satu komponen yang akurat untuk menentukan kebutuhan resusitasi. Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan keempat tungkainya memulai usaha bernapas dan meningkatkan denyut jantungnya diatas 100x/menit.
Midwifery Update
pg. 404
Bila respons bayi tidak ada atau lemah maka perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu langkah awal. Langkah Awal dan Airway Langkah awal dilakukan ketika BBL tidak ada upaya bernapas dan atau tonus otot lemah. Langkah awal meliputi memastikan bayi tetap hangat, membuka jalan napas bayi dengan mengatur posisi dan
membersihkan
jalan
napas,
mengeringkan
bayi
dan
memberikan stimulasi, serta mengatur kembali posisi kepala bayi. Tim resusitasi harus memastikan bayi baru lahir tetap hangat dengan memberikan kehangatan bayi baru lahir di bawah pemancar panas atau lampu. Selain itu, pemasangan plastik dan topi bayi merupakan cara memberikan kehangatan pada bayi baru lahir. Selanjutnya, tim segera membuka jalan napas dengan mengatur posisi kepala bayi dalam posisi menghidu atau setengah tengadah (ekstensi). Hal ini dapat dibantu dengan ganjal pada bahu bayi baru lahir. Posisi kepala yang tepat dapat mempengaruhi jalan napas yang akhirnya tindakan resusitasi menjadi optimal. Berikut adalah contoh posisi kepala bayi:
Posisi ini menunjukkan posisi yang baik untuk membuka jalan napas secara optimal, yaitu setengah ekstensi.
Kesalahan pada posisi ini adalah kepala bayi terlalu kurang ekstensi atau terlalu fleksi.
Pada posisi ini tampak kepala bayi terlalu ekstensi sehingga jalan napas tertutup
Gambar. Posisi Kepala.
Midwifery Update
pg. 405
Selain mengatur posisi kepala, tim juga harus memeriksa apakah ada sumbatan jalan napas. Tim mulai membersihkan mulut menggunakan kassa dengan satu kali atau dua kali usapan. Apabila ada lendir yang menyumbat jalannya napas, maka dilakukan pengisapan.
Pengisapan
mulai
dari
mulut
terlebih
dahulu
kemudian hidung dengan alat pengisap. Hal yang perlu diingat adalah pada saat melakukan membuka jalan
napas
perlu
diperhatikan
termoregulasi.
Pengisapan
dilakukan pada bayi yang tidak bugar dan atau dilakukan pada jalan napas yang mengalami obstruksi. Langkah awal selanjutnya adalah mengeringkan bayi baru lahir mulai dari kepala dan rambut, dada, perut bayi sampai kaki serta menyingkirkan kain yang basah mengganti dengan yang kering. Berikan rangsangan taktil pada bayi dengan menggosok punggung atau menyentil/menepuk telapak bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu dan atau dengan berat ≤ 1500 gram, disarankan untuk menaikkan suhu ruangan menjadi 26OC dan perlu membungkus bayi baru lahir dengan plastik bening tanpa dikeringkan terlebih dahulu kecuali wajahnya kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat diberikan stimulasi walaupun dibungkus plastik. Setelah langkah awal telah dilakukan, maka posisikan kepala bayi baru lahir dalam posisi menghidu atau setengah tengadah (ekstensi). Lakukan observasi usaha napas, laju denyut jantung dan tonus otot. Hasil penilaian dapat memberikan 3 kemungkinan kondisi bayi baru lahir yaitu: 1) Bayi baru lahir tidak bernapas spontan atau megap-megap
Midwifery Update
pg. 406
dan atau laju denyut jantung < 100x/menit. 2) Bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x/menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding dada, merintih). 3) Bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten tanpa adanya distress pernapasan. Breathing Setelah melakukan langkah awal dan airway, berdasarkan kemungkinan hasil penilaian maka tim harus melakukan tindakan untuk tiap kondisi secara cepat dan tepat: 1) Pada bayi baru lahir yang tidak bernapas spontan atau megapmegap dan atau laju denyut jantung < 100x/menit, lakukan ventilasi tekanan positif dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan. 2) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x / menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding dada, merintih), lakukan pemasangan CPAP dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan. 3) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral
persisten
tanpa
adanya
distress
pernapasan,
pertimbangkan pemberian O2 dengan pemantauan saturasi O2. Keberhasilan pemberian bantuan napas pada bayi baru lahir ditentukan oleh sungkup yang melekat rapat pada wajah bayi, ditentukan oleh ukuran sungkup yang tepat serta cara memegang sungkup yang benar. Tanda utama ventilasi yang efektif adalah adanya pergerakan dinding dada dan perbaikan frekuensi denyut jantung dengan segera. Ukuran sungkup yang sesuai dengan bayi baru lahir. Sungkup wajah untuk bayi baru lahir terdiri dari berbagai jenis ukuran (diameter) sehingga dapat disesuaikan dengan besarnya wajah
Midwifery Update
pg. 407
bayi. Sungkup wajah yang baik harus menutupi ujung dagu, mulut dan hidung seperti tertera pada gambar berikut
Gambar. Kesesuaian Sungkup Wajah
Pada gambar, sungkup paling kiri berukuran terlalu kecil karena tidak menutupi hingga ujung dagu, sedangkan sungkup di tengah terlalu besar, karena menutupi mata. Sungkup paling kanan berukuran tepat, menutupi ujung dagu, mulut dan hidung. Lekatkan rapat sungkup pada wajah bayi menutupi pangkal hidung, mulut dan dagu tapi tidak menutupi mata. Sebelum melekatkan sungkup, tim perlu memastikan jalan napas terbuka dengan menyesuaikan posisi kepala, mulut sedikit terbuka dan membersihkan jalan napas jika perlu. Setelah itu, tim melekatkan sungkup dengan benar. Cara memegang sungkup dapat berbagai macam, tergantung dari jenis sungkupnya. Terdapat tiga metode untuk memegang sungkup pada muka, yaitu: 1. Stem Hold: titik temu antara ‘batang’ dan sungkup dipegang dengan jari telunjuk dan jempol 2. Two-Point Top Hold: Jari jempol dan telunjuk menekan sisi atas sungkup yang datar. Bagian ‘batang’ tidak dipegang dan jari tidak memegang ke pinggir sungkup 3. OK Rim Hold: jempol dan telunjuk membentuk C (seperti tanda OK), tangan kiri penolong memegang sungkup dengan jari-jari membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan Midwifery Update
pg. 408
sungkup ke wajah sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil mengangkat tepi rahang bawah bayi ke atas (jaw thrust).
Stem Hold
Two-Point Top Hold
OK Rim Hold
Gambar. Cara Memegang Sungkup Muka
Cara memastikan perlekatan yang benar yaitu pastikan dada mengembang dengan melakukan ventilasi dua kali. Jika dada belum mengembang berarti perlekatan belum benar, maka tim harus mengevaluasi perlekatan yaitu: 1) Periksa ukuran sungkup. 2) Periksa cara memegang atau melekatkan sungkup. 3) Periksa jalan napas (cek posisi kepala bayi, sumbatan/lendir). Apabila menilai perlekatan sungkup sudah benar maka lakukan ventilasi tekanan positif 20 - 30x per 30 detik. Cara melakukan ventilasi yaitu kembangkan paru dengan tekanan volume yang cukup sehingga tampak pergeraan dinding dada dan perut atas. Pergerakan dinding dada harus sesuai dengan yang tampak pada respirasi normal yang tenang. Apabila pengembangan dada tampak berlebihan dengan tekanan yang sama, maka tekanan dan kecepatan ventilasi harus diturunkan. Sebagai contoh, bayi A gagal mencapai pernapasan spontan dengan frekuensi denyut jantung di bawah 100x/menit sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif. Bayi A mendapat tekanan inflasi awal
50 cmH2O. Setelah 5 kali pompa dada
tampak mengembang, sehingga tekanan inflasi diturunkan menjadi 40 cmH2O. Setelah 10 kali pompa tampak dada mengembang Midwifery Update
berlebihan,
sehingga
tekanan
inflasi
dapat pg. 409
diturunkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi pada ventilasi tekanan positif setelah inflasi pertama dapat diturunkan sesuai dengan kondisi bayi. Pada bayi prematur, pengembangan paru yang berlebihan selama ventilasi harus dihindari. Resusitasi sebaiknya dilakukan dengan manometer untuk memantau tekanan PIP, sehingga dapat memandu
pemberian
inflasi
yang
konsisten
dan
untuk
menghindari tekanan serta volume berlebihan. PIP awal untuk ventilasi tekanan positif dapat diberikan sebesar 20-25 cmH2O pada bayi prematur. Segera evaluasi setelah melakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Hal yang dievaluasi adalah usaha napas, frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen. Berdasarkan hasil evaluasi terdapat 4 kemungkinan kondisi bayi baru lahir dan tindakan selanjutnya yaitu: 1) Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan tidak ada tanda tanda distress respirasi maka lakukan perawatan pascaresusitasi. 2) Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan ada tanda tanda distress respirasi, berikan CPAP. 3) Bila belum ada napas spontan, denyut jantung > 60x/menit lanjutkan VTP. 4) Bila
bayi
belum
bernapas
dan
denyut
jantung
90º
REKOLL LENGAN
SUDUT POPLITEAL
180º
90º
60º
30º
0º
180º 140º- 110º180º 140º
90º110º
5 tahun) BKB - Alat ukur tinggi - Petugas TPA badan/Panjang dan guru TK badan Puskesmas Tenaga - Buku KIA - Panjang/tinggi kesehatan - Table/grafik badan terlatih BB/TB - Berat badan SDIDTK: - Table/Grafik - Lingkar kepala - Dokter TB/U - Bidan - Grafik LK - Perawat - Timbangan - Tenaga gizi - Alat ukur tinggi - Tenaga badan/Panjang kesehatan badan lainnya - Pita pengukur lingkar kepala Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Penentuan status gizi Anak: §
Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB) untuk menentukan status gizi anak dibawah 5 tahun apakah normal, kurus, sangat kurus atau gemuk.
§
Pengukuran Panjang Badan terhadap umur atau Tinggi Badan terhadap Umur (BB/U atau TB/U) untuk menentukan status gizi anak apakah normal, pendek atau sangat pendek.
§
Pengukuran Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) untuk menentukan status gizi anak usia 5-6 tahun apakah anak sangat kurus, kurus, normal, gemuk atau obesitas.
Midwifery Update
pg. 476
Untuk pemantauan pertumbuhan dengan menggunakan BB/U dilaksanakan secara rutin di Posyandu. Apabila ditemukan anak dengan BB tidak naik dua kali berturut-turut atau anak dengan berat BB dibawah garis merah, kader merujuk ke petugas kesehatan untuk dilakukan konfirmasi dengan menggunakan indikator BB/TB. Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang balita. Pengukuran boleh dilakukan oleh nakes atau non nakes terlatih, namun untuk penilaian BB/TB hanya dilakukan oleh nakes. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak dilakukan di semua tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel. Pelaksana dan Alat Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Keterangan Buku KIA KPSP TDL TDD KMPE M-CHAT BKB TPA Pusat PAUD TK
Midwifery Update
: : : : : : : : : :
Buku Kesehatan Ibu dan Anak Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Tes Daya Lihat Tes Daya Dengan Kuesioner Masalah Perilaku Emosional Modified-Checklist for Autism in Toddlers Bina Keluarga Balita Tempat Penitipan Anak Pusat Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-kanak
pg. 477
Skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) §
Tujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
§
Skrining/ pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK dan petugas PAUD terlatih
§
Jadwal skrining rutin pemeriksaan adalah: setiap 3 bulan pada anak < 24 bulan dan tiap 6 bulan pada anak usia 24-72 bulan (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72)
§
Apabila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh kembang, sedangkan umur anak bukan umur skrining, maka pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur skrining yang lebih muda dan dianjurkan untuk kembali sesuai dengan waktu pemeriksaan umurnya.
§
Alat/ instrumen yang digunakan: -
Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0 - 72 bulan
-
Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5 - 1 cm
§
Cara menggunakan KPSP: -
Pada waktu pemeriksaan/skrining anak harus dibawa
-
Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun lahir, bila lebih16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan
§
Pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak
KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu: -
Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: ”dapatkah bayi makan kue sendiri?”
-
Perintah
kepada
ibu/pengasuh
anak
atau
petugas
melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP contoh: ”Pada
Midwifery Update
pg. 478
posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk” -
Jelaskan keadaan orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh karena dipastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan.
-
Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada satu jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
-
Ajukan pertanyaan berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu
-
Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
-
Interpretasi hasil KPSP Hitunglah jawaban Ya Jawaban ya, bila ibu/ pengasuh anak menjawab: anak bisa/ pernah/ sering/ kadang- kadang melakukan Jawaban Tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah/ tidak pernah melakukan/ ibu/ pengasuh anak tidak tahu. Jumlah jawaban ’Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya (S) Jawaban ’Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) Jawaban
’Ya’
=
6
atau
kurang,
kemungkinan
ada
penyimpangan (P) Untuk jawaban ’Tidak’, perlu dirinci jumlah jawaban ’Tidak’ menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian) -
Intervensi: Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut: Beri pujian kepada ibu/ pengasuh anak karena telah mengasuh dengan baik
-
Teruskan
pola
asuh
anak
sesuai
dengan
tahap
perkembangan anak.
Midwifery Update
pg. 479
-
Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak
-
Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di Posyandu secara teratur dan setiap ada kegiatan BKB. Bila anak sudah memasuki usia prasekolah (36- 72 bulan), anak dapat diikiutkan pada kegiatan di PAUD, Kelompok Bermain atau TK
-
Lakukan pemeriksaan/ skrining rutin menggunkanan KPSP setiap 3 bulan pda anak berumur kurang dari 24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 24- 72 bulan
-
Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut: o
Beri petunjuk pada ibu/pengasuh anak agar memberi stimulasi perkembangan anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin
o
Ajarkan ibu/pengasuh anak cara melakukan intervensi stimulasi
perkembangan
anak
untuk
mengatasi
penyimpangan/mengejar ketertinggalannya. o
Lakukan
pemeriksaan
kemungkinan penyimpangan
adanya
kesehatan penyakit
untuk
yang
perkembangannya
mencari
menyebebkan dan
lakukan
pengobatan. o
Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan diagram KPSP yang sesuai dengan umur anak
o
Jika hasil KPSP ulang jawaban ’Ya’ tetap 7-8, maka kemungkinan ada penyimpangan (P)
-
Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan berikut: Merujuk ke Rumas Sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian)
Midwifery Update
pg. 480
Tes Daya Dengar (TDD) Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak. Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur 0-12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 keatas. Tes ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD dan petugas terlatih lainnya. Tenaga kesehatan mempunyai kewajiban memvalidasi hasil pemeriksaan tenaga lainnya. Alat/saran yang diperlukan adalah: Instrumen TDD menurut umur anak. Cara melakukan TDD: -
Tanyakan tanggal, bulan dan tahun lahir anak, hitung umur anak dalam bulan
-
Pilih dasar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur anak.
Pada anak umur kurang dari 24 bulan: -
Semua pertanyaan harus dijawab oleh orang tua/pengasuh anak. Katakana pada ibu/pengasuh anak tidak usah ragu-ragu atau takut menjawab, karena tidak untuk mencari siapa yang salah.
-
Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu, berurutan.
-
Tunggu jawaban dari orang tua/pengasuh
-
Jawaban YA jika menurut orang tua/pengasuh, anak dapat melakukannya dalam satu bulan terakhir.
-
Jawaban TIDAK jika menurut orang tua/pengasuh anak tidak pernah, tidak tahu atau tidak dapat melakukannya dalam satu bulan terakhir
Pada anak umur 24 bulan atau lebih: -
Pertanyaan-pertanyaan berupa perintah melalui orang tua/ pengasuh untuk dikerjakan oleh anak
Midwifery Update
pg. 481
Amati kemampuan anak dalam melakukan perintah orang tua/
-
pengasuh Jawaban YA jika anak dapat melakukan perintah orang
-
tua/pengasuh Jawaban TIDAK, jika anak tidak dapat atau tidak mau
-
melakukan perintah orang tua/pengasuh Interpretasi: Bila satu atau lebih jawaban TIDAK, kemungkinan anak mengalami gangguan pendengaran. Catat dalam buku KIA atau register SDIDTK, atau status/catatan medis anak Intervensi: Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada. Rujuk ke RS bila tidak dapat ditanggulangi. Tes Daya Lihat (TDL) Tujuan TDL adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman penglihatan menjadi lebih besar. Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia prasekolah umur 36-72 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh tenaga Kesehatan. Alat/ sarana yang diperlukan adalah -
Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik
-
Dua buah kursi, 1 untuk anak dan 1 untuk pemeriksa
-
Poster “E” untuk digantung dan kartu “E” untuk dipegang anak
-
Alat petunjuk
Cara melakukan tes daya lihat: -
Pilih satu ruangan yang bersih dan tenang dengan penyinaran yang baik
-
Gantungkan poster “E” setinggi mata anak pada posisi duduk
Midwifery Update
pg. 482
-
Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster “E” menghadap ke poster “E”
-
Letakkan sebuah kursi lainnya disamping poster “E” untuk pemeriksa
-
Pemeriksa memberikan kartu “E” pada anak. Latih anak dalam mengarahkan kartu “E” menghadap atas, bawah, kiri, kanan sesuai yang ditunjuk poster “E” oleh pemeriksa. Beri pujian setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak dapat mengarahkan kartu “E” dengan benar Gambar. Test Daya Lihat
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
-
Selanjutnya anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/kertas.
-
Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf “E” pada poster, satu persatu, mulai dari baris pertama sampai baris ke empat atau baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
-
Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu “E” yang dipegangnya dengan huruf “E” pada poster. o
Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara yang sama.
o
Tulis huruf “E” terkecil yang masih dapat di lihat, pada kertas yang telah disediakan: Mata kanan:….. Mata kiri:……
-
Interpretasi: Anak pra sekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat sampai baris ketiga pada pster “E”. bila kedua mata anak tidak dapat melihat baris ketiga poster “E” atau tidak dapat mencocockkan arah kartu “E” yang dipegangnya dengan arah “E”
Midwifery Update
pg. 483
pada baris ketiga yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak mengalai gangguan daya lihat -
Intervensi: Bila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, rujuk ke RS rujukan tumbuh kembang level 1 dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan (kanan. kiri atau keduanya)
Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional Deteksi dini penyimpangan perilaku emosional adalah kegiatan/ pemeriksaan untuk menemukan gangguan secara dini adanya masalah perilaku emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan
intervensi.
Bila
penyimpangan
perilaku
emosional
terlambat diketahui maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Deteksi yang dilakukan menggunakan: -
Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) bagi anak umur 36 bulan sampai 72 bulan
-
Ceklis autis anak prasekolah (Modified Checklist for Autism in Toddler/M-Chat) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan
-
Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) menggunakan Abriviated Conner Rating Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas.
Deteksi dini Masalah Perilaku Emosional. -
Tujuannya
untuk
mendeteksi
secara
dini
adanya
penyimpangan/ masalah perilaku emosional pada anak pra sekolah. -
Jadwal deteksi dini masalah perilaku emosional adalah rutin setiap 6 bulan pada anak umur 36 - 72 bulan. Jadwal ini sesuai dengan jadwal pelayanan SDIDTK.
Midwifery Update
pg. 484
-
Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) yang terdiri dari 14 pertanyaan untuk mengenali problem prilaku emosional anak umur 36 - 72 bulan.
-
Cara melakukan: Tanyakan setiap pertanyaa dengan lambat, jelas dan nyaring satu persatu perilaku yang tertulis pada KMPE kepada orang tua/pengasuh. Catat jawaban YA kemudian hitung jumlah jawaban YA
-
Interpretasi: Bila ada jawaban YA, maka kemungkinan anak mengalami masalah perilaku emosional
-
Intervensi: Bila jawaban YA hanya 1 (satu): Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan buku pedoman Pola Asuh yang mendukung perkembangan anak. Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan rujuk ke RS yang memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas pelayanan Kesehatan jiwa. Bila jawaban YA ditemukan 2 (dua) atau lebih: Rujuk ke RS RS yang memiliki pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas pelayanan Kesehatan jiwa. Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional yang ditemukan.
Deteksi dini autis pada anak pra sekolah. Bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya autis pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan. Dilaksanakan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu/pengasuh atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, petugas PAUD, pengelola TPA, dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa satu atau lebih keadaan dibawah ini: -
Keterlambatan berbicara
-
Gangguan komunikasi/ interaksi social
Midwifery Update
pg. 485
-
Perilaku yang berulang-ulang
Alat yang digunakan adalah M-CHAT (Modified- Checklist for Autism in Toddlers) Ada 23 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/ pengasuh. Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu- ragu atau takut menjawab. Cara menggunakan M-CHAT -
Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada M-CHAT kepada orang tua atau pengasuh anak
-
Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas pada M_CHAT
-
Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan kemampuan anak, YA atau TIDAK. Teliti Kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
-
Interpretasi: Enam pertanyaan No 2,7,9,13,14 dan 15 adalah pertanyaan penting (critical item) jika dijawab TIDAK berarti pasien mempunyai risiko tinggi autism. Jawaban TIDAK pada dua atau lebih critical item atau tiga pertanyaan lain yang dijawab tidak sesuai (misalnya seharusnya dijawab YA, orang tua menjawab tidak), maka anak tersebut mempunyai risiko autism. Jika perilaku itu jarang dikerjakan (misal anda melihat satu atau 2 kali, mohon dijawab tersebut tidak melakukannya.
-
Intervensi: Bila anak memiliki risiko tinggi autism, rujuk ke RS yang memberi layanan rujukan tumbuh kembang anak.
Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) Pada Anak Bertujuan untuk mengetahui secara dini adanya gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas. Dilaksanakan atas indikasi bila ada keluhan dari
Midwifery Update
pg. 486
orang tua/ pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini: -
Anak tidak dapat duduk tenang
-
Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
-
Perubahan suasana hati yang mendadak/ impulsive
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan
Perhatian
dan
Hiperaktifitas/
GPPH
(Abbreviated
Conners Ratting Scale). Formulir ini terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua/ pengasuh anak/ guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa. Cara menggunakan formular deteksi dini GPPH: -
Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada formulirdeteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orang tua/pengasuh anak untuk tidak raguragu atau takut menjawab.
-
Lakukan
pengamatan
kemampuan
anak
sesuai
dengan
pertanyaan pada formular deteksi dini GPPH -
Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak berada, (misalnya ketika di rumah, sekolah, pasar, took, dan lain- lain), setiap saat dan Ketika anak dengan siapa saja.
-
Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan
-
Teliti Kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
-
Interpretasi: Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan “bobot nilai” berikut ini, dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total
Midwifery Update
pg. 487
Nilai 0: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak Nilai 1: jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan mengalami GPPH -
Intervensi: Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke RS yang memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki fasilitas Kesehatan jiwa untuk konsultasi lebih lanjut Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru, dan sebagainya)
Pelaksanaan dan Instrumen Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak. Deteksi dini tumbuh kembang anak atau pelayanan SDIDTK adalah kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/ masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, bila terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya, berupa: -
Deteksi dini gangguan pertumbuhan, yaitu menentukan status gizi anak apakah gemuk, normal, kurus dan sangat kurus, pendek, atau sangat pendek, makrosefali atau mikrosefali.
-
Deteksi
dini
penyimpangan
perkembangan,
yaitu
untuk
mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.
Midwifery Update
pg. 488
-
Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.
Pelayanan rutin SDIDTK sesuai dengan jadwal (terlampir) dan pada Buku KIA, namun tidak menutup kemungkinan dilaksanakan pada: -
Kasus rujukan.
-
Ada kecurigaan anak mempunyai penyimpangan tumbuh.
-
Ada keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang.
Deteksi penyimpangan pertumbuhan Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB untuk anak umur 0-60 bulan Tabel. Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks BB/PB atau BB/TB untuk anak umur 0-60 bulan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 489
Pengukuran status gizi anak berdasarkan IMT menurut umur (IMT/U) Tabel. Pengukuran status gizi anak berdasarkan IMT menurut umur (IMT/U)
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks Panjang/tinggi badan menurut umur untuk anak umur 0-60 bulan. Tabel. Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks Panjang/tinggi badan menurut umur untuk anak umur 0-60 bulan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 490
Lingkar kepala untuk anak usia 0-72 bulan Tabel. Lingkar kepala untuk anak usia 0-72 bulan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Deteksi dini penyimpangan perkembangan Algoritme kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP) Tabel. Algoritme KPSP
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Contoh Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) (KPSP per periode umur terlampir)
Midwifery Update
pg. 491
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Deteksi Dini Penyimpangan Pendengaran
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 492
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Deteksi Dini Penyimpangan Pengelihatan Algoritma Tes Daya Lihat untuk anak umur 36 sampai 72 bulan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 493
Deteksi Dini PenyimpanganPerilaku dan Emosional Algoritma Pemeriksaan KMPE
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 494
Deteksi Dini Autis Pada Anak Algoritma Pemeriksaan M-Chat Pada Anak diatas 18 Bulan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 495
Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Pada Anak Prasekolah Algoritma Pemeriksaan GPPH
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Intervensi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu
pada
anak
yang
perkembangan
kemampuannya
menyimpang karena tidak sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa terjadi pada salah satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak. Tindakan intervensi
Midwifery Update
pg. 496
dini
tersebut
berupa
stimulasi
perkembangan
terarah
yang
dilakukan secara intensif di rumah selama 2 minggu, yang diikuti dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan. Intervensi Perkembangan Intervensi perkembangan anak dilakukan atas indikasi yaitu: Perkembangan anak meragukan (M) lakukan intervensi sebagai berikut: -
Pilih kelompok umur yang lebih muda dari umur anak
-
Ajari orang tua cara melakukan intervensi sesuai dengan masalah/penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut.
-
Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan kasih saying, bervariasi dan sambal bermain dengan anak agar ia tidak bosan
-
Intervensi dilakukan secara intensif sekitar 3-4 jam selam 2 minggu
-
Minta orang tua/keluarga control Kembali 2 minggu kemudian untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah kemajuan/perkembangan atau tidak. Tabel. Contoh Tindakan Intervensi Perkembangan pada beberapa Anak dengan masalah Perkembangan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 497
Bila
seorang
anak
mempunyai
masalah/
penyimpangan
perkembangan, sedangkan umur anak saat itu bukan pada jadwal skrining, maka lakukan intervensi perkembangan sesuai dengan masalah yang ada sebagai berikut: -
Misalnya anak umur 19 bulan belum bisa menyebut ayah ibunya dengan sebutan papa, mama, pilih kelompok umur lebih muda untuk kemampuan bicara dan bahasa, yaitu pada kelompok umur stimulasi 3-6 bulan
-
Intervensi berupa stimulasi untuk kelompok umur yang lebih muda pada contoh diatas untuk kellompok umur 15-18 bulan tetap diberikan
-
Ajari orang tua cara melakukan intervensi perkembangan anak sebagaimana yang dianjurkan pada kotak stimulasi tersebut
-
Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan kasih saying, bervariasi dan sambal bermain dengan anak agar ia tidak bosan
-
Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari sekitar 3-4 jam, selama 2 minggu.
-
Minta orang tua atau keluarga dating Kembali/control 2 minggu kemudian.
Evaluasi intervensi perkembangan: Cara melakukan evaluasi intervensi perkembangan adalah: -
Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining, maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formular KPSP sesuai dengan umur anak
-
Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formular KPSP untuk umur yang lebi muda
-
Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban YA 9 atau 10 artinya perkembangan anak sesuai dengan umur tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai dengan umurnya yang sekarang.
Midwifery Update
pg. 498
-
Bila hasil evaluasiintervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8, kerjakan Langkah-langkah berikut:
Teliti Kembali apakah ada masalah dengan: -
Intensitas intervensi
-
Jenis kemampuan perkembangan anak yang di intervensi
-
Cara memberikan intervensi
-
Lakukan pemeriksaan fisik secara teliti apakah ada penyakit pada anak.
-
Bila ditemukan salah satu atau lebih masalah diatas: tangani sesuai permasalahan yang ditemukan
-
Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat atau tidak sesuai dengan petunjuk, ajari Kembali orang tua dan keluarga, bila perlu dampingi.
d. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak Rujukan diperlukan jika masalah/ penyimpangan perkembangan anak tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi. Rujukan
penyimpangan
tumbuh
kembang
dilakukan
secara
berjenjang sebagai berikut: §
Tingkat keluarga dan masyarakat Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader) dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang buku KIA
§
Tingkat Puskesmas dan jaringannya Pada rujukan dini, bidan dan perawat di Posyandu, Polindes, Pustu termasuk Puskesmas keliling, melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar pelayanan yang terdapat pada buku pedoman.
Midwifery Update
pg. 499
Bila
kasus
penyimpangan
tersebut
ternyata
memerlukan
penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di Puskesmas (dokter, bidan, perawat, nutrisionis, dan tenaga kesehatan terlatih lainnya. §
Tingkat Rumah Sakit Rujukan Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di Puskesmas atau memerlukan tindakan yang khusus maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten (tingkat rujukan primer) yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang diagnostik. Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi (fisioterapis, terapis bicara, dan sebagainya), ahli gizi dan psikolog.
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update
pg. 500
Referensi -
-
-
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2013. Air Susu Ibu dan Hak Bayi. Jakarta. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-danhak-bayi Kementrian kesehatan RI, 2018. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial (Pedoman Teknis Pelayanan Tingkat Pertama) Kementerian Kesehatan RI, 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2020. Buku KIA Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. PMK No.12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI, 2019 Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 2010 Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir Di era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI 2020 Setiyani, A; Sukesi; Esyuananik, 2016a. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
Midwifery Update
pg. 501
BAB X ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS
A.
Deskripsi Singkat Kesehatan Reproduksi sangat penting untuk mendapat perhatian karena sangat berhubungan erat dengan sistem, fungsi dan prosesnya mencakup kesehatan seksual dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan dan hubungan pribadi demi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kesehatan perempuan merupakan kunci bagi kualitas generasi penerusnya. Ibu yang sehat ketika hamil pada umumnya akan melahirkan bayi yang sehat pula. Hal itu dapat terjadi jika hubungan seksual dilakukan secara aman dan bermartabat, namun jika hubungan seksual secara paksaan atau tidak diinginkan maka kehamilannyapun tidak diharapkan sehingga dapat berakhir dengan aborsi, penelantaran bayi bahkan kematian ibu dan anaknya. Hal ini bisa semakin parah pada Situasi krisis kesehatan dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual pada perempuan dan anak termasuk penyimpangan perilaku seksual, seperti perlecehan seksual, perkosaan, penculikan, perdagangan anak, prostitusi, IMS dan Kehamilan Tidak Diinginkan. Bidan mempunyai peran penting dan strategis dalam mencegah dan menangani masalah kesehatan reproduksi dan seksual pada situasi krisis kesehatan pada perempuan dan anak. Oleh sebab itu pentingnya mempersiapkan bidan untuk siap siaga dalam merespon situasi krisis kesehatan
melalui
peningkatan
kapasitas
bidan
agar
mampu
memberikan pelayanan kebidanan yang aman sepanjang siklus kehidupan reproduksi perempuan untuk dapat melahirkan generasi penerus yang sehat, unggul dan berkualitas.
pg. 502
Peningkatan Kapasitas Bidan dilakukan agar semua bidan memiliki kemampuan merespon situasi krisis secara professional. Untuk itu diperlukan
Ketersediaan
layanan
kesehatan
reproduksi
sejak
awal
bencana/krisis kesehatan dilakukan melalui pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi. Sasaran PPAM adalah penduduk yang merupakan kelompok rentan kesehatan reproduksi yaitu bayi baru lahir, ibu hamil, ibu bersalin, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, anak perempuan, remaja dan wanita usia subur. PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan pada saat fasilitas pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi sulit terjangkau oleh masyarakat terdampak. B.
Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu menangani masalah kesehatan reproduksi perempuan dalam situasi krisis didalam komponen PPAM terutama memberikan dukungan psikososial bagi klien/pasien, Pencegahan dan Penanganan awal Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual. 2. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat: a. Menjelaskan Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif gender b. Menjelaskan
Pengertian
PPAM,
komponen
dan
waktu
pelaksanaan PPAM serta Logistik PPAM c. Menjelaskan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan Psikososial d. Melaksanakan
tugas dan peran bidan dalam memberikan
dukungan psikososial bagi klien/pasien e. Melaksanakan peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan seksual
pg. 503
f.
Membuat
rencana
strategis
pencegahan
dan
penanganan
kekerasan berbasis gender dan seksual g. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah melakukan rujukan. C.
Materi Pokok Materi pokok dalam pelatihan ini terdiri dari: 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif gender 2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu pelaksanaan PPAM, Logistik PPAM 3. Pengertian Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan Psikososial a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual b. Dukungan Psikososial 4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan dukungan psikososial bagi klien/pasien a. Pendekatan dukungan psikososial b. Dukungan Psikologis Awal (DPA) 5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan seksual 6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dan seksual 7. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah melakukan rujukan.
pg. 504
D.
Uraian Materi Materi Pokok 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan Kespro Dalam Perspektif Gender Adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO). Kespro adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses (ICPD, 1994). Keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. (UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 71 Ayat 1) Kespro adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1996). Kespro adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa resiko
apapun
(Well
Health
Mother
Baby)
dan
selanjutnya
mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).
pg. 505
Kespro adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kespro bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000). Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus kehidupan perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan sejak dari janin sampai liang kubur (from womb to tomb) atau biasa juga disebut dengan “Continuum of care women cycle“. Kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan sepanjang siklus kehidupan perempuan hal ini disebabkan status kesehatan perempuan semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatan saat memasuki masa reproduksi yaitu saat hamil, bersalin, dan masa nifas. Hak Kesehatan Reproduksi (ICPD CAIRO 1994) 1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. 2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi. 3. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang kesehatan reproduksinya. 4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak. 5. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, kelahiran karena masalah jender. 6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan reproduksi. 7. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang menyangkut kesehatan reproduksi. 8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi.
pg. 506
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam reproduksisnya. 10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga. 11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik yang bernuansa kesehatan reproduksi. 12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi. Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, meliputi: 1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan
memperhatikan
kebutuhan
klien/pasien,
sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan klien/pasien. 2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai
individu)
berhak
memperoleh
informasi
selengkap-
lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk
pelayanan
dan/atau
mengatasi
masalah
kesehatan
reproduksi. 3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan hukum. 4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat. 5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari penghargaan.
pg. 507
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman, dan kekerasan. 7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab. 8. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS. 9. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksualnya terpenuhi. 10. Hukum dan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah
diskriminasi,
pemaksaan
dan
kekerasan
yang
berhubungan dengan sekualitas dan masalah reproduksi 11. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan advokasi. 12. Konsep-konsep
kesehatan
reproduksi
dan
uraian
hak-hak
perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates Worldwide. Pengertian Gender dan Seksualitas. 1. Gender Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan seseorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat dan budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO
pg. 508
1998). Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki– laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. 2. Seks (Jenis Kelamin) Jenis kelamin merupakan perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan
sel
telur
dan
secara
biologis
mampu
untuk
menstruasi, hamil dan menyusui. Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang telah ditentukan oleh Allah SWT berdasarkan fungsi biologis. Seks berarti pria ataupun wanita yang pembedaannya berdasar pada jenis kelamin, sex lebih merujuk pada pembedaan antara pria dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti ini lebih sering disebut sebagai perbedaan secara biologis atau bersifat kodrati dan sudah melekat pada masing-masing individu sejak lahir Perbedaan Gender Dan Seks (Jenis Kelamin) Seks Tidak dapat di ubah
Contoh Alat kelamin
Gender Dapat di ubah
Tidak dapat di pertukarkan
Jakun pada laki-laki, payudara pada perempua
Dapat di pertukarkan
Contoh Peran dalam kegiatan seharihari Peran istri dapat digantikan suami dalam mengasuh anak, memasak dll
pg. 509
Berlaku sepanjang masa
Berlaku dimanapun berada
Merupakan kodrat Tuhan
Ciptaan Tuhan
Status sebagai lakilaki dan perempuan tidak pernah berubah sampai kita mati Dirumah, di kampus ataupun di mana sorang laki-laki tetap lakilaki dan perempuan tetap perempuan Ciri utama laki-laki berbeda dengan perempuan Perempuan bisa haid, hamil, melahirkan dan menyusui sedangkan laki-laki tidak bisa
Tergantung kepada kebudayaan
Sikap dan perilaku keluarga lebih mengutamakan laki – laki daripada perempuan selalu
Tergantung pada budaya setempat
Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan terhadap perempuan di banding lakilaki karena budaya setempat
Bukan merupakan kodrat Tuhan
Sifat atau mentalitas antara lelaki dengan perempuan bisa sama Laki-laki dan perempuan berhak menjadi calon ketua RT, RW, kepala desa bahkan presiden
Buatan Manusia
Budaya yang Mempengaruhi Gender Sebagian besar masyarakat menganut kepercayaan yang salah tentang arti menjadi seorang wanita, dengan
akibat
yang
membahayakan
kesehatan
wanita.
Setiap
masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir, berperasaan dan bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alasan mereka dilahirkan sebagai wanita/pria. Contohnya
wanita
diharapkan
untuk
menyiapkan
masakan,
merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan kesejahteraan bagi keluarga serta melindungi keluarga dari ancaman. pg. 510
Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin, adalah hasil rekayasa masyarakat. Masyarakat menghubungkan jenis kelamin seseorang dengan perilaku tertentu yang seharusnya dilakukan biasanya disebut dengan area ” kegiatan wanita” dan ”kegiatan lakilaki”. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh masyarakat tersebut. Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat, tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya: di dalam suatu masyarakat, wanita dari suku tertentu biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang. Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya. Sejak anak berusia muda, orang tua telah memberlakukan anak perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka sadari. Diskriminasi Gender Pada hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan
membudaya
yang
berdampak
pada
terciptanya
perlakuan
diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin sehingga muncul istilah gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status tadi baik secara sosial ataupun budaya. Diskriminasi: adalah pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang
pg. 511
diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakatmanusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Inti dari diskriminasi adalah perlakuan berbeda. Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah ketidakadilan (diskriminasi) gender, yaitu : 1. Marginalisasi
(Peminggiran)
(peminggiran/pemiskinan)
yang
Proses
marginalisasi
mengakibatkan
kemiskinan,
banyak terjadi dalam masyarakat. Marginalisasi perempuan sebagai salah satu bentuk ketidakadilan gender. Sebagai contoh, banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan berbagai
jenis
petani
laki-laki.
kegiatan
Perempuan
pertanian
dan
dipinggirkan
industri
yang
dari lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki lakilaki.Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki. Beberapa contoh marginalisasi yaitu pemupukan dan pengendalian hama dengan teknologi baru laki-laki yang mengerjakan, pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin diasumsikan hanya laki-laki yang dapat mengerjakan, menggantikan tangan perempuan dengan alat panen ani-ani, usaha konveksi, pembantu rumah tangga menyerap lebih banyak perempuan dari pada laki-laki. 2. Subordinasi (Penomorduaan) Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki- laki. Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang
pg. 512
meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum lakilaki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan pergi tidak perlu izin dari isteri. 3. Pandangan Stereotype (Citra Baku) Stereotipe dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak
dapat
menahan
diri.
Standar
nilai
terhadap
perilaku
perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan lakilaki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara
label
laki-laki
sebagai
pencari
nakah
utama,
(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap
sebagai
sambilan
atau
tambahan
dan
cenderung tidak diperhitungkan.
pg. 513
4. Kekerasan (Violence) Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence, artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan. 5. Beban Ganda (Double Dourden) Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus mengerjakan pekerjaan
rumah
tangga.
Dalam
proses
pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedaan perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu sisi.
pg. 514
Materi
Pokok
2.
Pengertian
PPAM,
komponen
dan
waktu
pelaksanaan PPAM, Logistik PPAM a. Pengertian PPAM PPAM kesehatan reproduksi diterapkan pada semua jenis bencana, baik bencana alam maupun non alam. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan reproduksi disesuaikan dengan hasil penilaian kebutuhan awal yang dilakukan oleh petugas kesehatan di lapangan. Jika PPAM kesehatan reproduksi tidak dilaksanakan, akan memiliki konsekuensi: 1) Meningkatnya kematian maternal neonatal, 2) Meningkatnya risiko kasus kekerasan seksual dan komplikasi lanjutan, 3) Meningkatnya penularan IMS, 4) Terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, 5) Terjadinya penyebaran HIV AIDS. Penjelasan Tentang PPAM Kesehatan Reproduksi Paket Kegiatan, koordinasi, perencanaan dan logistic Paket tidak berarti sebuah kotak yang dapat dibuka seseorang, tetapi mengacu pada strategi yang mencakupkan koordinasi/perencanaan, supplies dan kegiatan-kegiatan kesehatan seksual dan reproduksi. Pelayanan Pelayanan kesehatan reproduksi yang diberikan kepada penduduk terdampak Awal Dilaksanakan sesegera mungkin dengan melihat hasil penilaian kebutuhan awal Minimum Dasar, terbatas
Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan PPAM adalah serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang harus segera dilaksanakan pada tanggap darurat krisis kesehatan untuk menyelamatkan jiwa khususnya pada kelompok rentan. PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan pada saat fasilitas pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi sulit dijangkau oleh masyarakat terdampak.
pg. 515
Komponen dan waktu pelaksanaan PPAM PPAM dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan kesehatan reproduksi yang terdampak bencana seperti ibu hamil, bersalin, pascapersalinan, bayi baru lahir, remaja dan WUS. Komponen PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan segera setelah mendapatkan hasil penilaian dari tim kaji cepat di lapangan (tim RHA). PPAM terdiri dari 5 komponen sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi
2.
Mencegah dan menangani kekerasan seksual
3.
Mencegah penularan HIV
4.
Mencegah meningkatkanya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
5.
Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil pascakrisis kesehatan
Selain komponen di atas, terdapat prioritas tambahan dari komponen PPAM, yang harus disediakan adalah: 1.
Memastikan suplai yang memadai untuk kelanjutan penggunaan kontrasepsi dalam keluarga berencana (KB)
2.
Melaksanakan kesehatan reproduksi remaja di semua komponen PPAM
3.
Mendistribusikan kit individu
pg. 516
Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan PPAM KOMPONEN PPAM KEGIATAN Komponen 1: a. Menunjuk Mengidentifikasi (mengaktifkan) seorang koordinator sub koordinator untuk klaster Kesehatan mengkoordinir Lintas Reproduksi/ P/S lembaga lokal dan PPAM internasional dalam pelaksanaan PPAM Kespro. b. Melakukan pertemuan koordinasi untuk mendukung dan menetapkan penanggung jawab pelaksana di setiap komponen. c. Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi, ketersediaan sumber daya serta logistik pada pertemuan koordinasi. d. Memastikan ketersediaan dan pendistribusian RH Kit. Komponen 2: Mencegah dan menangani kekerasan seksual
a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak terutama pada perempuan dan anakanak. b. Menyediakan pelayanan medis bagi korban termasuk pemberian profilaksis pasca pajanan dan kontrasepsi darurat (dalam 72 jam) dan dukungan psikologis awal (PFA) bagi
WAKTU RESPON a. 1 x 24 jam b. 1 x 24 jam c. 2 x 24 jam d. 1 x 24 jam
a. 1x 24 jam setelah bencana (khusus nya pada bencana akibat konflik sosial) b. Pelayanan tersedia 24 jam pertama setelah bencana, dan pg. 517
penyintas perkosaan. c. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya pelayanan medis, dukungan psikologis awal, rujukan perlindungan dan bantuan hukum d. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. KOMPONEN PPAM Komponen 3: Mencegah penularan HIV
KEGIATAN
WAKTU RESPON
a. Memastikan tersedianya transfusi darah yang aman b. Memfasilitasi dan menekankan penerapan kewaspadaan standar c. Pemberian profilaksis pasca pajanan
a. 1x 24 jam pasca bencana b. 1x 24 jam pasca bencana c. Poin c dan d dilaksanaka n dalam 1 x 24 jam pasca bencana d. 72 jam, berkoordinasi dengan tim logistik mengenai ketersediaan alat kontrasepsi
d. Ketersediaan obat ARV e. Memastikan ketersediaan kondom Komponen 4: Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal
pemberian profilaksis diberikan dalam 72 jam pasca perkosaan c. 48 jam d. 72 jam
a. Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat seperti pos kesehatan, di lokasi pengungsian atau di tempat lain yang sesuai
Semua langkahlangkah pada komponen 4 dilakukan pada 24 jam setelah bencana
pg. 518
b. Memastikan tersedianya pelayanan (tenaga yang kompeten dan alat serta bahan yang sesuai standar) persalinan normal dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (PONED dan PONEK) di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan c. Membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan puskesmas ke rumah sakit d. Memastikan tersedianya perlengkapan persalinan (kit ibu hamil, kit pasca persalinan, kit dukungan persalinan) yang diberikan pada ibu hamil yang akan melahirkan dalam waktu dekat e. Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan persalinan dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal pg. 519
f. Ketersediaan alat kontrasepsi yang mencukupi
KOMPONEN PPAM Komponen 5: Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil
Komponen tambahan: 1. Memastikan ketersediaan untuk keberlanjutan penggunaan kontrasepsi dalam
KEGIATAN a. Mengidentifikasi kebutuhan peralatan dan suplai kesehatan reproduksi berdasarkan estimasi sasaran b. Mengumpulkan data riil sasaran dan data cakupan pelayanan c. Mengidentifikasi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif d. Menilai kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif dan merencanakan pelatihan.
Memastikan ketersediaan alat kontrasepsi untuk menjamin keberlangsungan penggunaan alat
WAKTU RESPON Peralihan masa tanggap darurat ke masa pemulihan
72 jam pasca bencana Sesegera mungkin, sesuai dengan waktu pelaksanaan komponen PPAM di atas. pg. 520
keluarga berencana (KB) 2. Kesehatan reproduksi remaja di semua komponen PPAM 3. Distribusi kit individu
kontrasepsi bagi para akseptor KB. Memastikan tersedianya layanan PPAM kesehatan reproduksi remaja (lihat bab prioritas tambahan) Memastikan kit individu (kit ibu hamil, kit ibu paska melahirkan, kit bayi baru lahir dan kit higiene) terdistribusi dengan baik dan sesuai sasaran yang ada.
Sesegera mungkin,dengan menyesuaikan kebutuhan dari hasil kaji cepat tim lapangan
Logistik PPAM Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang optimal diperlukan ketersediaan paket dan perlengkapan PPAM. Ada 3 (tiga) jenis paket (kit) yaitu: kit individu, kit persalinan di lapangan, kit kesehatan reproduksi serta alat dan sarana penunjang. Semua kebutuhan logistik ini harus disiapkan pada tahap prakrisis kesehatan sebagai bagian dari kegiatan kesiapsiagaan bencana. Penyediaan dan pendistribusian logistik dapat dilakukan secara mandiri oleh pemerintah maupun pihak lainnya. Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis paket dan logistik PPAM: a. Kit individu 1)
Berisi barang kebutuhan pribadi sesuai sasaran kesehatan reproduksi.
2)
Dikemas dalam kantong/tas dengan warna tertentu yaitu: ibu hamil (kit warna hijau), ibu pasca melahirkan/ pasca persalinan (kit warna oranye), bayi baru lahir (kit warna merah) dan kit hiegiene untuk WUS (kit warna biru) .
3)
Kit diberikan sesegera mungkin pada awal terjadi krisis
pg. 521
kesehatan sesuai kebutuhan dari hasil
kaji
cepat
tim
lapangan b. Kit persalinan di lapangan 1)
Merupakan paket alat, obat dan bahan habis pakai untuk pertolongan persalinan. Perlu dipastikan alat dan obat lengkap serta periksa tanggal kadaluarsa dari obat-obatan tersebut.
2)
Kit di distribusikan kepada bidan yang bertugas di daerah terdampak/di
lokasi
pengungsian.
Pastikan
tersedia
transportasi dan akses menuju lokasi terdampak. 3)
Kit diberikan apabila tidak tersedia peralatan pertolongan persalinan/alat-alat kebidanan mengalami kerusakan atau hilang saat terjadi bencana.
c. Kit kesehatan reproduksi 1)
Kit ini hanya dipakai pada bencana besar dimana banyak infrastuktur kesehatan yang rusak, tidak berfungsi dan tidak mampu melakukan
pelayanan kesehatan
seperti biasanya.
Merupakan paket peralatan, obat dan bahan habis pakai yang sudah dikemas dan diberi nomor dan warna sesuai dengan jenis tindakan medis yang akan dilakukan, untuk memudahkan pemberian pelayanan. Ada 12 jenis kit kesehatan reproduksi. 2)
Kit berisi alat kesehatan dan bahan habis pakai yang biasa digunakan di puskesmas maupun rumah sakit. Kit kesehatan reproduksi terdiri dari 3 (tiga) blok, masing masing blok ditujukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang berbeda.
3)
Kit dirancang untuk penggunaan jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk jumlah penduduk tertentu.
4)
Kit kesehatan reproduksi diadaptasi dari standar internasional yang disesuai dengan kebijakan dan standar pelayanan kesehatan reproduksi di Indonesia. Daftar peralatan dan obat-obatan di
pg. 522
dalam kit kesehatan reproduksi terdapat dalam Buku Pedoman Dukungan Logistik PPAM Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan. 5)
Kebutuhan kit tergantung pada banyaknya pengungsi, jenis pelayanan yang akan diberikan serta perkiraan lamanya waktu mengungsi.
Penyesuaian Kit Kesehatan Reproduksi dengan Kondisi di Indonesia Kit Kesehatan Reproduksi Internasional Kit 0
Kit administrasi
Kit 1
Kit kondom
Kit 2
Kit persalinan bersih individu (bagian A & B) Blok Kit 3 Kit perawatan korban 1 perkosaan Kit 4 Kit kontrasepsi oral dan suntik Kit 5 Kit pengobatan penyakit menular seksual Kit 6 Kit pertolongan persalinan di klinik Blok Kit 7 Kit Alat Kontrasepsi 2 Dalam Rahim (AKDR/IUD)
Kit Kesehatan Reproduksi yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia Kit 0 Kit administrasi Kit 1
Kit kondom
-*
Di Indonesia kit no 2 tidak diadaptasi
Blok Kit 3 1
Kit perawatan korban perkosaan Kit 4 Kit kontrasepsi oral dan suntik Kit 5 Kit pengobatan penyakit menular seksual Kit 6 Kit pertolongan persalinan di klinik Blok Kit 7 Kit Alat Kontrasepsi 2 Dalam Rahim (AKDR/IUD) dan pencabutan implant Kit 8 Kit penanganan Kit 8 Kit penanganan keguguran dan keguguran dan komplikasi komplikasi Kit 9 Kit jahitan robekan Kit 9 Kit jahitan robekan leher rahim dan leher rahim dan vagina dan vagina dan pemeriksaan vagina pemeriksaan vagina Kit 10 Kit persalinan dengan Kit 10 Kit peralinan dengan ekstraksi vacuum ekstraksi vacuum Kit 11 Kit tingkat rujukan Kit 11 Kit tingkat rujukan Blok untuk kesehatan Blok untuk kesehatan 3 reproduksi 3 reproduksi Kit 12 Kit transfusi darah
Kit 12 Kit transfusi darah
pg. 523
d. Alat dan Sarana Penunjang lainnya 1) Tenda Kesehatan Reproduksi Apabila
tidak
tersedia
ruangan/tenda
untuk
pelayanan
kesehatan reproduksi di posko kesehatan, maka tenda kesehatan reproduksi harus disediakan. Ukuran minimal tenda kesehatan reproduksi di lapangan 4 x 6 meter. Tenda ini dimanfaatkan untuk melaksanakan pemeriksaan KIA/ANC, persalinan dan juga konseling tentang kesehatan reproduksi serta menyusui. Tenda kesehatan reproduksi harus bersifat privasi. 2) Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Dalam situasi krisis kesehatan, pengungsi perlu diberi informasi tentang pelayanan kesehatan reproduksi yang tersedia di lokasi pengungsian, seperti informasi tempat, jenis, dan jadwal pelayanan kesehatan reproduksi, pendistribusian bantuan dan topik penyuluhan kesehatan reproduksi. Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan reproduksi dapat berupa poster, spanduk, mobil penerangan, radio, dan media lainnya yang bermanfaat bagi pengungsi, seperti kipas kertas dan baju kaos. Tidak dianjurkan
memberikan media KIE dalam bentuk
leaflet/brosur/flyer karena akan menimbulkan limbah di tempat pengungsian. 3) Peralatan penunjang lain Peralatan
penunjang
ini
digunakan
untuk
mendukung
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi di situasi krisis kesehatan seperti generator, obsgyn bed, tempat pembuangan limbah, dll. 4) Alat bantu perlindungan diri Pada situasi krisis kesehatan dan bencana dimana keadaan menjadi tidak stabil, tindak kejahatan seksual dapat terjadi bahkan meningkat terutama pada populasi rentan, yaitu perempuan dan anak. Upaya pencegahan dan kewaspadaan diri
pg. 524
perlu ditingkatkan, misalnya dengan memberikan peralatan sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan dan anak untuk pencegahan kekerasan seksual seperti senter (untuk membantu penerangan), peluit (sebagai alarm tanda bahaya), dan lain- lain.l Materi Pokok 3. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan Psikososial Pada situasi bencana dimana keadaan tidak stabil, potensi terjadinya kekerasan seksual dapat meningkat terutama saat situasi mulai mengarah pada terjadinya konflik sosial. Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual menjadi salah satu prioritas dalam PPAM untuk meyakinkan tanggap darurat yang mengatasi kerentanan perempuan sejak awal krisis dan upaya perlindungan yang memadai bilamana kekerasan terjadi. Kekerasan seksual mempunyai dampak fisik dan psikologis jangka panjang dan dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan baik. a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual Kekerasan Berbasis Gender (selanjutnya akan disebut KBG) adalah “sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai macam bentuk tindakan kekerasan yang membahayakan atau mengakibatkan
penderitaan
pada
seseorang,
yang
dilakukan
berdasarkan perbedaan sosial termasuk gender laki-laki dan perempuan, yang dapat mengakibatkan penderitaan secara sik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk berupa ancaman, paksaan dan berbagai bentuk lainnya yang merampas kebebasan seseorang, baik di ruang publik/ umum maupun dalam lingkungan kehidupan pribadi” (IASC, 2015). Akar masalah dari KBG adalah adanya norma, pemikiran, sikap dan struktur yang menciptakan ketidaksetaraan gender, diskriminasi, relasi kuasa yang timpang dan tidak adanya penghargaan pada hak asasi manusia.
pg. 525
Menurut IASC (Inter Agency Standing Committe) kekerasan seksual
adalah:
Termasuk
perkosaan/percobaan
perkosaan,
kekerasan dan eksploitasi seksual, adalah “semua tindakan seksual, percobaan
tindakan
seksual,
komentar
seksual
yang
tidak
diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada lingkungan rumah dan pekerjaan”. Bisa dalam berbagai bentuk termasuk perkosaan, perbudakan seks dan atau perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi paksa. Beberapa UU mengenai pengertian kekerasan seksual Indonesia memiliki penjelasan pengertian kekerasan seksual dalam beberapa UU, namun belum ada UU yang menjelaskan secara komprehensif mengenai pengertian kekerasan seksual yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Berikut ini beberapa UU yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang kekerasan seskual diantaranya: UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis,
dan/atau
penelantaran
rumah
tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
pg. 526
Kekerasan Seksual menurut UU PKDRT 23/2004, pasal 8 meliputi: 1) Pemaksaan hubungan seksual yang yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; atau 2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Berdasarkan UU PKDRT 23/2004 pasal 46-48 dan KUHP Pasal 285-286, kekerasan seksual yang dapat diancam dengan sanksi hukum terdiri dari: 1) Setiap perbuatan kekerasan seksual 2) Pemaksaan orang yang menetap dalam rumah tangga untuk melakukan hubungan seksual. 3) Perbuatan seksual yang mengakibatkan korban. 4) Pemaksaan terhadap
dengan
seorang
kekerasan
perempuan
atau untuk
ancaman
kekerasan
bersetubuh
di
luar
perkawinan 5) Persetubuhan di luar perkawinan dengan perempuan yang sedang pingsan atau tidak berdaya. Kekerasan seksual menurut UU Perlindungan Anak No. 35/2014 Pasal 76 D-E meliputi: 1) Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 2) Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan,
atau
membujuk
Anak
untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
pg. 527
Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual 1)
Perkosaan/percobaan perkosaan adalah hubungan seksual yang tidak disetujui bersama. Hal ini termasuk penyerangan terhadap bagian tubuh manapun dengan menggunakan alat kelamin dan/atau penyerangan terhadap alat kelamin atau lubang dubur dengan benda apapun atau bagian tubuh
apapun.
Perkosaan
dan
percobaan
perkosaan
mengandung unsur kekuasaan, ancaman, dan/atau paksaan. Penetrasi dalam bentuk apapun adalah perkosaan. Upaya untuk memperkosa seseorang tetapi tanpa penetrasi adalah percobaan perkosaan. Perkosaan/percobaan perkosaan termasuk: •
Perkosaan terhadap perempuan dewasa
•
Perkosaan terhadap anak-anak (perempuan atau laki-laki), termasuk juga hubungan sedarah (incest)
2)
•
Perkosaan yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku
•
Perkosaan dalam pernikahan, antara suami dan istri
•
Perkosaan terhadap laki-laki, atau dikenal sebagai sodomi
Penganiayaan seksual adalah bentuk nyata atau ancaman fisik secara seksual, baik dengan menggunakan kekerasan atau dibawah ketidaksetaraan atau kondisi pemaksaan.
3)
Eksploitasi seksual adalah bentuk nyata atau percobaan penganiayaan yang mengandung unsur kerentanan, perbedaan kekuasaan, atau kepercayaan, untuk tujuantujuan seksual, termasuk untuk, tetapi tidak terbatas untuk keuntungan finansial, secara sosial atau politik dengan mengeksploitasi seseorang secara seksual.
4)
Kekerasan seksual Tindakan seksual apapun, percobaan untuk melakukan kegiatan seksual, kata-kata atau cumbuan seksual yang tidak diinginkan, atau
perdagangan
seksualitas
seseorang,
menggunakan pg. 528
paksaan, ancaman atau paksaan fisik, oleh siapapun apapun hubungannya dengan si korban, di mana pun, termasuk tetapi tidak hanya dirumah atau di tempat kerja”. Kekerasan seksual terjadi dalam banyak bentuk, termasuk perkosaan, perbudakan seks, dan/atau perdagangan, kehamilan yang dipaksakan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan/atau penganiayaan, dan pengguguran kandungan yang dipaksakan. 5) Kekerasan fisik mengacu pada tindakan yang menyakiti tubuh. 6) Kekerasan psikologis mengacu pada tindakan atau peniadaan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan penderitaan mental atau emosional, seperti – namun tidak terbatas pada intimidasi,
pelecehan,
properti/barang,
penguntitan,
dipermalukan,
kekerasan
pengerusakan verbal,
dan
perselingkuhan. Menyaksikan kekerasan terhadap anggota keluarga, pornografi, menyaksikan penyiksaan hewan, atau melarang mengunjungi anak juga merupakan bentuk dari kekerasan psikologis. 7) Penelantaran ekonomi merujuk pada perilaku yang membuat perempuan bergantung secara finansial, misalnya dengan cara: •
Menarik dukungan finansial atau melarang korban bekerja
•
Diambil atau diancam untuk diambil sumber penghasilannya dan hak untuk menikmati harta bersama
•
Mengontrol uang dan kepemilikan korban
8) “Praktik-praktik berbahaya” adalah bentuk dari ketidaksetaraan gender dan norma sosial, budaya, dan agama yang diskriminatif, serta tradisi, yang berhubungan dengan posisi perempuan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat dan untuk mengendalikan kebebasan perempuan, termasuk seksualitasnya. 9) Bentuk KBG lainnya, kategori ini dipakai jika tidak memenuhi kriteria di atas. Namun KDRT, kekerasan pada anak, tindak pidana perdagangan orang, perbudakan seksual dan eksploitasi tidak termasuk didalam kategori ini.
pg. 529
Dampak Kekerasan Seksual KBG memiliki dampak yang sangat signifikan pada korbannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang berupa dampak pada aspek fisik, psikologis, dan sosial seseorang. Dampak ini tidak terjadi secara tunggal dan terpisah akan tetapi saling berkaitan yang dapat menambah peliknya masalah yang dialami korban dan keluarganya. Misalnya dampak fisik akan juga berakibat pada penderitaan psikologis korban. Secara umum dampak KBG yang dialami oleh korban/penyintas adalah: DAMPAK FISIK Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang § Luka-luka fisik dari yang ringan hingga berat, sampai dengan kehilangan anggota tubuh bahkan kematian. § Kehamilan yang tidak diinginkan, tertular penyakit menular seksual, mengalami risiko lebih besar untuk tertular HIV/AIDS, serta rusaknya organ reproduksi. § Pemaksaan fisik memang seringkali digunakan dalam perkosaan akan tetapi tidak selalu demikian, sehingga korban tidak selalu mengalami luka-luka pada tubuh, apalagi bila pelaku sudah paham strategi agar korban tidak sampai terluka secara fisik.
§ Kehamilan yang tidak diinginkan dan umumnya berakhir dengan aborsi yang tidak aman, § Melanjutkan kehamilan yang tidak diinginkan dengan keluhan fisik yang lebih meningkat karena secara psikologis menolak kehamilan tersebut § Kondisi kesehatan yang menurun akibat luka permanen atau tekanan psikis yang ditimbulkan karena kejadian kekerasan seksual, cacat tubuh, penyakit infeksi seksual kronis, mengidap HIV/ AIDS, tidak dapat memiliki keturunan, kematian. § Pendarahan atau infeksi pada vagina, pertumbuhan jaringan yang tidak normal pada vagina, menurunnya hasrat seksual, sakit pada panggul yang kronis, infeksi saluran kencing kronis serta peradangan pada vagina.
Sumber:
DAMPAK PSIKOLOGIS/MENTAL Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang § Mengalami kebingungan; rasa tidak percaya; hampa; marah; sedih; tidak berdaya; malu; menjadi agresif; menyalahkan diri sendiri; § Menyesali keadaan dalam arti memiliki pikiranpikira “seandainya aku….”, dll; § Mempertanyakan atau menyalahkan Tuhan; § Menghindari tempat kejadian atau tempat yang serupa dengan tempat kejadian;
§ Dampak jangka pendek masih bisa terus dialami; § Alami gangguan psikologis lebih berat, misalnya: depresi, gangguan identitas terpecah (split personality) § Bunuh diri atau keinginan untuk bunuh diri; § Mengalami gangguan stres pasca trauma § Mengalami gangguan makan; gangguan tidur;
pg. 530
§ Rasa takut atau muak pada pelaku atau orang yang menyerupai pelaku; § Mengalami mimpi buruk; sulit tidur § Menarik diri; sulit berkonsentrasi; kehilangan nafsu makan; § Merasa diri kotor atau tidak berharga; kehilangan kepercayaan diri; merasa jijik pada diri sendiri; merasa jijik pada segala sesuatu yang mengingatkan korban pada pelaku atau kejadian; § Memiliki pikiran yang berulangulang tentang kejadian; § Tidak ingat dengan hal-hal detil; kehilangan orientasi diri, waktu dan tempat.
§ Memiliki masalah personal dengan lawan jenis; hasrat seksual menurun; menjadi tidak tertarik pada lawan jenis; § Perilaku seks berisiko yang tertampil dalam bentuk berganti-ganti pasangan; § Ketergantungan pada rokok atau NAPZA; § Perilaku yang melanggar aturan dan hukum seperti mencuri atau membolos; § Skeptis pada sistem hukum dan nilai-nilai kehidupan;
DAMPAK SOSIAL, BUDAYA dan EKONOMI Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang § Dipersalahkan atas kejadian yang menimpa dirinya; § Dipertanyakan moralitas dan kesucian dirinya; § Dipertanyakan niat dan motivasinya; § Diadili oleh masyarakat; Dinikahkan dengan pelaku atau dengan siapa saja atas keputusan keluarga karena dianggap sudah ‘rusak’; § Diceraikan sepihak atau ditinggalkan oleh pasangan; dihukum oleh pasangan, § Dikucilkan oleh keluarga, lingkungan, teman kerja;
Dampak
yang
muncul
§ Dampak jangka pendek masih bisa terus terjadi; § Mendapatkan stigma negatif yang terus melekat; § Masa depan suram karena putus sekolah atau kehilangan pekerjaan; § Ketergantungan ekonomi; pengangguran; § Kembali menjadi korban karena sistem hukum dan adat, penegak hukum, konselor, pemuka agama, petugas kesehatan, pemuka adat dan komunitas, dll;
pada
setiap
penyintas
kekerasan
bervariasi tergantung pada karakteristik kejadian traumatis tersebut dan penghayatan korban sendiri yang tergantung pada kepribadian, usia, gender, latar belakang korban (pola asuh, pengalaman traumatis sebelumnya, tingkat sosial ekonomi, budaya), serta ada tidaknya dukungan dari keluarga atau sosial. Karena adanya dampak-dampak
yang
khas
ini,
maka
proses
pemulihan,
pg. 531
penyelidikan, dan proses pengadilan harus mempertimbangkan reaksi-reaksi tersebut. Penyintas laki-laki, baik dewasa, remaja, maupun anak-anak, mungkin akan mengalami hambatan yang lebih besar untuk melaporkan kejadian kekerasan yang dialami karena norma sosial dalam budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai makhluk yang kuat dan tangguh. Melaporkan kejadian kekerasan, terutama kekerasan seksual, yang dialami akan dianggap aib karena dianggap tidak cukup tangguh melawan pelaku dan kurang dipercaya oleh petugas karena adanya anggapan sosial tadi. Hal ini akan semakin membuat penyintas menjadi lebih sulit untuk mendapatkan pemulihan yang tepat. b. Dukungan Psikososial Pendekatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psikologi dan sosial. Kata psikologi mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain, lingkungan, termasuk tatanan sosial, norma, nilai aturan, sistem ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Pendekatan
psikososial
diartikan
sebagai
hubungan
yang
dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana tingkah laku, pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain atau pengalaman sosial. Dukungan psikososial adalah bantuan yang diberikan untuk memfasilitasi kemampuan untuk bangkit kembali (resiliensi) atau tangguh yang ada dalam diri sesorang, baik bida, klien/pasien atau penyintas bencana atau kekerasan, keluarga, dan komunitas sehingga individu, keluarga, dan komunitas tersebut bisa bangkit
pg. 532
kembali dari dampak bencana, pandemi, atau masalah yang dialaminya, dapat menghadapinya saat ini maupun di masa mendatang (Kerangka Kerja Psikososial dari Federasi Internasional, 2005-2007). Dukungan psikososial melibatkan 3 domain utama sumber daya dalam komunitas, yaitu: human capital, social capital dan cultural capital. Human capital menjelaskan sumber daya seperti kesehatan dan
kesejahteraan
fisik
dan
psikologis,
keterampilan
dan
pengetahuan yang dimiliki, termasuk didalamnya mata pencaharian anggota komunitas. Sedangkan social capital menggambarkan sumber daya suatu komunitas yang berupa relasi sosial di dalam keluarga, kelompok sebaya, institusi agama dan budaya, akses terhadap layanan publik yang disediakan pemerintah, dll. Sumber daya yang tidak kalah pentingnya adalah cultural capital: nilai, norma, belief/keyakinan dan tradisi yang hidup dan dihayati di dalam komunitas. Ketiga domain ini saling berhubungan satu sama lain, misal: kondisi psikologis yang baik akan mendukung efektifnya jaringan sosial dan pada akhirnya berkontribusi terhadap tetap langgengnya nilai kekeluargaan/gotong-royong yang dianggap penting dalam suatu komunitas tertentu. Materi Pokok 4. Tugas dan peran bidan
dalam memberikan
dukungan psikososial bagi klien/pasien Undang-Undang No 4 Tahun 2019 menyebutkan bahwa bidan memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan Reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan
tugas
dan
wewenangnya.
Selain
memberikan
asuhan
pg. 533
kebidanan,
bidan
memberikan
juga
merupakan
dukungan
garda
kesejahteraan
terdepan emosional
yang
dapat
bagi
para
klien/pasiennya, begitu juga situasi bencana seperti pandemi ini, sebagian orang mengalami berbagai tekanan yang disebabkan oleh penurunan pendapatan ekonomi dan mobilitas, maupun ketegangan dalam keluarga, yang dapat berdampak pada kesehatan fisik, termasuk kesehatan reproduksi dan mental seseorang. Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosiokultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani
yang
utuh
dan
Dalam
implementasinya:
tidak “Praktik
ada
individu
kebidanan
yang
sama”.
dilakukan
dengan
menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksi”. Profesi bidan berperan dalam memberikan asuhan yang aman, bersifat holistik, dan berpusat
pada
individu
di
segala
batasan
usia
dan
berbagai setting kehidupan. Pendekatan
holistik
merupakan
pendekatan
yang
paling
komprehensif dalam pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam pendekatan ini, seorang individu merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik, mental, emosional, sosio kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya memiliki hubungan dan ketergantungan satu sama lain. Untuk mempertahankan seorang individu sebagai satu kesatuan, pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan disamping pemenuhan terhadap kebutuhan lain. Asuhan kebidanan yang dilakukan secara holistik pada masa kehamilan berdampak positif pada hasil persalinan. Pengabaian
pg. 534
terhadap aspek spiritual dapat menyebabkan klien/pasien akan mengalami tekanan secara spiritual. Dalam melakukan asuhan kebidanan yang holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual klien/pasien dilakukan
dengan
pemberian spiritual
care. Aspek
penghormatan,
menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh kasih sayang merupakan bagian dari asuhan ini. Donia Baldacchino (2015) dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health Care Professionals menyebutkan bahwa dalam memberikan spiritual care, tenaga kesehatan (bidan) berperan dalam upaya mengenali dan memenuhi kebutuhan spiritual klien/pasien dengan memperhatikan aspek penghormatan pada klien/pasien. Bidan juga berperan memfasilitasi klien/pasien dalam membangun komunikasi, memberikan perhatian, dukungan, menunjukkan empati, serta membantu klien/pasien untuk menemukan makna dan tujuan dari hidup, termasuk berkaitan dengan kondisi yang sedang mereka hadapi. Spiritual care dapat membantu klien/pasien untuk dapat bersyukur dalam kehidupan mereka, mendapatkan ketenangan dalam diri, dan menemukan strategi dalam menghadapi rasa sakit maupun ketidaknyamanan yang dialami, baik dalam masa kehamilan, maupun persalinan. Selain itu, hal ini juga akan membantu klien/pasien dalam memperbaiki konsep diri bahwa kondisi sakit ataupun tidak nyaman yang dialami juga bentuk lain dari cinta yang diberikan oleh Tuhan. Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa transformatif dalam kehidupan seorang wanita. Pemberian asuhan kebidanan dengan tidak mengabaikan aspek spiritual merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan klien/pasien. Ibu dan bayi yang sehat, fase tumbuh kembang anak yang sehat, serta menjadi manusia yang berhasil dan
berkontribusi
positif
bagi
masyarakat
merupakan
harapan
bersama. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berperan dalam kesehatan ibu dan anak diharapkan agar dapat memberikan asuhan
pg. 535
dengan pemahaman holistik terhadap wanita. Mengutip dari Fatma Sylvana Dewi Harahap (2018) "merekonstruksi bangunan keseimbangan kesehatan dengan sinergitas fisik, psikis, dan spiritualitas perlu dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan kebidanan". a. Pendekatan Dukungan Psikososial Memberikan Dukungan Psikososial kepada Klien/pasien 1) Komunikasi yang Berempati Cara Anda membawa diri dalam interaksi sehari-hari (nada bicara, postur, cara memperkenalkan diri, dan sebagainya) dapat mempengaruhi cara orang melihat Anda (apakah orang tersebut mempercayai atau menyukai Anda), menanggapi Anda (apakah orang mengikuti nasihat Anda, menjadi agresif, tenang, terbuka pada Anda), dan proses pemulihan (jika seseorang merasa lebih didukung, kesembuhan fisik dan emosionalnya akan semakin baik). Tabel. Tindakan yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan oleh Bidan dalam Memberikan Dukungan kepada Klien/pasien Boleh Dilakukan Posisi tubuh terbuka menghadap klien/pasien dan tidak kaku, terutama bila memberikan layanan luring. Melihat lawan bicara.
Mempertahankan kontak mata yang sesuai agar klien/pasien merasa nyaman dan didengarkan. Memperkenalkan diri dengan jelas; sebutkan nama dan peran/jabatan Anda. Menggunakan nada bicara yang tenang dan lembut dengan suara yang cukup jelas, terutama bila memberikan layanan daring. Jika klien/pasien tidak dapat melihat wajah Anda karena Anda menggunakan masker, upayakan menempelkan foto diri pada tanda pengenal.
Tidak Boleh Dilakukan Menyilangkan tangan Anda di dada ataupun berkacak pinggang. Membelakangi, menghindari kontak mata, atau terlalu terfokus pada gawai Anda. Menatap mata klien/pasien dengan cara yang membuatnya menjadi tidak nyaman atau merasa dinilai. Berasumsi bahwa lawan bicara sudah mengetahui siapa Anda. Menggunakan nada bicara yang tinggi, terburu-buru, terlalu cepat, terdengar menghela napas dan tidak sabar. Berasumsi klien/pasien mengetahui wajah Anda, padahal Anda menggunakan masker. Juga berasumsi bahwa lawan bicara pg. 536
Pastikan klien/pasien merasa nyaman untuk berbicara dengan Anda dengan memperhatikan bahasa tubuhnya atau mengajukan pertanyaan untuk membantunya merasa nyaman, seperti memberikan pilihan-pilihan. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti klien/pasien dan sesuai dengan usia klien/pasien. Bila klien/pasien tidak menggunakan bahasa yang Anda gunakan, dampingi dengan penerjemah. Lakukan konfirmasi apakah informasi yang Anda sampaikan sudah jelas atau belum.
Keterampilan
Komunikasi
dapat menangkap ekspresi wajah Anda. Berasumsi bahwa klien/pasien pasti nyaman berbicara dengan Anda.
Menggunakan jargon-jargon medis atau kebidanan dan berasumsi bahwa klien/pasien pasti memahami apa yang Anda sampaikan.
yang
Diperlukan
untuk
Memberikan Dukungan Psikososial Mendengarkan adalah bagian terpenting dalam memberikan dukungan psikososial melalui komunikasi yang suportif. Hindari menasihati, melainkan sampaikan informasi. Berikan lawan bicara
kesempatan
untuk
berbicara
tanpa
diburu-buru.
Dengarkan apa yang disampaikan oleh lawan bicara secara saksama sehingga Anda dapat memahami benar situasi dan kebutuhan mereka, membantu mereka merasa tenang, dan dapat memberikan bantuan yang tepat dan bermanfaat bagi mereka. Anda dapat belajar mendengarkan dengan cara-cara berikut. •
Berikan
perhatian
penuh
ketika
berhadapan
dengan
klien/pasien. Perlihatkan bahasa tubuh yang tunjukkan minat dan perhatian melalui kontak mata, ekspresi, cara duduk, dan lain-lain. •
Dengarkan keluhan klien/pasien dan lakukan penyimpulan dan konfirmasi atas apa yang Anda dengar dari klien/pasien.
pg. 537
Hindari memaksa klien/pasien untuk berbicara ketika ia belum siap. •
Tunjukkan sikap peduli, empati, dan hormat kepada klien/pasien. Ajukan pertanyaan dengan kepedulian untuk memahami sudut pandang klien/pasien. Gunakan kalimat yang menunjukkan Anda berempati kepada klien/pasien.
Ketika berkomunikasi jarak jauh atau daring, perhatikan hal-hal berikut: •
Jika pokok pembicaraannya sensitif, pastikan lawan bicara Anda dapat membicarakannya dengan nyaman dan dengan privasi yang cukup. Anda dapat berkata, misalnya, “Saya menelepon untuk berbicara dengan Anda mengenai keluhan kesehatan Anda. Apakah Anda dapat berbicara dengan leluasa saat ini? Jawaban Anda boleh ‘ya’ atau ‘tidak’ saja.”.
•
Jelaskan
kemungkinan
adanya
miskomunikasi
atau
kesalahpahaman pada pembicaraan secara daring agar kejadian seperti itu dapat dihindari. Anda dapat berkata, misalnya, “Kali ini berbeda karena kita berbicara lewat telepon, dan saya kurang yakin apa yang Anda maksud saat mengatakan ... Bisakah dijelaskan sekali lagi?“. •
Beri waktu untuk jeda saat lawan bicara tidak bersuara.
•
Beri komentar yang membantu menormalkan keheningan, seperti “Tidak apa-apa, silakan ambil waktu”, “Saya masih di sini saat Anda mau berbicara”, dan lain-lain.Usahakan untuk meminimalisasi
gangguan,
misalnya,
“Saya
kesulitan
mendengar Anda, apakah Anda bisa pindah ke tempat yang lebih tenang?”. Pastikan Anda berada di tempat yang tenang saat menelepon orang lain/klien/pasien sehingga privasi dan kerahasiaan terjaga. Hindari menggunakan pengeras suara sehingga orang lain dapat mendengar pembicaraan Anda, kecuali bila pg. 538
situasi
tersebut
memang
diperlukan
dan
sudah
mendapatkan persetujuan klien/pasien. •
Jika memungkinkan, dukung lawan bicara/klien/pasien untuk
melihat
dan
mendengar
Anda
saat
berbicara.
Misalnya, jika ada jendela, bicaralah kepada lawan bicara melalui telepon di luar jendela lawan bicara Anda sehingga ia dapat melihat Anda. Jika tersedia fasilitas video, Anda dapat mencoba menggunakan perangkat lunak panggilan video. Mendengarkan aktif adalah teknik yang membantu Anda mendengarkan dengan baik dan saksama.
Berkomunikasi
secara aktif terdiri dari langkah-langkah berikut: •
Mendengarkan dengan penuh perhatian -
Berusaha memahami sudut pandang dan perasaan lawan bicara/klien/pasien.
-
Membiarkan lawan bicara berbicara; tetaplah diam sampai lawan bicara selesai berbicara.
-
Menjauhkan gangguan—apakah situasi di sekitar Anda berisik? Bisakah Anda pindah ke tempat yang lebih tenang? Apakah Anda dapat menenangkan pikiran dan fokus pada lawan bicara serta hal-hal yang ia ucapkan?
-
Bersikap hangat, terbuka, dan tenang dalam membawa diri Anda
•
Mengulangi -
Ulangi pesan-pesan dan kata-kata inti lawan bicara, seperti “Anda bilang mengasuh anak-anak Anda sambil bekerja dapat terasa terlalu berat”.
-
Minta penjelasan jika ada sesuatu yang tidak Anda pahami, seperti “Saya kurang memahami apa yang baru saja Anda katakan, bisakah Anda menjelaskannya sekali lagi?”
pg. 539
•
Rangkum apa yang Anda pahami pada akhir pembicaraan -
Identifikasi dan sampaikan pokok-pokok utama yang telah
disampaikan
oleh
lawan
bicara
sehingga
ia
mengetahui bahwa Anda benar-benar mendengarkan saat ia berbicara dan yakin bahwa pemahaman Anda tepat. Misalnya, “Dari yang Anda sudah sampaikan, saya menangkap bahwa Anda khawatir terutama tentang [rangkum kekhawatiran utama yang diungkapkan], benar begitu?” -
Deskripsikan
hal-hal
menafsirkan
perasaan
yang
Anda
lawan
dengar,
bukan
Anda
tentang
bicara
situasinya. Misalnya, jangan mengatakan “Anda pasti merasa berat sekali”. Jangan hakimi lawan bicaara Anda atau situasinya. 2) Berikan Dukungan Praktis Berikan informasi yang tepat seperti informasi mengenai COVID19; bagaimana mengakses makanan dan bantuan (termasuk mengakses fasilitas pelayanan bila terkena COVID-19); bila membutuhkan
pelayanan
pengasuhan,
rumah
aman
atau
pelayanan kekerasan berbasis gender. Berikan pemenuhan kebutuhan praktis seperti makan atau minum. Hubungkan klien/pasien dengan penyedia pelayanan yang ia butuhkan dan upayakan untuk tetap memantau perkembangan klien/pasien. 3) Bantu Orang Lain Agar Dapat Membantu Dirinya Sendiri Misalnya dengan metode penyelesaian masalah berikut: •
Bantu orang mengambil waktu untuk memikirkan masalah mana yang paling mendesak.
•
Bantu
orang
dikendalikan
tersebut untuk
memilah
masalah
mengidentifikasi
dan
yang memilih
dapat satu
masalah yang dapat ia perbaiki.
pg. 540
•
Dorong orang tersebut untuk memikirkan cara-cara mengelola masalah tersebut. Berikut pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu: Apa yang pernah Anda lakukan untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini sebelumnya?Langkah apa yang telah Anda coba?Apakah ada orang yang dapat membantu Anda mengelola masalah ini, seperti teman, keluarga, atau organisasi? Apakah kenalan/teman Anda punya masalah serupa? Bagaimana cara mereka mengatasinya?
•
Bantu orang tersebut memilih cara mengelola masalah dan mencoba cara tersebut. Jika tidak berhasil, dorong ia untuk mencoba cara/solusi lain.
4) Berikan
Beberapa
Usulan
Kegiatan
yang
Dapat
Membuat
Klien/pasien Merasa Lebih Baik, misalnya: •
Membuat daftar hal-hal yang disyukuri secara mental atau ditulis di kertas
•
Mencoba meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan kegiatan yang disukai atau yang dirasa bermakna
•
Berolahraga, jalan kaki, senam atau menari
•
Melakukan kegiatan kreatif, seperti kesenian, menyanyi, kerajinan tangan atau menulis
•
Mendengarkan musik atau radio
•
Berbicara dengan teman atau anggota keluarga
•
Membaca buku atau mendengarkan buku audio
•
Mempraktikkan teknik-teknik relaksasi
a. Dukungan Psikologis Awal (DPA)/Psychological First Aid (PFA) Salah satu bentuk dukungan psikososial adalah PFA atau Dukungan Psikologis Awal. Psychological First Aid (PFA) merupakan Pertolongan
Pertama
Psikologis
dapat
didefinisikan
sebagai
kehadiran (bidan) yang penuh kepedulian dan suportif yang didesain untuk memberikan rasa aman, mengurangi rasa tertekan akut dan pg. 541
merespon
kebutuhan
segera,
memberikan
informasi
yang
dibutuhkan penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang dibutuhkan penyintas, tidak hanya untuk perawatan kesehatan mental lanjutan namun pada rujukan lainnya. PFA bukan sebuah terapi, proses formulasi diagnostik, bukan pula proses formulasi terapeutik dan intervensi. Menurut Everly dkk (2006) PFA merupakan serangkaian keterampilan yang bertujuan mengurangi dampak negatif stress dan mencegah timbulnya masalah kesehatan mental yang lebih buruk yang disebabkan oleh bencana atau situasi krisis. Menurut Vernberg dkk (2008) PFA bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari pengalaman traumatis, menguatkan fungsi adaptif penyintas dan meningkatkan proses pemulihan penyintas. PFA mudah dilaksanakan oleh tenaga professional, relawan atau orang awam yang terlatih dan dapat diberikan dalam setting klinis dan non klinis. PFA ini didesain khusus bagi personel kesehatan masyarakat, pendidik, petugas cepat tanggap darurat, serta petugas penanganan bencana yang tidak memiliki latar belakang kesehatan mental. Program ini khusus didesain tanpa prasyarat tertentu, sehingga orang di luar disiplin kesehatan mental dapat menyediakan perawatan yang segera, penuh kepedulian dan mendukung untuk bangkit dari kesulitan. Konsep PFA dapat dianalogikan seperti konsep P3K. 1) Langkah
Persiapan
Dukungan
Psikologis
Awal
(DPA)/
Psychological First Aid (PFA) •
Kenali dan pahami konteks situasi
•
Perhatikan kemampuan orang yang kita bantu
•
Empati, jujur dan tidak menjanjikan sesuatu atau membeda bedakan
pg. 542
2) Prinsip dasar Melakukan DPA/ PFA •
Look (Lihat): -
Perhatikan kondisi keamanan
-
Perhatikan orang-orang yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar mendesak
-
Perhatikan orang-orang yang menunjukkan reaksi distres yang serius
•
Listen (Dengar): -
Dekati
orang-orang
yang
mungkin
membutuhkan
bantuan -
Tanyakan mengenai kebutuhan dan kekhawatirannya
-
Dengarkan ceritanya dan bantu mereka untuk merasa tenang
-
Penuhi kebutuhan segera (makan, minum, pakaian, rasa aman)
•
Link (Hubungkan): -
Berikan informasi yang dibutuhkan penyintas dengan penjelasan yang mudah dipahami
-
Hubungkan penyintas pada layanan yang ia butuhkan ataupun layaan lain yang tersedia dan cara bagaimana mengaksesnya.
3) Kerangka kerja PFA/DPA •
Safety (S) Memberikan perlindungan dari bahaya (safeguard) dan memenuhi kebutuhan dasar (sustain) -
Safe guard Prinsip
melindungi,
mengamankan
penyintas
dari
bahaya, risiko dan menawarkan upaya perlindungan. Hal yang
harus
diperhatikan
adalah
keamanan
dan
keselamatan penyintas dan penolong. Perlindungan dari terpapar pengalaman traumatis.
pg. 543
Tindakan: o
Sesegera mungkin bawa penyintas ke tempat yang aman dan jauhkan dari bahaya yang mengancam
o
Jauhkan dari pemandangan yang akan menimbulkan trauma
o
Lindungi penyintas dari orang- orang yang ingin melihat serta perilaku yang menyakiti diri sendiri maupun orang lain
o
Sediakan tempat yang aman
o
Perkenalkan diri serta peran Anda kepada penyintas
o
Jangan meninggalkan penyintas seorang diri dan jika Anda harus melakukannya maka berilah alasan mengapa Anda perlu melakukan hal tersebut dan mintalah seseorang yang ada disekitar Anda untuk menjaga pemnyintas
o
Sediakan
hal/bantuan
konkret
yang
membuat
penyintas merasa aman o
Cegah
dan
hentikan
secara
langsung
perilaku
penyintas yang membahayakan diri. -
Memenuhi kebutuhan dasar (sustain) o
Berikan makanan dan minuman
o
Berikan perawata medis yang diperlukan jika ada luka dll,
•
o
Sediakan tempat istirahat yang aman
o
Sediakan pakaian
Function (F) -
Comfort Prinsip memberikan kondisi yang nyaman dan tenang untuk menurunkan tingkat stress dan stabilisasi untuk reaksi negatif, serta mengupayakan kondisi stabil pada penyintas.
pg. 544
-
Connect Menghubungkan penyintas dengan lingkungan sosial terdekat dan bermakna yaitu keluarga, teman, maupun orang lain yang ada di komunitas penyintas. Menjaga kebersamaan bersama dengan orang yang bermakna dalam kehidupan penyintas. o
Tanyakan penyintas adakah pihak lain yang ingin diberitahu sehubungan dengan yang baru saja terjadi
o
Pertemukan
kembali
penyintas
dengan
keluarga/teman o
Hubungkan penyintas dengan sumber bantuan dan penyintas lain
o
Bantu mencari informasi pada sumber lain yang menyediakan informasi yang dibutuhkan penyintas.
•
Action (A) Memberikan
bimbingan
dan
informasi
(edukasi)
pada
penyintas mengenai apa yang terjadi, memvalidasi reaksi dan mengajarkan strategi coping (mengatasi masalah) yang relevan untuk mengurangi ketidakpastian dengan informasi yang akurat. -
Berikan informasi tentang apa yang terjadi dan yang akan terjadi serta apa yang akan akan dilakukan
-
Menenangkan penyintas bahwa reaksi mereka adalah wajar
-
Berikan informasi tentang reaksi stress yang normal
-
Ajarkan
keterampilan
cara
positif
menghadapi
pengalaman sulit -
Ajarkan penyintas cara positif untuk beradaptasi
-
Sediakan
infromasi
tentang
pemberian/penerimaan
dukungan.
pg. 545
4) Langkah Melakukan Pelayanan PFA Langkah awal adalah membangun hubungan (building rapport). Hal ini dapat dilakukan dengan melalukan percakapan ringan. •
Berhadapan dengan lawan bicara, postur tubuh terbuka
•
Perhatikan mimik wajah penyintas.
•
Condong ke lawan bicara. Kontak mata terjaga dan relaks/santai
•
Hal-hal penting dalam memulai kontak: hadir secara fisik dan emosional
•
Penerimaan: menghargai keberadaan orang yang ingin dibantu, menghormati tanpa syarat dan netral.
•
Empati,
mempersepsikan,
mengenali
berbagai
reaksi
penyintas •
Mendengar aktif -
Bahasa tubuh yang memancarkan kehangatan dan pemahaman
-
Memberikan
tanggapan
dengan
kata-kata
yang
menunjukkan kepedulian, menyejukan/menenangkan dengan cara: Mengungkapkan kembali lewat kata-kata dengan maksud yang sama dan mengungkapkan kembali perasaan/emosi 5) Rujukan Rujukan diberikan jika penyintas tidak mengalami kemajuan setelah mendapat dukungan, maka penyintas membutuhkan bantuan dari tenaga professional. Hal ini bukan berarti Anda gagal membantu. Justru Anda bisa memahami kebutuhan penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang tepat. Untuk itu bidan perlu memiliki informasi yang memadai mengenai sistem rujukan dan layanan kesehatan lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui koordinasi antar pihak termasuk dengan psikiater atau psikolog. Tanda-tanda penyintas perlu dirujuk:
pg. 546
•
Merasakan emosi negatif hampir setiap waktu dengan intensitas mendalam
•
Perubahan perilaku yang signifikan
•
Kesulitan
melakukan
kegiatan
sehari-hari/terganggung
fungsi sosial •
Tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri (disesuaikan dengan usia)
•
Sulit mengambil keputusan sendiri
•
Terus menerus teringat pada insiden traumatis tersebut
•
Mudah terkejut, sering mimpi buruk
•
Menampilkan emosi yang datar
•
Kehilangan gairah hidup
•
Mengungkapkan keinginan bunuh diri
•
Reaksi marah berlebihan atau sebaliknya (datar)
•
Memburuknya hubungan dekat yang telah terbina
•
Peningkatan penggunaan rokok, alkohol dan narkoba
Materi Pokok 5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan seksual Dalam bentuk pelayanan atau pendampingan kepada korban kekerasan seksual termasuk kasus aborsi dan korban perkosaan, menjadi focus utama karena: a. Kekerasan seksual dapat segera mengancam nyawa seseorang b. Kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak yang serius dan seumur hidup c. Penanganan yang tepat pada kasus kekerasan seksual dapat mencegah terjadinya kekerasan berulang dan kekerasan lainnya d. Penanganan yang segera dan tepat dapat mencegah berkembangnya dampak yang lebih parah
pg. 547
Tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat penting untuk dapat membantu penyintas kekerasan seksual melalui: a. Memiliki kesadaran mengenai kekerasan seksual b. Memberikan dukungan awal pada penyintas kekerasan seksual c. Memberikan penanganan klinis pada penyintas kekerasan seksual d. Memberikan dukungan kesehatan mental Peran Sektor layananan Kesehatan Pelaksana Pelayanan Kekerasan terhadap Perempuan/Anak (PP KtP/A) a. Pelayanan dasar 1) Deteksi dini dan tatalaksana korban 2) Sosialisasi pencegahan dan penanganan 3) Rujukan b. Pelayanan tk rujukan 1) Dapat diakses 24 jam 2) Dilakukan
secara
komprehensif/one stop services (medis,
psikososial dan medikolegal) Peran
Bidan
Dalam
Mengidentifikasi
Kasus
Kekerasan
Serta
Penanganannya a. Identifikasi kasus kekerasan b. Deteksi awal adanya kasus kekerasan seksual c. Penilaian
kekerasan
dalam
konteks
kesehatan
(mis:
tingkat
keparahan, frekuensi kekerasan, apakah pasien/ klien/pasien melakukan pengobatan) d. Menyediakan pengobatan terhadap luka-luka yang dialami pasien/ klien/pasien e. Memberikan konseling terhadap pasien/ klien/pasien f.
Melakukan dokumentasi terhadap temuan-temuan dan rujukan
g. Memfoto luka-luka yang dialami pasien/ klien/pasien h. Merujuk pasien/klien/pasien ke pelayanan yang diperlukan
pg. 548
Kemampuan Yang Perlu Dimiliki Bidan Dalam Mencegah Masalah Kekerasan dan Penanganan Korban a. Memahami masalah kekerasan dan ketidakberdayaan korban b. Memberikan penyuluhan dan meyakinkan perempuan bahwa berbagai
bentuk
penyalahgunaan
atau
kekerasan
terhadap
pasangan tidak dapat diterima, oleh sebab itu tidak ada perempuan yang pantas utk dipukul, dipaksa dalam berhubungan seksual atau didera secara emosional. c. Melakukan anamnesis/bertanya kepada korban tentang kekerasan yang dialami dengan cara simpatik, sehingga korban merasa mendapat pertolongan d. Memberikan rasa empati dan dukungan e. Memberikan pelayanan medis, konseling, visum dan sesuai dengan kebutuhan merujuk ke fasilitas yang lebih memadai f.
Memberikan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan serta mencegah dampak serius terhadap kesehatan reproduksi korban
g. Mendeteksi korban kekerasan dan dapat menghubungkan mereka dengan pelayanan dukungan masyarakat lainnya Tindakan Bidan Dalam Membantu Korban Kekerasan a. Memperhatikan kerahasiaan pasien/ klien/pasien b. Memberikan kepercayaan kepada pasien/ klien/pasien c. Menyatakan bahwa kekerasan yang dihadapi pasien/ klien/pasien bukan kesalahannya d. Menghormati
hak
pasien/
klien/pasien
untuk
mengambil
keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya ketika ia sudah mampu berpikir secara jernih e. Membantu klien/pasien membuat rencana penyelamatan diri bila mengalami kekerasan, dengan memperhatikan apa yang telah dilakukannya
selama
ini
dan
apakah
ada
tempat
untuk
mendapatkan perlindungan yang aman
pg. 549
f.
Membantu pasien/ klien/pasien untuk mendapatkan pelayanan lainnya bagi korban kekerasan
Materi Pokok 6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dan seksual Prinsip Umum Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan
Anak
(KPPPA) di tahun 2010 sudah menyusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam
SPM
tersebut
diterangkan
prinsip-prinsip
umum
dalam
penanganan kekerasan, yaitu: a. Responsif Gender Semua petugas pelayanan harus peka gender ketika mendalami masalah yang dialami korban dan dapat melakukan pemberdayaan terhadap korban. b. Non Diskriminasi Setiap perempuan dan anak tanpa kecuali berhak mendapatkan layanan berkaitan dengan kekerasan yang dialaminya; tidak ada seorang pun boleh ditolak atau diberikan prioritas atas yang lain kecuali atas pertimbangan kedaruratan tertentu. c. Hubungan Setara dan Menghormati Siapapun korban, pemberian layanan bagi korban harus dijalankan dengan rasa hormat untuk membangkitkan harga diri korban yang jatuh akibat mengalami kekerasan. d. Menjaga Privasi dan Kerahasiaan Pelayanan harus diberikan di tempat yang menjamin privasi korban. Setiap informasi yang terungkap harus dijaga kerahasiaannya dan diketahui hanya oleh pihak yang relevan dalam pemberian layanan. Petugas harus menyampaikan prinsip ini kepada korban. e. Memberi Rasa Aman dan Nyaman Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa korban dalam keadaan aman dan nyaman dalam menceritakan masalahnya.
pg. 550
f.
Menghargai Perbedaan Individu (Individual Differences) Setiap individu harus dipandang unik, masing-masing orang mempunyai latar belakang, pengalaman hidup dan cara menghadapi tekanan (coping mechanism) yang berbeda sehingga tidak boleh dibandingkan antara satu korban dengan korban lain dalam hal apapun.
g. Tidak Menghakimi Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa apapun kondisi korban atau informasi yang keluar dari korban tidak akan dinilai atau dihakimi. h. Menghormati Pilihan dan Keputusan Korban Sendiri Pemberian layanan harus dilakukan dengan persetujuan korban, mulai
dari
proses
wawancara,
pencatatan
data,
hingga
penanganan/tindakan yang akan diambil. Oleh karena itu, petugas harus menjelaskan maksud dan tujuan dari setiap rencana tindakan, termasuk keuntungan, kerugian dan konsekuensinya bagi korban. Tugas pemberi layanan memfasilitasi korban dengan informasi dan pandangan untuk membuat keputusan dari pilihan yang tersedia. Prinsipnya tidak ada satupun solusi yang cocok untuk semua orang, dan hanya orang yang bersangkutanlah yang paling tahu akan dirinya. Hal ini juga mengandung unsur pemberdayaan bagi
korban
agar
dapat
membuat
keputusan
sekaligus
bertanggungjawab atas pilihan yang diambilnya. i.
Peka terhadap Latar Belakang dan Kondisi Korban dan Pemakaian Bahasa yang Sesuai dan dimengerti oleh Korban
j.
Cepat dan Sederhana Pemberian layanan harus diberikan dengan segera tanpa penundaan yang tidak perlu. Bila korban datang atas rujukan pihak pemberi layanan lain, maka petugas penerima harus membaca terlebih dahulu surat pengantar/rujukan. Harus diusahakan agar korban tidak ditanya berulang kali tentang hal yang sama terkait identitas maupun narasi kasusnya.
pg. 551
k. Empati Petugas harus menerapkan sikap empati, yakni kesanggupan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain (dalam hal ini korban). Dengan demikian korban merasa diterima, dipahami dan dapat terbuka menceritakan persoalannya. l.
Pemenuhan Hak Anak Korban yang berusia di bawah 18 tahun berhak atas penghormatan dan penggunaan sepenuhnya hakhaknya untuk bertahan hidup, pengembangan, perlindungan dan partisipasi, sebagaimana diatur dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child).
Prinsip Penanganan berdasarkan hak-hak yang ada pada diri penyintas a. Hak atas Kesehatan 1) Hak untuk menerima layanan kesehatan berkualitas baik. 2) Termasuk perawatan kesehatan reproduksi untuk mengatasi konsekuensi fisik dan psikologis dari penyalahgunaan, termasuk pencegahan dan manajemen kehamilan dan IMS. 3) Layanan kesehatan tidak "menjadikan penyintas perkosaan menjadi korban bentuk kekerasan lainnya“. b. Hak atas martabat manusia 1) Menerima perlakuan yang sesuai dengan martabat dan rasa hormat mereka sebagai manusia. 2) Setidaknya, memberikan akses yang adil ke perawatan medis yang berkualitas. 3) Privasi pasien/ klien/pasien dan kerahasiaan informasi medis mereka. 4) Menginformasikan
pasien/
klien/pasien
dan
memperoleh
persetujuan mereka sebelum intervensi medis dilakukan. 5) Menyediakan klinik yang aman. 6) Bahasa yang mudah dipahami penyintas.
pg. 552
c. Hak atas non-diskriminasi 1) Hukum, kebijakan dan praktik yang terkait dengan akses ke layanan tidak boleh mendiskriminasikan seseorang yang telah diperkosa atas dasar apa pun, termasuk ras, suku, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, warna kulit, atau asal-usul nasional atau faktor sosial ekonomi lainnya. 2) Tidak boleh menolak layanan untuk perempuan yang termasuk dalam kelompok etnis tertentu. d. Hak atas Penentuan Nasib Sendiri/Mengambil Keputusan Sendiri (Self Determination) 1) Tenaga
kesehatan
tidak
boleh
memaksa
atau
menekan
penyintas. 2) Keputusan
tentang
menerima
perawatan
kesehatan
dan
pengobatan adalah keputusan pribadi yang hanya dapat dibuat oleh para penyintas sendiri. 3) Penyintas menerima informasi yang tepat à membuat pilihan. 4) Penyintas memiliki hak: Apakah, dan oleh siapa, mereka ingin didampingi ketika mereka menerima informasi, diperiksa atau memperoleh layanan lainnya. e. Hak atas Informasi Informasi yang Utuh dan Objective à Jelas à Pilihan à Keputusan. f.
Hak atas Privasi 1) Pendamping yang menyertai penyintas atas permintaannya 2) Hanya
orang
yang
keterlibatannya
diperlukan
untuk
memberikan perawatan medis saja yang dipersilahkan untuk hadir selama pemeriksaan dan perawatan medis. g. Hak atas Jaminan Kerahasiaan 1) Semua
informasi
status
medis
dan
kesehatan
dijaga
kerahasiaannya dan bersifat pribadi, termasuk dari anggota keluarga mereka sendiri.
pg. 553
2) Tenaga kesehatan mengungkapkan informasi hanya kepada orang-orang yang relevan atau dengan persetujuan tegas dari penyintas. 3) Bila ke polisi atau pihak berwenang lainnya, informasi yang relevan dari pemeriksaan perlu disampaikan (Medical Record) Komponen Kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak terutama pada perempuan dan anak-anak b. Menyediakan pelayanan medis bagi korban termasuk pemberian profilaksis pasca pajanan dan kontrasepsi darurat (dalam 72 jam) dan dukungan psikologis awal bagi penyintas perkosaan c. Memastikan
masyarakat
mengetahui
informasi
tersedianya
pelayanan medis, dukungan psikologis awal, rujukan perlindungan dan bantuan hukum (dalam 48 jam) d. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (dalam 72 jam) Hal-hal yang penting dilakukan a. Menghindari rasa takut untuk bertanya b. Tidak menuduh c. Identifikasi adanya kekerasan d. Identifikasi korban berada dlm keadaan bahaya e. Memberikan pelayanan kesehatan memadai: kontrasepsi darurat, pengobatan pencegahan IMS (Go, sifilis) f.
Membuat status lengkap
g. Membantu membuat rencana penyelamatan diri h. Menjelaskan bahwa korban berhak untuk diobati, mendapat pertolongan dan perlindungan hukum i.
Menyediakan waktu utk konsultasi lebih lanjut
j.
Hindari memberikan obat penenang pada korban KDRT
pg. 554
k. Merujuk korban kekerasan kepada organisasi/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sesuai dengan persetujuan untuk mendapat pertolongan lanjutan l.
Menyediakan ruangan yang memadai untuk menjaga kerahasiaan Pengenalan Kasus (Dugaan Adanya Kekerasan) No Kekerasan Domestik (RT) 1
2
3 4 5 6 7
8
No
Kekerasan Seksual
Keluhan kronis tanpa adanya penyakit/kelainan fisik yang jelas Pasangan pria yang terus mengawasi dan tidak mau meninggalkan korban Trauma fisik selama kehamilan
1
Kehamilan anak usia