Komunikasi Efektif Juni 2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab dan setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Dalam proses pelayanan rumah sakit yang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai visi misi sangat ditentukan oleh kemampuan melakukan komunikasi efektif oleh setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien, keluarga yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang efektif yang dapat diterapkan di semua bagian dan di segala situasi. Rumah sakit dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan individu agar bisa memperbaiki kesehatan dirinya, komunikasi merupakan cara yang utama dalam proses meningkatkan pengetahuan dalam bidang kesehatan, diharapkan dapat memperbaiki perilaku hidup sehat di masyarakat sehingga kualitas hidup meningkat Kegagalan dalam komunikasi dapat berdampak pada keselamatan pasien, kesalahan tindakan, komplain pasien, dan tuntutan baik perdata ataupun pidana apabila pasien menjadi korban dalam kesalahan tindakan medis, secara langsung dapat menurunkan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit. Jaminan keselamatan pasien, keluarga dan pengunjung diharapkan berlaku pada seluruh tahapan proses pelayanan yaitu dari sejak masuk rumah sakit sampai dengan pulang. Sehingga diharapkan dapat tercapai tujuan pasien, keluarga dan pengunjung sesuai dengan yang diharapkan, dan apabila terjadi hal-hal yang tidak terduga seperti bencana alam, rumah sakit sudah memiliki sistem informasi untuk menanggulanginya Adanya regulasi dan peraturan perundang- undangan dari pemerintah tentang standart pelayanan rumah sakit maka penting bagi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta untuk membuat dan memberlakuan buku Panduan Komunikasi Efektif di lingkungan Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta sebagai panduan atau acuan dalam pelaksanaan pelayanan. B.



Tujuan 1. Umum a. Tersedianya Panduan Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta b. Memenuhi Elemen penilaian dalam akreditasi



2. Khusus a. Terlaksananya komunikasi dan edukasi yang bermutu, efektif dan efisien di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. b. Terlaksananya proses promosi kesehatan yang terintegrasi di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. c. Terwujudnya sistem komunikasi efektif di lingkungan Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. d. Terlaksananya komunikasi efektif yang berkesinambungan dalam semua bidang pelayanan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta e. Terlaksananya penerapan program patient safety di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta



BAB II PENGERTIAN



A. Komunikasi Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi (Komaruddin, 1994 ; Schermerhorn, Hunt &osborn , 1994 ; Koontz & Weihrich, 1998). Komunikasi dikatakan efektif yaitu bila pendengar (penerima pesan) menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim pesan). Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbutan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal ini (Hardjana, 2003). Komunikasi yang berfokus pada pasien adalah komunikasi yang mengajak dan mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam bernegosiasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatan mereka sendiri. (Langewitz et al,1998) Komunikasi yang baik tidak hanya didasarkan pada kemampuan fisik PPA, tetapi juga pada pendidikan dan pengalaman. ( Lambrini, 2014) Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui prinsip sebagai berikut : 1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan. 2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut. 3. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan. 4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima pesan. 5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi. Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut :



Komunikator Komponen komunikasi adalah :



“ Jadi pesannya ini ya,



Umpan balik



“ Ya…benar”



Pesan



1. Pengirim pesan (Komunikator )



baik saya mengerti”



Media



Komunikan



Komunikator adalah pemberi informasi 2. Komunikan Komunikan adalah penerima informasi 3. Materi Materi adalah isi pesan yang disampaikan oleh komunikator, disesuaikan dengan tujuan komunikasi, media penyampaian, penerimaannya. 4. Media Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima. Berita dapat berupa berita lisan, tertulis atau keduanya sekaligus. Pada saat kesempatan tertentu media dapat tidak digunakan oleh pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap (konsil kedokteran Indonesia, hal 8). Media yang dapat digunakan : melalui telepon, menggunakan lembar lipat, buklet, VCD (peraga). B.



Edukasi Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara tatap muka langsung. Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan.



C.



Kualifikasi Sumber Daya Manusia Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam konseling. Pengetahuan yang cukup dibuktikan dengan ijazah kelulusan formal, ketrampilan dalam melakukan konseling yang cukup dibuktikan dengan sertifikat pelatihan komunikasi efektif yang diperoleh dari pelatihan internal maupun eksternal rumah sakit. Standart Tenaga Edukator Kesehatan Rumah Sakit yang harus dimiliki sebagai berikut :



Edukator Dokter



Persyaratan Lulus S 1 kedokteran dan profesi dokter Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Perawat



Lulus D3 atau S1 Keperawatan dan profesi keperawatan Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Bidan



Lulus D3 atau S1 Kebidanan Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Apoteker/ Asisten apoteker



Lulus D3 atau S1 Farmasi dan pendidikan profesi apoteker Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Ahli Gizi



Lulus D3 atau S1 pendidikan gizi Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Fisiotherapis



Lulus D3 atau S1 Fisiotherapi Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Analis



Lulus D3 atau S1 analis kesehatan Pelatihan komunikasi efektif internal/external



Radiografer



Lulus D3 radiografi Pelatihan komunikasi efektif internal/external



BAB III RUANG LINGKUP DAN STRATEGI KOMUNIKASI



A. Ruang Lingkup Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan professional kesehatan. Tanpa adanya komunikasi sesuatu akan bias dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apabila orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan pemahaman serta yang tidak sama dengan tenaga kesehatan. Sistem pendekatan komunikasi diantara para pemberi pelayanan dilaksanakan secara konsisten dan seragam meliputi seluruh pelayanan guna memastikan bahwa semua instruksi dan informasi mengenai pasien dikomunikasikan secara baik, memastikan bahwa semua instruksi dan informasi diverifikasi dengan baik kepada pemberi informasi.        Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain: 1.



Jenis Komunikasi a. Verbal Komunikasi verbal atau secara lisan dapat kita jumpai saat petugas administrasi memberikan informasi kepada pengunjung, saat petugas memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya, saat petugas merujuk pasien, saat ada keadaan emergency, dan sebagainya. Untuk perintah verbal atau melalui telepon, staf yang menerima pesan harus menuliskan dan membacakannya kembali kepada pemberi pesan (konfirmasi dan verifikasi dilakukan langsung). Pemberi pesan harus segera melengkapi dokumentasi verifikasi secara tertulis. Untuk istilah yang sulit atau obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) diminta penerima pesan mengeja kata tersebut perhuruf. Rumah sakit Royal Taruma menggunakan metode TBAK (Tulis, BAcakan, Konfirmasi) dengan teknik SBAR (Situation – Background – Assesment -Recommendation). Untuk mendapatkan komunikasi efektif tersebut maka dilakukan melalui prinsip terima, catat, verifikasi dan klarifikasi sebagai berikut : 1)



Penerima pesan secara lisan memberikan pesan



2)



Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut



3)



Isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh penerima pesan a)



Penerima pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi pesan



b)



Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil verifikasi



c)



Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di ICU atau UGD ( repeat back )



d)



Penggunaan kode alfabet internasional digunakan saat melakukan klarifikasi halhal penting , misal nama obat, nama pasien, dosis obat , hasil laboratorium dengan mengeja huruf-huruf tersebut saat membacakan ulang (read back) dan verifikasi



e)



Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untuk memperkecil terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan.



f)



Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau tertulis



g)



Instruksi/ informasi dan hasil tes penting (misal hasil tes CITO laboratorium klinik) di rumah sakit dapat diberikan melalui metode lisan dan telepon. Penerima instruksi/ informasi bertanggung jawab untuk mencatat dengan benar instruksi/ informasi yang diperoleh, membacakan kembali hasil catatan dari informasi yang diterima, dan menginformasikan apakah yang telah ditulis dan dibaca ulang itu sudah tepat. Pada keadaan darurat atau dalam sebuah operasi, dimana tidak memungkinkan penerima instruksi melakukan pencatatan, maka instruksi yang diberikan, tetap dibacakan ulang dan dikonfirmasi tetap dilakukan oleh pemberi instruksi. Pencatatan dapat dilakukan setelah keadaan gawat darurat atau operasi selesai.



h)



Pemberi instruksi harus menandatangani instruksi yang diberikan pada stempel read back.



i)



Instruksi/ informasi dirumah sakit dapat dilakukan melalui metode verbal maupun telepon , untuk memastikan agar pelayanan kesehatan tetap berjalan meskipun dokter atau pihak pemberi informasi tidak berada di tempat.



b. Non Verbal Yang dimaksud dengan komunikasi non verbal adalah isyarat, tekanan suara, pergerakan tubuh, ekspresi wajah, dan penampilan fisik. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut: 1)



Kinesik Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.



2)



Proksemik Proksemik yaitu bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.



3)



Haptik Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.



4)



Logo dan Warna Menciptakan logo dalam penyuluhan merupakan karya komunikasi, namun biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol dan suatu karya organisasi atau produk dalam suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.



5)



Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat. (Arwani, 2003 : 54).



6)



Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan. (Arwani, 2003 : 54).]



7)



Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam. (Arwani, 2003 : 54).



2.



Tempat Edukasi Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, edukasi kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat di rumah sakit, seperti diruang tunggu, di kantin, dipoliklinik dll.



3.



Tingkat Pelayanan Pendidikan/ Edukasi Kesehatan Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut: a)



Promosi Kesehatan (Health Promotion).



Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, dan sebagainya. b)



Perlindungan Khusus (Specifik Protection) Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang.



c)



Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)



d)



Pembatasan Cacat (Disability Limitation) Edukasi



pentingnya



melanjutkan



pengobatannya



sampai



tuntas



untuk



mengurangi/menghindari kecacatan atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu. e)



Rehabilitasi (Rehabilitation) Edukasi untuk terus melakukan latihan-latihan yang dianjurkan setelah pulang dari rumah sakit.



B.



Materi dan Strategi komunikasi Komunikasi dapat berupa informasi (asuhan) dan edukasi (pelayanan promosi dan pelatihan pasien /keluarga), berdasar sifatnya dapat dibagi menjadi : 1.



Komunikasi yang bersifat informasi asuhan didalam rumah sakit adalah: a.



Jam



pelayanan dan jadwal praktek dokter berupa informasi tertulis ditempat-tempat



tertentu, publik area, leaflet, lisan oleh front liner. b.



Pelayanan yang tersedia



c.



Cara mendapat pelayanan berupa komunikasi lisan oleh petugas front office, IGD dan semua titik unit front liner.



d.



Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan fasilitas dan sumber daya rumah sakit



e. 2.



Akses informasi dapat diperoleh melalui customer service, admission, website



Komunikasi yang bersifat edukasi (pelayanan promosi dan pelatihan pasien /keluarga) : a.



Edukasi tentang obat



b.



Edukasi tentang penyakit



c.



Edukasi tentang tehnik fisiotherapi yang bisa dilakukan saat dirumah



d.



Edukasi tentang apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasca dari rumah sakit



e.



Edukasi tentang penggunaan alat medis



f.



Edukasi tentang gizi



g.



Edukasi tentang manajemen nyeri



3.



h.



Edukasi tentang resiko jatuh



i.



Edukasi tentang cara cuci tangan yang benar dan etika batuk



Komunikasi antar pemberi pelayanan di rumah sakit : a.



Antar Profesional Pemberi asuhan (PPA) serta antar staf medis dan staf medis, antar staf medis dan staf keperawatan atau antar PPA lain dengan PPA lainnya pada saat pertukaran shift, saat kunjungan dokter.



b.



Komunikasi antar tingkat layanan didalam rumah sakit seperti perpindahan/transfer pasien dari ICU ke unit perawatan atau dari IGD ke kamar operasi.



c.



Komunikasi dari rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi, endoscopy dan rehabilitasi medik.



BAB IV



LANDASAN HUKUM Panduan Komunikasi Efektif RS Royal Taruma ini disusun berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku yaitu: 1.



Undang-Undang RI Nomor : 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran



2.



Undang-Undang RI Nomor : 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik



3.



Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan



4.



Undang-Undang RI Nomor : 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit



5.



Undang-Undang RI Nomor : 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan



6.



Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan pasien



7.



Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit



8.



Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 39 Tahun 2016 tentang Pedoman penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pedekatan keluarga



9.



Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 74 tahun 2015 tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit



10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 004 tahun 2012 Tentang Juknis Promosi kesehatan



BAB V



TATALAKSANA A. Metode Pemberian edukasi 1. Metode pemberian edukasi pasien rawat inap Pada pasien dirawat inap dapat menggunakan teknik langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan teknik tanya jawab, ceramah, demonstrasi, dan pemberian leaflet. Apabila pasien sudah diperbolehkan pulang maka menggunakan ringkasan pulang yang memuat : a.



Riwayat kesehatan



b.



Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, indikasi pasien dirawat inap,



c.



Diagnosis, prognosis.



d.



Prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan.



e.



Obat yang diberikan, termasuk obat setelah pasien keluar rumah sakit.



f.



Kondisi kesehatan pasien (status present) saat akan pulang rumah sakit.



g.



Instruksi tindak lanjut, serta dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien dan keluarga.



2. Metode yang diberikan untuk pasien rawat jalan Sedangkan pemberian edukasi dan informasi untuk pasien rawat jalan dapat melalui tatap muka, konsultasi dengan dokter, pemberian leaflet, pemasangan poster, papan pengumuman, dan media elektronik. Dengan diberikannya informasi dan edukasi kepada sasaran diharapkan komunikasi yang disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Pada tahap selanjutnya diperlukan proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang diberikan. Pemahaman yang ditunjukkan oleh pasien dan atau keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk : a.



Mengulangi materi yang diberikan



b.



Mendemonstrasikan/memperagakan ketrampilan yang diajarkan



c.



Mampu menunjukkan perubahan perilaku sesuai yang diajarkan



d.



Bila kesulitan dengan bahasa, pasien dapat menggunakan bahasa isyarat atau dengan melibatkan keluarganya. Setiap petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada pasien rawat



inap wajib untuk mengisi formulir edukasi dan informsi terintegrasi dan ditandatangani kedua belah pihak antara PPA dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar. B.



Pelaksanaan Komunikasi dan edukasi dalam Pelayanan Kesehatan



Kegiatan memberikan edukasi kepada pasien dan atau keluarga oleh Petugas Pemberi asuhan (PPA) harus dengan cara komunikasi yang efektif. Dengan menggunakan cara komunikasi yang baik antara PPA dan pasien dapat dengan segera menciptakan hubungan atau komunikasi yang positif dapat mengurangi rasa cemas dan ingin diperhatikan sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh pasien dan atau keuarga. Adapun cara melakukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan atau keluarga yaitu dengan prosedur sebagai berikut : 1.



Assesmen kemauan dan kemampuan belajar serta rencana edukasi pasien dan atau keluarga Pengkajian untuk mengidentifikasi pengetahuan dan ketrampilan yang menjadi kekuatan dan kekurangan pasien dan atau keluarga dengan prosedur ; a.



Petugas menyiapkan dokumen rekam medis pasien



b.



Petugas melakukan pengkajian :



c.



1)



Keyakinan dan nilai-nilai yang diyakini pasien dan keluarga



2)



Kemampuan membaca, tingkat pendidikan, bahasa yang digunakan



3)



Hambatan emosional dan fisik



4)



Kesediaan pasien dan atau keluarga menerima informasi dan kebutuhan pembelajaran



Bila pasien dan atau keluarga bersedia menerima informasi dan edukasi maka Petugas membuat rencana edukasi yang akan diberikan



d. 2.



Petugas mencatat hasil pengkajian dalam dokumen rekam medis



Assesmen kebutuhan edukasi pasien dan atau keluarga Pengkajian untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan pasien dan keluarga dengan prosedur : a.



Petugas menganalisa kebutuhan edukasi pasien dan keluarga dengan melihat rekam medis dan menanyakan langsung kondisi, gejala penyakit yang dirasakan, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan, cara pemeliharaan kesehatan



b.



Setelah menganalisa petugas mendiskusikan dengan pasien dan keluarga tentang hasil analisa



3.



c.



Petugas menyiapkan sarana edukasi yang dibutuhkan sesuai kondisi pasien



d.



Petugas mendokumentasikan hasil assesmen



Pemberian informasi dan edukasi, evaluasi dan verifikasi kepada pasien dan keluarga Kegiatan memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan atau keluarga yang berkaitan dengan kondisi kesehatan dan seluruh pelayanan sesuai hasil assesmen kebutuhan edukasi dan menevaluasi pemahaman pasien dan keluarga terhadap materi edukasi yang diberikan, dengan prosedur :



a.



Siapkan data rekam medis pasien dan pastikan identitas pasien benar



b.



Petugas mengucapkan salam dan perkenalkan diri dan jelaskan tugas dan peran



c.



Ciptakan suasana nyaman



d.



Sampaikan materi edukasi dan informasi kepada pasien dan atau keluarga



e.



Beri kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdiskusi tentang materi yang disampaikan



f.



Petugas melakukan review materi edukasi yang telah diberikan untuk mengetahui tingkat pemahaman/penerimaan terhadap materi yang diberikan



4.



g.



Bila pasien dan keluarga belum jelas paham maka petugas kembali memberikan penjelasan



h.



Berikan materi tertulis, leaflet bila ada



i.



Tawarkan bantuan kembali apakah masih ada yang diperlukan oleh pasien dan keluarga



j.



Jika sudah paham berikan formulir edukasi untuk ditanda tangani pasien dan atau keluarga



k.



Berikan nomor telephon yang bisa dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan



Pemberian edukasi dokter- pasien dan atau keluarga Untuk memahami kebutuhan edukasi setiap pasien dan keluarganya, dibutuhkan proses asessmen untuk identifikasi rencana tindakan, kebutuhan perawatannya, dan kesinambungan asuhan setelah keluar dari rumah sakit. Asesmen ini memungkinkan profesional pemberi asuhan (PPA) merencanakan dan melaksanakan edukasi yang dibutuhkan . Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi): a.



Edukasi tentang obat Penggunaan obat-obatan secara efektif dan aman, potensi efek samping obat, potensi interaksi obat antar obat konvensional, obat bebas, serta suplemen atau makanan.



b.



Edukasi tentang penyakit



c.



Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari



d.



Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidupnyapasca dari rumah sakit



e.



Edukasi tentang diet dan nutrisi yang memadai



f.



Keamanan dan efektivitas penggunaan peralatan medis



g.



Manajemen nyeri



h.



Teknik rehabilitasi



i.



Cara cuci tangan yang benar dan aman



j.



Pasien dan keluarga dirujuk agar mendapatkan edukasi dan pelatihan yang diperlukan untuk menunjang asuhan pasien berkelanjutan, agar mencapai hasil asuhan yang optimal setelah meninggalkan rumah sakit.



C.



Komunikasi Saat Memberikan Edukasi Terkait Kondisi Kesehatan Pasien 1.



Cara Komunikasi Yang Baik Saat Sebelum Pengobatan Dilakukan Untuk membuat rencana pengobatan, diperlukan cukup masukan informasi klinis untuk membuat suatu diagnosis yang tepat. Pastikan pasien mengerti bahwa semua pertanyaan yang diajukan digunakan untuk memberikan cara pengobatan yang terbaik bagi dirinya. Beri kesempatan pada pasien menentukan pengobatan yang ditawarkan. Sebaliknya pasien mendapatkan informasi tentang kondisi kesehatannya dan pilihan prosedur klinik yang akan dilakukan. Gunakan bahasa sederhana sehingga mereka mengerti pertanyaan yang diajukan dan informasi yang telah diberikan. Petugas kesehatan harus menjelaskan informasi khusus dan penting untuk pasien.



2.



Cara Komunikasi Yang Baik Selama Prosedur Klinik Selama prosedur klinik perhatian dan bantuan yang diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan dapat mengurangi kecemasan dan rasa nyeri yang dialami oleh pasien. Dialog yang disampaikan secara lembut dan menenangkan, dapat mengalihkan fokus perhatian pasien dan rasa kurang nyaman yang sedang dialaminya.  Peran dokter dan semua petugas pelayan dalam menerapkan hal ini akan memberikan hasil yang luar biasa.



3.



Cara Komunikasi Yang Baik Antara Dokter Dan Pasien Setelah Tindakan Tenangkan pasien dengan penjelasan tentang kondisi kesehatan dan hasil tindakan yang telah dilakukan. Setelah rasa khawatir dan kecemasan, akibat prosedur yang dihadapinya berkurang, berikan beberapa informasi baru tentang langkah perawatan dan pemantauan lanjutan.



D. Komunikasi antar Staf Klinis ( PPA) Informasi asuhan pasien dan hasil asuhan dikomunikasikan antar staf klinis selama bekerja dalam shift atau antar shift. Rumah Sakit Royal Taruma menggunakan metode TBAK dengan teknik SBAR. 1.



TBAK



(Tulis,



BAcakan, dan Konfirmasi)







Tulis instruksi ataupun terapi dan jam diterimanya informasi di catatan terintegrasi berkas rekam medis oleh penerima informasi







BAcakan kembali nama dan tanggal lahir pasien oleh petugas kesehatan penerima informasi untuk verifikasi







Konfirmasi ulang kebenaran nama dan tangga lahir serta instruksi ataupun terapi pasien yang dibacakan kembali oleh petugas kesehatan penerima pesan. Pemberi instruksi harus segera melengkapi dokumentasi verifikasi secara tertulis di catatan terintegrasi dalam kolom cap verifikasi komunikasi efektif dalam 1 x 24 jam.



Untuk kata - kata yang sulit didengar, pemberi/penerima informasi/instruksi dapat mengeja alfabet agar tidak salah penafsiran sesuai International Phonetic Aphabet : CHARACTER



TELEPHONY



PHONIC (PRONOUNCIATION)



A



Alfa



Al-Fah



B



Bravo



Brah-Voh



C



Charlie



Char-Lee



D



Delta



Dell-Tah



E



Echo



Eck-Oh



F



Faxtrot



Foks-Trot



G



Golf



Golf



H



Hotel



Hoh-Tel



I



India



In-Dee-Ah



J



Juliet



Jew-Lee-Ett



K



Kilo



Key-Loh



L



Lima



Lee-Mah



M



Mike



Mike



N



November



No-Vem-Ber



O



Oscar



Oss-Cah



P



Papa



Pah-Pah



Q



Quembec



Keh-Beck



R



Romeo



Row-Me-Oh



S



Sierra



See-Air-Rah



T



Tango



Tang-Go



2.



U



Uniform



You-Nee-Form



V



Victor



Vik-Tah



W



Whiskey



Wiss-Key



X



Xray



Ecks-Ray



Y



Yankee



Yang-Key



Z



Zulu



Zoo-Loo



1



One



Wun



2



Two



Too



3



Three



Tree



4



Four



Fow-Er



5



Five



Fofe



6



Six



Six



7



Seven



Sev-en



8



Eight



Ait



9



Nine



Nin-Er



0



Zero



Zee-Ro



Teknik SBAR (Situation – Background – Assesment - Recommendation) Teknik ini berlaku untuk semua petugas saat melakukan pelaporan/ serah terima tugas. Setiap laporan SBAR berbeda, fokus pada permasalahan, ringkas dan tidak semua dilaporkan, hanya yang dibutuhkan dalam situasi saat itu. Beberapa contoh penerapan masing - masing komponen huruf dalam teknik SBAR (yang dicetak tebal adalah item yang harus dipenuhi, yang dicetak biasa adalah pilihan jawaban sesuai kondisi pasien). Contoh Pelaporan dengan SBAR: S



Situasi / Situation Keadaan kita dan pasien saat itu Contoh: “Eva dari ruang Zircon, melaporkan keadaan pasien Tn. …., usia 58 tahun saat ini ada penurunan kesadaran”



B



Latar Belakang / Background



Riwayat penyakit pasien yang signifikan Contoh: “pasien CVA perdarahan, DM, dan Hipertensi. GDS 400, obat-obatan dari IGD.... A



Penilaian / Assessment Masalah yang kita dengar, dilihat, didengar dan diperiksa saat itu Contoh : “GCS.., tanda vital.., ada kelumpuhan sisi kiri dll



R



Rekomendasi / Recommendation Saran, tanyakan pada konsulen Contoh : Ada saran dokter.... Dokter : Pindahkan pasien ke ICU....dst.



E.



Komunikasi antar staff klinis dalam shift Komunikasi dan pertukaran informasi di antara dan antar staf klinis selama bekerja dalam shift atau antar shift penting untuk berjalan mulusnya proses asuhan. Informasi penting dapat dikomunikasikan dengan cara lisan, tertulis, atau elektronik. 1.



Pasien baru dari UGD Ketika pasien datang ke rumah sakit Royal Taruma melalui UGD pasien akan bertemu dengan dokter umum, apabila memerlukan rawat inap, akan dilaporkan kepada dokter penanggung jawab sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter umum, didokumentasikan dengan metode TBAK dan teknik SBAR, instruksi yang didapat dari dokter penanggung jawab dilaksanakan oleh perawat UGD maupun rawat inap, lalu dicap dengan stempel read back di form CPPT untuk selanjutnya dikonfirmasi oleh dokter penanggung jawab saat visite.



2.



Dalam shift Setiap perkembangan pasien dikonfirmasikan kepada dokter penanggung jawab lalu dicatat dalam form CPPT, apabila ditemukan perubahan kondisi umum pasien, dilaporkan dengan metode tulbakon, setelah itu perawat melaksanakan instruksi baru/lanjutan dari dokter penanggung jawab, dicatat dalam form CPPT, stempel read back, sampai dengan akhir sihft.



3.



Antar shift Operan shift menurut Kelliat 2009, adalah komunikasi dan serah terima pekerjaan antara shift pagi, sore, dan malam, operan dari shift malam ke pagi dipimpin oleh kepala ruangan, sedangkan operan dari shift sore ke malam dipimpin oleh penanggung jawab shift sore, operan



dilakukan oleh perawat primer shift yang akan selesai kepada perawat primer shift yang akan mulai secara lisan maupun tulisan, diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi pasien saat ini, operan harus berorientasi pada permasalahan pasien. Sesuatu yang membuat pasien shock sebaiknya dibicarakan di nurse station. Alur operan menurut Achmad, dkk 2012 adalah: a.



Nurse Station 1)



Operan shift dipimpin oleh kepala ruangan



2)



Penanggung jawab melaporkan secara verbal dan tertulis kondisi pasienya berdasarkan dokumentasi keperawatan



3) b.



c.



Seluruh perawat mencatat asuhan hariannya di CPPT.



Bedside 1)



Kepala ruangan/penanggung jawab memimpin ronde ke tempat tidur pasien.



2)



Validasi data pasien.



Nurse Stasion 1)



Kepala ruangan merangkum informasi operan, memberikan umpan balik dan saran tindak lanjut



2) d.



e.



Menutup operan dengan doa dan salam



Materi dalam operan shift: 1)



Jumlah pasien yang masih berada di ruang perawatan



2)



Jumlah pasien rancana pulang



3)



Jumlah pasien baru



4)



Pasien yg akan pindah ruangan



Transfer/hand over Berdasarkan tingkat/ derajat kebutuhan perawatan pasien kritis (keputusan harus dibuat oleh dokter Ruangan/DPJP) 1)



2)



Transfer Intra RS a)



Transfer pasien dari IGD ke ruang rawat inap, Kamar Operasi



b)



Transfer pasien dari Poliklinik ke ruang rawat inap, Kamar Operasi



c)



Transfer pasien dari ruang rawat inap ke Kamar Operasi



d)



Transfer pasien dari Kamar Operasi ke ruang rawat inap



e)



Transfer pasien dari IGD, ruang rawat inap ke Ruang Radiologi



Transfer Antar RS



Berdasarkan tingkat/ derajat kebutuhan perawatan pasien. (keputusan harus dibuat oleh dokter Ruangan/DPJP) . Tujuan dari merujuk pasien adalah memberikan standar pelayanan yang sama atau lebih baik, serta memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pasien. Berikut adalah alur dalam merujuk pasien yang telah dirawat di rumah sakit Royal Taruma : a)



Persiapan Alat dan Dokumen Perawat dan dokter menyiapkan alat dan dokumen yang dibutuhkan seperti formulir serah terima pasien, obat yang digunakan selama perawatan, obat obat emergency, alat resusitasi dsb



b)



Persiapan Tempat Dokter menghubungi rumah sakit yang dituju untuk mencari sarana yang dibutuhkan pasien, apabila sudah ada kepastian dari rumah sakit yang dituju, petugas memberikan informasi kepada keluarga pasien



c)



Persiapan Transportasi Dokter dan perawat berkoordinasi dengan bagian kendaraan rumah sakit(untuk yang dirujuk oleh petugas rumah sakit). Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit,petugas mengantar sampai tujuan dan melaksanakan serah terima dengan petugas di RS tujuan, setelah selesai petugas kembali ke RS untuk melanjutkan bekerja.



F.



Komunikasi Perawat - Pasien/ Keluarga Tahapan komunikasi dalam asuhan keperawatan



meliputi tahap pengkajian, perumusan



diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.



1.



Tahap pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan tahap selanjutnya. Data pasien diperoleh dengan cara : a.



Wawancara 1)



Wawancara admisi Wawancara ini dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dengan tujuan mendapatkan data umum dan data pasien



2)



Wawancara riwayat hidup



Wawancara ini dilakukan perawat untuk mendapatkan informasi tentang keluhan dan riwayat kesehatan pasien serta perjalanan penyakitnya. Tujuan melakukan wawancara ini adalah untuk mengetahui alas an pasien dtang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana tindakan keperawatan. 3)



Wawancara terapeutik Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk terlibat dalam perawatan pasien , mengungkapkan perasaan , mengenal dan mengetahui masa lalunya. Wawancara ini banyak digunakan oleh tenaga medis selain perawat



2.



b.



Pemeriksaan Fisik



c.



Pemeriksaan Diagnostik



d.



Informasi dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien



Tahap perumusan diagnosa Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.



3.



Tahap perencanaan Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana keperawatan yang akan diterapkan, misalnya sebelum memberikan makanan kepada pasien perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.



4.



Tahap pelaksanaan Merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Pada saat menghadapi pasien perawat /dokter perlu : a.



Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling percaya saat berkomunikasi.



b.



Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat / dokter.



c.



Fokus pada pasien.



d.



Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan medis/keperawatan yang dilakukan.



e.



Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi dari pasien. Perawat/dokter lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan pasien pada perawat/ dokter.



f.



Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.



g.



Perawat/dokter mampu menjelaskan keadaan pasien.



h.



Perawat dokter mampu menjadi pembimbing dan konselor terhadap pasien.



i.



Bersikap tenang selama berada didepan pasien.



G. Komunikasi antara Manajemen dengan staffnya Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja didalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi, misalnya : memo, kebijakan, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih pada anggotanya secara individual. Robert Bonnington dalam buku modem business : A system approach (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam orgnisasi adalah sebagai berikut: 1.



Fungsi informative Organisasi dapat dipandang sebagai suatu system pemprosesan informasi. Maksudanya, seluruh anggota dalam organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya lebih pasti. Orang- orang dalam jajaran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi didalam organisasi. Sedangkan karyawan atau bawahan membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, disamping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, ijin cuti dan sebagainya.



2.



Fungsi regulative Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulative, yaitu : a)



Berkaitan dengan orang- orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga



memberi perintah atau instruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b)



Berkaitan dengan pesan. Pesan- pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.



3.



Fungsi Persuative Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepeduliaan yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.



4.



Fungsi integrative Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu : a)



Saluran komukasi formal seperti penerbit khusus dalam organisasi tersebut (bulletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.



b)



Saluran komukasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi



Bentuk - bentuk komunikasi yang digunakan oleh manajemen di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta, diantaranya adalah : 1.



Bentuk lisan Koordinasi antar bagian dibentuk melalui kegiatan-kegiatan : a)



Morning report Morning report adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar sejawat dokter dan petugas lainnya, didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil pemberian pelayanan medis, transfer of knowledge dan fungsi koordinasi sasama sejawat dokter dan petugas lainnya untuk meningkatkan mutu pelayanan medis dan non medis yang dilakukan setiap pagi.



b)



Rapat Koordinasi Keperawatan



Rapat koordinasi keperawatan adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar kepala departemen keperawatan dengan Kepala bagian (KABAG) didalamnya terkandung unsur evaluasi basil pemberian pelayanan keperawatan, transfer of knowledge dan fungsi koordinasi sesama perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan 2 kali dalam satu bulan. c)



Rapat koordinasi pelayanan Rapat koordinasi pelayanan adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar Direksi dengan staf dibawahnya yang dilaksanakan setiap bulan sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi basil pemberian pelayana rumah sakit dan fungsi koordinasi antar bagian meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang didapat selama kurun waktu 1 bulan.



d)



Rapat Pejabat Struktual Rapat Penjabat Struktual adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar direksi dengan staf dibawahnya yang dilaksanakan setiap 3 bulan sekali, didalamnya terkandung unsur evaluasi basil pemberian pelayanan rumah sakit, dan fungsi koordinasi antar bagian meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit selama kurun waktu 3 bulan.



2.



Bentuk tulisan Sedangkan bentuk tulisan yang digunakan adalah dengan surat, memo intern, uraian tugas, SPO/panduan, laporan kegiatan dan pedoman kebijakan.



H. Komunikasi dan Edukasi Dalam Keadaan Darurat Dalam keadaan darurat dimana komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan, dapat menggunakan komunikasi secara lisan dan segera didokumentasikan setelah kondisi kegawatdaruratan pasien tertangani. Proses penyampaian informasi yang akurat dan tepat waktu diseluruh Rumah Sakit Royal Taruma termasuk yang urgent dengan menghubungi extention telepon “ 0 “ Kode Dalam Keadaan Darurat Kode



Hubungi Telp. Ext



BLUE



Kedaruratan Medis



0



RED



Kebakaran



0



1. Code blue a.



Keadaan Darurat



Pengertian



Code Blue adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest. Tim Code Blue adalah suatu system dengan organisasi yang bertujuan memberikan penanganan resusitasi pasien, keluarga maupun pengunjung dilingkungan RS Royal Taruma. b.



Prosedur 1)



Ada kegawatdaruratan yang membutuhkan penangannan segera di area lingkungan rumah sakit



2)



3)



Petugas/ staf pada lokasi kejadian : a)



mendatangi pasien untuk memastikan keadaan pasien



b)



Meminta bantuan/aktifkan system code blue ke line telpon internal rumah sakit “0“



c)



Petugas/staf memberikan pertolongan pertama (resusitasi)



d)



Menyiapkan alat dan obat resusitasi (emergency kid)



e)



Membawa emergency kid ke lokasi kejadian



Operator/bagian informasi : a)



Segera mengumumkan via public paging paging (code blue sebanyak 3 kali) beserta lokasi kejadian



b)



Menghubungi petugas tim emergency via telepon bagi petugas yang tidak terjangkau public peging



4)



Bagian yang ada di lokasi kejadian : Masing-masing bagian di zona rumah sakit mengirimkan tim code blue atau dokter, perawat ke lokasi kejadian untuk membentu melakukan resusitasi.



5)



Koordinator masing-masing zona : a)



Mengirim tim code blue



b)



Mengetahui lokasi penyimpanan peralatan emergency kit di setiap zona



c)



Koordinator/petugas dimana tempat emergency kit berada segera mengirim peralatan tersebut ke lokasi kejadian



d)



Membeck-up peralatan dan obat medis emergency yang dibutuhkan



e)



Membantu memimpin resusitasi



f)



Membuat laporan singkat tentang proses penanganan resusitasi



6)



Security



7)



Membantu memberikan pengamanan lingkungan dan jalannya proses evakuasi



8)



Apabila resusitasi berhasil/ kondisi pasien stabil, pasien segera dipindahkan ke ruang ICU



9)



Apabila resusitasi tidak berhasil/pasien meninggal, dilakukan observasi selama 15-30 menit, setelah itu pasien dipindahkan ke ruang jenazah dan dilakukan observasi selama 2 jam dari jam pasien dinyatakan meninggal.



2. Code red a. Pengertian Code red adalah code yang menandakan terjadinya kebakaran di rumah sakit atau disekitar rumah sakit. b. Prosedur 1)



Kebakaran Terjadi Di Gedung Tempat Karyawan Bekerja a)



Ketika karyawan melihat timbulnya api yang menandakan terjadinya kebakaran, maka karyawan melaksanakan langkah KTPE (Kode merah, Telephone kantor satpam/petugas pendaftaran), Padamkan api dengan APAR/Hydrant dan



evakuasi pasien/karyawan, alat penting dan dokumen penting) b)



Karyawan Segera informasikan telah terjadinya kebakaran (ketika api masih kecil) diruangan ke rekan kerja dengan meneriakkan "kode merah" (code red) dan menyebutkan ruangan/lokasi terjadinya bencana.



c)



Segera menghubungi kantor/petugas satpam dengan meminta bantuan rekan kerja untuk menelpon ke pesawat *0*



d)



Petugas satpam melaporkan ke petugas pendaftaran bahwa ada "kode merah" (code red) dan menyebutkan ruangan/lokasi terjadinya bencana. Petugas pendaftaran menginformasikan melalui microfon bahwa ada "kode merah" (code red) dan menyebutkan ruangan/lokasi terjadinya bencana.



e)



Lakukan pemadaman api, dengan cara mengambil APAR di lokasi terdekat dengan lokasi terjadinya kebakaran dan pastikan bahwa APAR berfungsi.



f)



Cara menggunakan tabung APAR sesuai prosedur yang tercantum disamping tabung/Box APAR yaitu TATS (Tarik pin, Arahkan pada sumber api, Tekan tuas, Semprotkan satu sisi ke sisi lainnya).



g)



Mintalah bantuan petugas/ satpam unuk membantu memadamkan api.



h)



Apabila api semakin besar, maka apabila diruangan tersedia hydrant dinding, gunakan hydrant tersebut untuk memadamkan api



i)



Apabila tenyata api tidak bisa dipadamkan, maka karyawan atau pihak manajemen rumah sakit melakukan 2 langkah penting : 1). Segera menghubungi kantor Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Barat untuk meminta bantuan pengiriman



pasukan pemadam kebakaran, dan 2). melakukan evakuasi (pasien/obat, dokumen penting dan alat penting). j)



Apabila pemadaman api selesai dipadamkan, baik untuk kejadian kebakaran kecil maupun kebakaran besar, maka kepala unit kerja segera (1 x 24 jam) untuk membuat laporan ke Direktur terkait dengan tembusan Ketua TIM K3 rumah sakit Royal Taruma



2)



Kebakaran Terjadi Di Gedung Dekat/Samping Dengan Gedung Tempat Karyawan Bekerja a)



Ketika karyawan mendengar, melihat dan mendapatkan informasi telah terjadi kebakaran di gedung sekitar/samping tempat gedung tempat karyawan bekerja dan pasien dirawat, maka lakukan upaya-upaya menenangkan situasi.



b)



Segera melaksanakan konsolidasi dengan rekan kerja dan bersama-sama lakukan upaya "menenangkan pasien dan keluarganya" dengan mengatakan bahwa kebakaran terjadi digedung samping/dekat dengan gedung tempat pasien dan untuk sementara menyarankan jangan merasa takut dan khawatir. Karyawan tetap memantau kondisi kebakaran dan menunggu informasi untuk dilakukan evakuasi pasien/karyawan dari Tim Komanda Pengendalian kebakaran (TIM K3RS, Petugas Satpam, Petugas Pemadam Kebakaran).



c)



Apabila tidak ada informasi dan perintah untuk melakukan evakuasi, maka karyawan dan rekan kerja segera menginformasikan ke pasien bahwa kebakaran telah dapat diatasi.



d)



Apabila kemudian menerima informasi perlu dilakukan evakuasi karena kebakaran tidak dapat dikendalikan maka segera karyawan kembali berkonsolidasi dengan rekan kerja dan melakukan upaya evakuasi pasien. Urutan prioritas evakuasi adalah : 1). Pasien dengan kondisi mandiri, 2). Pasien dengan kondisi partial care dan 3). pasien dengan kondisi total care, menuju titik kumpul aman.



3)



Kebakaran terjadi di permukiman terdekat rumah sakit a)



Ketika karyawan mendengar, melihat dan mendapatkan informasi telah terjadi kebakaran di permukiman di sebelah timur, selatan, barat dan utara rumah sakit, maka lakukan upaya-upaya menenangkan situasi.



b)



Segera melaksanakan konsolidasi dengan rekan kerja dan bersama-sama lakukan upaya "menenangkan pasien dan keluarganya" dengan mengatakan bahwa kebakaran



terjadi dipermukiman dan lokasinya jauh dengan gedung tempat pasien dan untuk sementara menyarankan jangan merasa takut dan khawatir. c)



Karyawan tetap memantau kondisi kebakaran untuk memastikan bahwa kebakaran tersebut tidak merambat ke gedung tempat pasien berada.



c.



Perintah evakuasi Evakuasi adalah memindahkan pasien rumah sakit ke tempat yang aman apabila terjadi bencana, bertujuan untuk menyelamatkan pasien 1)



Evakuasi Umum a)



Ketua TIM K3 memerintahkan penanggung jawab peanggulangan bencana untuk segera melakukan evakuasi ke tempat Assembly Point.



b)



Penanggung jawab peanggulangan bencana melakukan evakuasi sesuai dengan prioritas



c)



Penanggung jawab peanggulangan bencana melakukan head count



d)



Penanggung jawab peanggulangan bencana melakukan penyisiran ke lokasi bencana.



e)



Setelah gedung dinyatakan benar – benar kosong oleh tim sisir, maka Tim K3 memerintahkan Koordinator Pengendali Bencana untuk merujuk, memindahkan, atau mendirikan tenda darurat.



f) 2)



Tim K3 membuat laporan tertulis kepada Direktur RS\



Evakuasi Banjir a)



Tim K3 memerintahkan penanggung jawab peanggulangan bencana untuk segera melakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.



b)



Penanggung jawab peanggulangan bencana melakukan evakuasi sesusai dengan prioritas.



3.



c)



Apabila kondisi sudah dinyatakan aman, petugas melakukan reevakuasi.



d)



Tim K3 membuat laporan kepada Direktur Utama.



Pelaporan Nilai Kritis Pelaporan nilai kritis dilakukan oleh PPA di unit terkait kepada dokter yang merawat pasien (DPJP) atau dokter jaga dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Kriteria nilai pemeriksaan diagnostik kritis adalah sebagai berikut : a.



Pemeriksaan laboratorium No



Pemeriksaan



Nilai Normal



Nilai Kritis



Nilai Kritis



Unit



Rendah



Tinggi



1



Hematokrit



31-70



< 20



> 70



Vol %



2



Hemoglobin



12-18



20



g/dL



3



Hemoglobin ibu hamil



4



Trombosit



5



Leukosit



6



Golongan darah



< 10



g/dL



150-450



< 50



> 1000



10^3/uL



5.000-10.000



< 2000



> 30.000



/u



Rhesus Negatif (konfirmasi PMI)



7



Nilai absolute neutropil



8



Malaria



< 1000 Negative



Positif



/uL



(serologi,mikroskopik) 9



Waktu perdarahan



1-3



> 15



Menit



10



Waktu pembekuan



2-6



> 13



Menit



11



PT



11-18



> 30



Detik



12



APTT



27.2-42.0



>100(ranap)



Detik



> 60(rajal)



Detik



13



INR



> 5.5



14



Fibrinogen



15



D Dimer



16



CK



17



CKMB



18



Albumin



3.4 - 5.0



19



Alkali fosfatase



38 - 126



20



Gula Darah Sewaktu



< 180



21



Ureum



22



200-400



< 100



300



> 700



mg/dL



> 1000



ug/dL



< 190



U/L



25 < 2.5



mg/dL > 500



mg/dL



15 - 39



> 100



mg/dL



Creatinin



< 1.5



> 10



mg/dL



23



Amilase



25-115



> 200



U/L



24



Lipase



73-393



> 600



U/L



25



Natrium



133-145



< 120



> 160



mmol/L



26



Kalium



3.5-5.3



< 2.8



> 6.0



27



Klorida



98-107



< 80



> 115



mmol/L



28



Kalsium Total



8.5-10.1



< 6.5



> 14.0



mg/dL



29



Magnesium



1.8-2.4



< 1.0



> 4.7



mg/dL



30



Fosfor



2.6-4.5



< 1.1



> 10



mg/dL



31



Analisa Gas Darah >10



%



CO (Carbonmonoxside)



< 45



U/L



HCO3



< 10



O2 Concentrate



> 40 > 10



O2 Saturasi



< 75



PCO2



< 20



> 77



pH



< 7.2



> 7.6



PO2



< 40



32



Eritrosit dalam urine



33



Anti HIV



34



Reduksi urine



% % mmHg mmHg



0-1



> 10



Non Reaktif



Reaktif



Negatif



Positif 4



LPB



NEONATUS 35



Hematokrit neonatus



31-70



< 30



> 70



g/dL



36



Hemoglobin neonatus



12-18



20



g/dL



37



IT Ratio Neonatus



0.2



> 0.25



/ul



38



Bilirubun total



1-10.5



> 15



mg/dl



39



Gula Darah Neonatus



30-100



> 200



mg/dl



40



Kreatinin neonatus



0.3-0.8



≥ 1.5



41



Kreatinin Anak



0.3-0.8



≥ 3.0



mg/dl



42



Kalium neonatus



3.5-5.3



> 6.0



mmol/L



43



G6PD neonatus



Negative



Positif



44



TSH Neonatus



Negative



Positif



< 30



< 2.8



MIKROBIOLOGI 45



Kultur darah



Positif



46



Kultur BTA



Positif



47



Pewarnaan BTA



Positif



48



MRSA/ESBL



Positif



49



Hasil



kultur



streptococcus



Positif



pyregenes a) Darah b) Cairan Pleura c) Cairan Sendi d) Pus 50



Pewarnaan gram dari bahan



Positif



cairan serebrospinal PATOLOGI ANATOMI 51



Interpretasi kesimpulan



Ditemukan keganasan



b.



Pemeriksaan Radiologi No



Temuan Kritis



Jenis Pemeriksaan



1



Kepala



Perdarahan Intra Kranial



CT Scan Kepala



2



Dada



Pneumothorax



Rontgen Thorax



Pneumothorax



CT Scan Thorax



Ileus Obstruktif



Rontgen abdomen



Perforasi



CT Scan Abdomen



3



c.



Area Anatomi



Abdomen



4



Scrotum



Torsio



USG Scrotum



5



Obstetri



Kehamilan ektopik



USG Obstetri



Diagnostik jantung EKG : adanya ST elevasi, aritmia dengan hemodinamik stabil



d.



Pemeriksaan Bedside 1)



Tekanan Darah sistolik di bawah 100 mmHg atau diatas 160 mmHg



2)



Nadi/heart rate dibawah 50 x/menit atau lebih dari 120 x/menit



3)



Pernapasan kurang dari 8 x/menit atau lebih dari 24x/menit



4)



Suhu tubuh lebih dari 38º C.



5)



Glasgow Coma Scale (GCS) turun 2 poin atau lebih dari sebelumnya



BAB VI DOKUMENTASI DAN KENDALI MUTU A. Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di luar Rumah Sakit Kegiatan yang dilaksanakan oleh Petugas PKRS terkait pemberian informasi dan edukasi di luar Rumah Sakit merupakan salah satu program untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan,



kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan kesehatan. Jenis kegiatan yang rutin dilaksanakan Rumah Sakit seperti Posyandu dan pendidikan kesehatan di Daerah Binaan, pendidikan kesehatan di sekolah, siaran radio/televisi yang sudah bekerjasama dengan Rumah Sakit. Semua kegiatan harus terdokumentasikan dalam bentuk laporan kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). B.



Dokumentasi Pelaksanaan Pemberian Informasi dan Edukasi di Rumah Sakit Sebelum memberikan edukasi pada pasien/keluarga, penilaian kebutuhan edukasi harus dikaji terlebih dahulu oleh Dokter dan petugas kesehatan lainnya. Kebutuhan edukasi masing-masing pasien tidaklah sama, tergantung dengan kondisi pasien saat itu. Kebutuhan edukasi pasien meliputi: 1.



Tindakan pencegahan



2.



Intervensi diit



3.



Peralatan khusus



4.



Pencegahan resiko jatuh



5.



Manajemen nyeri



6.



Penyakit



7.



Pengobatan



8.



Transfus darah



9.



Vaksinasi



10. Pelayanan rohani, dll yang tertuang di form penilaian edukasi. Setelah kebutuhan edukasi dikaji, selanjutnya menuliskan tujuan diberikan edukasi tersebut, kemampuan belajar, kesiapan belajar, hambatan dan intervensi mengatasi hambatan, metode pembelajaran, dan hasil yang dicapai. Formulir pemberian edukasi ini wajib diisi oleh Dokter Jaga atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat menjelaskan penyakit dan disertakan tandatangan, nama terang pemberi dan penerima informasi dan edukasi Formulir pemberian informasi dan edukasi terintegrasi diisi oleh semua petugas kesehatan yang melakukan asuhan pada pasien (PPA). Materi yang diberikan dapat ditulis diformulir pemberian informasi dan edukasi terintegrasi. Pemberi edukasi (petugas kesehatan) dan penerima edukasi (pasien /keluarga) harus membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di kolom tersedia. Sedangkan untuk pemberian informasi dan edukasi di Rawat Jalan hanya memberikan ceklist apa yang telah disampaikan di kolom informasi/ edukasi dan metode apa yang digunakan. Petugas



yang memberikan informasi harus melakukan evaluasi atau verifikasi terhadap materi edukasi dan informasi yang telah diberikan.



BAB VII PENUTUP Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah TULIS YANG DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS DAN DAPAT DIBUKTIKAN, namun penerapannya tidak semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/panduan, standar prosedur operasional dan program selain diperlukan komitmen



direktur/pimpinan rumah sakit juga perlu staf yang mampu dan mau menyusun dokumen akreditasi tersebut. Dengan tersusunnya buku panduan Komunikasi Efektif diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu.