Komunikasi PD Remaja & Dewasa Kel.4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KOMUNIKASI PADA REMAJA DAN DEWASA Diajukan guna memenuhi tugas M.K Komunikasi Dosen Pengampu



: Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep



Disusun Oleh : Kelompok 4 1. Dewi Febriyani Lubis (P27901118061) 2. Dzikri Rahmatullah



(P27901118062)



3. Imel Laela Izmi



(P27901118072)



4. Lulu Nurmala



(P27901118073)



5. Reni Kusumawardani (P27901118082) 6. Sri Yuliana



(P27901118089)



7. Zakiya Nuriyah



(P27901118097)



Reguler / Semester : 2B / Semester III



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN 2019



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Komunikasi Pada Remaja Dan Dewasa” Penyusunan makalah ini tidak akan berhasil penyusun lakukan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu



Kusniawati,



S.Kep,



Ners,



M.Kep.



selaku



Ketua



Jurusan



Keperawatan. 2. Ibu Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep. selaku Ketua Prodi D3 Keperawatan. 3. Seluruh dosen pengajar di Poltekkes Banten. 4. Ibu Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Management Pasien Safety 5. Rekan – rekan yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun cara penyampaianya. Oleh karena itu penyusun mengharap kritik dan saran demi perbaikan penyusun kedepannya. Semoga makalah ini memberikan manfaat kepada pembaca khususnya bagi penyusun dan masyarakat pada umumnya.



Tangerang, 25 Juli 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang ................................................................................... 1



1.2



Rumusan Masalah .............................................................................. 1



1.3



Tujuan Penulisan................................................................................ 2



BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3 2.1



Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................... 3



2.1. 1



Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................... 3



2.1. 2



Manfaat Komunikasi Terapeutik....................................................... 3



2.1. 3



Tujuan Komunikasi Terapeutik......................................................... 3



2.2



Definisi Remaja dan Dewasa ............................................................. 4



2.2.1



Definisi Remaja ................................................................................. 4



2.2.2



Definisi Dewasa ................................................................................ 4



2.3



Komunikasi pada Remaja .................................................................. 5



2.3.1



Teknik Komunikasi pada Remaja ..................................................... 6



2.3.2.



Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Remaja .................... 8



2.3.3.



Hambatan dalam Komunikasi pada Remaja ..................................... 9



2.4



Komunikasi Pada Dewasa ............................................................... 12



2.4.1



Model-model Komunikasi pada Dewasa ........................................ 13



2.4.2



Teknik Komunikasi pada Orang Dewasa dan Penerapannya ......... 17



2.4.3



Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Dewasa . 20



2.4.4



Hambatan Komunikasi pada Dewasa.............................................. 20



BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28 3.1



Kesimpulan ...................................................................................... 28



3.2



Saran ................................................................................................ 28



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian, makna, serta pikiran yang diberikan pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk mengubah sikap dan perilaku. Bila pesan yang telah disampaikan ingin mendapatkan tanggapam yang baik dari komunikan, maka diperlukan kiat-kiat penyampaian pesan yang baik. Dalam melakukan komunikasi pada remaja, perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang remaja, cara berkomunikasi dengan anak remaja, metode berkomunikasi dengan anak remaja. Peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengn remaja sehingga bisa di dapatkan informasi yang benar dan akurat. Pada orang dewasa, mereka mempunyai sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang lama menetap dalam dirinya sehingga untuk merubah perilakunya sangat sulit. oleh sebab itu perlu kiranya suatu model komunikasi yang tepat agar tujuan komunikasi dapat tercapai dengan efektif. Bertolak dari hal tersebut kami mencoba membuat makalah yang mencoba untuk menerapkan model konsep kornunikasi yang tepat pada klien dewasa.



1.2



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Komunikasi ? 2. Apa yang dimaksud dengan Remaja ? 3. Apa yang dimaksud dengan Dewasa ? 4. Bagaimana komunikasi pada Remaja ? 5. Bagaimana komunikasi pada Dewasa ?



1



1.3



Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi 2. Untuk mengetahui pengertian dari Remaja 3. Untuk mengetahui pengertian dari Dewasa 4. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi pada remaja 5. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi pada dewasa



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Komunikasi Terapeutik 2.1. 1



Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara



sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003) Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).



2.1. 2



Manfaat Komunikasi Terapeutik



Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003).



2.1. 3



Tujuan Komunikasi Terapeutik



Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.



3



Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. (Indrawati, 2003)



2.2



Definisi Remaja dan Dewasa 2.2.1



Definisi Remaja Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada



pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI (2010), batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Menurut Deswita (2006), rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas empat, yaitu: 



Masa pra remaja, 10-12 tahun







Masa remaja awal 12 – 15 tahun







Masa remaja pertengahan, 15 – 18 tahun







Masa remaja akhir, 18 – 21 tahun



2.2.2



Definisi Dewasa



Dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga



4



puluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karier, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak. Rentang waktu dewasa dibedakakn menjadi tiga, yaitu :  Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun) Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku sosial  Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun) Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun. Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.  Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal) Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya.



2.3



Komunikasi pada Remaja Komunikasi dengan remaja merupakan sesuatu yang penting dalam



menjaga hubungan dengan remaja, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri remaja yang selanjutnya dapat diambil dalam menentukan masalah keperawatan. Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Pada masa transisi ini remaja banyak mengalami kesulitan yang membutuhkan kemampuan adaptasi. Remaja sering tidak mendapat tempat untuk mengekspresikan ungkapan hatinya dan cenderung tertekan Hal ini akan dapat mempengaruhi komunikasi remaja terutama komunikasi dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Terkait dengan permasalahan di atas, dalam berkomunikasi dengan remaja perawat atau orang dewasa lain harus mampu bersikap sebagai “SAHABAT” buat remaja. Tidak meremehkan atau memperlakukan dia sebagai anak kecil dan tidak membiarkan



5



dia berperilaku sebagai orang dewasa. Pola asuh remaja perlu cara khusus. Walau usia masih tergolong anak-anak, ia tak bisa diperlakukan seperti anak kecil. Remaja sudah mulai menunjukkan jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul bersama teman sebaya ketimbang dengan orang tua. Berikut ini sikap perawat, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja. a. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran, dan sikapnya b. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran, dan sikapnya c. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespons yang berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap emosional d. Memberikan support atas segala masalah yang dihadapi remaja dan membantu untuk menyelesaikan dengan mendiskusikannya e. Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat remaja, tempat berbagi cerita suka dan duka f. Duduk



bersama



remaja,



memeluk,



merangkul,



mengobrol,



dan



bercengkerama dengan mereka serta sering melakukan makan bersama



2.3.1



Teknik Komunikasi pada Remaja



Beberapa teknik yang digunakan dalam berkomunikasi dengan remaja, antara lain: 1. Melalui orang lain atau pihak ketiga Cara



berkomunikasi



ini



pertama



dilakukan



oleh



remaja



dalam



menumbuhkan kepercayaan diri remaja, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada disamping anak. Selain itu dapat digunakan dengan cara memberikan komentar tentang sesuatu. 2. Bercerita Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak remaja dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang akan diekspresikan melalui tulisan.



6



3. Memfasilitasi Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, malalui ini ekspresi anak atau respon anak remaja terhadap pesan dapat diterima, dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan , tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan mereflisikan ungkapan negatif yang menunjukan kesan yang jelek pada anak remaja tersebut. 4. Meminta untuk menyebutkan keinginan Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukan persaan dan pikiran anak pada saat itu. 5. Pilihan pro dan kontra Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukkan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif yang sesuai dengan pendapat anak remaja. 6. Penggunaan skala Pengunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti pengguaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya. 7. Menulis Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada remaja yang jengkel, marah dan diam.



7



Keberhasilan berkomunikasi dengan remaja dapat dipengaruhi oleh suasana psikologis antara perawa dengan remaja. a. Suasana hormat menghormati Orang dewasa akan akan mampuberkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati,ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakanpikirannya b. Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran,gagasan, dan sistem nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi c. Suasana saling percaya Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan d. Suasana saling terbuka Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.Komunikasi verbal dan nonverbal remaja perlu diperhatikan, misalnya ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan nada suara yang memberikan tanda tentang status emosionalnya.



2.3.2.



Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Remaja



1. Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi berlangsung secara efektif. 2. Pengetahuan Semakin



banyak



pengetahuan



yang



didapat



maka



komunikasi



berlangsung secara efektif. 3. Sikap Sikap mempengaruhi dalam berkomunikasi. Bila komunikan bersifat pasif/tertutup maka komunikasi tidak berlangsung secara efektif.



8



4. Usia tumbuh kembang status kesehatan anak Bila ingin berkomunikasi, maka harus disesuaikan dengan tingkat usia agar komunikasi tersebut berlangsung secara efektif. 5. Saluran Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat tersampaikan ke komunikan dengan baik.



2.3.3.



Hambatan dalam Komunikasi pada Remaja



Komunikasi merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi manusia dalam melakukan interaksi dengan sesama.Kita pada suatu waktu merasakan komunikasi yang kita lakukan menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang kita diterima.Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah komunikasi yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena tiga hal yaitu: 1. Hambatan Fisik : a. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi – tidak melihat kepada lawan bicara, tetap dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita-, mampengaruhi porses komunikasi yang berlangsung. b. Gangguan. Noises Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, dan lain sebagainya. c. Gangguan fisik (gagap, tuli, buta). Adanya gangguan fisik seperti gagap, tunawicara, tunanetra, dan sebagainya yang dialami oleh seorang Remaja. Terimalah mereka apa adanya. Mereka pasti memiliki potensi unggul lain yang perlu digali. Sebagai perawat, kita harus siap menerima kenyataan tersebut seraya mencari cara agar tidak terjadi hambatan komunikasi dengan remaja tersebut, misalnya dengan cara belajar bahasa yang mereka dapat pahami.



9



d. Teknik bertanya yang buruk. Ternyata kita yang tidak memiliki kemampuan bertanya, tidak akan sanggup menggali pemahaman orang lain, tidak sanggup mengetahui apa yang dirasakan orang lain. Oleh karena itu, kembangkan selalu teknik bertanya kepada orang lain. Bahwa setiap individu memiliki modalitas belajar yang berbeda-beda. e. Teknik menjawab yang buruk. Kesulitan seseorang memahami materi yang disampaikan karena komunikator tidak mampu menjawab dengan baik.Pertanyaan bukannya dijawab, melainkan dibiarkan.Pertanyaan justru dijawab tidak tepat.Salah satu teknik menjawab yang buruk adalah komunikator tidak memberikan kesempatan individu menyelesaikan pertanyaan lalu langsung di jawab oleh komunikator. f. Kurang menguasai materi. Ini faktor yang sangat jelas.Begitu kita tidak menguasai materi, itulah hambatan komunikasi.Kompetensi profesional salah satu maknanya adalah menguasai materi secara mendalam bahkan ditambahkan lagi, meluas. g. Kurang persiapan. Bagaimana mungkin proses penyampaian materi atau pembelajaran dapat optimal jika tidak menyiapkan perencanaan dengan baik.



2. Hambatan Psikologis : a. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi.Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar. b. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui. Seringkali kita mengabaikan informasi yang menurut kita tidak sesuai dengan ide, gagasan dan pandangan kita padahal kalau dicermati



10



sangat berhubungan dengan ide kita, padahal ada kalanya gagasan kita yang kurang benar. c. Menilai sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi.Jika ada seorang remaja yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya. d. Pengaruh emosi. Pada keadaan marah, remaja akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya. e. Kecurigaan. Kembangkanlah sikap berbaik sangka pada semua orang.Hendaklah berpikir baik atau positif bahwa materi ini bisa dipahami oleh remaja. Komunikator curiga pada komunikan akan membawa suasana pembelajaran tidak kondusif. f. Tidak jujur. Karakter



dasar



komunikator



mestilah



ditampilkan



selama



pembelajaran komunikasi pada remaja berlangsung dan juga di luar pembelajaran.Kita harus jujur.Jangan bohong. Jujurlah jika memang tidak tahu g. Tertutup. Jika ada kita yang memiliki sikap tertutup atau introvert dalam proses pembelajaran, sebaiknya jangan menjadi komunikator. Sebab dalam proses itu diperlukan kerjasama, keterbukaan, kehangatan, dan keterlibatan. h. Destruktif. Jelas sikap ini akan menjadi penghambat aliran komunikasi pada remaja. Cegahlah sedini mungkin oleh kita.Jika sikap destruktif itu muncul, lakukan segera penanganannya secara bijak atau sesuai prosedur yang berlaku. i. Kurang dewasa.



11



Kita memang perlu menyadari sikapnya dalam proses pembelajaran. Bedakan ketika kita berbicara dengan anak-anak, karena kita berkomunikasi dengan seorang remaja.mampu, tetapi ada hambatan psikologi.



3. Semantik, menurut (Nailul Himmah, 2013:03) a. Persepsi yang berbeda. b. Kata yang berartilain bagi orang yang berbeda. c. Terjemahan yang salah. d. Semantik yaitu pesan bermakna ganda. e. Belum berbudaya baca, tulis, dan budaya diam



2.4



Komunikasi Pada Dewasa Pada orang dewasa, mereka mempunyai sikap, pengetahuan dan



ketrampilan yang lama menetap dalam dirinya sehingga untuk merubah perilakunya sangat sulit. Orang dewasa sudah mempunyai sikap-sikap tertentu, pengetahuan tertentu, bahkan tidak jarang sikap itu sudah sangat lama menetap dalam dirinya sehingga tidak mudah untuk mengubahnya. Pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan dengan yang lama. Orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru untuk mengubah tingkah lakunya dengan cepat. Orang dewasa, kalau ia sendiri yang ingin belajar hal baru, dia akan terdorong mengambil langkah untuk mencapai sesuatu yang baru itu. Orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta kasih, minat, dan permasalahan dengan orang lain. Pada masa ini, orang dewasa mempunyai cara-cara tersendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Cara-cara spesifik yang biasa mereka lakukan adalah terkait dengan pengetahuan, pengalaman, sikap, kemapanan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Berdasarkan perkembangan komunikasi



pada orang dewasa dan



permasalahan yang terjadi, agar tercapai komunikasi yang efektif, terutama dalam melaksanakan pelayanan keperawatan, perlu ditunjukkan dan diterapkan sikap-



12



sikap terapeutik. Dalam berkomunikasi dengan dewasa sampai lansia, diperlukan pengetahuan tentang sikap-sikap yang khas. Berikut sikap-sikap yang khas pada orang dewasa : a. Orang



dewasa



melakukan



komunikasi



berdasarkan



pengetahuan/pengalamannya sendiri. Sikap perawat: Menggunakan motivasi untuk mencari pengetahuan sendiri sesuai yang diinginkan. Tidak perlu mengajari, tetapi cukup memberikan motivasi untuk menggantikan perilaku yang kurang tepat. b. Berkomunikasi pada orang dewasa harus melibatkan perasaan dan pikiran. Sikap perawat: Gunakan perasaan dan pikiran orang dewasa



sebagai



kekuatan untuk merubah perilakunya. c. Komunikasi adalah hasil kerja sama antara manusia yang saling memberi pengalaman serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah. Sikap perawat: Bekerja sama dengan orang dewasa untuk menyelesaikan masalah. Memberikan kesempatan pada dewasa untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap pengalaman tersebut.



2.4.1



Model-model Komunikasi pada Dewasa



1. Model Shanon & Weaver Suatu



model



yang



menyoroti



problem



penyampaian



pesan



berdasarkan tingkat kecermatan nya. Model ini melukiskan suatu sumber yang berupa sandi atau menciptakan pesan dan menyampaikan melalui suatu saluran kepada penerima. Dengan kata lain model shannon & weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan suatu pesan untuk di komunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (Transmitter) mengubah pesan menjadi suatu signal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Suatu konsep penting dalam model ini adalah adanya gangguan (Noise) yang dapat menganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model Shannon-Weaver dapat diterapkan kepada konsep komunikasi interpersonal. Model ini memberikan keuntungan bahwa sumber informasi



13



jelas dan berkompeten, pesan langsung kepada penerima tanpa perantara. Tetapi model ini juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak terlihat nya hubungan tansaksional diantara sumber pesan dan penerima. Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa : Bila komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa, klien akan lebih mudah untuk menerima penjelasan yang disampaikan karena tanpa adanya perantara yang dapat mengurangi kejelasan informasi. Tetapi tidak ada hubungan transaksional antara klien dan perawat, juga tidak ada feedback untuk mengevaluasi tujuan komunikasi. 2. Model Komunikasi Leary Refleksi dari model komunikasi interaksi dari Leary (1950) ini menggabungkan multidimensional yang ditekankan pada hubungan interaksional antara 2 (dua) orang, dimana antara individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi Leary mengamati tingkah laku klien, dimana didapatkan tingkah laku tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Dari gambaran model leary: pesan komunikasi dapat terjadi dalam 2 dimensi: - Dominan -Submission, dan - Hate – love. Model Leary dapat diterapkan di bidang kesehatan karena dalam bidang kesehatan ada keseimbangan kekuatan antara professional dengan klien. Selama beberapa tahun pasien akut ditempatkan pada peran submission dan profesi kesehatan selalu mondominasi peran dan klien ditempatkan dalam keadaan yang selalu patuh. Seharusnya dalam berkomunikasi ada keseimbangan asertif dalam menerima dan memberi antara pasien dan profesional. Penerapan Pada Klien Dewasa : Bila model konsep ini diterapkan pada klien dewasa, peran dominan oleh perawat hanya mungkin dilakukan dalam keadaan darurat/akut untuk menyelamatkan kehidupan klien, sehingga klien harus patuh terhadap segala yang dilakukan perawat. Kita tidak dapat menerapkan posisi dominan ini pada klien dewasa yang dalarn keadaan kronik karena klien dewasa mempunyai komitmen yang kuat



14



terhadap sikap dan pengetahuan yang kuat dan sukar untuk dirubah dalam waktu yang singkat. peran Love yang berlebihan juga tidak boleh diterapkan terhadap klien dewasa, karena dapat mengubah konsep hubungan profesional yang dilakukan lebih kearah hubungan pribadi. Model ini menekankan pentingnya "Relationship" dalam membantu klien pada pelayanan kesehatan secara langsung. Komunikasi therapeutik adalah ketrampilan untuk mengatasi stress yang menghambat psikologikal dan belajar bagaimana berhubungan efektif dengan orang lain. Pada komunikasi ini perlu diterapkan kondisi empati, congruen (sesuai dengan situasi dan kondisi), dan penghargaan yang positif (positive regard). Sedangkan hasil yang diharapkan dari klien melalui model kornunikasi ini adalah adanya saling pengertian dan koping yang lebih efektif. Bila diterapkan pada klien dewasa dikondisikan untuk lebih mengarah pada kondisi dimana individu dewasa berada di dalam keadaan stress psikologis. 3. Model lnteraksi King Model King memberikan penekanan pada proses komunikasi antara perawat



-



klien.



King



menggunakan



sistem



perspektif



untuk



menggambarkan bagaimana profesional kesehatan (perawat) untuk memberi bantuan kepada klien. Pada dasarnya model ini meyakinkan bahwa interaksi perawat - klien Secara stimulan membuat keputusan tentang keadaan mereka dan tentang orang lain dan berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi. Keputusan berperan penting yang merangsang terjadi reaksi. Interaksi merupakan proses dinamis yang meliputi hubungan timbal balik antara persepsi, keputusan dan tindakan perawat - klien. Transaksi adalah hubungan relationship yang timbal balik antaraperawar-klien seiama berpartisipasi. Feedback dalam model ini menunjukkan pentingnya arti hubungan perawat-klien. Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa:



15



Model ini sesuai untuk klien dewasa karena mempertimbangkan faktorfaktor intrinsik dan ekstrinsik klien dewasa yang pada akhirnya bertujuan untuk menjalin transaksi. Adanya feedback menguntungkan untuk mengetahui sejauh mana informasi yang disampaikan dapat diterima jelas oleh klien atau untuk mengetahui ada tidaknya persepsi yang salah terhadap pesan yang disampaikan. 4. Model Komunikasi Kesehatan Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara professional kesehatan klien. 3 (tiga) faktor utama dalam proses komunikasi kesehatan yaitu : 



Relationship Hubungan Relationship dikondisikan untuk hubungan interpersonal, bagaimana seorang profesional dapat meyakinkan orang tersebut. Profesional kesehatan adalah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, training dan pengalaman dibidang kesehatan. Klien adalah individu yang diberikan pelayanan. orang lain (significant order) penting untuk mendukung terjadinya interaksi khususnya mendukung klien untuk mempertahankan kesehatan.







Transaksi Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antar partisipan di dalarn proses komunikasi tersebut.







Konteks Konteks yaitu kornunikasi kesehatan yang memiliki topik utama tentang kesehatan klien dan biasanya disesuaikan dengan tempat dan situasi.



Penerapannya terhadap komunikasi klien dewasa : Model komunikasi ini juga dapat diterapkan pada klien dewasa ,karena profesional kesehatan ( perawat ) memperhatikan karakteristik dari klien yang akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Transaksi yang dilakukan terjadi secara berkesinambungan, tidak statis dan umpan balik. Komunikasi ini juga melibatkan orang lain yang berpengaruh terhadap kesehatan klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan, jenis pelayanan yang diberikan.



16



Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu aturan tertentu seperti; sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan, usia, faktor budaya, nilai yang dianut, faktor psikologi, sehingga perawat harus memperhatikan hal-hal tersebut agar ttdak terjadi kesalahpahaman. Pada komunikasi orang dewasa diupayakan agar perawat menerima pasien sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat harus dapat menerima setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan pada hal tersebut diatas, model konsep komunikasi yang tepat dan dapat diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi interaksi King dan model komunikasi kesehatan. Karena pada kedua model komunikasi ini menunjukkan hubungan relationship yang rnemperhatikan karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerirna, serta adanya umpan balik untuk mengevaluasi tujuan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model konsep komunitasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien. Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Model Konsep Komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi King dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan relationship yang saling memberi dan menerima serta adanya feedback untuk mengevaluasi apakah informasi yang disampaikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.



2.4.2



Teknik



Komunikasi



pada



Orang



Dewasa



dan



Penerapannya Ketika Anda berkomunikasi, mulai pada tingkat usia bayi-anak sampai dewasa dan lansia teknik tersebut harus digunakan secara kombinasi. Akan tetapi, secara khusus, Anda harus menguasai teknik-teknik yang membedakan



17



pada kelompok usia tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik perkembangannya. Berikut ini teknik komunikasi yang secara khusus yang harus Anda terapkan saat berkomunikasi dengan orang dewasa. a.



Penyampaian pesan langsung kepada penerima tanpa perantara. Dengan penyampaian langsung, klien akan lebih mudah untuk menerima penjelasan yang disampaikan. Penggunaan telepon atau media komunikasi lain, misalnya tulisan akan dapat menimbulkan salah persepsi karena tidak ada feedback untuk mengevaluasi secara langsung.



b.



Saling memengaruhi dan dipengaruhi Komunikasi antara perawat dan pasien dewasa harus ada keseimbangan dan tidak boleh ada yang mendominasi. Perawat jangan selalu mendominasi peran sehingga klien ditempatkan dalam keadaan yang selalu patuh. Teknik ini menekankan pada hubungan saling membantu (helping-relationship).



c.



Melakukan komunikasi secara timbal balik secara langsung Komunikasi timbal balik dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya salah persepsi. Hubungan dan komunikasi secara timbal balik ini menunjukkan pentingnya arti hubungan perawat-klien.



d.



Komunikasi secara berkesinambungan, tidak statis dan bersifat dinamis.



e.



Suasana hormat menghormati Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat pribadinya. Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk menyampaikan pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya, ia lebih senang kalau ia boleh turut berfikir dan mengemukakan pikirannya. Apabila hal-hal tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan komunikasi.



f.



Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, sistem nilai yang dan mengesampingkan harga kendala dalam jalannya dianut perlu dihargai. Meremehkan diri mereka akan dapat menjadi komunikasi.



18



g.



Suasana saling percaya Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan. Apabila hal ini dapat diwujudkan maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai



h.



Suasana saling terbuka Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan komunikasi. Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.



Komunikasi verbal dan non verbal adalah saling mendukung satu sama lain. seperti pada anak-anak, perilaku non verbal sanna pentingnya pada orang dewasa. Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada suara. memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa. Tetapi harus ditekankan bahwa orang dewasa mempunyai kendala pada hal-hal ini. Orang dewasa yang dirawat di rumah sakit bisa merasa tidak berdaya, tidak aman dan tidak mampu ketika dikeiilingi oleh tokoh-tokoh yang berwenang. Status kemandirian mereka telah berubah menjadi status dimana orang lain yang memutuskan kapan mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini merupakan pegalaman yang mengancam dirinya, dirnana orang dewasa tidak berdaya dan cemas, dan ini dapat terungkap dalam bentuk kemarahan dan agresi. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para profesional, pasien dewasa akan mampu bergerak lebih jauh dari immobilitas biopsikososialnya untuk mencapai penerimaan terhadap masalahnya.



19



2.4.3



Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Dewasa



Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model konsep komunikasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien. 1.



Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai.



2.



Model konsep komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi king dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan relationship yang saling member dan menerima serta adanya feedback untuk mengevaluasi apakah imformasi yang disampaikan sesuai dengan yang ingin dicapai.



2.4.4



Hambatan Komunikasi pada Dewasa



Dalam komunikasi antara perawat - klien, akan timbul beberapa hambatan yang dihadapi pada saat berkomunikasi. Hambatan yang dihadapi dapat berupa hambatan kemampuan bahasa, hambatan akan interaksi yang sulit, hambatan akan kesulitan dalam wawancara, serta hambatan dalam menghadapi perilaku sulit pasien. 1. Kemampuan Bahasa Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penggunaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi dan penafsiran klien dalam menerima informasi yang sesuai. Kemampuan bahsaa dapat menimbulkan gangguan komunikasi. Menurut



Bambang



dalam



Termansyah



1995



bahwa



gangguan



komunikasi dapat dibedakan menjadi 5 gangguan yaitu : a. Gangguan Bahasa : Gangguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien mengalami kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesulitan simbolisasi ini mengakibatkan seorang tidak mampu



20



memberikan simbol yang diterima dan sebaliknya tidak mempu mengubah konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain terhadap lingkungannya. Salah satu bentuk gangguan bahasa adalah Afasia. Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa di korteks cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat yang dialami oleh anak disebut afasia anak dan kerusakan yang dialami oleh orang dewasa disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia di bedakan menjadi :  Afasia Sensoria. Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya . Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.  Afasia Motoris Kelainan



ini



ditandai



dengan



kesulitan



dalam



mengkoordinasikan atau menyusun pikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan sering ucapannya tidak dimengerti orang lain.  Afasia Konduktif Kelainan



ini



ditandai



dengan



kesulitan



dalam



meniru



pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.  Afasia Amnestic Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka diganti dengan kata duduk.



21



b. Gangguan Bicara : Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan keslahan artikulasi fonem, baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian /substitusi



c. Gangguan Suara : Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:  Kelainan Nada Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.  Kelainan kualitas suara Yaitu



gangguan



suara



yang



terjadi



karena



adanya



ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness, hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.  Afonia Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria, pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.



d. Gangguan Irama : Gangguan Irama yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi:  Stuttering atau gagap Gangguan dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata.



22



 Cluttering Ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.



2. Interaksi yang Sulit Pasien merespon perubahan mendadak pada kesehatan atau fungsi tubuh mereka dengan berbagai cara. Walaupun beberapa pasien terbuka dan berterima kasih atas asuhan keperawatan,



yang lain mungkin



mengekspresikan emosi yang kuat. Beberapa emosi yang diekspresikan pasien lebih sulit untuk dihadapi perawat dan dapat memicu reaksi emosional juga bagi perawat (Sheldon, Barrett, & Ellington, 2006). Pemahaman akan situasi ini dapat membantu perawat mempersiapkan reaksinya sendiri dan dengan hati-hati memilih respon yang efektif sesuai kebutuhan pasien. Beberapa interaksi yang sulit adalah ekspresi emosi pasien, seperti kemarahan, kecemasan, dan depresi. a. Kemarahan Walaupun ekspresi kemarahan pasien tidak sering muncul, akan ada saatnya perawat harus berhadapan dengan situasi ini. Kemarahan adalah suatu respon terhadap rasa takut, frustasi, kurang control, dan atau kecemasan, tanpa melihat asalnya, interaksi ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan, terutama bagi orang yang menerima ledakan kemarahan. Pasien dapat terlihat marah dalam sejumlah alasan. Kemarahan mungkin respon pasien terhadap hilangnya control atau kebebasan, masalah yang umum pada situasi rumah sakit. Hal ini dapat menjadi reaksi pasien terhadap permintaan untuk membuka terlalu banyak informasi pribadinya. Kemarahan dapat menjadi bagian dari bagaimana orang dewasa itu menanggapi tekanan yang ia hadapi. Kemarahan merupakan situasi yang kompleks. Perawat dapat mencoba memahami hal yang dapat membangkitkan respon yang memerlukan mendengar - aktif selama ledakan kemarahan, walau hal



23



ini bukan merupakan pekerjaan yang sederhana. Agar perawat bisa tetap tenang sambil mengakui respon yang muncul secara internal diperlukan pemahaman diri, pengalaman dan kedewasaan. b. Kecemasan Saat



pasien



berhadapan



kesejahteraannya, reaksi



dengan alami



ancaman



kesehatan



yang sering muncul



dan adalah



kecemasan. Perasaan cemas dapat disebabkan oleh rasa takut, frustasi, konflik atau sebagai respon umum terhadap tekanan dan ketidaktahuan. (umber perasaan ini bisa diketahui maupun tidak. Perawat seringkali dipanggil untuk mengidentifikasi dan mengurangi kecemasan pasiennya. Perawat tidak kebal terhadap kecemasan, dan banyak situasi di asuhan kesehatan yang sangat menekan. Kecemasaan merupakan emosi yang sangat menular. Akan membantu jika perawat memahami, ditingkat pribadi, apa yang memicu kecemasannya. Pendekatan yang terbaik dilakukan perawat adalah dengan menurunkan kecemasan pasien, perawat juga dapat memberikan asuhan suportif dan mendengarkakn secara aktif. c. Depresi Pasien yang depresi selalu menjadi perhatian perawat. Beberapa gejala depresi bersifat jangka pendek dan berhubungan dengan perubahan kesehatan, hubungan atau keadaan tertentu. Tanda dan gejala depresi dapat mencakup perubahan selera makan dan kebiasaan tidur, dan kurangnya ketertarikan terhadap aktifitas sebelumnya, menangis serta berbicara dan bergerak lambat. Gejala depresi dapat muncul sebagai bagian proses berduka yang normal atau berhubungan dengan sesuatu yang disebut depresi situasional.



3. Kesulitan Wawancara Seringkali, selama wawancara dan proses penilaian perawat mungkin menemukan



kesulitan



untuk



mendapat



informasi



dari



pasien.



Pengumpulan data yang memadai merupakan komponen penting dalam



24



merencanakan asuhan keperawatan yang efektif. Masalah yang umum adalah ketidakjelasan, melantur, dan apatis. a. Ketidakjelasan Ketidakjelasan membuat perawat sulit untuk memasktikan rincian yang pasti mengenai kesehatan pasien. Informasi yang tidak lengkap membuat indentifikasi akurat terhadap masalah menjadi sulit dan hampir tidak mungkin menentukan intervensi



yang diperlukan.



Penyebab ketidakjelasan bervariasi dan bergantung pada setiap pasien dan keadaannya. Beberapa pasien tidak jelas karena kurangnya pemahaman atau ketajaman mental, efek obat, rasa cemas atau merasa terancam dan tidak nyaman.Perawat dapat merespon ketidakjelasan pasien, pada awal interaksi dapat memberi tahu pasien untuk bertanya apabila ada istilah atau kata-kata yang tidak dimengerti oleh pasien. Pada perawat yang mendapatkan pasien yang merasa cemas dan tidak nyaman, perawat dapat meningkatkan rasa kepercayaan pasien dan memiliki perhatian dan rasa hormat terhadap pasien. b. Melantur Percakapan yang melantur mungkin informatif tetapi seringkali menjadi kurang terfokus pada kebutuhan pasien yang sebenarnya. Sebaiknya pertahankan wawancara yang terfokus pada tujuan interaksi dan masalah kesehatan pasien akan memberikan data yang lebih akurat secara tepat waktu. Di lain kesempatan, jika waktu mengizinkan, percakapan menarik mengenai pengalaman pasien dapat memberi informasi yang rinci dan seringkali memperkaya hubungan perawat - klien. c. Apatis Bekerja dengan pasien yang apatis atau tidak termotivasi akan menantang bagi perawat. Banyak pasien datang ke penyedia layanan kesehatan untuk mengubah perilakunya atau untuk membantunya mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat, sementara yang lainnya perlu membuat perubahan untuk menjadi lebih sehat.



25



4. Perilaku Sulit Tidak semua interaksi dengan pasien bersifat sederhana atau dapat ditangani. Kadang-kadang pasien mengekspresikan rangkaian emosi yang diangggap beberapa perawat sulit untuk ditangani. Interaksi yang lebih sulit seringkali menciptakan respon emosional pada perawat, menghambat kemampuannya dalam membuat penilaian jernih dan menciptakan respon yang logis dan terapeutik. Dua jenis umum perilaku yang sulit adalah pasien yang menuntut dan pasien yang menunjukkan perilaku dengan maksud seksual. a. Perilaku Menuntut Saat orang yang mandiri berada pada posisi yang tergantung dan tidak pasti, ia seringkali merasa terancam dan dapat menjadi bersikap



menuntut



terhadap



staf.



Pasien



akan



mengulangi



permintaan pelayan kepada perawat. Terkadang hal tersebut membuat



perawat



untuk



mulai



menghindari



pasien



yang



menuntut. Jika hal tersebut terjadi hanya akan membuat hubungan perawat - pasien memburuk. Respon terbaik perawat terhadap perilaku menuntut menggabungkan netralitas dan dukungan. Perawat dapat mencoba gaya komunkasi yang fleksibel dan mengakui masalah pasien dengan menyatakan ulang dan meringkas. b. Perilaku dengan Maksud Seksual Semua manusia adalah makhluk seksual, mengingkari eksistensi seksualitas berarti membatasi pengalaman manusia. Saat pasien memasuki lokasi asuhan kesehatan, mereka tidak menjadi aseksual. Asuhan fisik bagi pasien kadang-kadang dapat berujung pada kebingungan mengenai perilaku yang sesuai secara seksual. Sentuhan fisik merupakan bagian normal dalam memberikan sebagian



besar



asuhan



keperawatan,



tetapi



hal



ini



dapat



disalahpahami oleh beberapa pasien. Ucapan yang jelas bersifat seksual, sentuhan yang tidak wajar, dan gurauan yang dianggap tidak



26



wajar dapat membuat beberapa perawat merasa tidak nyaman dan enggan menghabiskan waktu dengan pasien tersebut. Perawat harus merespon dengan jujur dan segera terhadap komentar atau sentuhan yang tidak wajar.



27



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan Masa remaja adalah masa yang sulit karena remaja dihadapkan pada dua situasi yang bertentangan, yaitu berpikir dan berperilaku antara anak dan orang dewasa. Sehubungan dengan perkembangan remaja komunikasi yang dapat kita lakukan adalah mengizinkan remaja berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi karena akan menimbulkan ketidakpercayaan remaja. Prinsip komunikasi pada klien dewasa adalah saling menghormati, saling percaya, dan saling terbuka 2. Model komunikasi yang dapat diterapkan pada klien dewasa adalah model Shanon dan Weaver, model komunikais Leary, model interaksi king, dan model komunikais kesehatan



3.2



Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.



28



DAFTAR PUSTAKA Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Dalami, Ernawati. 2009. Komunikasi Keperawatan. Jakarta-Timur : TIM Himmah,



Nailul.



“Hambatan



pada



Komunikasi”.



Nailul-



nailul.blogspot.com/2012/08.Hambatan-dalam-komunikasi.html(20 Mei 2014) Lalongkoe, Maksimus .2013. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan: Aplikasi Dalam Pelayanan. Yogyakarta : Graha Ilmu Nasir,



Abdul



dkk.



2011.



Komunikasi



Dalam



Keperawatan.



Jakarta



Selatan:Salemba Medika Sarfika, Rika, dkk. 2018. Buku Ajar Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Padang : Andalas University Press



29