Komunitas Urban [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview





Komunitas Urban: Fitur Penting Komunitas Urban Artikel dibagikan oleh :



IKLAN: Beberapa fitur penting dari masyarakat perkotaan adalah: (i) Ketidakberadaan (ii) Tunawisma (iii) Kelas Ekstrem (iv) Heterogenitas Sosial (v) Jarak Sosial (vi) Energi dan Kecepatan. (i) Ketiadaan nama: Kelompok-kelompok perkotaan, seperti yang diamati Bogardus, memiliki reputasi akan ketiadaan nama. Berdasarkan ukuran dan populasinya, kota tidak dapat menjadi kelompok utama. Penghuni kota tidak saling kontak. IKLAN: Mereka bertemu dan berbicara tanpa mengetahui nama satu sama lain. Meskipun sopan santun sopan santun dan kenyamanan bersama berkembang di kota, mereka mekanis. Penduduk kota memperlakukan orang asing yang ia temui sebagai mesin animasi bukan sebagai manusia. Seorang warga negara dapat tinggal selama beberapa tahun di sebuah kota dan mungkin tidak tahu nama sepertiga dari orang yang tinggal di wilayah kota yang sama. Dunia urban memberi penghargaan pada pengakuan yang beragam. “Singkatnya, kontak kota bersifat segmental. Itu adalah bagian dari orang, bukan orang utuh. Lee berkomentar. ”Anonimitas adalah hilangnya identitas di sebuah kota yang penuh dengan jutaan orang. Banyak kaum urban hidup dalam kehampaan atau kekosongan sosial di mana norma-norma kelembagaan tidak efektif dalam mengendalikan atau mengatur perilaku sosial mereka. Meskipun mereka sadar akan keberadaan banyak organisasi kelembagaan dan banyak orang di sekitar mereka, mereka tidak merasakan rasa memiliki terhadap satu kelompok atau komunitas. Secara sosial, mereka miskin di tengah banyak. (ii) Tunawisma: Tunawisma adalah fitur lain yang mengganggu masyarakat kota. Masalah rumah di kota besar sangat akut. Banyak orang kelas bawah melewati malam mereka di trotoar. Orang-orang kelas menengah memiliki akomodasi yang tidak memadai, satu atau dua kamar dan itu juga di lantai enam atau tujuh. Anak itu tidak mendapatkan ruang bermain apa pun. Lingkungan kota mengutamakan ketiadaan anak. (iii) Kelas Ekstrem: IKLAN:



Kelas ekstrem menjadi ciri masyarakat kota. Di sebuah kota ditemukan orang-orang terkaya dan termiskin, orang-orang berguling-guling dalam kemewahan dan tinggal di rumah besar serta orang-orang yang hidup di trotoar dan sulit mendapatkan dua kali sehari. Bentuk terbaik dari perilaku etis dan pemerasan terburuk ditemukan di kota-kota. Kreativitas superior dan pengangguran kronis adalah fitur perkotaan yang sama. Kota ini adalah rumah bagi yang bertolak belakang. (iv) Heterogenitas Sosial: Kota ini lebih heterogen daripada desa. Ini telah “menjadi wadah percampuran ras, bangsa, dan budaya, dan merupakan tempat berkembang biak paling baik dari hibrida biologis dan budaya baru. Ia tidak hanya mentolerir tetapi juga menghargai perbedaan individu. Ia telah menyatukan orang-orang dari ujung bumi karena mereka berbeda dan dengan demikian bermanfaat satu sama lain daripada karena mereka homogen dan serupa pikiran. ”Ciri-ciri pribadi, pekerjaan, kehidupan budaya dan ide-ide para anggota kota komunitas sangat bervariasi dibandingkan dengan penduduk pedesaan. (v) Jarak Sosial: Jarak sosial adalah produk anonimitas dan heterogenitas. Penduduk kota merasa kesepian. Ada yang menutupi perasaan sejati seseorang. Sebagian besar kontak sosial rutin bersifat impersonal, dan tersegmentasi. Kesopanan formal menggantikan keramahan yang tulus. Urban menjadi penghuni malam, bukan tetangga. (vi) Energi dan Kecepatan: Energi dan kecepatan adalah sifat terakhir sebuah kota. Orang dengan ambisi bekerja dengan kecepatan luar biasa, siang dan malam, yang merangsang orang lain juga untuk bekerja dengan cara yang sama. Stimulasi dan inter-stimulasi tidak ada habisnya. Orang-orang menikmati terlalu banyak kegiatan dan upaya yang tak terbayangkan yang pada akhirnya memakan saraf mereka dan membunuh energi mereka. Kehidupan perkotaan menghasilkan ketegangan emosional dan rasa tidak aman yang lebih besar daripada kehidupan pedesaan. Kota-kota dapat disebut sebagai konsumen dari populasi dalam arti bahwa karena kemacetan, polusi, kegilaan, dan ketidak-sehatan mereka berdampak buruk pada kesehatan penduduk. Mungkin menarik untuk dicatat bahwa tingkat kematian di daerah pedesaan lebih rendah meskipun fakta bahwa daerah pedesaan menghabiskan sangat sedikit uang untuk kesehatan masyarakat sementara kota-kota menghabiskan banyak dan di kota-kota fasilitas untuk menjaga kesehatan, seperti rumah sakit dan spesialis obat, banyak dan sangat baik. Tingkat penyakit lebih tinggi di kota-kota. Ada lebih banyak kasus kegilaan dan gagal jantung di komunitas perkotaan daripada di pedesaan



dr. Yuniar Sp.KJ - RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Penelitian yang dilakukan oleh TJ Anderson dan kawan-kawan di tahun 2015 dalam, A Crosssectional Study on Health Differences Between Rural and Non-rural U.S. Countries Using the Country Health Rankings, BMC Health Services Research mengemukakan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan menunjukkan tingkat kesehatan yang lebih baik daripada masyarakat pedesaan, dalam hal perilaku terhadap kesehatan, angka morbiditas, penggunan fasilitas perawatan klinis, dan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, World Health Organization (WHO) dalam rilisnya yang bertajuk “Hidden Cities : Unmasking and Overcoming Health Inequities in Urban Settings” menyatakan bahwa lingkungan perkotaan adalah tempat terbaik sekaligus terburuk bagi kesehatan masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat perkotaan dengan segala fasilitas dan permasalahannya menjadi dua sisi koin yang saling bertentangan jika bersinggungan dengan permasalahan kesehatan. Dimensi sosial masyarakat perkotaan berkontribusi pada masalah kesehatan masyarakat yang erat kaitannya dengan karakteristik sosial masyarakatnya. Dikutip dari Sociology Disscussion dalam artikel Urban Community: Important Features of Urban Community ada beberapa karakteristik sosial yang menonjol pada masyarakat perkotaan. 1. Namelessness/ anonimitas : karena besarnya ukuran populasi, maka masyarakat perkotaan tidak dapat dikategorikan menjadi satu kelompok homogen. Mereka sesekali berbicara satu sama lain tanpa mengetahui nama masing-masing, tidak mengenal tetangganya, dan hubungan antar-manusia yang terjadi lebih bersifat mekanis 2. Homelessness: perumahan adalah masalah besar bagi masyarakat perkotaan. Masyarakat kelas bawah tidur di jalan-jalan, masyarakat kelas menengah menghuni rumah berkamar satu atau dua. Anak-anak tidak punya tempat yang memadai untuk bermain. 3. Class extremes: terdapat kombinasi antara penduduk yang sangat kaya dan sangat miskin di kota, antara mereka yang hidup di jalanan dengan yang tinggal di perumahan mewah. Ada anggota masyarakat yang sangat patuh pada norma, dan ada yang sangat sering melanggarnya. Ada yang sangat kreatif dan di sisi lain ada tidak memiliki kemauan untuk bekerja. 4. Heterogenitas Sosial (Social heterogeneity) : kota adalah wadah bercampurnya berbagai macam ras, jenis kepribadian, dan budaya; serta merupakan tempat persemaian bagi percampuran biologi dan budaya. 5. Social distance: ini merupakan hasil dari namelessness dan heterogeneity. Penduduk kota biasanya merasa kesepian di tengah keramaian. Kontak sosial yang terjadi lebih bersifat rutin, impersonal, dan terkotak-kotak. Kesopanan formal lebih menonjol daripada persahabatan yang tulus. 6. Energy and speed: ini adalah ciri terpenting masyarakat perkotaan. Orang-orang yang berambisi akan bekerja dengan kecepatan yang sangat tinggi siang dan malam, dan ini merangsang orang lain di sekitarnya untuk juga melakukan hal yang sama. Mereka tenggelam dalam begitu banyak kegiatan yang ritmenya sangat cepat.



Dengan mengamati karakteristik sosial masyarakat perkotaan, akan timbul berbagai macam potensi masalah kesehatan yang khas untuk kelompok populasi ini dan akan timbul pula kebutuhan yang khas. 



Berikut potensi masalah kesehatan yang berhubungan dengan karakteristik masyarakat perkotaan 1. Nameless/ Anonimitas,Tingginya tingkat kesibukan masyarakat perkotaan serta rendahnya kualitas komunikasi dan relasi antar manusia menyebabkan pada umumnya warga masyarakat tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh orangorang di lingkungan sekitarnya. Kontrol sosial terhadap hubungan seks bebas, penyalahgunaan NAPZA, dan sebagainya sangat rendah. Potensi masalah yang dapat timbul dari kondisi ini adalah penyebaran berbagai penyakit menular seksual, gangguan fisik dan mental akibat penyalahgunaan NAPZA, dan kasuskasus lain yang dapat menjadi kronis karena luput dari perhatian masyarakat sekitar. 2. Tingginya tingkat stress karena Class Extremes & Heterogenitas Sosial,Persaingan yang terjadi dalam hal mencari penghidupan, meraih target pekerjaan dan pendidikan, serta mengejar citra sosial sangat tinggi. Derasnya arus informasi dari berbagai media juga membentuk persepsi warga kota tentang kehidupan yang modern. Hal ini menyebabkan banyaknya warga masyarakat kota yang terpicu untuk bekerja jauh di luar batas kemampuan fisik dan mentalnya untuk mengejar masalah ini. Penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi secara cepat dalam hidup masyarakat kota juga memicu mereka untuk mengerahkan energi psikologisnya secara berlebihan. Potensi masalah kesehatan yang dapat timbul dari kondisi ini adalah berbagai gangguan mental seperti ansietas dan depresi, serta kekambuhan penyakit-penyakit yang dipicu oleh stress, misalnya Diabetes Mellitus, Hipertensi, Asthma Bronchiale, Systemic Lupus Erythematosus, dan sebagainya. 3. Homelessness dan Migrasi,Pergerakan masyarakat dari desa ke kota menyebabkan timbulnya lingkungan kumuh pada banyak tempat di kota, karena pada umumnya perpindahan manusia ini tidak diiringi dengan kemampuan untuk membeli atau menyewa tempat tinggal yang layak. Kurang terpenuhinya tempat pembuangan sampah dan limbah lain, rendahnya akses terhadap air bersih, dan dan tingginya kepadatan penduduk meningkatkan kemungkinan penularan penyakit. Ada golongan yang hanya mampu membeli atau menyewa rumah di tempat-tempat kumuh dan berisiko tinggi, seperti sekitar tempat pembuangan sampah, di tepi pasar basah, di bawah jembatan atau di sekitar pabrik. Perbaikan derajat sosial ekonomi juga tidak selalu mengiringi perpindahan manusia dari desa ke kota, ditambah lagi dengan latar belakang pendidikan yang beragam, akan menyebabkan kemampuan untuk mengakses informasi dan layanan kesehatan juga kurang.Kebanyakan masyarakat kota harus melakukan perjalanan cukup jauh dari tempat tinggal menuju tempat kerjanya karena berbagai sebab, dan ini menyebabkan tigginya paparan polutan dalam perjalanan. Potensi masalah kesehatan yang dapat timbul dari hal ini adalah tingginya angka kejadian penyakit menular dan berbagai penyakit akibat rokok. Polusi udara air, dan



makanan oleh logam berat juga dapat menyebabkan munculnya berbagai spektrum Autisme pada anak serta kanker pada semua lapisan masyarakat. Bencana kebakaran juga sangat mungkin terjadi dan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. 4. Social Distance,Karena hubungan antar manusia lebih bersifat “mekanik”, maka tidak cukup banyak ruang bagi warga masyarakat perkotaan untuk melakukan transfer emosi dengan baik apabila mereka mengalami stress akibat berbagai hal. Tidak banyak pula waktu yang tersedia untuk memperhatikan orang lain dengan sungguh-sungguh, sehingga banyak hal yang mungkin luput dari perhatian. Potensi masalah kesehatan yang dapat timbul dari kondisi ini adalah tingginya angka kejadian gangguan mental dan penyalahgunaan NAPZA dengan berbagai akibatnya. Sering pula terjadi keterlambatan penanganan berbagai penyakit karena ketidaktahuan orang di sekitarnya. 5. Energy & Speed,Kesibukan dan aktivitas tinggi pada masyarakat yang bekerja dan tinggal di daerah perkotaan menuntut gaya hidup yang serba cepat dan instan. Keadaan yang seperti ini dimanfaatkan oleh produsen makanan cepat saji, sehingga restoran-restoran cepat saji tumbuh subur di daerah perkotaan. Makanan cepat saji seperti hamburger, pizza, kentang goreng, dan sebagainya, umumnya memiliki kadar kalori yang sangat tinggi, rendah serat, dan miskin kandungan gizinya. Para ahli gizi dan kesehatan sering mengistilahkan makanan-makanan ini dengan istilah junk food. Junk food saat ini kian digemari oleh anak-anak. Keluarga di perkotaan yang memiliki kesibukan tinggi seringkali tidak ragu memberikan makanan yang dikategorikan sebagai junk food tersebut dengan mengabaikan dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan anak. Kualitas dan kuantitas tidur berkurang dan aktivitas perawatan diri menjadi sangat berkurang, baik yang bersifat menenangkan maupun yang bersifat meningkatkan penjagaan kebugaran fisik. Perawatan kesehatan spiritualpun sering terabaikan. Ketegangan dan rasa tidak aman juga menjadi masalah besar pada kelompok masyarakat ini. Potensi penyakit yang dapat timbul dari pola makan ini antara lain gangguan kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, berbagai gangguan mental, penyalahgunaan NAPZA dan malnutrisi dengan segala akibatnya. Kecelakaan lalu lintas dengan berbagai kemungkinan cedera juga merupakan potensi masalah kesehatan yang bermakna. Mobilitas antar kota dan antar negara juga memunculkan potensi penularan penyakit-penyakit yang sebelumnya tidak terdapat di daerah tertentu. 



Kebutuhan yang timbul akibat karakteristik masyarakat perkotaanDengan menilik pembahasan tentang karakteristik sosial masyarakat perkotaan serta berbagai potensi massalah kesehatan yang ditimbulkannya, maka akan timbul kebutuhan yang merupakan keniscayaan bagi meningkatnya derajat kesehatan masyarakat perkotaan. World Health Organization pada tanggal 31 Maret 2016 merilis suatu artikel berjudul ”Urban Health: Major Opportunities for Improving Global Health Outcomes, Despite Persistent Health Inequities”, yang menyatakan bahwa pada dasarnya dibutuhkan tiga hal untuk meningkatkan kemungkinan masyarakat perkotaan untuk hidup lebih lama, sehat, dan produktif, yaitu:



1. Pelayanan kesehatan yang kuat 2. Jaminan asuransi kesehatan yang baik 3. Perencanaan lingkungan yang baik, antara lain sebagai berikut :aksesibilitas air dan sanitasi, memperbanyak moda transportasi yang aman, memungkinkan orang lebih banyak melakukan gerakan fisik serta terhindar dari polusi, meningkatkan road safety, membangun fasilitas ramah anak, lansia, dan kaum difabel, melakukan manajemen kedaruratan, membangun sistem kewaspadaan bencana, membangun rumah sehat, mendorong gerakan bebas asap rokok, membangun urban food environment untuk menurunkan malnutrisi/ obesitas, Dalam hal pelayanan kesehatan, kebutuhan yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat perkotaan pada dasarnya meliputi: 1. Pencegahan tingkat awal (primordial prevention) berupa edukasi tentang gaya hidup sehat, mencegah kebiasaan yang berisiko, memelihara kebiasaan yang baik, dan sebagainya 2. Pencegahan primer berupa promosi kesehatan dan perlindungan khusus 3. Pencegahan sekunder berupa diagnosis dini dan pengobatan segera 4. Pencegahan tersier berupa rehabilitasi . Catatan Kuliah Geografi Catatan Selama Mengikuti Perkuliahan di Universitas Tadulako Retrieving RSS feed(s) Type and Enter



   



Beranda Geografi Download Tutorial







01 December 2013 Konsep Pengembangan Ruang Terpadu







01 December 2013 Struktur Kota dan Sistem Pergerakannya







01 December 2013 Dampak dari Pembangunan







24 November 2013 Membandingkan Aspek-aspek Wilayah Antarzona







06 January 2014 Manfaat dan Dampak Reklamasi







01 January 2014 Reklamasi Pantai: Pengertian dan Tujuan Reklamasi Pantai







09 December 2013 Hakekat Perumahan dan Permukiman







09 December 2013 Agenda Global Bidang Perumahan dan Permukiman







06 December 2013 Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia







06 December 2013 Perkembangan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman di Indonesia







06 December 2013 Pendekatan Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman







01 December 2013 Teori Regenerasi Kota dalam Pengembangan Wilayah dan Kota







01 December 2013 Konsep Pengembangan Ruang Terpadu







01 December 2013 Struktur Kota dan Sistem Pergerakannya







01 December 2013 Dampak dari Pembangunan







24 November 2013 Membandingkan Aspek-aspek Wilayah Antarzona







06 January 2014 Manfaat dan Dampak Reklamasi







01 January 2014 Reklamasi Pantai: Pengertian dan Tujuan Reklamasi Pantai







09 December 2013 Hakekat Perumahan dan Permukiman







09 December 2013 Agenda Global Bidang Perumahan dan Permukiman Home » Kawasan Perkotaan » Permasalahan yang Dihadapi Daerah Perkotaan Permasalahan yang Dihadapi Daerah Perkotaan Written By Tasrif Landoala on Jumat, 23 Agustus 2013 | 22.34



Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan-bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah dan kegiatan-kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa. Bangunan merupakan tempat yang dapat memberikan perlindungan bagi manusia untuk dapat bertahan hidup. Oleh karenanya, bangunan merupakan unsur pertama yang dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia. Kategori utama penggunaan bangunan yang terdiri atas permukiman, komersial, industri, pemerintahan, transportasi merupakan unsurunsur pembentuk pola penggunaan tanah kota. Selain tersusun atas bangunan seperti kategori di atas, kota juga berisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung, yaitu: jembatan, gardu-gardu listrik, pengilangan minyak, dan berbagai instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena struktur bangunan tersebut tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal menutupi tanah yang ada dibawahnya. Struktur-struktur yang bukan berupa bangunan juga memiliki fungsi yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya bangunan gedung. Kota juga tersusun atas jaringan utilitas yang berada di bawah permukaan tanah. Bangunan gedung di atas baik yang digunakan untuk permukiman, komersil, industri, pemerintahan maupun transportasi akan terhubung dengan jaringan utilitas umum yang ada di bawah tanah seperti jaringan air bersih, kabel telepon, saluran pengolahan limbah, bak-bak penampungan, gorong-gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir (Branch, 1996).



Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan pada awalnya untuk meningkatkan produktivitas, melalui konsentrasi dan spesialiasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-kota. Suatu wilayah disebut sebagai kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut.



1.



Masalah Permukiman Pada dasarnya kota terdiri dari bangunan tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran tentang satu kota selalu berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi, gugus perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau permukiman warga kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini biasanya berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota, baik pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus urbanisasi (Marbun, 1994). Permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup dan merupakan lingkungan hidup buatan adalah salah satu hasil kegiatan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Permukiman terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, dan berfungsi sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas sehari-hari, tempat bernaung dan melindungi diri maupun keluarganya untuk mencapai kesejateraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Permukiman sebagai wadah kehidupan manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek sosial, ekonomi dan budaya dari para penghuninya. Tidak hanya menyangkut kuantitas melainkan juga kualitas. Selama ini kawasan pemukiman baru lebih ditekankan pada aspek fisik bangunannya saja. Sedangkan permukiman lama yang sudah ada tumbuh dan berkembang dengan pesat tanpa terkendali karena kurang adanya tertib dan pengawasan pembangunan. Kedua hal di atas tersebut mengakibatkan semakin menurunnya kualitas permukiman dalam arti (Marbun, 1994):



a.



Kepadatan bangunan yang terlalu tinggi.



b.



Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka.



c.



Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.



d. Berkurangnya tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan olahraga, rekreasi, dan lain-lain. e.



Hilangnya ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman tertentu.



Menurunnya kualitas permukiman yang disertai dengan meningkatnya pencemaran lingkungan dan menipisnya sumber daya alam merupakan masalah penting bagi seluruh negara di dunia. Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman merupakan prakondisi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab produktivitas manusia terutama sekali tergantung pada tersedianya wadah yang memadai untuk bekerja, beristirahat sekeluarga dan bermasyarakat. Agar suatu permukiman dapat dikatakan baik, maka suatu permukiman harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain (Departemen Pekerjaan Umum dalam Nasoetion, 1997): a. Lokasi kawasan yang baik, seperti tidak terganggu polusi, tidak berada di bawah permukaan air setempat, mempunyai kemiringan rata-rata, memberikan kemungkinan untuk perkembangan selanjutnya, ada keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya. b. Kualitas hunian yang baik, seperti kualitas bahan bangunan yang memenuhi syarat, ventilasi yang cukup, kepadatan bangunan, perbandingan antara luas bangunan dengan kepadatan penghuni, tersedianya penampungan dan pembuangan kotoran manusia. c. Ada prasarana lingkungan yang baik, seperti jalan, air bersih, saluran air minum, saluran air limbah, salurran air hujan, pembuangan sampah, dan tersedianya jaringan listrik. Sarana lingkungan yang sesuai dengan kepadatan penduduk, seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka hijau, dan lain-lain.



2.



Masalah Lingkungan Laju urbanisasi dan pembangunan kota yang tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan jumlah penduduk membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di kota. Aktivitas kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan. Hal ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah



yang kemudian sering berakibat banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya. Demikian pula dengan perkembangan industri dan teknologi mencemari lingkungan dengan asap knalpopt kendaraan bermotor, jelaga dari cerobong pabrik, air buangan pabrik dan segala buangan produk obat-obatan anti hama seperti DDT dan lain-lain. Sampah plastik juga turut menambah permasalahan bagi lingkungan hidup karena tidak hancur lebur dengan tanah seperti sampah daun atau sampah lainnya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Akibat dari pembangunan kota dan perkembangan teknologi ini adalah timbulnya pencemaran lingkungan yang berupa (Marbun, 1994): a.



Pencemaran udara;



b.



Pencemaran air;



c.



Pencemaran tanah;



d. Kebisingan.



Akibat atau bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama mereka yang tinggal di kota. Kota-kota di Indonesia dan beberapa kota dunia, umumnya menjadi pelanggan penyakit menular seperti kolera, thypus, sesak nafas dan lain-lain. Udara di kota menjadi panas dan berdebu. Air minum tercemar oleh berbagai macam bakteri dan zat kimia yang merugikan kesehatan (Marbun, 1994). Bahaya pencemaran lingkungan hidup di kota-kota Indonesia semakin hari semakin serius dan akan memberi dampak yang berbahaya pada jangka panjang jika tidak segera diambil langkah-langkah konkrit dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalalah lingkungan hidup antara lain (Marbun, 1994): a. Menciptakan peraturan standar yang mengatur segala seluk beluk persyaratan pendirian pabrik atau industri; b. Adanya perencanaan lokasi industri yang tepat dan relokasi bagi industry yang pada saat ini dirasa sudah kurang tepat; c. Memilih proses industri yang minim polusi dilihat dari segi bahan baku, reaksi kimia, penggunaan air, asap, peyimpanan bahan baku dan barang jadi, serta transportasi dan penyaluran cairan buangan;



d. Pengelolaan sumber-sumber air secara berencana disertai pengamatan terhadap segala aspek yang berhubungan dengan pengolahan air tersebut berikut saluran irigasi yang teratur. Cairan buangan yang berasal dari pabrik yang belum dijernihkan jangan beracmpu dengan sungai yang biasanya banyak dipakai untuk kepentingan air minum dan air cuci; e. Pembuatan sistem pengolahan air limbah secara kolektif dari seluruh industri yang berada di daerah industri tertentu; f. Penanaman pohon-pohon secara merata dan berencana di seluruh kota yang diharapkan dapat mengurangi debu, panas dan sekaligus menghisap zat kimia yang beterbangan diudara yang kalau mendarat di paru-paru atau bahan makanan dapat menimbulkan penyakit. g. Peraturan dan penggunaan tanah berdasar rencana induk pembangunan kota sesuai dengan peruntukannya secara berimbang. h. Perbaikan lingkungan sosial ekonomi masyarakat hingga mencapai taraf hidup yang memenuhi pendidikan, komunikasi dan untuk belanja seharihari.



Penduduk kota tidak akan sempat berpikir tentang masalah lingkungan hidup kalau tingkat kesejateraan mereka masih di bawah ratarata.



3.



Masalah Pendidikan dan Kesehatan Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan. Pendidikan memainkan peranan utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern untuk mengembangkan kapasitas agara tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Demikian pula halnya dengan kesehatan, kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik. Oleh karena itu kesehatan dan pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital sebagai input fungsi produksi agregat. Peran gandanya sebagai input maupun output menyebabkan kesehatan dan pendidikan sangat penting dalam pembangunan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006).



Karena perannya yang sangat penting maka pelayanan pendidikan dan kesehatan harus senantiasa ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Todaro dan Smith (2006) mengatakan pada tahun 1950, sebanyak 280 dari setiap 1.000 anak di semua negara berkembang meninggal sebelum mencapai usia lima tahun. Pada tahun 2002, angka tersebut telah menurun menjadi 120 per 1.000 di negara-negara miskin, dan 37 per 1.000 di negara-negara berpendapatan menengah, sementara negara-negara berpendapatan tinggi berhasil menekan angka tersebut menjadi 7 per 1.000 anak. Demikian pula halnya dengan pendidikan, sejak beberapa dekade terakhir kemampuan baca tulis (literacy) dan pendidikan dasar sudah dinikmati secara meluas oleh sebagian besar orang di negara-negara berkembang. PBB melaporkan bahwa walaupun masih terdapat 857 juta orang berusia di atas 15 tahun yang buta huruf di dunia pada tahun 2000, namun sekarang 80 persen penduduk dunia telah mampu membaca dan menulis dibandingkan dengan 63 persen pada tahun 1970. Jhingan (2004) memasukkan pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu unsur modal manusia. Menurut Jhingan (2004) modal manusia adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seluruh rakyat suatu negara, termasuk juga kesehatan. Menurut Jhingan (2004) dalam proses pertumbuhan, lazimnya orang lebih menekankan arti penting akumulasi modal fisik. Harbison dan Meyers dalam Jhingan (2004) menjelaskan bahwa sekarang makin disadari bahwa pertumbuhan persediaan modal nyata sampai batas-batas tertentu tergantung pada pembentukan modal manusia yaitu proses peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seluruh rakyat suatu negara. Penanaman modal pada modal manusia (pendidikan dan kesehatan) sangatlah penting. Jhingan (2004) mengatakan kebutuhan investasi pada pembentukan modal manusia di dalam perekonomian terutama di negara terbelakang dan berkembang menjadi penting karena ternyata investasi modal fisik secara besar-besaran ternyata tidak mampu mempercepat laju pertumbuhan, lantaran sumber manusianya terbelakang. Pertumbuhan sudah barang tentu dapat juga terjadi melalui pembentukan modal kovensional meskipun tenaga buruh yang ada kurang terampil dan kurang pengetahuan. Tetapi laju pertumbuhan tersebut akan sangat terbatas tanpa adanya faktor modal manusia. Karena itu, modal manusia diperlukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga pemerintahan yang semakin penting untuk memperkenalkan system baru penggunaan lahan dan metode baru pertanian, untuk membangun peralatan baru komunikasi, untuk melaksanakan industrialisasi, dan untuk



membangun sistem pendidikan. Dengan kata lain, pembaharuan atau proses perubahan dari masyarakat statis atau tradisional, memerlukan sejumlah besar modal manusia strategis. Share this article : Share1 Wilayah Formal dan Fungsional A. Wilayah Formal Yang dimaksud wilayah formal menurut Wardiyatmoko, yaitu wilayah yang bercirikan dengan asosiasi areal yang dita... 



Konservasi Tanah (Metode Vegetatif) Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 199...







Macam-macam Klasifikasi Wilayah Wilayah ( region ) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang di batasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung sec...







Motivasi Perjalanan Wisata Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal. Dari berbagai motivasi yang mendorong perjalanan, McIntosh ...







Teori Lokasi Industri (Weber) Prinsip teori Weber adalah bahwa penentuan lokasi industri ditempatkan di tempattempat yang resiko biaya atau biayanya paling murah a...







Faktor Pronatalitas dan Antinatalitas Kelahiran ialah kemampuan seseorang wanita untuk melahirkan yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan. Ada beberapa faktor ya...







POTENSI PERTANIAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA A. Potensi Pertanian Indonesia Sebagai salah satu negara yang termasuk dalam wilayah tropis, Indonesia memiliki potensi pertanian...







Unsur-unsur Wilayah



Suatu bagian/daerah tertentu dapat disebutkan sebagai sebuah wilayah dari suatu kesatuan administratif pemerintahan apabila daerah te... 



Faktor-Faktor Penyebab Perkembangan Kota Menurut Sujarto (1989) faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan ko...







Permasalahan yang Dihadapi Daerah Perkotaan Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan-bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tana...



Translate Powered by



Translate



Pasang Iklan



Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved Template Created by Creating Website Published by Mas Template Proudly powered by Blogger



  



Top News Terkini Tentang Kami



Rabu, 20 November 2019   



Home Politik Hukum



         



Ekonomi Metro Sepakbola Olahraga Humaniora Lifestyle Hiburan Nusantara Dunia English



           



Infografis Foto Video Tekno Otomotif Warta Bumi Karkhas Anti Hoax Antara Interaktif Pemilu Rilis Pers Indeks



Artikel Upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Sabtu, 10 November 2018 01:19 WIB Ilustrasi - Gubernur Banten Wahidin Halim (kanan) ketika menerima daftar mahasiswa peserta KKM (Kuliah Kerja Mahasiswa) Tematik dari Raktor Untirta Soleh Hidayat (kiri) saat upacara pelepasan di Serang, Banten, Selasa (18/7/2017). (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman) Jadi tidak benar kalau dikatakan KPK menolak program kesehatan gratis Pemprov Banten, kita wajib mengikuti saran dan rekomendasi KPK tersebut, supaya tidak melanggar aturan. Serang (ANTARA News) - Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Banten berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan semangat melaksanakan Pengembangan Model Percepatan Pelaksanaan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Tujuan utama program itu membuka seluas-luasnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.



Semangat inilah yang mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Banten menjadikan pembangunan sektor kesehatan sebagai salah satu prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)-nya. "Program kesehatan menjadi sangat strategis, karena merupakan bagian dari misi Pemprov Banten yang tertuang dalam RPJMD dengan menempatkan kesehatan sebagai prioritas utama program pembangunan Pemprov Banten," kata Gubernur Banten Wahidin Halim saat membuka acara Pengembangan Model Percepatan Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) APBD 2018 di Pendopo Gubernur Banten, Kamis. Salah satunya melalui kebijakan yang mengarah pada upaya peningkatan pembangunan kesehatan di seluruh wilayah Banten, berupa jaminan kesehatan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan merasa aman dalam melakukan berbagai kegiatan kesehariannya. Persoalan kesehatan di Provinsi Banten masih menjadi hal yang krusial dan membutuhkan perhatian khusus dari seluruh pihak. Tidak hanya mengenai disparitas wilayah timur, utara, barat, dan selatan, namun dari segala sisi masih membutuhkan perhatian khusus. Sarana dan prasarana bidang kesehatan di Provinsi Banten secara umum masih kurang memadai hingga kurangnya tenaga medis, seperti dokter dan petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu, dalam RPJMD Banten 2017-2022 akan merekrut sebanyak 500 tenaga medis. Tahun 2017 sebanyak 100 orang, tahun 2018 sebanyak 200 tenaga medis, dan sisanya 200 orang ditargetkan selesai tahun 2019. Jumlah itu, termasuk perekrutan dokter spesialis yang saat ini jumlahnya belum memadai. Pemprov telah menganggarkan dengan peningkatan pendapatan cukup signifikan dari sebelumnya. Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dari empat juta masyarakat Banten yang terdaftar, lebih dari 3.000 orang identitasnya tidak jelas sehingga membutuhkan validasi agar diketahui peserta BPJS sesuai nama dan alamatnya. "Kalau datanya sudah ada, kita bisa anggarkan dan kita bisa berbagi dengan kabupaten/kota. Makanya perlu dibangun kerja sama teutama soal data. Sehingga bentuk bantuannya jelas kepada penerima yang memang membutuhkan," kata Wahidin Halim. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Banten M. Yusuf mengatakan pelaksanaan PIS-PK ditekankan pada integrasi pendekatan akses pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan,



pembiayaan serta sarana prasarana, termasuk program upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan yang mencakup seluruh keluarga dan wilayah puskesmas, dengan memperhatikan manajemen puskesmas. Selain itu, kata dia, kegiatan tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan pelaksanaan PIS-PK, menilai keberhasilan PIS-PK, meningkatkan pembinaan keluarga secara terintegrasi dan berkesinambungan, meningkatkan komitmen daerah dalam pelaksanaan PIS-PK, meningkatkan capaian target sasaran keluarga sehat, dan melaksanakan perencanaan kebutuhan wilayah kesehatan dengan tepat.



Kesehatan Gratis Program kesehatan gratis bagi masyarakat Banten yang diprogramkan Gubernur Wahidin Halim tetap berjalan, sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini menunggu data validasi dari kabupaten/kota tentang jumlah masyarakat yang belum ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota. "Hasil konsultasi dengan KPK mengenai program unggulan kesehatan gratis sudah keluar, kesimpulannya diintegrasikan dengan program Kemenkes dan BPJS," kata Wahidin Halim. Sebelumnya, program kesehatan gratis sudah berjalan, diperuntukkan bagi warga Banten yang tidak memiliki BPJS, Pemprov Banten membiayai mereka yang sakit tanpa lebih dahulu membayar premi asuransi BPJS setiap bulannya, penganggarannya jauh lebih murah. Dengan adanya rekomendasi KPK terkait dengan pengintegrasian program unggulan, yakni kesehatan gratis dengan program BPJS, akan diikuti oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan menanggung masyarakat miskin yang tidak sanggup membayar premi asuransi BPJS, kendati secara penganggaran jauh lebih mahal, karena Pemprov Banten menanggung pembayaran premi setiap bulannya. Alasan KPK merekomendasikan program unggulan Gubernur Banten itu, kesehatan gratis dengan program Kemenkes dan BPJ Kesehatan, adalah kekhawatiran berisiko mengganggu APBD, karena akan sulit memprediksi berapa nantinya pembiayaan yang akan keluar. "Jadi tidak benar kalau dikatakan KPK menolak program kesehatan gratis Pemprov Banten, kita wajib mengikuti saran dan rekomendasi KPK tersebut, supaya tidak melanggar aturan," kata dia.



Pihak-pihak yang mengatakan program kesehatan Pemprov Banten ditolak oleh KPK dan belum jelas, mengesankan pendapat yang tidak menghendaki masyarakat Banten meningkat kesejahteraannya. Karena sudah setahun lalu hingga kini, program kesehatan gratis untuk masyarakat miskin berjalan dengan pola lama, menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) secara terbatas di RSUD Banten dan RSUD Malingping dengan payung hukum pergub yang lama. Pemprov Banten menyampaikan surat ke KPK untuk konsultasi terkait dengan pelaksanaan program kesehatan gratis. Kemudian KPK memberikan jawaban bahwa program kesehatan gratis yang dilakukan Pemprov Banten harus diintegrasikan dengan program Kemenkes melalui JKN dan juga BPJS Kesehatan. Komisi V DPRD Banten meminta Dinas Kesehatan setempat memperjelas data penerima program kesehatan gratis pada 2019. "Kami sudah melakukan rapat kordinasi dengan Dinas Kesehatan bahas soal kesehatan gratis ini. Intinya gubernur dan bupati/wali kota harus duduk bersama," kata Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan. Program kesehatan gratis yang diintegrasikan dengan BPJS Kesehatan pada 2019 harus berjalan dengan baik. Untuk itu, Dinas Kesehatan Provinsi Banten harus menyiapkan data riil penerima manfaat program tersebut. "Sasarannya kan warga Banten yang belum masuk program BPJS Kesehatan. Nah mereka yang harus ditanggung oleh pemerintah, jumlahnya harus jelas," kata dia. Oleh karena itu, perlu dilakukan koordinasi antara gubernur dan bupati/wali kota untuk menegaskan dan memperjelas jumlah penerima manfaat program kesehatan gratis tersebut, termasuk mekanismenya. "Tahun ini kan sudah berjalan juga, tapi belum seluruhnya. Makanya tahun 2019 nanti harus sudah efektif berjalan," kata dia. Fitron mengatakan pada 2019, Pemprov Banten menganggarkan sekitar Rp300 miliar untuk pelaksanaan program kesehatan gratis yang diintegrasikan dengan program BPJS Kesehatan. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, sekitar dua juta warga Banten belum masuk program BPJS Kesehatan. Pemprov Banten berharap, semua warga Banten, terutama yang kurang mampu, bisa



menjadi sasaran program kesehatan gratis yang diintegrasikan dengan program BPJS Kesehatan.



Peningkatan Sarana Pemerintah provins dan kabupaten/kota di Banten juga berupaya meningkatkan sarana kesehatan. Pemprov Banten akan membangun rumah sakit di Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, dalam upaya memfasilitasi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pemkab Pandeglang merencanakan pembangunan rumah sakit tipe C di Kecamatan Saketi. "Prinsip saya, kalau masyarakat sakit, bagaimana mau produktif. Kalau umur tidak panjang, bagaimana mau produktif," kata Wahidin Halim Ia meminta Dinas Kesehatan Provinsi Banten untuk terus-menerus berkoordinasi dengan kabupaten dan kota, agar sama-sama mengantisipasi persoalan kesehatan masyarakat Banten. Dia juga meminta agar sarana prasarana kesehatan di kabupaten/kota agar terus ditingkatkan untuk menunjang pelayanan kesehatan yang lebih optimal. Upaya meningkatkan pelayanan kesehatan juga dilakukan melalui optimalisasi pelayanan dan sarana serta prasarana di puskesmas. Pemkab/pemkot di Banten berupaya agar seluruh puskesmas terakreditasi. Pemkab Pandeglang, misalnya, berupaya agar pada 2018 sebanyak 19 puskesmas terakreditasi. "Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan kepada masyarakat, untuk itu kualitas sarana, prasarana dan pelayanan harus optimal," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Pandeglang Ferry Hasanuddin. Penilaian akreditasi merupakan suatu pembinaan terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, sebetulnya pelayanan puskesmas di Pandeglang sudah termasuk dari bagian standar operasional prosedur (SOP). "Hanya saja tinggal bagaimana caranya para pegawai konsisten dan komitmen terhadap SOP yang dilaksanakan itu," katanya. Oleh karena itu, melalui penilaian akreditasi yang sudah dilakukan di beberapa puskesmas, ada



suatu perubahan pelayanan menjadi lebih baik ataupun perubahan di bidang administrasi, agar pelayan kesehatan optimal dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan optimistis pada tahun ini 19 puskesmas terakreditasi. Kepala Dinas Kesehatan Pandeglang Rd. Dewi Setiani mengatakan terkait dengan penilaian akreditasi oleh Kemenkes, ada 19 puskesmas yang saat ini sedang dilakukan penilaian akreditasi. Diharapkan semuanya lulus dalam penilaian, karena dapat berpengaruh terhadap peningkatan pelayanan dan keselamatan bagi masyarakat. Dewi menyatakan dengan penilaian akreditasi tentunya dapat memberikan hasil yang baik bagi masyarakat, di antaranya kualitas pelayanan lebih terjamin dan terarah, sehingga hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dapat dipenuhi dengan optimal. Dinas Kesehatan Kota Serang menargetkan sampai 2019 puskesmas di daerah itu yang berjumlah 16 unit sudah lulus akreditasi dari Kementerian Kesehatan sehingga bisa meningakatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. "Yang sudah akreditasi enam ditambah dua kemarin meskipun belum turun akreditasinya dan ditambah lagi dua hari ini Puskesmas Banten Girang dan Puskesmas Unyur. Targetnya pada 2019 nanti semua sudah terakreditasi," kata Kepala Dinkes Serang Toyalis. Dari 16 puskemas di Kota Serang, enam di antaranya yang sebelumnya sudah akreditasi, yakni Puskesmas Serang Kota, Kilasah, Kasemen, Singandaru, Walantaka, dan Curug. "Sebelumnya dua lagi, sudah jadi delapan dan sekarang dua lagi Unyur dan Banten Girang, jadi 10 puskesmas semuanya. Bulan depan empat lagi," katanya. Akreditasi puskesmas tersebut bertujuan agar pelayanan antara puskesmas satu dan lainnya di Kota Serang sama sesuai dengan kondisi, serta membuat SOP pelayanan disesuaikan dengan fasiltas yang ada. Selain itu, dalam rangka memenuhi persyaratan bahwa pelayanan publik harus terakreditasi, termasuk puskesmas sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2017. Dalam permenkes tersebut dikatakan bahwa akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri. Setelah dinilai bahwa puskesmas telah memenuhi standar pelayanan puskesmas, selanjutnya



terjadi peningkatan mutu pelayanan puskesmas secara berkesinambungan. Hasil akreditasi tersebut dibagi menjadi tingkat dasar, madya, dan paripurna. Dinkes Kota Serang terus berupaya meningkatkan dan mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat melalui puskesmas dengan perbandingan awalnya satu puskesmas melayani minimal 30 ribu penduduk di sekitar puskesmas tersebut. Dahulu terdapat perbandingan satu puskesmas untuk sekitar 30 ribu penduduk. Satu puskesmas untuk satu kecamatan. Kini lebih didekatkan lagi, jika terdapat 50 ribu penduduk dalam satu kecamatan maka didirikan dua puskesmas seperti di Kecamatan Kasemen. Awalnya satu puskesmas, sekarang ditambah satu lagi di Kilasah jadi dua puskesmas. Semua itu demi meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat.*



Skip to main content



 



docx



Log In Sign Up



MASALAH KESEHATAN DI PERKOTAAN DAN KECENDERUNGANNYA Oleh: Indah Purwasari Febry Yunanda Vidia Aprilia Nadilla



Rin Chan



or download with email



MASALAH KESEHATAN DI PERKOTAAN DAN KECENDERUNGANNYA Oleh: Indah Purwasari Febry Yunanda Vidia Aprilia Nadilla Download



MASALAH KESEHATAN DI PERKOTAAN DAN KECENDERUNGANNYAOleh: Setiap tahun, jumlah masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan terus meningkat. Namun, perkembangan jumlah penduduk di kota tidak sebanding dengan meningkatnyakualitas pelayanan kesehatan yang ada. Adapun masalah-masalah kesehatan yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut: Fenomena urbanisasi atau perpindahan masyarakat dari daerah pedesaan ke kotayang menyebabkan meledaknya populasi penduduk dan tentunya berdampak pula pada kesehatan. Polusi yang memperburuk kualitas udara di daerah perkotaan. Menurut data BadanPusat Statistik pada 2004, di Indonesia jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya bertambah 12%. Peningkatan itu tentunya disertai dengan bertambahnya zat-zat pencemar berbahaya yang tiap hari terpaksa dihirup oleh warga, seperti karbon monoksida (CO),hidrokarbon (HC), dan nitrogen oksida (NO)Masalah ketersediaan air minum dan sarana sanitasi. Lebih dari 100 juta rakyat diTanah Air misalnya masih kesulitan akses air minum yang aman. Sementara, lebih dari 70%dari 220 juta penduduk Indonesia masih tergantung pada sumber air yang terkontaminasi Berbagai jenis penyakit baik itu menular maupun tidak menular. Perubahan gaya hidup. Seperti



kurang olahraga, makan makanan tidak bergizi, danmerokok telah menjadikan penyakit degeneratif semakin banyak menyasar masyarakat perkotaan. Ironisnya, penyebaran penyakit menular klasik seperti tuberkulosis (TB), diare,dan demam berdarah masih belum bisa dituntaskan penyebarannya.Sebelum kita membahas lebih jauh lagi apa-apa saja masalah kesehatan yang seringdihadapi masyarakat perkotaan, ada baiknya jika kita bahas satu per satu apa saja tipe-tipemasyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Berikut adalah tipe-tipe masyarakat perkotaanyang sering kita temui: Masyarakat paksaan. Contohnya negara dan tawanan. Masyarakat merdeka. Tipe ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Masyarakat nature/alamiah, yaitu masyarakat yang terjadi dengansendirinya. Contohnya sekumpulan suku yang bertalian denganhubungan darau atau keturunan Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingankeduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi, kongsi perekonomian, gereja dan sebagainya. Kebutuhan akan masalah kesehatan masyarakat di daerah perkotaan jelas berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Tentu saja jika dilihat dari jumlah penduduk,daerah perkotaan jelas memiliki jumlah penduduk jauh lebih besar daripada pedesaan. Belumlagi jika dilihat dari aspek kondisi lingkungan, mata pencaharian, pola kehidupan, stratifikasi,mobilitas, pola interaksi, solidaritas dan kedudukan dalam hierarki administrasi nasional.Secara harfiah, fasilitas kesehatan yang ada di daerah perkotaan tidak jauh bedadengan yang ada di daerah perkotaan. Puskesmas, klinik, apotek, semuanya tersedia baik dikota maupun di desa. Hanya saja, yang membedakan adalah kualitas dan kuantitas. Di daerah perkotaan, tentu saja fasilitas yang dimiliki jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan pedesaan. Lalu dari segi pengunjung atau pasien pastilah lebih banyak daripada di desa. Darisemua kelebihan dari fasilitas kesehatan di kota, tentunya tidak ada alasan bagi siapapununtuk tidak mempergunakannya sebaik mungkin. Namun, dewasa ini orang-orang engganuntuk memeriksakan diri mereka ke fasilitas kesehatan terdekat dikarenakan berbagai alasan.Antara lain jarak yang terlalu jauh dri tempat tinggal, fasilitas yang kurang lengkap, pelayanan kurang memuaskan dan masih banyak lagi alasan lainnya. Kalau sudah begini,tugas kader-kader kesehatan-lah yang bisa mendorong dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya memeriksakan kesehatan sejak dini.Di dalam Rencana Strategi Departemen Kesehatan (Renstra Depkes) tahun 2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia dalam tiga dekade ini yangdilaksanakan secara berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan,namun masih rendah apabila dibandingkan dengan Negara tetangga. Indoesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategi yang mendasar baik internal maupun external yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan kesehatan (Depkes,



2005).Salah satu tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan yang berkualitas ini harus dapatdilaksanakan di seluruh sarana pelayanan pemerintah maupun swasta. Dengan pelayanankesehatan yang bermutu ini diharapkan masyarakat akan lebih berminat untuk memanfaatkan saran pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanankesehatan lainnya (Azwar, 1980).Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomimasyarakat maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat mulai berubah. Masyarakatcenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermututermasuk pula pelayanan kesehatan. Dengan demikian maka tuntutan masyarakat akankualitas pelayanan kesehatan ini bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Namun pelaksanaannya bukanlah hal yang mudah (Depkes RI, 2004). Hal ini dinyatakan pula olehPrestaka, N (2006) bahwa puskesmas sebagai penyelenggara upaya kesehatan dasar perorangan dan masyarakat ternyata belum menjadi pilihan utama untuk mendapat layanankesehatan.Perkotaan merupakan suatu wilayah di Indonesia yang memiliki sarana pelayanankesehatan yang jauh lebih baik pada strata pertama, kedua, dan ketiga yang diselenggarakanoleh pemerintahan maupun swasta bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal inimemudahkan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tetapi masalah kesehatandi perkotaan umumnya lebih kompleks, disatu sisi masih dijumpai masalah kesehatankonvensional seperti penyakit infeksi, sanitasi yang rendah, penyakit menular. Di sisi lainmuncul penyakit degeneratif, gangguan kejiwaan, gizi lebih, infeksi menular sexual (Depkes,2005).Pembangunan kesehatan di daerha perkotaan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir telah menunjukkan kemajuan yang cukup bermakna dalam peningkatan derajat kesehatanmasyarakat, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya status gizi masyarakat dan Umur Harapan Hidup (UHH). Dari data pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa prevalensi Balitadengan Kurang Energi Protein (KEP) mengalami penurunan menjadi 28,5% dan Umur harapan Hidup (UHH) masyarakat Universitas Sumatera Utarameningkat mencapai 68,2tahun. Tetapi walaupun penurunan ini cukup signifikan, masih perlu diwaspadai pada daerah perkotaan dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk kota yang cukup signifikan yaitumenurut Sensusnas tahun 2000 penduduk perkotaan meningkat hampir 50 % di bandingtahun 1980 (Dinkes Prop SU, 2007). Masyarakat miskin di perkotaan yang memilikiketerbatasan dalam akses dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan, perlumendapat prioritas penanganan oleh puskesmas. Data menunjukkan tahun 2005 terdapatsekitar 11,5 juta jiwa penduduk miskin diperkotaan atau 12,6% dari jumlah penduduk (Depkes, 2007). Related Papers