Konsensus HT 2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSENSUS PANDUAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH DI LUAR KLINIK (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



KONSENSUS PANDUAN PENGUKURAN TEKANAN DARAH DI LUAR KLINIK



(Ambulatory Blood Pressure Monitoring) Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Editor :



Siska Suridanda Danny Eka Harmeiwaty Rossana Barack Pringgodigdo Nugroho



Jakarta 2022



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



DAFTAR KONTRIBUTOR Amanda Tiksnadi, Dr. dr. SpS(K) Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Anasthasia Sari Sri Mumpuni, dr., SpJP(K), FIHA SMF Kardiologi RS Pondok Indah – Pondok Indah – Jakarta Eka Harmeiwaty, dr., Sp.S Spesialis Neurologi Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Ni Made Hustrini, dr., Sp.PD-KGH Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusumo Paskariatne Probo Dewi Yamin, dr., Sp.JP, FIHA Departemen Kardiologi RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta



ii



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Pringgodigdo Nugroho, dr., SpPD-KGH, FINASIM Divisi Ginjal Hipertensi Departemen Penyakit Dalam Rakhmad Hidayat, dr., Sp.S(K) Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia RSUPN Cipto Mangunkusum Rossana Barack, dr., SpJP(K), FIHA SMF Kardiologi RS MMC - Jakarta dr. Siska Suridanda Danny, Sp.JP(K), FIHA Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Universitas Indonesia Pusat Jantung Nasional Harapan Kita



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



iii



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



KATA PENGANTAR Tingginya prevalensi hipertensi di Indonesia menyebabkan pengukuran tekanan darah yang akurat menjadi penting untuk deteksi dan terapi. Telah lama disadari bahwa pengukuran tekanan darah di luar klinik berguna untuk mendeteksi hipertensi jas putih (whitecoat hypertension) yang tidak memerlukan terapi obat, sementara prevalensinya dapat mencapai 30% dari seluruh pasien hipertensi. Pengukuran tekanan darah di luar klinik menggunakan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) selain lebih akurat menggambarkan tekanan darah juga berguna mendeteksi gangguan irama sirkadian. Pada saat ini, pengukuran ABPM tidak sering dilakukan di Indonesia dan tidak semua produk pengukuran ABPM dapat digunakan untuk membuat keputusan klinik sehingga diperlukan panduan cara pengukuran dan interpretasi hasil pengukuran ABPM. Saya sebagai ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) sangat antusias menyambut konsensus mengenai ABPM yang saya yakini berguna bagi para tenaga kesehatan dan peneliti hipertensi. Saya sangat menghargai tim penyusun atas pemikiran dan usahanya dalam menyusun dokumen ini. Mengingat akan muncul hasil penelitian baru maka konsensus ABPM akan



iv



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



selalu disempurnakan sejalan dengan perkembangan pengetahuan yang ada di masa datang.



Jakarta, Februari 2022, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI)



Dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



v



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)







DAFTAR ISI



Halaman Judul.............................................................. i Kontributor.................................................................... ii Kata Pengantar.............................................................. v Daftar Isi......................................................................... vi Daftar Tabel................................................................... viii Daftar Gambar.............................................................. ix Daftar Istilah dan Singkatan......................................... x 1. Pendahuluan.......................................................... 1 1.1 Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik.................................................... 1 1.2 Perbandingan ABPM dan HBPM................... 3 2. Penggunaan Klinis Sehari-hari............................. 7 2.1 Indikasi Klinis................................................... 7 2.2 Rekomendasi Penggunaan ABPM pada Berbagai Panduan Praktik Klinik................... 9 2.3 Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan ABPM................................................................ 14 2.4 Manfaat dan Efektivitas Biaya........................ 14 3. Tata Cara Pemeriksaan ABPM.............................. 17 3.1 Persiapan Umum............................................. 17 3.2 Ukuran Manset................................................ 19 3.3 Instruksi untuk Pasien..................................... 20 4. Interpretasi Pemeriksaan ABPM........................... 22 4.1 Evaluasi Terhadap Data ABPM...................... 22



vi



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



4.2 Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan ABPM................................................................ 22 4.3 Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM............ 24 4.4 Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan Pemeriksaan ABPM......................................... 25 4.5 Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih..... 25 4.6 Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung dan Hipertensi Tidak Terkontrol Terselubung.................................................... 26 4.7 Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan Organ Target pada Pasien Hipertensi.......... 27 5. Diskusi Kasus.......................................................... 34 5.1 Kasus 1............................................................. 34 5.2 Kasus 2............................................................. 36 5.3 Kasus 3............................................................. 38 Daftar Pustaka............................................................... 43



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



vii



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan ABPM dan HBPM................ 5 Tabel 2. Indikasi Penggunaan ABPM........................ 8 Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam Panduan Internasional................................. 11 Tabel 4. Tata Cara Pemeriksaan ABPM..................... 17 Tabel 5. Rekomendasi Ukuran Manset ABPM.......... 19



Tabel 6. Instruksi untuk Pasien................................... 20 Tabel 7. Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan Nilai ABPM..................................................... 25 Tabel 8. Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih...... 26



Tabel 9. Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung dan Tidak Terkontrol Terselubung............. 27



viii



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan Perekam TD.............................................. 18 Gambar 2. Contoh Pemasangan Manset dan ......... Perekam TD pada Pasien........................ 19 Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1.......... 34 Gambar 4. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2.......... 37 Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3.......... 39



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



ix



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ABPM



Ambulatory Blood Pressure Monitoring



AHA



American Heart Association



ACC DES ESC ESH



HPBM HR IK



IKPP



American College of Cardiology Drug Eluting Stent



European Society of Cardiology



European Society of Hypertension Home Blood Pressure Monitoring Hazard Ratio



Interval Kepercayaan



Intervensi Koroner Perkutan Primer



IMA-EST Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST IMT



Intima Media Thickness



JSH



Japanese Society of Hypertension



InaSH LVMI



MMM NICE



OBPM



Indonesian Society of Hypertension Left Ventricular Mass Index May Measurement Month



National Institute for Health and Care Excellence Office Blood Pressure Measurement



PKV



Penyakit Kardiovaskular



RCA



Right Coronary Artery



PWV



Pulse Wave Velocity



Riskesdas Riset Kesehatan Dasar



x



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



SPC



Single Pill Combination



TD



Tekanan Darah



TDS



Tekanan Darah Sistolik



TDD



Tekanan Darah Diastolik



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



xi



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik Hipertensi hingga kini terus menjadi salah satu masalah kesehatan global utama sebagai faktor risiko untuk stroke, penyakit kardiovaskular, gagal ginjal dan penyakit serius lain yang berpotensi menimbulkan kematian serta kecacatan. Dilatarbelakangi oleh masalah tersebut, menemukan strategi yang tepat dalam diagnosis dan terapi hipertensi menjadi sebuah keharusan.1 Laporan kegiatan May Measurement Month (MMM) Indonesia tahun 2017 menyebutkan bahwa berdasarkan data tekanan darah (TD) yang diambil dari seluruh penjuru Indonesia, hipertensi ditemukan pada 34,5% subjek. Sebanyak 62,8% dalam kelompok yang telah mendapatkan terapi anti hipertensi tidak mencapai target tekanan darah.2 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hingga 2018 melaporkan bahwa 25,8-34,1% populasi usia dewasa di Indonesia memiliki TD tinggi.3 Semakin tinggi TD, semakin besar pula angka disabilitas, morbiditas, dan mortalitas yang diakibatkan oleh hipertensi. Metode skrining dengan cara yang benar diperkirakan mampu menjadi salah satu solusi untuk mencapai pencegahan primer yang efektif, sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, serta menyediakan landasan yang tepat dalam penyusunan kebijakan publik. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



1



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Akurasi pengukuran TD merupakan salah satu faktor kunci dalam diagnosis dan tatalaksana hipertensi. Pengukuran TD di klinik (Office Blood Pressure Measurement/OBPM) memiliki keterbatasan dalam hal variasi kondisi pengukuran serta respons kewaspadaan individu terhadap prosedur pengukuran yang sering menimbulkan peningkatan TD. Saat ini pengukuran TD di luar klinik yakni ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) dan HBPM (Home Blood Pressure Monitoring) telah direkomendasikan dalam banyak panduan hipertensi untuk mengevaluasi dan mengukur TD yang tidak hanya terbatas pada satu waktu pengukuran.1 Beberapa alasan yang mendasari penggunaan dua metode ini adalah sebagai berikut: 1) memberikan informasi hasil yang lebih stabil dan tervalidasi pada pengukuran TD, 2) parameter yang diukur bermanfaat dalam menilai prognosis pada pasien, 3) pengukuran TD klinik memiliki variabilitas yang tinggi sehingga tidak selalu dapat menggambarkan profil TD basal dan risiko kardiovaskular pada pasien, 4) membantu membedakan diagnosis hipertensi jas putih (white coat hypertension) dan hipertensi terselubung (masked hypertension) sehingga klinisi dapat menentukan diagnosis hipertensi dengan lebih tepat dan berujung pada berkurangnya beban biaya layanan kesehatan pasien hipertensi.4 Pemeriksaan ABPM umumnya hanya tersedia pada rumah sakit besar dikarenakan harganya yang cukup tinggi, namun penggunaan dan ketersediaannya dilaporkan terus meningkat dalam beberapa tahun



2



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



terakhir. HPBM, dengan harga yang lebih terjangkau merupakan alternatif alat pengukuran yang mudah digunakan dan mampu memberikan hasil pengukuran TD yang cukup baik, meskipun tidak selengkap ABPM. Kedua metode pemeriksaan ini saling melengkapi dan memiliki manfaat besar untuk diagnosa serta tatalaksana hipertensi.5 1.2. Perbandingan ABPM dan HBPM Salah satu perbedaan utama dari ABPM dan HBPM terletak pada kemampuannya mengukur variabilitas TD. ABPM adalah sebuah metode non invasif untuk mengetahui rerata tekanan darah selama minimal 24 jam. Pemantauan ini menggunakan alat pengukur TD digital otomatis berukuran kecil yang dipasang ke sabuk yang melingkari tubuh pasien dan terhubung ke manset yang dipasang di lengan atas pasien. Alat akan mengukur TD secara berkala selama pasien beraktivitas dan saat tidur. Hal ini mempunyai implikasi klinis dalam menilai prognosis pasien berdasarkan bentuk dan pola spesifik perubahan TD pasien selama 24 jam. Pemeriksaan HBPM adalah metode pengukuran TD yang dilakukan mandiri di rumah oleh pasien, di luar fasilitas kesehatan. Pengukuran dilakukan minimal dua kali untuk setiap pemeriksaan dengan jarak satu menit. Hasil akhir HBPM adalah rerata dari minimal dua kali pemeriksaan dalam waktu tiga hari atau lebih (dianjurkan tujuh hari), dengan membedakan hasil Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



3



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



pengukuran pagi dan malam hari. Tingkat variabilitas hasil pengukuran menggunakan HBPM juga mampu memberikan prediksi prognosis pada pasien. Misalnya, hipertensi yang didapatkan pada pengukuran pagi hari merupakan prediktor yang lebih kuat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular jika dibandingkan dengan hipertensi yang terjadi pada sore hari. Walaupun informasi yang didapatkan dari hasil pengukuran dengan HBPM tidak selengkap ABPM, tidak dapat dipungkiri bahwa HBPM memberikan alternatif sumber informasi yang lebih mudah pada pengukuran variabilitas TD jika dibandingkan dengan ABPM.5 Fungsi penting lain dari ABPM yang membedakan dengan HBPM adalah kemampuannya untuk menilai efek obat anti hipertensi pada pasien selama 24 jam yang mampu membantu para klinisi dalam penentuan dosis dan terapi yang tepat pada pasien. Dalam bidang penelitian, ABPM masih menjadi pilihan utama karena kemampuan dokumentasi dan kelengkapan kriteria parameter yang dinilai.5 Perbandingan lengkap pemeriksaan ABPM dan HBPM dapat dilihat pada tabel 1.



4



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Tabel 1. Perbandingan ABPM dan HBPM5 Fitur



TD klinik



ABPM



HBPM



Jumlah Parameter yang dinilai Ketergantungan operator



Sedikit



Banyak



Sedang



Ya



Tidak



Tidak



Validasi alat



Tidak



Ya



Ya



TD siang hari



+



+++



++



TD malam hari



-



+++



-



TD pagi hari Variabilitas TD selama 24 jam Variabilitas TD jangka panjang



+ -



++ ++



++ +



-



+



++



Diagnosis hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung



-



++



++



Nilai prognostik



+



+++



++



Keterlibatan pasien



-



-



++



Keterlibatan klinisi



+++



++



+



Kepatuhan pasien



++



+



++



Pemantauan efek terapi



Informasi terbatas



Harga Ketersediaan Kontrol dan hipertensi



evaluasi



Reprodusibilitas



Informasi lengkap profil TD diurnal, tidak dapat diulang secara rutin



Sesuai untuk pemantauan jangka panjang, informasi profil TD terbatas



Rendah



Tinggi



Rendah



Tinggi +



Rendah ++



Tinggi +++



Rendah



Tinggi



Tinggi



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



5



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



SIMPULAN: • Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk Indonesia • Pengukuran TD klinik memiliki beberapa keterbatasan dalam penilaian komprehensif pasien hipertensi • Pengukuran TD di luar klinik, yakni ABPM dan HBPM, memberikan informasi yang lebih menyeluruh dibandingkan TD klinik baik dalam hal diagnosis, tatalaksana maupun prognosis pasien hipertensi • Metode pemantauan TD dengan ABPM dan HBPM selayaknya dianggap sebagai informasi tambahan yang saling melengkapi data TD klinik, dan tidak menggantikan satu sama lain



6



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



BAB II PENGGUNAAN KLINIS SEHARI-HARI 2.1. Indikasi Klinis Pemeriksaan ABPM telah diterima sebagai baku emas untuk menegakkan diagnosis hipertensi dan penilaian pola TD selama 24 jam. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan TD klinik maupun HBPM, pemeriksaan ABPM memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik untuk diagnosis hipertensi.1,6 Penggunaannya dalam praktik klinik sehari-hari telah diulas dan direkomendasikan oleh berbagai panduan internasional utama antara lain Amerika Utara, Eropa, Jepang, Cina, dan Taiwan. Sebagian besar ditujukan untuk individu yang membutuhkan konfirmasi hasil pengukuran TD, misalnya pasien yang menunjukkan TD yang tidak stabil dan/atau bervariasi di klinik dengan pengukuran di rumah untuk memastikan adanya hipertensi jas putih atau hipertensi terselubung. Tekanan darah yang tidak stabil juga dapat mengindikasikan monitoring pengobatan yang kurang optimal selama dalam terapi anti hipertensi. Indikasi lain penggunaan ABPM adalah untuk konfirmasi kecurigaan adanya hipertensi resisten sehingga dapat ditentukan perlunya tindakan terapi intervensi tambahan. Selain itu, ABPM dapat memberikan informasi prognostikasi terkait kerusakan target organ, seperti penilaian terhadap hipertensi malam hari dan pola non-dippers (lihat Bab IV). Meskipun ada beberapa variasi regional dalam Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



7



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



rekomendasi, indikasi utama penggunaan ABPM dapat dilihat pada tabel di bawah ini.7 Tabel 2. Indikasi Penggunaan ABPM.7 Diagnosis awal



Hipertensi dalam terapi



Kapan diulang*



•• Penegakan •• Identifikasi •• Untuk memastikan diagnosis hipertensi hipertensi jas putih kontrol TD telah dan hipertensi tercapai, terutama •• Deteksi hipertensi terselubung pada pasien dengan jas putih dan risiko kardiovaskular hipertensi •• Konfirmasi tinggi terselubung diagnosis hipertensi tidak terkontrol dan •• Hipertensi tidak •• Identifikasi hipertensi resisten terkontrol: dilakukan hipertensi malam setiap 2-3 bulan hari dan pola non•• Investigasi sampai didapatkan dippers pengendalian TD gambaran normal 24 jam (terutama •• Penilaian perubahan pada 24 jam pada kehamilan TD pada gangguan dan pasien risiko •• Hipertensi terkontrol: otonom tinggi lain) dilakukan setiap tahun •• Konfirmasi hipotensi bergejala pada terapi yang berlebihan •• Penilaian hipertensi malam hari dan pola non-dipping •• Ketidaksesuaian diagnosis antara TD klinik dan HBPM



*Disesuaikan dengan ketersediaan alat, preferensi dan risiko antar individu



8



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



2.2. Rekomendasi Penggunaan ABPM pada Berbagai Panduan Praktik Klinik Berbagai panduan praktik klinik tatalaksana hipertensi terkini secara konsisten merekomendasikan ABPM sebagai alat diagnostik utama, namun aplikasi klinis tentunya menyesuaikan dengan ketersediaan di masing-masing negara. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension/InaSH) tahun 2019 dan revisi terakhir tahun 2021 juga telah merekomendasikan pemeriksaan ABPM dalam tatalaksana hipertensi namun data penggunaan di lapangan secara nasional belum tersedia. Ringkasan rekomendasi penggunaan ABPM dalam beberapa panduan utama dapat dilihat pada Tabel 3. Panduan internasional paling komprehensif tentang penggunaan ABPM saat ini adalah dalam rekomendasi European Society on Hypertension 2021 perihal Practice guidelines for office and out-of-office blood pressure measurement, meskipun fokus utama pedoman tersebut adalah pada penegakan diagnosis dibandingkan sebagai metode untuk memantau inisiasi dan efektivitas terapi antihipertensi.7 Pemeriksaan ABPM direkomendasikan untuk konfirmasi diagnosis awal, dan dapat diulang sesuai dengan kebutuhan. Frekuensi pengulangan ABPM dipengaruhi oleh derajat hipertensi, respon terhadap pengobatan dan adanya kerusakan organ target serta komorbiditas.



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



9



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Pada pasien berisiko lebih tinggi, pengulangan ABPM dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi pengobatan dapat memberikan informasi apakah penurunan TD sudah cukup memadai untuk mencapai target. Kemudian jika penyesuaian terapi diperlukan, ABPM dapat diulang setiap 2-3 minggu sampai TD stabil terdokumentasi. Setelah kendali TD (baik siang dan malam hari) telah tercapai, ABPM mungkin hanya diperlukan setiap 6-12 bulan untuk konfirmasi bahwa target TD tetap tercapai. Meskipun HBPM memiliki peran dalam pemantauan berkelanjutan hipertensi dan pengobatan, penting untuk dicatat bahwa ABPM saat ini adalah satu-satunya alat pemantauan di luar klinik yang menyediakan pengukuran TD malam hari yang merupakan komponen penting dari pengontrolan tekanan darah.1 Penggunaan ABPM di wilayah Asia telah cukup luas dikenal, dan disokong oleh konsensus regional HOPE Asia Network. Alat ABPM sudah tersedia di Cina (23 jenis alat), India/Nepal (12 jenis alat), Malaysia (11 jenis alat), Singapura (10 jenis alat), Jepang dan Vietnam (9 jenis alat), Korea Selatan (8 jenis alat), Hongkong dan Filipina (7 jenis alat), Indonesia dan Pakistan (5 jenis alat), Thailand (4 jenis alat), dan Taiwan (3 jenis alat).1 Jepang merupakan salah satu wilayah dengan cakupan penggunaan ABPM yang sangat baik dan penggunaannya ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional. Dibutuhkan strategi lintas negara di wilayah Asia untuk meningkatkan akses ke perangkat ABPM dan



10



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



mengembangkan pelatihan tenaga kesehatan sehingga dapat memfasilitasi penggunaan yang lebih luas di Asia. Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan ABPM dalam Panduan Internasional Panduan



Diagnosis



Tatalaksana



E S C / E S H •• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi, •• Memonitor kontrol TD (2018)8 jika secara ekonomi memungkinkan •• Mengevaluasi kontrol •• Mendeteksi hipertensi jas putih TD, terutama pada pada pasien dengan hipertensi pasien dengan risiko derajat 1 pada pengukuran TD di tinggi yang sedang klinik atau TD yang didapatkan dalam terapi naik di klinik tanpa adanya bukti •• Mengevaluasi kerusakan organ target hipotensi postural dan



•• Mendeteksi hipertensi terselubung post prandial pada pasien dengan TD klinik •• Mengonfirmasi kontrol tinggi-normal, TD klinik normal, dan TD yang tidak adekuat kerusakan organ target atau risiko yang mengindikasikan tinggi kardiovaskular resistensi terapi •• Mengevaluasi hipotensi postural dan post prandial •• Mengevaluasi hipertensi resisten •• Mengevaluasi respon TD yang berlebihan pada latihan



•• Pada pasien dengan variabilitas yang cukup besar pada pengukuran TD klinik •• Menilai TD nokturnal dan status dipping



•• Mengonfirmasi hipertensi sekunder •• Menentukan TD selama kehamilan, terutama pada wanita berisiko tinggi •• Skrining hipertensi pada pasien dengan diabetes melitus Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



11



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



A H A / A C C •• Mengonfirmasi diagnosis hipertensi (2017)9 •• Skrining hipertensi jas putih pada dewasa dengan TD > 130 hingga 80 hingga 140/90 mmHg atau ketika pasien dicurigai hipertensi



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



•• Sebagai tambahan pada pengukuran TD klinik untuk memonitor respon terapi anti hipertensi



13



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



2.3. Kelebihan dan Keterbatasan Pemeriksaan ABPM ABPM memberikan data hasil pengukuran yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan pemeriksaan TD klinik. Kelebihan dari ABPM di antaranya mampu menampilkan nilai pemeriksaan yang objektif selama 24 jam; mendiagnosis hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung; melihat adanya hipertensi tidak terkontrol dan hipertensi resisten, mengukur TD pasien dalam aktivitas kesehariannya, menilai hipertensi nokturnal dan non-dippers, serta adanya penurunan TD yang berlebihan karena terapi obat. Namun saat ini ketersediaan ABPM masih sangat terbatas di layanan kesehatan primer Indonesia dikarenakan harganya yang cukup tinggi serta penggunaannya yang memakan banyak waktu. Sebagian asuransi kesehatan tidak menanggung biaya pemeriksaan ABPM. Metode ini juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien ketika tidur sehingga kepatuhan pasien juga menjadi kendala pada beberapa kasus, terutama pada penggunaan yang berulang.6,7 2.4. Manfaat dan Efektivitas Biaya Penentuan strategi yang tepat dalam diagnosis hipertensi menjadi langkah awal untuk efisiensi biaya pelayanan kesehatan jangka panjang secara keseluruhan. Pemberian terapi anti hipertensi untuk pasien yang belum terindikasi dapat dihindari dengan metode pengukuran yang benar. Demikian pula biaya terkait tatalaksana komplikasi akibat hipertensi yang



14



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



tidak terkontrol dapat ditekan dengan penilaian TD yang lebih akurat. Penelitian Krakoff dkk melaporkan bahwa penggunan ABPM dalam diagnosis dan terapi pasien hipertensi yang diukur selama jangka waktu lima tahun dapat menghemat biaya layanan kesehatan dengan mengeksklusi 3-10% pasien dari diagnosis hipertensi, dan mengurangi jumlah terapi hingga 10-23% per tahun.15 Lovibond dkk dalam analisa efektivitas biaya untuk ABPM juga melaporkan bahwa penggunanaan ABPM merupakan metode yang paling efektif dalam mendiagnosis hipertensi pada semua kelompok usia.16 HBPM merupakan salah satu alternatif dalam pengukuran, tetapi HBPM tidak dapat sepenuhnya menyediakan hasil pengukuran selengkap ABPM sebagai informasi klinis.1,17 Pemeriksaan ABPM di Jepang ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional, berdasarkan keunggulan ABPM atas pengukuran TD yang lain untuk memprediksi perkembangan kejadian kardio dan serebrovaskular. Diperkirakan penggunaan ABPM untuk pemantauan hipertensi di Jepang akan menghemat 10 trilliun yen selama 10 tahun, mengurangi kejadian stroke lebih dari 59.500, dan menyelamatkan hampir 19.000 nyawa.18



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



15



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



SIMPULAN: •• Pemeriksaan ABPM telah diintegrasikan dalam berbagai panduan hipertensi nasional dan internasional; baik untuk diagnosis, pemantauan tatalaksana dan penentuan prognosis •• Penggunaan ABPM untuk pengukuran TD yang lebih akurat dapat menghemat biaya pelayanan kesehatan pasien hipertensi dalam jangka panjang •• Peran ABPM dalam diagnosis: membantu konfirmasi diagnosis hipertensi, mendeteksi hipertensi jas putih dan hipertensi terselubung, serta penilaian perubahan TD pada gangguan otonom •• Peran ABPM dalam pemantuan terapi: memastikan kendali TD telah tercapai (terutama pada pasien risiko tinggi), konfirmasi diagnosis hipertensi tidak terkontrol dan hipertensi resisten, konfirmasi adanya hipotensi bergejala pada terapi yang berlebihan, dan konfirmasi TD jika dijumpai ketidaksesuaian antara TD klinik dengan HBPM. •• Peran ABPM dalam penilaian prognosis dan risiko kerusakan organ target: penilaian pola dipping, hipertensi malam hari, lonjakan TD pagi hari, serta variabilitas TD jangka pendek.



16



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



BAB III TATA CARA PEMERIKSAAN ABPM 3.1 Persiapan Umum Pemeriksaan ABPM dilakukan sesuai indikasi klinis yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Pasien diberikan penjelasan mengenai tujuan pemeriksaan, fungsi perangkat serta prosedur pemasangan. Tata cara pemeriksaan ABPM dapat dilihat dalam tabel 4. Tabel 4. Tata Cara Pemeriksaan ABPM7 Persiapan Umum



Pemasangan Monitor



Sebaiknya ABPM Pengukuran otomatis dikerjakan pada hari dilakukan setiap 15-30 kerja biasa menit pada siang hari, dan 30-60 menit pada malam hari Dibutuhkan waktu Ukuran manset harus 10-15 menit untuk sesuai dengan ukuran memulai dan lingkar lengan pasien menyesuaikan (lihat tabel 5) perangkat



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Pelepasan Monitor



Lepas monitor setelah 24 jam



Tentukan periode siang dan malam hari berdasarkan kartu laporan pasien atau dapat juga didefinisikan dengan interval waktu sebagai berikut: siang hari mulai pukul 09.00 – 21.00 dan malam hari mulai pukul 01.0006.00



17



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Pasang manset pada lengan non-dominan, dengan pusat manset di atas arteri brakhialis. Kecuali jika terdapat perbedaan TDS > 10 mmHg antara kedua lengan maka manset dipasang pada lengan dengan TDS tertinggi



Ulangi ABPM jika terdapat < 20 pengukuran valid pada siang hari atau < 7 pengukuran valid pada malam hari



Ambil pengukuran



contoh Lakukan interpretasi hasil ABPM (lihat Bab IV) Berikan instruksi pada pasien (lihat tabel 6) *TDS = tekanan darah sistolik.



Gambar 1. Perangkat ABPM Terdiri dari Manset dan Perekam TD



18



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Gambar 2. Contoh Pemasangan Manset dan Perekam TD pada Pasien 3.2. Ukuran Manset Tabel 5. Rekomendasi Ukuran Manset ABPM19 Ukuran manset Anak-anak atau dewasa kurus 12x18 cm Dewasa 12x26 cm Dewasa dengan lengan besar 12x40 cm



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



19



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



3.3. Instruksi untuk Pasien Tabel 6. Instruksi untuk Pasien7



Jelaskan fungsi perangkat dan prosedur pemasangan Pasien dapat tetap beraktivitas seperti biasa



Anjurkan pasien untuk tetap diam dengan lengan rileks setiap alat melakukan pengukuran Pasien sebaiknya tidak menyetir sendiri. Jika memang harus menyetir, berhenti jika memungkinkan atau abaikan pengukuran Pasien tidak mandi selama terpasang ABPM



Catat waktu tidur, obat-obatan yang dikonsumsi, atau keluhan yang terjadi selama pengukuran Tandai arteri brakialis sehingga jika manset longgar, pasien dapat mengencangkannya sendiri Jelaskan cara mematikan monitor jika terjadi malfungsi perangkat



20



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



SIMPULAN: •• Pemeriksaan ABPM dilakukan selama 24 jam, umumnya pada hari kerja dan pasien dapat beraktivitas seperti biasa di rumah ataupun kantor. Pasien kembali datang ke klinik atau RS setelah 24 jam untuk melepas perangkat ABPM •• Penting untuk memberikan penjelasan dan instruksi yang jelas kepada pasien mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama 24 jam pemasangan alat •• Umumnya pemeriksaan ABPM dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien •• Pemasangan dan interpretasi ABPM dilakukan oleh tenaga medis terlatih.



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



21



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



BAB IV INTERPRETASI PEMERIKSAAN ABPM 4.1. Evaluasi Terhadap Data ABPM Data ABPM dianggap layak diinterpretasi jika pemeriksaan berhasil merepresentasikan 70% dari jumlah pengukuran TD yang direncanakan. Secara spesifik, diperlukan minimal 20 hasil pengukuran TD siang hari serta 7 pengukuran TD malam hari yang valid dan dapat dianalisa. Untuk kepentingan penelitian, harus diupayakan untuk mendapatkan pengukuran valid sejumlah > 2x setiap jam pada siang hari dan minimal 1x setiap jam saat tidur. Jika pengukuran mendapatkan kurang dari jumlah tersebut maka disarankan melakukan pemeriksaan ulangan.7,20 4.2. Definisi Pengukuran pada Pemeriksaan ABPM Beberapa definisi pengukuran pada pemeriksa-an ABPM adalah sebagai berikut:1 •• TD siang hari (terjaga): rerata TD saat pasien bangun dan beraktivitas normal; umumnya pada pukul 09.00 hingga 21.00 namun dapat pula disesuaikan dengan waktu bangun yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. •• TD malam hari (tidur): rerata TD saat pasien tidur, umumnya pada pukul 01.00 hinga 06.00 dini hari namun dapat pula disesuaikan dengan



22



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



••



•• ••



••



waktu tidur yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. TD pagi hari: rerata TD dalam dua jam pertama sejak pasien bangun tidur, umumnya pada jam 07.00-09.00 namun dapat pula disesuaikan dengan waktu bangun yang dilaporkan pasien saat pemeriksaan. TD 24 jam: rerata TD dalam 24 jam. Pola dipping: persentase penurunan TD malam hari dibandingkan siang hari, yang diukur dengan rumus berikut: Perubahan TD malam = (1- rerata TD sistolik malam/rerata TD sistolik siang)_x_100 - Normal dipper: penurunan TD antara 10-20% - Non dipper: penurunan TD kurang dari 10% - Extreme dipper: penurunan TD lebih dari 20%. - Reverse dipper/riser: peningkatan TD malam hari dibandingkan siang hari Morning surge: peningkatan TD pada jamjam awal pasien terbangun di pagi hari dibandingkan rerata TD malam hari. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan peningkatan ini namun yang paling kerap diadopsi adalah perhitungan sleep-through morning surge, yakni selisih rerata TD sistolik dalam dua jam setelah bangun tidur dengan rerata tiga TD sistolik terendah berturut-turut saat tidur. Selisih > 55 mmHg digolongkan sebagai peningkatan TD pagi yang berlebihan, namun angka ini



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



23



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



mungkin dapat berbeda terkait umur, ras dan penyakit penyerta. 4.3. Pelaporan Hasil Pemeriksaan ABPM Setelah pemeriksaan selesai, perangkat lunak masing-masing alat dapat melakukan kalkulasi terhadap rerata dan pola TD pasien. Hasil kemudian ditampilkan dalam bentuk data dan grafik sebagai berikut:1,20 •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam •• Grafik pengukuran TD dalam 24 jam; umumnya TD pada aksis vertikal dan waktu pengukuran pada aksis horizontal, dengan garis batas demarkasi antara waktu terjaga dan tidur, serta batas rentang TD normal •• Persentase penurunan TD malam hari •• Jumlah pengukuran TD yang dianggap valid dan proporsi error (jika ada) •• Interpretasi: kesimpulan klinisi mengenai hasil pemeriksaan pasien.



24



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



4.4. Penegakan Diagnosis Hipertensi dengan Pemeriksaan ABPM Dibandingkan dengan pengukuran TD di klinik, pengukuran TD di luar klinik baik ABPM maupun HBPM umumnya lebih rendah sehingga diagnosis hipertensi menggunakan ABPM ditegakkan jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria Diagnosis Hipertensi Berdasarkan Nilai ABPM7 TDS (mmHg) TD rerata 24 jam



> 130



TD rerata pagi-siang hari (atau terjaga)



> 135



TD rerata malam hari > 120 (atau tidur)



dan/ atau dan/ atau dan/ atau



TDD Interpretasi (mmHg) > 80



Hipertensi



> 85



Hipertensi pagisiang hari (daytime)



> 70



Hipertensi malam hari (night time)



TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.



4.5. Penilaian Terhadap Hipertensi Jas Putih Adanya hipertensi jas putih ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD di klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg namun rerata TD siang hari, malam hari maupun 24 jam didapati normal. Pada pemeriksaan ABPM, hasil pengukuran dalam satu jam pertama setelah pemasangan alat serta jam terakhir sebelum pelepasan alat dianggap sebagai rentang waktu yang menggambarkan TD klinik. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



25



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Tabel 8. Kriteria Diagnosis Hipertensi Jas Putih20 Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik ≥ 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam < 130/80 dan ABPM rerata siang hari < 135/85 mmHg dan ABPM rerata malam hari < 120/70 mmHg atau HBPM < 135/85 mmHg



4.6. Penilaian Terhadap Hipertensi Terselubung dan Hipertensi Tidak Terkontrol Terselubung Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk diagnosis hipertensi (< 140/90 mmHg) namun rerata TD siang hari, malam hari ataupun 24 jam sesuai dengan kriteria hipertensi. Biasanya hipertensi terselubung dicurigai jika dijumpai kerusakan organ target sesuai hipertensi namun TD klinik tidak sesuai dengan kerusakan tersebut. Sedangkan istilah hipertensi tidak terkontrol terselubung digunakan jika fenomena di atas dijumpai pada pasien yang sedang mendapatkan terapi obat hipertensi. Hal ini menggambarkan belum optimalnya pengaturan TD pada seorang pasien, yang banyak dipengaruhi oleh peningkatan TD pada malam hari sedangkan TD di klinik tampaknya normal.



26



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Tabel 9. Kriteria Diagnosis Hipertensi Terselubung dan Tidak Terkontrol Terselubung20,21 Hipertensi terselubung: Pasien tanpa obat antihipertensi dengan TD klinik < 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80 dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg dan/atau ABPM rerata malam hari ≥ 120/70 mmHg atau HBPM ≥ 135/85 mmHg Hipertensi tidak terkontrol terselubung: Pasien dengan obat antihipertensi , namun TD klinik < 140/90 mmHg dan ABPM rerata 24 jam ≥ 130/80 dan/atau ABPM rerata siang hari ≥ 135/85 mmHg dan/atau ABPM malam hari ≥ 120/70 mmHg atau HBPM ≥ 135/85 mmHg



4.7. Penilaian Risiko Kardiovaskular dan Kerusakan Organ Target pada Pasien Hipertensi Kemampuan ABPM untuk mendapatkan data pengukuran TD dalam rentang waktu tertentu, bahkan saat tidur, membuka peluang untuk menganalisa pola TD tertentu yang mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan kerusakan organ target. Perlu diingat bahwa fenomena perubahan TD malam dan pagi sering kali sangat bervariasi dari hari ke hari serta potensial dipengaruhi oleh berbagai hal seperti adanya gangguan tidur, stres emosional, asupan garam, disfungsi saraf otonom, cuaca, suhu lingkungan dan lain-lain.1 Panduan tatalaksana hipertensi internasional Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



27



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



mutakhir belum memasukkan penilaian variasi dan pola TD sebagai komponen baku pemeriksaan risiko kardiovaskular pada semua pasien hipertensi. Parameter ABPM yang dalam berbagai studi tampak berkorelasi dengan kerusakan organ target antara lain adalah pola dipping, morning surge yang berlebihan, serta variabilitas TD jangka pendek. 1. Non-dipper Pola non-dipper seringkali dijumpai pada pasien diabetes mellitus (prevalensi sampai dengan 30%) dan terkait dengan peningkatan risiko kerusakan organ target, stroke, kejadian kardiovaskular, serta kematian.1,22 Selain itu pola non-dipper juga merupakan prediktor kejadian kardiovaskular serta mortalitas pada pasien gagal ginjal tahap akhir.1 Pola nondipper berhubungan dengan stenosis arteri koroner pada laki-laki, tingkat kognisi yang lebih rendah, hipertrofi ventrikel kiri, serta kerusakan ginjal. Hubungan ini paralel dengan temuan bahwa untuk setiap kenaikan 10 mmHg rerata TD malam hari, maka risiko mortalitas meningkat 21%.23 2. Reverse dipper (riser) Pola nokturnal riser terjadi ketika TD malam lebih tinggi dibandingkan TD siang hari sehingga rasio TD malam : siang ≥ 1. Pasien dengan pola tersebut memiliki prognosis kardiovaskular yang paling buruk.23



28



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Non-dipper dan reverse dipper telah terbukti berhubungan dengan kerusakan target organ yang lebih berat, termasuk gangguan kardiovaskular (hipertrofi ventrikel kiri), serebrovaskular (stroke) serta ginjal (proteinuria), dengan tingkat yang lebih tinggi pada reverse dippers dibandingkan nondippers.24 3. Extreme dipper Belum terdapat bukti kuat mengenai hubungan antara extreme dipper dengan luaran pasien yang lebih buruk, namun pasien dengan penyakit aterosklerosis mungkin berisiko terkena stroke iskemik non-fatal atau iskemia miokard apabila penurunan TD nokturnal berlebihan disebabkan oleh karena pemberian terapi antihipertensi yang kurang tepat.23 Extreme dipper mungkin berhubungan dengan luaran yang lebih buruk, terutama kejadian serebrovaskular. Data JMS-ABPM (Jichi Medical University School) menunjukkan bahwa pasien hipertensi usia tua dengan pola extreme dipper akan memiliki peningkatan risiko kejadian stroke.25 Namun demikian data peningkatan risiko kardiovaskular pada kelompok extreme dipper tidak konsisten sehingga signifikansi klinis dari pola ini masih belum pasti.8 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



29



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



4. Hipertensi malam hari Hasil pengukuran TD di malam hari lebih prediktif daripada pengukuran TD di siang hari. Suatu substudi dari Systolic Hypertension in Europe Trial menunjukkan TDS malam hari (tengah malam – 6 pagi) merupakan prediktor luaran klinis yang paling akurat.26 Hal ini akibat reprodusibilitas TD malam hari yang lebih baik dibandingkan reprodusibilitas status dipping. Dampak negatif hipertensi malam hari terhadap risiko kardiovaskular terutama dijumpai pada pasien diabetes mellitus. Studi Eguchi dkk mendapatkan peningkatan risiko kardiovaskular terkait hipertensi malam hari vs normotensi (TDS malam > 135 mmHg vs < 120 mmHg) sebesar 10.8 kali lipat pada pasien diabetes dibandingkan 2.7 kali lipat pada pasien tanpa diabetes.1,27 Hoshide dkk pada studi mereka menyimpulkan bahwa pasien dengan hipertensi malam hari (HBPM < 135/85 mmHg dan ABPM malam > 120/75 mmHg) memiliki nilai IMT (intima media thickness) dan ketebalan dinding relatif yang lebih besar dibandingkan individu dengan normotensi.28 5. Morning surge Lonjakan tekanan darah di pagi hari berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular dan serebrovaskular, terutama stroke hemoragik.1,29 Data ABPM dari studi JMSABPM menunjukkan bahwa insidensi kejadian



30



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



stroke pada pagi hari lebih tinggi pada pasien dengan lonjakan tekanan darah pagi hari yang sangat tinggi, setelah mengontrol variabel lain meliputi usia, TD 24 jam, serta status dipping malam hari.30 Studi metaanalisis oleh Sheppard dkk tidak menemukan bukti yang jelas antara morning surge dengan prognosis, namun menggunakan skala kontinu, terdapat bukti bahwa kenaikan 10 mmHg TD pagi hari terkait dengan peningkatan risiko stroke (HR 1.11, 95% IK 1.03-1.20).31 Penanda penyakit jantung hipertensi yang meliputi indeks massa ventrikel kiri (LVMI, Left Ventricular Mass Index), hipertrofi ventrikel kiri, and rasio A/E rendah (parameter disfungsi diastolik), berhubungan dengan lonjakan TD pagi hari yang sangat tinggi. Terdapat juga hubungan yang signifikan antara morning surge dengan peningkatan ketebalan intima media dan disfungsi mikrovaskular. Pasien dengan morning surge yang sangat tinggi juga dapat mengalami gangguan fungsi vaskular yang diukur dengan menggunakan PWV (pulse wave velocity). Data histologis menunjukkan morning surge mempercepat pembentukan plak aterosklerosis dan menginduksi instabilitas plak sebagai akibat inflamasi vaskular.32 Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



31



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



6. Variabilitas TD jangka pendek Tekanan darah merupakan parameter yang sangat dinamis dengan fluktuasi kontinu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Variabilitas TD jangka pendek selama 24 jam dapat diukur dengan ABPM, namun variabilitas jangka panjang membutuhkan pengukuran TD berkala selama beberapa hari, minggu, atau bulan, dengan pengukuran berulang baik TD klinik, ABPM, maupun HBPM.20 Pada pasien hipertensi, risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada follow up 3 tahun lebih tinggi secara signifikan pada variabilitas TDS > 15 mmHg vs < 15 mmHg (p < 0.01).33 Pasien dengan peningkatan variabilitas TD juga lebih mungkin memiliki hipertensi jas putih atau hipertensi terselubung, sehingga akan memiliki risiko kardiovaskular lebih tinggi.23 SIMPULAN: • Sebelum melakukan interpretasi hasil ABPM, pastikan bahwa hasil pemeriksaan valid dan layak dibaca • Laporan hasil pemeriksaan ABPM mencakup informasi rerata TD dan denyut nadi siang hari, malam hari dan 24 jam; persentase penurunan TD malam hari; serta grafik pengukuran TD dan denyut nadi dalam 24 jam dengan demarkasi antara waktu tidur dan terjaga



32



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



















Diagnosa hipertensi dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan ABPM menunjukkan rerata TD 24 jam > 130/80 mmHg, atau rerata TD siang hari > 135/85 mmHg, atau rerata TD malam hari > 120/70 mmHg Hipertensi jas putih dapat ditergakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD di klinik secara konsisten diukur > 140/90 mmHg namun rerata TD siang hari, malam hari maupun 24 jam didapati normal Hipertensi terselubung ditegakkan jika pada seorang pasien yang tidak mendapatkan terapi, TD klinik konsisten di bawah nilai ambang untuk diagnosis hipertensi (< 140/90 mmHg) namun rerata TD siang hari, malam hari ataupun 24 jam sesuai dengan kriteria hipertensi. Sedangkan istilah hipertensi tidak terkontrol terselubung digunakan jika fenomena di atas dijumpai pada pasien yang sedang mendapatkan terapi obat hipertensi. Parameter ABPM yang dalam berbagai studi tampak berkorelasi dengan kerusakan organ target antara lain adalah pola dipping, lonjakan TD pagi hari yang berlebihan, serta variabilitas TD jangka pendek



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



33



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



BAB V DISKUSI KASUS 5.1. Kasus 1 Seorang laki-laki 68 tahun datang untuk kontrol rutin hipertensi. Pasien diketahui hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dan sudah minum obat antihipertensi (Amlodipin 5 mg/Valsartan 80 mg - dalam single pill combination) secara rutin. Setiap kali datang ke poliklinik, TD pasien selalu tercatat di atas 140/90mmHg (range 155-175/95-105 mmHg), namun pasien mengatakan jika sesekali diukur TD di rumah tidak pernah mencapai 140/90 mmHg. Karena didapati adanya ketidaksesuaian antara TD di rumah dan di klinik, diputuskan untuk melakukan pemeriksaan ABPM. Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:



Gambar 3. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 1.



34



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



A = pemeriksaan di klinik; B = periode terjaga; C = periode tidur; TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.



Laporan hasil pemeriksaan ABPM: •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (periode terjaga): 126/73 mmHg, denyut nadi 75 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (periode tidur): 103/55 mmHg, denyut nadi 63 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 119/67 mmHg, denyut nadi 71 kali/menit. •• Rerata TD klinik: 154/87 mmHg. •• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik: 18,25% (normal dipping). •• Interpretasi hasil: hipertensi jas putih, pola dipping normal. Aplikasi klinis: Pada pasien yang telah mendapatkan terapi anti hipertensi ini, TD di klinik meningkat, namun TD di rumah saat siang, malam dan selama 24 jam berada dalam batas normal. Sehingga disimpulkan pasien ini mengalami TD tinggi yang tidak terkontrol saat di poliklinik (White Coat Hypertension/hipertensi jas putih). Pada individu baik yang dalam pengobatan antihipertensi ataupun tidak, ABPM dapat menilai adanya white coat effect, yang didefinisikan sebagai perbedaan rerata tekanan darah di klinik dan rerata tekanan darah di rumah. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



35



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



5.2. Kasus 2 Seorang wanita 58 tahun dengan riwayat infark miokard akut elevasi segmen ST (IMA-EST) inferior 6 bulan lalu, dilakukan prosedur intervensi koroner perkutan primer (IKPP) dengan hasil stenosis 90% di arteri koroner kanan (Right Coronary Artery, RCA) segmen proksimal dan dilakukan pemasangan 1 stent DES (drug eluting stent). Faktor risiko yang dimiliki pasien hanyalah menopause. Sementara faktor risiko kardiovaskular lain yakni hipertensi, diabetes mellitus, merokok, dan riwayat keluarga semuanya disangkal. TD saat kontrol ke poliklinik berkisar 130-135/80-85 mmHg, sehingga diagnosis hipertensi tidak pernah ditegakkan. Terapi rutin yang dikonsumsi: Aspirin 100 mg, Clopidogrel 75 mg dan Rosuvastatin 20 mg. Pasien ini memiliki profil risiko penyakit kardiovaskular (PKV) yang sangat tinggi dengan adanya riwayat IMA-EST, maka untuk mengevaluasi faktor risiko pasien lebih lanjut terutama terhadap kecurigaan adanya hipertensi, dilakukan pemeriksaan ABPM.



36



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:



Gambar 4. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 2.



A = periode terjaga; B = periode tidur; TDS = tekanan darah sistolik; TDD = tekanan darah diastolik.



Laporan hasil pemeriksaan ABPM: •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (pk 07.00 – 21.00): 152/96 mmHg, denyut nadi 77 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (pk 23.00 – 05.00): 145/93 mmHg, denyut nadi 69 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 149/95 mmHg, denyut nadi 74 kali/menit. •• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik 4.97% dan penurunan TD diastolik 2.65% (non-dipper). Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



37



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



•• Interpretasi hasil dan aplikasi klinis: Rerata TD di poliklinik RS 130-135/80-85 mmHg. Rerata TD 24 jam ≥ 130/80 mmHg, rerata TD siang hari ≥ 135/85 mmHg, dan rerata TD malam hari ≥ 120/70 mmHg. Aplikasi klinis: Hasil ABPM tersebut menunjukkan hipertensi terselubung, sehingga diagnosis hipertensi ditegakkan pada pasien ini. Berdasarkan pola dipping, maka pasien ini termasuk kategori non-dipper yang diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskular serta kerusakan target organ yang lebih berat. Pasien kemudian disarankan membatasi asupan garam < 5 gram/hari, berolahraga teratur, serta diberikan tambahan terapi antihipertensi berupa SPC (single pill combination) Perindopril 5/Amlodipin 5 mg. Direncanakan pemeriksaan HBPM atau ABPM kembali setelah 2-4 minggu pemberian antihipertensi untuk mengevaluasi efektivitas terapi. 5.3. Kasus 3 Seorang pasien laki-laki, usia 59 tahun dengan riwayat stroke. Pasien mengatakan bahwa dirinya beberapa kali memeriksakan tekanan darah namun selalu dikatakan normal. Pasien dicurigai memiliki variabilitas BP yang tinggi, sehingga dilakukan pemeriksaan ABPM.



38



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Hasil pemeriksaan ABPM adalah sebagai berikut:



Gambar 5. Hasil Pemeriksaan ABPM Kasus 3. BP = blood pressure (tekanan darah).



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



39



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



40



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Pembacaan kelayakan hasil ABPM: •• Pada pemeriksaan ini, alat diatur untuk mengukur otomatis setiap 20 menit saat siang hari, dan setiap satu jam pada malam hari. •• Terdapat 3 rekaman yang gagal terbaca, yaitu pada pukul 11.20, 11.40, dan 07.00. Sebanyak 70 bacaan (95,8%) berhasil terbaca dari 73 data. •• Pengukuran pada siang hari sudah melebihi dari minimal target capaian (>20 bacaan), dan pada malam hari juga melebihi target capaian (>7 bacaan). Laporan hasil ABPM: •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat pagi hari (pukul 03.00 – 05.00): 130/76 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat siang hari (pukul 05.00 – 22.00): 133/74 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi saat malam hari (pukul 22.00 – 03.00): 108/55 mmHg, denyut nadi 79 kali/menit. •• Rerata TD sistolik/diastolik dan denyut nadi selama 24 jam: 128/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit. •• Persentase penurunan TD malam hari: penurunan TD sistolik 19% dan penurunan TD diastolik 26% sehingga dikategorikan sebagai extreme dipper.



Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia



41



Panduan Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik (Ambulatory Blood Pressure Monitoring)



Kesimpulan hasil ABPM: •• Berdasarkan kriteria hipertensi ABPM, pasien memiliki rerata TD sistolik/diastolik siang hari