Konsep Dasar CT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Konsep-konsep Dasar CT Pada bagian konsep-konsep dasar CT ini dibahas mengenai definisi CT, apa yang termasuk CT dan bukan CT (miskonsepsi CT), mengapa CT itu penting, empat fondasi CT, pembentukan disposisi CT, dan apa yang perlu dilakukan untuk dapat “mengajar” CT. a. Definisi CT - Apa yang Termasuk CT dan Bukan CT Bagi yang belum berpengalaman tentang CT, berikut hal-hal penting mengenai kompleksitas persoalan yang memerlukan solusi dan tools (kakas) yang sesuai. Mari menyimak sebuah contoh kasus. Pada contoh kasus ini, Anda akan melihat



tiga



Kompleksitas



buah



persoalan



dibahas



karena



yang



memiliki



berdasarkan



kompleksitas pengalaman



berbeda-beda. banyak



yang



mempertanyakan mengenai kompleksitas. Ada tiga orang yaitu Ibu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala yang perlu mengevaluasi hasil belajar siswa secara berkala berdasarkan data atau statistik siswa di lembaga pendidikan tempat mereka bekerja. 1) Ibu Ani pemilik bimbingan belajar kecil yang kegiatan bimbingannya dilakukan di luar jam sekolah. Bimbingan belajar tersebut hanya membuka satu kelas per hari. Masing-masing kelas terdiri dari 1-5 orang siswa yang berada di tingkat kelas yang sama. 2) Pak Budi adalah seorang kepala sekolah dari sekolah yang tidak terlalu besar. Satu angkatan hanya terdiri dari satu kelas yang terdiri dari 20-30 orang siswa. 3) Pak Cakrawala adalah seorang kepala sekolah dari sekolah yang besar. Satu angkatan di sekolah ini dapat terdiri dari 8-10 kelas. Masing-masing kelas terdiri dari 30-40 orang siswa. Untuk melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa/i, mereka tentu memerlukan data hasil belajar siswa/i-nya. Oleh karena itu, Ibu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala melakukan pencatatan hasil belajar dari para siswanya. Dari kebutuhan pencatatan hasil belajar tersebut, timbul pertanyaan “Bagaimana cara



mencatat dan mengolah data nilai siswa?” Banyak kelas dan banyaknya siswa per kelas dari tempat belajar yang dipimpin Ibu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala berbeda-beda sehingga cara pencatatan yang dilakukan oleh ketiga guru tersebut pun berbeda-beda menyesuaikan kompleksitas persoalan yang mereka hadapi. Mari kita lihat bagaimana cara pencatatan data yang dilakukan oleh ketiga guru tersebut guna melakukan evaluasi hasil belajar siswanya. 1) Karena Ibu Ani hanya memiliki siswa sekitar 1-5 orang per harinya, maka Ibu Ani memutuskan untuk mencatat nilai siswa/i di tempat bimbingan belajarnya dalam bentuk tabel di sebuah buku. 2) Dengan jumlah siswa yang menjalani pendidikan di sekolah yang dipimpin Pak Budi, Pak Budi menilai bahwa jika guru-guru kelas mencatat nilai siswa/i dalam bentuk tabel di sebuah buku maka Pak Budi akan kesulitan untuk mengelola nilai para siswa. Oleh karena itu Pak Budi perlu menggunakan kakas lain yang memudahkan pengelolaan nilai. Pak Budi memutuskan menggunakan spreadsheet yang dapat dipakai gratis untuk mencatat nilai dari siswa/i. 3) Jumlah siswa menjalani pendidikan di sekolah yang dipimpin pak Cakrawala jauh lebih banyak dari sekolah yang dipimpin pak Budi. Karena banyaknya siswa/i yang dipimpin Pak Cakrawala, Pak Cakrawala memutuskan untuk menggunakan aplikasi yang harus dibeli dalam pengelolaan nilai siswa/i. Diasumsikan, belum terdapat aplikasi freeware untuk mengolah data sesuai kebutuhan sekolah yang dipimpin Pak Cakrawala. Pada contoh tersebut, Ibu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala memiliki tujuan yang sama yaitu pencatatan nilai siswa/i untuk mengetahui perkembangan belajar siswa/i mereka. Namun, kita perhatikan bahwa ada tiga jenis solusi yang mereka terapkan. Diskusikan pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan rekan sekelas Anda: 1) Menurut Anda, perlukah Ibu Ani membeli aplikasi seperti yang digunakan Pak Cakrawala? 2) Menurut Anda, apakah sistem pencatatan yang digunakan Ibu Ani sekarang dapat digunakan oleh Pak Cakrawala?



3) Menurut Anda, mengapa terdapat beberapa jenis solusi walaupun tujuan yang ingin dicapai sama? 4) Menurut Anda, dari beberapa solusi yang mungkin, apa yang mendasari pemilihan solusi tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dibahas pada bagian “Apa itu CT?”



Apa itu CT? CT adalah proses berpikir dalam memformulasikan persoalan dan berstrategi dalam menentukan/memilih solusi yang efektif, efisien, optimal untuk dikerjakan oleh agen pemroses informasi (solusi) tersebut.



Agen pemroses



informasi yang dimaksud adalah manusia atau komputer. Ada tiga hal utama yang terdapat pada definisi CT tersebut, yaitu persoalan, solusi yang efektif, efisien, dan optimal, serta agen pemroses informasi. 1) Persoalan Seringkali terjadi kesalahpahaman tentang permasalahan dan persoalan. Permasalahan adalah gejala-gejala yang tampak di permukaan, sedangkan persoalan adalah penyebab atau akar permasalahan yang “paling potensial” menyebabkan timbulnya gejala-gejala tadi. Misalnya, ada seseorang yang punya masalah kesehatan, yaitu sakit kepala. Sakit kepala itu adalah gejala yang timbul ke permukaan. Tetapi, akar masalahnya bisa bermacam-macam, misalnya kurang tidur, sakit gigi, tumor otak, atau lainnya. Akar masalah inilah yang disebut sebagai persoalan atau problem yang perlu dicarikan solusinya. Solusi untuk sakit kepala karena kurang tidur tentu berbeda dengan solusi sakit kepala karena sakit gigi atau tumor otak. Penyelesaian persoalan atau problem solving ini berkaitan dengan banyak hal, misalnya strategi dan resources/sumber daya yang tersedia. Persoalan dapat berbeda-beda kompleksitasnya. Ada persoalan yang sederhana dan mudah diselesaikan, ada juga persoalan yang kompleks. Persoalan



yang



kompleks



bisa



terdiri



dari



Penyelesaiannya pun memerlukan beberapa strategi.



beberapa



subpersoalan.



2) Solusi yang Efektif, Efisien, dan Optimal Efektif, efisien, dan optimal adalah tiga istilah yang perlu diketahui perbedaannya. Perbedaan dari ketiganya dijelaskan sebagai berikut: ● Efektif berhubungan dengan melakukan sesuatu yang memberikan efek untuk persoalan yang dihadapi. Misalnya, diketahui sakit kepala yang dirasakan ternyata karena sakit gigi. Solusi yang efektif adalah datang ke dokter gigi, bukan sekedar tidur. ● Efisien



berhubungan



dengan



strategi



(cara)



dan



sumber



daya



(resources/alat). Misalnya, seseorang ingin memasak dua porsi mie instan kuah. Kalau ia memilih panci yang akan digunakan adalah panci yang biasa digunakan untuk memasak 20 porsi mie instan, solusi tersebut menjadi kurang efisien. Mie memang tetap dapat dimasak, tapi terjadi pemborosan air dan gas. ● Optimal itu terkait dengan kondisi/constraint tertentu. Misalnya, untuk menentukan makanan yang akan dipilih, terdapat empat variabel, yaitu rasa (enak atau tidak enak), sehat, ukuran porsi, dan harga. Solusi yang optimal untuk memilih makanan, bergantung pada subjek dari solusi tersebut. Contoh: bagi orang yang punya masalah kesehatan, makanan yang optimal bagi kondisinya adalah makanan yang sehat (misalnya rendah gula bagi orang yang diabetes, rendah garam bagi orang yang darah tinggi). Makanan yang sehat terkadang kurang enak dan mahal. Sedangkan bagi anak muda yang sehat, makanan yang optimal adalah makanan yang banyak porsinya dan mungkin murah. Berdasarkan kisah Bu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala, kita dapat melihat bahwa kompleksitas persoalan menentukan bagaimana solusi efektif, efisien, dan optimal. Mencatat nilai siswa adalah solusi yang efektif bagi Bu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala. Tetapi, bagaimana pencatatan nilai yang efisien dan optimal untuk masing-masing kondisi? Pada kasus Ibu Ani, bisa saja Ibu Ani membeli aplikasi yang juga dibeli oleh Pak Cakrawala. Namun hal ini akan membuat Ibu Ani mengeluarkan biaya lebih untuk membeli aplikasi yang sebetulnya tidak terlalu diperlukan.



Sebaliknya, sekolah yang dipimpin Pak Cakrawala memiliki jumlah siswa yang banyak, sehingga kompleksitas pencatatan dan pengelolaan nilai pun meningkat jika dibandingkan tempat kursus Bu Ani dan sekolah yang dipimpin Pak Budi. Jika Pak Cakrawala menggunakan metode pencatatan seperti Ibu Ani dan Pak Budi, proses evaluasi belajar tetap bisa dilakukan, tetapi menjadi kurang efisien. Pencatatan di buku memang tidak memerlukan biaya yang besar, namun untuk mengolah nilai siswa, tentu diperlukan durasi waktu yang panjang karena dilakukan secara manual. Begitu pula dengan pencatatan menggunakan spreadsheet. Karena ada banyak kelas, maka nilai dalam satu angkatan akan terdiri dari banyak tabel sehingga menyulitkan pengolahan data jika menggunakan spreadsheet. Oleh karena itu, Pak Cakrawala memutuskan menggunakan aplikasi pengolah data berbayar untuk menyelesaikan persoalannya. 3) Agen Pemroses Informasi Pada definisi CT, dikatakan bahwa agen pemroses informasi bisa saja manusia atau komputer. Untuk memperjelas definisi tersebut, kita lihat kembali persoalan pencatatan nilai yang dilakukan Bu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala. Pak Budi dan Pak Cakrawala menggunakan komputer dalam melakukan pencatatan. Untuk dapat menggunakan komputer sebagai alat bantu, Pak Budi dan Pak Cakrawala perlu dapat berinteraksi dengan komputer. Jika Bu Ani, Pak Budi, dan Pak Cakrawala ingin menghitung nilai ratarata salah satu ujian, Bu Ani dapat menghitung nilai rata-rata dengan cara manual, yaitu menghitung dengan kotretan di kertas. Agar manusia dapat berinteraksi dengan komputer, maka diperlukan cara berkomunikasi tertentu. Sebagai contoh jika Pak Budi ingin menggunakan spreadsheet untuk menghitung nilai rata-rata, maka Pak Budi perlu memberikan perintah kepada komputer dengan format “=AVERAGE(sel awal: sel akhir)”. Jika Pak Budi hanya mencatat nilai dan tidak memberikan perintah tersebut, maka komputer hanya mencatat dan tidak menghitung rata-rata. Hal ini terjadi karena komputer hanya bekerja berdasarkan perintah yang diberikan. Oleh karena itu,



agar komputer dapat membantu menyelesaikan persoalan manusia, kita perlu memberikan rangkaian perintah kepada komputer. Perintah yang diberikan Pak Budi ke komputer sebenarnya juga dilakukan Ibu Ani tapi tanpa bantuan komputer. Begitu pula pada kasus Pak Cakrawala, aplikasi yang digunakan Pak Cakrawala sebenarnya juga menggunakan perintah yang sejenis dengan yang digunakan oleh Ibu Ani dan Pak Budi. Namun, perintah tersebut diberikan oleh orang yang membuat aplikasi (program komputer). Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa langkah-langkah yang mereka ambil untuk menyelesaikan persoalan sebenarnya sama namun diterapkan pada perangkat yang berbeda-beda. Ibu Ani melakukan pencatatan dan pengolahan data secara manual pada buku tulis, sementara dua orang lainnya menggunakan perangkat komputer. Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh komputer sebenarnya adalah hal yang dapat dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, CT tidak terbatas pada proses untuk menghasilkan cara penyelesaian yang dilakukan oleh komputer tapi juga dapat diterapkan untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. CT berfokus pada cara berpikir dalam menemukan cara penyelesaian persoalan (problem solving) dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan bantuan komputer maupun tanpa bantuan komputer. Kita akan belajar bagaimana menyelesaikan berbagai persoalan dengan cara yang efektif, efisien, dan optimal. b. Apa Saja yang Termasuk CT dan Apa yang Bukan CT? Beberapa pihak, memahami CT secara kurang tepat. Berikut adalah karakteristik dari CT: ●



CT berkaitan dengan konseptualisasi solusi, bukan pemrograman.







CT adalah cara berpikir seperti cara berpikir computer scientist, bukan untuk membuat manusia berpikir seperti komputer karena cara berpikir manusia jauh lebih kompleks dari komputer yang diciptakan dan diprogram oleh manusia.







CT dapat dimanfaatkan oleh semua orang dan untuk berbagai persoalan, bukan hanya orang-orang yang pekerjaannya berkaitan erat dengan komputer, atau persoalan-persoalan di bidang komputer saja.







CT berkaitan dengan ide, tidak terbatas pada artefak. CT tidak selalu berkaitan artefak perangkat lunak dan perangkat keras yang berperan pada kehidupan manusia. CT berkaitan dengan konsep komputasi yang digunakan untuk memecahkan persoalan, untuk mengelola kehidupan kita sehari-hari, dan untuk berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain.



● CT adalah keterampilan dasar, bukan hafalan. Hafalan berarti rutinitas mekanis. Keterampilan dasar adalah sesuatu yang perlu dikuasai agar seseorang dapat beradaptasi dalam masyarakat modern. c. Mengapa CT Penting Perkembangan dunia melalui Industri 4.0, VUCA, dan Society 5.0 berdampak pada berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satunya adalah perubahan pada lingkungan pembelajaran yang berubah menjadi lingkungan digital yang menggunakan Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), big data, dan lain-lain. Hal ini membuat informasi menjadi lebih mudah untuk diperoleh oleh siswa. Proses pembelajaran menjadi lebih berpusat pada siswa, karena guru tidak lagi menjadi sumber informasi utama. Peran guru adalah sebagai fasilitator dalam proses belajar siswa. Karena sudah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka bentuk pembelajaran yang sifatnya hanya ceramah, di mana siswa hanya sekedar menjadi pendengar, sudah tidak relevan. Bentuk pembelajaran yang cocok untuk era ini adalah bentuk pembelajaran seperti problem-based atau project-based learning. Karena CT adalah proses berpikir, maka CT akan sangat cocok untuk diintegrasikan ke dua bentuk pembelajaran ini. Pada topik-topik berikutnya kita akan mempelajari bagaimana CT cocok diintegrasikan dalam bentuk pembelajaran problem-based dan project-based learning. Dengan CT, Anda akan terbiasa berpikir sistematis dan menemukan solusi yang efektif, efisien, dan optimal saat menghadapi persoalan sederhana maupun



kompleks. Kemampuan memecahkan persoalan adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan dengan persoalan dan perlu memutuskan solusi yang akan diambil dari berbagai solusi yang mungkin ada. Sebagai contoh, Anda akan pergi bersama dengan beberapa orang teman Anda. Untuk menentukan kemana Anda akan pergi, Anda perlu mengumpulkan beberapa informasi seperti kegiatan apa yang bisa dilakukan di sana, siapa saja yang ingin melakukan hal tersebut, berapa dana yang dimiliki oleh orang-orang yang ikut pergi, berapa banyak waktu yang dimiliki, bagaimana cuaca yang mungkin di hari tersebut, dan sebagainya. Dari informasi yang Anda kumpulkan, barulah dapat ditentukan ke mana tujuan yang akan dipilih. Mengumpulkan informasi dan kemudian memanfaatkan informasi tersebut untuk mendapatkan solusi yang paling baik merupakan salah satu contoh kegiatan yang membutuhkan CT. Dari contoh tersebut, Anda dapat melihat bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan dengan berbagai persoalan dan dapat menggunakan CT untuk membantu penyelesaiannya. d. Empat Fondasi CT CT memiliki empat fondasi yang menjadi landasan pemecahan persoalan yaitu dekomposisi (decomposition), algoritma (algorithm), pengenalan pola (pattern recognition), dan abstraksi (abstraction). ● Dekomposisi: Dekomposisi adalah pembagian persoalan ke dalam beberapa sub-persoalan yang lebih kecil. ● Pengenalan pola: Pengenalan pola adalah pengamatan atau analisis terhadap berbagai kesamaan yang ada di antara persoalan-persoalan. Jika seseorang telah berkali-kali menyelesaikan persoalan, diharapkan dapat menemukan pola dari persoalan-persoalan sejenis dan juga pola dari solusi-solusi yang dirancang/diimplementasikan. ● Abstraksi: Abstraksi adalah proses eliminasi bagian-bagian yang tidak relevan dari suatu persoalan. Dengan abstraksi, dapat dibuat suatu blueprint



penyelesaian persoalan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan sejenis. ● Algoritma: Algoritma adalah langkah-langkah terurut untuk menyelesaikan suatu persoalan. Algoritma harus disusun dengan jelas, runtut, lengkap, efisien, dan tidak menyalahi batasan-batasan dalam persoalan tersebut. Dengan empat fondasi CT tersebut, kita dapat mengembangkan solusi-solusi dari persoalan. CT juga dapat diintegrasikan dengan berbagai konsep berpikir lainnya, misalnya design thinking, critical thinking, system thinking, dan lain-lain, yang mungkin sebenarnya sudah pernah Anda praktikkan dalam kehidupan Anda. International



Society



for



Technology



in



Education



(ISTE



-



https://www.iste.org/) dan Computer Science Teachers Association (CSTA https://www.csteachers.org/) berkolaborasi dengan para pimpinan perguruan tinggi, industri, dan disdakmen untuk mengembangkan definisi operasional dari CT. ISTE dan CSTA melakukan survei dan berhasil mengumpulkan kurang lebih 700 respon dari guru-guru, peneliti, dan praktisi. Hal ini menunjukkan dukungan yang luar biasa untuk pembentukan definisi operasional CT. Berikut adalah definisi operasional yang didapatkan: CT adalah proses penyelesaian persoalan yang melibatkan (tapi tidak terbatas pada) karakteristik berikut: ● Merumuskan persoalan dengan cara yang memungkinkan untuk penggunaan komputer dan alat lain untuk membantu menyelesaikannya. ● Mengorganisasikan dan menganalisis data secara logis. ● Mengotomatiskan solusi melalui pemikiran algoritmik. ● Mengidentifikasi dan menerapkan solusi yang mungkin dengan tujuan mencapai kombinasi langkah dan sumber daya (resources) yang paling efisien dan efektif. ● Menggeneralisasi dan mentransfer proses pemecahan persoalan ini ke berbagai persoalan lain. Berdasarkan definisi operasional tersebut, dapat dilihat bahwa CT tidak terbatas pada abstraksi, algoritma, dekomposisi, dan pengenalan pola (AADP). Telah banyak ahli yang mendefinisikan implementasi definisi operasional CT sebagai konsep CT. Pada Topik CT dalam Problem Solving, CT dan Proyek,



Integrasi CT dalam Mata Pelajaran, diberikan contoh-contoh implementasi konsep CT tersebut dalam topik yang dibahas. e. Pembentukan Disposisi CT “Disposisi pembelajaran” atau dapat juga disebut “kebiasaan berpikir” mengacu pada cara di mana peserta didik terlibat dan berhubungan langsung dalam proses belajar. Disposisi pembelajaran mempengaruhi pendekatan pembelajaran peserta didik, dan oleh karena itu berpengaruh pula pada hasil belajar mereka. Disposisi



pembelajaran



dapat



memajukan



keterampilan,



keterlibatan,



dan



pemahaman yang mendalam bagi peserta didik untuk hal yang sedang dipelajarinya. Pengembangan disposisi pembelajaran adalah hal yang sangat mendasar bagi siswa untuk mengembangkan kesadaran tentang cara mereka belajar dan membangun sikap belajar yang berguna bagi masa depan mereka. Terdapat tiga hal yang diperlukan untuk membentuk disposisi, yang digambarkan pada Gambar 1.1 (Project Zero, 2019).



Gambar 1.1: Elemen Pembentuk Disposisi Pembelajaran (Project Zero, 2019)



-



Kemampuan. Untuk pembentukan disposisi, tentu diperlukan kemampuan yang diperlukan pada bidang tertentu. Sebagai contoh, untuk membuat keputusan, diperlukan kemampuan untuk mempertimbangkan pro dan kontra untuk setiap pilihan yang ada.



-



Motivasi. Untuk dapat memikirkan suatu hal dengan serius, tidak cukup kemampuan



saja,



tapi



diperlukan



juga



motivasi



untuk



menggunakan



kemampuan tersebut. Sebagai contoh, untuk membuat keputusan, diperlukan



motivasi untuk mau mempertimbangkan pro dan kontra untuk setiap pilihan yang ada. -



Sensitivitas. Selain kemampuan dan motivasi, diperlukan juga sensitivitas akan saat yang tepat untuk menggunakan kemampuan berpikir tersebut. Sebagai contoh, untuk membuat keputusan, diperlukan kepekaan akan pentingnya pertimbangan pro dan kontra dari setiap pilihan yang ada.



Secara singkat, disposisi dapat diartikan sebagai kesiagaan seseorang untuk mengaplikasikan sebuah konsep pada momen ketika konsep tersebut diperlukan. Disposisi tidak serta merta terbentuk, melainkan dihasilkan dari proses belajar selama bertahun-tahun. Demikian juga dengan pembentukan disposisi CT. CT perlu terus dilatih melalui pendekatan mengutak-atik (tinkering), berlatih menciptakan sesuatu (creating), berusaha mencari akar masalah dan memperbaiki kesalahan tersebut (debugging), bekerja sama (collaborating), dan memiliki sikap pantang menyerah (persevering) (Barefoot Computing, 2020). Melalui mata kuliah ini, Anda akan berlatih untuk mendisposisikan CT dalam aspek-aspek kehidupan Anda. Selain itu, mata kuliah ini dirancang agar Anda dapat berlatih mengintegrasikan CT dalam berbagai proyek agar Anda mendapatkan pengalaman aktual dalam CT. Melalui pengalaman dan refleksi, diharapkan Anda dapat mendisposisikan CT dalam berbagai bidang kehidupan Anda, termasuk di antaranya adalah dalam mata pelajaran yang Anda ajarkan kepada siswa/i Anda. f. Apa yang Perlu Dilakukan untuk Dapat “Mengajar” CT atau Mengintegrasikan CT dalam Mata Pelajaran? Sebagai literasi, CT tidak dapat diajarkan hanya dengan pemaparan konsep, melainkan perlu dilatih seperti halnya membaca/menulis/berhitung, critical thinking, atau general capabilities/literasi lainnya. Untuk dapat melatih CT sebagai “literasi” dan diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran seperti kemampuan literasi lainnya, beberapa latihan yang pada umumnya digunakan adalah sebagai berikut, namun tidak terbatas kepada yang disebutkan di sini. Beberapa bidang lain mungkin membutuhkan metoda khusus.



1. Menyelesaikan tantangan Bebras (Bebras, 2003). 2. Menggunakan permainan atau aktivitas fisik. 3. Melakukan analisis data. 4. Menggunakan modeling dan simulasi. 5. Menggunakan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti cara kita untuk berlatih CT, mengajarkan CT kepada siswa juga harus dilakukan dengan membiasakan siswa dengan CT. Bagi siswa SD, CT diinfus/diintegrasikan ke mata pelajaran. Pada Kurikulum Merdeka, CT terdapat pada mata pelajaran Informatika untuk jenjang SMP dan SMA. Tetapi hanya mengenal CT melalui mata pelajaran Informatika saat SMP dan SMA tidaklah cukup. Siswa juga perlu dibiasakan untuk terus menggunakan CT pada mata pelajaran lain dan pada kehidupan nyata seperti yang sudah dijelaskan pada bagian disposisi CT. CT “diajarkan” di kelas dengan cara ditularkan melalui cara berpikir guru saat menyelesaikan sebuah persoalan. Oleh karena itu, sebelum mengajarkan CT kepada siswa penting untuk guru memahami dan terbiasa menggunakan CT. Dengan demikian, guru dapat mengimplementasikan CT di dalam mata pelajarannya dan membiasakan siswa untuk menggunakan CT dalam kehidupan sehari-hari mereka.