Konsep Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Konsep Lansia 1. Pengertian Lansia Masa lansia adalah periode perkembangan yang mulai masuk pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa menurunnya kekuatan dan kesehatan sehingga harus mulai menyesuaikan diri. Lanjut usia merupakan kejadian yang sudah pasti akan dilalui oleh semua orang yang dikarunia usia panjang. Tahap lansia adalah tahap siklus akhir hidup manusia dan merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindari dan akan dialami oleh siapapun. Masuk pada tahap ini seseorang akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi serta kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan yang normal, seperti rambut yang mulai memutih, muncul kerutan di wajah, berkurangnya kemampuan melihat, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangannya peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai. Semua perubahan tersebut membutuhkan kemampuan beradaptasi yang cukup besar agar dapat menyikapi secara bijak. Terdapat beberapa pembagian lansia, antara lain: 



Departemen Kesehatan RI membagi lansiasebagai berikut: kelompok dengan usia lanjut (45 - 54 tahun) sebagai masa virilitas, kelompok usia lanjut (55 - 64 tahun) sebagai presenium, dan kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai senium.







Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 - 59 tahun, usialanjut(elderly) antara 60 - 74 tahun, usia 12 tua old antara 75 - 90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.



Berdasarkan pengertian yang tertera diatas maka dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas baik itu seorang pria maupun wanita, yang masih sanggup beraktifitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga lansia terpaksa bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya.



2. Batasan Usia Lanjut Lanjut usia memiliki patokan umur yang berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Menurut WHO terdapat empat tahap batasan umur yaitu masuk usia pertengahan (middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut usia (old) antara 75 - 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut : 



Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.







World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45 - 59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60 - 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75 - 90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.







Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25 - 40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40 - 55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 14 55 - 65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.







Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70 - 75 tahun), old (75 - 80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).



3. Teori Menua a) Teori Biologi 



Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory) Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).







Pemakaian dan rusak Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak) 3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)



Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. 



Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory) Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.







Teori stres Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.







Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.







Teori rantai silang Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.







Teori program Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.



b) Teori kejiwaan sosial 



Aktivitas atau kegiatan (activity theory) Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.







Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.







Kepribadian berlanjut (continuity theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.







Teori pembebasan (disengagement theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni : a) Kehilangan peran b) Hambatan kontak sosial c) Berkurangnya kontak komitmen.



4. Masalah Kesehatan Pada Lansia Lanjut usia mengalami masalah kesehatan, Masalah ini berawal dari kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan  7 hidup mandiri dan produktif, hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi. Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bag lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan



Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi lansia.Kesadaran setiap lansia untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat penting. Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia. 5. Pendekatan Pada Lansia 



Pendekatan Fisik Pendekatan Fisik Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian: 1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri. 2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.







Pendekatan Psikis Pendekatan Psikologis Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin mengubah tingkah  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan  9 laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.



5. Pendekatan Sosial Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah. 6. Tempat Pelayanan Bagi Lansia Pelayanan kesehatan pada lansia diperlukan untuk memelihara dan mengatasi masalah pada lanjut usia. Dasar hukum pembinaan kesehatan pada lansia adalah Undangundang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lansia, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lansia, dan Keputusan Presiden Nomor 93/M Tahun 2005 Tentang Keanggotaan Komisi Nasional Lanjut Usia. Pelayanan kesehatan yang baik pada lansia bertujuan memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun tempat pelayanan bagi Lansia yaitu sebagaiberikut : 



Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang kesehatan atau UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang dibentuk berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat.







Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu di suatu wilayah tertentu dan digerakkan oleh masyarakat agar lansiayang tinggal disekitarnya mendapatkan pelayanan kesehatan. b. Posyandu Lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia yang diselenggarakan melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial. c. Posyandu Lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada



di desa/kelurahan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya lansia. d. Posyandu lansia adalah wahana pelayanan yang dilakukan dari, oleh, dan untuk lansiayang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Posyandu lansia merupakan upaya kesehatan lansia yang mencakup kegiatan pelayanan kesehatan bertujuan untuk mewujudkan masa tua yang bahagia dan berdayaguna. 



Pengertian Puskesmas Santun Lansia : Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada pra Lansia danlansia yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif yang lebih menekankan unsur proaktif, kemudahan proses pelayanan, santun, sesuai standart pelayanan dan kerjasama dengan unsur lintas sektor. Program Lansia tidak terbatas pada pelayanan kesehatan klinik, tetapi juga pelayanan kesehatan di luar gedung dan pemberdayaan masyarakat.



7. Pelayanan Sosial Di Keluarga Pelayanan lansia dalam keluarga mempunyai ciri khusus, yaitu terjadinya keterlibatan emosi yang menandai hubungan lansia dengan keluarga yang merawatnya, sehingga pelayanan dalam keluarga diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan lansia di masa datang. Keluarga, dengan kata lain merupakan wahana paling baik untuk memberikan pelayanan kepada lansia, karena memiliki potensi dalam merawat orang tua. Dalam pelayanan ini, lansia tetap tinggal di lingkungan keluarga, hidup menyatu bersama anak, cucu, dan atau sanak keluarga lainnya. Orang tua yang sudah memasuki usia lanjut akan dirawat, dan untuk keperluan sehari-hari masih dilayani oleh anak-anaknya. Upaya yang dilakukan adalah memberi pelayanan kebutuhan baik fisik, psikis, maupun sosial. Fungsi keluarga dalam pelayanan lansia sangat besar artinya dalam mewujudkan lansia yang sejahtera. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap untuk menyelenggarakan hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak . Hal ini berarti, keluarga mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan anggotanya termasuk lansia, karena lansia memerlukan perhatian dan penanganan serta pelayanan khusus dari keluarga Mengingat keluarga sebagai



lembaga sosialisasi pertama dan utama dalam masyarakat, maka keluarga merupakan wadah untuk penanganan permasalahan yang paling layak bagi lansia. Keluarga merupakan wahana yang tepat dalam memberikan pelayanan kepada lansia, karena keluarga mempunyai kewajiban moral yang sangat luhur untuk tetap mengurus dan melayani lansia dalam lingkungan keluarga. Pelayanan sosial oleh keluarga kepada lansia adalah memberi pelayanan dalam keluarga, agar lansia dapat merasakan kesejahteraan lahir dan batin. Keberadaan lansia dalam keluarga dengan pengetahuan, pengalaman, dan kearifan yang telah diperolehnya dalam kehidupan, diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi keluarga dan bangsa. Pelayanan dalam keluarga diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan lansia di masa datang. Lansia tetap tinggal di lingkungan keluarga bersama anak, cucu, dan atau sanak keluarga lainnya. 8. Foster Care Service Merupakan model pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti. Hal ini disebabkan keluarga lansia tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkan terhadap lansia sehingga menjadi terlantar.  Artinya, model ini adalah merupakan pelayanan sosial yang diberikan kepada lansia, di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Menghadapi lansia terlantar, yang tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri memerlukan kiat-kiat tersendiri. Terutama bagaimana kita mengetahui kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Seperti pada umumnya, perawatan pada lansia terlantar juga dapat dilakukan melalui pendekatan fisik, pendekatan psikis, dan pendekatan sosial. Pendekatan fisik berhubungan dengan sehat dan sakit, seiring dengan kondisi usia lansia.  Pendekatan psikis bertujuan untuk memberikan dukungan mental kepada lansia kearah pemuasan pribadi, sehingga mereka terpuaskan dan merasa bahagia di masa lanjut usianya.  Pendekatan sosial, adalah terbinanya hubungan komunikasi, baik antara sesama lansia maupun orang-orang yang secara lansung memberikan pelayanan - kesejahteraan sosial - termasuk pelayanan oleh perawat yang diberikan khusus kepada lansia. Yang  perlu diperhatikan pelayanan keperawatan bagi lansia terlantar dalam model Foster Care Service adalah : terpenuhinya pelayanan konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Hal tersebut bertujuan untuk peningkatan taraf  kesejahteraan serta terwujudnya kemandirian sosial ekonomi lansia terlantartersebut.



Pelayanan  kegiatan rutin seperti : pemenuhan nutrisi 3x/hari, kegiatan senam lansia (pernafasan, jantung, gerak latih otak, dan lain-lain), kegiatan bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agamanya, aktivitas kerajinan tangan (menjahit, menyulam, dan merenda), aktivitas menyalurkan hobi (menyanyi,bermain angklung, karaoke, dan berkebun). Di samping kegiatan rutin perlu juga dilakukan pendampingan kegiatan dalam waktu luang, seperti : permainan (catur, pingpong), baca puisi atau pantun, menonton film, membaca koran, atau berinternet (facebook, blogger, dll) Dalam model Foster care service ini, yaitu pelayanan kepada lansia terlantar –termasuk pelayanan kesehatan dan perawatan-  pada dasarnya bertujuan untuk kesejahteraan. Pada dasarnya pelayanan keperawatan yang diberikan kepada mereka, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, adalah bagaimana membantu memberi semangat hidup dalam rangka mempertahankan hidup mereka di usia senja nya. Dalam hal ini, jelas tanggung jawab seorang perawat (yang khusus menangani lansia) sangatlah  besar dalam memotivasi lansia terlantar untuk menjalani hari-hari tuanya, disamping ikut membantu melayani kebutuhannya. Sifat sabar dan telaten dalam memberikan pelayanan kepada lansia terlantar, adalah  kunci keberhasilan yang tidak bisa dianggap sepele. Mudah-mudahan, tulisan ini bermanfaat untuk para pembaca peminat masalah lansia, khususnya para lansia terlantar. 9. Pusat Santunan Keluarga PUSAKA merupakan salah satu organisasi kemanusiaan yang memiliki pola pelayanan sosial lanjut usia berbasis masyarakat yang membantu program pemerintah dalam mensejahterakan lansia. PUSAKA melakukan pengorganisasian kelompok kerja yang mendorong pengembangan home care di berbagai wilayah di Jakarta, penggerak kegiatan ini ada di tingkat kelurahan dan kecamatan. 11 Karakterisik pelayanan ini adalah pelayanan luar panti dengan menyediakan pelayanan sosial kepada lanjut usia dalam keluarga. Di PUSAKA para lanjut usia tidak hanya mendapatkan dukungan sosial dari keluarga tetapi juga dari masyarakat, lembaga dan juga pemerintah. PUSAKA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1987, pola pelayanan ini ditumbuhkan untuk mempertajam peran home care yang pernah diinisiasi oleh Badan Koordinasi Panti Werdha DKI Jakarta pada tahun 1970. Berdasarkan data yang tercatat di BKKKS DKI Jakarta, jumlah PUSAKA di DKI Jakarta sampai 11 Roem Topatimasang, Memanusiakan Lanjut Usia: Penuaan Penduduk Pembangunan di



Indonesia Yogyakarta: INSIST Press, 2013, h. 91. dengan tahun 2011 ini mencapai 123 PUSAKA atau 50 dari kelurahan yang ada di Jakarta yang mencapai 256 kelurahan. Sedangkan jangkauan sasaran mencapai 7.036 lanjut usia pertahun atau rata-rata 57 lansia di setiap PUSAKA. 12 Salah satu Pusat Santunan Keluarga PUSAKA yang sudah mampu berperan aktif dalam menjalankan model pelayanan sosial bagi lanjut usia yaitu PUSAKA yang ada di Kecamatan Pancoran yaitu PUSAKA 48 dan 79 yang sudah berdiri sejak tahun 1992 dan 1995. PUSAKA 48 dan 79 telah memiliki banyak prestasi dibanding dengan PUSAKA lainnya, selain itu jumlah binaan yang ada juga lebih banyak di bandingkan dengan PUSAKA yang ada di Kecamatan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lanjut usia yang dilakukan di pusat santunan keluarga PUSAKA. Karena sebagai mana namanya PUSAKA telah memberikan dukungan, santunan dan juga pelayanan dalam usaha untuk mensejahterkan dan juga meningkatkan kualitas hidup lansia. Lansia juga masuk dalam salah satu katagori penyandang masalah kesejahteraan sosial PMKS 10. Panti Sosial Lanjut Usia B. Konsep Keperawatan Gerontik  Keperawatan gerontik Keperawatan Gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif terdiri dari bio-psikososio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 tahun 2014).Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier, 1987). Sedangkan menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keperawatan gerontik adalah suatu bentuk praktek keperawatan profesional yang ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang bersifat komprehensif terdiri dari bio-psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.



 Tujuan Keperawatan Gerontik 1) Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dan produktif. 2) Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin. 3) Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup lansia (Life Support) 4) Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit (kronis atau akut). 5) Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin.  Fungsi Keperawatan Gerontik Menurut Eliopoulus (2005), fungsi perawat gerontik adalah: (a) Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat). (b). Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua). (c) Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama). (d) Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas pelayanan).  Sifat Pelayanan Keperawatan Gerontik terdiri dari sifat independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri) 2. Interdependent 3. Humanistik (secara manusiawi) 4. Holistik (secara keseluruhan). Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis klinis/gerontological



clinical



nurse specialist



(CNS) dan perawat



gerontik



pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi



kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang, dan independent practice. C. Model Keperawatan Gerontik a. Model Keperawatan Adaptasi Roy Model adalah model keperawatan yang bertujuan membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat sakit (Marriner-Tomery, 1994). Teori adaptasi Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model



adaptasi



Roy



menguraikan



bahwa



bagaimana



individu



mampu



meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi. Aplikasi Teori Model Konseptual Adaptasi Roy Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan proses keperawatan. Element Proses keperawatan



menurut



Roy



meliputi



:



Pengkajian



Perilaku,



Pengkajian



stimulus,Diagnosa keperawatan, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi. 1. Pengkajian a. Pengkajian Perilaku Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive. b. Model Konseptual Human Being Roger Asumsi teori Martha E. Rogers Rogers dalam McEwen & Wills, 2011, mengemukakan beberapa asumsi yang terdiri dari lima bagian, yaitu : a. Unifield whole is greater and different than the sum of part (kesatuan yang utuh lebih besar dan berbeda dr jumlah bagian). Manusia adalah system yang utuh yaitu merupakan keseluruhan dari proses yang utuh dari dirinya dan antara satu dan lainnya berbeda di beberapa bagian dan merupakan penjumlahan dari bagian-bagiannya. b. Mutual exchange of matter and energy (saling tukar materi dan energi). Manusia dan lingkungan selalu berubah secara kontinyu termasuk energi keduanya. Individu dan lingkungan saling tukar-menukar energi dan material satu sama lain. Beberapa individu mendefenisikan lingkungan sebagai faktor eksternal pada seorang individu dan merupakan satu kesatuan yang utuh dari semua hal. c.



Unidirectionality: life process does not reverse nor repeat. (proses kehidupan tidak membalikkan atau mengulang) Bahwa proses kehidupan manusia merupakan hal yang tetap dan saling bergantung dalam satu kesatuan ruang waktu secara terus menerus. Akibatnya seorang individu tidak akan pernah kembali atau menjadi seperti yang diharapkan semula. d. Pattern anand organization identify the human field.(pola dan organisasi mengidentifikasi bidang manusia) Pola dan organisasi mengidentifikasi perilaku pada individu merupakan suatu bentuk kesatuan yang inovatif Human beings have abstraction, imagery, language, and thought, sensation and emotion. (manusia memiliki abstrak, citra, bahasa, pikiran, sensasi dan emosi). Lima asumsi diatas definisi, dan Prinsip-prinsip hemodinamik merupakan inti teori Martha E. Rogers yang merupakan bagian dari Building Blocks, yang terdiri dari: (Tomey & Alligood, 1998). a. Energy Fields (Bidang Energi) Bidang Energi merupakan satuan dasar kehidupan dan non kehidupan, seperti energi manusia dan energi lingkungan. Bangunan ini bersifat tak terbatas terdiri dari mahluk hidup dan lingkungannya. Kedua komponen ini tidak dapat dikurangi, manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. b. Universe of Open System (Sistem terbuka). Konsep ini menganggap bahwa bangunan energi bersifat tak terbatas dan terbuka, menyatu antara satu dengan yang lainnya. c. Pattern (Pola) Sifat pola berubah secara kontinyu dan inovatif, unik dan menyatu dengan bangunan lingkungannya sendiri. Pola yang konstan dan tidak berubah bisa menjadi suatu indikasi sakit atau penyakit. d. Pandimensionality (Empat kedimensian). Manusia yang utuh merupakan ”Empat sumber dimensi energi yang diidentifikasi oleh pola dan manisfestasi karakteristik spesifik yang menunjukkan kesatuan dan yang tidak dapat di tinjau berdasarkan bagian pembentuknya” Empat kedimensian didefinisikan sebagai domain non linier tanpa atribut, atau mengenai ruang tanpa batas. c. Model Konseptual Keperawatan Neuman Model Sistem Neuman adalah pendekatan holistik yang mendorong fokus interdisipliner



untuk



promosi



kesehatan,



pemeliharaan,



pencegahan



dan



pengelolaan stres sebagai pencetus gangguan kesehatan.Neuman Sysmtems Model menyajikan kerangka kerja berbasis sistem keperawatan untuk melihat individu, keluarga atau komunitas yang didasarkan pada teori sistem umum. Seseorang dipandang sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal untuk menjaga keseimbangan antara faktor-faktor yang mengganggu



yang dijelaskan oleh Neuman sebagai stressor. Intervensi keperawatan terjadi melalui tiga modalitas pencegahan yakni pencegahan primer (terjadi sebelum stressor menyerang sistem), pencegahan sekunder (terjadi setelah sistem stressor menyerang) dan pencegahan tersier terjadi setelah pencegahan sekunder karena pemulihan sedang dilakukan. Stressor dapat bertindak secara positif atau negatif pada tubuh, tergantung pada kemampuan orang tersebut untuk mengatasinya pada waktu tertentu. Terdapat 5 komponen yang diyakini Neuman saling berinteraksi yakni fisiologi, psikologi, sosiokultural, spiritual dan perkembangan atau klien dipandang secara menyeluruh. Terdapat 3 tipe stressor dalam teori Neuman yakni Intrapersonal, Interpersonal dan extrapersonal. 



Intrapersonal: Kekuatan yang terjadi pada individu dan seringkali merupakan respons terkondisi.







Interpersonal: Kekuatan yang terjadi di antara orang-orang, misalnya ibu dan anak.







Extrapersonal: Kekuatan yang terjadi



sebagai akibat



langsung dari



lingkungan atau budaya yang lebih luas di mana orang tersebut tinggal. d. Model Konseptual Keperawatan Henderson Harmer dan Henderson (1995, dalam Potter, 2005 : 274) mengemukakan teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang manusia. Henderson (1964, dalam Potter, 2005 : 274) mendefinisikan keperawatan sebagai membantu individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya, dimana individu tersebut akan mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan, kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Empat belas Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Virginia Henderson yaitu : a) Bernafas secara normal. b) Makan dan minum dengan cukup. c) Membuang kotoran tubuh. d) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan. e) Tidur dan istirahat. f) Memilih pakaian yang sesuai.



g) Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan. h) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi integumen. i)



Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.



j) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut atau pendapat. k) Beribadah sesuai dengan keyakinan. l) Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi. m) Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi. n) Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. e. Model Konseptual Keperawatan Budaya Leininger Model Konseptual Budaya Leininger Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural NursingTheory atau teori perawatan transkultural. Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diamdiam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain. Hubungan Model Dengan Paradigma Keperawatan 1. Manusia Menurut pendapat Leininger tentang variasi struktur sosial, jalan hidup, dan nilai serta norma-norma dari berbagai budaya dan subkultur, individu memiliki opini dan pandangan tentang sehat, sakit, asuhan, sembuh, ketergantungan, dan kemandirian yang berasal dari budaya tersebut. Setiap manusia hidup di dalam dan dengan budayanya dan meneruskan pengetahuan tersebut terhadap generasi berikutnya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki atribut fisik dan psikologis, maka hal tersebut merupakan atribut sosial atau secara lebih spesifik merupakan atribut



budaya atau etnik dari individu. 2. Lingkungan Menurut Leininger, lingkungan di tentukan oleh cara orangorang atau kelompok atau masyarakat tertentu memberi bentuk pada unsur lingkungan sosial mayoritas, ekonomi, budaya dan fisik. Menurut pendapatnya, sistem layanan budaya juga merupakan faktor lingkungan spesifik yang terdiri dari dua sub sistem : 1) Layanan kesehatan formal (Profesional) : semua layanan yang menjadi bagian dari sistem layanan kesehatan regular, termasuk layanan medis, layanan keperawatan, dan fisioterapi. 2) Layanan kesehatan informal, mencakup semua konsep dan ritual yang terlibat dalam bantuan sukarela, pengobatan tradisional, f. Model Konseptual Keperawatan Perilaku Jhonson Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan pendekatan system perilaku, dimana individu dipandang sebagai sitem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimgangan dan stabilitas, baik di lingkungan internal maupun eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkanya. Sebagi suatusystem , didalamnya terdapat komponen sub system yang membentuk system tersebut, diantaranya komponen sub system yang membentuk system perilaku menurut Johnson adalah a. Ingestif, yaitu sumber dalam memelihara integritas serta mencapaikesenagan



dalam



pencapaian



pengakuan



dari



lingkungan.



b.



Achievement, merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui kterampilanyang kreatif. c. Agresif, merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungandan berbagai ancaman yang ada di lingkungan. d. Eliminasi, merupakan bentuk pengelauran segala sesuatu dari sampah atau barang yang tidak berguna secara biologis e. Seksual, digunakan dalam pemenuhan kenutuhan saling mencintai dan dicintai f. Gabungan/tambahan, merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahandalam mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaiandalam



kehidupan



social,



keamanan,



dan



kelangsungan



hidup.Ketergantungan, merupakna bagian yang membentuk system perilaku dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan.Berdasarkan sub system tersebut diatas, maka akan terbentuk sebuahsystem perilaku individu, sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi permasalahan tersebut harus dapat berfungsisebagai pengatur agar dapat menyeimbangkan system perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalaha manusia yang mendapat bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh



kesakitan atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang ingin dicapai adalahmereka yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan ataustabilitas dengan lingkungan. g. Model Konseptual Keperawatan Self Care Orem Perawat membantu usia lanjut untuk mempertahankan kebutuhan perawatan diri dengan memberikan bimbingan, pengarahan, dan keterampilan secara individual maupun kelompok sehingga usia lanjut mampu mandiri secara bertahap dalam mengelola penyakitnya. Perawat komunitas mempunyai kontribusi yang besar dalam meningkatkan status kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Anderson, 2000). Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal. a. Teori Self care deficit Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasanketerbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya. b. Teori Self care Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya c. Teori nursing system Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan. D. Proses Keperawatan pada Individu dan Kelompok Usia Lanjut a) Pengkajian Lansia 



Anamnesa Anamnesa adalah : Cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien ( Auto anamnese ) atau pada orang tua atau sumber lain ( Allo anamnese ). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnese. Tujuan anamnesis: Untuk mendapatkan keterangan sebanyakbanyaknya mengenai penyakit pasien ,Membantu menegakkan diagnosa sementara,Ada beberapa penyakit yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnese saja,Menetapkan diagnosa banding ,Membantu menentukan penatalaksanaan



selanjutnya



Langkah-langkah



anamnesis



Mula-mula



dipastikan identitas pasien dengan ,lengkap (informasi biografi ),Keluhan utama,Riwayat kesehatan saat ini ,Riwayat penyakit terdahulu Anamnesis



adalah tanya jawab secara langsung dengan klien atau autoanamnesis maupun secara tidak langsung dengan keluarga atau alloanamnesis utntuk menggali tentang status kesehatan klien. dalam anamnesis ini perawat membangun hubungan saling percaya antara klien dengan perawat. 



Pemeriksan fisik merupakan pemeriksaan tubuh untuk menemukan kelainan dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan empat metode yaitu melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan atau auskultasi (Raylene M Rospond, 2009;Lyrawati, 2009). Pemeriksaan fisik head to toe perlu dilakukan dengan benar karena hasil pemeriksaan fisik dapat dijadikan dasar bagi perawat untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang selanjutnya sebagai dasar asuhan keperawatan. Hasil ini dapat diperoleh selama proses pendidikan.







Sosial ekonomi Darimana sumber keuangan lansia, 2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang, 3) Dengan siapa dia tinggal, 4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia, 5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya, 6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah, 7) Siapa saja yang bisa mengunjungi, 8) Seberapa besar ketergantungannya, 9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada.







Spritual Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya, 2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin. 3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa, 4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.



b) Masalah Keperawatan Lansia c) Rencana Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun rencana tindakan. Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah keperawatan yang lazim terjadi pada lansia. a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi Penyebab gangguan nutrisi pada lansia adalah penurunan alat penciuman dan pengecapan, pengunyahan kurang sempurna, gigi tidak lengkap, rasa penuh pada perut dan susah buang air besar, otot-



otot lambung dan usus melemah. Rencana makanan untuk lansia : 1) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan, 2) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin, 3) Berikan makanan yang mengandung serat, 4) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori, 5) Batasi minum kopi dan teh. b. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia : Penyebab kecelakaan pada lansia : 1) Fleksibilitas kaki yang berkurang. 2) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun. 3) Pencahayaan yang berkurang. 4) Lantai licin dan tidak rata. 5) Tangga tidak ada pengaman. 6) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak. Tindakan mencegah kecelakaan : 1) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan. 2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi. 3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur. 4) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien untuk menggunakan alat bantu berjalan. 5) Bantu klien



kekamar



mandi



terutama



untuk



lansia



yang



menggunakan



obat



penenang/deuretik. 6) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau melakukan sesuatu. 7) Usahakan ada yang menemani jika berpergian. 8) Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan  87 9) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya. 10) Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi. 11) Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-alat yang biasa digunakannya. 12) Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah. 13) Pasang pegangan dikamar mandi/WC 14) Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu 70-100 watt. 15) Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk memejamkan mata sesaat. c. Gangguan kebersihan diri Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah : 1) Penurunan daya ingat, 2) Kurangnya motivasi, 3) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik. Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain : 1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri, 2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung minyak atau berikan skin lotion 3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata, 4) Membantu lansia untuk menggunting kuku. d. Gangguan istirahat tidur Rencana tindakannya, antara lain : 1) Sediakan tempat tidur yang nyaman, 2) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari, 3) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-bauan, 4) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi darah dan melenturkan otot



(dapat disesuaikan dengan hobi), 5) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat. e. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi Rencana tindakan yang dilakukan antara lain : 1) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata, 2) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan, 3) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia, 4) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau perawat tanggap terhadap respon verbal lansia, 5) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan lansia, 6) Menghargai pendapat lansia.  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan  88 f. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping) Rencana tindakan yang dilakukan : 1) Dorong aktifitas sosial dan komunitas, 2) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan, 3) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama, 4) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai, 5) Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama. g. Masalah cemas Rencana tindakan yang dilakukan adalah 1) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat terjadinya cemas, 2) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan mengurangi ketakutan, 3) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat cemas, 4) Latih klien untuk teknik relaksasi. d) Evaluasi Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: 1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, 2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, 3. Mengukur pencapaian tujuan, 4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, 5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.



e) Dokumentasi E. Prosedur Tindakan Keperawatan Pada Lansia a) Terapi Kognitif Latihan kemampuan sosial meliputi; melontarkan pertanyaan, memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain b. Aversion therapy: terapi ini menolong menurunkan frekuensi perilaku yang tidak diinginkan tetapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku maladaptif dilakukan klien. c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan b) Terapi Aktivitas c) Bantuan Aktivitas Sehari-hari Pada Kelompok Lansia Terapi aktivitas pada lansia sebagai individu/kelompok dengan indikasi tertentu. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang dilakukan atas kelompok penderita bersama-sama dengan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis. Tujuan dari terapi aktivitas kelompok : 1) Mengembangkan stimulasi persepsi, 2) Mengembangkan stimulasi sensoris, 3) Mengembangkan orientasi realitas, 4) Mengembangkan sosialisasi. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia a) Stimulasi Sensori (Musik) Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki. Lansia dilatih dengan mendengarkan musik terutama musik yang disenangi. b) Stimulasi Persepsi Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Proses ini diharapkan mengembangkan respon lansia terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan dan menjadi adaptif. Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: seperti membaca majalah, menonton acara televisie. Stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi lansia yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.  Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan  94 c) Orientasi Realitas Lansia diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat



dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitasnya dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata. d) Sosialisasi Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu per satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok. d) Senam Lansia Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia meliputi : a. Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok Aktifitas fisik adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi; seperti berjalan, mencuci, menyapu dan sebagainya. Olah raga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur, melibatkan gerakan tubuh berulang yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani Manfaat olah raga : 1) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah meningkat, 2) Menurunkan tekanan darah, 3) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi, 4) Mencegah jatuh & fraktur, 5) Memperkuat sistem imunitas, 6) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri sehingga perasaan tenang & semangat hidup meningkat, 7) Mencegah obesitas, 8) Mengurangi kecemasan dan depresi, 9) Kepercayaan diri lebih tinggi, 10) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis, hipertensi dan jantung, 11) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur, 12) Mengurangi konstipasi, 13) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas F. Penerapan Asuhan Keperawatan Pada lansia Sebagai Individu G. Penerapan Asuhan Keperawatan pada Kelompok Lansia