Konsep Siklus Bencana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL MANAJEMEN BENCANA KONSEP SIKLUS BENCANA



Disusun oleh : D IV Keperawatan Gawat Darurat



PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2015 / 2016



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan modul ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Pembuatan makalah ini sebagaimana tugas yang di berikan oleh dosen pembimbing dari BPBD juga untuk bahan bacaan terhadap para mahasiswa yang berada dalam bidang kesehatan khususnya jurusan keperawatan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Modul ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk



memberikan



masukan-masukan



yang



bersifat



membangun



untuk



kesempurnaan modul ini.



Surabaya, 21 Maret 2016



Penyusun



i



Daftar Isi Kata Pengantar.......................................................................................................i Daftar Isi.................................................................................................................ii I. Tujuan pembelajaran umum......................................................................1 II. Tujuan pembelajaran khusus.....................................................................1 II. Pokok materi pembelajaran.......................................................................1 IV. Uraian materi............................................................................................2 a. Pengertian siklus bencana.....................................................................2 b. Pengertian mitigasi................................................................................3 c. Tekhnik mitigasi dalam bencana terutama di sektor kesehatan.............4 d. Analisis derajat kerentanan dalam bencana..........................................5 e. Pengertian kesiapsiagaan.......................................................................6 f. Jenis kesiapsiagaan................................................................................7 g. Skenario latihan kesiapsiagaan...........................................................12 h. Kebijakan pemerintah dalam menghadapi bencana............................14 i. Mekanisme koordinasi dalam kesiapsiagaan.......................................17 j. Pengertian tanggap darurat...................................................................22 V. Referensi...................................................................................................23 VI. Soal.........................................................................................................23



ii



I.



Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami konsep siklus bencana.



II.



III.



Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Memahami pengetian siklus bencana 2. Memahami pengertian mitigasi 3. Memahami tekhnik mitigasi dalam bencana terutama di sektor kesehatan 4. Memahami analisis derajat kerentanan dalam bencana 5. Memahami pengertian kesiapsiapagaan 6. Memahami jenis kesiapsiagaan 7. Memahami skenario latihan kesiapsiagaan 8. Memahami kebijakan pemerintah dalam menghadapi bencana 9. Memahami mekanisme koordinasi dalam kesiapsiagaan 10. Memahami pengertian tanggap darurat Pokok materi pembelajaran 1. Pengetian siklus bencana 2. Pengertian mitigasi 3. Tekhnik mitigasi dalam bencana terutama di sektor kesehatan 4. Analisis derajat kerentanan dalam bencana 5. Pengertian kesiapsiapagaan 6. Jenis kesiapsiagaan 7. Skenario latihan kesiapsiagaan 8. Kebijakan pemerintah dalam menghadapi bencana 9. Mekanisme koordinasi dalam kesiapsiagaan 10. Pengertian tanggap darurat



IV. Pokok materi pembelajaran A. Pengertian Siklus Bencana Menurut Warfield, manajemen bencana mempunyai tujuan: (1) Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana, (2) menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap korban bencana, dan (3) mencapai pemulihan yang cepat dan efektif. Dengan demikian, siklus manajemen bencana memberikan gambaran bagaimana rencana dibuat untuk mengurangi atau mencegah kerugian karena bencana, bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera setelah bencana berlangsung dan bagaimana langkah-langkah diambil untuk pemulihan setelah bencana terjadi. 1



Ada beberapa tahap dalam upaya untuk menangani suatu bencana 1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapnya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastic terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu kominitas atau lokasi. 2. Pemulihan (recovery);adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari: a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau berjangka pendek. b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen 3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Misalnya : pembuatan bendungan untuk menghindari terjadinya banjir, biopori, penanaman tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dsb. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana. 4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya : penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar. 5. Kesiap-siagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. B. Pengertian Mitigasi Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mengatakan bahwa pengertian mitigasi dapat didefinisikan sebagaiserangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan



2



peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi merupakan tahap awal penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana. Mitigasi adalah kegiatan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan gempa. Kegiatan mitigasi bencana di antaranya : 1. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana; 2. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; 3. Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; 4. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; 5. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam; 6. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi; 7. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup 8. Kegiatan mitigasi bencana lainnya. C. Teknik-Teknik Mitigasi Dalam Bencana Terutama di Sektor Kesehatan Karena keragaman jenis dan biaya akitvitas mitigasi, prioritas pelaksanaan aktivitas semacam ini harus ditetapkan. Dalam sektor kesehatan, penetapan prioritas ini perlu bekerja sama dengan berbagai disiplin ilmu seperti kesehatan dan kebijakan publik, kesehatan masyarakat, administrasi RS,



system



penyediaan



air,



pembangunan,



arsitektur,



perencanaan,



pendidikan, dll. Program mitigasi akan mengarahkan aktivitas berikut: 1. Identifikasi daerah yang terkena bencana alam dan penentuan derajat kerentanan fasilitas kesehatan kunci dan sistem penyediaan air bersih 2. Koordinasi tugas tim multidisipliner dalam menyusun persyaratan desain dan bangunan yang dapat melindungi infrastruktur kesehatan dan distribusi air dari kehancuran akibat kejadian bencana. Standar bangunan dan desain RS lebih ketat dibandingkan standar dan desain bangunan lain karena RS bukan hanya melindungi kesehatan penghuninya tetapi juga harus tetap beroperasi untuk menangani korban bencana. 3. Pencakupan aktivitas mitigasi bencana dalam kebijakan sektor kesehatan dan dalam perencanaan dan pengembangan fasilitas baru. Langkah3



langkah pengurangan bencana harus dimasukkan saat harus memilih daerah, material bangunan, peralatan dan tipe pengelolaan dan pemeliharaan di fasilitas itu 4. Identifikasi RS prioritas dan fasilitas kesehatan yang penting yang akan menjalani survey progresif dan penyesuaian kembali sehingga dapat sesuai dengan standar dan aturan bangunan yang berlaku. 5. Upaya mitigasi bencana dipertimbangkan dalam rencana pemeliharaan fasilitas, modifikasi struktural dan fungsional 6. Pemberitahuan, pemekaan dan pelatihan personil yang terlibat dalam perencanaan, administrasi, operasi, pemeliharaan, dan penggunaan fasilitas tentang mitigasi bencana sehingga praktik tersebut dapat dipadukan ke dalam aktivitas mereka 7. Memasukan program mitigasi bencana dalam kurikulum institusi pelatihan professional



yang



terkait



dengan



pembangunan,



pemeliharaan,



adminsitrasi, keuangan, dan perencanaan fasilitas kesehatan dan sistem distribusi air D. Analisis Derajat Kerentanan Dalam Bencana Kerentanan (vulnerability) adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerentanan adalah sekumpulan kondisi yang mengarah dan menimbulkan konsekuensi (fisik, sosial, ekonomi dan perilaku) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana.Misalnya: penebangan hutan, penambangan batu, membakar hutan, dll. Faktor-faktor Kerentanan 1. Fisik > kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman bencana 2. Sosial > kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana 3. Ekonomi > kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya



4



4. Lingkungan > Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan lingkungan yang terjadi. Fase pertama program mitigasi bencana adalah pelaksanaan analisis derajat kerentanan, yaitu untuk mengidentifikasi kelemahan sistem yang mungkin terkena bencana. Tujuan analisis ini untuk menetapkan prioritas baik untuk penyesuaian kembali atau perbaikan. Sebuah tim multidisipliner (administrator kesehatan dan para ahli dalam bidang pengkajian bencana alam, kesehatan lingkungan, pembangunan, arsitektur, perencanaan, dll.) melakukan analisis derajat kerentanan. Tim tersebut akan mengidentifikasi bahaya potensial, mengklasifikasikan lokasi sistem (mutu tanah, jalur akses, dll), menentukan perkiraan kinerja dari sistem, dan menganalisis jalannya upaya pemeliharaan. Analisis derajat kerentanan harus dilaksanakan secara rutin karena baik bahaya maupun kerentanan berubah seiring waktu. Berikut faktor-faktor yang harus dipertimbangkan saat melaksanakan analisis derajat kerentanan dan menyusun rencana mitigasi untuk fasilitas medis: 1. Elemen struktural: komponen penahan beban bangunan (tiang pancang, pilar penahan, dan dinding) 2. Elemen non-struktural: arsitektur (dinding luar non penahan, dinding padat, sistem partisi, jendela, peralatan pencahayaan, dan langit-langit), sistem penunjang (sistem penyediaan air, listrik dan sistem komunikasi), dan isi gedung (obat-obatan, persediaan, peralatan, dan perabot) 3. Elemen fungsional: desain fisik (lokasi, distribusi ruangan internal dan eksternal, jalur akses), pemeliharaan, dan administrasi Analisis komponen struktural harus dijalankan terlebih dahulu karena hasilnya akan digunakan untuk menentukan kerentanan elemen nonstructural dan fungsional. Begitu kelemahan fasilitas diidentifikasi, rencana mitigasi dapat dikembangkan. E. Pengertian Kesiapsiagaan



5



Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 Tahun 2004) Ada 9 kegiatan dalam komponen kesiapsiagaan: 1. Penilaian Risiko (risk assessment) 2. Perencanaan siaga (contingency planning) 3. Mobilisasi sumberdaya (resource mobilization) 4. Pendidikan dan Pelatihan (training & education) 5. Koordinasi (coordination) 6. Manajemen Darurat (response mechanism) 7. Peringatan Dini (early warning) 8. Manajemen Informasi (information systems) 9. Gladi / Simulasi (drilling/simulation) F. Jenis – Jenis Kesiapsiagaan Sesuai Jenis Bencana Kita perlu menyadari bahwa kita hidup di wilayah rawan bencana. Kenyataan ini mendorong kita untuk mempersiapkan diri, keluarga, dan komunitas di sekitar kita. Kesiapsiagaan diri diharapkan pada akhirnya mampu untuk mengantisipasi ancaman bencana dan meminimalkan korban jiwa, korban luka, maupun kerusakan infrastruktur. Mulai dari dalam diri sendiri, kita dapat membantu keluarga dan komunitas untuk membangun kesiapsiagaan, maupun pada saat menghadapi bencana dan pulih kembali pasca bencana. 1. Gempa bumi Kita tidak dapat mengetahui kapan gempa akan terjadi sehingga persiapan menjadi sangat penting untuk menyelamatan jiwa, mengurangi korban luka, maupun kerusakan infrasturktur. Ada 6 langkah untuk persiapan. a. Cek potensi bahaya di rumah 1) Lekatkan lemari secara aman pada dinding 2) Tempatkan barang besar dan berat ada bagian bawah lemari. 3) Letakkan barang pecah belah pada bagian yang lebih rendah dan di bagian tertututp



6



4) Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari tempat tidur, sofa, atau pun tempat di mana orang duduk 5) Pastikan lampu langit-langit terpasang dengan kuat 6) Perbaiki apabila terjadi kerusakan pada jaringan listrik atau gas. 7) Amankan pemanas air dengan terpasang dengan baik pada dinding. 8) Perbaiki keretakan pada langit-langit atau fondasi. 9) Konsultasikan dengan ahli bangunan apabila membutuhkan informasi



mengenai



struktur bangunan yang kurang kuat. 10) Tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar dalam lemari tertutup dan letakkan paling bawah. b. Identifikasi tempat aman di dalam dan luar rumah 1) Di bawah perabot yang kuat, seperti meja dan kursi 2) Merapat pada dinding, seperti berdiri pada siku bangunan 3) Menjauh dari kaca atau cermin atau pun barang-barang berat yang berpotensi jatuh 4) Di luar rumah, jauhi bangunan, pohon, dan jaringan telepon atau listrik, atau bangunan yang mungkin runtuh c. Bekali pengetahuan diri sendiri dan anggota keluarga 1) Memiliki



daftar



kontak



yang



dibutuhkan,



seperti



Badan



Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, kabupaten, kota, TNI, Polisi, rumah sakit, PMI, atau pun dinas pemadam kebakaran. 2) Bekali anak-anak bagaimana dan kapan harus menghubungi pihakpihak di atas, dan mencari stasiun radio untuk mencari informasi darurat 3) Bekali semua anggota keluarga bagaimana dan kapan harus mematikan gas, listrik, dan air. d. Siapkan dukungan logistik darurat 1) Lampu senter dan baterai cadangan 2) Radio dengan baterai 3) Perlengkapan PPPK dan panduannya



7



4) Makanan siap saji dan minuman (perhatikan masa berlakunya) 5) Obat-obatan khusus disesuaikan dengan kebutuhan pemakai 6) Uang secukupnya 7) Sepatu khusus e. Merencanakan mekanisme komunikasi darurat 1) Pada kasus apabila anggota keluarga terpisah pada saat bencana, rencanakan cara untuk mengumpulkan anggota keluarga setelah bencana. 2) Menanyakan kepada saudara atau teman yang berlokasi di luar area tempat tinggal kita untuk bersedia sebagai penghubung keluarga. f. Bantu komunitas untuk siap siaga 1) Bekerja sama dengan media lokal untuk membuat kolom khusus terkait informasi respon darurat setelah bencana. Disebutkan juga pada kolom tersebut nomor telepon BPBD, instansi pemerintah terkait, rumah sakit, dan PMI. 2) Kenali bersama keluarga mengenai potensi bencana yang ada di sekitar rumah 3) Bekerja sama dengan BPBD, PMI, atau pihak terkait lainnya untuk menyiapkan laporan khusus bagi masyarakat dengan mobility impairment pada apa yang akan kita lakukan selama gempabumi 4) Melakukan simulasi evakuasi sederhana di rumah 5) Mencari informasi dari pihak terkait tentang pemutusan listrik dan air pada saat bencana 6) Bekerja sama dengan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang building code, retrofitting program, ancaman bahaya, dan rencana yang disusun oleh keluarga pada saat keadaan darurat 2. Banjir Banjir adalah bencana yang sering terjadi di wilayah Indonesia. Bencana yang disebabkan oleh faktor hidrometeorologi ini selalu meningkat setiap tahunnya. Meskipun terkadang tidak menimbulkan banyak korban jiwa, bencana ini tetap saja merusak infrastruktur dan mengganggu stablitas perekonomian masyarakat secara signifikan.



8



Karakteristik banjir sangat beragam. Banjir dapat disebabkan karena curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi serapan tanah yang cukup. Atau dapat terjadi dalam bentuk rob atau bandang. Oleh karena itu, kita harus siap untuk mengantisipasi setiap jenis bencana banjir. Apa yang dilakukan sebelum terjadi banjir a. Perhatikan ketinggian rumah Anda dari bangunan yang rawan banjir. b. Tinggikan panel listrik. c. Hubungi pihak berwenang apabila akan dibangun dinding penghalang di sekitar wilayah Anda. 3. Gunung Meletus Letusan gunungapi memberikan catatan sejarah tersendiri terhadap kebencanaan di Indonesia. Beberapa letusan dahsyat tidak hanya berdampak di wilayah Indonesia tetapi juga wilayah-wilah di benua lain. Menghadapi ancaman letusan gunungapi, Anda memiliki lebih banyak waktu karena aktivitas letusan mengalami proses yang dapat dideteksi oleh para ahli dan pihak berwenang. Masyarakat yang hidup di sekitar gunungapi aktif mungkin akan melihat pergerakan binatangbinatang yang menjauh karena suhu yang memanas, getaran gempa, maupun bau sulfur. Apa yang dilakukan sebelum terjadi letusan gunungapi a. Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait dengan perkembangan aktivitas gunungapi. b. Persiapkan masker dan kacamata pelindung untuk mengantisipasi debu vulkanik. c. Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah disiapkan oleh pihak berwenang. d. Mempersiapkan skenario evakuasi lain apabila dampak letusan meluas di luar prediksi ahli. e. Persiapkan dukungan logistik: 1) Makanan siap saji dan minuman 2) Lampu senter dan baterai cadangan 3) Uang tunai secukupnya



9



4) Obat-obatan khusus sesuai pemakai 4. Tanah Longsor Tanah longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama beberapa hari. Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga mengakibatkan bencana khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih rendah. Tanah longsor juga dapat dipicu oleh getaran gempa hingga merontokkan struktur tanah di atas. Anda dan masyarakat di pegunungan atau perbukitan harus memperhatikan tempat sekeliling Anda tinggal dan berkonsultasi dengan ahli terkait dengan kondisi tempat tinggal Anda. Apa yang dilakukan sebelum terjadi tanah longsor a. Waspada terhadap curah hujan yang tinggi b. Persiapkan dukungan logistik 1)



Makanan siap saji dan minuman



2)



Lampu senter dan baterai cadangan



3)



Uang tunai secukupnya



4)



Obat-obatan khusus sesuai pemakai



c. Simak informasi dari radio mengenai informasi hujan dan kemungkinan tanah longsor. d. Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera lakukan hal tersebut. 5. Tsunami Tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah laut karena pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunungapi, dan jatuhnya meteor. Tsunami dapat bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan dapat mencapai daratan dengan ketinggian gelombang hingga 30 meter. Tsunami sangat berpotensi bahaya meskipun tsunami ini tidak terlalu merusak garis pantai. Gempa yang disebabkan pergerakan dasar laut atau pergeseran lempeng yang paling sering menimbulkan tsunami. Pada tahun 2006 Indonesia mengalami tsunami dahsyat setelah gempabumi berskala 8.9 SR terjadi di sekitar Aceh.



10



Area yang memiliki risiko tinggi jika gempa bumi besar atau tanah longsor terjadi dekat pantai gelombang pertama dalam seri bisa mencapai pantai dalam beberapa menit, bahkan sebelum peringatan dikeluarkan. Area berada pada risiko yang lebih besar jika berlokasi kurang dari 25 meter di atas permukaan laut dan dalam beberapa meter dari garis pantai. Apa yang dilakukan sebelum dan pada saat terjadi tsunami a. Nyalakan radio untuk mengetahui apakah tsunami terjadi setelah adanya gempabumi di sekitar wilayah pantai. b. Cepat bergerak ke arah daratan yang lebih tinggi dan tinggal di sana sementara waktu. c. Jauhi pantai. Jangan pernah menuju ke pantai untuk melihat datangnya tsunami. Apabila Anda dapat melihat gelombang, anda berada terlalu dekat. Segera menjauh. d. Waspada- apabila terjadi air surut, jauhi pinggir pantai. Ini merupakan salah satu peringatan tsunami dan harus diperhatikan. a. b. c. d.



Skenario latihan kesiapsiagaan Kebijakan pemerintah dalam menghadapi bencana Mekanisme koordinasi dalam kesiapsiagaan Pengertian tanggap darurat



G. Latihan Skenario Kesiapsiagaan



11



12



H. Kebijakan Pemerintah Dalam Menghadapi Bencana Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat aktivitas yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Semua aktivitas



tersebut



dilaksanakan



dalam



rangkaian



kerja



holistik-



berkesinambunga dengan kerangka menyukseskan pembangunan. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam definisi diatas tidak memasukkan kegiatan rekonstruksi. Namun pada prinsipnya upaya penanggulangan bencana mengacu pada siklus menejemen bencana yang memuat upaya mitigasi, emergensi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.



13



Kebijakan ini telah lama ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat dan stakeholder yang berkepentingan dalam urusan kebencanaan, terkait Indonesia belum mempunyai undang-undang tentang kebencanaan. Sangat riskan kiranya dilihat dengan mempertimbangkan kondisi geografi, geologi, dan demografi Indonesia yang rawan bencana, mulai dari bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin rebut, kebakaran hutan. Bahkan bencana sosial seperti konflik antar komunitas sebagai dampak negatif dari keberagaman adat, budaya, agama, disparitas pendapatan ekonomi, dan sebagainya. Kebijakan penanggulangan bencana ini termasuk dalam model kebijakan imperatif. Kebijakan imperatif adalah kebijakan sosial terpusat, yakni seluruh tujuan-tujuan sosial, jenis, sumber, dan jumlah pelayanan sosial, seluruhnya telah ditentukan. Seringkali pemerintah di negara-negara berkembang memilih kebijakan imperatif dimana peran perencanaan pembangunan sebagian besar dilaksanakan oleh pemerintah. Berdasarkan keajegan dan keberlanjutannya, kebijakan penanggulangan bencana termasuk dalam model residual. Menurut model residual, kebijakan sosial hanya diperlukan apabila lembaga-lembaga alamiah, yang karena suatu sebab (misalnya keluarga kehilangan pencari nafkah karena meninggal dunia) tidak dapat menjalankan peranannya. Pelayanan sosial yang diberikan biasanya bersifat temporer, dalam arti segera dihentikan manakala lembaga tersebut berfungsi kembali. Namun, dalam kebijakan tersebut memiliki variable institusional atau berkesinambungan. Hal tersebut terdapat dalam upaya



mitigasi



bencana



yang



menekankan



pencegahan dan kesiapsiagaan bencana, meliputi: a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan



14



pada



kegiatan-kegiatan



h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Tahap ini di lanjutkan ketika terjadi pada tahap tanggap darurat ketika terjadi bencana meliputi pengerahan segala sumber daya untuk korban bencana. Dilanjutkan pada tahap setelah terjadinya bencana yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersifat pemulihan dan pembangungan kembali fasilitas-fasilitas sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat. Jika tahap setelah terjadi bencana, kegiatan yang diharapkan terus dilakukan adalah dengan meningkatkan kesiapsiagaan dan pencegahan dampak/risiko bencana. Melalui pelatihan dan simulasi tindakan ketika terjadi bencana pada lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan, pemerintahan, dan sebagainya. Aktivitas tersebut bertujuan untuk menyadarkan masyarakat untuk mengetahui tentang kebencanaan (awernes) dan pengorganisasian masyarakat dalam kerangka advokasi. Memang kebijakan ini disiapkan untuk menangani bencana dengan segala perangkatnya secara holistik dan berkesinambungan. Tujuan Dalam UU No. 24 Tahun 2007, tujuan yang dirumuskan adalah: 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 3. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; 4. menghargai budaya lokal; 5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; 6. mendorong



semangat



gotong



royong,



kesetiakawanan,



dan



kedermawanan; dan 7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana dilakukan dalam



tahap-tahap



mitigasi



dan



kesiapsiagaan



bencana



untuk



mengurangi risiko bencana. Aktivitas yang dilakukan antara lain pengkajian dan risiko dan kerentanan, penanggulangan dampak risiko



15



bencana, pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan bencana. Upaya ini termasuk dalam kebijakan pencegahan terhadap risiko bencana. Kebijakan dan Peraturan Kesehatan terkait Bencana di Indonesia: 



UU No. 4 Tahun 1984 ttg Wabah Penyakit Menular







UU No. 24 Tahun 2007 ttg Penanggulangan Bencana







Permenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 ttg Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB







SK Menkes No. 145/Menkes/SK/I/2007 ttg Pedoman Penanggulangan Bencana bidang Kesehatan







SK Menkes No. 1105/Menkes/SK/IX/2007 ttg Pedoman Penanganan Medis Korban Massal Akibat Bencana Kimia



I. Mekanisme koordinasi dalam kesiapsiagaan Salah satu kecepatan penyelenggaraan operasi Penanggulangan Bencana (response time), BPBD Kabupaten Kuningan menyelenggarakan siaga penanggulangan bencana yang meliputi kesiagaan pada 5 (lima) komponen utama penanggulangan bencana, antara lain : 1. Kesiapan manajemen operasi penanggulangan bencana, 2. Kesiapan fasilitas penanggulangan bencana, 3. Kesiapan komunikasi penanggulangan bencana, 4. Kesiapan pertolongan darurat penanggulangan bencana, 5. Dokumentasi. Dalam



penyelenggaraan



operasi



BPBD



Kabupaten



Kuningan



menyelenggarakan siaga penanggulangan bencana, ada 5 komponen kesiapsiagaan



penanggulangan



bencana



yang



yang



harus



dibangun



kemampuannya, agar pelayanan jasa penanggulangan bencana dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain: 1. Organisasi, merupakan struktur organisasi penanggulangan bencana, meliputi aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan bencana.



16



Tahap



tindak



awal



(initial



action



stage)



Adalah tahap seleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan. Berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan darurat saat itu diklasifikasikan sebagai: 2. Komunikasi, sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya bencana, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi penanggulangan bencana. 3. Fasilitas, adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung



lainnya



yang



dapat



digunakan



dalam



operasi/misi



penanggulangan bencana. 4. Pertolongan Darurat, adalah kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 5. Dokumentasi, berupa pendataan laporan, analisa serta data kemampuan operasi penangulangan bencana guna kepentingan misi penanggulangan bencana yang akan datang. Ada tiga aspek mendasar dalam manajemen bencana, yaitu 



Respons terhadap bencana







Kesiapsiagaan menghadapi bencana







Minimisasi (mitigasi) efek bencana



Ketiga aspek manajemen bencana tersebut bersesuaian dengan fasefase dalam “Siklus bencana” Tindakan pascabencana meliputi tanggapan atau respons, rehabilitasi, dan rekonstruksi atau



pembangunan



kembali.Periode



rekonstruksi



memberikan suatu kesempatan untuk menerapkan program mitigasi bencana sektor kesehatan dan untuk memulai atau menggalakkan program kesiapsiagaan menghadapi bencana. Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap di tempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi



17



korban



bencana



sehingga



dapat



mempermudah



langkah-langkah



pemulihan dan rehabilitasi layanan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktivitas lintassektor yang berkelanjutan.Kegiatan itu membentuk suatu bagian yang tak terpisahkan dalam system nasional yang bertanggung jawab untuk mengembangkan perencanaan dan program pengelolaan bencana. Tugas sistem kesiapsiagaan: 



Mengevaluasi risiko yang ada pada suatu negara / daerah tertentu terhadap bencana







Menjalankan standar dan peraturan







Mengatur sistem komunikasi, informasi dan peringatan







Menjamin mekanisme koordinasi dan tanggapan







Menjalankan langkah-langkah untuk memastikan bahwa sumber daya keuangan dan sumber daya lain yang tersedia untuk meningkatkan kesiapan dan dapat dimobilisasikan saat situasi bencana







Mengembangkan program pendidikan masyarakat







Mengoordinasi penyampaian informasi pada media massa







Mengorganisasi latihan simulasi bencana yang dapat menguji mekanisme respons / tanggapan



Persiapan rencana bencana 1.



Identifikasi segala kemungkinan kondisi kesehatan berdasarkan hasil analisis bahaya dan kerentanan, dan gunakan pengetahuan ini sebagai dasar untuk menciptakan sebuah rencana bencana



2.



Buat daftar semua kejadian dan kebutuhan kesehatan yang mungkin muncul akibat kondisi yang berbeda. Perencanaan harus diarahkan ke tujuan yang spesifik dan realistis



3.



Rencanakan gambaran utama respons atau tanggung jawab administrasi



4.



Bagilah rencana dalam unit-unit mandiri sesuai yang diperlukan



5.



Sebarluaskan rencana. Orang yang berperan dalam rencana bencana harus sangat memahami rencana itu



18



6.



Adakan latihan untuk menguji rencana secara berkala. Rencana tidak realistis jika tidak diuji



7.



Masukkan sistem untuk peringatan dan informasi dini sehingga masyarakat dapat melaksanakan langkah-langkah perlindungan diri / mencari penampungan sementara jika perlu mengungsi



8.



Susun suatu paket informasi dasar, misalnya GIS, demografi, epidemiologi



Program kesehatan teknis Saat terjadi bencana, sektor kesehatan bertanggung jawab untuk merawat korban, melakukan surveilans epidemiologi dan pengendalian penyakit, sanitasi dasar dan rekayasa sanitasi, mengawasi pelayanan kesehatan di lokasi pengungsian dan penampungan sementara, pelatihan, sumber daya dan logistik. Tanggung jawab sektor kesehatan pascabencana praktis mencakup semua aspek operasi normal pra-bencana.Kesiapsiagaan harus ditujukan pada semua kegiatan kesehatan dan sektor lainnya dan tidak bisa dibatasi pada aspek pengelolaan korban massal dan layanan kegawatdaruratan saja. 1. Penanganan korban Rencana bencana pra-rumah sakit terfokus pada pencarian dan penyelamatan korban yg memerlukan personil medis spesialis atau peralatannya. Aktivitas lain pra-RS: pertolongan pertama di lokasi bencana, pemberian penanganan segera, dan proses triase (triage). Rencana bencana RS mengacu pada organisasi yang ada di dalam RS yang terfokus pada: pengembangan rencana kedaruratan, pelatihan, informasi, keselamatan pasien dan personil RS, pengungsian, ketersediaan obat dan peralatan medis, dan sistem cadangan untuk komunikasi, listrik, air, dan transportasi Triage ditujukan untuk “cenderung melakukan yang baik untuk jumlah besar”. Korban-korban dipilih agar segera bisa ditolong sesuai dengan kebutuhannya.Prioritas harus diberikan kepada korban yang terancam kehidupannya dan yang mempunyai kemungkinan besar untuk bertahan bila segera ditolong.



19



4 Kategori Triage (Singapore) 



Prioritas I : Korban cedera serius/berat (label merah) dengan problem kehidupan terancam memerlukan perhatian segera. Jangan dipindahkan.







Prioritas



II



:



Korban



cedera



sedang



(label



kuning)



membutuhkan pertolongan cukup segera. Jangan dipindahkan. 



Prioritas III : Korban ringan (label hijau). Cedera ringan saja. Bisa dipindahkan.







Prioritas IV : Korban meninggal (label hitam).



2. Identifikasi jenazah Identifikasi jenazah memerlukan koordinasi dengan bagian kedokteran



forensik.



Diperlukan



pengembangan



prosedur



identifikasi dan pengawetan jenazah, surat keterangan kematian, dan transportasi 3. Surveilans epidemiologi dan pengendalian penyakit Tipe bencana menentukan derajat kesakitan dan kematian di suatu populasi. Diperlukan pengembangan dalam hal: daftar potensial penyakit yang terkait dengan tipe bencana, sistem pengumpulan data, program untuk pengendalian vektor, penyakit diare dan masalah gizi. Kecelakaan terkait teknologi memerlukan sistem surveilans khusus. 4. Sanitasi dasar dan rekayasa sanitasi Mencakup: sistem penyediaan air dan pengelolaan air limbah, pengelolaan sampah, pengelolaan makanan, pengendalian vektor, dan sanitasi rumah. Pengembangan rencana untuk memastikan bahwa layanan vital tersebut tidak terputus saat bencana 5. Manajemen kesehatan di pengungsian Pengembangan penampungan



program



sementara,



kesehatan



termasuk



dasar



sistem



bagi



tempat



surveilans



dan



pengendalian penyakit menular dan sistem surveilans gizi,



20



Imunisasi dasar bagi anak balita, Pendidikan kesehatan dasar bagi penghuni perkampungan sementara. 6. Pelatihan personil kesehatan Meliputi: Pelatihan khusus dalam pertolongan pertama, metode SAR,



higiene



masyarakat



untuk



populasi



yang



berisiko;



Pengembangan kurikulum; Penelitian selama fase bencana untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap perbaikan program pengelolaan bencana atau untuk menandai dampak suatu bencana terhadap kesehatan masyarakat 7. Sumber daya dan logistik Sektor kesehatan hrs memiliki anggaran untuk aktivitas kesiapsiagaan dan respons terhadap bencana. Pemeliharaan stok obat, bahan makanan, dll 8. Latihan simulasi Simulasi merupakan cara untuk menjaga agar rencana tetap sesuai dengan keadaan, khususnya selama periode panjang saat kondisi kedaruratan tidak terjadi. Teknik simulasi meliputi: 



Latihan simulasi “desktop”, menggunakan skenario di atas kertas atau komputer untuk meningkatkan koordinasi dan informasi, serta menguji proses pembuatan keputusan







Latihan lapangan, menguji secara nyata pelaksanaan suatu rencana bencana







Latihan “Drill”, dirancang untuk menanamkan keahlian khusus pada pelaksana teknis (SAR, ambulans, damkar)



J. Pengertian tanggap darurat Menurut pasal 1 angka 10 UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,



perlindungan,



pengurusan 21



pengungsi,



penyelamatan,



serta



pemulihan prasarana dan sarana. Tahapan keadaan darurat bencana meliputi siaga darurat, tanggap darurat dan transisi ke pemulihan. V. Referensi A.W. Copburn dkk. 1994. Mitigasi Bencana untuk Program Pelatihan Manajemen Bencana. UNDP BNPB.



Pengetahuan



Bencana.



http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-



bencana/siaga-bencana# diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.30 Kesiapsiagaan



Bencana.



http://bpbd.rejanglebongkab.go.id/kesiapsiagaan-



bencana/ diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.50 Kepmenkes No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan Siklus



Manajemen



Bencana.



https://bakauhijau.wordpress.com/2011/11/26/siklus-manajemenbencana/ diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.35 Mitigasi



Bencana



Alam.



https://skepticalinquirer.wordpress.com/2015/05/14/mitigasi-bencanaalam-adaptasi-bencana/ diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.40 Mitigasi



Bencana



dalam



Sektor



Kesehatan.



https://fadhilhayat.wordpress.com/2010/10/08/mitigasi-bencana-dalamsektor-kesehatan/diakses pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 09.45 Pancawati, Heni, Manajemen Bencana (Disaster Mangement), Purwokerto. KOMPLEET 2006 (materi seminar) PP NO 64 tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana Di Wilayah Pesisir Dan PulauPulau Kecil UU NO 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana



VI. Soal 1. Dibawah ini merupakan tahap-tahap dalam upaya untuk menangani suatu bencana, kecuali... a. Penanganan darurat b. Pemulihan (recovery) c. Pencegahan (prevension) 22



d. Penanganan kesehatan e. Mitigasi 2. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Pengertian mitigasi tersebut terdapat dalam.. a. UU no. 24 tahun 2007 b. UU no. 42 tahun 2007 c. UU no. 02 tahun 2007 d. UU no. 20 tahun 2007 e. UU no. 12 tahun 2007 3. Identifikasi RS prioritas dan fasilitas kesehatan yang penting yang akan menjalani survey progresif dan penyesuaian kembali sehingga dapat sesuai dengan standar dan aturan bangunan yang berlaku, merupakansalah satu teknik mitigasi dalam sektor... a. Kesehatan lingkungan b. Persediaan air bersih c. Kesehatan d. Sosial ekonomi e. Pendidikan 4. Berikut ini merupakan faktor ketentanan yang sesuai dengan pengertiannya, kecuali.. a. Ekonomi > kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya b. Lingkungan > kekuatan bangunan struktur terhadap ancaman bencana c. Sosial > kondisi demografi terhadap ancaman bencana d. Fisik .> kekuatan bangunan struktur terhadap ancaman bencana e. Lingkungan > tingkat ketersediaan kelangkaan 5. Kegiatan dalam komponen kesehatan yaitu, kecuali... a. penilaian resiko (risk assessment) b. manajemen darurat (response mechanism) c. manajemen informasi (information system) d. kerjasama (teamwork) e. perencanaan siaga (contingencyplanning) 6. Yang harus dilakukan :  Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana 



Geologi Persiapkan masker dan kacamata pelindung untuk antisipasidebu







vulkanik Mempersiapkan skenario evakuasi lain apabila dampak letusan meluas di luar prediksi ahli 23



Tindakan diatas termasuk kesiapsiagaan bencana... a. banjir b. tsunami c. tanah longsor d. gempa bumi e. gunung meletus 7. Dalam skenario bencana terdapat kerusakan medium. Yang termasuk dalam hal kondisi fisik yaitu : a. Bangunan terendam dan banjir b. Bangunan kotor c. Sampah berserakan d. Genteng jatuh e. Pohon kering 8. Dibawah ini yang termasuk teknik-teknik simulasi ialah.. (A) 1) Latihan simulasi 2) Latihan “Drill” 3) Latihan lapangan 4) Latihan evakuasi 9. Kebijakan dan Peraturan Kesehatan terkait Bencana di Indonesia, kecuali… a. UU No. 4 Tahun 1984 ttg Wabah Penyakit Menular b. UU No. 27 Tahun 2007 ttg Penanggulangan Bencana c. Permenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 ttg Pedoman d.



Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB SK Menkes No. 145/Menkes/SK/I/2007 ttg Pedoman Penanggulangan



e.



Bencana bidang Kesehatan SK Menkes No. 1105/Menkes/SK/IX/2007 ttg Pedoman Penanganan



Medis Korban Massal Akibat Bencana Kimia 10. Yang termasuk kategori triage adalah a. Prioritas III : Korban cedera serius/berat (label merah) dengan problem kehidupan terancam memerlukan perhatian segera. Jangan dipindahkan. b. Prioritas II membutuhkan



:



Korban



cedera



pertolongan



sedang



cukup



(label segera.



kuning) Jangan



dipindahkan. c. Prioritas I : Korban ringan (label hijau). Cedera ringan saja. Bisa dipindahkan. d. Prioritas I : Korban meninggal (label hitam). e. Prioritas V : Korban Sehat



24



11. Terdapat dalam pasal berapa pernyataan berikut : Penanggulangan Bencana, tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. a. UU nomor 28 tahun 2007 b. UU nomor 24 tahun 2007 c. UU nomor 27 tahun 2007 d. UU nomor 20 tahun 2007 e. UU nomor 29 tahun 2007 12. Upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana merupakan salah satu tahap dari proses penanganan bencana yaitu: a. Penanganan darurat b. Pemulihan (recovery) c. Pencegahan (prevension) d. Penanganan kesehatan e. Mitigasi 13. Dibawah ini yang termasuk kegiatan mitigasi adalah.... (E) 1) Pengenalan dan pemantauan risiko bencana; 2) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; 3) Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana; 4) Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; 14. Berikut ini adalah pernyataan yang benar mengenai faktor-faktor kerentanan : a. Fisik : kekuatan tubuh individu terhadap ancaman bencana b. Sosial: kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat) terhadap ancaman bencana.



25



c. Ekonomi : kemampuan finansial pemerintah dalam menghadapi ancaman di wilayahnya. d. Lingkungan



:



Tingkat



ketersediaan/kelangkaan



sumberdaya



manusia dan kerusakan lingkungan yang terjadi. 15. Dibawah ini yang bukan merupakan cara mengecek potensi bahaya dari gempa bumi di rumah adalah.. a. Lekatkan lemari secara aman pada dinding. b. Tempatkan barang besar dan berat ada bagian bawah lemari. c. Letakkan barang pecah belah pada bagian yang lebih tinggi dan di bagian terbuka. d. Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari tempat tidur, sofa, atau pun tempat di mana orang duduk. e. Perbaiki apabila terjadi kerusakan pada jaringan listrik atau gas. 16. Yang harus dilakukan sebelum terjadinya gunung meletus antara lain adalah : (A) a. Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait dengan perkembangan aktivitas gunung api. b. Persiapkan



masker



dan



kacamata



pelindung



untuk



mengantisipasi debu vulkanik. c. Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah disiapkan oleh pihak berwenang. d. Mempersiapkan pemberitahuan masal kepada warga tentang bahaya yang memunculkan kepanikan. 17. Menurut UU No. 24 Tahun 2004, Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna merupakan pengertian dari.. a. Mitigasi b. Kesiapsiagaan c. Tanggap Bencana d. Antisipasi e. Simulasi



26



18. Dibawah ini termasuk dari pengertian Penanganan Darurat, yaitu.. a. Upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. b. Suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. c. Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. d. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. e. Persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. 19. Pada seorang korban bencana yang mengalami perdarahan eksternal dan trauma pada kepala dengan pupil anisokor, korban harus segera di stabilisasi, untuk itu korban diberi tanda bendera warna… a. Kuning b. Hitam c. Merah d. Hijau e. Biru 20. Pada kejadian bencana dengan korban masal sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mecakup korban yang mengalami; Fraktur minor atau luka bakar minor. Maka pada kelompok korban ini diberi tanda (bendera): a. Kuning b. Hitam c. Merah d. Hijau e. Biru



27