Kriminologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS TAKE HOME EXAM (THE) SEMESTER 2021/22.2 (2022.1) Nama Mahasiswa



: KIFANI JATTING PALEWO



Nomor Induk Mahasiswa/NIM



: 041878852



Tanggal Lahir



: 06 DESEMBER 1998



Kode/Nama Mata Kuliah



: HKUM 4205 / KRIMINOLOGI



Kode/Nama Program Studi



: 311 / ILMU HUKUM



Kode/Nama UPBJJ



: 80 / MAKASSAR



Hari/Tanggal UAS THE



: SABTU / 18 JUNI 2022



Tanda Tangan Peserta Ujian



Petunjuk 1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini. 2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik. 3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan. 4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TERBUKA



BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA



Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa



: KIFANI JATTING PALEWO



NIM



: 041878852



Kode/Nama Mata Kuliah



: HKUM 4205 / KRIMINOLOGI



Fakultas



: HUKUM



Program Studi



: ILMU HUKUM



UPBJJ-UT



: 80 / MAKASSAR



1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id. 2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun. 3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian UAS THE. 4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan saya). 5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka. 6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka. Makassar, 18 Juni 2022 Yang Membuat Pernyataan



KIFANI JATTING PALEWO



1. 1. Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek tentang kejahatan. Kata kriminologi berasal dari bahasa Latin, yaitu gabungan crimen yang artinya kejahatan dan logos yang artinya ilmu. Mempelajari kriminologi kita bisa mengenali berbagai faktor penyebab timbulnya kejahatan. Maka dari itu, kriminologi memiliki hubungan dengan ilmuilmu lainnya mulai dari sosiologi, psikologi, psikiatri, ekonomi, sejarah, biologi, geografi, antropologi, filsafat, politik, hukum, dan bahkan ilmu jurnalistik. Kriminologi dapat didefinisikan sebagai studi sistematis tentang sifat, jenis, penyebab, dan pengendalian dari perilaku kejahatan, penyimpangan, kenakalan, serta pelanggaran hukum. Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian ini membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan kebijakan dalam sistem peradilan pidana. Edwin Sutherland, dalam Principles of Criminology (terbit pertama kali tahun 1934) menjelaskan kriminologi mempelajari tiga hal, meliputi sebab kejahatan (etiologi kejahatan), pembentukan hukum (sosiologi hukum), serta pengendalian, pencegahan dan perlakuan terhadap pelanggar hukum (penologi).  2. Kriminologi selaian dipengaruhio oleh ilmu sosiologi, kriminologi juga berakar pada sejumlah disiplin ilmu lain, seperti antropologi, biologi, ekonomi, geografi, sejarah, filsafat, ilmu politik, psikiatri, dan psikologi. Masing-masing disiplin mengembangkan pemikiran, sudut pandang, serta metode yang berbeda untuk mempelajari dan menganalisis penyebab kejahatan dengan berbagai implikasi kebijakan. Kriminologi adalah disiplin ilmu yang sangat elastis, bukan karena corak multidisiplinnya saja, tetapi juga karena kejahatan dapat terwujud dalam konteks sosial dan hukum yang berbeda, di masing-masing tempat dan waktu yang berlainan.  3. Menurut saya kriminologi berdasrakan namanya ialah ilmu pengetahuan yang membahas dan mempelajari tentang kejahatan. Ilmu pengetahuan ini bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan yang seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni) disamping teori kriminologi praktis. Menurut Bonger 1934 membagi kriminologi menjadi dua bagian yaitu Kriminologi murni dan Kriminologi terapan. Krminologi murni menurut Bonger 1934 : 1.  Antropologi criminal, merupakan ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatios), dan ilmu ini memberikan suatu jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa, misalnya apakah ada hubungan antara suku Bangsa dengan kejahatan. 2.  Sosiologi criminal, ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat, pokok utama ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat. 3.  Psikhologi criminal, ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya 4.  Psikhopatologi dan neuropatologi criminal, yaitu suatu ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf 5.  Penology yaitu tentang berkembangnya hukuman dalam hukum pidana.



Kriminologi terapan menurut Bonger 1934 : 1.  Criminal hygiene yakni usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang sistem jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan. 2. politik criminal, usaha untuk menanggulangi kejahatan dimana suatu kejahatabn telah terjadi. Dalam hal ini dilihat bagaimana seseorang melakukan kejahata. Jadi tidak sematamata penjatuhan sanksi. 3. kriminalistik (police scientific) merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyelidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan. 2. 1. Analisis risiko menjadi penting dalam memahami hubungan antara pelaku dan



korban dalam terjadinyasuatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnyayang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban. Analisis risiko juga penting dalam hal memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinyasuatu kejahatan. Dalam penilaian risiko dapat digambarkan hubungan antara korban dan gaya hidupnyayang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban. Namun masalahnya adalah tidak semua pihak yang terviktimisasi menyadari bahwa mereka sebenarnya merupakan korban dari suatu kejahatan. Mengapa analisis ini penting? Karena ini merupakan sarana penanggulangan kejahatan atau pengantisipasian pengembangan kriminalitas dalam masyarakat hal ini juga termasuk dalam salah satu proses kebijakan publik. 2. Karena adanya Fear Of Crime dari anggota masyarakat, penilaian dipengaruhi oleh kedua jenis informasi yang didapat oleh individu. Tetapi dalam peran dari pengaruh pengalaman tidak langsung tentang kejahatan juga menonjol dalam pembentukan fear of crime. Hal ini juga penting dalam memahami hubungan antara pelaku dan korban dalam terjadinya suatu kejahatan. Dapat digambarkan bahwa hubungan antara korban dan gaya hidupnya yang akhirnya membawa pelaku kejahatan kepada korban. Dalam hal ini penilaian resiko bukan dimaksud untuk menyalahkan korban karena turut bertanggung jawab terjadinya kejahatan atas dirinya. 3. Penilaian ini diambil bukan untuk menyalahkan korban karena turut bertanggung jawab atas terjadinya kejahatan atas dirinya. Korban tidak dapat bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku. Pelaku tidak boleh melakukan kejahatan walaupun disaat-saat situasi rawan. 4. Pengaruh atas Fear Of Crime ialah membuat orang membatasi aktivitasnya terhadap masyarakat. Pembatasan aktivitas ini diakibatkan oleh Fear Of Crime ini lebih jelas lagi diungkap oleh survei yang sama.



3. 1. aliran klasik adalah label umum untuk pemikir tentang kejahatan dan hukuman di abad ke-



19 dan awal ke-18. Anggota yang paling menonjol dari para pemikir ini termasuk Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham. Kedua pemikir memiliki ide yang sama, bahwa perilaku kriminal berasal dari sifat manusia sebagai makhluk rasional dan hedonistik. Hedonis, karena orang cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Sementara rasional, mampu menghitung kelebihan dan kekurangan dari tindakan itu sendiri, menurut sekolah klasik, seorang individu tidak hanya seorang hedonis, tetapi juga rasional, dan oleh karena itu selalu menghitung kelebihan dan kekurangan dari setiap tindakan, termasuk apakah ia telah melakukan kejahatan. Kemampuan ini memberi mereka kebebasan dalam memilih tindakan yang akan diambil baik untuk melakukan kejahatan atau tidak. Sementara itu, Jeremy Bentham melihat awal yang baru, bersifat utilitarian, yang menyatakan bahwa suatu tindakan tidak dinilai oleh keberlanjutan absolut yang tidak rasional, tetapi melalui prinsip-prinsip yang dapat diukur. Bentham mengatakan bahwa hukum pidana tidak boleh digunakan sebagai sarana balas dendam tetapi untuk mencegah kejahatan. 2. Intelectualisme dan rationalism dari the social contract writers yang dicetuskan ole Thomas Hobbes, John Locke, Montersquieu, Voltaire dan Roousseau yaitu adanya state of nature, atau keadaan alamiah. Seseorang memiliki hak dalam menentukan hidupnya, termasuk dalam usaha dalam bertahan hidup. Akan tetapi pada mahzab klasik terdapat pihak gereja yang tetap mengutamakan moral dalam bertahan hidup, termasuk dalam melakukan sebuah kejahatan. Akan tetapi kekuasaan raja mengikat semua aturan-aturan dalam kehidupan seseorang, adanya hukum untuk setiap perbuatan yang tidak sesuai pada tempatnya atau kejahatan. 3. Aliran klasik yang dibangun oleh Beccaria membentangkan akhir dari zaman sistem pemerintahan kuno sekaligus juga menyusun rencana untuk zaman yang akan datang. Beccaria yang berhasil menyusun suatu konsep hukum kriminal yang lengkap yang lahir dari buah pikiran liberalisme yang sedang berkembang. Beccaria dipengaruhi oleh mazhab hukum alam yang berkembang pada masa itu yang mencari dasar pemidanaan dalam pengertian hukum yang berlaku umum. Negara adalah suatu penjelmaan kehendak manusia yang telah menjadi dasar pembenaran dari pemidanaan pada kehendak individu. Hugo de Groot yang menggunakan penjelasan tentang sebab akibat menyatakan bahwa seorang pelaku itu harus dipandang sebagai layak untuk menerima akibat dari perbuatannya telah melihat pada kehendak alam. Para pengikut mahzab hukum alam, kemudian mencari dasar pembenaran dari suatu pidana pada asas-asas hukum yang berlaku umum. Thomas Hobbes sebagai pendukung utilitarian berpandangan bahwa hukum adalah perintah penguasa. Oleh karenanya, hukum alam berupa keadilan, kesetaraan, kerendahan hati, tanpa paksaan dari penguasa, menyebabkan tidak adanya keteraturan. Hukum yang dibuat oleh penguasa adalah aturan perundangan yang berkaitan dengan pertimbangan manfaat kedamaian dan keamanan publik. Beccaria mencari dasar pembenarannya pada kehendak yang bebas warga negara, yakni yang telah mengorbankan sebagian kecil dari kebebasannya kepada negara, agar mereka dengan memperoleh perlindungan dari negara dapat menikmati sebagian besar dari kebebasan-kebebasannya. Inilah yang mendasari terbentuknya Undang-Undang Perancis yang identik dengan administrative and legal criminologi.



4. Aliran kritis juga dikenal dengan istilah “Critical Criminology” atau “kriminologi baru”. Aliran kritis sesungguhnya memusatkan perhatian pada kritik tentang kami terhadap intervensi kekuasaan dalam menentukan suatu perbuatan sebagai kejahatan. Itulah sebabnya, aliran ini menggugat eksistensi hukum pidana. Pendukung aliran menganggap bahwa pihak-pihak yang membuat hukum pidana hanyalah sekelompok kecil dari anggota masyarakat yang kebetulan memiliki kekuasaan untuk membuat dan membentuk hukum pidana tersebut. Jadi, hal yang dikatakan sebagai kejahatan dalam hukum pidana dapat saja dianggap oleh masyarakat (umum) sebagai hal yang bukan tindak kejahatan (tidak jahat). Dan tentunya, hal tersebut terjadi jika persepsi para pembuat hukum pidana berbeda dengan persepsi luas pada umumnya. Pendekatan yang cukup dominan dalam aliran yang kritis ini adalah pendekatan konflik (Romli Atmasista, 2011:72). Pendekatan ini beranggapan bahwa hukum dibuat dan ditegakkan bukan untuk melindungi masyarakat tetapi untuk nilai dan kepentingan kelompok yang berkuasa. Dengan demikian, pendekatan konflik memusatkan perhatiannya pada masalah kekuasaan dalam pendefinisian kejahatan. Pendekatan konflik beranggapan bahwa orang-orang dalam suatu masyarakat mempunyai tingkat kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi pembuatan dan penegakan hukum. Pada umumnya, orang-orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan yang lebih besar akan mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk menentukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai dan kepentingan mereka sebagai kejahatan. Pada saat yang sama , mereka juga memiliki kemampuan untuk menghindari pendefinisian perbuatan mereka sebagai kejahatan, walaupun perbuatan mereka tersebut bertentangan dengan nilai dan kepentingan orang atau pihak lain yang tentunya memiliki kekuasaan yang lebih rendah. Pendekatan konflik dengan demikian menghendaki suatu suatu hukum yang bersifat emansipatif atau hukum yang melindungi masyarakat sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat kelas bawah.



4. 1. Hal ini terjadi dikarenakan anggota kelompok yang secara sosial dan ekonomi kurang beruntung, lebih mungkin untuk melakukan kejahatan, dan mereka melihat adanya pencabutan hak ekonomi dan sosial sebagai penyebab dasar dari kejahatan. Selain itu, kemiskinan, kurangnya pendidikan, tidak adanya keterampilan yang dapat dijual, dan nilainilai subkultur yang mendukung untuk tindak kejahatan semuanya dianggap didasarkan pada kondisi sosial di sekitar, dan keseluruhannya menjadi dasar-dasar kausal dari teori struktur social. Pengaruh dari lingkungan, sosialisasi, dan pola perilaku yang diterima, keseluruhannya digunakan oleh teori struktur sosial untuk menggambarkan penjahat sebagai produk atau hasil dari lingkungan sosialnya. Meskipun kriminalitas diakui sebagai suatu bentuk perilaku yang diperoleh dari lingkungan sosial, hal itu digambarkan sebagai hasil akhir dari ketidaksetaraan sosial, rasisme, dan respon karena kehilangan hak dalam pengaturan sosial. Demikian pula struktur sosial, sejauh tidak adil dan relatif tidak dapat diubah, diyakini dapat melanggengkan kondisi yang menyebabkan kejahatan. Akibatnya, dilihat dari perspektif struktur sosial, kejahatan sebagian besar dilihat sebagai fenomena kelas bawah, sedangkan untuk kelas menengah dan atas umumnya diabaikan sebagai suatu hal yang kurang serius dan kurang berbahaya.



2. Menurut saya jenis kejahatan seperti ini dapat terjadi dan dilakukan diberbagai kalangan status social. Berbeda dengan kejahatan yang sering disebut dengan White Collar Crime yang diartikan sebagai kejahatan korporasi. Kejahatan ini hanya bisa dilakukan oleh kalangan social yang tinggi. Timbulnya berbagai masalah sosial seperti perampokan, pelacuran, dan lain- lain. Oleh karena dampak yang dirasakan cukup besar maka perlu ada upaya untuk meratakan penyebaran penduduk di tiap-tiap daerah. 3. Kejahatan kerah putih White Collar Crime adalah istilah temuan Hazel Croal untuk menyebut berbagai tindak kejahatan di lembaga pemerintahan yang terjadi, baik secara struktural yang melibatkan sekelompok orang maupun secara individu. Hazel Croal mendefinisikan kejahatan kerah putih sebagai penyalahgunaan jabatan yang legitim sebagaimana telah ditetapkan oleh hukum. Umumnya, skandal kejahatan kerah putih sulit dilacak karena dilakukan pejabat yang punya kuasa untuk memproduksi hukum dan membuat berbagai keputusan vital. Kejahatan kerah putih terjadi dalam lingkungan tertutup, yang memungkinkan terjadinya sistem patronase. Kejahatan kerah putih sungguh memasung dan membodohi rakyat. Rakyat yang tidak melek politik akhirnya pasrah, tetapi kepasrahan ini justru kian membuat para pejabat menggagahinya. White Collar Crime yang dikemukakan adalah untuk menunjukkan tipe pelaku kejahatan yang berasal dari kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur pekerjaannya. Kejahatan yang dilakukan dalam konsep White Collar Crime tidak didasarkan pada bentuk tindakan yang merugikan namun lebih mengutamakan pada ciri pelakunya yang berbeda. 4. Kekerasan berumah tangga terjadi diakibatkan karena adanya beberapa factor yaitu  faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi. 



Faktor individu perempuan, jika dilihat dari bentuk pengesahan perkawinan, seperti melalui kawin siri, secara agama, adat, kontrak, atau lainnya perempuan yang menikah secara siri, kontrak, dan lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang menikah secara resmi diakui negara melalui catatan sipil atau KUA. Selain itu, faktor seringnya bertengkar dengan suami, perempuan dengan faktor ini beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, dibandingkan yang jarang bertengkar dengan suami/pasangan. Perempuan yang sering menyerang suami/pasangan terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah menyerang suami/pasangan lebih dahulu.  Faktor pasangan, perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang suaminya tidak mempunyai istri/pasangan lain. Begitu juga dengan perempuan yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh. Disamping itu, ada pula perempuan yang memiliki suami menggangur beresiko 1,36 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang pasangannya bekerja/tidak menganggur. Faktor suami yang pernah minum miras, perempuan dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak pernah minum miras. Begitu juga dengan



perempuan yang memiliki suami suka mabuk minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah mabuk. Perempuan dengan suami  pengguna narkotika beresiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah menggunakan narkotika. Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika tercatat 45,1% mengalami kekerasan fisik, 35,6% mengalami kekerasan seksual, 54,7% mengalami kekerasan fisikdan/seksual, 59,3% mengalami kekerasan ekonomi, 61,3% mengalami kekerasan emosional/psikis, dan yang paling tinggi yaitu 74,8% mengalami kekerasan pembatasan aktivitas. Selain itu faktor suami yang pernah berkelahi fisik dengan orang lain, perempuan dengan suami kondisi ini beresiko 1,87 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah berkelahi fisik.  Faktor ekonomi, perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan yang semakin rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan. Perempuan yang berasal dari rumahtangga pada kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan aspek pendidikan. Hal ini paling tidak diindikasikan oleh pekerjaan pelaku yang sebagian besar adalah buruh, dimana kita tahu bahwa tingkat upah buruh di Indonesia masih tergolong rendah dan hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan rumahtangga.  Faktor sosial budaya, seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang mengancam. Perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran ini memiliki risiko 1,68 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan, dibandingkan mereka yang tidak merasa khawatir. Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perdesaan