Kti 2015185 Yovienandacfa KKPMT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TINJAUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS TIPE II PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR TAHUN 2017



KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Studi Diploma III Rekam Medis dan Informasi Kesehatan APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA



Disusun Oleh : YOVIE NANDA CATUR FENNESIA APRILLYANI 2015185



AKADEMI PEREKAM MEDIK DAN INFORMATIKA KESEHATAN APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA 2018



i



Direktur APIKES Citra Medika Surakarta



ii



iii



PERSEMBAHAN



Alhamdulillahhirobbilalamiin puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan ridhoNYA saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak lupa Sholawat serta salam saya curahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. Tiada kata terindah selain syukur atas segala nikmat selama proses penyusunan KTI ini. Dengan penuh syukur ijinkan saya mempersembahkan Karya Tulis Ilmiah ini untuk : 1. ALLAH SWT Sang Maha Sutradara Hidup, yang telah menjadi tempat mengadu dikala semua terasa berat dan sempit yang selalu memberikan pertolongan dan jalan selama proses penyusunan KTI ini. 2. Kedua malaikat surgaku Bapak Dalung Cahyono dan Ibu Nanik Sismiyati yang yovie cintai selalu, terimakasih atas dukungan moril dan materilnya hingga yovie dapat menyelesaikan KTI ini. 3. Bapak Wahono S.Kom., M.Kes dan Ibu Warsi Maryati S.KM., MPH terimakasih atas bimbingannya, tuntunannya, bantuannya, ilmunya dan terimakasih atas nasehat dan kesabaran nya selama menjadi pembimbing KTI yovie. 4. Terimakasih untuk my support system Mbak Diyana Ekawati, Mbak Yenny Pratikna Dewi, Mas Adhi Putra Fajar Pamungkas, Mas Eko Darmono (Monot), Mas Nyoto Purnomo. Terimakasih mas, mbak selama ini tidak pernah lelah menasehati yovie dikala down, terimakasih sudah menemani selalu. 5. Kakak Calista, dek Azzam, dek Yasmine, dan dek Najwa terimakasih keponakan yang selalu tante sayangi, penghibur dikala tante capek saat dirumah. 6. Ibu Ratini Setyowati, S.Pd., MA simbok tercinta terimakasih atas dukungan, wejangan-wejangan, dan arahannya selama ini. Mrs. Evi Murti Wardhani terimakasih atas semangat dan nasehatnya Mrs.



iv



7. Sahabat dan saudaraku IKM Keramat (Nita, Kinanthi, Anin, Mas rio, Marlinaw, Shofiyatunah, Pamela, Wiwid, Aulia, Opy, ibuk Kartini, dan nadintyya) Terimakasih sudah menjadi bagian dari cerita hidupku selama ini. 8. Kakak dan keluargaku IKM 1617 (Terkhusus mas Aris Ocktavian Wannay, mas Bayu Murti Ganung Purnomosidhi, dan mbak Ria Rachmawati) terimakasih atas nasehat, semangat dan motivasinya selama ini. Serta adikadikku IKM 1718 terimakasih selalu atas kebersamaannya selama ini. Dan adik-adik IKM 18/19 semangat dan sukses selalu. 9. Teman-temanku di MR.D anak dari Bapak Sri Widodo S.Kom., MM Angkatan 2015 (Hawinesa, Mas Eka, Evita, Ersa, dll), teman-teman seperjuangan Coding MR.D, dan teman-teman sebimbingan Bu Warsi dan Pak Wahono terimakasih atas bantuannya kalian luar biasa. 10. Sahabatku Diana Damayanti, Riska Nugrahani, Putri Kusuma, Silva Apriani, Febri Istiqomah R, Shinta Aulia terimakasih kalian adalah orang-orang terhebat yang ada di hidupku selama ini. dan Adikku dek Amidha Aprilia, dek Jalu Andika terimakasih kalian yang selalu memberi semangat. 11. Kos Together To Jannah (Kak Ana, kak maey, Dek yuni, Dek Dhini, Dek Saadah, Pamela) Terimakasih sudah menjadi keluarga saya selama di Solo, trimakasih atas semangat dan kebaikannya selama ini, sudah memberi tumpangan laptop utnuk mengerjakan KTI. Pamela terimakasih selalu untuk bantuannya dan terimakasih sudah menemani selama ini. 12. Untukmu yang selalu kurapalkan dalam setiap do‟a-do‟a ku.



v



MOTTO



1. Fainna ma‟al usri yusro (Maka sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan) 2. Be a girl with a mind, a woman with atitude, and a lady with class. 3. La tahzan innallaha ma‟anna (Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita) 4. Bila kamu tak tahan penatnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan ~ Imam Asy-Syafi‟i 5. Sejatine wong urip kui urup 6. Don’t lose hope, when you’re down to nothing. God is up to something



vi



vii



KATA PENGANTAR



Segala puji hanya bagi Allah SWT, tiada kata yang dapat penulis ucapkan untuk mengawali selain ungkapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kekuatan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017.” Adapun maksud dan tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III Perekam Medis Dan Informatika Kesehatan (APIKES) Citra Medika Surakarta. Keberhasilan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak yang telah membimbing dan membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.



Tominanto, S.Kom., M.Cs selaku Direktur Apikes Citra Medika Surakarta.



2.



dr. Aditya Nurcahyanto selaku Direktur Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar yang telah mengizinkan penulis untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.



3.



Wahono, S.KM., M.Kes selaku pembimbing I Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan secara materi kepada penulis.



4.



Warsi Maryati, S.KM., MPH selaku pembimbing II Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan bimbingan secara teknis juga materi kepada penulis. viii



5.



Dyah Rochani, A.Md. RMIK selaku Kepala Bagian Rekam Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.



6.



Seluruh staff dan karyawan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar yang telah memberikan informasi selama proses penelitian.



7.



Kedua Orangtua yaitu bapak dan ibu yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.



8.



Bapak dan Ibu dosen APIKES Citra Medika Surakarta yang telah memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada penulis.



9.



Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya karya tulis ilmiah in. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh



dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penuli harapkan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya kepada pembaca pada umumnya.



Surakarta,



Penulis



ix



2018



ABSTRAK YOVIE NANDA CATUR FENNESIA APRILLYANI TINJAUAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS TIPE II PADA DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR TAHUN 2017 Keakuratan kode berperan sangat penting terhadap analisis pembiayaan, pelaporan morbiditas dan mortalitas serta yang lainnya. Berdasarkan survei awal tingkat ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II mencapai 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan retrospektif. Sampel 83 kasus diabetes mellitus tipe II dengan teknik sampel simple random sampling. Instrumen penelitian berupa ICD-10, Checklist, pedoman observasi dan wawancara. Pengolahan data dengan collecting, editing, coding, data entry, tabulasi, dan penyajian data. Analisis dilakukan secara deskriptif. Persentase ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II sebesar 27.71%, dimana dibagi menjadi 2 yaitu tidak akurat karena tidak dikode sebesar 56.53% dan tidak akurat karena salah dalam penulisan kode sebesar 43.47%. Belum ada SPO pencatatan diagnosis, prosedur kodefikasi sudah sesuai dengan SPO dan faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis yaitu tenaga medis (dokter), pendidikan petugas coding, dan kelengkapan informasi medis berupa tidak terisinya lembar resume dan tidak lengkapnya lembar penunjang. Kesimpulan belum ada SPO Pencatatan diagnosis, prosedur kodefikasi sudah sesuai dengan SPO. Penulis menyarankan sebaiknya lebih ditekankan lagi kepada dokter untuk memperjelas penulian diagnosa pada berkas rekam medis, sebaiknya petugas lebih berhati-hati dan teliti lagi pada saat proses pengkodean penyakit, sebaiknya pihak rumah sakit memberikan ijin belajar kepada petugas coder nonDIII Rekam Medis untuk melanjutkan pendidikan, Sebaiknya bagian assembling lebih berhati-hati dan teliti pada saat melakukan analisis kuantitatif. Kata kunci



: Keakuratan Kode, Diabetes Mellitus tipe II, ICD-10



Kepustakaan : 21 (2006-2014)



x



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................ i PERSETUJUAN..................................................................................................... ii PENGESAHAN .................................................................................................... iii PERSEMBAHAN.................................................................................................. iv MOTTO................................................................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii ABSTRAK .............................................................................................................. x DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................5 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................5 D. Manfaat Penelitian .....................................................................................6 E. Lingkup Penelitian .....................................................................................7



xi



F. Keaslian Penelitian.....................................................................................8 G. Sistematika Penulisan ..............................................................................12 BAB II LANDASAN TEORI A. Rekam Medis ...........................................................................................14 B. ICD-10 .....................................................................................................19 C. Coding ......................................................................................................34 D. Kode Diabetes Mellitus Pada ICD-10......................................................49 E. Diabetes mellitus ......................................................................................57 F. Kerangka Teori ........................................................................................70 G. Kerangka Konsep .....................................................................................71 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...............................................................73 B. Variabel Penelitian ...................................................................................73 C. Definisi Operasional Variabel..................................................................74 D. Populasi dan Sampel ................................................................................75 E. Pengumpulan Data ...................................................................................77 F. Pengolahan Data ......................................................................................80 G. Analisis Data ............................................................................................82



xii



BAB IV HASIL A. Gambaran Umum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .....83 B. Prosedur Pencatatan Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017. ............................................85 C. Prosedur Kodefikasi Diabetes Mellitus tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017. ........................................................................89 D. Keakuratan Kode Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .............................................................................................93 E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keakuratan dan Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .............................................................................................98 BAB V PEMBAHASAN A. Prosedur Pencatatan Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-20 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .................................103 B. Prosedur Kodefikasi Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .............................................104 xiii



C. Keakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar .................................105 D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keakuratan Dan ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar ................................................................106 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................110 B. Saran ......................................................................................................112 DAFTAR ISI LAMPIRAN



xiv



DAFTAR TABEL



Tabel 1.1



Daftar 10 besar Penyakit……….………………………………….4



Tabel 1.2



Keaslian Karya Tulis Ilmiah….……………………………...…....8



Tabel 2.1



Bab ICD-10………….……….…………………………………..22



Tabel 2.2



Kadar Glukosa Darah…...…….…………………………….……60



Tabel 3.1



Definisi Operasional Variabel………….…………………...........73



Tabel 4.1



Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017…………………........94



Tabel 4.3



Kualifikasi



Pendidikan



Coder



di



Rumah



Sakit



PKU



Muhammadiyah Karanganyar………………………..…...…....100 Tabel 4.4



Masa kerja Coder di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar…………………….......……………………….......100



xv



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1



Kategori 3 Karakter……………………………......…………… 23



Gambar 2.2



Kategori 4 Karakter………………………………….........……. 24



Gambar 2.3



Kerangka Teori…………………………………………….…… 70



Gambar 2.4



Kerangka Konsep………………………………………….....…. 71



Gambar 4.1



Presentase Keakuratan dan Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017……...................................................................................... 93



Gambar 4.2



Presentase Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017……………………….......................................................... 94



xvi



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1



Pedoman Observasi



Lampiran 2



Pedoman Wawancara



Lampiran 3



Pedoman dan Hasil Wawancara (Kepala Rekam Medis)



Lampiran 4



Pedoman dan Hasil Wawancara (Coder)



Lampiran 5



Tabel kerja Keakuratan Kode Diagnosis Dokumen RekamMedis



Lampiran 6



Checklist Keakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasakan ICD-210 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017



Lampiran 7



Surat Selesai Penelitian



Lampiran 8



Surat Persetujuan Menjadi Responden (Kepala Rekam Medis)



Lampiran 9



Surat Persetujuan Menjadi Responden (Coder)



Lampiran 10 SPO Coding Lampiran 11 SPO Kewenangan Pengisisan Berkas Rekam Medis Lampiran 12 Lembar konsultasi Karya Tulis Ilmiah



xvii



DAFTAR SINGKATAN



A



: Akurat



ADA



: American Diabetes Melitus Association



APIKES



: Akademi Perekam Medik dan Informatika Kesehatan



CPPT



: Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi



CPO



: Catatan Pemberian Obat



Depkes



: Departemen Kesehatan



Dkk



: dan kawan-kawan



DLL



: Dan Lain-lain



DPP



: Dipeptidyl Peptidase



DMTI



: Diabetes Mellitus Tergantung Insulin



DMTTI



: Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin



HIV



: Human Immunodeficiency Virus



ICD



: International Statistical Classification Of Disease And Related Health Problem



ICD-9-CM



: International Classification of Diseases 9th Revision Clinical Modification



IDDM



: Insulin Dependent Diabetes Mellitus



INA-CBG‟s



: Indonesia Case Base Groups



IPP



: Instalasi Pemeriksaan Penunjang



MenKes



: Menteri Kesehatan



NEC



: Not Elsewhere Classified



NIDDM



: No Insulin Dependent Diabetes Mellitus xviii



NOS



: Not Otherwise Specified



OHO



: Obat Hipoglikemi Oral



Permenkes



: Peraturan Menteri Kesehatan



Pusdatin



: Pusat Data Dan Informasi



RMK



: Resume Masuk Keluar



RI



: Republik Indonesia



RISKESDAS



: Riset Kesehatan Dasar



SPO



: Standar Prosedur Operasional



TA



: Tidak Akurat



TPPRJ



: Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan



TPPRI



: Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap



TTGO



: Tes Toleransi Glukosa Oral



URI



: Unit Rawat Inap



UGD



: Unit Gawat Darurat



xix



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Seiring perkembangan jaman setiap rumah sakit harus siap menerima perkembangan teknologi dan informasi. Rumah Sakit merupakan salah satu instansi yang mampu memberikan jasa pelayanan kesehatan dan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan cepat dan tepat kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 ayat 1 tentang rumah sakit, rumah sakit merupakan



intitusi



pelayanan



kesehatan



yang



menyelenggarakan



pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit memiliki pengaruh terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan dilakukan dengan cara memberikan pelyanan yang baik dan cepat kepada masyarakat. Pelayanan atau kegiatan rumah sakit seperti kegiatan pengobatan dan perawatan harus didokumentasikan ke dalam rekam medis (medical record). Berdasarkan Permenkes RI No. 269/Menkes/Per/2008 tentang Rekam Medis, rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemerikasaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pada instalasi rekam



1



2



medis terdapat beberapa bagian, salah satunya bagian yang berkaitan dengan pengkodean diagnosis yaitu bagian coding. Coding merupakan salah satu bagian di instalasi rekam medis yang berkaitan dengan pengkodean diagnosis dimana pengkodean dilakukan oleh seorang petugas yaitu coder. Tugas coder yaitu memberikan kode pada



setiap



diagnosis



maupun



tindakan



telah



diberikan



pada



pasienjberdasarkan ICD-10 maupun ICD-9CM. Coder juga bertanggung jawab atas keakuratan kode diagnosis dan tindakan yang diberikan kepada pasien. Mengkode diagnosis merupakan tugas seorang petugas coder biasanya coder



menggunakan



standar



klasifikasi



International



Statistical



Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revision (ICD-10) sehingga kode yang dihasilkan tepat dan akurat. Isi dokumen rekam medis antara lain tercantum diagnosis utama penyakit pasien serta tindakan yang dilakukan oleh dokter apabila tindakan tersebut diperlukan. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada



penyajian



informasi



untuk



menunjang fungsi



perencanaan,



manajemen dan riset bidang kesehatan. (Depkes RI, 2006). Pentingnya keakuratan kode diagnosis akan mempengaruhi data dan informasi laporan, ketepatan tarif INA-CBG‟s yang pada saat ini digunakan sebagai metode pembayaran untuk pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Nasional. Keakuratan kode diagnosis berperan penting terhadap analisis



3



pembiayaan pelayanan kesehatan, pelaporan data morbiditas dan mortalitas, pengambilan kebijakan serta menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan. Diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh selsel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagain non insulin dependent diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan atau gangguan fungsi insulin (sekresi insulin). Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2014 jumlah penderita diabetes mellitus telah meningkat dari 108 juta penderita di tahun 1980 menjadi 422 juta penderita pada tahuan 2014. Prevalensi global diabetes mellitus di kalangan orang dewasa diatas usia 18 tahun telah meningkat dari 4.7% pada tahun 1980 menjadi 8.5% di tahun 2014. Pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 1.6 juta kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes mellitus, sedangkan 2.2 juta kematian lainnya disebabkan oleh gula darah tinggi pada tahun 2012. Di Indonesia berdasarkan Pusat Data Dan Informasi (PUSDATIN) Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 6.9% atau sekitar 12 juta penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Pada Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) tahun 2013 dari 6.9% penderita diabetes mellitus yang



4



didapatkan, 30.4% yang telah terdiagnosis sebelumnya dan 60.6% tidak terdiagnosis sebelumnya. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar penyakit diabetes mellitus tipe II menempati urutan ke-6 pada daftar 10 besar penyakit dengan jumlah pasien sebesar 493. Berikut merupakan tabel daftar 10 besar penyakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar periode Januari 2017 : Tabel 1.1 Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Periode Januari 2017 No 1. 2. 3.



Nama Penyakit



Dyspepsia Thypoid Fever Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin 4. Essential (Primary) hypertension 5. Mild and moderate birth asphyxia 6. DM TIPE II 7. Gastritis Unspecified 8. Cerebral Infarction 9. Congestive heart failure 10. Anemia, unspecified Sumber : Laporan Bulanan Rumah Karanganyar



Kode ICD K30 A01.0 A09



Jumlah Pasien 1.109 935 657



I10



605



P21.1



500



E11.9 K29.7 I63.9 I50.0 D64.9 Sakit PKU



493 482 464 464 440 Muhammadiyah



Berdasarkan hasil analisis 10 dokumen rekam medis pasien rawat inap diagnosis diabetes mellitus tipe II, dari 10 sampel dokumen rekam medis terdapat 5 dokumen tidak akurat dan sejumlah 5 dokumen rekam medis akurat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis



5



Penyakit diabetes mellitus tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017”.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah “bagaimana keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017?”



C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui keakuratan kode diagnosis penyakit diabetes mellitus Tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui prosedur pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. b. Mengetahui prosedur kodefikasi diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.



6



c. Mengetahui keakuratan kode diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan dan ketidakakuratan kode diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.



D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Manfaat penelitian ini bagi rumah sakit adalah sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan di bagian unit rekam medis khususnya di bagian coding mengenai penerapan prosedur kodefikasi, dan mengenai kekuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II agar menghasilkan kode yang tepat dan akurat. 2. Bagi Institusi Manfaat penelitian ini bagi institusi adalah sebagai bahan referensi kepustakaan yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Penulis Manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu guna menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan acuan referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya sesuai dengan materi yang bersangkutan dengan mengetahui keakuratan kode diagnosis diabetes



7



mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap berdasarkan



ICD-10



di



Rumah



Sakit



PKU



Muhammadiyah



Karanganyar 2017.



E. Lingkup Penelitian 1. Lingkup Keilmuan Lingkup Keilmuan dalam penelitian ini adalah sub bidang rekam medis dan informasi kesehatan 2. Lingkup Materi Lingkup Materi dalan penelitian ini adalah klasifikasi dan kodefikasi penyakit. 3. Lingkup Lokasi Lingkup lokasi penelitian ini adalah pada Sub bagian Rekam Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar 4. Lingkup Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospective serta pengambilan data dengan metode observasi dan wawancara. 5. Lingkup Objek Objek penelitian ini adalah Standar Prosedur Operasional (SPO) rumah sakit dan dokumen pasien rawat inap diagnosis diabeets mellitus tipe II.



8



F. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang “Tinjauan keakuratan Kode Diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat



inap berdasarkan



ICD-10 di



Rumah Sakit PKU



Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017” belum pernah dilakukan oleh orang lain. Penulis mengambil beberapa contoh KTI sebagai bahan acuan untuk membuktikan keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis. Contoh-contoh KTI yang penulis ambil sebagai bahan acuan antara lain sebagai berikut : Tabel 1.2 Keaslian Penelitian No



Judul Penelitian



1.



Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis utama kasus Gastroenteriti s Acute Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap



Peneliti



Susi Susanti (2014) APIKES Citra Medika



Tempat Penelitian



Variabel yang diteliti



Metode Penelitia n Metode yang digunaka n adalah metode observasi dan wawanca ra.



Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen



1. Diagnos a Utama Gastroen teritis Acute 2. Kode Diagnosi s kasus Gastroen teritis Acute 3. Akurasi Kode Diagnosi s gastroen teritis acute Dilanjutkan…



9



Lanjutan tabel 1.2..... Judul No Penelitian 2.



3.



Tinjauan Keakuratan Penetapan Kode Diagnosis Utama Berdasarkan Spesifikasi Penulisan Diagnosa UtamaPada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama Thypoid Feverberdasar kan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011



Peneliti



Tempat Penelitian



Variabel yang diteliti



Dika Bayu Setianto (2012) Universit as Dian Nuswant oro (UDINU S)



Rumah Sakit permata Medika Semarang



1. Diagnos a Utama 2. Kode Diagnos a Utama 3. Persenta se spesifik asi diagnos a utama.



Septina Sukoharjo Multisari , Sri Sugiarsi, Nurifa‟at ul Masudah Awallah (2012) Apikes Mitra Husada Karanga nyar



1. Diagnos a utama Thypoid Fever 2. Kode diagnosi s utama kasus Thypoid Fever 3. Akurasi kode diagnosi s Thypoid Fever



Metode Penelitia n Metode yang digunaka n adalah metode observasi , dengan pendekat an cross sectional .



Metode yang digumak an adalah metode observasi dan wawanca ra dengan pendekat an retrospek tif.



Deskripsi singkat dari ketiga karya tulis ilmiah : 1. Susi Susanti (2014) APIKES Citra Medika penelitian ini dengan judul “Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis utama kasus Gastroenteritis



10



Acute Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen Tahun 2014”. Hasil penelitian Susanti adalah akurasi kode diagnosis utama kasus gastroenteritis acute pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Amal Sehat Sragen tahun 2014 menunjukkan keakuratan sebanyak 63 dokumen atau 52,5% dan ketidakakuratan sebanyak 57 dokumen atau 47,5%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Susanti adalah terdapat pada jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan jenis penelitian deskriptif dan terdapat pada variabel yang diteliti yaitu keakuratan kode diagnosis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian susanti adalah penelitian susanti melakukan kodefikasi pada kasus gastroenteritis acute sedangkan pada peneliti dilakukan pada kasus diabtets mellitus tipe II. 2. D ika Bayu Setianto (2012) penelitian ini dengan judul “Tinjauan Keakuratan



Penetapan



Kode



Diagnosis



Utama



Berdasarkan



Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama Pada Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Permata Medika Semarang”. Hasil Penelitian Setianto adalah diketahui bahwa kode diagnosa utama yang akurat 71,7% dokumen rekam medis rawat inap, sedangkan untuk penulisan diagnosa utama yang spesifik 70,7% dokumen, dan akurasi kode penyakit pada diagnosis utama yang tidak spesifik sebanyak 72,42% dokumen rekam medis rawat inap. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Setianto adalah sama-sama



11



menggunakan jenis penelitian deskriptif dan terdapat pada variabel yang diteliti yaitu keakuratan kode diagnosis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Setianto terdapat pada metode penelitian yang digunakan, pada penelitian Setianto menggunakan metode pendekatan cross sectional sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan retrospektif. 3. Septina Multisari, Sri Sugiarsi, dan Nurifa‟atul Masudah Awallah (2012), dengan judul “Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama Thypoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011”. Hasil penelitian Multisari, Sugiarsi, dan Awallah adalah pelaksanaan kodefikasi diagnosis utama thypoid fever telah sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang didukung dengan kebijakan ICD-10. Keakuratan kode diagnosis utama thypoid fever 78 (97.44`%) dokumen rekam medis dan jumlah ketidakauratan kode sebesar 2 (2.56%) dokumn rekam medis. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Multisari, Sugiarsi, dan Awallah



adalah samaa-sama



menggunakan jenis penelitian deskriptif, variabel yang diteliti juga pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan retrospektif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitiana Multisari, Sugiarsi, dan Awallah adalah terdapat pada kasus yang diteliti yaitu kasus thypoid fever sedangkan pada penelitian ini adalah kasus diabetes mellitus tipe II.



12



G. Sistematika Penulisan Sistem penelitian karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut : BAB I



: PENDAHULUAN Bab ini terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, ruang lingkup penelitian, keaslian penelitian dan sistematis penulisan



BAB II



: LANDASAN TEORI Bab ini terdapat pengertian rekam medis, tujuan dan kegunaan rekam medis, tujuan dan kegunaan rekam medis, pengertian, tujuan dan manfaat Standar Prosedur Operasional (SPO), Pengertian dan Tujuan ICD-10, Struktur ICD -10, Kerangka teori dan Kerangka konsep.



BAB III



: METODE PENELITIAN Pada bab III berisi tentang jenis dan rancangan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan



sampel,



instrumen



penelitian,



sumber



data,



pengolahan data, analisa data dan interpretasi data. BAB IV



: HASIL Pada bab IV berisi hasil tentang gambaran umum rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganayar, prosedur pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II, Prosedur kodefikasi diabetes mellitus tipe II, keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II berdasarkan ICD-10,



13



faktor-faktor



yang



mempengaruhi



keakuratan



kode



diagnosis diabetes mellitus tipe II. BAB V



: PEMBAHASAN Pada bab V berisi hasil tentang gambaran umum rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganayar, prosedur pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II, Prosedur kodefikasi diabetes mellitus tipe II, keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II berdasarkan ICD-10, faktor-faktor



yang



mempengaruhi



keakuratan



kode



diagnosis diabetes mellitus tipe II. BAB VI



: PENUTUP Pada bab VI berisi tentang kesimpulan dan saran menggambarkan jawaban terhadap tujuan penelitian dan saran berdasarkan hasil penelitian



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



BAB II LANDASAN TEORI



A. Rekam Medis 1.



Pengertian Rekam Medis Pengertian rekam medis menurut beberapa sumber antara lain : a. Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes No. 55 Tahun 2013). b. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap (Permenkes RI 269/Menkes/Per/III/2008). c. Rekam medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan, dan bagaimana pelayanan yang diperoleh seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan (Edna K. Huffman dalam Firdaus 2012).



2.



Tujuan Rekam Medis Rekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di



14



15



rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, tidak akan tercipta tertib administrasi rumah sakit sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2006) a. Kegunaan Rekam Medis Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain (Depkes RI, 2006) : 1) Aspek Administrasi Di dalam berkas rekam medis terdapat nilai administrasi, karena isi dari berkas rekam medis trsebut menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. 2) Aspek Medis Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena catatan tersebut dipergunakan sebagai perencanaan pengobatan atau perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen resiko klinis serta keamanan atau keselamatan pasien dan kendali biaya.



16



3) Aspek Hukum Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepada kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha meningkatkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan. 4) Aspek Keuangan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek keuangan. 5) Aspek Penelitian Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya



dengan data atau informasi yang akan dipergunakan



sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. 6) Aspek Pendidikan Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.



17



7) Aspek Dokumentasi Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya



menyangkut



sumber



ingatan



yang



harus



didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit. 3.



Bagian Rekam Medis Struktur sistem rekam medis terdiri dari 2 bagian pokok yaitu bagian pencatatan atau penangkapan data dan bagian pengolahan data. Rekam medis dapat terselenggara apabila pencatatan dan pengolahan data rekam medis dapat dilaksanakan dengan baik, lengkap, akurat dan tepat waktu. Bagian penangkapan data atau pencatatan data tersebut meliputi : a. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas pasien rawat jalan. b. Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap (TPPRI) Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi identitas pasien yang akan dirawat dan yang sedang dirawat. c. Unit Rawat Jalan (URJ) Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi medis serta keperawatan pasien rawat jalan.



18



d. Unit Rawat Inap (URI) Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan pelayanan medis pasien yang dirawat inap. e. Unit Gawat Darurat (UGD) Bagian ini bertanggung jawab terhadap data dan informasi pasien tentang perawatan pasien gawat darurat. f. Instalasai Pemeriksaan Penunjang (IPP) Bagian ini bertanggung jawab terhdap data dan informasi hasil pemeriksaan penunjang. Adapun tempat pengelolaan data rekam medis sampai menjadi informasi atau laporan adalah : 1) Fungsi Assembling Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengendalian nomor rekam medis 2) Fungsi Coding dan Indexing Bagian ini bertanggung jawab terhadap penelitian dan penulisan kode International Classification Of Disease (ICD), indeks penyakit, indeks operasi, indeks kematian dan indeks dokter. 3) Fungsi Assembling dan Reporting Bagian ini bertanggung jawab terhadap tinjauan data dan informasi rekam medis yang sudah terkumpul untuk diolah menjadi laporan atu informasi yang dibutuhkan oleh manajemen rumah sakit.



19



4) Fungsi Filing Bagian ini bertanggung jawab terhadap penyimpanan, retensi dan pemusnahan dokumen rekam medis.



B. ICD-10 1. Pengertian ICD-10 International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revision (ICD 10) contains guidelines for recording and coding, together with much new material on practical aspectsof the classification’s use, as well as an outline of the historical background to the classification adalah daftar eksklusif (alfanumerik) kode yang digunakan untuk mengklasifikasikan penyaki, kondisi, berbagai tanda-tanda, gejala, keluhan dan penyebab eksternal dari cidera atau penyakit (WHO, 2004:1) 2. Tujuan ICD-10 Tujuan dari ICD adalah untuk memungkinkan analisis rekaman yang sistematis,



interpretasi



dan perbandingan mortalitas dan



morbiditas data yang dikumpulkan di berbagai negara atau daerah dan pada waktu yang berbeda. ICD digunakan untuk menterjemahkan diagnosa penyakit dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata ke dalam kode alfanumerik, yang memungkinkan penyimpanan yang mudah, pengambilan dan analisis data.



20



ICD dalam pengimplementasiannya telah menjadi klasifikasi diagnostik standar internasional untuk semua tujuan manajemen kesehatan. Ini termasuk analisis kesehatan umum kelompok populasi dan pemantauan kejadian dan prevalensi penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam kaitannya dengan variabel lain, seperti karakteristik dan keadaan dari individu yang terkena. ICD dapat digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit dan masalah kesehatan lainnya direkam pada banyak jenis kesehatan dan catatan penting.Penggunaan aslinya adalah untuk mengklasifikasikan penyebab



kematian



yang tercatat



pada



pendaftaran



kematian.



Kemudian, ruang lingkup diperluas untuk menyertakan diagnosis morbiditas. Hal ini penting untuk dicatat. ICD dirancang untuk klasifikasi penyakit dan cedera dengan diagnosis resmi tidak setiap masalah atau alasan untuk datang ke dalam kontak dengan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan dengan cara ini. Akibatnya ICD menyediakan untuk berbagai tanda-tanda, symtoms, temuan abnormal, keluhan, dan keadaan sosial yang dapat berdiri dari diagnosis catatan terkait dengan kesehatan (lihat Volume 1, Bab XVIII dan XXI) sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan data yang tercatat di bawah judul seperti "diagnosis", "alasan untuk masuk", "kondisi diperlakukan" dan "alasan untuk konsultasi", yang muncul di berbagai catatan kesehatan dari mana statistik dan lainnya situasi kesehatan infromation berasal (WHO 2004: 2).



21



Menurut ICD 10 vol 2 terbitan WHO (2004 : 3) ICD 10 memiliki tujuan dibawah ini : a.



Untuk menterjemahkan diagnosis dokter ke dalam kode yang berupa alfa numerik.



b.



Memudahkan penyimpanan, pencarian data dari sebuah penyakit.



c.



Membandingkan data morbiditas antar rumah sakit wilayah dan negara.



3. Struktur ICD-10 a.



Volume ICD-10 Menurut ICD-10 Vol 2 terbitan WHO (2001:21), ICD-10 terdiri dari 3 volume yaitu : 1) Volume 1 adalah daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dan penyakit dan kelompok penyakit beserta catatan inclusion dan exclusion dan beberapa cara pemberian kode. 2) Volume



2



berisi



pengenalan



dan



petunjuk



bagaimana



menggunakan volume 1 dan 3, petunjuk membuat sertifikat dan aturan-aturan



kode



mortalitas,



petunjuk



mencatatat



dan



mengkode kode mortalitas. 3) Volume 3 berupa index abjad dari daftar tabulasi volume 1, dan terdiri dari : a) Pendahuluan, menerangkan kegunaan indeks secara umum. b) Bagian I adalah daftar istilah abjad yang berhubungan dengan penyakit, sifat cidera akibat kontak dengan



22



pelayanan kesehatan dan faktor yang mempengaruhi seseorang sehat. c) Bagian II adalah daftar abjad sebab luar cedera morbiditas dan mortalitas. d) Bagian III adalah susunan abjad obat-obatan dan bahan kimia. 4. Bab-bab dalam ICD-10 Tabel 2.1 Rincian Bab ICD Revisi-10 Bab Penyakit Kode I Penyakit parasitdan infeksi tertentu A00 – B99 II Neoplasma C00 –D48 Penyakit darah dan organ pembentuk darah III dan kelainan tertentu yangmelibatkan D50 – D89 mekanisme imun IV Penyakit endokrin nutrisi dan perilaku E00 – E90 V Gangguan mental dan perilaku F00 – F99 VI Penyakit sistem syaraf G00 – G99 VII Penyakit mata dan adneksa mata H00 – H59 VIII Penyakit telinga dan prosessus mastoideus H60 – H95 IX Penyakit sistem sirkulasi I00 - I99 X Penyakit sistem napas J00 – J99 XI Penyakit sistem cerna K00 – K93 XII Penyakit kulit dan jaringan subkutan L00 – L99 Penyakit sistem muskuloskeletal dan jaringan XIII M00 – M99 penunjang XIV Penyakit sistem kemih N00 – N99 XV Kehamilan, kelahiran, dan nifas O00 – O99 Kondisi tertentu yang bermula dari masa XVI P00 – P96 perinatal perkembangan Malformasi, deformasi, dan kelainan XVII Q00 – Q99 kromosom kongenital perkembangan Gejala, tanda dan temuan klinis & XVIII R00 – R99 laboratorium abnormal Cedera, kercaunan dan akibat lain tertentu dari Dilanjutkan… XIX S00 – T98 penyebab eksternal XX



Penyebab luar morbiditas dan mortalitas



V01 – Y98



23



XXI



Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan kontak dengan pelayanan kesehatan



Z00 – Z99



XXII



Kode untuk tujuan khusus



U00 – U99



5. Alfanumerik Alfanumerik merupakan kombinasi angka dan huruf 6. Blok Kategori Blok kategori terdapat pada setiap bab dibagi dalam beberapa blok, dimana setiap blok kemudian dibagi dalam 3, 4 dan 5 kategori. 7. Kategori 3 karakter Karakter pertama dari kode adalah karakter abjad yang diikuti oleh 2 angka. Struktur 3 kategori adalah : A



09



Karakter pertama A s.d Z diikuti 2 angka Gambar 1.1 Kategori 3 karakter (WHO, 2004) 8. Kategori 4 karakter Tidak untuk dilaporkan pada tingkat internasional tetapi penggunaan karakter ke 4 sampai sub kategori (karakter-5)



24



A



00



.



0



Karakter pertama A s.d Z diikuti 2 angka titik/poin terakhir angka lain Gambar 1.2 kategori 4 karakter (WHO, 2004) 9. Konvensi dan Tanda Baca ICD-10 Menurut Rahayu (2013 : 1-11) daftar tabulasi ICD-10 (Jilid I) memuat penggunaan singkatan tertentu, memberi tanda baca, simbol dan istilah yang harus dimengerti dengan jelas. Sehingga harus merujuk pada pemberian kode konvensi dan tanda baca yang meliputi : a.



Inclusion Term Kategori 3 karakter maupun 4 karakter biasanya terdiri dari beberapa diagnosis yang diketahui dan inclusion terms selain sebagai tambahan pada judul, seperti pernyataan diagnosis yang diklasifikasikan di dalamnya. Hal ini menunjuk baik pada kondisi yang berbeda maupun sama, yang tidak dimasukkan dalam sub klasifikasi. Inclusion terms merupakan petunjuk pada isi rubik, karena banyak hal dalam daftar berhubungan dengan terminologi penting dalam rubik. Ini termasuk kondisi yang digaris bawahi atau batas tempat yang berbeda antara satu sub kategori dengan yang lain.



25



Daftar inclusion terms tidak mempunyai arti yang lengkap maupun alternatif nama diagnosis yang dimasukkan dalam indeks alphabet, sehingga harus dililit kembali dalam diagnosis pertama. Kadang-kadang perlu membaca inclusion terms dalam judul. Hal ini biasanya menunjuk pada daftar yang terperinci tentang tempat atau produk farmasi pada judul yang sesuai dengan katakata dalam judul. Contoh : a. Malignant neoplasma of…. b. Injury to … c. Poisoning by … d. Perlu dimengerti Gambaran diagnosis secara umum dimasukkan dalam kategori/ sub kategori dalam kategori 3 karakter yang ditemukan dalam includes mengikuti chapter, block/ judul kategori b. Exclusion Terms Beberapa daftar kondisi rubik mencantumkan excludes. Meskipun beberapa rubik disarankan dalam klasifikasi ini, tetapi pada faktanya diklasifikasikan di tempat lain, contoh : A46, Erysipelas. Postpartum/puerperal erysipelas tidak termasuk dalam kode ini exclusion secara umum dalam jangkauan kategori dalam



26



kategori 3 karakter dicantumkan excluded di awal chapter, block, atau category title. c. Glossary Description Sebagai tambahan untuk inclusion terms, chapter V Mental and Behavioural Disorder, digunakan glossary description untuk menunjukkan isi rubik, kelengkapan ini digunakan untuk terminology mental disoerder di berbagai Negara dengan nama yang sama untuk menggambarkan kondisi yang tidak terlalu berbeda. Glossary ini tidak ditujukan bagi staf pemberi kode. Hal yang sama juga berlaku bagi definisi lain dalam ICD-10. Contoh : Chapter XXI untuk menjelaskan isi rubik. d. Two Codes For Certain Condition (Sistem Sangkur dan Bintang) Pada ICD-9 diperkenalkan suatu sistem, yang dilanjutkan dalam ICD-10, dimana terdapat 2 kode untuk diagnosis yang berisi informasi tentang sebab sakit dan manifestasinya pada organ atau tempat lain yang mempunyai masalah klinis. Kode utama untuk sebab sakit diberi tanda sangkur (†), kode tambahan untuk manifestasi diberi tanda bintang (*).Perjanjian ini diadakan karena kode untuk sebab akibat saja kadang tidak memuaskan bagi kelengkapan statistik untuk spesialis tertentu yang ingin mengklasifikasi kondisi yang sesuai dengan chapter untuk manifestasinya sebagai alasan dalam perawatan.



27



Sistem sangkur dan bintang disedakan untuk klasifikasi alternatif untuk pemaparan statistik, dimana kode sangkur merupakan kode utama dan harus selalu digunakan.Ketepatan untuk kode bintang digunakan sebagai tambahan jika diperlukan alternatif metode. Dalam pemberian kode, kode bintang tidak boleh berdiri sendiri. Hubungan antara statistik disesuaikan dengan klasifikasi tradisional untuk memaparkan data mortalitas dan morbiditas serta aspek perawatan lain. Kode bintang hampir sama dengan kategori 3 karakter. Ada beberapa kategori terpisah untuk kondisi yang sama bila penyakit tertentu tidak diklasifikasikan sebagai sebab sakit. Contoh : G20 dan G21 Parkinsonism yang tidak bermanifestasi pada penyakit yang diklasifikasikan di tempat lain. G22* Parkinsonism pada penyakit yang diklasifikasikan di tempat lain. Hubungan antara kode sangkur diberikan pada kondisi yang disebut pada kode bintang. Contoh : G22 Syphilitic Parkinsonism dengan kode sangkur A52.†. Beberapa kode sangkur ditampilakan khusus sebagai kategori sangkur. Sering ditemukan kode sangkur untuk diagnosis rangkap dan kode yang tidak ditandai sebagai kondisi tunggal yang berbeda antara kategori dengan sub kategori. Klasifikasi untuk sistem



28



sangkur dan bintang sangat terbatas, yaitu 83 kategori bintang dalam chapter yang bersangkutan. Rubik tanda ditempatkan pada 3 tempat : 1) Jika tanda sangkur (†) dan kode bintang ditempatkan di awal, seluruh istilah termasuk klasifikasi rangkap. Contoh : A17.0† Tuberculosis meningitis (G01*) Tuberculosis of meninges (cerebral) (spinal) Tuberculosis leptomeningitis 2) Jika tanda sangkur ditempatkan di awal, tetapi tanda bintang tidak, maka seluruh istilah diklasifikasikan dalam klsifikasi rangkap tetapi berbeda dalam kode. Contoh : A18.1† : Tuberculosis of genitourinary system. Tuberculosis of : Bladder (N33.0*) Cervix (N74.0*) Kidney (N28.1*) Male Genital Organs (N51.-*) Ureter (N29.1*) Tuberculosis female pelvic inflammatory disease (N74.1*) 3) Jika tanda bintang tidak ditempatkan pada title, maka rubik secara keseluruhan bukan merupakan subject klasifikasi rangkap, tetapi termasuk inclusion terms. Jika demikian, terms ini ditandai dengan simbol dan diberikan kode alternatifnya.



29



Contoh : A54.8 Other gonococcal infections. Gonococcal : Peritonitis †(K67.1*) Pneumonia †(J17.0*) Septicaemia Skin lesions e. Other Optimal Dual Coding Ada beberapa kondisi tertentu selain sistem sangkur dan bintang mempunyai 2 kode ICD yang digunakan untuk menggambarkan kondisi pasien. Catatan dalam daftar tabulasi „Use additional code, if desired...’ Menjelaskan beberapa situasi ini. Kode tambahan digunakan hanya untuk tabulasi khusus, antara lain : 1) Untuk infeksi lokal, diklasifikasikan dalam chapter body system, kode dan chapter I mungkin ditambahkan untuk mengidentifikasi organisme infeksi, dimana infeksi ini tidak ditampilkan dalam rubik. Satu block kategori, B95-B97 disediakan untuk tujuan dalam chapter I. 2) Untuk neoplasma dengan aktifitas fungsional. Untuk memberi kode dari chapter II dapat ditambahkan kode yang sesuai dari chapter IV untuk menjelaskan tipe aktifitas funsional. 3) Untuk neoplasma, kode morfologi pada volume 1, walaupun bukan merupakan bagian utama ICD, dapat ditambah pada



30



kode di chapter II untuk mengidentifikasi tipe morfologi tumor. 4) Untuk kondisi dalam F00-F09 (organic, including symtomatic, mental disorder) pada chapter V, dimana kode dari chapterlain mungkin ditambahkan untuk mengidentifikasi sebab dari sakit, cedera atau kerusakan otak yang lain. 5) Dimana suatu kondisi disebabkan oleh toxic agent, kode dari chapter XX dapat ditambahkan untuk mengidentifikasi agent tersebut. 6) Dimana dua kode dapat digunakan untuk menggambarkan cedera, keracunan atau efek obat yang lain, maka dapat menggunakan kode dari chapter XIX yang menggambarkan sebab. Pilihan kode tambahan tergantung pada tujuan dari pengumpulan data tersebut. f. Conventions 1) Paranthesis Paranthesis dalam volume 1 digunakan untuk : a) Menutup kode tambahan mengikuti diagnosis tanpa perubahan pada nomer kode diluar parentheses berada. Contoh : I10 Hypertension (arterial) (benign) (essential) (primary) (systemic) ini berarti kode hypertension dapat digunakan sendiri, dengan satu maupun beberapa kombinasi dalam parenthesis.



31



b) Menutup kode yang tidak termasuk Contoh : H10.0 Blepharitis, exclude Blepharoconjunctivitis (H10.5) c) Menutup kategori 3 karakter yang termasuk dalam blok tersebut pada judul blok. d) Menghubungkan sistem sangkur dan bintang. Parenthesis digunakan untuk menutup kode sangkur dalam kode bintang atau kode bintang yang mengikuti kode sangkur. 2) Square Brackets [] Square brackets digunakan untuk : 1) Menutup sinonim, kata lain, penjelasan frasa Contoh : A30 Leprosy (Hansen’s disease) 2) Menunjuk pada catatn sebelumnya Contoh : C00.8 Overlapping lession lip [See note 5 at the begining of this chapter]; 3) Menunjuk pada pernyataan sebelumnya untuk mencari sub kategori 4 karakter Contoh : K27 peptic ulcer, site unspecified. [See before K25 for subdivisions] 3) Colon Colon digunakan untuk merinci inclusion and exclusion terms bila kata yang dimaksud tidak lengkap. Colon dapat



32



mengubah atau menggolongkan satu atau lebih kata di bawahnya dalam rubik. Contoh : K36 Other appendicitis Diagnosis appendicitis dapat diklasifikasikan disini bila menyebutkan chronic atau recurrent. 4) Brace {} Brace digunakan untuk memerinci inclusion and exclusion terms untuk menjelaskan selain kata yang disebut sebelumnya harus diikuti kata selanjutnya agar menjadi lengkap. Beberapa terminologi sebelum brace harus digolongkan pada satu atau lebih kata yang mengikutinya. Contoh : O71.6 Obstetric damage to pelvic joints and ligaments. Avulsion of inner symphyseal cartilage



}



Damage



} obstetric



Traumatic separation of symphysis (pubis) } 5) NOS NOS merupakan singkatan dari Not Otherwise Specified yang



berarti



unspecified



atau



unqualified



(Tidak



diklasifikasikan pada yang lain). Kadang terminologi yang tidak lengkap tidak dapat diklasifikasikan dalam rubik. Hal ini karena, dalam terminologi medis, kondisi yang sering ditemui adalah nama kondisi tersebut dan hanya beberapa jenis saja yang memenuhi syarat. Contoh : mitral stenosis lebih sering



33



digunakan dari pada rheumatic mitral stenosis. Ini membuat salah anggapan dalam klasifikasi dan perhitungannya. Pemeriksaan lebih lanjut dapat mengurangi kesalahan, pengkode harus hati-hati untuk tidak memberi kode sebagai unqualified bila tidak banyak informasi yang tersedia dari pada ketengan lebih lanjut di tempat lain. Sama halnya, bila dasar interpretasi data statistik, beberapa kondisi ditandai kekhususan pada berkas yang telah diberi kode. Dalam perkembangan waktu dan iterpretasi statistik, penting diperhatikan bahwa angapan tersebut mungkin mengalami perubahan pada suatu ICD ke ICD lainnya. 6) NEC (Not Elsewhere Classified) Kata not elsewhere classified, bila digunakan pada kategori 3 karakter adalah sebagai tanda bahwa variasi kondisi yang ada mungkin terdapat pada klasifikasi di tempat lain. Contoh : J16 Pneumonia due to other infectious organism, not elsewhere classified. Kategori ini termasuk J16.0 Chlamydial pneumonia dan J16.8 Pneumonia due to other infectious organism. Banyak kategori disediakan pada chapter X (seperti J10-J15) dan chapter yang lain (seperti P23.- Congenital pneumonia) untuk pneumonia



due



to



specified



infectious



organism.



J18



34



Pneumonia, organism unspecified, digunakan pada pneumonia dimana infectious tidak disebutkan. 7) “AND” (IN TITLES) And dimaksudkan untuk and / or Contoh : A18.0 Tubeculosis of bones and joints Dapat



dikalsifikasikan



sebagai



tuberculosis



of



bones,



tuberculosis joint, and tuberculosis of bones and joints. 8) Point Dash (.-) Pada beberapa kasus, kategori ke 4 karakter dari kategori 3 karakter diikuti dengan point dash. Contoh



: G03 Meningitis due to other and unspecified causes



Excluded : meningoenchephalitis (G04.-). Ini berarti pengkode harus memperhatikan keberadaan kategori 4 karakter dan dimaksudkan pada kategori yang sesuai. Ketentuan ini digunakan pada daftar tabulasi dan indeks alphabet.



C. Coding 1.



Pengertian Coding Coding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data (Depkes RI, 2006). Kegiatan dan tindakan serta



35



diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada penyajiann informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. 2.



Pengertian Diagnosis Diagnosis utama adalah kondisi yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggungjawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya. Sedangkan diagnosis primer adalah diagnosis yang paling bertanggung jawab akan mayoritas asuhan yang diberikan kepada pasien, atau penggunaan sumber daya terbesar untuk asuhan pasien. Pada umumnya diagnosis primer identik dengan diagnosis utama (Hatta, 2008 : 142).



3.



Aturan Penulisan Diagnosis Aturan penulisan diagnosis menurut Permenkes RI nomor 76 tahun 2006 adalah sebagai berikut : a.



Diagnosis bersifat informatif agar bisa diklasifikasikan pada kode ICD yang spesifik. Contoh penlisan diagnosis : 1)



Karsinoma sel tradisional pada trigonum kandung kemih.



2)



Appendisitis akut denan perforasi.



36



3)



Katarak Diabetikum, Non Ins.ulin Depedent Diabetes Mellitus



b.



4)



Perikarditis Meningokokus.



5)



Luka bakar derajat tiga di telapak tangan.



Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, maka gejala utama, hasil pemeriksaan penunjang yang tidak abnormal atau masalah lainnya dipilih menjadi diagnosis utama.



c.



Diagnosis untuk kondisi multiple seperti ceera multiple, gejala sisa (sequele) multiple dari penyakit atau cedera sebelumnya, atau kondisi multiple yang terjadi pada penyakit human immunodeficiencyvirus (HIV), jika salah satu kondisi yang jelas lebih berat dan lebih banyak menggunakan sumber daya dibandingkan dengan yang lain dicatat sebagai diagnose utama dan yang lainnya sebagai diagnosis sekunder. Jika tidak ada satu kondisi yang menonjol, maka digunakan „fraktur multiple‟ atau „penyakit HIV‟ yang menyebabkan infeksi multiple sebagai diagnosis utama dan kondisi lainnya sebagai diagnosis sekunder. Jika suatu episode perawatan atau ditujukan untuk pengobtan atau pemeriksaan gejala sisa (sequele) suatu penyakit lama yang sudah tidak diderita lagi, maka diagnosis sequele harus ditulis dengan asal-usulnya. Contoh :



37



1)



Septum hidung bengkok karena fraktur hidung di masa kanak-kanak.



2)



Kontraktur tendon Achiles karena efek jangka panjang dari cedera tendon.



d.



Jika



terjadi



sequele



multiple



yang



pengobatan



atau



pemeriksaannya tidak difokuskan pada salah satu dari kondisi sequele multiple tersebut, maka bisa ditegakkan diagnosis sequel multiple. Contoh : “sequele cerebrovaskuler accident (CVA)” atau “sequele fracture multiple”. 4.



Pemberian Kode (coding) Pemberian kode menurut Depkes RI (2006) adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian



informasi



untuk



menunjang



fungsi



perencanaan,



manajemen, dan riset dibidang kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan Negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi



penyakit



revisi-10



(ICD-10



Inernational



Satistical



Classification Diseases and Health Problem Tenth Revision). Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat



38



tergantung kepada pelaksana yang menangani berkas rekam medis tersebut yaitu : a.



Tenaga Medis dalam menetapkan Diagnosis Akurasi kode dimulai dari akurasi diagnosis yang ditentukan oleh dokter karena dokter sebagai penentu utama dalam pemberian diagnosis penyakit dan yang mempunyai tanggung jawab atas penetapan diagnosis. Faktor yang mempengaruhi keakuratan kode dari pihak dokter disebabkan karena tulisan dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, penggunaan singkatan dan istilah-istilah baru.



b.



Tenaga Rekam Medis sebagai Pemberi Kode (Coder) Coder bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Oleh karena itu, untuk hal yang kurang jelas atau yang tidak lengkap sebelum kode ditetapkan, komunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat diagnosis tersebut. Faktor yang mempengaruhi keakuratan kode dari pihak coder disebabkan karena coder belum terlalu memahami cara mengkode. Ketrampilan coder dalam pemilihan kode, coder sering menggunakan buku bantu yang dibuat sendiri didasarkan pada kasus yang sering terjadi tanpa menganalisis kembali dan menelusur dengan teliti kode diagnosisnya.



39



c.



Tenaga Kesehatan Lainnya Kelancaran dan kelengkapan pengisian rekam medis di instalasi rawat jalan dan rawat inap atas kerjasama tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang ada di masing-masing instalasi kerja tersebut. Untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam medis, petugas rekam medis harus membuat kode sesuai dengan klasifikasi yang tepat disamping kode penyakit, berbagai tindakan lain juga harus diberi kode sesuai dengan klasifikasi masing-masing dengan menggunakan :



5.



1)



ICD-10



2)



ICD 9-CM



Langkah-langkah Dalam Mengkoding Berikut merupakan cara penggunaan ICD-10 (WHO, 2004:22) : a.



Mengidentifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume 3 alphabetical index (Bila pernyataan adalah penyakit atau cedera atau kondisi lain yang terdapat pada bab I–bab XIX atau bab XXI – volume I, lihat section 1 pada indeks – volume 3. Bila pernyataan adalah penyebab = external cause dari cedera atau kejadian lain yang tedapat pada Bab XX - volume I, lihat section II pada indeks - volume 3).



b.



Mengidentifikasi tipe pernyataan yang akan dikode namun beberapa kondisi diekspresikan sebagai kata sifat (adjective) atau



40



menggunakan nama penemu (eponym) yang terdapat pada indeks sebagai lead term. c.



Membaca seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul term.



d.



Membaca istilah yang terdapat pada tanda kurung ( ) sesudah lead term (kata dalam kurung = modifier, itu tidak mempengaruhi kode). Istilah lainnya yang dibawah lead term (dengan tanda minus / item) dapat mempengaruhi kode.



e.



Mengikuti setiap rujuk silang (cross references) dan lihat tanda see dan see also yang terdapat dalam indeks.



f.



Melihat tabular list (volume 1) untuk melihat kode yang tepat. Lihat kode 3 karakter diindeks dengan tanda minus pada posisi ke empat (misal = xxx.-) yang berarti bahwa isian untuk kode yang ke empat itu adalah dalam volume I dan merupakan posisi karakter tambahan yang tidak ada dalam indeks.



g.



Mengikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih atau dibagian bawah suatu bab (Chapter), blok atau judul kategori.



h. 6.



Mencantumkan kode yang dipilih



Pedoman Coding kondisi utama dan kondisi lain Menurut WHO (2010:119), pedoman pengkodean kondisi utama dan kondisi lain terdiri dari :



41



a.



Pengkodean secara umum Kondisi utama dan kondisi lain yang relevan bagi suatu episode perawatan harus dicatat oleh praktisi rawat kesehatan dan pemberian kode yang terbuka, karena kondisi utama yang dinyatakan harus diterima bagi pemberian kode dan pengolahan data kecuali hal itu jelas bahwa pedoman yang diberikan diatas sudah tidak diikuti. Apabila mungkin suatu catatan kondisi utama yang tidak konsisten atau salah dicatat seharusnya dikembalikan untuk penjelasana. Apabila gagal untuk mendapatkan klarifikasi, peraturan MB 1 sampai MB 5 akan menolong pemberi kode untuk bekerja dengan penyebab yang umum tentang pencatatan yang salah.



b.



Pengkodean dengan kode-kode tambahan Kondisi utama kadang-kadang ditujukan bersama dengan suatu kode tambahan optional untuk memberikan informasi tambahan. Kode yang dipilih menunjukkan kondisi utama untuk analisa penyebab tunggal dan suatu kode tambahan dapat termasuk pada multiple cause analysis.



c.



Pengkodean untuk kondisi dengan sistem dagger dan asterisk. Jika diterapkan kode dagger dan asterisk digunakan untuk kondisi utama, karena mereka menunjukkan dua cara yang berbeda untuk suatu kondisi tunggal.



42



Contoh : Kondisi Utama Kondisi Lain



: Measles Pneumonia :-



Diberi kode Measles complicated by pneumonia (B05.2†) dan pneumonia in viral diseases classified elsewhere (J17.1*) d.



Pengkodean untuk kondisi yang dicurigai, simtom (gejala) dan temuan abnormal dan situasi yang bukan penyakit. Jika sesudah suatu episode perawatan kesehatan, kondisi utama masih dicatat “dicurigai (suspected)”, “dipertanyakan (questionable)”, dll. dan tak ada informasi lebih lanjut atau klarifikasi diagnosis yang dicurigai (suspected) harus diberi kode seolah-olah



telah



ditegakkan.



Kategori



Z03.-



(Medical



Observation and evaluation for suspected diseases and condition) diterapkan pada diagnosis yang dicurigai (suspected) yang dapat dikesampingkan sesudah pemeriksaan). Contoh :



Kondisi Utama: Suspected acute cholecystitis. Kondisi Lain : -



Diberi kode pada cholecystitis acute (K81.0) sebagai kondisi utama. e.



Pengkodean untuk kondisi multiple Apabila kondisi multiple dicatat dalam suatu kategori berjudul “Multiple..., dan tak ada kondisi tunggal menonjol, diberi kode pada kategori “Multiple..., yang digunakan sebagai kode terpilih, dan kode tambahan dapat ditambahkan untuk daftar



43



kondisi individu. Kode ini diterapkan terutama pada kondisi yang berhubungan dengan penyakit HIV, cedera dan sequelae. f.



Pengkodean untuk kategori kombinasi ICD memberikan kategori tertentu dimana dua kondisi atau suatu kondisi dan suatu proses sekunder yang berkaitan dapat digambarkan dengan satu kode. Kategori kombinasi seperti itu digunakan sebagai kondisi utama dengan catatan informasi yang tepat. Indeks alfabet menunjukkan letak kombinasi dilengkapi, dibawah identasi “with”, yang timbul sesudah lead term. Dua kondisi atau lebih yang dicatat dibawah “kondisi utama” mungkin berkaitan (linked) jika satu dari mereka dianggap sebagai suatu adjectival modifier. Contoh : Kondisi utama



: Renal failure.



Kondisi lain



: Hipertensi renal failure.



Diberi kode Hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) sebagai kondisi utama. g.



Pengkodean untuk kondisi dengan penyebab luar morbiditas dan cedera. Pengkodeann untuk cidera dan kondisi lain karena penyebab eksternal, kedua sifat dasar kondisi dan keadaan penyebab eksternal harus diberi kode. Pilihan kode “kondisi utama” menggambarkan sifat dasar kondisi tersebut. Hal ini biasanya,



44



dapat diklasifikasi pada BAB XIX. Kode dari BAB XX menunjukkan penyebab eksternal akan digunakan sebagai kode tambahan. Contoh : Kondisi utama



: Hipotermia berat pasien jatuh dikebunnya dalam cuaca dingin.



Kondisi lain



: Senilitas.



Diberi kode hipotermia (T68) sebagai kondisi utama. Kode penyebab eksternal pada exposure to excessive nature cold at home (X31.0) dapat digunakan sebagai kode tambahan opsional. h.



Pengkodean Sequeale pada kondisi tertentu. ICD memberikan sejumlah kategori berjudul “Sequelae of...” yang dapat digunakan untuk menunjukkan kondisi yang sudah tidak ada lagi seperti suatu masalah sekarang telah diobati atau diperiksa. Tetapi kode pilihan untuk “kondisi utama” adalah kode sifat dasar sequelae itu sendiri, dengan kode “Sequelae of...” yang dapat ditambahkan sebagai kode tambahan optional. Contoh : Kondisi Utama



: Late effect dari poliomyelitis.



Kondisi Lain



:-



Diberi kode sequelae poliomyelitis (B91) sebagai kondisi utama karena tidak ada informasi lain yang didapatkan.



45



i.



Pengkodean untuk kondisi akut dan kronik Kondisi utama yang dicatat sebagai akut (sub akut) dan kronis, dalam ICD dijumpai kategori atau subkategori yang terpisah, tetapi tidak bagi kombinasi, kategori bagi kondisi akut digunakan sebagai kondisi utama yang dipilih. Contoh : Kondisi Utama



: Cholecystitis akut dan kronik.



Kondisi Lain



:-



Diberi kode acute cholecystitis (K81.0) sebagai kondisi utama, kode untuk chronic cholecystitis (K81.1) dapat digunakan sebagai kode tambahan opsional. j.



Kode kombinasi dan komplikasi postprocedural. Apabila kondisi lain dan komplikasi postprocedural dicatat sebagai kondisi utama, referensi untuk modifier atau qualifier dalam indeks alfabet adalah penting untuk pemilihan kode yang benar. Contoh : Kondisi Utama



: Haemorrhage hebat setelah pencabutan gigi.



Kondisi Lain



: Nyeri.



Bidang Khusus



: Kedokteran gigi



Dikode pada Haemorrhage resulting from a procedure (T81.0) sebagai kondisi utama.



46



7.



Aturan Reseleksi Kode Kondisi Utama Adapun aturan reseleksi kode kondisi utama menurut WHO (2010:129) adalah sebagai berikut : a. Morbiditas 1 (MB 1) Kondisi minor dicatat sebagai “kondisi utama”, kondisi yang lebih bermakna dicatat sebagai “kondisi lain”. Suatu kondisi minor atau kondisi yang telah berjalan lama, atau suatu masalah yang incidentil dicatat sebagai “kondisi utama” dan suatu kondisi yang lebih berarti, relevan bagi perawatan yang diberikan dan/ atau spesialisasi dicatat sebagai “kondisi lain”, reseleksi yang terakhir sebagai “kondisi utama”. Contoh : Kondisi utama



: Rheumatoid Arthritis.



Kondisi lain



: Diabetes Mellitus. Strangulated femoral hernia. Generalized arteriosclerosis.



Pasien di rumah sakit selama 2 minggu. Prosedur



: Herniorraphy



Bidang Kasus



: Ilmu bedah.



Reseleksi Strangulated femoral hernia sebagai “kondisi utama” dengan kode K41.3.



47



b. Morbiditas 2 (MB 2). Beberapa kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama”. Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai “kondisi utama”, dan detail lain pada catatan menunjuk pada satu dari kondisi tersebut sebagai “kondisi utama” bagi perawatan pasien, dipilih kondisi itu. Jika tidak, pilih kondisi yang telah disebutkan pertama. Contoh : Kondisi utama



: Ketuban pecah dini. Letak sungsang. Anemia.



Kondisi lain



:-



Prosedur



: Persalinan Spontan.



Dipilih ketuban pecah dini, kondisi yang pertama disebut sebagai “kondisi utama” dan diberi kode O42.9. c. Morbiditas 3 (MB 3). Kondisi yang dicatat sebagai ”kondisi utama” menggambarkan gejala yang timbul dari diagnosis, kondisi yang ditangani. Jika suatu gejala atau tanda (biasanya diklasifikasi pada bab XVIII), atau suatu masalah yang dapat diklasifikasi untuk bab XXI, dicatat sebagai ”kondisi utama” dan hal ini jelas memberikan tanda, gejala, atau masalah kondisi yang didiagnosis dicatat di tempat lain



48



dan perawatan diberikan untuk kondisi yang terakhir, reseleksi kondisi yang didiagnosis sebagai ”kondisi utama”. Contoh : Kondisi utama



: Nyeri abdomen.



Kondisi lain



: Appendicitis akut.



Prosedur



: Appendectomi.



Reseleksi appendisitis akut sebagai kondisi utama dengan kode K35.9. d. Morbiditas 4 (MB 4) Spesifisitas, dimana diagnosis dicatat sebagai “kondisi utama” yang menggambarkan suatu kondisi dalam istilah umum dan suatu istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai tempat atau sifat dasar kondisi dicatat di tempat lain. Reseleksi yang terakhir ini sebagai “kondisi utama”. Contoh : Kondisi utama



: Cerebrovascular accident.



Kondisi lain



: Diabetes mellitus. Hypertensi. Cerebral haemorrhage.



Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai kondisi utama dengan kode I61.9.



49



e. Morbiditas 5 (MB 5) Alternatif diagnosis – diagnosis utama, dimana suatu gejala atau tanda dicatat sebagai “kondisi utama” yang karena satu kondisi atau kondisi yang lain, dipilih gejala tersebut sebagai “kondisi utama”. Pada keadaan dua kondisi atau lebih dicatat sebagai pilihan diagnosis bagi “kondisi utama”, seleksi kondisi yang pertama dicatat. Contoh : Kondisi utama



: Gastroenteritis karena infeksi atau keracunan makanan.



Kondisi lain



:-



Dipilih infectious gastroenteritis sebagai “kondisi utama” dengan kode A09.



D. Kode Diabetes Mellitus Pada ICD-10 Note:



All neoplasm, whether functionally active or not, are classified in Chapter II. Appropriate codes in this chapter (i.e. E05.8, E07.0, E16-E31, E34.-) may be used, if desired, as additional codes to indicate either functional activity y neoplasms and ectopic endocrine tissue or hyperfunctio and hypofunction



of



endocrine



glands



associated



neoplasms and other conditions classified elsewhere.



with



50



Excludes:



complications of pregnancy, childbirth and the puerperium (O00-O99) Symptoms, signs and abnormal clinical and laboratory findings,not elsewhere classified (R00-R99) Transitory endocrine and metabolic disorders specific o fetus and newborn (P70-P74)



This chapter contains the following blocks : E00-E07



Disorders of thyroid glands



E10-E14



Diabetes mellitus



E15-E16



Other disorders of glucose regulation and pancreatic internal secretion



E30-E35



Disorders of other endocrine glands



E40-E46



Malnutrition



E50-E64



Other nutritional deficiencies



E65-E68



Obesity and other hyperalimentation



E70-E90



Metabolic disorders



Asterisk categories for this chapter are provided as follows : E35*



Disorders of endocrine gland sin dieases classified elsewhere



E90*



Nutritional and metabolic disorders in disease classified elsewhere.



Diabetes Mellitus (E10-E14)



51



Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify drug, if drug-induced. The following fourth-character subdivisions are for use with categories E10-E14. .0 With coma Diabetic : • coma with or without ketoacidosis • hyperosmolar coma • hypoglycaemc coma • Hyprglycaemic coma NOS .1 With ketoacidosis Diabetic : • acidosis } without mention of coma • ketoacidosis } .2† With renal complications Diabetic nepropathy (N08.3*) Intracapillary glomerulonephrosis (N08.3*) Kimmelstiel-Wilson Syndrome (N08.3*) .3† With ophthalmic complications Diabetic : • cataract (H28.0*) • retinopathy (H36.0*)



52



.4† With neurological complications Diabetic : • amyotrophy (G73.0*) • autonomic neuropathy (G99.0*) • mononeuropathy (G59.0*) • polyneuropathy (G63.2*) • autonomic (G99.0*) .5 With peripheral circulatory complications Diabetic : • gangrene • peripheral angiopathy†(I79.2*) • Ulcer .6 With other specified complications Diabetic arthropathy†(M14.2*) • neuropathic† (M14.6*) .7 With multiple complications .8 With unspecified complications .9 With complications E10



Insulin-depedent diabetes mellitus See before E100 for subdivisions Includes :



diabetes (mellitus): • brittle • juvenile-onset



53



• type 1 Excludes :



diabetes mellitus (in) • malnutrition-related (E12.-) • neonatal (P70.2) • pregnancy, childbirth and the puerperium (024.-) • glycosuria : • NOS (R81) • renal (E74.8) Impaired glucose tolerance (R73.0) Postsurgical hyoinsuliaemia (E89.1)



E11



Non-insulin-dependent diabetes mellitus See before E10 for subdivisions Includes:



diabetes (mellitus) (nonobese) (obese) • adult-onset • maturity-onset • nonketocic • stable • type II



non-insulin-dependent diabetes mellitus of the young Excludes :



diabetes mellitus (in) • malnutrition-related (E12.-) • neonatal (P70.2) • pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-)



54



glycosuria: • NOS (R81) • renal (E74.8) impaired glucose tolerance (R73.0) postsurgical hypoinsulinaemia (E89.1) E12



Malnutrition-related diabetes mellitus See before E10 for subdivisions Includes :



Malnutrition-related diabetes mellitus • insulin-dependent • non-insulin-dependent



Excludes:



diabetes mellitus in pregnancy, childbirth and the puerperium (024.-) glycouria • NOS (R81) • renal (E74.8)



impaired glucose tolerance (R73.0) neonatal diabetes mellitus (P70.2) postsurgical hypoinsulinaemia (E89.1) E13



Other specified diabete mellitus See before E10 for subdivisions Excludes: diabetes mellitus (in) • insulin-dependent (E10.-) • malnutrition-related (E12.-)



55



• neonatal (P70.2) • non-insulin-dependent (E11.-) • Pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-) Glycosuria: • NOS (R81) • renal (E74.8) Impaired glucose tolerance (R73.0) Postsurgical hypoinsulinaemia(E89.1) E14



Unspecified diabetes mellitus See before E10 for subdivisions Includes:



diabetes NOS



Excludes:



diabetes mellitus (in): • insulin-dependent (E10.-) • malnutrition-related (E12.-) • neonatal (P70.2) • non-insulin-dependent (E11.-) • pregnancy, childbirth and the puerperium (O24.-) Glycosuria: • NOS (R81) • renal (E74.8) Impaired glucose tolerance (R73.0) Postsurgical hypoinsulinaemia (E89.1)



56



Chapter IV: Endocrine, nutritional and metabolic diseases Certain conditions classifiable to this chapter may result from drugs or other external cause causes. Codes from Chapter XX may be used as optional additional codes. E10-E14 Diabetes mellitus In coding the “main condition”, the selection of an appropriate subcategory frm the list that applies to all of these categories should be based on the “main condition” as recorded by the health care practitioner. The subcategory .7 should be used as the “main condition” code only when multiple complications of diabetes have been recorded as the “main condition” without preference for any one complication. Codes for any individual complications listed may be added as optional additional codes. Example 12: Main condition : Renal failure due to diabetic glomerulonehrosis Code to unspecified diabetes mellitus with renal complications (E14.2†AND N08.3*) Example 13: Main condition : insulin-dependent diabetic with nephropathy, cataracts Other conditions



:-



gangrene



and



57



E. Diabetes mellitus 1.



Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) menurut Mansjoer (2001:580) adalah keadaan hiperglikemia kronik, disertai dengan berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elekrton. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2014) terdapat dua ketegori utama diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe II. Diabates mellitus



tipe



1,



dulu



juvenile/childhood-onset



disebut



diabetes.



Insulin-dependent



Ditandai



dengan



atau



kurangnya



produksi insulin. diabetese mellitus tipe II, dulu disebut Non-InsulinDependent atau adult-onset diabetes. Disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Menurut Mansjoer (2001:580) Insulin Dependent



diabetes



mellitus



(IDDM)



atau



diabetes



mellitus



Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh deruksi sel beta Langerhans akibat proses autonium, sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan kegagalan relati sel beta dan resistensi insulin.



58



2.



Perbedaan diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II Diabetes mellitus tipe I merupakan gangguan metabolik tubuh dimana ditandai dengan hiperglikemia kronik, yang diakibatkan oleh sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti, sedangkan diabetes mellitus tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan atau gangguan fungsi insulin (sekresi insulin), sehingga produksi insulin yang dihasilkan tidak dapat memenuhi kebutuhan. Pada gejala awal diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II tidak terdapat perbedaan yaitu dimulai dengan poliuria, polifagia, dan polidypsi. Komplikasi pada diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II tidak terdapat perbedaan yaitu diantaranya nefropathy, neuropathy, penyakit jantung koroner, gangrene, gangguan mata, disfungsi seksual, kulit menjadi sensitif, bahaya kehamilan, alzeimer. Diantara diabetes mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II yang dapat membedakan adalah suntik insulin yang diberikan kepada penderita diabetes mellitus tipe I sedangkan pada penderita diabetes mellitus tipe II dapat diberikan suntik insulin apabila diperlukan.



3.



Diabetes mellitus tipe II Menurut ADA 2010 (American Diabetes Assocition) dalam Ndraha 2014 pada penderita diabetes mellitus tipe II terjadi



59



hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan utnuk menghambat produksiglukosa oleh hati. Resistensi insulin (reseptor insulin sudah tdiak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dakam darah) dapat mengakibatkan defisiensi relative insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama



ahan



sekresi insulin lain sehingga sel beta pancreas akan mengalami desnsitisasi terhadap adanya glukosa. 4.



Manifestasi Klinis diabetes mellitus tipe II Menurut Mansjoer (2001:580) diagnosis diabetes mellitus awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa meningkatnya frekuensi rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsia), dan meningkatnya frekuensi buang air kecil (poliuria), rasa lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin timbul dan dikeluhkan penderita dalah kesemutan, gatal-gatal, penglihatan kabur, impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.



5.



Pemeriksaan Penunjang diabetes mellitus tipe II Menurut Mansjoer (2001:580) pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua



(>40 tahun), obesitas,



tekanan darah tinggi, genetik, riwayat kehamilan dengan berat badan



60



lahir bayi >4.000 g. riwayat diabetes mellitus pada kehamilan, dan Dysplidemia. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan glujosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penunjangnya negative, perlu pemeriksaan penunjang ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia >45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan setiap 3 tahun. Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa (mg/dl) Keterangan Bukan DM Belum Pasti DM DM Kadar Glukosa darah Sewaktu Plasma vena < 110 110 – 199 > 200 Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200 Kadar Glukosa Darah Puasa Plasma Vena < 110 110 - 125 > 126 Darah Kapiler < 90 90 - 109 > 109 Sumber : Tabel 53.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl. Mansjoer (2001:581)



6.



Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus tipe II meliputi : a.



Kerusakan syaraf (Neuropati) Menurut Ndraha (2014) sistem syaraf tubuh kita terdiri dari susunan syaraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, susunan syaraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan



61



saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. hal ini biasanyat terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan syaraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke syaraf sehinga terjadi kerusakan yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). b.



Kerusakan ginjal (Nefropati) Menurut Ndraha (2014) ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dalam tubuh. Bila ada kerusakan ginjal racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar.



c.



Kerusakan mata Menurut Ndraha (2014) penyakit diabetes mellitus bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama



62



kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes mellitus, yaitu retinopathy¸catarract, dan glaucoma. d.



Gangguan saluran cerna Menurut Ndraha (2014) gangguan saluran cerna pada penderita diabetes mellitus disebabkan disebabkan karena control glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan syaraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mnegurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi, ini adalah akibat dari gangguan syaraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran ,akan bisa juga timbul akibat pemakaian obatobatan yang diminum.



7.



Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk diabetes mellitus tipe II yaitu : a.



Edukasi Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara komprehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.



63



Edukasi



pada



penyandang



pemantauan



glukosa



mandiri,



penggunaan



obat-obatan,



diabetes



mellitus



meliputi



kaki,



ketaatan



perawatan



berhenti



merokok,



meningkatkan



aktifitas fisik seperti olahraga, dan mengurangi asupan kalori dan diet makanan tinggi lemak. b.



Terapi Gizi Medis Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes mellitus yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masn memperhatikan kteraturan jadwal makan, jenis jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-35%, protein 10%-20%, Natrium kurang dar 3g dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.



c.



Latihan Jasmani Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali smeinggu, masingmasing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain utnuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.



d.



Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani.



64



Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk injeksi. Obat yang saat ini ada antara lain : 1) Obat Hipoglikemi Oral (OHO) a)



Pemicu sekresi insulin : (1) Sulfonilurea (a) Memiliki efek utama meningkatkan sekres insulin oleh sel beta pankreas (b) Sulfonilurea tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi (2) Glinid (a) Terdiri dari repaglinid dan nateglinid (b)



Cara kerjasama dengan sulfonilurea, akan tetapi lebih ditekankan pada sekresi insulin fase pertama.



(c)



Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial



b) Peningkat sensitivitas insulin : (1) Bilguanid (a) golongan bilguanid yang seering digunakan adalah metformin. (b) Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat



65



seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. (c) Metformin merupakan pilhan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dyslipidemia dan disertai resistensi insulin. (2) Tiazolidindion (a) Menurunkan



meresistensi



insulin



dengan



meningkatkan jumlah protein pengangkut (b) tiazolidindion dikontraindikasi kan pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan. c)



Penghambat glukoneogenesis : (1) Biguanid (Metformin) (a) Selain menurunkan resistensi insulin, metformin juga mengurangi produksi glukosa hati. (b) Metformin dikontraindikasi kan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum>1,5 mg/dl, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis. (c) Metformin



tidak



memiliki



efek



samping



hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea. (d) Metformin memiliki efek samping pada saluran cerna (mual) akan tetapi bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.



66



d) Penghambat glukosidase alfa : (1) Acarbose (a) bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. (b) Acarbose



mempunyai



efek



samping



hipoglikemia seperti golongan sulfonylurea. (c) penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. peptida ini disekresi bila ada makanan



yang



masuk,



GLP-1



merupakan



perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glucagon. Namun GLP-1 secara cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan



insulin



penglepasan glucagon. 2) Obat Injeksi (a) Insulin (1) Insulin kerja cepat (2) insulin kerja pendek (3) insulin kerja menengah (4) insulin kerja panjang



dan



menghambat



67



(5) insulin campuran tetap. (b) Agonis GLP-1/Incretin memtik (1) Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan menghambat penglepasan glucagon. (2) Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan sulfonilurea. (3) Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah. 8. Clinical Information Of diabetes mellitus type II a. Suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat mengendalikan jumlah glukosa dari darah dan ginjal dalam jumlah yang besar. Penyakit ini terjadi pada saat tubuh tidak cukup dalam memproduksi insulin. b. Kelompok



kelainan



heterogen



yang



ditandai



dengan



hiperglikemia dan intoleransi glukosa. c. Gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi yang abnormal akibat berkurangnya produksi insulin atau resistensi insulin. d. Sub kelas diabetes mellitus yang tidak responsif terhadap insulin atau dependen (NIDDM). Hal ini ditandai dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia dan pada akhirnya ditemukan glukosa; hiperglikemia; dan diabetes. Diabetes



68



mellitus tipe II tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang secara eksklusif ditemukan pada orang dewasa, akan tetapi pada remaja yang cenderung mengalami obesitas. e. Jenis diabetes mellitus yang ditandai dengan resistensi insulin atau desensitisasi dan peningkatan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang dapat berkembang secara bertahap selama masa hidup pasien dan dapat dikaitkan dengan faktor lingkungan dan faktor keturunan. f. Diabetes mellitus merupakan penyakit dimana glukosa seseorang ataukadar gula dalam darahnya terlalu tinggi. glukosa berasal dari makanan yang sehari-hari masuk ke dalam tubuh manusia, sedangkan insulin merupakan hormon yang membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel. Pada diabetes mellitus tipe II yaitu tubuh seseorang yang tidak menggunakan insulin dengan baik. Kadar glukosa dalam darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan masalah seperti kerusakan mata, ginjal juga syaraf. Diabetes mellitus juga dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan bahkan bisa menyebabkan hilangnya anggota badan. wanita hamil juga bisa terserang diabetes, yang disebut diabetes gestational.



69



g. Orang dewasa, orang dengan obesitas, dan keluarga yang memiliki riwayat diabetes mellitus lebih beresiko terserang diabetes mellitus. h. Gejala diabetes mellitus tipe II dapat muncul secara perlahan beberapa orang tidak sadar akan timbulya gejala-gejala tersebut diantaranya : 1) Rasa haus yang berlebih 2) Sering buang air kecil 3) Mudah lelah 4) Penglihatan kabur 5) Memiliki luka yang lama untuk sembuh.



70



F. Kerangka Teori Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2010)



kerangka berfikir



(kerangka teori) merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :



DRM Rawat Inap



Diagnosis diabetes mellitus tipe II



Standar Prosedur



Coding



Operasional (SPO)



Berdasarkan ICD10



Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakakuratan dan keakuratan kode



Tidak Akurat



Akurat



Gambar 1.3 Kerangka Teori Sumber : Sugiyono (2010) Keterangan : Dari dokumen rekam medis yang sudah lengkap memuat diagnosi utama diabetes mellitus Tipe II selanjutanya dikode oleh petugas



71



koding sesuai aturan ICD-10 yang sudah diatur dalam SPO Rumah Sakit oleh petugas koding. Kemudian akan didapatkan hasil dokumen rekam medis yang lengkap dan tidak lengkap.



G. Kerangka Konsep Menurut Notoadmodjo (2010) kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan : PROSES



INPUT -



-



Standar Prosedur Operasioanl (SPO) kodefikasi Diagnosis diabetes mellitus Tipe II Kode diagnosis diabetes mellitus tipe II.



Analisis akurasi menggunakan ICD-10



kode



OUTPUT - Prosedur pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II - Prosedur kodefikasi diagnosis diabetes mellitus tipe II - Kode akurat dan tidak akurat pada diagnosis diabetes mellitus tipe II - Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan dan ketidakauratan kode



Gambar 1.4 Kerangka Konsep



72



Keterangan : Dari input (masukan) dalam penelitian ini Standar Prosedur Operasional (SPO) koding dan sarana prasarana yang digunakan untuk mengkoding dokumen rekam medis pasien rawat inap kemudia dilakukan proses tinjauan prosedur kodefikasi penyakit diabetes mellitus tipe II pasien rawat inap, apakah pengkodean yang dilakukan sudah sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO) yang berlaku di rumah sakit. Setelah itu dilakukan output (keluaran) antara lain pelaksanaan koding sesuai standar prosedur operasional (SPO) atau belum, keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dan faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan dan ketidakakuratan kode.



BAB III METODE PENELITIAN



A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Notoadmodjo (2012), metode penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan pada penelitian ini adalah retrospective. Pendektan retrospective adalah pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi (Notoadmodjo, 2010).



B. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep pengertian tertentu. (Notoadmodjo, 2010) Variabel penelitian meliputi : 1.



Prosedur kodefikasi dalam pemberian kode diagnosis pada dokumen rekam medis pasien rawat inap.



2.



Prosedur pencatatan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pasien rawat inap.



73



74



3.



Keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap.



4.



Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode dan ketidak akuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pasien rawat inap.



C. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2012) Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No 1.



Variabel Penelitian Definisi Operasional Prosedur pencatatan Pencatatan diagnosis seorang pasien harus sesuai diagnosis dengan keadaan pasien harus sesuai dengan keadaan pasien yang sebenarnya dan harus diisi oleh



tenaga



bertanggung



medis jawab



yang kepada



menangani pasien



atau



tersebut



sehingg pencatatan diagnosis dilakukan dengann tepat. 2.



Prosedur kodefikasi Suatu standar baku yang mengatur setiap prosedur diagnosis pada yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dokumen rekam medis pasien rawat rekam medis. Standar prosedur operasional inap. koding : Cara yang mengatur prosedur kodefikasi diagnosis.



3.



Keakuratan dan ketidak akuratan kode diagnosis kasus diabetes mellitus tipe II



Akurasi kode adalah akurat atau tidak akuratnya kode diagnosis penyakit diabtes mellitus tipe II berdasarkan ICD-10 : Dilanjutkan…..



75



Lanjutan Tabel 3.1… No



Variabel Penelitian



Definisi Operasional a. Akurat ialah adanya diagnosis utama dan atau sekunder serta tepatnya pemberian kode diagnosis penyakit berdasarkan aturan ICD-10. Rumus Presentase akurat :



b. Tidak akurat ialah tidak adanya dan atau tidak tepatnya pemberian kode diagnosis utama, Rumus Presentase Tidak akurat :



4.



Faktor yang mempengaruhi keakuratan dan ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II



Merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekauratan dan ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II.



D. Populasi dan Sampel 1.



Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2012). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dokumen rekam medis pasien rawat inap, dengan diagnosis diabetes mellitus tipe II tahun 2017 yang berjumlah 493 dokumen rekam medis.



2.



Sampel Sampel adalah sebagian besar diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo,2010).



76



Pengambilan sampel dalam penelitian ini meggunakan penentuan besar pengambilan sampel dengan rumus Solvin menurut Siregar (2014) yaitu sebagai berikut : . 493 2



1 493.(0,1)



493 1 4,93



5,93



83,13



83 dokumen



Keterangan : n = sampel N = jumlah populasi e = perkiraan tingkat kesalahan Berdasarkan hasil perhitungan, peneliti mengambil sampel sebanyak 83 dokumen rekam medis dengan diagnosis diabetes mellitus tipe II. 3.



Teknik Pengambilan Sampel Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel simple random sampling atau sampel dilakukan secara acak sederhana, yaitu setiap anggota atau unit mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoadmodjo, 2010)



77



E. Pengumpulan Data Menurut Saryono dan Anggraeni (2013) sumber data dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : 1. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono dan Anggraeni, 2013:178). Data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan observasi terhadap dokumen rekam medis utnuk penyakit diabetes mellitus tipe II dan melakukan wawancara langsung dengan petugas coding mengenai keadaan



coding



di



Rumah



Sakit



PKU



Muhammadiyah



Karanganyar. b. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Saryono dan Anggraeni, 2013:178). Peneliti memperoleh data penyakit diabetes mellitus tipe II dari indeks penyakit, laporan data morbiditas, 10 besar penyakit, Profil Rumah Sakit, dan Standar Prosedur Operasional (SPO) kodefikasi diagnosis.



78



2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf aktifitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Notoadmodjo, 2010:131). Peneliti melakukan observasi dengan melihat dan mencatat kegiatan yang berhubungan dengan keakuratan kode diagnosis dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017. b. Wawancara



adalah



suatu



metode



yang



digunakan



untuk



mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadap muka dengan orang tersebut (face to face) (Notoadmodjo, 2010). Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan



metode



wawancara



bebas



terpimpin



yaitu



wawancara dengan unsur bebas tetapi tegas dan mengarah, peneliti mewawancarai kepala rekam medis sebagai responden 1 dan coder sebagai responden 2. 3. Instrumen Penelitian Menurut Notoadmodjo (2010) instrumen penelitian adalah alatalat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Isntrument penelitian ini dapat berupa formulir observasi, formulir-formulir lain



79



yang berkaitan dengan pencatatn dan sebagainya. Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. ICD-10 ICD-10 yang digunakan adalah ICD-10 volume 1, 2 dan 3 tahun 2010. ICD-10 berisi pedoman untuk merekam dan member kode penyakit, disertai dengan materi baru yang berupa aspek praktis penggunaan klasifikasi (ICD-10 Volume 2, 2010). 2. Check List Check list adalah suatu daftar pengecek berisi nama subjek dan beberapa gejala atau identitas lainnya dari sarana pengamatan, tabel hasil penelitian ini digunakan untuk mempermudah dalam menghitung kode penyakit yang akurat dan tidak akurat dari data yang diperoleh (Notoadmodjo, 2012). (Lampiran 3) 3. Pedoman wawancara Pedoman wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan keakuratan dan ketidak akuratan kode diagnosis penyakit diabete mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. (Lampiran 2) 4. Pedoman Observasi Pedoman observasi merupakan suatu pedoman prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah tarif aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang



80



ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. penelitian ini melakukan observasi pada dokumen rekam medis kasus diabetes mellitus tipe II pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 berdasarkan ICD-10. (Lampiran 1)



F. Pengolahan Data Pengolahan data berisi tentang uraian rencana yang akan dilakukan untuk mengolah data dan penjelasan proses pengolahan datanya. (Notoadmodjo, 2012) 1.



Collecting Collecting merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data. Pengamatan data prosedur dan pelaksanaan kodefikasi, serta keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar.



2.



Editing Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isisan formulir atau kuesioner (Notoadmodjo, 2010). Pemilihan data yang dibutuhkan untuk meneliti diagnosa dokter dari dokumen rekam medis pasien rawat inap dan meneliti kodefikasi yang dikode oleh coder.



81



3.



Coding Coding yaitu merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010). Mengkode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap menggunakan ICD-10.



4.



Data Entry Data entry adalah mengisi kolom-kolom lembar kode atau kartu kode



sesuai



dengan



jawaban



masing-masing



pertanyaan



(Notoatmodjo, 2010). Data entry dalam penelitian ini adalah meneliti keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap yang diperoleh ke dalam tabel kemudian melihat keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap yang ada di rumah sakit dengan ICD-10. 5.



Tabulasi Tabulasi adalah membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan peneliti (Notoatmodjo, 2010). Tabulasi yag dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun kode diagnosis diabetes mellitus pasien rawat inap dari data yang diperoleh dalam benuk tabel yang digunakan untuk mengetahui jumlah kasus dibetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap akurat dan tidak akurat.



82



6.



Penyajian Data Penyajian data yaitu kegiatan untuk menyajikan data hasil penelitian yang diolah menjadi berbagai bentuk seperti bentuk teks (textular), bentuk tabel dan diagram (Notoatmodjo, 2010). Penyjian data dalam penelitian ini tentang keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap disajikan dengan teks yang bersifat deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.



G. Analisis Data Analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel satu dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan



untuk



menjawab



rumusan



masalah,



dan



melakukan



perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. (Sugiyono, 2010:207) Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif yaitu dengan meninjau keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II dan memprosentasekan keakuratan dan ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dengan menggunakan ICD-10 dalam bentuk deskriptif, tabel dan grafik.



BAB IV HASIL



A. Gambaran Umum Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar 1. Sejarah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Sejarah rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar diawali dengan berdirinya Rumah Bersalin (RB) PKU Muhammadiyah Karanganyar



yang



berlokasi



di



salah



satu



rumah



warga



Muhammadiyah (Bp H. Soenardi, BS.C), di Badransari RT 01 RW 11, Karanganyar pada tanggal 1 Agustus 1989. Sejalan dengan meningkatnya akan kebutuhan kesehatan dan kepercayaan masyarakat, maka pada tanggal 1 Juni 1991 Pimpinan Daerah Muhammadiyah Karanganyar



di



tempat



(Bp



H.



inilah



Soewarno, RB



dan



di



Badranasri



BP Muhammadiyah



Karanganyar memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan jumlah pegawai 17 orang ( 5 dokter, 5 bidan, 2 pembantu bidan, dan 5 pegawai administrasi), dengan jumlah tempat tidur 14 unit, jumlah pegawaipun



bertambah



menjadi



57



orang,



kemudian pada bulan Mei 1993 berkembang menjadi RB/ BP. Pada tanggal 10 Mei 1995 dimulai peletakan batu pertama oleh Sekwilda DATI II Karanganyar dan dibangunlah RS PKU Muhammadiyah Karanganyar diatas tanah seluas 12.000 m2 di daerah



Papahan



Tasikmadu



83



Karangnyar. Pada bulan April 1996



84



kemudian statusnya berubah dari RB/BP menjadi RS PKU Muhammadiyah Karanganyar dengan ijin tetap dari DEPKESRI tertanggal 28 Agustus 1998 dan diresmikan operasionalnya oleh Menteri Agama, Bp Dr. H. Tarmizi Taher dan ketua DPP Golkar, Ny Hj. Hardiyanti Indra Rukmana pada tanggal 19 April 1997, dengan jumlah tempat tidur 76 unit dan jumlah pegawai menjadi 149 orang. 2. Falsafah, Visi, Misi, Tujuam dan Motto di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar a. Falsafah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar adalah suatu amal usaha Muhammadiyah sebagai sarana dakwah Islamiyah Amar Makruf Nahi Mungkar di bidang kesehatan. b. Visi Menjadi rumah sakit unggulan dengan layanan PRIMA yang islami guna mewujudkan masyarakat sehat yang berkemajuan. c. Misi 1) Memberikan



pelayanan



kesehatan



yang



profesional,



terintegrasi, bermutu dan berfokus pada keselamatan pasien. 2) Meningkatkan pelayanan kesehatan kepada segenap lapisan masyarakat. 3) Mewujudkan rumah sakit yang handal dan mempunyai daya saing yang tinggi.



85



d. Tujuan Mewujudkan derajat kesehatan jasmani dan rohani masyarakat secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undanagn serta tuntutan ajaran islam dengan tidak memandang suku, agama, ras, antar golongan dan kedudukan. e. Motto Profesional, Ramah, Islami, Mudah, Amanah (PRIMA)



B. Prosedur Pencatatan Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Dokumen Rekam



Medis



Pasien



Rawat



Inap



di



Rumah



Sakit



PKU



Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017. Pencatatan diagnosis merupakan hak dari seorang dokter, di Rumah Sakit PKU Muhmmadiyah Karanganyar tidak ada prosedur tetap yang mengatur mengenai prosedur pencatatan diagnosis akan tetapi diatur dalam SPO Kewenangan Berkas Rekam Medis No. 05.PO.61-00-1/8 dimana di dalam SPO tersebut tertulis bahwa Dokter, Perawat/Bidan, Petugas Penunjang Pelayanan Medis, Petugas Rekam Medis, Petugas Farmasi, Petugas Nutrisionis (Gizi), dan Petugas Bina Rohani atau Bimbingan Kerohanian yang mempunyai kewenangan untuk mengisi berkas rekam medis sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang tertulis. Adapun kebijakan dan Prosedur dari SPO Kewenangan pengisian Berkas Rekam Medis adalah sebagai berikut :



86



1.



Kebijakan Kewenanangan Pengisian Berkas Rekam Medis a. Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain bertanggung jawab atas kebenaran



dan



ketepatan



pengisian



rekam



medis



sesuai



kewenangan masing-masing b. Petugas yang memiliki hak akses terhadap pengisian rekam medis pasien. c. Rekam medis diisi dengan lengkap, benar, dan tepat waktu oleh petugas yang berwenang maksimal 24 jam setelah pemberian pelayanan. 2.



Prosedur Kewenangan Pengisian Berkas Rekam Medis (Dokter) a. Untuk pasien Poliklinik dan IGD : Mencatat pemeriksaan fisik pasien, diagnosa, terapi dan keterangan lain yang dibutuhkan pada rekam medis segera setelah memberikan pelayanan kepada pasien. b. Untuk pasien yang MRS : Assesmen awal dokter diisi oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) segera setelah memberikan pelayanan kepada pasien atau selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam. c. Tindakan pembedahan segera dilaporkan/ditulis dalam berkas rekam medis pada hari yang sama. d. Memverifikasi nama pasien dan nomor rekam medis yang tertra pada



label



setiap



kewenangannya.



dokumen



yang



menjadi



tugas



dan



87



e. Mengoreksi kembali data medis, kemudian mencantumkan tanda tangan dan nama terang f. Setelah pasien dinyatakan boleh pulang, dalam waktu 1x24 jam harus segera mencatat dan mengisi dengan lengkap : 1) Ringkasan Pasien Masuk dan Keluar (RM 04) 2) Resume Pasien Pulang (RM 01.2 Rev RM 25. Rev 01) g. Apabila pasien meninggal dunia, mengisi sebab kematian baik pada formulir kematian maupun pada berkas rekam medis pasien. h. Penulisan dalam dokumen rekam medis harus dengan tulisan yang jelas dan mudah terbaca i. Penulisan diagnosa utama harus jelas dan akurat. j. Bertanggung jawab terhadap pengisian dan kelengkapan data medis pada : 1) RM. 04 (Ringkasan Masuk Keluar) dan RM 01.2 (Resume Medis) a) Apabila pasien meninggal dunia dengan sepengetahuan dokter yang merawat, maka pengisian lembar ini oleh dokter yang merawat. b) Apabila pasien meninggal dunia tetapi belum sempat divisite oleh dokter yang merawat maka pengisian lembar ini oleh dokter jaga ruangan yang bertugas saat itu. 2) RM 05. (CPPT) a) Diisi oleh dokter yang menerima pasien pertama kali.



88



3) RM 15 (Lembar Konsultasi) a) Permohonan konsultasi b) Jawaban konsultasi 4) Surat Kematian Diisi oleh dokter yang mendampingi pasien tersebut saat meninggal dunia. k. Menuliskan tanggal, jam, tanda tangan dan nama trerang perawat yang memberikan tindakan atau pelayanan kepada pasien. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, di dalam SPO Kewenanangan Pengisian Berkas Rekam Medis bahwa penulisan diagnosa utama harus jelas dan akurat. Berikut kutipan hasil wawancara penulis dengan kepala rekam medis rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar : Pertanyaan : Apakah di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar ada protap atau SPO yang mengatur mengenai prosedur pencatatam diagnosis? Jawaban : Tidak ada protap yang mengatur mengenai pencatatan diagnosis, adanya SPO kewenangan pengisian dokumen rekam medis. Responden I



89



C. Prosedur Kodefikasi Diabetes Mellitus tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien



Rawat



Inap



di



Rumah



Sakit



PKU



Muhammadiyah



Karanganyar Tahun 2017. Proses kodefikasi di rumah sakit PKU Muhammadiyah diatur di dalam SPO Koding NO. 05.PO.15-22-1/2 dimana di dalam SPO tersebut tertulis pengkodean penyakit menggunakan ICD-10 dan diagnosa tindakan ICD-9CM dan ICOPIM. Saat proses pengkodean lembar-lembar yang dijadikan acuan oleh coder adalah lembar CPPT, Resume masuk keluar, lembar penunjang (hasil laboratorium) dan Lembar pemberian obat. Alat penunjang yang digunakan adalah buku kamus bahasa inggris, buku singkatan dan google translate, grup media sosial jika coder menemui kesulitan dalam proses pengkodean. Adapun kebijakan dan prosedur SPO Koding sebagai berikut : 1.



Kebijakan SPO Coding Rumah sakit menetapkan penggunaan ICD-10 untuk kode penyakit sedangkan untuk berkas klaim pasien program JKN (Pasien BPJS) untuk kode Prosedur Tindakan menggunakan ICD-9CM.



2.



Prosedur SPO Coding a. Tentukan leadterm (kata kunci) dari diagnosa yang ditulis Dokter b. Lihat di ICD-10 Volume 3. c. Setelah ketemu untuk menentukan digit ke-4 dengan tepat pastikan kode tersebut sudah benar dengan melihat ICD-10 Volume 1.



90



d. Untuk berkas klaim BPJS maka buku yang dipakai untuk mengkode tindakan adalah dengan ICD-9CM sedangkan untuk berkas rekam medisnya menggunakan ICOPIM. e. Tentukan kata kunci nama tindakan yang ditulis dokter. f. Lihat di ICD-10 atau ICOPIM g. Jika nama penyakit atau tindakan tidak ditemukan di ICD atau ICOPIM komunikasikan dengan dokter untuk menentukan dengan tepat nama diagnosa atau tindakan yang dimaksud. Pada SPO Coding masih terdapat beberapa kekurangan diantaranya pemakaian ICOPIM, tidak tertulis tatacara pengkodean yang benar menurut WHO ataupun yang lainnya. Kelebihan dari SPO Coding tersebut terdapat pada poin terakhir yaitu menyebutkan bahwa mengkomunikasikan dengan dokter untuk menentukan diagnosa atau tindakan yang dimaksud. Penerapan ICD-10 di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar sudah sesuai dengan sesuai yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 50/MENKES/I/1998 yaitu tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit Revisi ke-10. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan coder rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar :



91



Pertanyaan : Alat penunjang apa saja yang Anda gunkan dalam melaksanakan pengkodean di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar? Jawaban :



Pengkodean pake komputer, kita juga ada buku ICD 10 kan kalo menurut Permenkes 2010 itu, ya karena Cuma punya 2 jadi enak pake komputer, elektronik ICD 9-CM nya juga. Penunjang juga pake kamus, kalo nggak yaa google tapi kalo bener-bener nggak tau biasanya tanya temen lewat grup kan ada grup-grup sama relasi gitu. Kalo buku saku singkatan ada, baru dilaunching kok disini ada satu dan satu rumah sakit sama Responden II



Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coder berikut adalah langkah-langkah proses kodefikasi yang dilakukan oleh petugas coder rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar : 1. Dari berkas rekam medis dilihat dan dibaca kelengkapan, dibaca hasil penunjang dan penatalaksanaan 2. Setelah diketahui diagnosa Masuk ke ICD-10 elektronik 3. Lihat di Volume 3, lalu pilih leadterm yang tepat 4. Klik pada Alfabetical Index lalu klik link kode 5. Setelah klik link kode masuk ke volume 1 6. Cocokkan kode dengan diagnosis, apabila sudah tepat dan cocok proses kodefikasi selesai. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan petugas coder di rumah sakit PKU Muhammadiyah :



92



Pertanyaan : Lembar atau formulir apa saja yang anda jadikan acuan dalam menentukan kode diabetes mellitus tipe II? Jawaban : Untuk kode diabetes mellitus tipe II lembar penunjangnya yaa hasil lab itu mbak, dilihat GDSnya kadang kalau ada HB1C yang tiga bulan sekali itu kalau ada , terus riwayat di anamnesis juga kadang dilihat. CPPT bisa jadi, tapi kalo CPPT itu kan kayak ringkasan yang ditulis dokter, yaa itu kalau resume belum jelas bisa ke CPPT itu, tapi kalo mau langsung rujuk yaa lihat di CPPT itu. Responden II Proses pengkodean biasanya coder melihat pada catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT), lembar penunjang seperti lembar pemeriksaan laboratorium darah, lembar ringkasan masuk keluar, dan lembar catatan pemberian obat. Akan tetapi pada pelaksanaannya pengkodean diagnosis diabetes mellitus tipe II masih belum sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium darah yang menunjukkan hiperglikemi atau hipoglikemi. Beberapa dokumen tidak akurat juga dikarenakan kode yang dihasilkan tidak sesuai dengan isi pada lembar CPPT apabila terdapat komplikasi dan pada lembar pemberian obat jika ada pemberian injeksi insulin. Berikut kutipan hasil wawancara dengan coder rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar :



93



Pertanyaan : Dalam menegakkan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II adakah obat yang menjadi patokan untuk menegakkan kode diabetes mellitus tipe II? Jawaban :



Kalau obat tidak ada, yang di formulir pemberian obat itu biasanya ya seperti obat yang diberikan ada yang injeksi ada yang obat oral, tidak ada spesifik obatnya mbak, biasanya kalau ngoding ya langsung liat di resume masuk dan keluar kan biasanya dokter udah nulis diagnosanya, misal DM T2, DM T1 gitu . Responden II



D. Keakuratan Kode Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Hasil keakuratan kode diagnosis penyakit diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap tahun 2017 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dapat dilihat dari gambar sebagai berikut :



Keakuratan Kode 27.71% (23 dokumen) 72.29% (60 dokumen)



Kode Akurat Kode Tidak Akurat



Gambar 4.1 Presentase Keakuratan Dan Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellirus Tipe II Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017



94



Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 sebesar 72.29% (60 dokumen) lebih besar dengan yang tidak akurat sebesar 27.71% (23 dokumen). Hasil analisis Ketidakakuratan kode dapat dikelompokkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :



Ketidakakuratan Kode 14



56.53% (13)



Jumlah Dokumen



12



43.47% (10) 10 8 6 4 2 0 Tidak Dikode



Salah Penulisan Kode



Gambar 4.2 Presentase Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017 Berdasarkan



gambar



4.2



menunjukkan



bahwa



penyebab



ketidakakuratan kode yaitu dari kesalahan dalam pemberian kode yang tidak sesuai dengan diagnosis sebanyak 10 dokumen (43.47%), dan tidak dikode sebanyak 13 dokumen (56.53%).



95



Ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus pada dokumen rekam medis pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 dapat dilihat dari rincian tabel berikut ini : a. Kesalahan kode karena tidak diberi kode Ketidakakuratan kode yang tidak sesuai dengan diagnosis sebanyak 56.53 % atau 13 dokumen dari 23 dokumen yang tidak akurat, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Ketidakakuratan kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017 Diagnosis Penyakit



NO 1.



Diabetes



Jumlah Dokumen



Kode Diagnosis RS



Peneliti



8



-



E11.9



3



-



E11.2†



Hasil A



TA √



mellitus tipe II



2.



Nefropathy diabetes mellitus



N08.3*







Ket. CPPT : Tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 230 mg/dl CPPT : Tertulis komplikasi CKD RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, CKD Hasil Lab : GDS 161 mg/dl Dilanjutkan...



96



Lanjutan Tabel 4.1 Diagnosis Penyakit



NO 3.



Diabetes



Jumlah Dokumen



Kode Diagnosis RS



Peneliti



1



-



E11.9



1



-



E11.4†



Hasil A







mellitus tipe II



4.



Neuropathy diabetes



Ket.



TA







G59.0*



mellitus



CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 337 mg/dl CPPT : Tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 230 mg/dl



Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ketidakakuratan kode diagnosis penyakit diabetes mellitus tipe II dikarenakan tidak diberi kode dengan jumlah terbanyak pada diabetes mellitus tipe II tanpa komplikasi sebanyak 8 dokumen. b. Kesalahan dalam pemberian kode Ketidakakuratan



kode



diagnosis



diabetes



mellitus



tipe



II



dikarenakan kesalahan dalam pemberian kode sebanyak 43.47% atau 10



97



dokumen dari 23 dokumen yang tidak akurat, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.2 Ketidakakuratan kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017 Diagnosis



Jumlah



Kode Diagnosis



Penyakit



Dokumen



RS



Peneliti



1.



DU : Diabetes mellitus tipe II DS : CKD, Ulcus diabetes mellitus



6



E11.2* N08.3†



E11.7 E11.5 E11.2* N08.3†



2.



DU : Diabetes mellitus tipe II



3



E11.9



E11.2†



Hasil



NO A



TA √







N08.3*



3.



DU : Diabetes mellitus tipe II



1



E16



E11.9







Ket. CPPT : Tertulis komplikasi nefropathy, ulkus diabetes RMK : tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, CKD Hasil lab : GDS 247 mg/dl CPPT : Tertulis ulcus diabetes mellitus, neuropathy RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, neuropathy Hasil Lab : GDS 488 mg/dl



CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 130 mg/dl



98



Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa ketidakakuratan kode diagnosis penyakit diabetes mellitus tipe II berdasarkan data primer yang diolah dikarenakan salah dalam penulisan kode, sebanyak 10 dari 23 dokumen yang tidak akurat dimana kesalahan penulisan kode paling banyak terdapat pada diagnosis diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi nefropathy yaitu sebanyak 6 dokumen.



E. Faktor-Faktor



yang



Mempengaruhi



Keakuratan



dan



Ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar keidakakuratan kode penyakit tersebut disebabkan oleh beebrapa faktor diantaranya : 1.



Faktor Tenaga Medis (Dokter) Tenaga medis khususnya dokter merupakan penentu diagnosis yang mempunyai tanggung jawab dalam menetapkan suatu diagnosis pasien. berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan petugas coder di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar :



99



Pertanyaan : Kira-kira menurut anda proses pencatatan diagnosis di PKU Muhammadiyah Karanganyar itu bagaimana ya? Dan apakah anda pernah mengalami kesulitan atau hambatan pada saat melaksanakan proses pengkodean karena hal itu? Jawaban : Kalo pencatatan diagnosis itu haknya dokter, kalau kesulitan atau hambatan pernah sih kadang kalo dokter lagi ga mood tulisannya agak jelek jadi susah buat bacanya, kadang juga ada beberapa formulir yang tidak lengkap atau kadang tidak di isi malah. Responden I



Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coder di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dijumpai beberapa formulir dengan tulisan yang tidak jelas dan sulit dibaca bahkan ada formulir yang tidak lengkap dan tidak terisi, sehingga menghambat pekerjaan dan menyulitkan coder dalam menetapkan kode. 2.



Pendidikan Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala rekam medis di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar terdapat salah satu petugas coder dengan kualifikasi pendidikan non-DIII Rekam Medis melainkan lulusan dari SMA.



100



Tabel 4.3 Kualifikasi Pendidikan dan masa Kerja Coder di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar No



Coder



Pendidikan



1. Coder 1 DIII Rekam Medis 2 Coder 2 DIII Rekam Medis 3. Coder 3 DIII Rekam Medis 4. Coder 4 DIII Rekam Medis 5. Coder 5 SMA Sumber : Data primer yang diolah 3.



Masa Kerja Masa kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau ketrampilan tentang metode atau pekerjaan



karena keterlibatan



karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Berdasaran hasil wawancara peneliti dengan kepala rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar didapatkan hasil sebagai berikut :



Tabel 4.3 Masa Kerja Coder di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah No



Coder



Masa kerja



1.



Coder 1



2 tahun



2.



Coder 2



5 tahun



3.



Coder 3



3 tahun



4.



Coder 4



4 tahun



5.



Coder 5



10 tahun



Sumber : Data primer yang diolah 4.



Kelengkapan Informasi Medis Kelengkapan informasi medis merupakan penilaian terhadap lengkap tidaknya lembar-lembar formulir yang berisi informasi



101



Karanganyar medis diagnosis diabetes mellitus tipe II yang terdapat pada dokumen rekam medis pasien rawat inap tahun 2017. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar : Pertanyaan : Apakah anda pernah mengalami kendala atau hambatan pada saat melaksanakan pengkodean? Jika pernah, apa saja kendala atau hambatan tersebut? Dan seberapa sering? Jawab : kalau pengkodean paling nanti beberapa yang menghambat itu kadang pendukungnya, misal penyakit A harus ada pendukungnya gitu kadang pendukungnya itu tidak ada bahkan gak sama seharusnya misal penyakit A harusnya didukung dengan pendukung A dan ternyata hasil dari pendukungnya itu malah B kan jadi geseh, kemudian setelah itu resume medis yang belum terisi itu juga kendala Responden I Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, beberapa lembar penunjang atau pendukung masih belum lengkap dan isinya belum sesuai. 5.



Coder Coder bertugas memberikan kode pada setiap diagnosis maupun tindakan yang telah diberikan pada pasien berdasarkan ICD-10 maupun ICD-9CM. Coder juga bertanggung jawab atas keakuratan kode diagnosis dan tindakan yang diberikan kepada pasien. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar peneliti



102



menemukan beberapa dokumen yang tidak diberi kode. Berikut kutipan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar : Pertanyaan : Selama saya melakukan penelitian saya meneukan beberapa dokumen yang tidk dikode. Menurut anda kira-kira knapa ya? Apakah itu human error atau bagaimana? Jawab : Oh tidak dikode ya mbak? Harusnya itu dikode mbak, kemungkinan lupa atau kelewatan mbak ya human error. Responden II Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, petugas mengakui adanya beberapa dokumen yang tidak dikode tersebut dikarenakan faktor human error.



BAB V PEMBAHASAN



A. Prosedur Pencatatan Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-20 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pencatatan diagnosis diabetes mellitus tipe II dokumen rekam medis pasien rawat inap di rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar tahun 2017 diketahui bahwa belum ada prosedur tetap ataupun SPO yang mengatur mengenai pencatatan diagnosis melainkan hanya diatur dalam SPO Kewenangan Pengisian Berkas Rekam Medis dimana pencatatan menjadi hal dan tanggung jawab dari seorang dokter. Hal ini sesuai dengan penelitian Ayu dan Ermawati (2012) kelengkapan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga medis, dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai penentu diagnosis karena hanya profesi dokter lah yang mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menentukan diagnosis pasien. SPO adalah suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu Komisi Akreditas Rumah Sakit (2012). Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumastuti (2014) dengan adanya SPO yang baku maka tugas atau pekerjaan karyawan akan lebih lancar karena masing-masing sudah ada pedoman dan acuannya, selain itu juga ketika ada kasus penyelewengan



103



104



atau penyalahgunaan. Wewenang, maka SPO ini juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum yang kuat untuk melacak kesalahan atau pelanggaran kerja, dengan kata lain rekam jejek para petugas akan mudah dideteksi melalui SPO yang ada. Dampak yang akan terjadi jika suatu rumah sakit tidak mempunyai SPO dalam melakukan suatu kegiatan tidak dapat berjalan efektif karena tidak sesuai langkah-langkah dan tidak seragam. Melihat pentingnya SPO pencatatan diagnosis, maka perlu untuk dibuat prosedur pencatatan diagnosis sesuai dengan aturan ICD-10 sehingga dapat dihasilkan diagnosis yang spesifik dan konsisten yang menghasilkan kualitas kode yang akurat.



B. Prosedur Kodefikasi Diabetes Mellitus Tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Berdasarkan hasil penelitian dan observasi dengan petugas coding dirumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, proses kodefikasi menggunakan ICD-10 serta ICD-9CM elektronik untuk kode tindakan. Pelaksanaan kodefikasi sudah sesuai dengan SPO Koding No. Dokumen 05.PO.15-2-1/2.



Coder



juga



menggunakan



alat



penunjang



saat



pengkodean berupa buku kamus, buku saku singkatan, internet dan media sosial untuk membantu dalam menentukan kode diagnosis. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (2006:59) penetapan diagnosa seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis)



105



yang terkait tidak boleh diubah oleh karenanya harus diagnosis yang ada dalam rekam medis diisi dengan kengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD-10, di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, proses kodefikasi dilakukan secara komputerisasi dimana menggunakan ICD elektronik dan alat penunjang yang digunakan coder dalam mengkode penyakit diantaranya buku kamus, buku singkatan, google translate dan grup di media sosial.



C. Keakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus tipe II Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Berdasarkan hasil penelitian di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, sejumlah 60 dokumen atau 72.29% akurat dan 23 dokumen atau 27.71% tidak akurat, dari presentase sebesar 56.53% (13 dokumen) diantaranya tidak dikode dan presentase sebesar 43.47% (10 dokumen) lainnya salah dalam penulisan kode, diagnosis terbanyak yang tidak diberi kode adalah Diabetes Mellitus tipe II tanpa komplikasi sebanyak 8 dokumen, diagnosis nefropathy diabetes mellitus sebanyak 3 dokumen, dan 2 dokumen lainnya dengan diagnosis neuropathy diabetes mellitus dan diabetes mellitus tipe I, sedangkan 10 dokumen yang salah dalam penulisan kode yaitu diagnosis diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi nefropathy yaitu sebanyak 6 dokumen, diagnosis diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi neuropathy sebanyak 3 dokumen, dan diagnosis



106



diabetes mellitus tipe II tanpa komplikasi sebanyak 1 dokumen. Kode Diagnosis memiliki fungsi untuk rumah sakit dalam pengambilan keputusan serta mempermudah dalam pengelompokan daftar sepuluh besar penyakit (Depkes RI, 2006:60).



D. Faktor-Faktor



yang



Mempengaruhi



Keakuratan



Dan



ketidakakuratan Kode Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara kepada petugas coding di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar ketidakakuratan kode penyakit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1.



Faktor tenaga medis (dokter) Tenaga medis khususnya dokter merupakan penentu diagnosis yang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menetapkan diagnosis. Kunci utama dalam jelas dan sulit dibaca, maka dari itu coder harus menghubungi dokter yang bersangkutan untuk meminta konfirmasi mengenai hal tersebut. Hal ini sesuai dengan Depkes RI (2006) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis adalah dokter, tenaga medis lainnya dan pengkode. Diagnosis yang ditulis sesuai dengan terminologi medis yang ada di ICD-10 akan mempermudah coder dalam melakukan kodefikasi.



107



2.



Pendidikan Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala rekam medis di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar terdapat salah satu petugas coder dengan kualifikasi pendidikan non-DIII Rekam Medis melainkan lulusan dari SMA, dengan latar belakang yang bukan dari rekam medis tentu akan berpengaruh terhadap kode diagnosis yang dihasilkan oleh coder tersebut. Hal ini belum sesuai dengan Permenkes RI No. 55 Tahun 2013 Pasal 1 dan Pasal 4 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis bahwa perekam medis adalah seorang yag telah lulus pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1), Perekam Medis untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki STR Perekam Medis (Pasal 4). Hal tersebut sudah tertulis jelas pada UU No. 36 Tahun 2014, Pasal 64 Tentang Tenaga Kesehatan pada Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang melakukan praktik seolah-olah sebagai tenaga kesehatan yang telah memiliki ijin.



3.



Masa Kerja Perekam Medis untuk dapat melakukan pekerjaannya harus memiliki STR Perekam Medis (Permenkes RI No.55 Pasal 4) akan tetapi menurut Trijoko (2001) lama kerja dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan atau ketrampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibat karyawan tersebut dalam pelaksanaan



108



pekerjaan, sehingga dengan lama kerja yang panjang dapat meningkatkan teknik dan metode dalam bekerja. Hal ini relevan dengan penelitian Ferdianshah (2014) yang menyatakan bahwa semakin sedikit lama masa kerja semakin mudah responden untuk menjadi stress. Hal-hal yang mempengaruhi stress bermacam-macam, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa masa kerja dan tingkat pendidikan mempengaruhi proses pembentukan pengetahuan dan ketrampilan petugas coding di rumah sakit



PKU



Muhammadiyah



Karanganyar



hal



tersebut



tentu



berpengaruh pada kode yang dihasilkan oleh coder. 4.



Kelengkapan Informasi Medis Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar terdapat lembar penunjang atau pendukung yang tidak ada, resume medis medis juga ada yang tidak terisi, hal ini sama dengan penelitian Ayu dan Ernawati (2012) bahwa kelengkapan



isi



rekam



medis



merupakan



persyaratan



untuk



menentukan diagnosis, sehingga kerja sama antara dokter dan petugas coding sangat berperan dalam penggunaan ICD-10. 5.



Coder Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan petugas coding rumah sakit PKU Muhammdiyah Karanganyar terdapat beberapa dokumen yang tidak diberi kode dikarenakan oleh petugas



109



lupa mengkode atau dokumen terlewati (human error). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Prayitno (2011) bahwa human error menyebabkan ketidaksesuaian kerja yang bukan hanya disebabkan oleh kesalahan manusia, tapi juga karena adanya kesalahan pada perancangan dan prosedur kerja. Kesalahan yang yang disebabkan oleh faktor manusia, kemungkinan juga disebabkan oleh pekerjaan yang berulang-ulang.



BAB VI PENUTUP



A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar Tahun 2017 dapat diambil kesimpulan bahwa : 1.



Prosedur pencatatan diagnosis di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dilakukan oleh seorang dokter dan merupakan hak dokter, dimana sesuai dengan SPO Kewenangan Pengisisan Berkas Rekam Medis No. 05.PO.61-00-1/8 yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar, akan tetapi masih ada berkas yang belum lengkap pengisiannya dan masih ada berkas dengan tulisan dokter yang sulit untuk dibaca dan belum sesuai dengan apa yang ada di SPO Kewenangan pengisian berkas rekam medis yang tertulis jelas bahwa diagnosis utama ditulis secara jelas dan akurat.



2.



Prosedur kodefikasi diabetes mellitus tipe II di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar sudah sesuai dengan SPO Koding No. 05.PO.15-2-2/2, dimana proses kodefikasi menggunakan ICD-10 elektronik,



adapun



lembar-lembar



yang



digunakan



untuk



memnentukan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II antara lain, CPPT, Resume Masuk Keluar, Lembar Penunjang (Hasil laboratoium)



110



111



dan Lembar pemberian obat serta alat penunjang yang digunakan seperti kamus, buku saku singkatan, google dan grup di media sosial. 3.



Keakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar dari 83 sampel dokumen jumlah dan presentase keakuratan sebesar 72.29% atau sebanyak 60 dokumen, dan tidak akurat sebesar 27.71% atau sebanyak 23 dokumen. Jumlah dokumen yang tidak akurat sejumlah 23 dokumen, 13 dokumen diantaranya tidak dikode dengan presentase sebesar (56.53%) dan 10 dokumen diantaranya salah dalam penulisan kode dengan presentase sebesar (43.47%).



4.



Faktor-faktor yang mempengaruhi keakuratan dan ketidakakuratan kode diagnosis diabetes mellitus tipe II diantaranya : a.



Tenaga medis atau dokter yang memberikan diagnosis kepada pasien dimana dalam penulisan pada formulir rekam medis masih tidak jelas dan sulit dibaca.



b.



Masa



Kerja,



mempengaruhi



tingkat



keterampilan



dan



pengetahuan petugas coding mengenai ilmu kodefikasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar. Masa kerja yang berbeda dapat berpengaruh terhadap keakuratan kode yang dihasilkan. c.



Pendidikan, salah satu petugas coder yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah Karanganyar berasal dari non-DIII Rekam



112



Medis melainkan dari SMA. Tingkat pengetahuan dan ilmu yang tidak sama dapat berpengaruh pada hasil kode yang dihasilkan oleh



petugas



tersebut



sehingga



menyebabkan



adanya



ketidakakuratan kode. d.



Kelengkapan informasi medis, terdapat lembar penunjang atau pendukung yang tidak ada, resume medis medis juga ada yang tidak terisi. Karena tidak lengkapnya lembar pendukung dan isinya sehingga dapat menyebabkan ketidakakuratan kode.



e.



Coder, terdapat beberapa dokumen yang tidak diberi kode hal tersebut diakui petugas karena terlewat atau adanya human error.



B. Saran 1. Sebaiknya pihak rumah sakit membuat kebijakan mengenai penulisan diagnosis atau SK Direktur mengenai penulisan diagnosis supaya dalam penulisan diagnosis dokter cenderung lebih tertata dan teratur, sehingga mempermudah coder untuk membacanya. 2. Sebaiknya petugas lebih berhati-hati dan teliti lagi pada saat proses pengkodean penyakit, sehingga tidak ada lagi berkas rekam medis yang tidak diberi kode sehingga kode yang dihasilkan pun akurat. 3. Sebaiknya pihak rumah sakit memberikan izin belajar kepada petugas coder untuk melanjutkan ke jenjang Diploma Tiga Rekam Medis guna memenuhi kualifikasi sebagai seorang coder dan menunjang ilmu yang telah dimilikinya.



113



4. Sebaiknya pihak rumah sakit memberikan pelatihan kepada petugas coder dengan masa kerja 600 mg/dl



30.



247693



DU : diabetes mellitus tipe II



-



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil lab : GDS 113 mg/dl Dilanjutkan...



134



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 31. 244157 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe IIHasil Lab : GDS 173 mg/dl



32.



239962



DU : Ulcus diabetes mellitus



E11.5



E11.5







CPPT : Tertulis ulcus diabetes mellitus RMK : Tertulis diagnosis ulcus diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 204 mg/dl



33.



244167



DU : Diabetes E11.2† mellitus N08.3* DS : CKD, hipoglikemi







E11.7 E11.2† N08.3* E11.5



CPPT : Tertulis diabetes mellitus, nefropathy diabetes mellitus, hipoglikemi RMK : Tertulis diagnosis ulcus diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 138 mg/dl



34.



248154



DU : Diabetes E11.4† mellitus tipe II G59.0* Ds : Neuropathy dm



E11.4† G59.0*







CPPT : Tertulis komplikasi mononeuropathy RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, neuropathy Hasil Lab : GDS 132 mg/dl Dilanjutkan...



135



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 35. 248951 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 265 mg/dl



36.



252998



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 265 mg/dl



37.



244167



DU : Diabetes mellitus tipe II



-







E11.9



CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 212 mg/dl



38.



243657



DU : Diabetes E11.2* mellitus N08.3† DS : nefropathy



E11.2* N08.3†







CPPT : Tertulis diabetes mellitus, nefropathy dm, hipoglikemi RMK : Tertulis diagnosis nefropathy dm Hasil Lab : GDS 142 mg/dl Dilanjutkan...



136



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 39. 248951 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 197 mg/dl



40.



252998



DU : Diabetes mellitus tipe II



E16







E11.9



CPPT : Tertulis tidak menunjukkan adanya komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 130 mg/dl



42.



244167



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak menunjukkan ada komplikasi lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 217 mg/dl



43.



023360



DU : Diabetes mellitus DS : hiperglikemi



E11.0



E11.0







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis Hiperglikemi diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 454 mg/dl Dilanjutkan...



137



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 44. 249389 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis diabetes mellitus tipe II, hiperglikemi RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 197 mg/dl



45.



252900



DU : Nefropathy DM



E11.2† N08.3*







E11.7



CPPT : Tertulis ulkus diabetes mellitus, nefropathy diabetes mellitus



E11.2† N08.3*



RMK : Tertulis diagnosis nefropathy diabetes mellitus, ulkus diabetes mellitus



E11.5



Hasil Lab : GDS 112 mg/dl 46.



244167



DU : Nefropathy DM



E11.2† N08.3*



E11.2† N08.3*







CPPT : Tertulis diabetes mellitus tipe II, nefropathy diabetes mellitus RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, nefropathy diabetes mellitus



47.



235599



DU : Ketoacidosis diabetes mellitus



E11.1



E11.1







Hasil Lab : GDS 80 mg/dl CPPT : Tertulis komplikasi ketoacidosis, hiperglikemi RMK : Tertulis diagnosis ketoacidosis diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 398 mg/dl Dilanjutkan...



138



Lanjutan checklist... No 48.



No. RM 243595



Diagnosis DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode



Kode



RS



Peneliti



E11.9



E11.9



Hasil A √



Ket.



TA CPPT : Tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 193 mg/dl



49.



244194



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.5



E11.5







CPPT : Tertulis ulkus diabetes mellitus. RMK : Tertulis diagnosis ulkus diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 386 mg/dl



50.



253695



DU : Diabetes mellitus tipe II



-







E11.9



CPPT : Tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 130 mg/dl



51.



248555



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 241 mg/dl Dilanjutkan...



139



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 52. 246255 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 209 mg/dl



53.



244092



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 197 mg/dl



54.



249053



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 238 mg/dl



55.



252771



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.2† N08.3*







CPPT : Tertulis nefropathy diabetes mellitus RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 268 mg/dl



56.



254979



DU : Nefropathy diabetes mellitus



E11.2† N08.3*



E11.2† N08.3*







CPPT



:



Tertulis



nefropathy



diabetes



mellitus,



hiperglikemi RMK : Tertulis diagnosis nefropathy diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 259 mg/dl Dilanjutkan...



140



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 57. 250372 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 126 mg/dl



58.



254270



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 113 mg/dl



59.



247357



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 241 mg/dl



60.



249881



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 217 mg/dl



61.



251185



DU : Diabetes mellitus tipe II



-



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 337 mg/dl Dilanjutkan...



141



Lanjutan checklist... No. No Diagnosis RM 62. 241186 DU : Diabetes mellitus tipe II



Kode RS -



Kode Peneliti E11.2† N08.3*



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis ada komplikasi nefropathy RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 403 mg/dl



63.



241799



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 115 mg/dl



64.



253193



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 249 mg/dl



65.



240659



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 88 mg/dl



66.



256056



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 95 mg/dl



Dilanjutkan...



142



Lanjutan checklist... No 67.



No. RM 244680



Diagnosis DU



:



Diabetes



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain



mellitus tipe II



RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 151 mg/dl



68.



248660



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.2† N08.3*







CPPT : Tertulis ada komplikasi nefopathy RMK : Tertulis diagnosis nefropathy diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 88 mg/dl



69.



246375



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.4† G59.0*



E11.4† G59.0*







CPPT : Tertulis komplikasi mononeuropathy RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 351 mg/dl



70.



252878



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 436 mg/dl



71.



247852



DU : Ulcus diabetes mellitus



E11.5



E11.7 E11.5 E11.4† G99.0*







CPPT : Tertulis ulcus diabetes mellitus, neuropathy RMK : Tertulis diagnosis ulcus diabetes mellitus Hasil Lab : GDS 488 mg/dl Dilanjutkan...



143



Lanjutan checklist... No 72.



No. RM 244680



Diagnosis DU



:



Diabetes



Kode RS -



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



mellitus tipe II



Ket. CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 135 mg/dl



73.



253695



DU : diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 130 mg/dl



74.



241689



DU : nefropathy diabetes mellitus



E11.2† N08.3*



E11.2† N08.3*







CPPT : Tertulis komplikasi nefropathy diabetes mellitus RMK : Tertulis diagnosis nefropathy diabetes mellitus tipe Hasil Lab : GDS 107 mg/dl



75.



251291



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 123 mg/dl



76.



246690



DU : diabetes mellitus tipe II



-



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 358 mg/dl Dilanjutkan...



144



Lanjutan checklist... No 77.



No. RM 245090



Diagnosis DU



:



Diabetes



Kode RS E11.9



Kode Peneliti E11.9



Hasil A TA √



mellitus tipe II



Ket. CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 115 mg/dl



78.



241485



DU : diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 125 mg/dl



79.



241689



DU : nefropathy diabetes mellitus



E11.2† N08.3*



E11.2† N08.3*







CPPT : Tertulis komplikasi nefropathy diabetes mellitus RMK : Tertulis diagnosis nefropathy diabetes mellitus tipe Hasil Lab : GDS 107 mg/dl



80.



251291



DU : Diabetes mellitus tipe II



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 123 mg/dl



81.



255398



DU : ulcus diabetes mellitus



E11.9



E11.9







CPPT : Tertulis tidak ada komplikasi penyakit lain RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II Hasil Lab : GDS 114 mg/dl Dilanjutkan...



145



Lanjutan checklist... No 82.



No. RM 246690



Diagnosis DU : ulcus diabetes mellitus tipe II



Kode RS E11.5



Kode Peneliti E11.7



Hasil A TA √



Ket. CPPT : Tertulis ulcus diabetes mellitus, neuropathy syaraf autonom



E11.5



RMK : Tertulis diagnosis ulcus diabetes mellitus



83.



241676



DU : Diabetes mellitus tipe II Ds : Nefropathy dm



-



E11.4† G99.0* E11.2* N08.3†



Hasil Lab : GDS 168 mg/dl √



CPPT : Tertulis komplikasi nefropathy RMK : Tertulis diagnosis diabetes mellitus tipe II, nefropathy Hasil Lab : GDS 183 mg/dl



Lampiran 7



146



147



Lampiran 8



148



Lampiran 9



149



Lampiran 10



150



151



Lampian 11



152



153



154



155



156



157



158



159



Lampiran 12