Kti Eviana Agustina Revisi 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIPERTERMI DI WILAYAH MAGELANG



KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar Ahli Madya Keperawatan Pada Program Studi Diploma III Keperawatan



Disusun Oleh : Eviana Agustina NIM 14.0601.0023



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2017



i Universitas Muhammadiyah Magelang



HALAMAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah



ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIPERTERMI DI WILAYAH KABUPATEN MAGELANG



Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Tim Penguji KTI Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang



Magelang,…. Juli 2017



Pembimbing I



Ns. Reni Mareta, M.Kep NIK. 207708165 Pembimbing II



Ns. Septi Wardani, M.Kep NIK. 108306044



ii Universitas Muhammadiyah Magelang



HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.A DENGAN HIPERTERMI DI WILAYAH KABUPATEN MAGELANG Disusun Oleh : Eviana Agustina NPM : 14.0601.0023



Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal ….Juli 2017 Susunan Penguji : Penguji I : Dwi Sulistyono, BN NIK. 937108060



(…………………………)



Penguji II: Ns. Reni Mareta, M.Kep NIK. 207708165



(………………………...)



Penguji III: Ns. Septi Wardani, M.Kep NIK. 108306044



(………………………...)



Magelang,….Juli 2017 Program Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang Dekan,



Puguh Widiyanto, S.Kp., M.Kep NIK. 0621027203



iii Universitas Muhammadiyah Magelang



KATA PENGANTAR



Alhamdulilah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An.X Dengan Hipertermi di Wilayah Magelang” pada waktu yang di tentukan. Adapun tujuan karya tulis ilmiah untuk memenuhi syarat akhir dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mengalami berbagai kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung maka terselesaikan karya tulis ilmiah ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Puguh Widiyanto, S.Kp, M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang. 2. Ns. Reni Mareta, M.Kep selaku Kaprodi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang dan selaku pembimbing I dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penyusun karya tulis silmiah. 3. Ns. Septi Wardani, M.Kep selaku pembimbing II dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini yang senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penyusun proposal karya tulis ilmiah. 4. Dwi Sulistyono, BN selaku penguji I dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini yang senantiasa memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penyusun karya tulis ilmiah.



iv Universitas Muhammadiyah Magelang



5. Semua Staf dan Karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Diploma III Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dan telah membantu memperlancar proses penyelesaikan karya tulis ilmiah. 6. Ayah dan Ibu tercinta, yang tidak henti-hentinya member doa dan restunya, tanpa mengenal lelah selalu memberi semangat untuk penulis. Mendukung dan membantu penulis baik secara moril, materiil maupun spiritual hingga selesainya penyusunan karya tulis ilmiah ini. 7. Teman-teman



mahasiswa



Fakultas



Ilmu



Kesehatan



Universitas



Muhammadiyah Magelang yang telah banyak membantu dan telah banyak menemani dan mendukung selama 3 Tahun yang telah kita lalui. 8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis ilmiah ini sampai selesai yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal bapak/ibu/saudara/I yang telah di berikan kepada penulis memperoleh imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. Akhirnya hanya kepada Allah SWT semata penulis memohon perlindungan-Nya. Penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.



Magelang, Juli 2017



Penulis



v Universitas Muhammadiyah Magelang



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii KATA PENGANTAR.............................................................................................iv DAFTAR ISI...........................................................................................................vi Daftar Tabel..........................................................................................................viii Daftar Gambar........................................................................................................ix BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1



Latar Belakang Masalah............................................................................1



1.2



Tujuan Penelitian.......................................................................................3



1.2.1



Tujuan umum.....................................................................................3



1.2.2



Tujuan khusus....................................................................................4



1.3



Pengumpulan Data....................................................................................4



1.3.1



Observasi – Partisipasif......................................................................4



1.3.2



Wawancara.........................................................................................4



1.3.3



Studi Pustaka......................................................................................4



1.4



Manfaat Karya Tulis Ilmiah......................................................................4



1.4.1



Bagi Profesi Keperawatan..................................................................4



1.4.2



Bagi Institusi Pendidikan...................................................................5



1.4.3



Bagi Orangtua Klien..........................................................................5



1.4.4



Bagi Penulis.......................................................................................5



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................6 2.1



Konsep Demam Thypoid...........................................................................6



2.1.1



Definisi...............................................................................................6



2.1.2



Anatomi Fisiologi..............................................................................6



2.1.3



Etiology............................................................................................10



2.1.4



Patofisiologi.....................................................................................10



2.1.5



Gejala Klinis.....................................................................................11



2.1.6



Penatalaksanaan...............................................................................12 vi Universitas Muhammadiyah Magelang



vii



2.1.7



Pemeriksaan Penunjang...................................................................16



2.1.8



Komplikasi.......................................................................................18



2.1.9



Konsep Dasar Asuhan Keperawatan................................................19



2.2



Pathway Penyakit....................................................................................27



2.3



Pathway Mekanisme Penurunan Suhu....................................................28



DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................



Universitas Muhammadiyah Magelang



Daftar Tabel Halaman



Tabel 1 Intervensi dan Rasional.............................................................................22



viii Universitas Muhammadiyah Magelang



Daftar Gambar



Halaman



Gambar 1 Anatomi Sistem Pencernaan....................................................................7 Gambar 2 Anatomi Usus Halus................................................................................9 Gambar 3 Pathway Penyakit..................................................................................27 Gambar 4 Pathway Mekanisme Penurunan Suhu ................................................28



ix Universitas Muhammadiyah Magelang



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demam typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa. Penyakit ini selalu dijumpai di masyarakat Indonesia, mulai dari usia balita sampai dengan orang dewasa. Prevalensi demam typhoid paling tinggi pada usia 5-13 tahun, penderita pada anak sangat tinggi karena pada usia tersebut cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan bermain dan kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan diluar rumah, atau jajan yang mungkin tingkat kebersihannya kurang dimana bakteri salmonella typhosa banyak berkembang khususnya pada makanan (Sodikin, 2011). Data World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus demam typhoid. Biasanya angka kejadian demam typhoid tinggi pada daerah tropic di bandingkan dengan daerah yang berhawa dingin. Di Indonesia di perkirakan antara 800-100.000 orang yang terkena penyakit demam typhoid sepanjang tahun. Angka kematian akibat demam tifoid di Indonesia pada anak-anak sekitar 2,6% dan pada orang dewasa sekitar 7,4%, jika dirata-rata menjadi 5,7% (WHO, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan system surveilans penderita demam typhoid ada 44.422 penderita, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penderita meningkat menjadi 46.142 penderita. Hal ini menunjukan bahwa kejadian demam typhoid di Jawa Tengah termasuk tinggi (Yudianto, Budijanto, Hardhana, & Soenardi, 2015). Data yang diperoleh dari Dinas Kabupaten Magelang pada tahun 2015 jumlah penderita demam yang belum diketahui penyebabnya yaitu 2754 kasus dengan urutan penyakit ke 12 dari 20 penyakit yang menonjol. Pada tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu 2895 penderita. Sedangkan pada penderita demam



1 Universitas Muhammadiyah Magelang



2



typhoid itu sendiri pada tahun 2016 sejumlah 52 penderita (Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, 2016). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang (2016) menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab penyakit demam typoid yang di alami oleh masyarakat di Magelang yaitu sebagian masyarakat cenderung kurang memperhatikan pola makannya dan keadaan lingkungan. Seperti kurang memperhatikan tentang sanitasi lingkungan termasuk minum air yang kurang bersih dan memakan berbagai makanan jajanan di pinggir jalan yang kurang higienis dalam pengolahan maupun lingkungannya dimana bakteri salmonella typhi banyak berkembang khususnya pada makanan. Selain itu juga saluran pembuangan limbah maupun pembuangan air kotor yang tidak memenuhi syarat kesehatan juga merupakan faktor utama terkena penyakit demam typoid.. Gejala yang sering muncul pada pasien dengan demam typhoid yaitu hipertermia yang disebabkan oleh reaksi kuman salmonella thypi yang masuk kedalam tubuh dan berkembangbiak, masuk ke peredaran darah. Hipertermia adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh melebihi titik tetap (set point) lebih dari 37ºC yang diakibatkan oleh kondisi tubuh atau eksternal yang menciptakan lebih banyak panas yang dapat dikeluarkan oleh tubuh. Hipertermia jika tidak ditangani dapat menyebabkan dehidrasi yang akan mengganggu keseimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan kejang. Kejang berulang dapat menyebabkan kerusakan sel otak yang dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku anak, serta dehidrasi yang berat dapat menyebabkan syok dan bisa berakibat fatal hingga berujung kematian. Tindakan kompres hangat adalah salah satu tindakan mandiri perawat untuk menangani hipertermia. Dengan demikian, hipertermi harus diatasi dengan penanganan yang tepat (Wardiyah, Setiawati, & Setiawan, 2016). Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.Tindakan farmakologis yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas seperti memberikan



Universitas Muhammadiyah Magelang



3



minuman



yang



banyak,



ditempatkan



dalam



ruangan



bersuhu



normal,



menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres (Sodikin, 2012). Kompres tepid sponge merupakan salah satu cara metode fisik untuk menurunkan demam yang bersifat non farmakoterapi. Teknik ini dilakukan dengan melakukan kompres air hangat diseluruh badan anak dengan suhu air 30oC-35oC. Manfaat kompres tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan. Adapun indikasi dilakukan kompres tepid sponge yaitu anak dengan febris (demam) suhu di atas 38oC, tidak ada luka pada daerah pemberian kompres tepid sponge, tidak diberikan pada neonates (Supiyanto, Megasari, & Susanti, 2016). Menurut Hasil penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) suhu sebelum diberikan kompres tepid sponge dan sesudah diketahui bahwa rerata (mean) suhu tubuh sebelum diberi tindakan tepid sponge adalah 38,8°C dengan standar deviasi 0,6026 dan nilai urunan sebesar 1,4oC. Sedangkan menurut hasil penelitian dari (Isnaeni, 2008) menyatakan kelompok perlakuan kompres tepid sponge dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir mengalami penurunan suhu berkisar antara 0.3 - 0.6oC. Kelompok perlakuan kompres tepid sponge mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,183 berarti < 0,948. Dengan demikian ada perbedaan penurunan suhu tubuh yang signifikan antara suhu akhir pada kelompok kompres water tepid sponge. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Pada An.X Dengan Hipertermi di Wilayah Magelang dengan karya inovatif kompres tepid sponge. 1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan umum Mampu mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada anak dengan Hipertermi di Wilayah Kabupaten Magelang dengan menggunakan terapi nonfarmakologi dengan kompres tepid sponge.



Universitas Muhammadiyah Magelang



4



1.2.2 Tujuan khusus 1.2.2.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan yang tepat pada anak Hipertermi. 1.2.2.2 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan Hipertermi. 1.2.2.3 Mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan Hipertermi. 1.2.2.4 Mampu melakukan tindakan keperawatan secara inovatif pada anak dengan Hipertermi. 1.2.2.5 Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak dengan Hipertermi. 1.2.2.6 Mendokumentasikan Asuhan keperawatan pada anak dengan Hipertermi 1.3 Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan sebagai berikut : 1.3.1 Observasi – Partisipasif Dengan melakukan pengamatan secara langsung dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan 1.3.2 Wawancara Melakukan tanya jawab dengan klien dan keluarga. 1.3.3 Studi Pustaka Memperoleh bahan karya tulis ilmiah dari buku-buku referensi, e-book dan jurnal yang berhubungan dengan hipertermi dan kompres tepid sponge. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan Bagi profesi keperawatan di harapkan karya tulis ilmiah ini sebagai masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertermi. Sehingga klien mendapat tindakan asuhan keperawatan yang cepat, tepat, dan optimal.



Universitas Muhammadiyah Magelang



5



1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Bagi institusi pendidikan sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan hipertermi dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. 1.4.3 Bagi Orangtua Klien Bagi orangtua anak agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam merawat diri sendiri maupun anaknya dengan hipertermi. 1.4.4 Bagi Penulis Bagi penulis dapat meningkatkan pelayanan keperawatan di tempat pengambilan kasus dan institusi



Universitas Muhammadiyah Magelang



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Demam Thypoid 2.1.1 Definisi Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia (Djoko, 2007). Demam typhoid (tifus abdominalis) adalah penyakit infeksit akut pada usus yang menimbulkan gejala sistemik yang di sebabkan oleh Salmonella typhosa, salmonella paratyphi A, B, dan C. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang sudah terinfeksi kuman salmonella. Penularan Salmonellathypi dapat di tularkan melalui berbagai cara yang di kenal dengan 5F yaitu :food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses (Wulandari & Erawati, 2016). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan demam thypoid adalah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thyphi dan menular melalui jalur fekal-oral. 2.1.2 Anatomi Fisiologi Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan,dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus (Pearce, 2009).



6 Universitas Muhammadiyah Magelang



7



Gambar 1 Anatomi Sistem Pencernaan (Pearce, 2009). 2.1.2.1 Mulut atau Oris Mulut berfungsi sebagai alat untuk mengunyah makanan, mulut merupakan permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu bagian luar yang sempit atau vestibula merupakan ruang di antara gusi dan gigi, bibir dan pipi. Sedangkan bagian rongga mulut atau bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring (Pearce, 2009). 2.1.2.2 Faring Faring



merupakan



organ



yang



menghubungkan



rongga



mulut



dengan



kerongkongan (esophagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpanagan antara jalan napas dan jalan makanan letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung didepan ruas tulang belakang ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang bernama koana (Pearce, 2009).



Universitas Muhammadiyah Magelang



8



2.1.2.3 Esofagus Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. 2.1.2.4 Lambung Kapasitas lambung adalah antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sekitar 75 ml pada minggu kedua, pada akhir bulan pertama sekitar 10 ml dengan terjadinya perkembangan bayi, lambung berkembang sehingga mempunyai seluruh gambaran dari lambung dewasa. 2.1.2.5 Usus Halus Usus halus (intestinum minor) merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya ±6m, dan merupakan saluran pencernaan yang paling panjang. Bentuk dan susunanya berlipat-lipat melingkar. Makanan dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan permukaan yang lebih luas. Banyaknya jonjot-jonjot pada tempat absrpsi memperluas permukaanya. Pada ujung dan pangkalnya terdapat katup.Intestinum minr terketak dalam rongga abdomen dan di kelilingi oleh usus besar (Syaifuddin, 2012). Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini: a. Doudenum Bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat bagaian yang membukit tempat bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum. b. Jejenum Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak disebelah kiri atas intestinum minor.



Dengan



perantaraan



lipatan



peritoneum



yang



berbentuk



kipas



(mesenterium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika



Universitas Muhammadiyah Magelang



9



superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejenum lebih lebar, sedangkan dindingnya lebih tebal dan banayak mengandung pembuluh darah. c. Iileum Ujung batas antara ileum dan jejenum tidak jelas, panjangnya ±4-5 meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak disebelah kanan bawah berhungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat oleh sfingter dan katup valvula ceicalis (Valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam ileum (Syaifuddin, 2012).



Gambar 2 Anatomi Usus Halus (Pearce, 2009). 2.1.2.6 Usus Besar Usus besar berjalan dari katub ileosaekol ke anus. Dibagi dalam lima bagian : caekum, kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden secara kasar membentuk tiga sisa dan segi empat dan tampak menutupi usus kecil, sementara kolon sigmoid menjadi kontinyu dengan rectum. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (Pearce, 2009).



Universitas Muhammadiyah Magelang



10



2.1.3 Etiology Etiologi dari demam thypoid adalah salmonella thypi, termasuk dalam genus Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacbacteriaceae.Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram negative.Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar atau limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54.4oC dalam satu jam, atau 60oC dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O somatic , adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan antigen H (flageum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. thypi, juga S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul (Widagdo, 2010). Faktor presdiposisi demam thypoid yaitu lingkungan hidup yang kotor dan tidak sehat mencakup penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat serta standar hygiene industry pengolahan makanan yang masih rendah, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Selain itu pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Mansjoer, 2008). 2.1.4 Patofisiologi Penularan Salmonella thypi dapat dilakukan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu :food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada oranglain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanaan yang akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman Salmonella thyphi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui. Kemudian kuman masuk ke lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus ke bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. Di dalam jaringan limpoid kuman berkembangbiak, lalu masuk ke aliran darah mencapai sel-sel retikulondotial. Sel-sel retikulondotial ini kemudian melepaskan



Universitas Muhammadiyah Magelang



11



kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada thypoid disebabkan oleh endotoksemia. Akan tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada thypoid. Endotokdemia berperan pada pathogenesis thpoid, karena membantu proses inflamasi local pada usus halus. Demam disebabkan karena kuman Salmonella thphi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasa zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Padilla, 2013). Pathogenesis (tata cara masuknya kuman thypoid ke dalam tubuh) pada penyakit thypoid dibagi menjadi dua bagian yaitu : 2.1.4.1 Menembus dinding usus masuk ke dalam darah kemudian di pathogenesis oleh kuman Reticulo Endothelia System (RES) dalam hepar dan lien. Di sini kuman berkembangbiak dan masuk ke dalam darah lagi dan menimbulkan infeksi di usus lagi. 2.1.4.2 Basil melalui tonsil secara lymphogen dan haemophogen masuk ke dalam hepar dan lien kecil, basil mengeluarkan toksin, toksin inilah yang menimbulkan gejala klinis (Wulandari & Erawati, 2016). 2.1.5 Gejala Klinis 2.1.5.1 Nyeri kepala, lemah dan lesu. 2.1.5.2 Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu ke dua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan kembali normal. 2.1.5.3 Gangguan pada saluran cerna : halitosi, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorimus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan. 2.1.5.4 Gangguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen). 2.1.5.5 Bintik-bintik kemerahan pada kulit (raseola) akibat emboli basil dalam kapiler kulit (Suriadi, 2010).



Universitas Muhammadiyah Magelang



12



2.1.6 Penatalaksanaan 2.1.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan a. Perawatan Umum Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu- waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus dperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih (Inawati, 2008). b. Diet Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman pada pasien demam tifoid (Inawati, 2008). 2.1.6.2 Penatalaksanaan Medis a. Farmakologi Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah : 1) Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan kloramfenikol. Siuksinat intramuskulerintramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari. 2) Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari



Universitas Muhammadiyah Magelang



13



3) Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol, dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, di gunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). 4) Ampisilin



dan



Amoksisilin



:



Dalam



hal



kemampuan



menurunkan



demam,efektivitas ampisilin dan amoksilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari, di gunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan Amoksisilin dan Ampisilin, demam rata-rata turun 7-9 hari (Depkes, 2009). b. Nonfarmakologi Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas pada demam typhoid biasanya di berikan minuman yang banyak, ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan memberikan kompres. Kompres yang biasa dilakukan yaitu kompres tepid sponge. Kompres tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dan teknik seka. Menurut hasil penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) sebelum diberikan kompres tepid sponge dan sesudah diketahui bahwa rerata (mean) suhu tubuh sebelum diberi tindakan tepid sponge adalah 38,8°C dengan standar deviasi 0,6026 dan nilai urunan sebesar 1,4oC . Sedangkan menurut hasil penelitian dari (Isnaeni, 2008) menyatakan kelompok perlakuan kompres tepid sponge di evaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir mengalami penurunan suhu berkisar antara 0.3 - 0.6oC. Kelompok perlakuan kompres tepid Sponge mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,183 berarti < 0,948. Dengan demikian ada perbedaan penurunan suhu tubuh yang signifikan antara suhu akhir pada kelompok kompres water tepid sponge. Penelitian kompres tepid sponge di perkuat dari hasil penelitian yang di lakukan oleh (Haryani & Arif, 2013) yaitu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui



Universitas Muhammadiyah Magelang



14



pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia di RSUD Tugurejo Semarang. Desain penelitian ini menggunakan eksperimen semu one group pre test post test, jumlah sampel 36 responden dengan metode total sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan thermometer digital dan menggunakan air hangat dengan suhu 350C. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh kompres tepid sponge hangat terhadap penurunan suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia. Dilihat dari hasil analisis uji wilcoxon signed rank test didapatkan p-value sebesar 0,0001 < 0,05 dengan penurunan rata-rata sebesar 1,40 oC. Rekomendasi hasil penelitian ini adalah mengatasi hipertermia dapat menggunakan terapi non farmakologis tepid sponge sehingga pasien tidak tergantung dengan obat antipiretik. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu dengan anak yang mengalami demam dengan suhu tubuh di atas 38oC, anak usia 1 sampai 10 tahun, dan bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu responden dalam penurunan kesadaran dan anak yang mengalami gangguan termoregulasi atau kelainan pada hipotalamus (Haryani & Arif, 2013). Prosedur pelaksanaan tepid sponge di ambil dari tahap – tahap pelaksanaan tepid sponge yang di rekomendasikan oleh (Rosdahl & Kowalski, 2008) dalam (Haryani & Arif, 2013) yaitu : (1) Kompres tepid sponge merupakan sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka di seluruh tubuh menggunakan air hangat dengan suhu 35oC-37oC (2) Manfaat kompres tepid sponge yaitu untuk menurunkan suhu tubuh dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan. (3) Indikasi dilakukan kompres tepid sponge yaitu anak dengan febris (demam) suhu di atas 38oC, tidak ada luka pada daerah pemberian kompres tepid sponge, tidak diberikan pada neonates (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016). NO



PROSEDUR



RASIONAL



Universitas Muhammadiyah Magelang



15



Fase Persiapan 1



Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid water sponge.



Klien dan keluarga perlu mengetahui tindakan yang akan dilakukan.



2



Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat untuk seka dengan suhu (30°C-35°C) dan untuk teknik blok suhu air 40oC, lap mandi/wash lap kira-kira 6 buah / sesuai kebutuhan, handuk mandi, selimut mandi, perlak, termometer digital.



Persiapan alat dapat memastikan bahwa pengkajian yang dilakukan klien tepat dan efisien



Fase Kerja 1



Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum Agar tidak terganggu selama di lakukan tepid water sponge tindakan keperawatan



2



Ukur suhu tubuh klien, TD, nadi, RR dan catat.



3



Buka seluruh pakaian klien dan alas klien Pakaian dapat mencegah dengan perlak terjadinya perpindahan panas.



4



Tutup tubuh klien dengan handuk mandi



5



Kemudian cek suhu air hangat setelah itu Memastikan suhu air yang basahkan wash lap atau lap mandi pada baskom diberikan tepat yang berisi air hangat dengan suhu air (30°C35°C) untuk air seka dan suhu 40oC untuk teknik blok,celupkan waslap kemudian diperas.



6



Letakan waslap tersebut pada daerah leher, Merupakan daerah axial, lipatan paha dan daerah popliteal selama vaskularisasi yang baik 10-15 menit jika waslap mulai mengering celupkan lagi pada air hangat.



7



Perlahan lakukan seka pada daerah ekstermitas Membantu tubuh dalam selama 15 menit lakukan beberapa kali dan mengaktifkan mekanisme periksa respon anak. termoregulasi untuk



Mengetahui status kondisi klien



Menjaga privasi dan kenyamanan klien



Universitas Muhammadiyah Magelang



16



menurunkan panas 8



Mengkaji perubahan suhu tubuh setiap 15-20 Mengkaji perubahan suhu menit. tubuh pada klien



9



Menghentikan prosedur mendekati normal.



10



Mengeringkan tubuh menggunakan handuk



11



Kenakan kembali pakaian klien dan merapikan Menjaga kenyamanan klien alat-alat.



bila



suhu



tubuh Mengetahui jika suhu sudah mulai normal Menjaga kenyamanan klien



Tahap Terminasi 1



Melakukan evaluasi tindakan



Untuk mengetahui hasil setelah dilakukan kompres



2



Menyampaikan rencana tindak lanjut



3



Mendoakan pasien



Mekanisme kompres tepid sponge sehingga dapat menurunkan suhu terjadi lewat panas tubuh yang digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Karena air hangat membantu darah tepi di kulit melebar, sehingga pori-pori menjadi terbuka yang selanjutnya mempermudahkan pengeluaran panas dari dalam tubuh sehingga proses evaporasi panas dari kulit ke lingkungan lebih cepat (Haryani & Arif, 2013).



2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 2.1.7.1 Pemeriksaan Darah Tepi Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.



Universitas Muhammadiyah Magelang



17



2.1.7.2 Pemeriksaan Bakteriologis dengan Isolasi dan Biakan Kuman. Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses. 2.1.7.3 Pemeriksaan Kuman Secara Molekuler Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi (Wain dan Hosoglu, 2008). 2.1.7.4 Uji Serologis a. Uji widal Merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini. b. Uji tubex Uji tubex merupakan uji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif kolometrik yang pada intinya mendeteksi adanya antibodi anti salmonella typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida. salmonella typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Jika hasil uji tubex positif maka menunjukkan terdapat infeksi salmonella serogroup D walaupun tidak secara spesifik menunjukkan pada salmonella thypi, sedangkan jika hasil uji tubex negatif kemungkinan menunjukkan terdapat infeksi oleh S.paratyphi atau penyakit lain.



Universitas Muhammadiyah Magelang



18



c. Uji typhidot Metode Enzyme Immunoassay Dot didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD salmonella typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode typhidot



telah



dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik (Suriadi, 2010). 2.1.8 Komplikasi Menurut (Widagdo, 2010) beberapa komplikasi yang sering terjadi pada demam thypoid adalah : 2.1.8.1 Perdarahan Usus dan Perforasi Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu di waspadai dari demam thypoid yang muncul pada minggu ke 3. Sekitar 5% penderita demam thypoid mengalami komplikasi ini. Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadi shock, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja.Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut. Jika hal ini terjadi, di perlukan perawatan medis segera. 2.1.8.2 Komplikasi Lain yang Lebih Jarang. a. Peradangan dan pembengkakan otot jantung. b. Pneumonia. c. Peradangan pankreas. d. Infeksi ginjal atau kandung kemih. e. Infeksi dan pembengkakan selaput otak. 2.1.8.3 Komplikasi Diluar Usus



Universitas Muhammadiyah Magelang



19



Klien dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan di karenakan karena ada diare. Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Usahakan cairan yang masuk harus banyak, baik air putih, tehmanis, jus buah atau susu. Selain itu panas yang tinggi dapat menyebabkan kejang. 2.1.8.4 Komplikasi di Dalam Usus Luka di dalam usus dapat menimbulkan perdarahan sehingga tinja berdarah.Usus yang luka ini dapat pecah. Gejala lainnya berupa perut kembung dan panas tinggi sampai tidak sadar. 2.1.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.1.9.1 Pengkajian Fokus a. Identitas Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, status, pekerjaan, dan pendidikan. b. Keluhan Utama Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apatis sampai somnolen, dan gangguan saluran pencernaan sperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lender, anoreksia, dan muntah. c. Riwayat Kesehatan Lingkungan. Demam thpoid saat ini terutama ditemukan di Negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan.Pengaruh cuaca terutama musim hujan sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas. 1) Imunisasi : Pada thypoid conginetal dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan gejala tdak khas serta menyerupai sepsis neonatarum. 2) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. 3) Nutrisi (gizi buruk atau meteorismus). d. Pemeriksaan Fisik 1) System kardiovaskuler : takikardi, hipotensi, dan syok perdarahan, infeksi sekunder atau septicemia. 2) Sistem pernapasan : batuk non produktif, sesak napas.



Universitas Muhammadiyah Magelang



20



3) System pencernaan : umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa, dan hati, nyeri perut perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah tifoid dengan ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering, dan pecah-pecah. 4) System genitourinarius : distensi kandung kemih, retensi urin. 5) System syaraf : Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun (delirium hingga stupor), gangguan kepribadian, katatonia, aphasia, kejang. 6) System lokomotor/musculosketal : nyeri sendi. 7) System endoktrin : tidak ada kelainan. 8) System integument : Rose spot dimana hilang tekanan, ditemukan pada dada dan perut, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering. 9) System pendengaran : tuli ringan atau otitis media. e. 1) 2) 3)



Pemeriksaan Diagnostik / Hasil. Jumlah leukosit normal/leucopenia/leukositosis. Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT, dan fosfat alkali meningkat. Minggu pertama biakan dara salmonella thypi positif, dalam minggu



berikutnya menurun. 4) Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga. 5) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaaan ulang memastikann diagnosis. Pada rekasi widal titer aglutini O dan H meningkat sejak minggu ke dua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis (Wulandari & Erawati, 2016). 2.1.9.2 Diagnosa Keperawatan a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. c. Resiko kekurang volume cairan berhubungan dengan output berlebih d. Nyeri berhubungan dengan tingkat peradangan. e. Diare berhubungan dengan proses infeksi



Universitas Muhammadiyah Magelang



21



2.1.9.3 Intervensi & Rasional Tabel 1 Intervensi dan Rasional (Nurarif, H & Kusuma, 2015)



NO Diagnosa Keperawata n



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



Rasional



Universitas Muhammadiyah Magelang



22



1



Hipertermi b/d proses infeksi



Kriteria hasil : 1) Peningkatan suhu kulit dari berat



sampai



1) Kolaborasi



1) Untuk



dengan dokter



mengetahui obat



dalam



yang



pemberian



dengan pasien. 2) Untuk



antipiretik. tidak ada (1-5). 2) Monitor suhu 2) Hipertermi dari paling tidak 2 berat menjadi jam, sesuai tidak ada (1-5). kebutuhan. 3) Dehidrasi dari 3) Tingkatkan berat sampai intake cairan tidak ada (1-5). yang adekuat. 4) Berikan



sesuai



mengetahui suhu pasien tiap 2 jam 3) Untuk memenuhi kebutuhan cairan. 4) Untuk menurunkan suhu tubuh klien.



kompres dengan kompres tepid sponge



Universitas Muhammadiyah Magelang



23



2



Ketidaksei mbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunga n



dengan



intake yang tidak adekuat.



Kriteria hasil :



1) Timbang berat



1) Asupan



1) Untuk



badan



klien. makanan sangat 2) Monitor menyimpang adanya mual dari rentang dan muntah. normal



sampai 3) Monitor diet dan



tidak menyimpang dari



rentang



normal (1-5). 2) Asupan



cairan



sangat



asupan



kalori. 4) Tentukan pola makan



dari



rentang



normal



sampai



badan



klien. 2) Untuk mengetahui adanya



mal



nutrisi. 3) Untuk mengetahui kalori yang di



makanan



butuhkan



klien



dan



tidak



di



sukai).



klien. 4) Untuk mengetahui makanan yang



tidak



di



menyimpang dari



berat



kebutuhan



(misalnya yang di sukai



menyimpang



mengetahui



inginkan



klien.



rentang



normal (1-5).



3



Resiko



Kriteria Hasil :



1) Kaji



kekurangan



1) Tekanan darah,



tanda-



tanda



vital



volume



nadi, dan suhu



(tekanan



cairan



tubuh



darah,



berhubunga



batas normal.



n dengan output berlebih.



2) Turgor



dalam



kulit



3) Keseimbangan masukan



nadi,



RR,



dan



suhu).



dan



kulit



mengetahui keadaan umum klien 2) Untuk mengetahui



2) Observasi



baik.



1) Untuk



adanya



kering



berlebih membrane



dan



dehidrasi 3) Untuk



Universitas Muhammadiyah Magelang



24



keluaran



urine



normal. 4) Pengisian kapiler baik,



mukosa turgor



, kulit



dan pengisian kapiler. 3) Awasi



mengetahui balance cairan. 4) Untuk memberikan cairan



masukan dan



tambahan dan



keluaran



mencegah



perkiraan



terjadinya



kehilangan



dehidrasi.



cairan. 4) Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring. 5) Kolaborasika



n



dengan



dokter untuk pemberian cairan tambahan 4



Nyeri



akut



Kriteria Hasil : 1) Lakukan 1) Nyeri yang di berhubunga pengkajian laporkan berat n dengan nyeri secara sampai tidak tingkat komprehensif ada (1-5). 2) Gunakan peradangan. 2) Panjangnya strategi episode nyeri komunikasi (1-5). teraupetik untuk mengetahui



1) Untuk mengetahui tingkatan nyeri klien. 2) Untuk mengetahui pengalaman nyeri klien. 3) Untuk mengurangi



Universitas Muhammadiyah Magelang



25



pengalaman nyeri



dan



sampaikan penerimaan



nyeri klien. 4) Untuk mengurangi nyeri klien



pasien terhadap nyeri. 3) Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgetik. 4) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat.



Universitas Muhammadiyah Magelang



26



5



Diare



Kriteria Hasil : 1) Observasi 1) Diare yang berhubunga warna, dilaporkan berat n proses volume dan sampai tidak infeksi konsistensi ada (1-5). feses. 2) Dehidrasi dari 2) Amati turgor berat sampai kulit secara tidak ada (1-5). berkala. 3) Ukur output feses 4) beri makan anak dengan porsi kecil tapi sering. 5) Anjurkan kepada keluarga



1) Untuk mengetahui konsistensi feses. 2) Untuk mengetahui adanya



tanda



hidrasi



atau



tidak. 3) Untuk mengetahui balance cairan 4) Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. 5) Untuk



untuk



memenuhi



memberikan



cairan



makanan



tambahan



rendah serat.. 6) Kolaborasika n dengan dokter dalam pemberian zink, oralit /terapi obat.



Universitas Muhammadiyah Magelang



27



2.2 Pathway Penyakit Kuman Salmonella thypi yang masuk kesaluran gastrointestinal



lolos dari asam lambung



pembuluh limfe



dimusnahkan asam lambung



bakteri masuk usus halus



peredaran darah



masuk rentrikuloendotereal



(bacteremia primer)



terutama hati & limfa



Berkembangbiak dihati



masuk ke aliran darah



Dan limfa Empedu Pembesaran hati



pembesaran limfa



Hepatomegali



splenomegali



Endotoksin



Rongga usus pada Kel. Limfoid halus



terjadi kerusakan sel Merangsang melepas zat



Lase plak player



penurunan/peningkatan



erosi



pirogen oleh leukosit



mobilisasi usus penurunan/peningkatan



mempengaruhi pusat



peristaltic usus



termoregulasi di hipotalamus



Nyeri Hipertermi Resiko kekurangan vol



cairan



Konstipasi/diare



peningktan asam lambung anoreksia mual muntah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan



Gambar 3 Pathway Penyakit (Nurarif, 2013)



Universitas Muhammadiyah Magelang



28



2.3 Pathway Mekanisme Penurunan Suhu



Kompres WTS



Dihantar kan melalui reseptor panas/sensori (kulit) Sinyal hangat di bawa HIPERTERMI



ke hipotalamus Memvasodilatasi pembuluh darah terjadi proses evaporasi (penguapan)



Penurunan Suhu



terjadi pengeluaran panas tubuh



Keluarnya keringat Gambar 4 Pathway Mekanisme Penurunan Suhu (Nurarif, 2013)



Universitas Muhammadiyah Magelang



BAB 3 LAPORAN KASUS Dalam melakukan asuhan keperawatan pada An. A dengan demam, tahap proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian keperawatan dan pengumpulan data, membuat diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keperawatan, melakukan implementasi keperawatan,, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan, hingga evaluasi. Proses keperawatan tersebut dilakukan pada tanggal 26 Mei 2017 sampai dengan tanggal 28 Mei 2017. 3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas Klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Mei 2017 pada pukul 16.00 WIB, identitas klien, klien bernama An. A berumur 12 bulan. Alamat Mangunsoko RT 001/002, Mangunsoko Dukun Magelang. Agama yang dianut keluarga klien adalah agama islam. Sebelumnya klien dibawa kebidan desa dengan keluhan panas sejak 5 hari yang lalu, muntah 1x, nafsu makan menurun. 3.1.2



Riwayat Kesehatan Klien



Pengkajian riwayat kesehatan klien didapat data yaitu klien sebelumnya dibawa ke bidan desa dengan keluhan demam tinggi sejak 5 hari yang lalu, muntah 1x, flu, lemes, nadi 110x/menit, pernafasan 25x/menit, dan suhu klien 38.3 oC. Riwayat kesehatan sekarang yaitu klien demam tinggi, rewel, nafsu makan berkurang. Riwayat kesehatan dahulu mengatakan sebelumnya An. A pernah sakit tetapi belum pernah mondok di rumah sakit. Riwayat penyakit keluarga yaitu di keluarga klien tidak memiliki penyakit serius namun ibu klien memiliki penyakit keturunan yaitu hipertensi. Pada pengkajian riwayat alergi, ibu klien mengatakan anaknya tidak mempunyai alergi terhadap obat dan makanan. Pada riwayat imunisasi ibu klien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi yaitu HB 0 pada saat lahir. BCG dan polio pada saat klien umur 1 bulan, DPT/HB 1, Polio 2 pada saat anaknya



29 Universitas Muhammadiyah Magelang



30



berumur 2 bulan, DPT/HB 2, Polio 3 saat umur 3 bulan, DPT/HB 3, polio 4 saat umur 4 bulan, Campak pada umur 9 bulan. 3.1.3



Pengkajian 13 Domain NANDA



Health promotion, ibu klien memahami jika saat ini sedang sakit, dan ibu klien langsung membawa anaknya berobat jika anaknya sakit. Nutrition,ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3x sehari 1 porsi habis dan minum kirakira 900cc sehari, setelah sakit klien makan 1-2 hari 1 porsi habis 1/3 saja, dan untuk minum tidak ada perubahan. Elimination, ibu klien mengatakan An. A BAK 4-5 x sehari berwarna kuning kurang lebih 400-500cc /hari, dan sebelum sakit BAB klien 1x sehari warna kekuningan lembek tidak ada darah, setelah sakit BAB klien 2 hari sekali. Activity/rest, sebelum sakit klien tidur 8-9 jam/hari yaitu pukul 20.00-05.00 WIB , setelah sakit 6-7 jam/hari yaitu tidur mulai jam 21.00-05.00 namun



pada



malam



hari



klien



sering



terbangun



karena



demam.



Perception/cognition, ibu klien mengatakan belum begitu paham tentang penyekit yang diderita anaknya. Self Perception, ibu klien merasa cemas dengan keadaan anaknya ketika demam. Role relationship, hubungan antar angota keluarga baik serta dengan perawat juga baik, klien nampak lebih dekat dengan ibunya. Sexuality , klien berjenis kelamin laki-laki. Ibu klien mengatakan An. A belum pernah mengalami masalah seksual. Coping/stress tolerance, didapatkan hasil yaitu ibu klien mengatakan cemas karena anaknya demam dan rewel, takut kalau demamnyatidak cepat turun. Ibu klien mengatasi cemasnya dengan usaha berdoa agar anaknya cepat sembuh. Domain life principle didapatkan hasil yaitu orangtua klien selalu sholat. Ketika klien sakit, orangtua klien tetap menjalankan sholat dan berdoa untuk kesembuhan klien. Safety/comfort didapatkan ibu klien selalu menjaga anaknya dengan baik, ibu klien selalu didekat klien dan selalu mengendong anaknya. Growth/development didapat hasil yaitu pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur klien. Pada usia 10 bulan klien sudah mampu mencari benda/mainan yang dijatuhkan, bermain tepuk tangan, sudah mampu makan biscuit sendiri, mengucapkan ma..ma,,da..da..da.



Universitas Muhammadiyah Magelang



31



3.1.4



Pemeriksaan Fisik Umum



Hasil pemeriksaan fisik didapat data sebagai berikut : keadaan umum klien : lemah, klien nampak digendong oleh ibunya, kesadaran : composmentis. Kepala : tidak ada hematoma, rambut hitam lurus, bersih, distribusi merata. Mata : tampak cekung dan konjungtiva tidak anemis. Telinga : tidak ada serumen. Hidung : simetris. Bibir dan mulut : mukosa bibir lembab. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Jantung : inspeksi tidak ada luka& simetris, palpasi ictus cordis teraba intercosta 4-5, perkusi redu (normal), auskultasi regular (s1 lup dan s2 dup). paru-paru : inspeksi semetris kanan kiri, tidak terlihat retraksi dada, palpasi : vocal fremitus kanan kiri sama, perkusi : sonor (normal). Abdomen : saat inpeksi tampak cekung, tidak ada luka bekas operasi, auskultasi menunjukan 15x/menit, turgor kulit tidak elastic, tidak nyeri tekan , suara perkusi tympani. Ekstremitas : superior (atas) tidak ada edema, tidak ada fraktur. Interior (bawah) tidak ada edema dan akral teraba hangat. 3.1.5



Pengkajian Nutrisi



Hasil pengkajian yang dilakukan 26 Mei 2017 yaitu : A (Antropometri date) : TB 70 Cm, BB : 9 kg IMT : 20 (normal), (Biomechemical date) : belum dilakukan pemeriksaan laboratorium. C (clinical): rambut berwarna hitam, distribusi merata, turgor kulit merata, mukosa bibir lembab, konjungtiva anemis, suhu axial 38,3 oC, akral hangat. D (Diet): jenis makanan yang diberikan bubur halus 1 porsi, klien hanya makan 1/3 saja. E (Energy level) : kemampuan klien dalam aktivitas dibantu total oleh orangtuanya. F(Faktor) : ibu klien mengatakan anaknya panas dingin sejak 5 hari yang lalu, anak rewel susah makan. 3.2 Analisa Data Dari hasil pengkajian tanggal 26 Mei 2017 didapat data subjektif : Klien mengeluh demam selama 5 hari, ibu klien mengatakan demam sering terjadi malam hari kadang juga siang hari, nafsu makan menurun serta sering rewel. Data objektif : klien nampak rewel, susah makan, kesadaran composmentis, akral teraba hangat, 110x/menit, pernafasan 25x/menit, dan suhu klien 38.3 oC.



Universitas Muhammadiyah Magelang



32



3.3 Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi Dan Evaluasi. Untuk mengetasi masalah yang muncul pada klien, maka penulis telah menyusun diagnose



keperawatan,



tindakan



keperawatan,



melakukan



implementasi



keperawatan dan evaluasi tiindakan. Fokus diagnosa yaitu Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Dengan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali kunjungan rumah diharapkan masalah hipertermi teratasi dengan criteria hasil suhu badan klien normal (36oC-37oC), akral teraba hangat, tidak terjadi perubahan warna kulit, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, tidak terjadi demam. Tindakan keperawatan yang direncanakan untuk diagnose hipertermi adalah observasi keadaan klien, pantau tanda-tanda vital klien rasionalnya mengetahui perubahan suhu tubuh, ajarkan keluarga klien tentang prosedur kompres water tepid sponge, berikan kompres water tepid sponge rasionalnya kompres hangat wts dapat membantu menurunkan melalui proses evaporasi, anjurkan kepada ibu klien untuk selalu memberikan ASI pada anaknya, rasionalnya mencegah terjadinya dehidrasi akibat kehilangan cairan. Pada tanggal 26 Mei 2017 sudah dilakukan tindakan keperawatan yaitu pukul 15.15 mengkaji suhu tubuh dan keadaan umum klien, respon data subyektif ibu klien mengatakan anaknya demam. Data objektif suhu tubuh klien 38,3 oC dan akral klien teraba hangat. Pukul 15.20 menganjurkan ibu untuk tidak memakaikan selimut dan baju tebal saat anak mengalami demam. Data subjektif ibu mengatakan mengerti apa yang telah dijelaskan oleh perawat. Pukul 15.30 memberikan kompres water tepid sponge, respon data subyektif ibu klien mengatakan anaknya masih demam. Data objektif 37,80C, klien nampak sesekali rewel. Evaluasi dari tindakan keperawatan diatas adalah data subjektif ibu klien mengatakan anaknya masih demam dan akan melakukan kompres water tepid sponge ketika anaknya demam. Data objective keadaan umum anak masih rewel, suhu tubuh 37,8 oC. Assesment masalah hipertermi belum teratasi. Planning



Universitas Muhammadiyah Magelang



33



lanjutkan intervensi pantau suhu tubuh, berikan kompres water tepid sponge jika anak panas, anjurkan untuk minum banyak. Pada tanggal 27 Mei 2017 sudah dilakukan tindakan keperawatan yaitu pukul 13.00 memonitor suhu tubuh dan keadaan umum klien, respon data subyektif ibu klien mengatakan demam anaknya berkurang. Data objektif suhu tubuh klien 37,6oC, akral masih hangat. Pada pukul 13.200 mengajurkan ibu klien untk memberikan minum, respon data subyektif ibu klien mengatakan klien mau minum, data objektif klien minum ASI 100-200cc. pukul 14.00 memantau suhu klien repon data objektif suhu klien 37,4 OC. Evaluasi tindakan diatas adalah data subjektif ibu klien mengatakan demam anaknya berkurang dari pada kemarin. Secara objektif suhu klien 37,4 OC, akral hangat, keadaan umum klien cukup, kesadaran composmentis. Assesment masalah hipertermi teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi pantau suhu tubuh, berikan kompres water tepid sponge jika anak panas, anjurkan klien untuk minum banyak. Hari ketiga, tanggal 28 Mei 2017 pukul 11.00 penulis melakukan observasi keadaan umum klien dan mengukur tanda-tanda vital klien, respon yang didapat secara subjektif, ibu klien mengatakan panas badan klien sudah turun, secra objektif keadaan umum klien membaik, kesadaran composmentis, suhu 36,8 oc, akral teraba hangat. Pukul 11.30 menganjurkan ibu klien untuk memakaikan pakaian yang tipis dan menerap keringat, respon subyektif ibu klien bersedia menggantikan baju klien dengan yang tipis/berlengan pendek dan meresap, secara objektif klien nampak bersedia diganti bajunya. Pukul 12.00 menganjurkan ibu klien untuk memberikan minum yang cukup. Respon data subjective ibu klien mengatakan anaknya mau minum, data objektif klien nampak mau minum kirakira ASI sekitar 100-150 cc. Evaluasi tindakan diatas didapat data subjektif ibu klien mengatakan demam anaknya sudah turun. Data objektive suhu tubuh 36,8 oc, keadaan umum klien cukup, kesadaran composmentis, klien nampak mau minum. Assesment masalah hipertermi teratasi. Planning pertahankan intervensi, pantau suhu tubuh,anjurkan minum banyak.



Universitas Muhammadiyah Magelang



34



BAB 4 PEMBAHASAN



Universitas Muhammadiyah Magelang



35



Dalam bab IV ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan pada An.A. penulis melakukan asuhan keperawatan pada tanggal 26 Mei 2017 sampai 28 Mei 2017 di Dusun Mangunsoko, Dukun, Kabupaten Magelang. Masalah keperawatan yang muncul dalam pengelolaan kasus akan dibahas sebagai berikut : 4.1 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Hipertermi adalah peningkatan temperatur tubuh diatas kisaran normal karena kegagalan



thermoregulasi.



Dan



batasan



karakteristik



menurut



NANDA



International (2015-2017) adalah Apnea, gelisah, hipotensi, kejang, koma, kulit kemerahan, kulit terasa hangat, takikardi, takipnea, vasodilatasi, peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal (Herdman, 2017) Pada pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 26 Mei 2017 didapat data sebagai berikut ibu klien mengatakan demam sudah 5 hari, klien nampak rewel, susah makan, kesadaran composmentis, akral teraba hangat, 110x/menit, pernafasan 25x/menit, dan suhu klien 38.3



o



C. Dari data diatas penulis



menegakkan diagnosa hipertermi, sesuai dengan batasan karakteristik menurut NANDA International (2015-2017) adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal dan kulit teraba hangat. Diagnosa hipertermi dijadikan prioritas pertama karena kebutuhan keseimbangan suhu rtubuh adalah kebutuhan fisiologi dasar yang harus dipenuhi dan merupakan masalah yang urgent harus ditangani terlebih dhulu. Selain itu Hipertermia jika tidak



ditangani



dapat menyebabkan



dehidrasi yang akan mengganggu



keseimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan kejang. Kejang berulang dapat menyebabkan kerusakan sel otak yang dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku anak, serta dehidrasi yang berat dapat menyebabkan syok dan bisa berakibat fatal hingga berujung kematian (Wardiyah, Setiawati, & Setiawan, 2016). Intervensi yang penulis susun pada diagnosa ini adalah observasi keadaan umum klien, kaji keluhan klien, pantau tanda-tanda vital klien rasionalnya mengetahui perubahan suhu tubuh, berikan kompres water tepid sponge rasionalnya



Universitas Muhammadiyah Magelang



36



membantu menurunkan panas dengan proses evaporasi, anjurkan klien untuk minum banyak rasionalnya untuk membantu menurunkan panas (Taylor, 2011). Pemberian tindakan non farmakologi yang diterapkan pada An.A dengan menerapkan inovasi melakukan kompres water tepid sponge, bertujuan membantu menurunkan panas. Menurut penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) bahwa kompres hangat water tepid sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi. Evaporasi sendiri merupakan hilangnya panas dengan proses keluarnya keringat terjadi karena dibagian kulit tersebut menguap. Kompres water tepid sponge dilakukan kompres blok didahi, lipatan paha, axilla, dan diusapkan keseluruh tubuh dengan mengunakan handuk/waslap. Ini bertujuan agar mempercepat penguapan, karena terdapat pembuluh darah besar. Dan kompres menggunakan air hangat dapat menurunkan suhu tubuh klien. Hal ini didukung oleh penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) yang menjelaskan bahwa mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh yaitu dalam pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan member sinyal ke hipotalamus melalui sum-sum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal ke hipotalamus memulai berkeringat dan vasodilatasi. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hopotalamik bagian anterior sehingga



terjadi



vasodilatasi.



Terjadinya



vasodilatasi



ini



menyebabkan



pembuangan atau kehilangan energy atau panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali. Hal ini sependapat dengan teori bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan suhu (thermoregulator) di Hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka pusat pengaturan suhu berusaha menurunkannya begitu juga sebaliknya (Suriadi, 2010). Selain melakukan tindakan kompres water tepid sponge, penulis juga melakukan pemantauan tanda-tanda vital yang bertujuan untuk memantau perkembangan klien. Tanda-tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi klien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien terhadap intervensi (Potter, 2007). Kemudian



Universitas Muhammadiyah Magelang



37



menganjurkan ibu klien memberikan banyak minum pada An.A. Pada tindakan keperawatan menganjurkan ibu klien memberikan minum banyak pada An.A bertujuan membantu menurunkan panas dengan alasan karena air minum merupakan usur pending tubuh yang penting dalam linngkungan panas dan air sendiri diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat (Asmadi, 2008). Menurut Hasil penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) suhu sebelum diberikan kompres water tepid sponge dan sesudah diketahui bahwa rerata (mean) suhu tubuh sebelum diberi tindakan water tepid sponge adalah 38,8°C dengan standar deviasi 0,6026 dan nilai urunan sebesar 1,4oC. Sedangkan menurut hasil penelitian dari (Isnaeni, 2008) menyatakan kelompok perlakuan kompres water tepid sponge dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir mengalami penurunan suhu berkisar antara 0.3 - 0.6oC. Kelompok perlakuan kompres tepid sponge mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,183 berarti < 0,948. Dengan demikian ada perbedaan penurunan suhu tubuh yang signifikan antara suhu akhir pada kelompok kompres water tepid sponge. Efektifitas pemberian kompres water tepid sponge dalam penelitian ini terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pasien. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas pemberian kompres water tepid sponge lebih efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam disebabkan adanya tehnik blok dan seka pada kompres water tepid sponge akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitarsekitar akan lebih cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus. Dari asuhan keperawatan yang telah penulis berikan kepada An.A didapatkan hasil saat melakukan evaluasi didapat data subjektif ibu klien mengatakan demam anaknya sudah turun. Data objektive suhu tubuh 36,8 oC, keadaan umum klien cukup,



kesadaran



composmentis,



klien



nampak



mau



minum.



Penulis



Universitas Muhammadiyah Magelang



38



menyimpulkan masalah hipetermi teratasi, karena hasil yang dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang ditatapkan.



BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari pembahasan asuhan keperawatan pada An.A dengan demam, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. Penanganannya adalah tindakan kompres water tepid sponge sangat efektif dalam penurunan panas, hal ini berdasarkan konsep Asmadi (2008), kompres hangat water tepid sponge pada anak akan mudah dilakukan dengan bantuan orangtua klien. Hal ini terbukti dari hasil evaluasi tanggal 28 Mei 2017 tindakan diatas didapat data subjektif ibu klien mengatakan demam anaknya sudah turun. Data objektive suhu tubuh 36,8 oC, keadaan umum klien cukup, kesadaran composmentis, klien nampak mau minum. Masalah hipertermi teratasi.



Universitas Muhammadiyah Magelang



39



5.2 Saran Berdasarkan hasil karya tulis ilmiah ini, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut : 5.2.1 Bagi Profesi Penulis menyarankan untuk menurunkan suhu tubuh dengan melakukan tindakan keperawatan menerapkan SOP dan melibatkan orangtua untuk melakukan tindakan keperawatan. 5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Harapan penulis bagi institusi pendidikan dapat memberikan informasi yang tepat, akurat, mudah dipahami, dan ada baiknya apabila institusi menyediakan layanan link khusus untuk menampung jurnal penelitian ilmiah khusus kesehatan yang bias dikunjungi mahasiswa, dan dapat disediakan jurnal khusus keperawatan terutama peningkatan pembelajaran mengenai masalah asuhan keperawatan pada anak dengan Hipertermi. 5.2.3 Bagi Penulis dan Mahasiwa Keperawatan. Bagi mahasiswa diharapkan dapat mempelajari asuhan keperawatan hipertermi pada anak guna meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan hipertermi



pada



anak, sehingga



mahasiswa dapat



memberikan



asuhan



keperawatan yang baik dan tepat bagi klien anak dengan masalah hipertermi yang dialami. 5.2.4 Bagi Orangtua Klien Mendampingi klien dan ikut serta dalam proses asuhan keperawatan untuk keberhasilan dalam melakukan tindakan keperawatan.



Universitas Muhammadiyah Magelang



40



DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Djoko, W. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI. Haryani, S., & Arif, S. (2013). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 Tahun Dengan Hipertermia. Jurnal Keperawatan, 1(1). Herdman. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Huda Nurarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc (3rd ed.). Yogyakarta: Mediaction. Inawati. (2008). Demam Tifoid. Bhutta ZA. Bhutta ZA. Typhoid Fever. Demam Tipus. In: Rakel P, Bope ET, Eds. Conn ’s Current Therapy 200 8. Dalam: P Rakel, Bope ET, Eds. Conn ’S Terapi Lancar 200 8. 60th Ed. 60 Ed.., 60, 1– 2. Isnaeni, M. (2008). Efektif Penurunan Suhu Tubuh Antara Kopres Hangat Dan Water Tepid Sponge Pada Anak Usia 6 Bulan - 3 Tahun Dengan Demam Di Puskesmas Kartasura Sukoharjo. Ilmu Keperawatan, 4(1), 1–14. Marr, C. B. K. R. &. (2008). Buku Ajar Keperawatan Dasar Rdisi 10 Vol 5. Jakarta: EGC.



Universitas Muhammadiyah Magelang



41



Nurarif. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa dan NANDA Jilid 1. Yogyakarta: Medika Action. Pearce, E. C. (2009). Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Putri, N. (2011). Penanganan Hipertermia Pada Anak Dengan Demam Tifoid Di Rsud Pandan Arang boyolali. Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Supiyanto, Megasari, M., & Susanti. (2016). Manfaat Kompres Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami Demam. Jurnal Kesehatan Budi Luhur Cimahi, 9(2), 163–177. Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Sagung Seto. Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi. (M. Ester, Ed.) (4th ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Taylor, C. M. & S. S. (2011). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan (Edisi 10). Jakarta: EGC. Wardiyah, A., Setiawati, & Romayanti, U. (2016). Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami Demam Di Ruang Alamanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. Kesehatan Holistik, 10(1), 36–44. Wardiyah, A., Setiawati, & Setiawan, D. (2016). Perbangdingan Efektifitas Peberian Kompres Hangat Dan Tepid Sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengalami Demam. Ilmu Keperawatan, 4(1), 44–56. Widagdo. (2010). Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Wulandari, D., & Erawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:



Universitas Muhammadiyah Magelang



42



Puataka Pelajar. Yudianto, Budijanto, D., Hardhana, B., & Soenardi, T. (Eds.). (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2014 (Vol. 51). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.6.1173



Universitas Muhammadiyah Magelang