Kumpulan 7 LP Jiwa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI A. Defenisi Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya



klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata



stimulus/rangsangan dari luar.



B. Rentang respon



Adaptif  Pikiran logis  Persepsi akurat  Emosi konsisten dengan pengalaman



 Perilaku cocok  Hubungan sosial harmonis



Mal Adaptif  Kadang-kadang proses pikir terganggu  Ilusi  Emosi berlebihan  Perilaku yang tidak biasa  Menarik diri



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Waham  Halusinasi  Kerusakan proses emosi  Perilaku tidak terorganisasi  Isolasi sosial



C. Penyebab 1. Faktor predisposisi a. Genetika b. Neurobilogi c. Meurotransmitter d. Abnormal perkembangan syaraf e. Psikologis 2. Faktor presipitasi a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal c. Adanya gejala pemicu D. Proses Terjadinya Halusinasi Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut : a. Fase pertama Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan.



Pada



tahap



ini



masuk



dalam



golongan



nonpsikotik.Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri. b. Fase kedua Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas. c. Fase ketiga Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah. d. Fase keempat Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik



:



halusinasinya



berubah



menjadi



mengancam,



memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



E. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi Jenis halusinasi Halusinasi pendengaran



Data objektif  Bicara atau ketawa sendiri  Marah-marah tanpa sebab  Mengarahkan telinga kearah tertentu  Menutup telinga



Data subjektif  Mendengar suara atau kegaduhan  Mendengar suara yang bercakap-cakap  Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya



Halusinasi penglihatan



 Menujuk-nunjuk kearah tertentu  Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas



Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau monster



 Menghidu Seperti Sedang Membaui baubauan tertentu  Menutup hidung



Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, fases kadang-kadang bau itu menyenangkan



Halusinasi pengecap



 



Sering meludah Muntah



Merasakan rasa seperti darah, urine atau fases



Halusinasi perabaan







Menggaruk-garuk permukaan kulit



Menyatakan ada serangga di permukaan kulit Merasakan tersengat listrik



Halusinasi penghidu



F. Proses keperawatan 1. Faktor predisposisi a. Genetika b. Neurobiology c. Neurotransmitter d. Abnormal perkembangan syaraf e. Psikologis 2. Faktor presipitasi a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal 3. Mekanisme koping a. Regresi b. Proyeksi c. Menarik diri 4. Perilaku halusinasi a. Isi halusinasi b. Waktu terjadinya c. Frekuensi d. Situasi pencetus e. Respon klien saat halusinasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



C. Gangguan sensori persepsi halusinasi Tujuan



Kriteria Interval evaluasi Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1 pertemuan, pasien dapat  Bantu  Mengenali pasien halusinasi yang menyebutkan : mengenal halusinasi dialaminya  Isi waktu, frekuensi, (isi, waktu terjadinya, situasi pencetus, frekuensi, situasi  Mengontrol perasaan pencetus, perasaan halusinasinya saat terjadi  Mampu  Mengikuti halusinasi) memperagakan cara program mengontrol dalam mengontrol  Latih pengobatan halusinasi. halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakannya meliputi :  Jelaskan cara menghardik halusinasi  Peragakan cara menghardik  Minta pasien memperagakan ulang  Pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien Setelah ……..x SP 2 pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan mampu : yang lalu (SP 1)  Menyebutkan  Latih kegiatan yang sudah berbicara/bercakap dilakukan dengan orang lain  Memperagakan cara saat halusinasi bercakap-cakap muncul dengan orang lain  Masukkan dalam Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Setelah …..x pertemuan pasien mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakannya



jadwal kegiatan pasien SP 3  Evaluasi kegiatan lalu (SP2)  Latih kegiatan agar halusinasin tidak muncul Tahapannya :  Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi  Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien  Latih pasien melakukan aktivitas  Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam)



Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku yang ( + ) Setelah …….x SP 4 pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan mampu : yang lalu ( SP 1, 2,  Menyebutkan dan 3) kegiatan yang sudah  Tanyakan program dilakukan pengobatan  Menyebutkan  Jelaskan pentingnya manfaat dari program penggunaan obat pengobatan pada gangguan jiwa Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Keluarga mampu : Merawat psien di rumah dan menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien



Setelah ……x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program  Jelaskan akibat bila putus obat  Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat  Jelaskan pengobatan (5B)  Latih pasien minum obat  Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 1  Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien  Jelaskan tentang halusinasi - Pengertian halusinasi - Jenis halusinasi yang dialami pasien - Tanda dan gejala halusninasi - Cara merawat pasien halusinasi ( cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada pasien) - Sumber-sumber pelayanan ksehatan yang bias dijangkau - Bermain peran



-



Setelah…….x pertemuan keluarga mampu :  Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan  Memperagakan cara merawat pasien Setelah …….x pertemuan keluarga mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL Setelah …….x pertemuan keluarga mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Melaksanakan Follow up rujukan



cara merawat Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat psien



SP 2  Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)  Latih keluarga merawat pasien  RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3  Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)  Latih keluarga merawat pasien  RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien



SP4  Evaluasi kemampuan keluarga  Evaluasi kemampuan pasien  RTL keluarga - Follow up - Rujukan



LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



A. Defenisi Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998). Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkse RI, 2000). Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999). B. Rentang respon



 Pikiran logis  Persepsi akurat  Emosi konsisten dengan pengalaman  Perilaku sesuai  Hubungan sosial



 Kadang-kadang proses pikir terganggu  Ilusi  Emosi berlebihan  Perilaku yang tidak biasa  Menarik diri



 Gangguan isi Halusinasi  Perubahan proses emosi  Perilaku tidak terorganisasi  Isolasi sosial



Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber Keliat, 1999. C. Tanda dan gejala



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham adalah sebagai beriku : 1. Menolak makan 2. Tidak ada perhatian pada perawatan diri 3. Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan 4. Gerakan tidak terkontrol 5. Mudah tersinggung 6. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan 7. Menghindar dari orang lain 8. Mendominasi pembicaraan 9. Berbicara kasar 10. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan D. Faktor predisposisi 1. Faktor perkembangan Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menakan perasaannya sehingga pengamatan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. 2. Faktor sosial budaya Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham 3. Faktor psikologis Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap kenyataan 4. Faktor biolgis Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertical di otak, atau perubahan pada sel kortikal pdan limbic. 5. Faktor genetik



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



E. Faktor presipitasi 1. Faktor sosial budaya Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok 2. Faktor biokimia Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang 3. Faktor psikologis Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan. F. Jenis waham 1. Waham kebesaran Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “saya ini pejabat di kementrian kesehatan” “saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..” 2. Waham agama Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba putih dan mengalungkan tasbih setiap hari” “ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”



3. Waham curiga



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya kerna mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya” 4. Waham somatic Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kenker pada tubuhnya) 5. Waham nihilistic Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh” a. Status mental Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin terlihat eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain. Klien biasanya cerdik ketika dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data.Selain itu perasaan hatinya konsisten dengan isi waham.



b. Sensori dan kognisi Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik terhadap orang, tempat, dan waktu.Daya ingat atau kognisi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



lainnya biasanya akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau melakukan kekerasan pada orang lain. Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak. Bias dikerenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung terhadap perilakunya dimungkinkan akan timbul risiko perilaku kekerasan pada orang lain. G. Pohon masalah Effect



Risiko perilaku kekerasan



Core problem



Perobahan sensori waham



Causa



Isolasi sosial : menarik diri



Harga diri rendah kronis Gambar……….. pohon masalah perubahan proses pikir waham Sumber : Fitria (2009)



H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Risiko tinggi perilaku kekerasan 2. Perubahan proses pikir : waham 3. Isolasi sosial



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



4. Harga diri rendah I. Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Perubahan prose pikir : waham



Data yang perlu dikaji Subjektif :  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat  Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus. Objektif :  Klien terlihat terus ngoceh tentang kemampuan yang dimilikinya  Pembicaraan klien cenderung berulang  Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan



J. Diagnosa keperawatan Perubahan proses pikir : waham K. Rencana tindakan keperawatan



Tujuan Pasien mampu :



Kriteria evaluasi Setelah ……..x



 Berorientasi kepada pertemuan, pasien secara dapat memenuhi



realitas



kebutuhannya



bertahap  Mampu



Intervensi SP 1  Identifikasi kebutuhan pasien  Bicara konteks realita (tidak



mendukung



berinteraksi dengan



atau



membantah



orang



waham pasien)



lain



dan



lingkungan  Menggunakan obat dengan prinsip 6



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Latih



pasien



untuk



memenuhi kebutuhannya “dasar”



 Masukkan



benar



jadwal harian pasien SP 2



Setelah



…….x



pertemuan,



pasien  Evaluasi



mampu :



dalam



kegiatan



yang lalu (SP1)



Menyebutkan kegiatan  Identifikasi yang



sudah



dilakukan



potensi/kemampuan yang dimiliki



Mampu menyebutkan  Pilih serta



memilih



kemampuan



yang



dimiliki



dan



potensi /kemampuan yang dimiliki  Masukkan jadual



…….x



pertemuan,



pasien  Evaluasi



menyebutkan



kegiatan



kegiatan



yang lalu (SP1 2)



kegiatan yang sudah  Pilih dilakukan dan mampu



dalam



pasien SP 3



Setelah dapat



latih



kemampuan



yang dapat dilakukan



memilih kemampuan  Pilih dan latih potensi lain yang dimiliki /kemampuan lain yang dimiliki  Masukkan jadual Keluarga mampu :



Setelah



 Mengidentifikasi



pertemuan,



waham pasien  Memfasilitas pasien memenuhi



untuk



……



dalam kegiatan



pasien x SP 1



keluarga  Identifikasi masalah



mampu



keluarga



mengidentifikasi



merawa pasien



masalah



dan  Jelaskan



menjelaskan



cara



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



dalam proses



terjadinya waham



kebutuhannya



 Jelaskan tentang cara



merawat pasien



 Mempertahankan



merawat



program



pasien



waham  Latih (stimulasi) cara



pengobatan pasien secara optimal



merawat  RTL keluarga/jadwal Setelah pertemuan,



merawat pasien …….x SP 2 keluarga  Evaluasi



mampu :



yang lalu (SP1)



 Menyebutkan kegiatan



kegiatan



 Latih keluarga cara yang



merawat



sesuai dilakukan  Mampu



pasien



(langsung ke pasien)  RTL Keluarga



memperagakan cara merawat pasien Setelah……x



SP 3



pertemuan, keluarga  Evaluasi mampu



yang lalu (SP2)



mengidentifikasi



 Evaluasi kemampuan



masalah dan mampu menjelaskan



kegiatan



pasien



cara  RTL Keluarga



merawat pasien



-



Follow up



-



Rujukan



LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Menurut depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguang interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



tidak fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman. Menurut Stuart dan Sundeen (2008), kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial. Menurut Towsend (2007), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri. Menurut Rawlins, (2000), dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.



B. Etiologi Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan. C. Faktor Predisposisi 1. Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.



Tahap perkembangan Masa bayi Masa bermain



Tugas Menetapkan rasa percaya Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan berkompromi Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame jenis kelamin Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009). 2. Faktor komunikasi dalam keluarga



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Gangguan



komunikasi



dalam



keluarga



merupakan



faktor



pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga. 3. Faktor sosial budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial 4. Faktor biologis Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.



D. Faktor presipitasi Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Faktor eksternal



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga 2. Faktor internal Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu. E. Tanda dan gejala Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial : 1. Kurang spontan a. Apatis (acuh terhdap lingkungan) b. Ekspresi wajah kurang berseri c. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri d. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal e. Mengisolasi diri f. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya g. Asupan makanan dan minuman terganggu h. Retensi urine dan feses i. Aktivitas menurun j. Kurang energy (tenaga) k. Rendah diri l. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur). Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah. F. Rentang respons



Adaptif



   



Maladaptif



Menyendiri Otonomi Bekerjasama Interdependen



 Merasa sendiri  Depedensi  Curiga



   



Menarik diri Ketergantunga Manipulasi Curiga



Gambar 3.1.rentang respons isolasi sosial Sumber : Townsend (1998) dikutif dalam fitria (2009). Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial : 1. Respons adaptif Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif. a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya. b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial. c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain. d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal. 2. Respons maladaptif a. Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif. b. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain c. Ketergantungan,



seseorang



gagal



mengembangkan



rasa



percaya dirisehingga tergantung dengan orang lain. d. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam e. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain



G. Pohon masalah Risti mencederai diri, orang lain dan lingkungan



Defisit perawatan diri Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



GPS : Halusinasi



Intoleransi Aktivitas



Isolasi sosial



Harga diri rendah kronis



Koping individu tidak efektif



Koping keluarga tidak efektif



Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial Sumber : Fitria (2009) H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Isolasi sosial 2. Harga diri rendah kronis 3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi 4. Koping individu tidak efektif 5. Koping keluarga tidak efektif 6. Intoleransi aktivitas 7. Defisit perawatan diri 8. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan



I. Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Isolasi sosial



Data yang perlu dikaji Subjektif :  Klien mengatakan malas bergaul  Klien mengatkan dirinya tidak ingin dietmani perawat dan meminta untuk sendirian  Klien mengatakan tidak mau berbicara



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 



dengan orang lain Tidak mau berkomunikasi Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat).



Objektif :  Kurang spontan  Apatis (acuh terhadap lingkungan)  Ekspresi wajah kurang berseri  Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri  Tidak ada atau kurang komunikasi verbal  Mengisolasi diri  Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya  Asupan makanan dan minuman terganggu  Retensi urine dan feses  Aktivitas menurun  Kurang berenergi atau bertenaga  Rendah diri  Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi tidur).



J. Diagnosa keperawatan Isolasi sosial K. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Pasien mampu : Setelah …..x SP 1 pertemuan, pasien  Identifikasi  Menyadari penyebab isolasi mampu : penyebab



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



sosial  Berinteraksi dengan orang lain



 Membina hubungan saling percaya  Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.  Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Siapa yang satu rumah dengan pasien  Siapa yang dekat dengan pasien  Siapa yang tidak dekat dengan pasien Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain  Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berintraksi dengan orang lain.  Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berintraksi dengan orang lain  Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki bnaykan teman dan bergaul akrab dengan mereka  Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain  Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien Latih berkenalan  Jelaskan kepada



























Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



klien cara berinteraksi dengan orang lain Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4 orang dan seterusnya. Beri kemajuan untuk setiap interaksi yang telah dilakukan oleh pasien Siap mendegarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus



menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.  Masukkan jadwal kegiatan pasien SP 2  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)  Latih berhubungan sosial secara bertahap  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan SP 2)  Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien



Keluarga mampu merawat pasien dengan isolasi sosial di rumah



Setelah ……x pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang :  Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien  Penyebab isolasi sosial  Sikap keluarga



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



SP 1  Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasein  Penjelasan isolasi sosial  Cara merawat pasien isolasi sosial  Latih (stimulus)  RTL











untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien



Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2  Evaluasi kemampuan SP 1  Latih (langsung ke pasien)  RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3  Evaluasi kemampuan SP 2  Latih (langsung ke pasien)  RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien



SP 4  Evaluasi kemampuan keluarga  Evaluasi kemampuan pasien  Rencana tindak lanjut keluarga - Follow up - Rujukan



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN



A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati dan hartono, 2010). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen, 2010). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (berkowitz, dalam harnawati, 2012). Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan sundeen, 2010). Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 2013). Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barangbarang (Maramis, 2010). Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Ketner et al…2014).



B. Tanda dan gejala 1. Fisik Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku 2. Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, ketus 3. Perilaku



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif 4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut 5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme 6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat. 7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran 8. Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.



C. Rentang respons



Respons Adaptif Asertif



Respon Maladaptif frustasi



Pasif



Kekerasan Gambar : rentang respons perilaku kekerasan



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Agresif



Sumber : Keliat 2012 Keterangan : 1. Asertif Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenagan 2. Frustasi Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif 3. Pasif Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya 4. Agresif Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol 5. Kekerasan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control



Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasan PASIF ISI Negatif dan PEMBICARAAN merendahkan diri, contohnya perkataan : “dapatkah saya?”



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



ASERTIF Postif dan menawarkan diri, contohnya perkataan : “saya dapat…..” “saya akan …..”



AGRESIF Menyombongka n diri, merendahkan orang lain, contohnya perkataan : “kamu



TEKANAN SUARA POSISI BADAN JARAK



PENAMPILAN



KONTAK MATA



“dapatkah kamu?” Cepat, lambat, mengeluh Menundukka n kepala Menjaga jarak dengan sikap acuh/mengab aikan Loyo, tidak dapat tenag



selalu””kamu tidak pernah…” Keras dan ngotot



Sedang



Tegap dan santai Mempertahankan jarak yang nyaman



Sikap tenang



Sedikit/sama sekali tidak



Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan Sumber :Keliat (2012) dalam Fitria (2010)



Kaku, condong ke depan Siap dengan jarak akan menyerang orang lain Mengancam, posisi menyerang Mata melotot dan dipertahankan



D. Faktor predisposisi 1. Faktor psikologis a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami



hambatan



akan



timbul



dorongan



agresif



yang



memotivasi perilaku kekerasan b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil yang tidak menyenangkan c. Rasa frustasi d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



merupakan



pengungkapan



secara



terbuka



terhadap



rasa



ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasa. f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi biologic 2. Faktor sosial budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan responsrespons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku



kekerasan



sebagai



cara



penyelesaian



masalah



dalam



measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa. 3. Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi, danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut: a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif. b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan



bahwa



berbagai



neurotransmitter



(epinerprin,



neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang. c. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang umumnya



dimiliki



oleh



penghuni



penjara



tindak



criminal



(narapidana). d. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan. E. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan. 2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkunga. 3. Lingkungan : panas, padat, dan bising Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut : 1.



Kesulitan kondisi sosial ekonomi



2.



Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu



3.



Ketidaksipan



seoarng



ibu



dalam



merawat



anaknya



danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa 4.



Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi



5.



Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.



F. Mekanisme koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formal. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain : 1. Menyerang atau menghindar



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan darah menmingkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat 2. Menyatakan secara asertif Perilaku



yang



sering



ditampilkan



individu



dalam



mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri. 3. Memberontak Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain 4. Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.



G. Pohon masalah Perilaku kekerasan



GPS : Halusinasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Regimen terapeutik inefektif Harga diri rendah kronis



Isolasi sosial : menarik diri



Berduka disfungsinoal



Koping keluarga tidak efektif



Gambar 8.2. Pohon masalah perilaku kekerasan Sumber : Fitria (2009) H. Masalah keperawatan 1. Perilaku kekerasan 2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan 3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi 4. Harga diri rendah kronis 5. Isolasi sosial 6. Berduka disfungsional 7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif 8. Koping keluarga inefektif



I. Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Perilaku kekerasan



Data yang perlu dikaji Subjektif :  Klien mengancam  Klien mengumpat dengan kata-kata kotor  Klien mengatakan dendam dan jengkel  Klien mengatakan ingin berkelahi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Klien menyalhkan dan menuntut  Klien meremehkan Objektif  Mata melotot/pandangan tajam  Tangan mengepal  Rahang mengatup  Wajah memerah dan tegang  Postur tubuh kaku  Suara keras Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut : 1. Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah 2. Stimulus lingkungan 3. Konflik interpersonal 4. Status mental 5. Putus obat 6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol J. Diagnosa keperawatan Perilaku kekerasan



K. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Pasien mampu :



Asuhan Setelah



Intervensi …….x SP 1



 Mengidentifikasi



pertemuan,



pasien  Identifikasi



penyebab dan tanda mampu : perilaku kekerasan



penyebab, tanda dan



 Menyebutkan penyebab



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



gejala serta akibat tanda,



perilaku kekerasan



 Menyebutkan perilaku



gejala, dan akibat  Latih cara fisik 1 :



jenis



perilaku kekerasan



kekerasan



 Masukkan



yang pernah dilakukan  Menyebutkan dari



akibat perilaku



kekerasan



yang



dilakukan  Menyebutkan mengontrol



cara perilaku perilaku



kekerasannya dengan



dalam



jadwal harian pasien Setelah



……..x SP 2



pertemuan,



pasien  Evaluasi



mampu :



 Latih fisik 2 : pukul



kegiatan yang sudah dilakukan fisik



kasur/bantal  Masukkan



 Memperagakan cara



cara :



kegiatan



yang lalau (SP1)



 Menyebutkan



kekerasan  Mengontrol



tarik nafas dalam



dalam



jadwal harian pasien



untuk



mengontrol perilaku



-



Fisik



-



Sosial/verbal



kekerasan Setelah……x



-



Spiritual



pertemuan



-



Terapi



mampu :



-



Psikofarmaka (obat  Menyebutkan



SP3 pasien  Evaluasi



kegiatan



yang lalu (SP 1dan 2)



kegiatan yang sudah  Latih dilakukan



sosial/verbal



 Memperagakan cara  Menolak sosial/verbal



secara



untuk



baik



mengontrol perilaku  Meminta kekerasan



dengan dengan



baik  Mengungkapkan dengan baik  Masukkan



jadwal harian pasien SP 4



Setelah



……x



pertemuan



pasien  Evaluasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



dalam



kegiatan



mampu :



yang lalu (SP 1, 2,



 Menyebutkan



dan 3)



kegiatan yang sudah  Latih dilakukan



secara



spiritual



 Memperagakan cara  Berdoa  Sholat



spiritual



Setelah



….x



 Masukkan



dalam



jadwal



harian



pasien SP 5



pasien  Evaluasi



pertemuan,



kegiatan



mampu :



yang lalu (SP 1, 2,



 Menyebutkan



3 dan 4 ) yang  Latih patuh obat :



kegiatan



sudah dilakukan  Memperagakan



 Minum obat secara prinsip 5 B



cara patuh obat



 Susun



jadwal



minum obat secara teratur



Keluarga mampu :



Setelah…….x



Merawat pasien di rumah



pertemuan,



 Masukkan



dalam



jadwal



hariam



pasien SP 1 keluarga  Identifikasi



mampu menkjelaskan



masalah



penyebab, tanda dan



dirasakan keluarga



gejala,



dalam



akibat



mampu memperagakan merawat



serta



merawat



pasien cara  Jelaskan perilaku kekerasan :



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



yang



tentangg



-



Penyebab



-



Akibat



-



Cara merawat



 Latih cara merawat  RTL keluarga/jadwal untuk pasien SP 2



Setelah…..x pertemuan



merawat



keluarga



 Evaluasi



mampu menyebutkan kegiatan yang sudah



kegiatan



yang lalu (SP 1)  Latih (stimulus) 2



dilakukan dan mampu



cara



merawat serta dapat



merawat pasien



membuat RTL



lain



untuk



 Latih Langsung ke pasien  RTL keluarga/jadwal untuk



merawat



pasien Setelah…..x pertemuan



SP 3 keluarga







mampu menyebutkan kegiatan yang sudah



SP 2 



dilakukan dan mampu merawat serta dapat



Evaluasi SP 1 dan Latih langsung ke pasien







membuat RTL



RTL keluarga/jadwal keluarga



untuk



merawat pasien Setelah



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



…….x SP 4



pertemuan



keluarga 



Evaluasi SP 1, 2,



mampu melaksanakan



3,



follow up dan rujukan 



Latih langsung ke



serta



pasien



mampu



menyebutkan







RTL keluarga



kegiatan yang sudah



-



Follow up



dilakukan



-



Rujukan



LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH A. Pengertian Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama (nanda, 2010). Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (depkes RI, 2014).



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan (Townsend, 2013). Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 2012) B. Tanda dan gejala Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan harga diri rendah, fitria (2010) : 1. Mengkritik diri sendiri 2. Perasaan tidak mampu 3. Pandangan hidup yang pesimistis 4. Tidak menerima pujian 5. Penurunan produktivitas 6. Penolakan terhadap kemampuan diri 7. Kurang memperhatikan perawatan diri 8. Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap lawan bicara 9. Lebih banyak menunduk 10. Bicara lambat dengan nada suara lemah



C. Proses terjadinya masalah Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi terjadi karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari lingkunga tentang perilaku klien sebelumnya bahkan meungkin kecenderungan lingkungan yang selalu member respon negative mendorong individu menjadi harga diri rendah. Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi diri rendah situasional, jika lingkungan tidak member dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis. D. Rentang respons



ResponAdaptif



aktualisasi



konsep diri



diri



positif



Respons Maladaptif



Harga diri rendah



keracunan depersonalisasi identitas



gambar 2.1 rentang respon harga diri rendah kronis sumber : Keliat 2012 Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart dan laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku seharihari, menjadi pervasive dan muncul bersama penyakit lain. Menurut Nanda 2010 tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilkau telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



bersalah,



kontak



mata



kurang/tidak



ada.Selalu



mengatakan



ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negtaif mengenai dirinya. Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, missalnya pemakian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik.Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau konteks popularitas.Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negative, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan cultural. Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang dapat mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonim yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan haga diri rendah kronis semakin



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya. Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendahh kronis adalah : 1. System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus 2. Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut. 3. Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi snesori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negative yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien 4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi. Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yangdapat digunakan adalah : 1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak 2. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi 3. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi. 4. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan menggunakan



magnet,



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



gelombang



radio



computer



untuk



mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa posedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar. Selain



gangguan



pada



struktur



otak,



apabila



dilakukan



pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti : 1. Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan 2. Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan orientasi, mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi. 3. Serotonim, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya 4. Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energy, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnose medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamate



Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang adapat diguanakan adalah : 1. PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran



dari bahan



kimia radioktif yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran darah untuk mengasilkan gambarandua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut di dalam tubuh dan otak.pet dapat memperlihatkan gambaran aliran darah,oxygen, metabolism glukosa



dan



kosentrasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



obat



dalam



jaringan



otak.



Yang



merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tetang fisiologi dan neuro – kimiawi otak. 2. Transcranial magnetic stimulations (TMS)dikombinasikan dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa. Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,harapan orang tua yang tidak realitas,orang tua yang tidak percaya pada anak,tekanan teman sebaya peran yang tidak susai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan. Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses



terjadinya



harga



diri



rendah



kronis,



antara



lain



kemiskinan,tempat tinggal di daerah kumuh dan rawan kultur social yang berubah missal ukuran keberhasilan individu. Faktor cultural : tuntutan pada sesuai kebudayaan sering meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika



umur sudah mencapai dua puluhan,



perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme. Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain ketengangan



peran,koflik



peran



yang



tidak



jelas,peran



berlebihan,perkembngan transisi, situasi transisi peran dan trransisi peran sehat – sakit. E. Faktor predisposisi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang tidak realistis F. Faktor Presipitasi Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis in dapat terjadi secara situasional maupun kronik. G. Pohon masalah



Risiko tinggi perilaku kekerasan



Effect



Perubahan persepsi sensori : halusinasi Isolasi social



Core problem Causa



Harga diri rendah kronis



Koping individu tidak efektif



H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Harga diri rendah kronis 2. Koping individu tidak efektif 3. Isolasi sosial 4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi 5. Risiko tinggi perlaku kekerasan I.



Data yang perlu dikaji



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Masalah Data yang perlu dikaji keperawatan Harga diri rendah Subjektif : kronis  Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna  Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu  Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja  Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting) Objektif :  Mengkriktik diri sendiri  Persaan tidak mampu pandangan hidup pesimis  Tidak menerima pujian  Penurunan produktivitas  Penolakan terhadap kemampuan diri  Kurang memperhatikan perawatan diri  Berpakaian tidak rapi  Berkurang selera makan  Tidak berani menatap lawan bicara  Lebih banyak menunduk  Bicara lambat dengan nada suara lemah



J.



Diagnosa keperawatan Harga diri rendah kronis



K. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Criteria evaluasi Intervensi Pasien mampu : Setelah….x pertemuan, SP 1 pasien mempu :  Mengidentifikasi  Identifikasi kemampuan dan  Mengidentifikasi kemampuan positif aspek positif yang kemampuan aspek yang dimiliki dimiliki postitf yang dimilik - Diskusikan



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Menilai kemampuan yang dapat digunakan  Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan  Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan  Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.



 Memiliki kemampuan yang dapat digunakan  Memilih kegiatan sesuai kemampuan  Melakukan kegiatan yang sudah dipilih  Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan di rumah adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien - Beri pujian yang realitas dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian yang negative  Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini - Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat ini - Bantu pasien menyebutkann ya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien - Perlihatkan



respon yang kondusif dan menjaadi pendegar yang aktif.  Pilih kemampuan yang akan dilatih  Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari  Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri - Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga - Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdeekat pasien - Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



pasien - Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien  Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih - Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan - Bersama pasien dan keluarga memperagaka n beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien - Beri dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang diperlihatkan pasien  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



-



-



-



-



-



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan Beri pujian atas aktifitas/kegiat an yang dapat dilakukan pasien setiap hari Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan perubahan sikap Susun daftar aktifitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga Berikan kesempatan mengungkapk an perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktifitas yang



dilakukan pasi



Sp 2  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)  Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan  Latih kemampuan yang dipilh  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan 2)  Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan  Masukkan dalam jadwal egiatan pasien Keluarga mampu merawat pasien dengan HDR di rumah dan menjadi system pendukung yang efektif bagi pasien



Setelah.…..x pertemuan, keluarga mampu :  Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien  Menyediakan fasilitas untuk pasien melakukan kegiatan  Mendorong pasien melakukan kegiatan  Memuji pasien saat pasien dapat



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



SP 1  Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien  Jelaskan proses terjadinya HDR  Jelaskan tentang cara merawat pasien  Main peran dalam merawat pasien HDR  Susun RTL



melakukan kegiatan Keluarga/jadwal keluarga untuk  Membantu melatih merawat pasien pasien SP 2  Membantu menyusun jadwal  Evaluasi kemampuan SP1 kegiatan pasien  Latih keluarga  Membantu langsung ke perkembangan pasien pasien  Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3  Evaluai kemampuan keluarga  Evaluasi kemampuan pasien  RTL kleuarga - Follow up - Rujukan LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI



A. Pengertian Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (depkes 2014).



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting). (nurjannah, 2004) Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. (Poter pery 2005). Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah, 2012). B. Tanda dan gejala 1. Mandi/hygiene Klien mengalami



ketidakmampuan



dalam



membersihkan



badan,



memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi 2. Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau menukar



pakaian.Klien



juga



memiliki



ketidakmampuan



untuk



mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan,



mengguanakan



kancing



tarik,



melepaskan



pakaian,



menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu. 3. Makan Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan, mengunyah makanan,



menggunakan



alat



tambahan,



mendapatkan



makanan,



membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman 4. BAB/BAK



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun BAB dan BAK.Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial. C. Pohon masalah Effect Core problem



Causa



Risiko tinggi perilaku kekerasan defisit perawatn diri



Harga diri rendah kronis Koping individu tidak efektif



Gambar 2.2 Pohon masalah deficit perawatan diri D. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Defisit perawatan diri 2. Harga diri rendah 3. Risiko tinggi isloasi social E. Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Defisit perawatan diri



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Data yang perlu dikaji Subjektif :  Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi



  



Klien mengatakan dirinya malas berdandan Klien mengatakan inigin disuapi makan Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK mupun BAB



Objektif :  Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan berbau, serta kuku panjang dan kotor  Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan. Pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (wanita)  Ketidakmampuan makan secra mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.  Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik steleh BAB/BAK. F. Diagnosa keperawatan Defisit perawatan diri G. Rencana asuhan keperawatan Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Tujuan Pasien mampu :



Kriteria evaluasi Seteleh …..x SP 1







pertemuan,



Melakukan



diri dapat



kebersihan sendiri 



pasien  Identifikasi menjelaskan



 Kebersihan diri



Melakukan



 Berdandan/berhias  BAB/BAK



Melakukan



 Dan



makan



dengan



baik 



dan BAB/BAK



mandiri



secara baik



melakukan



kebersihan



diri, berdandan, makan,



secara pentingnya :



berhias/berdanda  Makan 



Intervensi



 Jelaskan



pentingnya



kebersihan diri  Jelaskan alat dan cara kebersihan diri



mampu  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien cara



merawat diri



Melakukan



SP 2



BAB/BAK







Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)



secara mandiri 



Jelaskan



pentingnya



berdanda 



Latih cara berdandan -



Untuk pasien lakilaki meliputi cara : - Berpakaian - Menyisir rambut - Bercukur



-



Untuk



pasien



perempuan -



Berpakaian



-



Menyisir rambut



-



Berhias



 Masukkan dalam jadwal



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



kegiatan pasien SP 3  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)  Jelaskan cara dan alat makan yang benar -



Jelaskan



cara



menyiapkan makanan -



Jelaskan



cara



merapikan



perlatan



makan setelah makan dan sesudah makan -



Praktek makan sesuai tahapan makan yang baik



 Latih kegiatan makan  Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 4  Evaluasi



kemampuan



pasien yang lalu (SP 1, 2, dan 3)  Latih cara BAB dan BAK yang baik  Menjelaskan



tempat



BAB/BAK yang sesuai  Menjelaskan membersihkan Keluarga



mampu Setelah…….x



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



setelah BAB/BAK SP 1



cara diri



keluarga  Identifikasi



merawat pasien di pertemuan, rumah



mampu melatih



meneruskan



keluarga dalam merawat



dan



pasien dengan masalah



mendukung



agar



kebersihan



diri,



kemampuan



pasien



berdandan,



makan,



perawatan



BAB/BAK



dalam



pasien



masalah



dirinya meningkat



 Jelaskan



defisit



perawatan diri  Jelaskan cara merawat kbersihan



diri,



berdandan, makan dan BAB/BAK  Bermain



peran



cara



merawat  Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 



Evaluasi SP1







Latih keluarga merawat langsung kebersihan



ke



pasien,



diri,



dan



berdandan 



RTL



keluarga/jadwal



keluarga



untuk



merawat pasien SP 3  Evaluasi kemampuan SP 2



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



 Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara makan  RTL



keluarga/jadwal



keluarga untuk merawat pasien SP 4  Evaluasi



kemampuan



keluarga  Evaluasi



kemapuan



pasien  Rencan



tindak



lanjut



keluarga -



Follow up



-



Rujukan



LAPORAN PENDAHULUAN RISIKO BUNUH DIRI



A. Pengertian Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. (fitria, 2009). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannya Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (stuart dan Sundeen, 2010) Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



B. Tanda dan gejala Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah p[erilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara : 1. Observasi Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang 2. Wawancara 3. Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah. Tanda-tanda marah yang dirasakan klien. a. Mempunyai ide untuk bunuh diri b. Mengungkapkan keinginan untuk mati c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan d. Implusif e. Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh) f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri g. Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan) h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan mengasingkan diri) i. Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol) j. Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier) k. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan) l. Konflik interpersonal m. Latarbelakang keluarga n. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



C. Rentang respons Rentang respons protektif diri



Respon Adaptif



Respons Maladaptif



Peningkatan berisiko



destruktif diri



pencederaan



Bunuh diri diri



Destruktif



tidak langsung



diri



gambar 2.1 rentang respon protektif diri sumber : Keliat 2012



1. Peningkatan diri Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya. 2. Berisiko deskruktif Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang segharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. 3. Deskruktif diri tidak langsung Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal 4. Pencederaan diri Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada. 5. Bunuh diri Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang. D. Faktor predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu : 1. Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi penganiayaan. 2. Perilaku Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. 3. Sosial budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (premisive). 4. Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan E. Faktor presipitasi



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab yang lain. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan. F. Mekanisme koping Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang



berhubungan



dengan



perilaku



bunuh



diri,



termasuk



denial,



rasionalization, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping allternatif. Perilaku



bunuh



diri



menunjukkan



kegagalan



mekanisme



koping.Ancaman bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah.Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang. G. Pohon masalah Effect



Bunuh diri



Core problem



Risiko bunuh diri



Causa



isolasi sosial Harga diri rendah kronis Gambar 2.2 Pohon risiko bunuh diri



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



H. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Risiko bunuh diri 2. Bunuh diri 3. Isolasi sosial 4. Harga diri rendah kronis I. Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Risiko bunuh diri



Data yang perlu dikaji Subjektif :  Mengungkapkan keinginan bunuh diri  Mengungkapkan keinginan untuk mati  Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan  Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga  Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan  Mengungkapkan adanya konflik interpersonal  Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasaan saat kecil. Objektif :  Implusif  Menujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)  Ada riwayat penyakit mental (depresi), psikosis, dan penyalahgunaan alcohol  Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis, atau penyakit terminal)  Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier0  Status perkawinan yang tidak haromins



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



J. Diagnosa keperawatan Risiko bunuh diri K. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Pasien mampu :  Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan  Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan  Menyebutkan akibat dari dari perilaku kekerasan yang dilakukan  Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan  Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara : - Fisik - Sosial/verbal - Spiritual - Terapi - Psikofarmaka (obat)



Criteria evaluasi Setelah……x pertemuan, pasien mampu :  Menyebutkan penyebab tanda, gejala, akibat perilaku kekerasan  Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan Setelah…….x pertemuan, pasien mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dialkukan  Memperagakan cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan Setelah …….x pertemuan, pasien mampu :  Meneybutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Memperagakan cara sosial/verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan.



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018



Intervensi SP 1  Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan  Latih secara fisik 1 : tari nafas dalam  Masukkan dalam jadwal harian pasien



SP 2  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)  Latih cara fisik 2 : pukul kasur /bantal  Masukkan dalam jadwal harian pasien



SP 3  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan 2)  Latih secara sosial/verbal  Menolak dengan baik  Meminta dengan baik  Mengungkapkan dengan baik



 Masukkan dalam jadwal harian pasien



Nur fajrah H.Y. Laisuna S.Kep Profesi Ners STIKes WN Palu 2018