30 0 210 KB
`LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
Oleh : M U R N I A T I,S.Kep 149012016163
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKes MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL A. Masalah Utama Isolasi Sosial B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Isolasi Sosial adalah suatu kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Townsend,2009) Isolasi Sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan samasekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 2010). Isolasi social adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang mengancam ( Herdman,2012 ). 2. Penyebab Terjadinya proses ini dipengaruhi oleh factor predisposisi diantaranya perkembangan
dan
social
budaya.
Kegagalan
perkembangan
dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya dengan orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa, terhadap hubungan orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain. Gejala Klinis : Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit Rasa bersalah pada diri sendiri Gangguan hubungan social Percaya diri kurang Menciderai diri 3. Tanda dan Gejala Menyendiri dalam ruangan Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata Sedih, afek datar Perhatian dan tindakan tidak sesuai dengan usia
Apatis Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain Menggunakan kata-kata simbolik Menggunakan kata-kata yang tidak berarti Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara Rendah diri 4. Akibat Klien dengan isolasi sosial dapat berakibat terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi) atau bahkan perilaku kekerasan mencidrerai diri (akibat dari harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin klien akan mengakhiri hidupnya). C. Pohon Masalah Resiko Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Isolasi Sosial
Defisit perawatan diri
Mekanisme Koping tidak efektif
Gangguan konsep diri : harga diri rendah D. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji Isolasi Sosial Harga diri rendah kronis Perubahan persepsi sensori : halusinasi Defisit perawatan diri Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif Intoleransi aktifitas Defisit perawatan diri Resti menciderai diri, orang lain dan lingkungan Data yang perlu dikaji -
Isolasi Sosial DS :
- Klien mengatakan sulit memulai bergaul dengan orang lain
- Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian
- Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain - tidak mau berkomunikasi - data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbukaan klien DO : - Kurang Spontan - Apatis - Ekspresi wajah kurang berseri - Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri - Tidak ada atau kurang komunikasi verbal - Mengisolasi diri - Asupan makanan dan minuman terganggu - Retensi urine dan feses - Aktifitas menurun - Kurang berenergi atau bertenaga - Rendah diri -
Harga diri rendah DO : - Klien tampak lebih suka sendiri - Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan - Ingin menciderai diri DS :
- Klien mengatakan saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/tidak tahu apa-apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.
E. Diagnosa Keperawatan Isolasi Sosial : menarik diri Bd harga diri rendah F. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : Bila hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi teralpetik Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan kemampuan dan aspek yang dimiliki klien Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif Utamakan memberikan pujian yang realistis 2. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki Tindakan : Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya 3.
Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Tindakan : Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan Tingkatkan kegiatan sesuai aderansi kondisi klien Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya Tindakan : Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan Beri pujian atas keberhasilan klien Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah 5. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada Tindakan : Beri penkes pada keluarga tentang cara merawat klien dengan isolasi social Bantu keluarga memberi dukungan selama dirawat Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J.2000 Buku Saku, Diagnosa Keperawatan Edisi 8 Jakarta : EGC Keliat, Budi Ana.1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC Townsend, C.M. 1998.Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
Oleh : M U R N I A T I,S.Kep 149012016163
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKes MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH A. Masalah Utama Gangguan Konsep Diri : harga diri rendah B. Proses terjadinya masalah 1. Pengertian Harga diri rendah adalah penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik prilaku sesuai dengan ideal diri (Stuart, 2009). Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana aktivitas merupakan bentuk hukuman (Stuart dan Laraia, 2005; Stuart, 2009). Harga diri rendah adalah perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan \9\keliat, 2010). Dari pendapat-pendapat diatasdapat disimpulkan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara lngsung, penurunan diri ini dapat bersifat serasional maupun kronis atau menahun. 2. Tanda dan Gejala a. Fisik Tanda dan gejala dari respon fisiologi terhadap penurunan harga diri antara lain
penurunan
energy,
lemah,
agitasi,
penurunan
libido,
insomnia/hipersomnia, penurunan/peningkatan nafsu makan, anoreksia, sakit kepala (Westermeyer, 2006 ; Stuart & Sundeen, 2005). b. Menurut Stuart dan Laraia (2005) kognitif adalah tindakan atau proses dari pengetahuan. Proses ini diperlukan dan memungkinkan mengetahui kondisi otak untuk proses informasi dalam hal ketelitian, penyimpanan dan keterangan.
Kognitif yang sering muncul pada pasien dengan masalah harga diri rendah (Stuart &Laraia, 2005 ; Boyd & Nihart, 1998) adalah : a)
Bingung Kebingungan adalah kumpulan prilaku termasuk tidak adanya perhatian dan pelupa, perubahan perilaku seperti agresif, bimbang, dan ketidakmampuan atau kegagalan dalam kegiatan sehari-hari.
b)
Kurang memori dalam jangka waktu panjang/pendek Menurut Mohr, 2006, kerusakan memori adalah ketidakmampuan mengingat
informasi
yang
sudah
lama.
Gangguan
memori
berhubungan dengan kerusakan social atau fungsi pekerjaan. c)
Kurangnya perhatian Menurut Stuart dan \laraia 2005 perhatian adalah kemampuan untuk memfokuskan kegiatan pada satu aktifitas dan sikap konsentrasi secara terus-menerus. Kekacauan perhatian menurut Stuart dan Laraia, 2005 adalah kerusakan dalam kemampuan untuk menunjukkan perhatian, mengamati, memfokuskan dan konsentrasi terhadap realita eksternal.
d)
Merasa putus asa
e)
Merasa tidak berdaya
f)
Merasa tidak berharga/berguna
c. Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmojo, 2010). d. Afek Afek merupakan sifat emosional yang nyata (Stuart & Laraia, 2005). C. Pohon Masalah Isolasi Sosial menarik diri
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Tidak efektifnya keping individu D. Masalah yang Perlu Dikaji No
Masalah
Data Subjektif
1
Keperawatan Masalah utama; - Hal negatif diri sendiri Gangguan
- Penurunan
atau orang lain.
konsep diri : - Pandnagan hidup yang Harga
Data Objektif
diri
rendah
produktifitas - Tidak berani menatap
pesimis - Penolakan terhadap
kawan bicara - Lebih banyak
kemampuan diri
menundukkan kepala
- Perasaan tidak mampu
saat berinteraksi - Bicara lambat dengan nada suara lemah
E. Diagnosa Keperawatan 1. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah 2. Diagnosa medis : Depresi F. Rencana Tindakan Keperawatan Dx : Isolasi sosial menarik diri B.d harga diri rendah Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan Khusus dan Intervensi TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya 1) Kriteria Evaluasi : e. Ekspresi wajah klien bersahabat f. Menunjukkan rasa tenang dan ada kontak mata g. Mau berjabat tangan dan mau duduk menyebut nama h. Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan perawat i. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi 2) Bila hubungan saling percaya dengan mengungkapakan prinsip komunikasi teraupetic: a. Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nam panggilan yang disukai klien d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya g. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. TUK II :
Klien dapat mengiidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1) Kriteria Evaluasi : Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien a. Kemampuan yang dimiliki klien b. Aspek positif keluarga c. Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien 2) Intervensi a. Diskusikan kemampuan dan aspek yang dimiliki klien R/ mendiskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai relistis, klontrol diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasa asuhan keperawatannya b. Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif R/ Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien c. Usahakan memberi pujian yang realistis R/ Pujian yang realistis tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang gunakan 1) Kriteria Evaluasi : klien menilai kriteria yang dapat digunakan 2) Intervensi : a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat dilakukan dalam sakit R/ keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah b. Diskusikan kemampuan yang msih dapat dilanjutkan penggunaannya
R/ pengertian tentang kemampuan yang msaih dimiliki klien memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya TUK IV :
Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki
1) Kriteria Evaluasi : Klien membuat rencana kegiatan harian 2) Intervensi : a. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan, kegiatan mandiri: kegiatan dengan bantuan sebagian kegiatan yang membutuhkan batuan total R/ Membentuk individu yang bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi keadaan klien R/ Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien R/ Contoh perilaku yang dapat dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan. TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakukan 1) Kriteria Evaluasi : Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya 2) Intervebsi : a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan R/ Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien b. Beri pujian atas keberhasilan klien R/ Reinforcement positif dapat meniingkatkan harga diri klien c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah R/ memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. TUK VI : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga 1) Kriteria Evaluasi : Klein memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga 2) Intervensi : a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah R/ Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri dirumah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat R/ Support system keluarga akan sangat mempengaruhi dalam mempercepat proses penyembuhan klien c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah R/ Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah
DAFTAR PUSTAKA Aziz R dkk.2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang :RSJD Dr. Amino Gondoutomo Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta : EGC Stuart G.W. 1998. buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 : Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN PRILAKU KEKERASAN
Oleh : ELIYA S.Kep 149012016132
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN (NERS)
STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2017
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN A.
Masalah Utama Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2009). Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukkan untuk melukai atau mencelakakan individu yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara` fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yoseph, 2007). 2. Penyebab 1) Faktor Predisposisi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilakuk kekerasan menurut tgeori biologis, teori psikologi dan teori sosiokultural dijelaskan oleh Towosend (1996 dalam Purba dkk, 2008) a. Teori Biologik Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku: -
Neurobiologik
-
Biokimia
-
Genetik
-
Gangguan otak
b. Teori Psikologik -
Teori Psikoanalitik
-
Teori Pembelajaran
c. Teori Sosiokultural 2) Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009): a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidariatas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. b. Ekspresi dari tidak terpentingnya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik. d. Ketidaksiapan
seorang
ibu
dalam
merawat
anaknya
dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seseorang yang dewasa. e. Adanya perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontol emosinya pada saat menghadapi masa frustasi. f. Kematian anggota keluarga yang terpenting,kehilangan pekerjaan, perubahan tahap. 3. Tanda dan Gejala Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: 1) Fisik a. Muka merah dan tegang b. Mata melotot / pandangan tajam c. Tangan mengepal d. Rahang mengatup e. Postur tubuh kaku f. Jalan mondar-mandir 2) Verbal a. Bicara kasar b. Suara tinggi, membentak atau bertgeriak c. Mengancam secara verbal atau fisik d. Mengumpat dengan kata-kata kotor e. Suara keras f. Ketus 3) Perilaku
a. Melemas atau memukul benda / orang lain b. Menyerang orang lain c. Melukai diri sendiri atau orang lain d. Merusak lingkungan e. Amuk / agresif 4) Emosi Tidak aman, nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. 5) Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme 6) Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lian, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar. 7) Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan ejekan, sindiran. 8) Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual. 4. Akibat Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. C. Pohon Masalah Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilkau kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Masalah Keperawatan a. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan b. Perilaku kekerasan/amuk
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah 2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan a. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan DS :
-
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
-
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang keasl atau marah
DO :
-
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
-
Mata merah, wajah agak merah
-
Nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri / orang lain.
-
Ekspresi marah saat membicarakan orang pandangan tajam.
-
Merusak dan melempar barang-barang
b. Perilaku kekerasan / amuk DS :
-
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
-
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah
DO :
-
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
-
Mata merah, muka agak merah
-
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
-
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
-
Merusak, melempar barang-barang
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah DS
:
-
Klien mengatakan : saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
DO :
-
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh alternatif tindakan, ingin menciderai diri / ingin mengakhiri hidup.
E. Diagnosa Keperawatan 1. Perilaku Kekerasan 2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah F. Rencana Tindakan DX 1 : Perilaku kekerasan Tujuan Umum : Klien terhindar dari menciderai diri, orang lain dan lingkungan Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : Bina hubungan saling percaya : salam terupetik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang 2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Tindakan : Beri kesempatan mengungkapkan perasaan Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel atau kesal Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang 3.
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Tindakan : Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel kesal Observasi tanda perilaku kekerasan Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Tindakan : Anjurkan mengungkapakan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan msalahnya selesai 5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Tindakan : Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat 6. Klien dapat mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan Tindakan : Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat Diskusikan cara lain yang sehat secara fisik: tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul bantal / kasur. Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah / kesal / tersinggung
Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran 7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan Tindakan : Bantu memilih cara yang paling tepat Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel dan marah 8. Klien mendapat dukungak dari keluarga Tindakan : Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga 9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program) Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang obat ( nama, dosis, frekuensi, efek, dan efek samping)
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama, obat, dosis, cara, waktu)
Anjuran untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
DX 2 : Gangguan konsep diri : harga diri rendah Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam teraupetik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi
Panggil klien dengan nama yang disukai
Bicara dengan sikap tenang, rileks, dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindari penilaian negatif setiap pertemuan klien
Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4.
Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki Tindakan :
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :
Beri kesempatan klien mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan : Beri penkes pada keluarga tentang cara merawat klien Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L .J 2000. Buku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC Keliat, Budi Anna.1998. Proses Keperawatan Jiwa.Edisi 1. Jakarta : EGC Townsend. C Merry. 1998.Diagnosa Keperawatan Psikiatri.Edisi 3. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
Oleh : M U R N I A T I,S.Kep 149012016163
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN (NERS) STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2017
LAPORAN PENDAHULUAN I.
MASALAH UTAMA Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
A. Pengertian Halusinasi adalah merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penyerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indra ( Fontaine, 2009) Sedangkan menurut Videbeck 2009, halusinasi adlah persepsi sensori yang salah satu atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas, halusinasi dapat melibatkan panca indra dan sensasi tubuh. B. Jenis-Jenis Halusinasi 1.
Halusinasi Pendengaran / Auditorik Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara terutama suara orang .
2.
Halusinasi Penglihatan / Visual Karateristik ditandai dengan adanya stimulasi visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran, geometric, gambar kartun dan panorama yang komplek. Penglihatan biasanya menyenangkan dan menakutkan(Stuart &Laraia, 2005 ; Stuart, 2009).
3.
Halusinasi penghidu / Alfaktari Karakteristik ditandai dengan adannya bau busuk, amis dan bau menjijikan seperti darah, urin, facer,. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensia(Stuart, 2009).
4.
Halusinasi Peraba Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit. Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan stimulus yang jelas, contohnya : rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain(Stuart &Laraia, 2005 ; Stuart, 2009).
5.
Halusinasi Pengecap Karakteristik ditandai dengan rasa mengecap seperti rasa darah, urin, facer (Stuart &Laraia, 2005 ; Stuart, 2009).
6.
Halusinasi Chenesthetik Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti rasa aliran darah vena atau arteri, pencernaan makanan, pembentukan urin(Videbeck, 2008 ; Stuart, 2009).
7.
Halusinasi Kinestetik Karakteristik ditandai dengan merasakan penggerakan sementara berdiri tanpa bergerak (Videbeck, 2008 ; Stuart, 2009).
C. Fase Halusinasi a. Comforting (Halusinasi menyenangkan, cemas ringan) Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intens seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan. Perilaku yang dapat diobservasi : 1)
Tersenyum lebar
2)
Menggerakkan
bibir
tanpa
membuat suara 3)
Pergerakan mata yang cepat
4)
Respon
verbal
yang
lambat
seperti ayik 5)
Diam dan tampak asyik
b. Comdemning ( Halusinasi menjijikkan, cemas sedang) Klien yang berhalusinasi mulai kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi : 1)
Ditandai
dengan
peningkatan
kerja system saraf autonomic yang menunjukkan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2)
Rentang
perhatian
menjadi
sempit 3)
Asyik
dengan
pengalaman
sensori dan mungkin kehilangan kemanpuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. c. Controlling (Pengalamn sensori berkuasa, cemas berat) Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menarik/memikat. Seseorang mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori berakhir. Perilaku yang dapat diobservasi : 1)
Arahhan
yang
diberikan
halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikuti. 2)
Klien
mengalami
kesulitan
berhubungan dengan orang lain. 3)
Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik
4)
Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah.
d. Conquering (melebur dalam pengaruh halusinasi, panik) Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik. Perilaku yang dapat diobservasi: 1) Perilaku klien tampak seperti dihantui terror dan panik. 2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain. 3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitas, menarik diri. 4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks 5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang. D. Rentang Respon Neurobiologis Respon Adatif 1. Pikiran logis 2. Persepsi akurat 3. Emosi konsisten dgn pengalaman 4. Perilaku sesuai
Rentang Respon Neurobiologis 1. Kadang proses piker terganggu 2. Ilusi 3. Emosi 4. Perilaku tdk biasa 5. Menarik diri
Respon Maladatif 1. Gangguan proses piker (waham) 2. Halusinasi 3. RPK 4. Perilaku tidak terorganisir 5. Isolasi sosial
II.
PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Laraia (2005 ; Stuart, 2009), factor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia meliputi factor biologi, psikologi dan juga sosialkultural. a. Faktor Biologi Menurut Videbeck (2008), factor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah factor genetic, neuroanatomi, neurokimia serta imunovirologi.
b. Faktor Psikologis Menurut Townsend (2009) awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak. c. Faktor Sosial Budaya Berdasarkan Towsend (2005), faktor sosial kultural meliputi disfungsi dalam keluarga, konflik keluarga. Faktor sosial cultural yang dapat mempengaruhi yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, latar belakang budaya, posisi sosial, nilai dan pengalamn individu (Stuart dan Laraia, 2005). 2. Faktor Presipitasi Pada kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui aktivitas neuron. Gejala pencetus yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart dan Laraia, 2005; Stuart, 2009). Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke gaglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload (Stuart dan Laraian, 2005; Stuart, 2009).
3. Penilaian Terhadap Stressor Penilaian seseorang terhadapt stressor terdiri dari respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial (Stuart dan Laraian, 2005). 4. Sumber Koping Sumber koping merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya (Stuart dan Laraian, 2005). Keluarga merupakan salah satu sumber pendukung utama klien saat mengalami stress (Videbeck, 2008). 5. Mekanisme Koping Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyesi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan terhadap pengalaman internal (Stuart dan Laraian, 2005; stuart, 2009) III.
POHON MASALAH Resiko Perilaku kekerasan Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2010)
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi 2. Diagnosis medis : Skizofrenia V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Diagnosa : Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi SP 1 Klien : - Membantu pasien mengenal halusinasi (isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi). - Menjelaskan cara mengontrol halusinasi ( hardik, obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan harian). - Mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi.
- Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik. SP 1 Keluarga : - Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien. - Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya halusinasi. - Jelaskan cara merawat halusinasi. - Latih cara merawat halusinasi : hardik - Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan member pujian. SP 2 Klien : - Evaluasi kegiatan menghardik beri pujian. - Latih cara mengontrol halusinasi. -
Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jenis, una, dosis, frekuensi, cara, kontiuitas minum obat). - Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat. SP 2 Keluarga : - Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat klien menghardik, beri pujian. - Jelaskan cara memberikan obat. - Latih cara memberikan/ membimbing minum obat. - Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
SP 3 Klien : - Evaluasi kegiatan harian menghardik dan obat, beri pujian. - Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat terjadi halusinasi. - Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap. SP 3 Keluarga : - Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat klien menghardik dan memberikan obat, beri pujian. - Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi. - Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
SP 4 Klien : - Evaluasi kegiatan harian menghardik, minum obat & bercakap-cakap beri pujian. - Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian. - Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian. SP 4 Keluarga : - Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melati klien menghardik, memberikan obat, dan bercakap-cakap, beri pujian. - Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan. - Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian. VI. Rencana Tindakan keperawatan Spesialis a. Terapi individu : terapi perilaku b. Terapi kelompok : psikoedukasi kelompok c. Terapi keluarga : triagle terapi d. Terapi komunitas : assertive community therapy (SAK, FIK-UI, 2004) VII. Rencana Tindakan Medis : a. Anti Psikotik : 1.
chlorpromazine (promactile, largactile)
2.
haloperidol (haldol, serenace, lodomer)
3.
stelazine
4.
clozapine (clozaril)
5.
risperidone (risperdal)
b. Anti Parkinson : 1.
Trihexyphenidile
2.
arthan
DAFTAR PUSTAKA Maramis.W.F 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya airlangga University Press. Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegran Dengan Keluarga, Edisi 1. Jakarta: CV. Sagung Seto. Muslim Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas Dari PPDGJ III. Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik Dengan Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta. Fk. UI
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI
Oleh : E L I Y A S,Kep 149012016132
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN (NERS) STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2017
LAPORAN PENDAHULUAN MENCIDERAI DIRI (BUNUH DIRI) I. Masalah Utama Resiko Bunuh Diri A. Definisi 1. Pengertian Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail W.Stuart, 2006) Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Isaacs.Ann, 2005) 2. Tanda dan Gejala c. Keputus asaan d. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna e. Alam perasaan depresi f. Agtasi dan gelisah g. Insomnia yang menetap h. Penurunan BB i. Berbicara lamban, keletihan,, menarik diri dari lingkungan sosial Petunjuk Psikiatrik a. Upaya bunuh diri sebelumnya b. Kelainan afektif c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat d. Kelainan tindakan dan deprsei mental pada remaja e. Dimensia dini / status kekacauan mental pada lansia.
Riwayat Psikososial a. Baru berpisah, bercerai / kehilangan. b. Hidup sendiri c. Tidak bekerja, perlahan / kehilangan pekerjaan baru dialami Faktor-Faktor Kepribadian : a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan b. Kegaiatan kognitif dan negatif c. Keputusasaan d. Harga diri rendah e. Batasan / gangguan kepribadian antisosial ( Ras tirainia, 2009) 3. Tingkatan Menurut Tri Aan (2009), prilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya : a. Suicidal Ideation, pada ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi / tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawa perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati. b. Suicidal Intent, pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang kongkrit untuk melakukan bunuh diri. c. Suicidal Threat, pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dlam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya. d. Suicidal Gesture, pada tahap ini klien menunukkan perilkau destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. B.
Klarifikasi a. Ancaman bunuh diri ada peringatan verbal dan non verbal ancaman ini menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian. Jika tidak mendapat respon maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tinadakan bunuh diri. b. Upaya bunuh diri : semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah. c. Bunuh diri : terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati.
B. Rentang Respon Rentang respon perilaku menciderai diri sendiri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sedangkan perilaku menciderai diri sendiri secara tidak langsung dan bunuh diri merupakan respon maladaptif. Rentang Respon Menciderai Diri Respoon Adaptif
Peningkatan Diri
Respon Maladaptif
Pengambilan Resiko Perilaku menciderai yang meningkatkan diri tidak langsung pertumbuhan
Bunuh Diri
( Stuart dan Sundeen, 2004 ) Rentang respon perilaku menciderai mempunyai peningakatan dii sebagai respon yang paling adaptif hal ini terjadi jika seseorang mampu beradaptasi dengan baik terhadap stressor yang sedang dihadapi sebaliknya perilaku destruktif diri tidak langsung, penderaan diri dan bunuh diri merupakan respon terhadap stressor yang dihadapinya. C. Faktor Prediposisi Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunh diri antara lain : 1. Sifat Kepribadian Ada aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi. 2. Dukungan Psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian dukungan yang dini dan mengurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. 3. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif. 4. Faktor Biokimia Data
menunjukkan
bahwa
secara
serategeniki
opa
tengik,
dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku destruktif diri. D. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal / gagal melakukan hubungan yang berarti. 2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress. 3. Perasaan marah / bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri. 4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan. Penyebab lain :
Adanya harapan untuk reuni dan fantasy
Merupakan
jalan
untuk
mengakhiri
keputusasaan
dann
ketidakberdayaan
Tangisan untuk minta bantuan.
II. DATA YANG PERLU DIKAJI 1. Identitas Klien Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal NIRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, nomor rumah klien dan alamat klien. 2. Keluahan Utama Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga dating kerumah sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai. 3. Faktor Perdisposisi Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan : a. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. b. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, reanatus dan anak-anak. c. Sosial Budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk 4. Aspek Fisik / Biologis
Hasil pengukuran tada vital ( TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan yang dialami oleh klien 5. Aspek Psikososial a. Membuat genagram yang memuat paling sediki tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga. b. Konsep Diri c. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat. d. Spiritual, mengenal nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah. 6. Status Mental 7. Kebutuhan Persiapan Pulang a. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan b. Klien mampu BAB dan BAK c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi 8. Mekanisme Koping Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang-orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri). 9. Masalah Psikososial dan Lingkungan Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan. 10. Pengetahuan Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah. 11. Aspek Medik Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi GCT, Psikomotor, therapy akopasional, TAk dan rehabilitas. 12. Daftar Masalah a. Isolasi sosial : menarik diri b. Ganguan konsep diri : harga diri rendah c. Resiko perubahan sensori persepsi d. Koping individu yang efektif samapi dengan ketergantungan pada orang lain. e. Ganguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal f. Intoleransi aktifitas g. Perilaku kekerasan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Isolasi Sosial : menarik diri b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Resiko perubahan sensori persepsi IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Tujuan Pasien tetap
Kriteria Evaluasi Setelah…. X pertemuan,
Intervensi SP 1.
aman dan
pasien mampu :
-
selamat
-
Mengidentifikasi
benda yang dapat
benda- benda yang dapat membahayakan pasien. -
Identifikasi bendamembahayakan pasien.
-
Mengendalikan
Amankan bendabenda yang dapat
dorongan bunuh diri
membahayakan pasien -
Lakukan kontrak treatment
-
Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
-
Latih cara mengendalikan
Setelah … x pertemuan,
dorongan bunuh diri SP 2
pasien mampu :
-
-
Identifikasi Aspek Positif
Mengidentifikasi aspek positif dan
Pasien
mampu menghargai diri
-
sebagai individu yang
Dorong pasien untuk
berharga.
berfikir positif terhadap diri Dorong pasien untuk mengahrgai diri sebagai
Setelah … x pertemuan
individu yang berharga SP 3
pasien mampu :
-
-
Mengidentifikasi
Mengidentifikasi pola koping yang biasa
Tujuan
Kriteria Evaluasi pola koping yang konstruktif dan mampu
Intervensi diterapkan pasien. -
menerapkannya
Nilai pola koping yang biasa dilakukan
-
Identifikasi pola koping yang konstruktif
-
Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
-
Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang konstruktif
Setelah … x pertemuan
dalam kegiatan harian. Sp 4
pasien mampu :
- Buat Rencana Masa
- Membuat rencana masa depan yang realistis dan mampu melakukan kegiatan.
Depan Yang Realitis Bersama Pasien - Identifikasi cara mencpai rencana masa depan yang realistis - beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih
Keluarga
Setelah … x pertemuan
masa depan yang realistis. SP 1
mampu merawat
keluarga mampu :
- Diskusikan masalah yang
pasien dengan
- Merawat pasien dan
resiko bunuh diri
mampu menjelaskan pengertian tanda dan
dirasakan keluarga dalam merawat pasien. - Jelaskan pengertian tanda
gejala serta jenis perilaku
dan gejala risiko bunuh
bunuh diri.
diri dan jenis perilaku bunh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya - Jelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri.
Tujuan
Kriteria Evaluasi Setelah … x pertemuan
Intervensi SP 2
keluarga mampu :
- Latih keluarga
- merawat pasien dan
mempraktekkan cara
mampu melakukan
merawat pasien dengan
langsung cara merawat
risiko bunuh diri
pasien
- Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien risiko bunuh diri.
Setelah … x pertemuan
SP 3
keluarga mampu :
- Bantu keluarga membuat
- Membuat jadwal
jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat - Jelaskan follow up pasien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J 2008. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Praktek Klinik. Jakarta EKg Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung; Revika Aditama. Keliat, Anna Budi.2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta;EGC
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM
Oleh : E L I Y A S,Kep 149012016132
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN (NERS) STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG LAMPUNG 2017
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM 1. Masalah Utama Perubahan Isi Fikir : Waham 2.
Proses Terjadinya Masalah a. Pengertian Waham adalah keyakinan pribadi palsu yang tidak sesuai dengan kecerdasan seseorang atau latar belakang budaya. Individu terus untuk memiliki keyakinan meskipun bukti jelas bahwa itu adalah palsu atau tidak rasional (Townsend, 2014). Waham adalah keyakinan seseorg yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (Keliat, 2011). b. Penyebab Penyebab secara umum dari waham adalah gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (3). c. Akibat akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistis, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain ditimbulkannya adalah beresiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan.
3.
a. Pohon Masalah Kerusakan
Resiko Tinggi
Komunikasi Verbal
Menciderai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan isi pikir : Waham
e. Masalah Keperawatan Dan Data yang Perlu Dikaji Gangguan Konsep Diri 1. Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah a. Resiko tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan b. Kerusakan komunikasi : Verbal c. Perubahan Isi Fikir : Waham d. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah 2. Data yang Perlu Dikaji a. Resiko tinggi menciderai orang lain dan lingkungan 1) Data Subjektif Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya. Jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri. 2) Data Objektif Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara enguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang. b. Kerusakan Komunikasi Verbal 1) Data Subjektif Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik 2) Data Objektif Flight of Ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan ontak mata kurang.
Jangan membantah dan mendukung Waham klien : katakana perawat menerima keyakinan klien “Saya menerima keyakinan anda: dusertai ekspresi menerima, katakana perawat tidak mendukung
disertai
ekspresi
membicarakan isi waham klien.
ragu
dan
empati,
tidak
Yakinlah klien dalam keadaan aman dan terlindungi
Observasi apakah wahamnya menganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
3) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki Rasional :
Dengan mengetahui kemampuan yan dimiliki klien, maka akan mempermudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya.
Tindakan :
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
Diskusikan bersama klien yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri)
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
4) Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi Raonal :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat
merencanakan
untuk
memenuhi
dan
memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman. Tindakan :
Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham
Tingkatkan aktifitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin)
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
c. Perubahan Isi Pikir : Waham (Paranoid)
1) Data Subjektif Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulangkali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. 2) Data Subjektif Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panic, sangat waspada, tidak dapat mengenal lingkungan/realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung. d. Gangguan harga diri Rendah 1) Data Subjektif Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apaapa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapakan perasaan malu terhadap diri sendiri. 2) Data Objektif Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin menciderai diri / ingin mengakhiri hidup. 4. Diagnosa Keperawatan a. Kerusakan Komunikasiverbal berhubungan dengan waham b. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham c. Perubahan isi piker : Waham (Paranoid) berhubungan harga diri rendah 5. Rencana Keperawatan Diagnosa I : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham a. Tujuan Umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi b. Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubugan interaksinya Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam teraupetik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topic, waktu, tempat.
2. Klien dapat berhubungan dengan realitas Rasional : Menghadirkan realitasdapat menbuka pikiran bahwa realita itu lebih benar daripada apa yang difikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada. Tindakan :
Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu )
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
3. Klien dapat menggunakan obat dengan benar Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek samping obat
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, onat, dosis, cara dan waktu
Anjurkan klien membicrakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aziz R D dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang, RSUD Dr.Amino Gondo Utomo; 2003 2.
Keliat Budi A. Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta; EGC, 1999
3.
Tim Direktorat Keswa Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 1. Bandung; RSJP.2000.
4.
…. Pelatihan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gaangguan Jiwa, Semarang. 20 – 22 November 2004. Un Published
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Oleh : E L I Y A S,Kep 149012016132
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN (NERS) STIKES MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG LAMPUNG 2017
DEFISIT PERAWATAN DIRI A. Definisi Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memnuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya. Kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Tanda dan Gejala Menurut Depkes (2000) tanda dan gejala klien dengan DPD adalah : a. Fisik -
Berpikiran kotor
-
Rambut dan kulit kotor
-
Gigi kotor disertai mulut bau
-
Penampilan tidak rapi
b. Psikologis -
Malas tidak ada inisiatif
-
Menarik diri isolasi sosial
-
Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial -
Interaksi kurang
-
Kegiatan kurang
-
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
-
Cara makan tidak teratur, BABdan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Klasifikasi Jenis-jenis deficit perawatan diri menurut Nurjannah (2004) yaitu :
1. Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan 2. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias 3. Kurang perawatan diri : makan 4. Kurang perawatan diri : toileting B.
Rentang Respon Rentang respon kognitif asuhan yang dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri 1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri a. Bina hubungan saling percaya b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri 2. Membimbing dan menolong klien merawat diri a. Bantu klien merawat diri b. Ajarkan keterampilan secara bertahap c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari 3. Ciptakan lingkungan yang medukung a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya kamar mandi yang dekat dan tertutup
C.
Faktor Predisposisi Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawaatan diri adalah : a. Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan manjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kroni yang menyebabkan klien tidak mampu melkukan perawatan diri. c. Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dorinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya, situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam merawat diri
D.
Faktor Presipitasi
Menurut Depkes (2000) yang merupakan faktor Presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual , cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. E.
Intelektualisasi Masalah keperawatan dari data fokus pengkajian a. Masalah Keperawatan 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 2. Defisit perawatan diri 3. Isolasi sosial b. Data Fokus Pengkajian Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utamadari proses keperawatan diri. Tahapan pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Stuart dan Sundeen, 1992). Isi pengkajian meliputi : -
Identitas klien
-
Keluhan utama dan alasan masuk
-
Faktor predisposisi
-
Faktor presipitasi
-
Aspek fisik
-
Aspek psikososial
-
Status mental
-
Kebutuhan persiapan pulang
-
Mekanisme koping
-
Masalah psikososial dan lingkungan
-
Pengetahuan
-
Aspek medis
Analisa Data -
Data Objektif adalah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
-
Data Subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien. Data Subjektif
Data Objektif
- Pasien merasa lemah
-
Rambut kotor, acak-acakan
- Pasien mengatakan malas
-
Badan dan pakaian kotor dan bau
beraktifitas
mulut dan gigi bau
- Pasien merasa tidak berdaya
-
Kulit kasar dan kotor
-
Kuku panjang dan tidak terawat
Rencana Tindakan Keperawatan Diag nosa
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Pasien Mampu:
Setelah …x
SP 1
o Mengidentifikasi
pertemuan pasien
o
kemampuan dan
mampu :
Identifikasi kemampuan
aspek positif yang
-
dimiliki
Mengidentifikasi
o
-
Nilai kemampuan yang
o Menilai
positif yang dimiliki
kemampuan yang
kemampuan dan
dapat dilakukan saat
dapat digunakan
-
ini
o Menetapkan atau
aspek positif yang dimiliki
memilih kegiatan
o Pilih kemampuan yang
yang sesuai
-
akan dilatih
dengan
Menilai
Diskusikan dengan
kemampuan
-
pasien beberapa
kemampuan yang
aktivitas yang dapat
o Melatih kegiatan
dapat digunakan
yang sudah dipilih
dilakukan dan dipilih
sesuai dengan
-
sebagian kegiatan
kemampuan
Menetapkan atau
yang akan pasien
memilih kegiatan
o Merencanakan
lakukan sehari-hari
kegiatan yang
yang sesuai dengan
o
sudah dilatihnya
kemampuan
Bantu pasien menetapkan
-
aktivitas mana yang
Melatih kegiatan yang
dapat pasien lakukan
sudah dipilih sesuai
secara mandiri
kemampuan
SP 2
-
- Evaluasi kegiatan yang
Merencanakan
lalu (SP1)
kegiatan yang sudah
- Pilih kemampuan
dilatihnya.
yang akan dilatih - Latih kemampuan yang dipilih - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 2) - Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan - Masukkan dalam jadwal
Keluarga mampu
Setelah … x
kegiatan pasein SP 1
merawat pasien
pertemuan, keluarga
- Identifikasi Masalah
dengan DPD
mampu :
dirumah dan menjadi
Yang Dirasakan Dalam -
system pendukung
o
yang efektif bagi
Mengidentifikasi
pasien
Merawat Pasien - Jelaskan Proses
kemampuan yang dimiliki pasien
Terjadinya Dpd - Jelaskan Tentang Cara Merawat Pasien - Main peran dalam
o Menyediakan fasilitas untuk pasien
merawat pasien DPD - Susun RTL keluarga /
melakukan
jadwal keluarga untuk
kegiatan
merawat pasien
o Mendorong pasien melakukan
SP 2
kegiatan
- Evaluasi kemampuan SP 1
o Memuji pasien saat pasien dapat
- Latih keluarga langsung ke pasien
melakukan kegiatan
- Menyusun RTL keluarga / jadwal
o
kegiatan untuk
Membantu melatih
merawat pasien
pasien
SP 3
o
- Evaluasi kemampuan
membantu menyusun
keluarga
jadwal kegiatan
- Evaluasi kemampuan
pasien
pasien
o membantu
- RTL keluarga
perkembangan
Follow up
pasien
Rujukan
DAFTAR PUSTAKA Depkes,2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa Keliat, BA. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta; EGC. 1999 Stuart GW, Sundeen, S.J. Buku SAku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta; EGC, 1998 Nurjanah, Inatansari, S.Kep, 2001. Pedoman Pebanganan Pada Gangguan Jiwa, Yogyakarta; Raomedia Tarwoto dan Wartonah, 2000, Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.