Kurikulum Pondok Pesantren - Farhah Febriyanti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KURIKULUM PONDOK PESANTREN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah pendidikan islam Dosen : Riza Agustina M,Pd



DISUSUN OLEH : FARHAH FEBRIYANTI (2017008)



PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA 2021



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telahberkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis dan umumnya pembaca.



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii



BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................................................1 B. Rumusan Masalah..............................................................................................1 C. Tujuan Penelitian................................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3 A. B. C. D.



Kurikulum Pendidikan Islam di Pondok Pesantren........................................2 Model Pembelajaran di Pesantren....................................................................7 Tradisi Pesantren................................................................................................9 Proses Pembelajaran di Pesantren...................................................................10



BAB III PENUTUP...........................................................................................................12 A. Kesimpulan..........................................................................................................12 B. Saran....................................................................................................................12



DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dimana didalamnya belajar ilmu agama. Seperti kitab-kitab kalasik, dan kitab-kitab syariat lainnya. Dan pada perkembangannya pondok pesantren mengalami kemajuan yang tidak hanya berkutat pada pengkajian agama atau kitab-kitab klasik, Melaikan pengajaran tentang ilmu-ilmu pengetahuan umum modern yang sudah diperkenalkan termasuk teknologi. Adanya berbagai macam bidang kemajuan keilmuan yang diadopsi oleh pesantren tetap menjadi perhatian dan pengawasan pesantren, karena hal ini perlu dilakukan oleh pesantren untuk mengantisipasi adanya masalah, utamanya dalam menyaring dampak negatif keilmuan-keilmuan modern yang akan merusak citra pondok pesantren itu sendiri, sehingga pemprogramannyapun dibatasi dan hanya sebagai kepentingan tertentu saja. Sehubungan dengan hal tersebut pondok pesantren tidak hanya sebagai wadah pengkajian ilmu agama islam melainkan juga sebagai wahana pemberdaya umat. hal ini dikarenakan kemajuan pondok pesantren dari masa ke masa, Seperti yang kita ketahui bersama bahwa visi dan misi pondok pesantren bukanlah rahasia publik akan tetapi fungsi maupun peran pesantren memanglah benar sebagai pemberdaya umat baik dari berbagai bidang seperti; syi’ar keagamaan (dakwah) pengkajian kitab, sejarah, seni budaya, ilmu pengatahuan alam, astronomi, teknologi, olahraga, politik, bidang ekonomi, dan lain sebagainya. Secara kasat mata ada timbal balik antara pondok pesantren dan masyarakat (umat) tidak bisa dipisahkan karena keduanya adalah dua sisi yang bersinambungan, olek karena itu penyusun akan menguraikan peran pondok pesantren dalam pemberdayaan umat. Dengan latar belakang diatas serta rumusan masalah yang diambil diharapkan menjadikan titik temu bukti terhadap adanya judul makalah diatas.



B. Rumusan Masalah Apa visi, misi dan tujuan dari pendidikan yang ada di Pondok Pesantren ? Bagaimana kurikulum yang ada di Pesantren ? Bagaimana model belajar dipesantren ? Bagaimana tradisi yang ada di Pesantren ? Bagaimana proses pembelajaran yang ada di Pesantren ? 1



C. 1. 2. 3.



Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kurikulum yang ada di pesantren Untuk mengetahui model pembelajaran di pesantren Untuk mengetahui tradisi di pesantren



2



BAB II PEMBAHASAN A. Kurikulum Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Pembahasan kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal pesantren.Bahkan di Indonesia tema kurikulum belum pernah popular pada saat proklamasi kemerdekaan, apalagi sebelumnya.Berbeda dengan kurikulum, istilah materi pelajaran justru mudah dikenal dan mudah dipahami dikalangan pesantren.Namun untuk pemaparan berbagai kegiatan baik yang berorientasi pada pengembangan intelektual, keterampilan, pengabdian maupun secara umum kepribadian agaknya lebih tepat digunakan istilah kurikulum. Pemaknaan dan pemahaman kurikulum dalam pandangan para ahli pendidik telah mengalami pergeseran secara horizontal. Jika asalnya sebagaimana ditegaskan S. Nasution bahwa kurikulum dipahami sebagai sejumlah mata pelajaran di sekolah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, maka sekarang pengertian itu berusaha diperluas. Perluasan cakupan kurikulum ini telah di diprakarsai beberapa pakar sekitar 1950-an hingga 1970-an. Formulasi definitive dari J. Galen Saylor dan William M. Alexander seperti dilansir Nasuition kiranya dapat mewakili upaya perluasan cakupan makna kurikulum tersebut. Mereka berdua merumuskan bahwa, “The curriculum is the sum total of schools efforts to influence learning. Whether in the classroom, on the play ground, our out of school.”Kurikulum yang dimaksudkan adalah segala sesuatu usaha yang ditempuh sekolah untuk mempengaruhi (merangsang) belajar, baik berlangsung di dalam kelas, dihalaman sekolah maupun di luar sekolah.2 Untuk selanjutnya, terkait dengan kurikulum pesantren akan menggunakan pengertian yang di utarakan oleh Saylor dan Alexander. Penggunaan pengertian ini akan meliputi segala bentuk kegiatan baik intra-kurikuler maupun ekstra-kurikuler yang diperankan oleh santri maupun oleh kyai, disertai dengan kegiatan-kegiatan baik yang bersifat wajib untuk di ikuti maupun hanya sekedar anjuran. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum dalam pesantren juga selalu mengalami perkembangan. Hal tersebut bisa dilihat dari perubahan pembelajaran yang di ajarkan di pesantren, antara lain: 1.



Materi dasar-dasar keislaman dan ilmu islam



Dasar-dasar keislaman selalu diterapkan di pesantren, hal tersebut bisa dilihat dari kurikulum pembelajaran di pesantren yang dulu lebih menekankan pada 3 komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan ihsan. Sebab disesuaikan dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamannya pada waktu itu, sehingga isi pengajian di pesantren berkisar soal rukun iman, rukun islam, akhlak dan ilmu hikmah. 3



Pengajaran dasar-dasar keislaman ini ditempuh karena disesuaikan dengan tingkat kemampuan santri yang banyak dari masyarakat yang baru saja memeluk islam (muslim). Mereka perlu diberikan materi pelajaran agama yang paling dasar sesuai dengan keperluan awal bagi seorang yang mulai mempelajari dan memahami islam. Selain itu, dari ilmu yang diajarkan juga mengalami perubahan, yang mula-mula ilmu yang diajarkan di pesantren adalah ilmu sharaf dan nahwu, kemudian ilmu fiqh, tafsir, ilmu tauhid, akhirnya sampai kepada ilmu tasawuf. Dalam perkembangan selanjutnya, santri perlu diberikan bukan hanya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ritual keseharian yang bersifat praktis, melainkan ilmu-ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu, seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah. Dalam perkembangannya ilmu-ilmu dasar keislaman seperti tauhid, fiqh, dan tasawuf selalu menjadi mata pelajaran favorit bagi para santri. Tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap keesaan Allah, fiqh memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang telah dimiliki seseorang, sedangkan tasawuf membimbing seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi orang yang benarbenar dekat dengan Allah. Sehubungan dengan itu, cukup dapat dipahami jika kondisi pendidikan pesantren diorientasikan pada ibadah kepada Allah dan serangkaian amalan yang mendukungnya. 2.



Penambahan dan perincian materi dasar



Pada abad ke-19, sulit ditemukan rincian materi pelajaran di pesantren, namun ada sedikit petunjuk secara implisit dari hasil penelitian L.W.C. Van den Berg sebagaimana yang dikutip Steenbrink bahwa materi tersebut meliputi fiqh, tata bahasa arab, ushul alDin, tasawuf, dan tafsir. Kemudian kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal pertumbuhannya.Pengembangan kurikulum tersebut lebih bersifat rincian materi pelajaran yang sudah ada daripada penamabahan disiplin ilmu yang baru. Penambahan materi pelajaran tersebut antara lain: Al-Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqh dengan ushul fiqh dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’ dan ‘arudh, tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak, dan falak. Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat.Kombinasi ilmu tersebut hanyalah lazimnya diterapkan di pesantren.Beberapa pesantren lainnya menerapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisasi kurikulum pesantren yang baik yang berskala lokal, regional maupun nasional.Upaya standarisasi kurikulum selalu berhadapan dengan otonomi pesantren sebagai pantulandari otoritas kyai dengan spesifikasi ilmu yang didalaminya.Maka standarisasi 4



kurikulum barangkali tidak pernah berhasil diterapkan di seluruh pesantren. Sehingga, pesantren tetap pada kekhususan masing-masing, karena dengan adanya variasi kurikulum pada pesanten akan menunjukkan ciri khas dan keunggulan masing-masing. Sedangkan penyamaan kurikulumterkadang justru membelenggu kemampuan santri seperti pengalaman madrasah yang mengikuti kurikulum pemerintah.Lulusan madrasah ternyata hanya memiliki kemampuan setengah-setengah. 3.



Penggunaan kitab-kitab referensi



Perkembangan kitab-kitab yang dijadikan referensi pesantren dimulai masa walisongo.Pada masa walisongo yang digunakan referensi memakai Al-Qur’an, hadits, dan kitab sittina’.Kemudian pada abad ke-18, pesantren di mataram memakai kitab matan taqrib, bayan al-hidayat karangan Imam Ghazali dalam ilmu akhlak. Mulai abad ke-19, kitab-kitab referensi di kalanganpesantren mengalami perubahan yang sangat drastis. Perubahan ini bukan saja penambahan kitab-kitab dalam satu disiplin ilmu, melainkan juga penambahan kitab-kitab yang memuat disiplin ilmu yang berlainan, antara lain sebagai berikut: a. Bidang fiqh meliputi Safinat al-Najah, Sullam al-Taufiq, Masail al-Sittah, Minhaj alQawim, al-Risalah, Tuhfat al-Habib, al-Muharrar, Minhaj Thalibin, Fath al-Mu’in dan lainlain. b. Bidang tata bahasa arab meliputi Muqaddimah al-Ajurumiyah, Mutammimah, alFawaqihal-Janniyyah, al-Awamil al-Mi’at, Inna Awla, Alfiyah, Minhaj al-masalik, Tamrin al-Thullab, al-Rafiyyah, Mujib al-Nida’, al-Mishbah dan lain-lain c. Bidang Ushul al-Din meliputi Bahjat al-Ulum, Aqidah al-Sanusi, al-Mufid, Jawharat al-tauhid dan lain-lain d. Bidang tasawuf meliputi Ihya’ al-Ulum al-Din, Bidayat al-Hidayat, Minhaj al-Abidin, al-Hikam, Su’ab al-Iman, dan Hidayat al-Azkiya’ ila Thariq al-Awliya’ e.



Bidang tafsir hanya Tafsir Jalalain



Pada abad ke-20 ditambah lagi dengan kitab-kitab di bidang hadits,tarikh, ushul fiqh, mantiqdan falak karena tuntutan masyarakat lebih kompleks. Beberapa peneliti menyebutkan kitab-kitab referensi pada abad ini bervariasi antara lain: dalam bidang nahwu, Sharaf, fiqh, tauhid, mantiq, balaghah, akhlak, hadits, tafsir, dan tarikh. Kemudian pada abad ke-21 kitab yang paling popular di kalangan pesantren adalah Alfiyah dan taqrib. 4.



Materi pelajaran umum dan ketrampilan



Selain mempertahankan kitab-kitab islam klasik sebagai upaya pelestarian khazanah yang lama, pada awal abad ke-20 beberapa pesantren juga mulai bersikap progresif dengan memasukkan pelajaran-pelajaran umum.Tebuireng misalnya, terdapat program-program yang sengaja dirancang secara terintegrasi antara program pondok 5



yang dipahami sebagai masjid dan tempat ilmu, dengan membuka program yang disebut “majlis ilmi” dengan “pesantren” yang dipahamisebagai pelajaran diniyyah yang berbasis pada kitab kuning, dan biasanya diintegrasikan oleh setiap unit pendidikan pesantren Tebuireng, yaitu SMA, MA, SMP dan MTs. Seluruh siswa sekolah ini, setelah mengikuti pelajaran formal dan kembali ke pondok diwajibkan mengikuti program pondok. Para santri dengan program pondok ini, dapat mendalami Al-Qur’an dan kitab kuning. Untuk pengajian Al-Qu’an dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:Kelompok pengajian ba’da subuh, kelompok Tilawah Al-qur’an dan kelompok Fasahah. Sementara untuk pengajian kitab kuning terbagi dalam 3 kelompok antara lain: a.



Pengajian Takhassus. Terdiri dari takhassus Bandongan dan Sorogan



b. Diskusi. Untuk kegiatan diskusi biasanya menggunakan kitab standar Fathu alQarib, dilaksanakan setiap malam selasa ba’da isya’ sampai pukul 23.00 WIB. Kegiatan ini diikuti oleh santri setingkat SLTA, MA, SMA, dan Madrasah. c. Adapun kurikulum dan metode pembelajarannya masing-masing tingkatan berbeda.



B. Model Pembelajaran di Pesantren Pesantren salaf juga memiliki ciri khas yang unik lainnya, yaitu metode pengajaran (atau model pembelajaran) kitab dengan cara wetonan atau bandongan, sorogan, dan hafalan. Wetonan atau bandongan adalah metode pengajaran dengan cara santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai. Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu,santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan. Metode ini dilakukan dalam rangka memenuhi mereka. Memang di dalam bandongan, hampir tidak pernah terjadi diskusi antara kyai dan para santrinya. Sedangkan sorogan adalah metode pengajaran dengan cara menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Metode sorogan ini adalah metode yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan di pesantren. Sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid. Sistem sorogan telah terbukti sangat efektif sebaga taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang mualim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa Arab.Dan menurut peneliti, kesemestaan metode sorogan juga sangat efektif diterapkan dalam sistem pendidikan modern, tentunya juga tidak terbatas pada bahasa Arab atau bahasa-bahasa lain tetapi juga kitab-kitab keilmuan lain, seperti sains dan teknologi. Metode hafalan adalah metode yang paling umum dalam pesantren, terutama untuk hafalan al-Qur’an dan Hadis. Jumlah kualitas hafalan surat atau ayat menjadi penentu tingkat keilmuan santri.



6



Selain itu, ada juga metode kilatan/secara cepat, yaitu program pengajian yang melaksanakan satu beberapa kitab agama dalam waktu cepat untuk keperluan memperbanyak referensi sebelum pada waktunya didalami lebih lanjut. Metode mudzakarah, pertemuan keilmuwan untuk menghimpun dan mengkaji berbagai pendapat yang kesimpulannya bermuatkan pilihan sikap para peserta/arahan bagi masyarakat.1 Metode musyawarah merupakan suatu forum untuk saling bertukar pikiran dan argumentasi guna mendapatkan hasil terbaik yang menjadi kesepakatan bersama.Dan metode muthala’ah bermakna meninjau kembali pemahamannya atas teks setelah bergumul dalam kehidupan nyata di masyarakat; dan berarti membaca, memahami arti teks, serta bahtsul masail dan pengkajian masalah-masalah. Pesantren,diharapkan tetap mempertahankan metode belajar-mengajar di pondok pesantren memungkinkan penguasaan materi serta skill sekaligus, kemudian dilanjutkan dengan penghayatan, akhirnya berujung pada pelaksanaan secara praktek. Untuk menghadapi tantangan masa depan maka pesantren dituntut mencari bentuk baru (new model) yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi juga memegang prinsip yang senantiasa dipegang teguh oleh para pengasuh (kyai), yakni mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang dianggap lebih baik serta tetap dalam kandungan iman dan takwa kepada Allah.2 Berkaitan dengan hal tersebut, Malik M Thaha 3 menyatakan bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di pesantren modern adalah menyangkut penerapan kurikulum dan metodologi.Modernisasi kurikulum diterapkan dengan cara tetap memberikan pengajaran ajaran Islam sekaligus memasukkan mata pelajaran umum sebagai substansi pendidikan. Pembaharuan metodologi adalah dengan menerapkan sistem klasikal atau penjenjangan. Metodenya tidak lagi menggunakan model sorongan dan bandongan tetapi telah mulai menggunakan berbagai metode pengajaran yang diterapkan di sekolah umum seperti metode tanya jawab, diskusi, sosiodrama, hafalan, study tour. Pembelajaran secara berhadap-hadapan dalam sistem sorogan memang memungkinkan kyai menguji pengetahuan santri secara individu. Metode ini mengakibatkan kedekatan antara kyai dengan santri sehingga kyai mampu mengetahui dan memahami problem-problem yang dihadapi santrinya. Kedekatan semacam ini hampir tidak lagi dijumpai di dalam sistem pendidikan formal karena telah ternodai oleh kecenderungan guru untuk menjual ilmu kepada siswa. Akibatnya selesai menyampaikan pelajaran, guru menganggap selesai tugasnya. Sedangkan penerapan metode bandongan mengakibatkan santri bersikap pasif. Sebab 1



Masykur, Anis, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren, (Depok: Barnea Pustaka, 2010), 55.14 2 HM Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 339.18 3 A MAlik M Thaha Tuanaya, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2007), 75. 1



7



kreatifitas dalam proses belajar mengajar didominasi oleh ustadz atau kyai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangannya. Sementara, metode hafalan masih tetap dipertahankan bagi dalil-dalil naqli dan kaidahkaidah. Metode ini juga masih relevan diterapkan pada murid-murid usia anakanak, tingkat dasar dan tingkat menengah 4Tetapi,pendidikan yang menekankan proses pembelajarannya hafalan itu, keberhasilannya adalah semu. Keberhasilan pendidikan harus diukur dari semangat lulusan-lulusannya untuk mengembangkan pelajaran yang telah diperoleh melalui tahapan menguasai, mengoreksi, mengkritik, memberikan solusi dan mengembangkannya.5



C. Tradisi Pesantren Tradisi pesantren adalah sitem pendidikan Islam yang tumbuh sejak awal kedatangan Islam di Indonesia, yang dalam perjalanan sejarah menjadi objek kajian penelitian. Kebanyakan gambaran tentang kehidupan pesantren hanya menyentuh tentang kesederhanaan bangunan-bangunan, cara gaya hidup santriwan-santriwati, kepatuhan mutlak para santri pada kyai, dan pelajaran-pelajaran kitab klasik. Kepentingan politik pesantren sangat terbatas pada legitimasi kekuasaan keagamaan. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang guru. Lembaga pendidikan pesantren didirikan tidak hanya berawal dari tujuan mensyiarkan ilmu-ilmu agama Islam, tetapi juga wadah kegiatan sosialkemasyarakatan, termasuk sebagai wadah pergerakan nasional kemerdekaan melawan penjajah. Pesantren tersebut membuat pesantren tidak lepas dari akar sosial masyarakatnya. Tradisi dan amaliyah keagamaan yang berkembang di pesantren juga dipraktikkan oleh masyarakat. Di dalam pondok pesantren terdapat lima eleman penting yang harus ada. Lima elemen tersebut adalah pondok, kyai, santri, masjid, pengajaran kitab Islam klasik (kitab kuning). Pondok atau asrama merupakan bangunan yang diyakini penuh dengan barokah. Ia di bangun semata-mata untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di pesantren. Di sinilah tempat keseharian para santri, terlebih bagi santri pendatang (di luar daerah pondok). Biasanya rumah kyai juga berada di lingkungan pondok. Pondok atau asrama putra dan putri jelas terpisah. Keadaan kamar-kamar di pondok sangat sederhana. Ia tidak menyediakan kamar perorangan untuk santri, melainkan satu kamar di tempati oleh 15 sampai 20 orang sesuai kapasitas dan kebijakan pondok yang telah ditetapkan. 4



Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metolodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2007), 154.2 5 Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2005), 230.



8



Biasanya kamar ini hanya di gunakan untuk menyimpan baju dan buku, untuk istirahat (tidur) hanya sebagian santri yang memilih di dalam kamar. Sebagian besar santri memilih untuk tidur di serambi masjid ataupun di aula. Disamping menjadi elemen penting dari tradisi pesantren, bangunan pondok juga merupakan faktor utama perkembangan pesantren. Meski terkesan penuh sesak, sempit, dan sederhana namun tempat ini diyakini memiliki nilai keberkahan yang sangat besar, dapat lebih mempererat hubungan para santri, menumbuhkan ikatan kekeluargaan yang sangat erat, serta mampu menciptakan kenangan yang indah dalam memori setiap santri, dan menjadikannya tempat yang selalu dirindukan. Di samping ngaji yang menjadi ciri khas santri, tidak lupa dengan masalah akhlak juga menjadi salah satu prioritas pengajaran di dalam suatu pesantren.Kehidupan di pesantren merupakan kehidupan yang sangat nyaman dan merupakan pembelajaran sehari-hari dalam kehidupan nyata. Tradisi inilah yang membentuk nilai-nilai etika, sosial, dan kebudayaan mulai berkembang dan menciptakan wajah Islam pluralis dan humanis.



D. Proses Pembelajaran di Pesantren



Pondok pesantren, atau sering disingkat pondok atau ponpes, adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, dimana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok atau asrama dalam pesantren tersebut. Pendidikan berbasis pesantren sangat berbeda dengan pendidikan non-pesantren. Ciri khas pembelajaran pesantren adalah mengamalkan sistem integrasi yang di antaranya adalah intelektual, emosional, dan spiritual. Dalam hal proses pembelajaran, pesantren menerapkan suri tauladan dalam bentuk belajar dan menetap selama 24 jam, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Hingga kini, pesantren masih eksis dengan budaya tersebut. Model pendidikan pesantren bisa dimaknai sebagai model pendidikan yang mengedepankan pendidikan karakter. Pemahaman terhadap agama, moral-etika, dan etos kerja, menjadi basis keunggulan pesantren. Penanaman karakter atau akhlak 9



terhadap para santri memang menjadi prioritas agar bisa menjadi fondasi sekaligus pilar yang kokoh jika para santri sudah keluar dari pondok. Dengan demikian, pendidikan karakter atau akhlak di pesantren tidak hanya sebagai pelengkap belaka namun justru menjadi salah satu modal bagi santri untuk tetap kokoh dalam kepribadian di tengah keragaman persoalan dan tantangan kehidupan. Guru-guru di pesantren pada umumnya belum memiliki perencanaan atau persiapan mengajar secara tertulis. Terkait dengan strategi apa yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, bagaimana teknis evaluasinya, dan apa saja media pembelajarannya, ada didalam benak masing-masing guru, dan banyak dipengaruhi oleh pengalaman guru mereka ketika mereka masih menjadi santri. Sedangkan kitab pegangan dan mata pelajaran yang akan diajarkan, serta kelompok mana yang akan diajar, waktu dan tempat pembelajaran, para guru sudah bisa mengetahui dari bagian pengajaran pondok pesantren. Terkait dengan perencanaan persiapan mengajar, dalam hal ini yang dilakukan guru biasanya berupa : 1. Menyiapkan kitab pegangan sesuai degan mata pelajaran yang akan diajarkan. 2. Menentukan batas awal dan batas akhir materi pelajaran yang terdapat dalam kitab pegangan untuk suatu pertemuan atau tatap muka. Secara umum persiapan yang dilakukan oleh guru sebelum mengajar adalah sebagai berikut: 1. Menelaah materi suatu kitab tertentu yang akan diajarkannya kepada santri dalam pertemuan/tatap muka baik di kelas, musholla maupun di ruang belajar lainnya; 2. Menelaah atau mempelajari kitab-kitab lain yang memiliki keterkaitan dengan persoalan serupa pada materi yang akan diajarkan. Dalam hal ini, guru juga membuka kembali kitab-kitab tertentu (minimal satu tingkat di atasnya) dan kitabkitab lain yang menjadi rujukan ustadz; 3. Membuat catatan-catatan khusus tentang masalah-masalah yang dianggap penting dari hasil penelaahan terhadap kitab-kitab yang akan diajarkan; 4. Merancang dan mempersiapkan alat bantu yang dibutuhkan untuk mengajarkan materi pelajaran. Dengan demikian, pada dasarnya ustadz atau ustadzah yang menjadi guru pada pondok pesantren salafiyah sudah melakukan persiapan mengajar. Hanya saja persiapan tersebut belum dituangkan dalam bentuk tertulis. Hal ini menjadi bagian yang sulit untuk dipelajari dan dievaluasi.



10



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, wetonan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya.



dan dan satu ada



Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu metode yang bersifat tradisional (salaf) dan metode pembelajaran modern (tajdid). Namun secara rinci dapat disebutkan beberapa model pembelajaran pesantren yaitu model sorogan, wetonan (bandongan), musyawarah (bahtsul masa’il), pengajian pasaran, muhafadzah (hapalan), demonstrasi, muhawarah, dan mudzakarah. Perlu adanya pengembangan model pembelajaran di pesantren yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih baik yakni mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Pola pengembangan pembelajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran terbimbing dan metode mengajar teman sebaya.



B. Saran Semoga dengan adanya Pesantren diharapkan dapat meningkatkan pendidikan karakter kepemimpinan santri agar menjadi lebih baik lagi dan dapat menanamkan nilainilai agama.



11



DAFTAR PUSTAKA



abdimadrasah.com/2015/01/struktur-kurikulum-2013-kombinasi-kurikulum-2006-padamadrasah.html. Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.



12