Kursi Perak PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

The Chronicles of Narnia #6



Kursi Perak (The Silver Chair) by C.S. Lewis



1|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



KURSI PERAK



BAB SATU Di Belakang Gimnasium



SAAT itu hari musim gugur yang kelabu dan Jill Pole sedang menangis di belakang gimnasium. Dia menangis karena mereka mempermainkannya. Kisah ini bukan cerita tentang sekolah, jadi aku akan memberitahu sesedikit mungkin tentang sekolah Jill, yang bukan topik menyenangkan. Sekolah itu perguruan “koedukasional” bagi anakanak laki-laki dan perempuan, yang dulunya disebut sekolah “campuran”, beberapa orang berkata otak para pengurusnya lebih tercampur-baur daripada sekolah itu sendiri. Para pengurus sekolah ini berpikir anak-anak laki-laki dan perempuan seharusnya diizinkan melakukan apa pun yang mereka sukai. Dan sayangnya yang disukai sepuluh sampai lima belas anak paling besar adalah mempermainkan teman-teman mereka. Berbagai macam hal, tindakan yang mengerikan, terus berlangsung, padahal di sekolah biasa para guru pasti sudah menemukan dan menghentikan tindakantindakan ini pada pertengahan semester. Tapi bukan itu yang terjadi di sekolah ini. Atau bahkan kalaupun tindakan-tindakan ini diketahui, mereka yang melakukannya tidak dikeluarkan atau dihukum. Kepala Sekolah berkata mereka termasuk kasus psikologis yang menarik dan memanggil murid-murid mi lalu mengajak mereka bicara berjam-jam. Dan kalau kau tahu hal-hal yang tepat untuk dikatakan pada Kepala Sekolah, hasil akhirnya adalah kau akan jadi murid kesayangan, bukan sebaliknya.



2|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



Itulah sebabnya Jill Pole menangis di hari musim gugur yang kelabu di jalan setapak lembap antara dinding belakang gimnasium dan semak-semak. Dan dia belum selesai menangis ketika seorang anak laki-laki muncul di pojokan gimnasium sambil bersiul, tangannya dalam kantong. Dia nyaris menabrak Jill. “Tidak bisakah kau melihat ke mana jalanmu?” kata Jill Pole. “Baiklah,” kata anak laki-laki itu, “kau tidak perlu marah “ kemudian melihat wajah anak perempuan itu. “Wah, Pole,” katanya, “ada apa?” Jill menampilkan ekspresi aneh, yang biasanya terjadi saat kau berusaha mengatakan sesuatu tapi kemudian menyadari, begitu mulai bicara, kau akan mulai menangis lagi. “Mereka, ya? Seperti biasa,” kata anak laki-laki itu sedih, membenamkan tangannya semakin dalam pada saku. Jill mengangguk. Dia tidak perlu mengatakan apa pun, bahkan kalau bisa mengatakannya. Mereka sama-sama tahu. “Nah, dengarlah,” kata anak laki-laki itu, “tidak ada gunanya bagi kita..” Maksudnya baik, tapi cara bicaranya memang mirip orang yang akan mulai menguliahi. Jill tiba-tiba marah besar (yang memang sesuatu yang akan kaulakukan kalau tangismu terputus). “Oh, pergilah, bereskan urusanmu sendiri,” katanya. “Tidak ada yang memintamu datang, bukan? Dan betapa baiknya dirimu mulai memberitahu aku apa yang harus kulakukan! Kurasa kau akan bilang aku harus menghabiskan waktu untuk menjilat mereka dan melakukan hal-hal yang mereka inginkan, dan datang cepat-cepat kalau mereka panggil, seperti yang kaulakukan.”



3|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



“Oh, ampun!” kata anak laki-laki itu, duduk di pinggiran berumput di tepi semak-semak lalu cepat-cepat bangkit lagi karena rumput itu sangat basah. Dia tidak beruntung bernama Eustace Scrubb, tapi dia bukan anak jahat. “Pole!” katanya. “Adilkah itu? Apakah aku pernah melakukan hal seperti itu semester ini? Bukankah aku membela Carter soal kelinci? Dan bukankah aku tetap memegang rahasia Spivvins di bawah siksaan pula? Dan bukankah “ “Aku ti-tidak tahu dan aku tidak peduli,” isak Jill. Scrubb melihat Jill masih belum tenang, dan menawarkan permen pedas. Dia ikut makan satu. Jill mulai bisa berpikir lebih jernih. “Maafkan aku, Scrubb,” katanya. “Aku tidak adil. Kau telah melakukan semua itu-semester ini.” “Kalau begitu lupakan semester kemarin, kalau bisa,” kata Eustace. “Aku orang yang berbeda saat itu. Aku dulu ya ampun! Aku sangat menyebalkan dulu.” “Yah, sejujurnya memang ya,” kata Jill. “Kalau begitu kau merasakan perubahan diriku, bukan?” kata Eustace. “Bukan hanya aku,” kata Jill. “Semua bilang begitu. Mereka menyadarinya. Eleanor Blakiston mendengar Adela Pennyfather membicarakan perubahanmu di ruang ganti kemarin. Dia bilang, 'Harus ada yang mengurus si Scrubb itu. Dia sangat tidak tahu aturan semester ini. Kita harus mengurusnya setelah ini.” Eustace gemetar. Semua murid di Sekolah Eksperimen tahu apa artinya “diurus” oleh mereka. Kedua anak terdiam sesaat. Tetes air jatuh dari dedaunan laurel.



4|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



“Kenapa kau begitu berbeda semester lalu?” tanya Jill. “Banyak hal aneh terjadi padaku saat liburan,” kata Eustace misterius. “Misalnya?” tanya Jill. Eustace diam saja beberapa lama. Kemudian dia berkata: “Dengar, Pole, kau dan aku membenci tempat ini sebesar siapa pun bisa membenci apa pun, bukan?” “Ya, aku membenci tempat ini,” kata Jill. “Kalau begitu kurasa aku bisa memercayaimu.” “Kau baik sekali,” kata Jill. “Ya, tapi ini benar-benar rahasia. Pole, dengar, apakah kau bisa memercayai berbagai hat? Maksudku, hal-hal yang akan ditertawakan semua orang di sini?” “Aku belum pernah mendapat kesempatan memercayai hat seperti itu,” kata Jill, “tapi kurasa aku bisa melakukannya.” “Bisakah kau memercayaiku kalau aku bilang aku pernah keluar dari dunia ini-berada di luar dunia ini-liburan kemarin?” “Aku tidak mengerti apa maksudmu.” “Yah, jangan pakai perumpamaan dunia kalau begitu. Misalkan aku bilang padamu aku pernah pergi ke tempat hewan bisa berbicara dan tempat ada- eh-sihir dan naga dan yah, semua hat yang kaukenal dalam dongeng.” Scrubb merasa sangat aneh ketika mengatakan semua ini dan wajahnya memerah. “Bagaimana kau bisa sampai di situ?” tanya Jill. Anehnya dia juga merasa malu.



5|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



“Satu-satunya cara yang mungkin dengan sihir,” kata Eustace hampir berbisik. “Aku sedang bersama dua sepupuku. Kami hanya dibawa begitu saja. Mereka pernah ke sana sebelumnya.” Sekarang setelah mereka berbisik-bisik, entah bagaimana Jill merasa lebih mudah percaya. Kemudian tiba-tiba kecurigaan besar menguasai dirinya dan Jill berkata (dengan begitu galak sehingga saat itu dia mirip harimau betina): “Kalau aku sampai tahu kau mempermainkanku, aku tidak akan pernah bicara denganmu lagi. Tidak, tidak, tidak.” “Aku tidak bohong,” kata Eustace. “Berani sumpah. Aku bersumpah demi-demi segalanya.” (Saat aku masih bersekolah dulu, anak-anak akan berkata, “Sumpah demi Tuhan.” Tapi di sekolah aneh dan jahat ini Tuhan tidak pernah diajarkan.) “Baiklah,” kata Jill. “Aku percaya padamu.” “Dan jangan bilang siapa pun?” “Menurutmu aku ini siapa?” Mereka sangat bersemangat ketika mengatakan ini. Tapi ketika telah mengatakannya, Jill melihat ke sekelili ng dan melihat langit musim gugur yang kelabu, mende ngar suara tetesan air dari claim, dan memikirkan semu a ketidakberdayaan dalam Sekolah Eksperimen (saat it u semester yang panjangnya tiga betas minggu dan mereka masih harus menjalani sebelas minggu), lalu dia berkata: “Tapi apa gunanya? Kita tidak di sana: kita di sini. Dan kita jelas tidak bisa ke sana. Atau bisakah kita?” “Itulah pertanyaanku selama ini,” kata Eustace. “Saat kami kembali dari tempat itu, ada yang memberitahu kedua anak Pevensie (yaitu kedua sepupuku) bahwa mereka tidak bisa ke sana lagi. Mereka sudah tiga kali ke sana. Kurasa mereka sudah menghabiskan giliran mereka. Tap] dia tidak pernah bilang aku tidak bisa kembali. Tentu dia akan 6|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



berkata begitu, kecuali kalau maksudnya aku akan kembali? Dan aku tidak bisa berhenti bertanya-tanya, bisakah kita ?” “Maksudmu, apakah ada sesuatu yang bisa membuatnya terjadi?” Eustace mengangguk. “Maksudmu kita bisa menggambar lingkaran di tanah-dan menulis huruf-huruf aneh di sana-dan berdiri di dalamnya-dan mengucapkan mantra-mantra?” “Yah,” kata Eustace setelah berpikir keras sejenak. “Kurasa itulah yang selama ini kupikirkan, meskipun tidak pernah kulakukan. Tapi sekarang aku sampai pada kesimpulan, aku merasa semua lingkaran dan mantra itu payah. Kurasa dia tidak menyukainya. Semua itu akan membuatnya tampak seperti kita bisa memerintahnya. Padahal sebenarnya, kita hanya perlu meminta.” “Siapa sih orang yang selalu kaubicarakan ini?” “Mereka menyebutnya Aslan di tempat itu,” kata Eustace. “Namanya aneh sekali!” “Tidak seaneh dirinya sendiri,” kata Eustace khidmat. “Tapi mari kita teruskan. Tidak ada ruginya, hanya meminta. Mari berdiri bersisian, seperti ini. Dan ulurkan tangan dengan telapak ke bawah: seperti yang mereka lakukan di Pulau Ramandu “ “Pulau apa?” “Akan kuceritakan lain kali. Dan dia mungkin ingin kita menghadap timur. Coba lihat, di mana timur?” “Aku tidak tahu,” kata Jill. “Benar-benar hebat betapa anak perempuan tidak pernah tahu arah mata angin,” kata Eustace.



7|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



“Kau juga tidak tahu,” kata Jill kesal. “Aku tahu, kalau saja kau tidak terus-menerus mengajak bicara. Aku tahu sekarang. Itu timur, menghadap ke pepohonan laurel itu. Nah, maukah kau mengulangi kata-kata ini setelahku?” “Kata-kata apa?” tanya Jill. “Kata-kata yang akan kuucapkan tentu saja,” jawab Eustace. “Nah “ Dan dia mulai, “Aslan. Aslan, Aslan!” “Aslan, Aslan, Aslan,” ulang Jill. “Tolong biarkan kami berdua pergi ke...” Saat itu terdengar suara dari sisi lain gimnasium, berteriak, “Pole? Ya. Aku tahu di mana dia. Dia menangis di belakang gimnasium. Haruskah aku memanggilnya?” Jill dan Eustace saling memandang, membungkuk di bawah semaksemak, dan mulai merayap menuruni tebing tanah bersemak yang curam dengan kecepatan yang mengagumkan. (Berkat metode pengajaran yang aneh di Sekolah Eksperimen, murid tidak banyak mengerti bahasa Prancis, Matematika, bahasa Latin, atau hal-hal seperti itu. Tapi murid belajar banyak tentang melarikan diri dengan cepat dan tanpa suara ketika dicari mereka.) Setelah kira-kira satu menit merayap, Eustace dan Jill berhenti untuk mendengarkan, dan tahu dari suara-suara yang datang bahwa mereka diikuti. “Kalau saja pintu itu terbuka lagi!” kata Scrubb saat mereka terus merayap turun, dan Jill mengangguk. Karena di puncak semak-semak ada dinding batu tinggi dan di dinding itu ada pintu menuju padang terbuka. Pintu ini hampir selalu terkunci. Tapi ada saat pintu itu ditemukan terbuka, atau mungkin hanya sekali itu. Tapi kau bisa membayangkan betapa kenangan bahkan pada satu kejadian pun bisa 8|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



membuat orang berharap, dan mencoba membuka pintu itu, karena kalau saja ternyata tidak terkunci, pintu itu merupakan jalan yang bagus untuk keluar dari wilayah sekolah tanpa kelihatan. Jill dan Eustace, sekarang sangat kepanasan dan sangat kotor karena hampir selalu membungkuk dalam-dalam di balik semak-semak, terengah-engah memanjat dinding. Dan di sanalah pintu itu, tertutup seperti biasa. “Rasanya tidak bagus,” kata Eustace sambil memegang gagang pintu, kemudian, “O-o-oh. Ya ampun!” Karena gagang itu bergerak dan pintu terbuka. Sesaat sebelumnya, mereka sama-sama ingin keluar melalui pintu itu secepat mungkin, kalau saja pintu itu tidak terkunci. Tapi ketika pintu itu ternyata terbuka, mereka sama-sama berdiri diam. Karena apa yang mereka lihat cukup berbeda dengan apa yang mereka bayangkan. Mereka membayangkan akan melihat tebing padang bersemak yang terus menanjak sampai menyatu dengan langit musim gugur yang kelabu. Tapi malah matahari terik yang menyapa mereka. Cahayanya berpendar melalui pintu seperti terangnya hari bulan Juni masuk garasi saat kau membuka pintu. Sinar itu membuat tetesan air di rerumputan berpendar seperti manik-manik dan menunjukkan betapa kotornya wajah Jill karena bekas air mata. Dan cahaya matahari itu jelas datang dari sesuatu yang memang tampak seperti dunia lainmenurut apa yang mereka lihat. Mereka melihat tanah yang lebih halus, lebih halus dan cerah daripada apa pun yang pernah dilihat Jill, dan langit biru, serta benda-benda yang begitu terang sehingga mungkin saja mereka perhiasan atau kupu-kupu besar terbang ke sana kemari. Meskipun menginginkan sesuatu seperti ini, Jill ketakutan. Dia menatap wajah Scrubb, dan melihat anak itu juga takut. 9|R a tu- b uk u.bl ogs p ot.com



“Ayo, Pole,” kata Eustace dengan napas tertahan. “Apakah kita bakal bisa kembali? Apakah aman?” tanya Jill. Saat itu terdengar teriakan dari belakang mereka, suara kecil yang kejam dan penuh kebencian, “Ayolah, Pole,” cicit suara itu. “Semua tahu kau di sana. Turunlah.” Itu suara Edith Jackie, tidak termasuk mereka tapi salah satu pengikut dan penjilat mereka. “Cepat!” kata Scrubb. “Marl. Berpegangan tangan. Kita tidak boleh berpisah.” Dan sebelum Jill menyadari apa yang terjadi, Eustace meraih tangannya dan mendorongnya melalui pintu itu, keluar dari halaman sekolah, keluar dari Inggris, keluar dari dunia, dan memasuki tempat itu. Suara Edith Jackie menghilang tiba-tiba seperti suara radio ketika dimatikan. Mereka langsung dikelilingi suara yang berbeda. Suarasuara itu datang dari benda-benda cemerlang di atas mereka, yang setelah terlihat jelas ternyata burung-burung. Mereka membuat suara berisik, tapi jauh lebih mirip musik-musik kelas tinggi yang tidak bisa langsung kaumengerti begitu mendengarnya-daripada suara burung mana pun di dunia kita. Tapi, meskipun ada nyanyian burung itu, ada semacam keheningan memekakkan yang menjadi latar belakang. Keheningan itu, ditambah dengan kesegaran udara, membuat Jill merasa mereka pasti berada di puncak gunung yang sangat tinggi. Scrubb masih memegang tangan Jill dan mereka melangkah maju, melihat ke segala arah. Jill melihat pohon-pohon besar, seperti pohon cedar tapi lebih besar, tumbuh di mana-mana. Tapi karena pepohonan ini tidak tumbuh rapat, dan tidak ada semak-semak, mereka tetap bisa melihat jauh ke dalam hutan dan ke arah kanan-kirinya. Dan sejauh Jill bisa melihat, semuanya sama-tanah datar, burung-burung beterbangan dengan bulu berwarna kuning, biru kehijauan, atau pelangi, bayangan-bayangan biru, dan kekosongan. Tidak ada angin mengusik udara yang segar dan cerah itu. Hutan itu sangat sepi. 10 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Tepat di depan mereka tidak ada pohon, hanya langit biru. Mereka terus maju tanpa bicara sampai tiba-tiba Jill mendengar Scrubb berkata, “Hati-hati!” dan merasakan dirinya ditarik ke belakang. Mereka berada tepat di bibir jurang. Jill termasuk orang beruntung yang tidak takut ketinggian. Dia tidak keberatan berdiri di pinggir jurang. Dia malah agak sebal pada Scrubb karena menariknya ke belakang “Memangnya aku anak kecil?” katanya-dan dia mengibaskan tangannya dari genggam an Scrubb. Ketika melihat betapa pucat temannya, Jill semakin sebal. “Ada apa?” katanya. Dan untuk menunjukkan dia tidak takut, dia berdiri sangat dekat pada bibir jurang, bahkan jauh lebih dekat daripada yang diinginkannya. Kemudian dia memandang ke bawah. Sekarang dia sadar Scrubb punya alasan untuk pucat, karena tidak ada jurang di dunia kita yang bisa dibandingkan dengan ini. Bayangkan dirimu di puncak tebing paling tinggi yang kautahu. Dan bayangkan kau melihat ke bawah ke dasar. Kemudian bayangkan tebing itu terus menurun lagi, semakin jauh, sepuluh kali lebih jauh, dua puluh kali lebih jauh. Dan ketika kau melihat ke bawah ke kedalaman itu bayangkan benda-benda kecil putih yang mungkin, pada pandangan pertama, kausangka biri-biri, tapi kemudian kau sadar bahwa itu awan-bukan gumpalan-gumpalan kecil kabut tapi awan putih gemuk besar yang beberapa di antaranya sebesar gunung. Dan akhirnya, di antara awan-awan itu, kau melihat dasar sesungguhnya, begitu jauh sehingga kau tidak bisa tahu itu padang atau hutan, tanah atau air, jauh lebih di bawah awan-awan itu daripada kau di atasnya. Jill memandangnya. Kemudian dia berpikir mungkin, sebaiknya, dia bisa mundur selangkah atau lebih dari pinggir tebing, tapi dia tidak ingin melakukannya karena takut Scrubb bakal berpikir yang tidaktidak. Kemudian tiba-tiba dia memutuskan dia tidak peduli pada pikiran Scrubb, dan dia lebih baik menjauh dari tepian mengerikan itu 11 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dan tidak pernah menertawakan orang yang takut ketinggian lagi. Tapi ketika mencoba bergerak, ternyata dia tidak bisa. Kakinya seolah sudah disemen. Semua benda seperti berenang di depan matanya. “Apa yang kaulakukan, Pole? Kembali si bodoh!” teriak Scrubb. Tapi suaranya seolah datang dari jauh. Jill merasa Scrubb meraihnya. Tapi sekarang dia tidak bisa menguasai tangan dan kakinya sendiri. Terjadi pergulatan singkat di tepian jurang. Jill terlalu takut dan pusing untuk menyadari apa yang dia lakukan, tapi ada dua hal yang dia ingat seumur hidup (kedua hal itu sering kembali dalam mimpinya). Satu adalah dia berontak melepaskan diri dari pegangan Scrubb, dan yang lain, di saat yang sama, Scrubb sendiri, sambil menjerit mengerikan, kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke kedalaman. Untunglah, Jill tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang telah dia lakukan. Sejenis binatang besar berbulu terang lari ke pinggir jurang. Dia berbaring, memajukan tubuhnya, dan (inilah yang aneh) meniup. Bukan mengaum atau mendengus, tapi meniup dari mulutnya yang terbuka lebar, meniup semantap pengisap debu mengisap. Jill berbaring begitu dekat pada makhluk itu sehingga bisa merasakan napasnya b ergetar mantap melalui tubuhnya. Dia berbaring diam karena tidak bisa bangun. Dia nyaris pingsan, bahkan dia berharap dia benar-benar pingsan, tapi pingsan tidak bisa terjadi begitu saja. Akhirnya dia melihat, jauh di bawahnya, titik kecil hitam melayang menjauh dari tebing namun agak terbang ke atas. Saat titik itu naik, dia juga semakin jauh. Ketika hampir setinggi tebing, dia sudah begitu jauh sehingga Jill tidak bisa melihatnya. Benda itu jelas bergerak menjauh dari mereka dengan sangat cepat. Jill tidak bisa menghilangkan pikiran bahwa makhluk di sebelahnya meniup benda itu menjauh. Jadi dia berpaling dan menatap makhluk itu. Dia singa. *** 12 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB DUA Jill Diberi Tugas



TANPA memandang Jill sama sekali, singa itu bangkit berdiri dan meniup untuk terakhir kalinya. Kemudian, seolah puas dengan hasil pekerjaannya, dia berbalik dan berjalan santai menjauh, kembali ke dalam hutan. “Pasti ini mimpi, pasti, pasti,” kata Jill pada dirinya sendiri. “Aku akan segera terbangun.” Tapi itu bukan mimpi, dan dia tidak terbangun. “Aku benar-benar ingin kami tidak pernah datang ke tempat menyeramkan ini,” kata Jill. “Kurasa Scrubb tidak tahu lebih banyak daripada diriku. Atau kalaupun tahu, dia tidak boleh membawaku ke sini tanpa memperingatkan seperti apa keadaan di sini. Bukan salahku dia jatuh ke jurang itu. Kalau dia tidak menggangguku tadi, kami pasti masih baik-baik saja sekarang.” Kemudian Jill kembali teringat teriakan Scrubb saat terjatuh, dan menangis. Menangis tidak apa-apa asalkan secukupnya. Tapi kau harus berhenti cepat atau lambat, kemudian kau masih harus memutuskan apa yang harus dilakukan. Ketika berhenti, Jill mendapati dirinya sangat haus. Dia tadi berbaring tertelungkup, dan sekarang bangkit duduk. Burung-burung telah berhenti bernyanyi dan ada keheningan total kecuali satu suara kecil yang terus-menerus datang dari suatu tempat yang jauh. Jill mendengarkan baik-baik, dan hampir langsung yakin itu suara air mengalir. Jill bangkit dan melihat ke sekelilingnya dengan hati-hati. Tidak ada tanda-tanda keberadaan si singa, tapi begitu banyak pohon di sekelilingnya sehingga mungkin saja binatang itu berada cukup dekat tanpa diketahuinya. Mungkin saja ada beberapa ekor singa. Tapi rasa 13 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



haus Jill sangat parah sekarang, dan dia mengumpulkan keberanian untuk pergi dan mencari air mengalir itu. Dia berjalan berjingkat, maju mengendap- ngendap dari pohon ke pohon, dan berhenti untuk men gintip ke sekeliling dalam setiap langkahnya. Hutan began tenang sehingga tidak sukar memutuskan dari mana asal suara itu. Suara itu semakin jelas setiap saat, dan lebih cepat daripada yang dibayangkannya, Jill mencapai padang terbuka dan melihat sungai, sejernih kaca, mengalir melintasi padang itu sepelemparan batu jauhnya dari dirinya. Tapi meskipun pemandangan air membuat Jill sepuluh kali lebih haus daripada sebelumnya, dia tidak berlari untuk minum. Dia berdiri sediam mungkin seolah dirinya telah diubah menjadi batu, dengan mulut ternganga lebar. Dan dia punya alasan yang bagus, tepat di sisi sungai ini berbaringlah si singa. Binatang itu berbaring dengan kepala mendongak dan kedua cakar depannya terjulur di depan, seperti singa di Trafalgar Square. Jill langsung tahu binatang itu sudah melihatnya, karena matanya memandang tepat ke dalam matanya sesaat kemudian berpalingseolah dia cukup mengenal Jill dan tidak terlalu memedulikannya. Kalau aku lari, dia akan langsung bisa mengejarku, pikir Jill. Dan kalau aku maju, aku akan langsung menyerahkan diri ke mulutnya. Yah, anak itu toh tidak bisa bergerak kalaupun mencoba, dan tidak bisa melepaskan pandangannya dari si singa. Berapa lama ini berlangsung, Jill tidak yakin, sepertinya berjam-jam. Dan rasa hausnya menjadi begitu menyiksa sehingga Jill nyaris merasa dia tidak keberatan dimakan si singa kalau saja dia yakin bisa minum seteguk penuh sebelumnya. “Kalau kau haus, kau boleh minum.” Itulah kata-kata pertama yang Jill dengar setelah Scrubb bicara padanya di pinggir jurang. Sedetik dia memandang ke sana kemari, bertanya-tanya siapa yang bicara. Kemudian suara itu kembali 14 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berkata, “Kalau kau haus, majulah dan minum,” dan tentu saja Jill ingat apa yang dikatakan Scrubb tentang hewan yang bisa bicara di dunia lain itu, dan menyadari pasti si singalah yang bicara. Yah, Jill melihat bibirnya bergerak kali ini, dan suara itu tidak mirip suara manusia. Suara itu lebih dalam, lebih liar, dan lebih kuat, sejenis suara yang berat dan keemasan. Suara itu tidak membuat rasa takutnya berkurang, tapi membuatnya takut dengan cara yang sedikit berbeda. “Tidakkah kau haus?” tanya si singa. “Aku hampir mati kehausan,” kata Jill. “Kalau begitu minumlah,” kata si singa. “Bolehkah aku bisakah aku apakah kau keberatan kalau pergi sementara aku minum?” tanya Jill. Si singa menjawab permintaan ini dengan menatap dan menggeram dalam. Dan saat menatap tubuhnya yang tidak bergerak, Jill sadar dia sama saja meminta seluruh gunung menyingkir demi kenyamanan dirinya. Suara gemerecik menyegarkan air sungai itu membuat Jill nyaris gila. “Maukah kau berjanji tidak akan-melakukan apa-apa padaku, kalau aku mendekat?” tanya Jill. “Aku tidak man berjanji,” kata si singa. Jill begitu haus sekarang, tanpa sadar dia maju selangkah. “Apakah kau makan anak perempuan?” tanyanya. “Aku sudah menelan anak-anak perempuan dan laki-laki, wanita dan pria, raja dan kaisar, kota dan kerajaan,” kata si singa. Dia tidak mengatakannya dengan cara menyombong, bukan juga dengan



15 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



penyesalan, atau seolah sedang marah. Dia mengatakannya begitu saja. “Aku tidak berani mendekat untuk minum,” kata Jill. “Kalau begitu kau harus mati kehausan,” kata si singa. “Oh, ya ampun!” kata Jill, main selangkah lebih dekat lagi. “Kurasa aku harus pergi mencari sungai lain kalau begitu.” “Tidak ada sungai lain,” kata si singa. Tidak terpikir oleh Jill untuk tidak memercayai si singa-tidak ada yang pernah melihat wajah serius hewan tersebut yang bisa melakukan itu-dan pikirannya tiba-tiba mengambil keputusan sendiri. Itulah hal terburuk yang pernah harus dilakukannya, tapi dia main ke sungai itu, berlutut, dan mulai meraup air dengan tangannya. Air itu air paling dingin, paling menyegarkan yang pernah dirasakannya. Kau tidak perlu minum banyak, karena air itu langsung memuaskan dahagamu. Sebelum merasakan air itu, Jill berniat berlari dari si singa begitu selesai minum. Sekarang, dia menyadari itu akan menjadi tindakan yang paling berbahaya. Dia bangkit berdiri dan ber diri dengan bibir masih basah setelah minum. “Mari sini,” kata si singa. Dan Jill harus melakukannya. Dia nyaris berada di antara kedua cakar depan si singa sekarang, menatap tepat ke arah wajahnya. Tapi dia tidak bisa berlama-lama menatapnya, Jill menunduk. “Anak manusia,” kata si singa. “Di mana anak yang laki-laki?” “Dia jatuh ke jurang,” kata Jill, dan menambahkan, “Sir.” Dia tidak tahu bagaimana harus memanggilnya, dan rasanya tidak hormat bila tidak memanggilnya apa pun. “Bagaimana dia bisa jatuh, Anak manusia?” “Dia berusaha mencegahku terjatuh, Sir.” 16 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Kenapa kau begitu dekat di pinggir jurang, Anak manusia?” “Aku sedang menyombong, Sir.” “Itu jawaban yang sangat baik, Anak manusia. Jangan pernah melakukannya lagi. Dan sekarang” (saat itu untuk pertama kalinya wajah si singa menjadi sedikit santai) “anak laki-laki itu selamat. Aku telah meniupnya ke Narnia. Tapi tugasmu akan lebih sulit karena apa yang telah kaulakukan.” “Maaf, tugas apa, Sir?” tanya Jill. “Tugas yang menjadi sebab aku memanggil dirimu dan anak lakilaki itu ke sini dari duniamu sendiri.” Ini membuat Jill sangat bingung. “Dia salah mengira aku orang lain,” pikir Jill. Dia tidak berani mengatakan hal ini pada si singa, meskipun dia merasa semuanya akan menjadi benang kusut yang mengerikan kalau tidak mengatakannya. “Katakan apa yang kaupikirkan, Anak manusia,” kata si singa. “Aku sedang bertanya-tanya maksudku mungkinkah ada kesalahan? Karena tidak ada yang memanggil diriku dan Scrubb, tahu bukan. Kamilah yang meminta datang ke sini. Scrubb berkata kami harus memanggil nama-nama seseorang-nama yang tidak kukenal dan mungkin orang itu akan mengizinkan kami masuk. Dan kami melakukannya, kemudian kami menemukan pintu itu terbuka.” “Kau tidak akan memanggilku kecuali aku telah memanggilmu lebih dulu,” kata si singa. “Kalau begitu, kaulah orang itu, Sir?” tanya Jill. “Memang. Dan sekarang, dengarkan tugasmu. Jauh di sini di tanah Narnia, hiduplah seorang raja yang sedih karena dia tidak punya pangeran penerus keturunan untuk menjadi raja setelah dirinya. Dia tidak punya pewaris karena putra tunggalnya diculik darinya bertah 17 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



un-tahun yang lalu, dan tidak ada orang di Narnia yang tahu di mana pangeran itu atau apakah dia masih hidu p. Tapi dia masih hidup. Aku memberimu perintah ini, te mukanlah pangeran yang hilang itu, entah kau menem ukannya dan membawanya kembali ke rumah ayahny a, mati dalam tugas ini, atau kembali ke duniamu sendi ri.” “Bagaimana caranya?” kata Jill. “Akan kuberitahu, Nak,” kata si singa. “Ada tanda-tanda yang merupakan tuntunanku dalam tugasmu. Pertama-tama, begitu Eustace, si anak laki-laki, menginjak Narnia, dia akan bertemu teman lama yang baik. Dia harus langsung menyapa teman itu, kalau dia melakukannya, kalian akan mendapat bantuan besar. Kedua, kau harus berjalan ke luar Narnia ke arah utara sampai kau menemukan puing-puing kota kuno para raksasa. Ketiga, kau akan menemukan tulisan pada batu di kota tua itu, dan kau harus melakukan apa yang diperintahkan tulisan itu padamu. Keempat, kau akan mengenali si pangeran yang hilang (kalau kau menemukannya) berdasarkan petunjuk ini, dia akan menjadi orang pertama yang kautemui dalam perjalanan yang akan memintamu melakukan sesuatu dalam namaku, dalam nama Aslan.” Karena si singa sepertinya telah selesai, Jill berpikir dia harus mengatakan sesuatu. Jadi dia berkata, “Terima kasih banyak. Aku mengerti.” “Nak,” kata Aslan, dengan suara yang lebih ramah daripada sebelumnya, “mungkin kau tidak mengerti sebaik yang kaupikir. Tapi langkah pertama adalah mengingat. Ulangi padaku, dengan berurutan, keempat tanda.” Jill berusaha, tapi tidak bisa mengulanginya dengan tepat. Jadi si singa mengoreksinya, dan menyuruhnya mengulangi lagi dan lagi sampai Jill bisa mengatakan semuanya dengan tepat sempurna. Aslan sangat sabar dalam hal mi, sehingga ketika sudah selesai, Jill 18 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



memberanikan diri untuk bertanya: “Maaf, bagaimana aku akan mencapai Narnia?” “Oh, dengan napasku,” kata si singa. “Aku akan meniupmu ke sebelah barat dunia seperti aku meniup Eustace.” “Apakah aku bisa menemuinya tepat waktu untuk memberitahunya tentang tanda yang pertama? Tapi kurasa itu tidak penting. Kalau dia melihat teman lama, dia pasti akan menghampiri dan menyapanya, bukan?” “Kau tidak punya waktu untuk dibuang-buang,” kata si singa. “Karena itu aku harus langsung mengirimmu. Marl. Berjalanlah bersamaku ke tepi jurang.” Jill ingat dengan baik ketiadaan waktu untuk dibuang-buang itu merupakan kesalahannya sendiri. Kalau aku tidak begitu bodoh, Scrubb dan aku pasti masih bersama. Dan dia ikut mendengar semua instruksi itu bersamaku, pikirnya. Jadi dia melakukan apa yang diperintahkan padanya. Rasanya sangat menakutkan, kembali ke tepi jurang, apalagi si singa tidak berjalan di sisinya tapi di belakangnyasama sekali tidak membuat suara dengan cakarnya yang lembut. Tapi jauh sebelum Jill sampai di dekat tepi jurang, suara di belakangnya berkata, “Diam. Sebentar lagi aku akan meniup. Tapi, pertama-tama, ingat, ingat, ingatlah tanda-tandanya. Ulangilah pada dirimu sendiri begitu kau bangun di pagi hari dan sebelum kau tidur di malam hari, dan ketika kau terbangun di tengah malam. Dan hal aneh apa pun yang mungkin terjadi padamu, jangan biarkan apa pun mengalihkan perhatianmu dari mengikuti tanda-tanda. Dan yang kedua, aku memberimu satu peringatan. Di gunung ini aku sudah bicara dengan jelas padamu: aku tidak akan sering melakukannya di Narnia sana. Di gunung ini udara jernih dan pikiranmu terang, ketika kau semakin turun mendekati Narnia, udara akan menebal. Hatihatilah jangan sampai itu memengaruhi pikiranmu. Dan tanda-tanda 19 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



yang sudah kaupelajari di sini, sama sekali tidak akan mirip dengan apa yang kaubayangkan ketika kau menemukannya di sana. Karena itu sangatlah penting untuk mengenali mereka dengan hatimu dan jangan memerhatikan penampilan mereka. Ingatlah tanda-tanda itu dan percayalah pada mereka. Yang lain tidak penting. Dan sekarang, Putri Hawa, selamat jalan.” Suara itu semakin pelan di akhir kata-katanya dan sekarang menghilang seluruhnya. Jill melihat ke belakangnya. Dia kaget melihat tebing sudah lebih dari seratus meter di belakang, dan sang singa sendiri tinggal setitik warna emas di tepian tebing. Jill telah merapatkan rahang dan mengepalkan tangan, bersiap menyambut tiupan kencang sang singa, tapi tiupan itu begitu lembut sehingga dia bahkan tidak menyadari saat dia meninggalkan tebing. Dan sekarang, tidak ada apa-apa kecuali udara di ribuan demi ribuan meter di bawahnya. Jill merasa takut sesaat. Di satu sisi, tanah di bawahnya begitu jauh sehingga seolah tidak ada hubungan dengan dirinya. Di sisi lain, mengambang di atas napas singa sangat nyaman. Jill menemukan dia bisa berbaring atau telungkup dan berbalik-balik ke arah mana pun yang diinginkannya, seperti yang bisa kaulakukan di air (kalau kau sudah belajar mengambang dengan benar). Dan karena Jill bergerak mengikuti kecepatan napas, tidak ada angin, dan udara sepertinya sangat hangat. Rasanya sama sekali tidak mirip berada dalam pesawat, karena tidak ada suara dan getaran. Kalau Jill pernah naik balon udara, dia mungkin merasa keadaan itu lebih mirip naik balon udara, tapi lebih baik. Ketika menengok ke belakang, dia bisa melihat untuk pertama kalinya ukuran sesungguhnya gunung yang ditinggalkannya. Dia bertanya-tanya bagaimana gunung sebesar itu tidak diliputi salju dan es-tapi kurasa semua hal seperti itu berbeda di dunia ini, pikir Jill. Kemudian dia melihat ke bawahnya, tapi dia begitu tinggi sehingga 20 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



tidak bisa memastikan apakah dia mengambang di atas tanah atau laut, dia juga tidak bisa menentukan kecepatan gerakannya. “Ya ampun! Tanda-tandanya!” kata Jill tiba-tiba. “Lebih baik aku mengulanginya.” Dia panik sedetik atau dua detik, tapi dia mendapati dirinya masih bisa menyebutkan semua tanda itu dengan benar. “Jadi tidak apa-apa,” katanya, kemudian berbaring di udara seolah di sofa, dengan mengembuskan napas puas. “Wah, aku yakin,” kata Jill pada dirinya sendiri beberapa jam kemudian, “aku sudah tertidur. Tidur di udara nyaman sekali. Aku ingin tahu apakah sudah ada yang pernah melakukannya sebelum ini. Kurasa belum pernah ada. Oh, sial-Scrubb mungkin pernah! Dalam perjalanan yang sama, tidak lama sebelum diriku. Mari l ihat seperti apa pemandangan di bawah.” Pemandangan di bawah tampak seperti padang yang luar biasa luas berwarna biru yang sangat tua. Sejauh pandang tidak ada bukit-bukit, tapi ada benda-benda putih besar bergerak perlahan melintas. “Itu pasti awan,” pikir Jill. “Tapi jauh lebih besar daripada yang kami lihat dari jurang. Kurasa mereka lebih besar karena lebih dekat. Aku pasti semakin rendah. Aduh, cahaya matahari ini.” Matahari yang jauh tinggi di atas Jill ketika dia memulai perjalanan, sekarang cahayanya mulai menyakiti mata. Scrubb cukup benar saat berkata Jill (aku tidak tahu bagaimana perempuan pada umumnya) jarang memikirkan arah mata angin. Kalau tahu arah, dia akan tahu, ketika cahaya matahari menyilaukan matanya, bahwa arah perjalanannya kurang lebih ke barat. Menatap padang biru di bawah, Jill memerhatikan ada titik-titik kecil berwarna lebih muda dan pucat di sana-sini. Itu land pikir Jill. Kurasa itu pulau-pulau. Memang begitu. Jill mungkin akan agak iri kalau saja tahu beberapa pulau itu sudah dilihat Scrubb dari geladak kapal dan bahkan sudah dijejakinya, tapi Jill tidak tahu ini. Kemudian, 21 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lama setelahnya, Jill mulai melihat ada kerutan-kerutan kecil pada dataran biru itu, kerutan-kerutan kecil yang pasti merupakan ombak besar kalau kau berada di bawah, di antaranya. Dan sekarang, sepanjang horison ada garis gelap tebal yang menebal dan menggelap begitu cepat sehingga kau bisa melihatnya berkembang. Itulah tanda pertama yang Jill dapat tentang betapa cepatnya perjalanannya. Dan dia tahu garis menebal itu pasti tanah. Tiba-tiba dari sisi kiri (karena angin bertiup dari selatan) awan putih besar mendekat dengan cepat ke arahnya, kali ini sejajar dengan dirinya. Dan sebelum menyadari di mana dirinya, Jill masuk tepat ke tengah kabut yang dingin dan basah. Kejadian itu membuatnya kehilangan napas, tapi hanya sesaat. Jill keluar dari awan itu sambil mengerjapkan mata karena silaunya sinar matahari dan merasakan pakaiannya basah. (Dia mengenakan blazer, sweter, rok pendek, stoking, dan sepatu yang cukup tebal. Di Inggris harinya kelabu dan berlumpur.) Dia keluar dari awan di titik yang lebih rend ah daripada ketika dia memasukinya, dan begitu keluar dia menyadari sesuatu yang, kurasa, seharusnya dia h arapkan, tapi malah menjadi kejutan dan membuatnya kaget. Suara-suara. Sampai saat itu perjalanannya benar-benar hening. Sekarang, untuk pertama kalinya, Jill mendengar suara-suara ombak dan jeritan burung cam ar. Dan sekarang juga, dia mencium aroma laut. Tidak mungkin salah tentang kecepatannya sekarang. Dia me lihat dua ombak bertabrakan dan semburan buih muncr at di antara mereka, tapi nyaris tidak melihatnya sebelum kejadian itu lewat seratus meter di belakangnya. Daratan semakin mendekat dengan kecepatan tinggi. Jill bisa melihat gunung-gunung jauh di daratan, dan gunung-gunung lain yang lebih dekat di sisi kirinya. Dia bisa melihat teluk-teluk dan tanjung-tanjung, hutan-hutan dan ladang-ladang, pantai berpasir yang membentang. Suara ombak pecah di pantai semakin keras setiap saat dan menenggelamkan suara laut yang lain. 22 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Tiba-tiba daratan terbuka tepat di depannya. Jill mende kati muara sungai. Perjalanannya sangat lambat sekara ng, hanya beberapa meter di atas air. Puncak ombak m encapai kakinya dan cipratan besar buih membuatnya nyaris basah sampai ke pinggang. Sekarang dia se mak in lambat. Bukannya melayang ke hulu sungai, dia berg erak ke pinggir sungai di sisi kirinya. Ada begitu banyak hal yang harus diperhatikan sehingga Jill tidak dapat mengingat semuanya sekaligus, padang yang begitu halu s dan hijau, perahu dengan warna-warni begitu cerah sehingga tampak seperti perhiasan berukuran besar, menara-menara dan benteng-benteng, bendera-bendera berkibar di udara, kerumunan orang, baju-baju indah, persenjataan, emas, pedang, suara musik. Tapi semua ini bercampur-baur. Hal pertama yang jelas bagi Jill adalah dia diturunkan dan berdiri di bawah pepohonan di dekat pinggiran sungai, dan di sana, hanya beberapa meter darinya, berdiri Scrubb. Hal pertama yang dipikirkan Jill adalah betapa kotor, berantakan, dan secara keseluruhan tidak menariknya penampilan Scrubb. Dan pikirannya yang kedua adalah betapa basahnya diriku! ***



23 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB TIGA Pelayaran sang Raja



YANG membuat Scrubb tampak begitu kotor (begitu juga Jill, kalau saja dia bisa melihat dirinya sendiri) adalah kemegahan lingkungan sekitar mereka. Sebaiknya aku langsung menceritakannya. Melalui celah gunung-gunung yang dilihat Jill jauh di tengah daratan ketika mendekati tempat itu, cahaya matahari terbenam menyinari padang yang rata. Di sisi jauh padang itu, bendera penanda arah angin berkilauan tertimpa cahaya, berdiri kastil dengan banyak menara besar-kecil, kastil paling indah yang pernah dilihat Jill. Di sisi yang dekat ada galangan kapal dari marmer putih, tertambat pada galangan ini, kapal itu: kapal yang tinggi dengan dek depan yang tinggi dan dek belakang yang tinggi, keemasan dan merah, dengan bendera besar di buritan, dan banyak umbul-umbul berkibar di deknya, dan sederetan tameng, menyilaukan seperti perak, di sepanjang pagar pertahanan. Papan jembatannya terpasang di depan Jill, dan di kakinya, tepat slap untuk naik ke kapal, seorang pria yang sangat tua. Dia mengenakan mantel mewah berwarna keunguan yang terbuka di bagian depannya, menunjukkan baju rantai besi peraknya. Ada lingkaran emas tipis di kepala pria itu. Janggutnya, seputih wol, hampir mencapai pinggang. Dia berdiri cukup tegak, sebelah tangannya bersandar pada bahu pria berpakaian mewah yang sepertinya lebih muda daripada dirinya sendiri, tapi kau bisa melihat pria itu juga sangat tua dan rapuh. Dia tampak seolah bisa diterbangkan tiupan angin, dan matanya berair. Tepat di depan sang raja-yang sedang berbalik untuk bicara pada rakyatnya sebelum naik ke kapal itu-ada kursi kecil beroda, dan terikat pada kursi itu, seekor keledai kecil: tidak lebih besar daripada anjing retriever besar. Di kursi ini duduk dwarf kecil yang gemuk. Dia 24 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berpakaian semewah sang raja, tapi karena tubuhnya gemuk dan karena dia duduk membungkuk di antara bantal-bantal, dia tampak berbeda: dia tampak seperti buntalan kecil bulu, sutra, dan beludru yang tak berbentuk. Dia sama tuanya dengan sang raja, tapi lebih sehat dan gembira, dengan mata yang sangat tajam. Kepalanya yang tidak bertopi, yang botak serta sangat besar, berkilau seperti bola biliar besar tertimpa cahaya matahari terbenam. Lebih jauh di belakang, dalam setengah lingkaran, berdiri orangorang yang langsung Jill kenali sebagai anggota dewan kerajaan. Hanya karena pakaian dan persenjataan mereka indah dilihat. Sejauh itu, mereka lebih mirip hamparan bunga daripada kerumunan orang. Tapi apa yang benar-benar membuat Jill membelalak kan mata dan membuka mulutnya selebar mungkin, adalah orang-orang itu sendiri. Kalau “orang” adalah kata yang tepat. Karena hanya kira-kira satu dari setiap lima orang itu manusia. Sisanya makhluk-makhluk yang tidak akan pernah kaulihat di dunia kita. Faun, satyr, centaurus: Jill bisa mengenali mereka karena pernah melihat gambar mereka. Dwarf juga. Dan ada banyak binatang yang juga dikenalinya: beruang, musang, tikus tanah, leopard, tikus, dan berbagai macam burung. Tapi mereka berbeda dengan binatang-binatang yang bernama sama di Inggris. Beberapa di antara mereka jauh lebih besar-tikus, misalnya, berdiri dengan kaki belakang mereka dan tingginya lebih dari enam puluh sentimeter. Tapi selain itu, mereka semua tampak berbeda. Kau bisa melihatnya dari ekspresi wajah mereka bahwa mereka bisa berbicara dan berpikir sebaik dirimu. Ya ampun! pikir Jill. Ternyata semua ini benar. Tapi sesaat kemudian dia menambahkan, Aku ingin tahu apakah mereka baik? Karena dia baru melihat, di sisi luar kerumunan itu, satu atau dua raksasa dan beberapa makhluk yang sama sekali tidak dikenalinya. Saat itu Aslan dan tanda-tandanya menyerbu pikirannya. Jill telah melupakan itu semua selama setengah jam terakhir. 25 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Scrubb!” bisik Jill, meraih tangan temannya. “Scrubb, cepat! Apakah kau melihat seseorang yang kaukenal?” “Jadi kau muncul lagi, ya?” kata Scrubb kesal (dan dia memang punya alasan untuk itu). “Yah, kau bisa diam? Aku ingin mendengarkan.” “Jangan bodoh,” kata Jill. “Tidak ada waktu untuk dibuang-buang. Apakah kau melihat teman lama di sini? Karena kau harus langsung mendatangi dan bicara dengannya.” “Apa maksudmu?” kata Scrubb. “Aslan sang singa berkata kau barns melakukan itu,” kata Jill putus asa. “Aku bertemu dengannya.” “Oh, benarkah? Apa yang dia katakan?” “Dia berkata orang pertama yang kaulihat di Narnia adalah teman lama, dan harus langsung bicara dengannya.” “Yah, tidak ada seorang pun yang pernah kulihat dalam hidupku sebelumnya, dan selain itu, aku tidak tahu apakah ini Narnia.” “Kupikir kaubilang kau pernah ke sini sebelumnya,” kata Jill. “Yah, kalau begitu pikiranmu salah.” “Astaga, menyebalkan sekali! Kaubilang padaku..” “Ya ampun, diamlah dan dengarkan apa yang mereka katakan.” Raja sedang bicara pada si dwarf, tapi Jill tidak bisa mendengar apa yang dikatakannya. Dan, sejauh yang bisa didengarnya, si dwarf tidak menjawab, meskipun dia sering mengangguk dan menggerakkan kepala. Kemudian Raja mengeraskan suaranya dan bicara pada seluruh rakyatnya: tapi suara begitu tua dan pecah sehingga Jill hanya mengerti sedikit dari pidatonya terutama karena pidato itu tentang orang-orang dan tempat-tempat yang tidak pernah dia dengar 26 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



sebelumnya. Ketika pidato itu usai, Raja membungkuk dan mencium kedua belah pipi si dwarf, menegakkan diri, mengangkat tangan kanannya seolah memberi berkat, dan berjalan, perlahan dan dengan langkah gontai, menaiki papan jembatan lalu naik ke kapal. Anggota dewan kerajaan sepertinya sangat terharu dengan kepergian sang raja. Saputangan dikeluarkan, suara isak terdengar dari semua arah. Papan jembatan itu diangkat, terompet ditiup dari dek belakang, dan kapal itu bergerak menjauh dari dermaga. (Kapal itu ditarik perahu dayung, tapi Jill tidak melihatnya.) “Sekarang “ kata Scrubb, tapi dia tidak melanjutkan kata-katanya karena saat itu benda putih besar-sejenak Jill mengira itu layanglayang datang melayang di udara dan mendarat di kaki Scrubb. Dia burung hantu putih, tapi begitu besar sehingga tingginya hampir sama dengan dwarf normal. Burung itu mengerjapkan dan memicingkan mata seolah dia rabun dekat, dan menelengkan kepalanya sedikit ke satu sisi, dan berkata dengan suara lembut yang ramah: “Kuu-kuu, kuu-kuu! Siapa kalian berdua?” “Namaku Scrubb, dan ini Pole,” kata Eustace. “Maukah kau memberitahu kami, kami berada di mana?” “Di negeri Narnia, di kastil raja, Cair Paravel.” “Apakah yang baru naik kapal itu Raja?” “Benar, benar,” kata Burung Hantu sedih, menggelengka n kepalanya yang besar. “Tapi siapa kalian? Ada aura k eajaiban memancar dari kalian. Aku melihat kalian dat ang: kalian terbang. Semua orang lain terlalu sibuk meli hat Raja sehingga tidak ada yang tahu. Kecuali aku. Aku kebetulan melihat kalian terbang.” “Kami dikirim ke sini oleh Aslan,” kata Eustace dengan suara pelan.



27 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Kuu-kuu, kuu-kuu!” kata si burung hantu, mengibaskan bulubulunya. “Ini terlalu berat bagiku, malam masih begini awal. Aku belum menjadi diriku sendiri sampai matahari benar-benar terbenam.” “Dan kami dikirim untuk menemukan pangeran yang hilang,” kata Jill, yang dengan gelisah menunggu untuk bisa terlibat dalam percakapan. “Inilah pertama kalinya aku mendengar tentang itu,” kata Eustace. “Pangeran apa?” “Kau lebih baik langsung bicara pada Lord Regent,” kata si burung hantu. “Itu dia, di sana dalam kereta keledai, Trumpkin si dwarf.” Burung itu berbalik dan mulai mem impin jalan, bergumam pada dirinya sendiri, “Kuu! Kuu-k uu! Apa yang harus dilakukan! Aku belum bisa berpikir j ernih. Masih terlalu sore.” “Siapa nama Raja?” tanya Eustace. “Caspian Kesepuluh,” kata si burung hantu. Dan Jill bertanya-tanya mengapa Scrubb tiba-tiba berhenti dan wajahnya menjadi sangat pucat. Jill merasa belum pernah melihat Eustace begitu pucat sebelumnya. Tapi sebelum Jill punya waktu untuk melontarkan pertanyaan apa pun, mereka telah mencapai si dwarf, yang barn mengambil tall kendali keledainya dan bersiap-siap untuk kembali ke kastil. Kerumunan rakyat telah pecah dan akan bergerak ke arah yang sama, satu-satu, dua-dua, dan sekumpulan demi sekumpulan, seperti orang yang pulang dari menonton pertandingan olahraga atau pacuan. “Kuu-kuu! Ahem! Lord Regent,” kata si burung hantu, membungkuk sedikit dan mendekatkan paruhnya pada telinga si dwarf. “Heh? Apa?” kata si dwarf. “Dua orang asing, Yang Mulia,” kata Burung Hantu.



28 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Kau pusing! Apa maksudmu?” kata si dwarf. “Aku melihat dua anak manusia yang kotornya tidak biasa. Apa yang mereka inginkan?” “Namaku Jill,” kata Jill sambil melangkah maju. Dia sangat ingin menjelaskan urusan penting yang membuat mereka datang. “Anak perempuan itu bernama Jill,” kata si burung hantu, sekeras yang dia bisa. “Apa?” tanya si dwarf. “Anak-anak perempuan suka mengutil? Aku sama sekali tidak percaya. Anak-anak perempuan apa? Mengutil apa?” “Hanya ada satu anak perempuan, Yang Mulia,” kata si burung hantu. “Namanya Jill.” “Bicara yang keras, bicara yang keras,” kata si dwarf. “Jangan berdiri berkasak-kusuk dan berbisik-bisik di telingaku. Siapa yang mengutil?” “Tidak ada yang mengutil,” teriak si burung hantu. “Siapa?” “TIDAK ADA.” “Baik, baik. Kau tidak perlu berteriak. Aku belum setuli itu. Apa maksudmu datang kesini memberitahuku tidak ada yang mengutil? Kenapa harus ada yang mengutil?” “Lebih baik kauberitahu dia aku Eustace,” kata Scrubb. “Anak laki-laki itu Eustace, Yang Mulia,” teriak si burung hantu sekeras yang dia bisa. “Haus?” kata si dwarf kesal. “Aku berani bertaruh dia haus. Apakah itu alasan membawanya ke sini? Hei!”



29 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Bukan haus,” kata si burung hantu. “EUSTACE.” “Biasa haus, ya? Aku yakin aku tidak tahu kau bicara apa. Kuberitahu ya, Master Glimfeather, ketika aku masih dwarf muda dulu ada binatang dan burung yang bisa bicara di negeri ini yang benar-benar bisa bicara. Tidak ada gumaman, bisikan, dan celotehan ini. Ini tidak bisa ditoleransi lagi. Tidak bisa lagi, Sir. Urnus, terompetku, tolong “ Faun kecil yang berdiri diam di sisi si dwarf selama itu sekarang memberikan terompet telinga perak. Benda itu dibuat seperti alat musik yang disebut serpent, pipanya melengkung tepat di sekitar leher si dwarf. Sementara si dwarf memasang alat itu, si burung hantu, Glimfeather, tiba-tiba berbisik pada anak-anak: “Otakku sudah lebih jernih sekarang. Jangan katakan apa pun tentang pangeran yang hilang. Akan kujelaskan nanti. Tidak boleh. Tidak boleh. Kuu-kuu! Oh, apa yang harus dilakukan?” “Nah,” kata si dwarf, “kalau kau punya sesuatu yang masuk akal untuk dikatakan, Master Glimfeather, cobalah katakan. Tariklah napas panjang dan jangan berusaha bicara terlalu cepat.” Dengan bantuan anak-anak, dan dipotong serangkaian batuk si dwarf, Glimfeather menjelaskan bahwa orang-orang asing ini dikirim oleh Aslan untuk mengunjungi negeri Narnia. Si dwarf melirik cepat kepada mereka dengan ekspresi barn dalam matanya. “Dikirim sang singa sendiri, hei?” katanya. “Dan dari m'm dari tempat lain itu di balik akhir dunia, hei?” “Ya, Yang Mulia,” teriak Eustace ke dalam terompet. “Putra Adam dan Putri Hawa, hei?” kata si dwarf. Tapi murid-murid di Sekolah Eksperimen tidak pernah mendengar Adam dan Hawa, jadi Jill dan Eustace tidak bisa menjawab ini. Tapi sepertinya si dwarf tidak memerhatikan. 30 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Yah, anak-anakku,” katanya, menjabat tangan yang satu lalu yang lain dan sedikit menundukkan kepala. “Kalian sangat diterima di sini. Kalau raja yang baik, majikanku yang malang, tidak baru saja berlayar ke Seven Isles, dia pasti senang kalian datang. Ini pasti membawa kembali masa mudanya sesaat-sesaat. Dan sekarang, waktu yang tepat untuk makan malam. Kalian harus memberitahuku apa urusan kalian di depan dewan lengkap besok pagi. Master Glimfeather, uruslah supaya kamar tidur terbaik, pakaian yang terbaik, dan sebagainya disediakan bagi tamu-tamu ini. Dan Glimfeather kemarilah..” Saat itu si dwarf mendekatkan mulutnya pada kepala si burung hantu, tentu saja, bermaksud berbisik, tapi seperti orang tuli lainnya, dia tidak bisa mengukur volume suaranya, dan kedua anak mendengarnya berkata, “Tolong urus supaya mereka dimandikan.” Setelah itu, si dwarf menyentuh keledainya dan menyuruhnya bergerak ke arah kastil dengan kecepatan antara berjalan cepat dan santai (binatang itu sangat gemuk), sementara si faun, burung hantu, dan anak-anak mengikuti dengan lebih lambat. Matahari telah terbenam dan udara menjadi dingin. Mereka menyeberangi lapangan kemudian melalui kebun dan menuju Gerbang Utara Cair Paravel, yang terbuka lebar. Di dalam, mereka menemukan lapangan rumput. Cahaya lampu-lampu sudah tampak dari jendela-jendela aula utama di sebelah kiri mereka dan dari bangunan rumit di depan mereka. Ke dalam bangunan inilah si burung hantu memandu mereka, dan di sana seseorang yang sangat ramah dipanggil untuk melayani Jill. Wanita itu tidak lebih tinggi dari Jill sendiri, dan jauh lebih kurus, tapi jelas sudah dewasa, seanggun pohon dedalu, dan rambutnya juga mirip daun-daun dedalu, dan sepertinya ada lumut di antaranya. Dia mengantar Jill ke kamar bundar di salah satu menara, tempat kolam mandi kecil tertanam di lantai dan api yang membakar kayu wangi menyala di perapian datar, 31 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



serta lampu tergantung dengan rantai perak dari atap yang miring. Jendela membuka ke arah barat negeri Narnia yang aneh ini, dan Jill melihat warna merah sisa matahari terbenam :; masih berkilau di gunung-gunung yang jauh. Pemandangan itu membuatnya ingin mengalami petualangan yang lebih seru dan yakin ini barulah awalnya. Ketika telah mandi, menyisir rambutnya, dan mengenakan pakaian yang disediakan baginya pakaian itu jenis yang bukan saja terasa enak dipakai, tapi juga tampak bagus, berbau harum, dan suaranya pun menyenangkan ketika kau bergerak-Jill ingin kembali melihat pemandangan dari jendela yang menarik itu, tapi dia diganggu ketukan pintu. “Masuk,” kata Jill. Dan Scrubb masuk, juga sudah mandi dan mengenakan pakaian Narnia yang indah. Tapi ekspresi wajahnya tidak menunjukkan dia menikmatinya. “Oh, inilah kau akhirnya,” katanya dengan nada kesal, mengempaskan dirinya sendiri di kursi. “Aku berusaha mencarimu begitu lama.” “Yah, sekarang kau sudah menemukanku,” kata Jill. “Menurutku, Scrubb, tidakkah ini semua sangat menyenangkan dan terlalu indah untuk dikatakan.” Dia telah melupakan semua tentang tanda-tanda dan si pangeran yang hilang untuk sesaat. “Oh! Itulah yang kaupikir, bukan?” kata Scrubb, kemudian setelah diam sesaat, “Aku harap kita tidak pernah datang.” “Kenapa?” “Aku tidak tahan,” kata Scrubb. “Melihat Raja Caspian menjadi pria tua seperti itu. Ini ini menakutkan.” “Kenapa, apa ruginya bagimu?”



32 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh, kau tidak mengerti. Sekarang setelah dipikir lagi, kau tidak akan bisa mengerti. Aku belum menceritakan padamu bahwa dunia ini punya waktu yang berbeda dengan dunia kita.” “Apa maksudmu?” “Waktu yang kauhabiskan di sini tidak mengambil waktu kita. Mengertikah kau? Maksudku, seberapa lamanya pun yang kita habiskan di sini, kita akan kembali ke Sekolah Eksperimen pada waktu yang tepat sama ketika kita meninggalkannya “ “Itu tidak menyenangkan “ “Oh, diam! Jangan terus memotong. Dan ketika kau kembali ke Inggris di dunia kita kau tidak bisa tahu seberapa lama waktu sudah berjalan di sini. Mungkin sudah bertahun-tahun di Narnia sementara kita hanya mengalami satu tahun di rumah. Anak-anak Pevensie menjelaskannya padaku, tapi, bodoh sekali, aku melupakannya. Dan sekarang sepertinya sudah tujuh puluh tahun-tahun Narnia-berlalu sejak aku berada di sini dulu. Mengertikah kau sekarang? Dan aku kembali lalu menemukan Caspian sudah menjadi pria yang sangat tua.” “Kalau begitu Raja-lah teman lamamu!” kata Jill. Perasaan ngeri menyerangnya. “Kurasa memang dialah orangnya,” kata Scrubb sedih. “Teman paling baik yang bisa dimiliki seseorang. Dan dulu dia hanya beberapa tahun lebih tua daripada diriku. Dan melihat pria tua itu dengan janggut putih, dan mengingat Caspian seperti pagi itu ketika kami mencapai Lone Islands, atau ketika berkelahi melawan Ular Laut oh, menakutkan. Lebih buruk daripada kembali dan menemukan dia sudah meninggal.” “Oh, diamlah,” kata Jill tidak sabar. “In, jauh lebih parah daripada yang kaupikir. Kita sudah melewatkan tanda pertama.” Tentu saja 33 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Scrubb tidak mengerti ini. Kemudian Jill menceritakan padanya tentang percakapannya dengan Asian dan keempat tanda serta tugas mereka untuk menemukan pangeran yang hilang. “Jadi mengerti, bukan,” kata Jill mengakhiri, “kau memang melihat teman lama, tepat seperti kata Asian, dan kau seharusnya langsung menghampiri serta meng ajaknya bicara. Dan kau tidak melakukannya, dan sem uanya sudah salah sejak awal.” “Tapi bagaimana aku bisa tahu?” kata Scrubb. “Kalau saja kau mendengarkanku ketika memberitahumu, kita akan baik-baik saja,” kata Jill.



aku



berusaha



“Ya, dan kalau kau tidak bertindak bodoh di pinggir jurang itu dan hampir membunuhku baiklah, aku bilang membunuh, dan aku akan mengatakannya lagi sesering yang kuinginkan, jadi jangan marahmarah kita pasti berangkat bersama dan sama-sama tahu apa yang harus dilakukan.” “Kurasa sang rajalah orang pertama yang kaulihat,” kata Jill. “Kau pasti sudah berada di sini berjam-jam sebelum aku. Apakah kau yakin kau tidak melihat orang lain sebelumnya?” “Aku berada di sini hanya beberapa menit sebelum dirimu,” kata Scrubb. “Aslan pasti meniupmu lebih cepat daripada diriku. Mengejar waktu yang hilang: waktu yang kauhilang kan.” “Jangan begitu jahat, Scrubb,” kata Jill. “Wah! Apa itu?” Itu lonceng kastil yang berbunyi untuk menandakan waktu makan malam, dan apa yang sepertinya akan menjadi pertengkaran besar dengan gembira diakhiri. Mereka berdua sama-sama lapar saat itu. Makan malam di aula utama kastil merupakan acara paling mengagumkan yang mereka berdua pernah lihat, karena meskipun Eustace pernah berada di Narnia sebelumnya, dia menghabiskan 34 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



seluruh waktu kunjungannya di laut dan tidak tahu apa-apa tentang kemegahan dan keramahan rakyat Narnia di tanah mereka sendiri. Umbul-umbul terjuntai dari langit-langit, dan setup masakan dibawa masuk dengan iringan tiupan terompet dan bunyi tambur. Ada sup yang akan membuat air liurmu menetes hanya dengan memikirkannya, dan ikan bernama pavender yang enak, daging, butting, dan kue-kue, serta es, jell, buah, dan kacang-kacangan, serta semua jenis anggur dan minuman sari buah. Bahkan Eustace menjadi gembira dan mengakui itu “sesuatu yang pantas disukai”. Dan ketika semua acara makan dan minum selesai, penyair buta maju dan menceritakan kisah lama Pangeran Cor, Aravis, serta si kuda Bree, yang berjudul Kuda dan Anak Manusia, dan berkisah tentang petualangan yang terjadi di Narnia, Calormen, dan daerah di antaranya, di Zaman Keemasan ketika Peter menjadi Raja Agung di Cair Paravel. (Aku tidak punya waktu untuk menuturkannya sekarang, meskipun kisah itu sangat patut diceritakan.) Ketika mereka menyeret diri ke tempat tidur, sambil menguap lebarlebar, Jill berkata, “Aku berani bertaruh kita tidur nyenyak malam ini”, karena sangat banyak yang mereka alami hari itu. Kata-kata ini menunjukkan betapa sedikit seseorang tahu tentang apa yang akan terjadi pada diri mereka selanjutnya. ***



35 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB EMPAT Rapat Burung Hantu



LUCU sekali bahwa semakin mengantuk dirimu, semakin lama waktu yang kaubutuhkan untuk tidur, terutama kalau kau cukup beruntung punya perapian dalam kamarmu. Jill merasa dia bahkan tidak bisa mulai berganti pakaian kecuali kalau dia duduk sebentar di depan perapian terlebih dulu. Dan begitu duduk, dia tidak ingin bangkit lagi. Dia sudah berkata pada dirinya sendiri lima kali, “Aku harus tidur,” ketika dikejutkan ketukan di jendela. Dia berdiri, membuka gorden, dan pertama-tama tidak melihat apa pun kecuali kegelapan. Kemudian dia terlompat kaget ke belakang, karena sesuatu yang sangat besar menabrakkan dirinya pada jendela, menimbulkan suara ketukan keras pada kaca ketika melakukannya. Pikiran yang sangat tidak menyenangkan terlintas di kepalanya-Siapa tahu mereka punya kutu raksasa di negeri ini! Iih! tapi kemudian makhluk itu kembali, dan kali ini Jill hampir yakin dia melihat paruh, dan paruh itulah yang menimbulkan suara ketukan. Itu sejenis burung besar, pikir Jill. Mungkinkah elang? Dia tidak terlalu ingin menerima kunjungan siapa pun bahkan elang, tapi dia membuka jendelanya dan melihat ke luar. Saat itu juga, dengan suara kepakan keras, makhluk itu mendarat dl bingkai jendela dan berdiri di sana memen uhi seluruh jendela, sehingga Jill harus melangkah mun dur memberi ruang bagi makhluk itu. Dia si burung hantu. “Sstt, sstt! Kuu-kuu, kuu-kuu,” kata si burung hantu. “Jangan berisik. Nah, apakah kalian berdua benar-benar jujur tentang tugas kalian?” “Tentang pangeran yang hilang, maksudmu?” kata Jill. “Ya, memang kami mendapat tugas itu.” Karena sekarang dia ingat suara 36 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dan wajah sang singa, yang hampir dilupakannya sepanjang pesta makan dan acara bercerita di aula. “Bagus!” kata si burung hantu. “Kalau begitu tidak ada waktu yang bisa dibuang. Kau harus langsung pergi dari sini. Aku akan pergi dan membangunkan manusia satunya. Kemudian aku akan kembali menjemputmu. Kau lebih baik mengganti semua pakaian istana itu dan mengenakan sesuatu yang enak untuk perjalanan. Aku akan kembali sebentar lagi. Kuu-kuu!” Dan tanpa menunggu jawaban, dia sudah menghilang. Kalau Jill sudah lebih terbiasa pada petualangan, dia mungkin akan meragukan kata-kata si burung hantu, tapi ini tak pernah terlintas dalam pikirannya, dan bayangan menyenangkan tentang pelarian tengah malam membuatnya melupakan rasa kantuknya. Dia kembali mengenakan sweter dan celana pendek-ada pisau kecil dalam ikat pinggang celananya, yang mungkin akan berguna-dan menambahkan beberapa benda yang ditinggalkan dalam kamar itu untuknya oleh gadis berambut dedalu. Jill memilih mantel pendek berkerudung yang mencapai lututnya (Mantel yang tepat sekali kalau turun hujan, pikirnya), beberapa saputangan dan sebuah sisir. Kemudian dia duduk dan menunggu. Dia sudah mulai mengantuk lagi ketika si burung hantu kembali. “Sekarang kita sudah slap,” katanya. “Kau lebih baik memandu jalannya,” kata Jill. “Aku belum mengenal semua lorong ini.” “Kuu-kuu!” kata si burung hantu. “Kita tidak akan keluar lewat istana. Tidak bisa. Kau harus naik ke punggungku. Kita akan terbang.”



37 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh!” kata Jill, dia berdiri sambil ternganga, tidak begitu menyukai ide itu. “Tidakkah aku terlalu berat bagimu?” “Kuu-kuu, kuu-kuu! Jangan bodoh. Aku sudah membawa anak yang satu lagi. Nah, tapi padamkan dulu lampu itu.” Begitu lampu sudah dimatikan, kegelapan malam yang kaulihat melalui jendela tampak tidak begitu kelam lagi-tidak lagi hitam, tapi abu-abu. Si burung hantu berdiri di bingkai jendela dengan membelakangi kamar dan mengembangkan sayapnya. Jill harus memanjat ke atas tubuhnya yang pendek gemuk, menjepitkan lututnya di bawah sayap si burung dan berpegangan erat-erat. Bulu-bulunya terasa sangat hangat dan lembut tapi tidak bisa dipakai berpegangan. Aku ingin tahu bagaimana perasaan Scrubb saat dia terbang tadi! pikir Jill. Dan tepat saat dia memikirkan ini, dengan tukikan mengerikan mereka telah meninggalkan bingkai jendela, dan sayap-sayap membuat kibasan angin di dekat telinga Jill, sementara udara malam, dingin, dan lembap, menerpa wajahnya. Malam itu lebih terang daripada anggapannya, dan meskipun langit berawan tebal, secercah cahaya keperakan menunjukkan di mana bulan bersembunyi di balik awan. Padang-padang di bawahnya tampak abu- abu, dan pepohonan tampak hitam. Angin terasa cukup keras angin berdesis dan bertiup cukup kencang, yang berarti sebentar lagi akan hujan. Si burung hantu berputar sehingga istana sekarang berada di depan mereka. Sangat sedikit jendela yang masih terang. Mereka terbang di atasnya, ke arah utara, menyeberangi sungai. Udara semakin dingin,. dan Jill merasa bisa melihat bayangan putih si burung hantu di air di bawahnya. Tapi tak lama kemudian mereka berada di sisi utara sungai, terbang di atas daerah berhutan. Si burung hantu menggigit sesuatu yang tidak bisa dilihat Jill.



38 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh, jangan begitu, tolonglah!” kata Jill. “Jangan mengentak seperti itu. Kau hampir melemparkanku.” “Maaf,” kata si burung hantu. “Aku barn makan kelelawar. Tidak ada yang lebih meng goda seperti kelelawar kecil yang gemuk. Maukah kutangkapkan satu?” “Tidak, terima kasih,” kata Jill sambil gemetar. Si burung hantu terbang lebih rendah seka rang dan benda besar gelap tadi semakin besar di hadapan mereka. Jill hanya sempat melihat benda itu menara-bagian menara yang sudah runtuh, yang dirambati sulur-suluran, pikirnya ketika mendapati dirinya membungkuk menghindari bingkai lengkung sebuah jendela, saat si burung hantu masuk bersamanya melalui jendela terbuka yang penuh sulur tanaman rambat serta sarang labah-labah, meninggalkan malam abu-abu yang berhawa segar, memasuki ruang gelap dalam puncak menara itu. Udara agak pengap di dalam, dan begitu turun dari punggung si burung hantu, Jill tahu (seperti yang biasa dirasakan orang-orang entah bagaimana) bahwa tempat itu penuh sesak. Dan ketika suarasuara mulai terdengar dari segala arah dalam kegelapan “Kuu-kuu! Kuu-kuu!” Jill tahu tempat itu penuh burung hantu. Dia agak lega ketika terdengar suara yang benar-benar berbeda: “Apakah itu kau, Pole?” “Apakah itu kau, Scrubb?” kata Jill. “Nah,” kata Glimfeather, “kurasa kita semua sudah berada di sini. Mari kita buka rapat burung hantu.” “Kuu-kuu, kuu-kuu. Kau benar. Itu memang harus dilakukan,” kata beberapa suara. “Sebentar,” kata suara Scrubb. “Ada sesuatu yang ingin kukatakan terlebih dulu.” 39 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Silakan, silakan, silakan,” kata para burung hantu, dan Jill berkata, “Katakan saja.” “Kurasa kalian semua-burung hantu, maksudku,” kata Scrubb, “kurasa kalian semua tahu bahwa Raja Caspian Kesepuluh, saat masih muda, pernah berlayar ke arah timur dunia. Yah, aku bersamanya dalam pelayaran itu. Bersamanya dan Reepicheep si tikus, Lord Drinian, dan mereka semua. Aku tahu ini terdengar sulit dipercaya, tapi orang-orang tidak bertambah tua di dunia kami dalam kecepatan yang sama dengan di duniamu. Dan apa yang ingin kukatakan adalah ini, aku setia pada Raja, dan kalau rapat burung hantu ini berkaitan dengan sejenis plot melawan Raja, aku tidak mau terlib at di dalamnya.” “Kuu-kuu, kuu-kuu, kami semua juga burung hantu yang setia pada Raja,” kata para burung hantu. “Kalau begitu untuk apa rapat ini?” kata Scrubb. “Hanya ini,” kata Glimfeather, “kalau sang Lord Regent, si dwarf Trumpkin, mendengar kalian akan mencari pangeran yang hilang, dia tidak akan membiarkan kalian pergi. Dia akan mengurung kalian tidak lama lagi.” “Ya ampun!” kata Scrubb. “Kau tidak bermaksud Trumpkin pengkhianat, bukan? Aku sering mendengar tentang dirinya dulu, di laut. Caspian Raja, maksudku benar benar memercayainya.” “Oh, tidak,” kata satu suara. “Trumpkin bukan pengkhianat. Tapi lebih dari tiga puluh jagoan (kesatria, centaurus, raksasa yang baik, dan macam-macam lagi) pernah sekali-dua kali pergi mencari pangeran yang hilang, dan tidak pernah ada yang kembali. Dan akhirnya Raja berkata dia tidak ingin semua jagoan paling berani di Narnia hilang karena mencari putranya. Dan sekarang tidak ada yang boleh pergi.” 40 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Tapi Raja pasti membiarkan kami pergi,” kata Scrubb, “ketika mengetahui siapa diriku dan siapa yang mengirimku.” (“Mengirim kami berdua,” tambah Jill.) “Ya,” kata Glimfeather, “kurasa, mungkin sekali, dia melakukannya. Tapi Raja sedang pergi. Dan Trumpkin akan memegang erat peraturan. Dia sekeras besi, tapi dia setuli tiang dan sangat pemarah. Kau tidak akan bisa membuatnya menyadari bahwa mungkin inilah waktu untuk membuat perkecualian pada peraturan.” “Kalian mungkin berpikir dia akan mendengarkan kami, karena kami burung hantu dan semua tahu betapa bijaksana burung hantu itu,” kata yang lain. “Tapi Trumpkin begitu tua sekarang sehingga hanya berkata, 'Kau hanya anak ayam. Aku ingat ketika kau masih telur. Jangan coba-coba mengajariku, Sir. Demi kepiting dan roti tawar!,” Burung hantu ini menirukan suara Trumpkin dengan cuk up bagus, dan terdengar suara tawa burung hantu di m ana-mana. Anak-anak mulai melihat bagaimana perasaan rakyat Narnia terhadap Trumpkin sama seperti peras aan orang-orang di sekolah terhadap guru tua, yang agak ditakuti semua, semua membuat lelucon tentang diri nya namun tidak ada yang benar-benar membencinya. “Raja akan pergi berapa lama?” tanya Scrubb. “Wah, kalau saja kami tahu!” kata Glimfeather. “Mengertilah, ada desas-desus belakangan bahwa Aslan sendiri terlihat di kepulauan di Terebinthia, kurasa. Dan Raja berkata dia akan mencoba sekali lagi sebelum dia meninggal untuk bertemu Aslan sendiri, dan meminta sarannya siapa yang akan menjadi raja setelah dirinya. Tapi kami semua takut kalau dia tidak bertemu Aslan di Terebinthia, dia akan terus ke timur, ke Seven Isles dan Lone Islands-dan lebih jauh lagi. Dia tidak pernah membicarakannya, tapi kami semua tahu dia tidak 41 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



pernah melupakan perjalanan ke ujung dunia. Aku yakin jauh di dasar hatinya dia ingin pergi ke sana lagi.” “Kalau begitu tidak ada gunanya menunggu dia kembali?” tanya Jill. “Tidak, tidak ada gunanya,” kata si burung hantu. “Oh, apa yang harus dilakukan, kuu-kuu! Kalau saja kalian berdua tahu dan langsung bicara padanya! Dia pasti akan mengatur segalanya-mungkin bahkan memberi kalian pasukan untuk menyertai kalian mencari sang pangeran.” Jill terdiam mendengar ini dan berharap Scrubb cukup baik hati untuk tidak menceritakan pada para burung hantu kenapa hal itu tidak terjadi. Ternyata Scrubb cukup baik, atau tepatnya hampir. Dia hanya bergumam pelan, “Yah, itu bukan salahku,” sebelum berkata keraskeras: “Baiklah. Kita harus berusaha tanpa bantuan Raja. Tapi ada satu hal lagi yang ingin kuketahui. Kalau ini rapat burung hantu, seperti yang kalian katakan, semuanya adil, terbuka, dan tidak memiliki maksud jahat, kenapa harus begini rahasia-mengadakannya di tengah reruntuhan dan di tengah malam, dan sebagainya?” “Kuu-kuu! Kuu-kuu!” kata beberapa burung hantu. “Di mana kami harus mengadakan rapat? Kenapa harus ada yang mengadakan rapat tidak di malam hari?” “Mengertilah,” jelas Glimfeather, “kebanyakan makhluk di Narnia memiliki kebiasaan yang sangat tidak alami. Mereka melakukan berbagai kegiatan di siang hari, di bawah cahaya matahari yang membakar (uh!) ketika semuanya seharusnya tidur. Dan, sebagai hasilnya, di malam hari mereka begitu buta dan bodoh sehingga kau tidak bisa membuat mereka bicara. Jadi kami para burung hantu memiliki kebiasaan untuk melakukan rapat di jam-jam yang masuk 42 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



akal, tanpa makhluk lain, ketika kami ingin membicarakan berbagai hal.” “Aku mengerti,” kata Scrubb. “Yah sekarang, ayo teruskan. Ceritakan pada kami semua tentang pangeran yang hilang.” Kemudian seekor burung hantu tua, bukan Glimfeather, menceritakan kisahnya. Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, sepertinya, ketika Rilian, putra Caspian, masih kesatria yang sangat muda, dia berkuda bersama Ratu, ibunya, di suatu pagi bulan Mei ke bagian utara Narnia. Mereka diiringi banyak prajurit dan dayang, semua mengenakan rangkaian daun segar di kepala mereka dan membawa terompet tergantung di sisi tubuh mereka. Tapi mereka tidak membawa anjing pemburu, karena mereka pergi merayakan muslin semi, bukan berburu. Ketika hari itu semakin hangat mereka mencapai padang yang indah tempat mata air membual segar keluar dari tanah, dan di sana mereka turun dari kuda lalu makan, minum, dan berpesta. Setelah beberapa lama, Ratu merasa mengantuk, dan mereka membentangkan mantelmantel sebagai alas tidurnya di tepi mata air yang berumput, dan Pangeran Rilian serta sisa rombongannya menjauh dari sang ratu supaya obrolan dan tawa mereka tidak membangunkannya. Kemudian, tiba-tiba, kobra besar keluar dari hutan lebat dan mematuk tangan sang ratu. Semuanya mendengar Ratu menjerit dan buru-buru mendatanginya, dan Rilian-lah yang pertama mencapai sisinya. Dia melihat ular itu melata menjauh dari ibunya dan mengejarnya dengan pedang terhunus. Ular itu besar, berkilau, dan sehijau racun, jadi Rilian bisa melihatnya dengan jelas. Tapi ular itu melata cepat ke dalam semaksemak rapat dan Rilian tidak bisa mengikutinya lagi. Jadi dia kembali ke sisi ibunya, dan melihat semua pelayannya sibuk di sekeliling Ratu. Tapi kesibukan mereka sia-sia, karena begitu melihat ibunya, Rilian tahu tidak ada dokter di dunia yang bisa menyelamatkannya. 43 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Selama nyawanya masih ada, Ratu sepertinya berusaha keras mengatakan sesuatu pada putranya. Tapi dia tidak bisa berbicara dengan jelas, dan apa pun pesannya, dia meninggal tanpa berhasil mengatakannya. Itu terjadi bahkan belum sepuluh menit sejak mereka pertama kali mendengar jeritannya. Mereka membawa jenazah Ratu kembali ke Cair Paravel. Dia ditangisi Rilian dan Raja, juga seluruh rakyat Narnia. Ratu wanita yang hebat, bijaksana, anggun, dan penuh kegembiraan, mempelai Raja Caspian yang dibawanya pulang dari ujung timur dunia. Dan orang-orang berkata darah bintang-bintang mengalir dalam diri Ratu. Sang pangeran sangat sulit menerima kematian ibunya. Setelah itu, dia selalu berkuda ke hutan di bagian utara Narnia, mencari ular berbisa itu, untuk membunuhnya dan membalas dendam. Tidak ada yang benar-benar memerhatikan hal ini, meskipun Pangeran pulang dari perjalanan-perja lanannya ini tampak lelah dan kesal. Tapi kira-kira sebu lan setelah kematian Ratu, ada yang berkata mereka bi sa melihat perubahan dalam diri sang pangeran. Ada so rot tertentu dalam matanya seperti orang yang mendap at penglihatan, dan meskipun dia keluar sepanjang hari, kudanya tidak kelihatan habis berlari jauh. Salah satu sahabatnya di antara pejabat-pejabat tua adalah Lord Drinian, yang menjadi kapten kapal ayahnya dalam perjalanan besar ke bagian timur dunia. Satu malam Drinian berkata pada sang pangeran, “Yang Mulia harus segera melupakan mencari ular itu. Balas dendam pada binatang itu tidak sama seperti pada manusia. Kau menghabiskan tenagamu dengan sia-sia.” Sang pangeran menjawabnya, “My Lord, aku sudah hampir melupakan ular itu tujuh hari terakhir ini.” Drinian bertanya apa sebabnya, kalau memang hampir melupakannya, Rilian terus berkuda ke hutan bagian utara. “My Lord,” kata sang pangeran, “di sana aku telah melihat makhluk paling indah yang pernah ada.”



44 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Pangeran yang baik,” kata Drinian, “dengan izinmu, biarkan aku berkuda bersamamu besok, sehingga aku juga bisa melihat makhluk indah ini.” “Dengan itikad baik,” kata Rilian. Kemudian di saat yang baik keesokan harinya mereka memelanai kuda mereka dan berkuda dengan kencang ke hutan di sebelah utara, mencapai mata air yang sama tempat sang ratu meninggal. Drinian berpikir aneh sekali sang pangeran memilih tempat itu, dibanding tempat-tempat lain, untuk beristirahat. Dan di sanalah mereka beristirahat sampai tengah hari, dan saat itu Drinian mendongak lalu melihat wanita paling cantik yang pernah dilihatnya. Dia berdiri di sisi utara mata air dan tidak berkata apa-apa tapi melambai ke arah sang pangeran seolah memintanya mendekat. Wanita itu tinggi besar, berkilau, dan mengenakan pakaian dari kain tipis sehijau racun. Dan Pangeran memandanginya seperti orang kehilangan ingatan. Tapi tiba-tiba wanita itu hilang, Drinian tidak tahu ke mana, dan mereka berdua kembali ke Cair Paravel. Dalam pikiran Drinian terus terlintas bahwa wanita itu jahat. Drinian sangat ragu-ragu apakah dia harus menceritaka n perjalanan ini pada Raja atau tidak, tapi dia tidak terl alu ingin dianggap tukang bohong dan mulut besar sehi ngga diam saja. Tapi setelahnya dia berharap dia bercer ita. Karena hari berikutnya Pangeran Rilian berkuda sen diri. Malam itu dia tidak kembali, dan sejak saat itu tida k ada tanda keberadaannya bisa ditemukan di Narnia a taupun di negara tetangga, dan tidak ada apa pun yang bisa ditemukan, entah itu kudanya, topinya, mantelnya , atau apa pun yang lain. Kemudian Drinian dengan kes edihan mendalam mendatangi Caspian dan berkata, “Rajaku, cepatlah penggal aku sebagai pengkhianat, karena kebungkamanku, aku telah menghancurkan putramu.” Kemudian dia menceritakan kisahnya. Lalu Caspian mengangkat kapak perang dan berlari ke arah Lord Drinian untuk membunuhnya. 45 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Drinian berdiri diam seperti tunggul kayu menanti pukulan mematikan itu. Tapi ketika kapak diangkat, Caspian tiba-tiba membuangnya dan menjerit, “Aku telah kehilangan ratu dan putraku, apakah aku harus kehilangan sahabatku juga?” Lalu dia memeluk leher Lord Drinian kemudian memeluknya dan keduanya menangis, persahabatan mereka tidak pecah. Itulah kisah Rilian. Dan ketika kisah itu usai, Jill berkata, “Aku berani bertaruh kobra dan wanita itu makhluk yang sama.” “Benar, benar, kami juga punya pikiran yang sama, kuu-kuu,” kata para burung hantu. “Tapi kami rasa dia tidak membunuh sang pangeran,” kata Glimfeather, “karena tidak ada tulang “ “Kami tahu dia tidak melakukannya,” kata Scrubb. “Aslan memberitahu Pole bahwa sang pangeran masih hidup entah di mana.” “Itu membuat keadaan lebih parah,” kata burung hantu paling tua. “Itu berarti wanita tersebut ingin menggunakannya, dan punya rencana jahat bagi Narnia. Lama, lama berselang, di awal waktu, Penyihir Putih datang dari Utara dan mengikat tanah kami dalam salju dan es selama ratusan tahun. Dan kami rasa ini mungkin sejenis makhluk yang sama dengan si penyihir.” “Baiklah kalau begitu,” kata Scrubb. “Pole dan aku harus menemukan pangeran ini. Bisakah kalian menolong kami?” “Apakah kalian berdua punya pentunjuk?” tanya Glimfeather. “Ya,” kata Scrubb. “Kami tahu kami harus pergi ke utara. Dan kami tahu kami harus mencapai reruntuhan suatu kota para raksasa.” Saat mendengar ini lebih banyak kuu-kuu menanggapi daripada sebelumnya, dan suara-suara para burung menggeser-geserkan kaki mereka serta mengibaskan bulu-bulu mereka, kemudian semua 46 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



burung hantu mulai bicara pada saat yang sama. Mereka semua menjelaskan bahwa mereka sangat menyesal mereka sendiri tidak bisa pergi bersama anak-anak dalam perjalanan mencari pangeran yang hilang. “Kalian ingin melakukan perjalanan di siang hari, dan kami ingin melakukan perjalanan di malam hari,” kata mereka. “Tidak bisa, tidak bisa.” Satu atau dua burung hantu menambahkan bahwa bahkan di sini dalam reruntuhan menara, keadaan tidak segelap saat mereka mulai tadi, dan rapat itu sudah berjalan terlalu lama. Bahkan, sekadar pemberitahuan tentang perjalanan ke reruntuhan kota para raksasa sepertinya telah menurunkan semangat burung-burung itu. Tapi Glimfeather berkata: “Kalau mereka mau pergi ke sana ke Ettinsmoor kita harus membawa mereka ke salah satu marsh-wiggle. Hanya merekalah yang bisa membantu anak-anak ini.” “Benar, benar. Kuu,” kata para burung hantu. “Ayolah kalau begitu,” kata Glimfeather. “Aku akan membawa satu. Siapa yang mall membawa yang lain? Ini harus dilakukan malam ini.” “Aku mau, sejauh tempat marsh-wiggle,” kata burung hantu lain. “Kau sudah slap?” kata Glimfeather pada Jill. “Kurasa Pole tidur,” kata Scrubb. ***



47 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB LIMA Puddleglum



JILL tidur. Sejak rapat burung hantu dimulai dia sudah terusmenerus menguap dan sekarang dia tertidur. Dia sama sekali tidak senang dibangunkan lagi, dan mendapati dirinya berbaring di papan telanjang dalam menara berdebu, yang benar-benar gelap, dan hampir penuh burung hantu. Dia bahkan semakin tidak senang ketika mendengar mereka harus pergi ke tempat lain-dan ternyata, tempat itu bukan kasur-dengan menunggang burung hantu. “Oh, ayolah, Pole, semangatlah,” kata suara Scrubb. “Ini kan petualangan.” “Aku muak dengan petualangan,” kata Jill kesal. Tapi dia tetap man naik ke punggung Glimfeather dan benar-benar terbangun (untuk sementara) karena hawa dingin yang tiba-tiba menerpa ketika butting itu terbang bersamanya ke udara malam. Bulan telah hilang dan tidak ada bintang. Jauh di belakangnya, Jill bisa melihat jendela terang jauh di atas tanah, tentu saja salah satu jendela di menara Cair Paravel. Cahaya itu membuatnya ingin kembali dalam kamar tidur yang menyenangkan itu, berbaring di tempat tidur, memandangi perapian di dinding. Jill memasukkan tangannya ke bawah mantel dan mengeratkan mantel itu ke sekeliling tubuhnya. Rasanya menakutkan mendengar dua suara dalam kegelapan tidak jauh darinya. Scrubb dan burung hantunya mengobrol. Dia tidak terdengar lelah, pikir Jill. Dia tidak sadar bahwa Scrubb pernah mengikuti petualangan besar di dunia itu sebelumnya dan udara Narnia mengembalikan kekuatan yang telah dimilikinya ketika berlayar ke Lautan Timur bersama Raja Caspian.



48 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Jill harus mencubiti dirinya sendiri supaya tidak tidur, karena tahu kalau dia tertidur di punggung Glimfeather, dia mungkin akan jatuh. Ketika akhirnya kedua burung hantu mengakhiri perjalanan mereka, Jill turun dari punggung Glimfeather dengan kaku dan mendapati dirinya berdiri di tanah datar. Angin dingin bertiup dan mereka sepertinya berada di tempat tanpa pepohonan. “Kuu-kuu, kuu-kuu!” panggil Glimfeather. “Bangun, Puddleglum. Bangun. Ini tugas dari sang singa.” Tidak ada jawaban dalam waktu lama. Kemudian, dari suatu tempat yang jauh, muncul cahaya samar yang mulai mendekat. Bersama cahaya itu datang suara. “Burung hantu, ahoi!” kata suara itu. “Apa itu? Apakah Raja meninggal? Apakah musuh mendarat di Narnia? Apakah banjir? Atau naga?” Ketika mencapai mereka, cahaya itu ternyata lentera besar. Jill tidak bisa melihat orang yang memegang lentera itu dengan jelas. Orang itu sepertinya hanya terdiri atas tangan dan kaki. Para burung hantu bicara padanya, menjelaskan segalanya, tapi Jill terlalu lelah untuk mendengarkan. Dia berusaha bertahan bangun ketika menyadari kedua burung hantu mengucapkan selamat berpisah padanya. Tapi setelahnya dia tidak bisa mengingat banyak kecuali bahwa, cepat atau lambat, dia dan Scrubb membungkuk untuk memasuki pintu yang rendah kemudian (oh, untunglah) berbaring pada sesuatu yang lembut dan hangat, dan ada suara yang berkata: “Nah, di sinilah kalian. Ini yang terbaik. Kalian akan berbaring dengan alas dingin dan keras. Lembap pula, pastinya. Tidak bisa tidur sedikit pun, pastinya, bahkan kalau tidak ada badai, banjir, atau wigwam (tenda) ini tidak menjatuhi kepala kita, seperti yang kutahu bisa terjadi. Harus puas sebisa mungkin “ Tapi Jill sudah nyenyak sebelum suara itu selesai bicara. 49 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Ketika anak-anak terbangun pagi berikutnya, mereka mendapati diri mereka berbaring, dalam keadaan kering dan hangat, pada kasur jerami di tempat gelap. Bukaan segitiga membuat cahaya matahari masuk. “Memangnya di mana kita?” tanya Jill. “Dalam wigwam marsh-wiggle,” kata Eustace. “Apa?” “Marsh-wiggle. Jangan tanya padaku apa itu. Aku tidak bisa melihatnya kemarin malam. Aku akan bangun. Mari cari dia.” “Betapa tidak enaknya perasaan setelah tidur mengenakan pakaian lengkap,” kata Jill sambil bangkit duduk. “Aku baru berpikir betapa berpakaian dulu,” kata Eustace.



menyenangkannya



tidak harus



“Atau tidak harus mandi dulu, kurasa,” kata Jill dengan nada jijik. Tapi Scrubb sudah bangkit, menguap, mengguncang badannya, dan merangkak keluar wigw am. Jill melakukan hal yang sama. Apa yang mereka temukan di luar cukup berbeda dengan bagian Narnia yang telah mereka lihat sehari sebelumnya. Mereka berada di padang terbuka yang luas yang terbagi-bagi menjadi pulau-pulau kecil yang tak terhitung banyaknya oleh saluran air yang juga tak terhitung banyaknya. Pulau-pulau itu tertutup rumput kasar dan dibatasi ilalang serta rumput rawa. Kadang ada gerumbul rumput rawa selebar satu ekar. Awan burung-burung terns hinggap di sana dan terbang lagibebek, burung rawa, bangau mini, bangau. Banyak wigwam seperti tempat mereka menginap bisa dilihat di sana-sini, tapi saling berjauhan, karena marsh-wiggle makhluk yang menyukai privasi. Kecuali tepian hutan beberapa mil di selatan dan barat mereka, tidak ada pohon yang bisa dilihat.



50 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Daerah timur tanah rawa datar itu mencapai bukit-bukit pasir rendah di horizon, dan kau bisa tahu dari aroma garam dalam angin yang bertiup dari arah sana bahwa laut berada di sana. Di utara mereka ada bukit-bukit rendah berwarna pucat, di beberapa tempat terlindung bebatuan. Sisa daerah itu seluruhnya tanah rawa datar. Tempat itu pasti sangat menyebalkan di malam berhujan. Tapi saat dilihat di bawah cahaya matahari pagi, dengan angin segar bertiup, dan udara penuh jeritan burung, keheningan itu terasa menyenangkan, segar, dan bersih. Anak-anak merasa semangat mereka bangkit. “Ke mana makhluk itu, aku ingin tahu,” kata Jill. “Marsh-wiggle,” kata Scrubb, seolah dia agak bangga karena mengetahui kata itu. “Kurasa wah, itu pasti dia.” Kemudian mereka berdua melihatnya, duduk membelakangi mereka, memancing, kirakira lima puluh meter dari situ. Awalnya dia sulit dilihat karena berwarna hampir sama dengan rawa, dan karena dia duduk begitu diam. “Kurasa kita lebih baik ke sana dan mengajaknya bicara,” kata Jill. Scrubb mengangguk. Mereka sama-sama merasa agak gugup. Saat mereka mendekat, makhluk itu memutar kepalanya dan menunjukkan wajah kurus panjang dengan pipi cekung, mulut tertutup rapat, hidung mancung, dan tidak berjanggut. Dia mengenakan topi berujung runcing seperti puncak menara, dengan tepian yang sangat lebar dan datar. Rambutnya, kalau bisa disebut rambut, yang tergantung di atas telinganya yang lebar berwarna abuabu kehijauan, dan tiap helainya lurus tidak keriting, sehingga tampak seperti rumput kecil. Ekspresinya serius, kulitnya kusam, dan kau bisa langsung melihat bahwa dia menganggap hidup sangat serius. “Pagi yang indah, Tamu,” katanya. “Meskipun ketika aku berkata indah, aku tidak bermaksud tidak mungkin cuaca berubah jadi hujan 51 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



atau mungkin salju turun, kabut, atau kilat. Kalian tidak bisa tidur, aku berani menebak.” “Ya, kami bisa tidur,” kata Jill. “Kami tidur nyenyak.” “Ah,” kata si marsh-wiggle, menggelengkan kepalanya. “Aku mengerti kalian berusaha sebaik mungkin menikmati hal yang jelek. Bagus. Kalian dibesarkan dengan baik, benar. Kalian telah belajar menerima segalanya.” “Maaf, kami tidak tahu namamu,” kata Scrubb. “Puddleglum namaku. Tapi tidak apa-apa kalau kalian lupa. Aku selalu bisa memberitahu kalian lagi.” Anak-anak duduk di kiri-kanannya. Mereka sekarang melihat Puddleglum memiliki kaki dan tangan yang sangat panjang, jadi meskipun tubuhnya tidak jauh lebih besar daripada dwarf, dia akan lebih tinggi dari sebagian besar manusia kalau berdiri. Jari-jari tangannya berselaput seperti jari-jari katak, juga kaki telanjangnya yang terbenam dalam air berlumpur. Dia mengenakan pakaian longgar berwarna tanah. “Aku berusaha menangkap beberapa belut untuk sup makan malam kita,” kata Puddleglum. “Tapi aku tidak heran kalau aku tidak berhasil menangkap satu pun. Dan kalian toh tidak akan terlalu menyukainya kalau aku bisa menangkapnya.” “Kenapa tidak?” tanya Scrubb. “Wah, tidak ada alasan kalian harus menyukai makanan kami, meskipun aku yakin kalian akan berusaha menerimanya. Selain itu, sementara aku menangkap ikan, apakah kalian berdua bisa mencoba menyalakan api-semoga kalian tidak celaka saat mencobanya! Kayunya ada di belakang wigwam. Mungkin basah. Kalian bisa menyalakannya di dalam wigwam, kemudian mata kita semua akan kemasukan asap. Atau kalian bisa menyalakannya di luar, kemudian 52 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



hujan turun dan mematikannya. Ini kotak korek apiku. Kalian tidak tahu bagaimana menggunakannya, kurasa.” Tap, Scrubb sudah mempelajari cara menggunakan benda itu dalam petualangannya sebelumnya. Anak-anak berlari bersama kembali ke wigwam, menemukan kayu (yang benar-benar kering) dan berhasil menyalakan api dengan kesulitan yang tidak lebih besar daripada biasanya. Kemudian Scrubb duduk dan menjaga api itu sementara Jill pergi dan berusaha mandi dengan tidak terlalu nyaman di anak sungai terdekat. Setelah itu dia menjaga api dan Scrubb mandi. Keduanya merasa jauh lebih segar, tapi sangat lapar. Akhirnya si marsh-wiggle bergabung dengan mereka. Meskipun katanya dia tidak berharap menangkap satu belut pun, dia berhasil menangkap kira-kira selusin, yang sudah dibersihkan dan dikulitinya. Dia memasang panci besar, membesarkan api, dan menyalakan pipanya. Kaum marsh-wiggle merokok tembakau yang sangat aneh dan berat (ada yang bilang mereka mencampurnya dengan lumpur) dan anak-anak memerhatikan asap pipa Puddleglum sama sekali tidak naik ke udara. Asap itu keluar dari mangkuk pipa, turun, merayap di atas tanah seperti kabut. Asap itu sangat hitam dan membuat Scrubb batuk-batuk. “Nah,” kata Puddleglum. “Belut itu butuh waktu lama sekali sampai matang, dan mungkin kalian berdua sudah pingsan kelaparan sebelum mereka matang. Aku kenal seorang gadis kecil-tapi lebih baik aku tidak menceritakan kisah itu. Mungkin kalian bakal jadi kehilangan semangat, dan itu tidak kuinginkan. Jadi, lup akan rasa lapar kalian, dan kita lebih baik bicara tentan g rencana kita.” “Ya, marl lakukan itu,” kata Jill. “Bisakah kau membantu kami menemukan Pangeran Rilian?” Marsh-wiggle itu mengisap pipa sampai pipinya lebih cekung daripada yang kaupikir bisa dilakukan. “Yah, aku tidak tahu apakah 53 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kalian bisa menyebutnya bantuan,” katanya. “Aku tidak tahu apakah ada yang bisa benar-benar membantu. Karena kami tidak terlalu suka pergi terlalu jauh ke utara, tidak pada waktu seperti ini, ketika musim dingin akan segera tiba dan sebagainya. Dan sepertinya musim dingin ini akan lebih awal, menurut tanda-tandanya. Tapi kalian tidak boleh membiarkan itu membuat kalian putus asa. Sangat mungkin, dengan adanya musuh, gunung-gunung, sungai-sungai yang harus diseberangi, kehilangan arah, dan nyaris tidak punya bekal untuk dimakan, kita tidak akan terlalu memerhatikan cuaca. Dan kalau kita tidak pergi cukup jauh untuk mendapat hasil, kita mungkin sudah pergi cukup jauh sehingga tidak bisa kembali dengan cepat. Kedua anak memerhatikan bahwa si marsh-wiggle berkata “kita”, bukan “kalian” dan keduanya berteriak pada saat yang sama, “Apakah kau akan ikut kami?” “Oh, ya, aku ikut tentu saja. Lebih baik begitu, mengerti. Kurasa kita tidak akan pernah melihat Raja kembali ke Narnia, sekarang setelah dia pergi ke tanah asing itu, dan dia sakit batuk berat ketika berangkat. Lalu si Trumpkin itu. Dia tidak akan bertahan lama. Dan kalian tahu ada gagal panen setelah muslin panas yang sangat kering. Dan aku tidak akan heran kalau ada musuh menyerang kita. Ingatlah kata-kataku.” “Dan bagaimana cara kita mulai?” tanya Scrubb. “Yah,” kata si marsh-wiggle sangat perlahan, “semua yang mencari Pangeran Rilian mulai dari mata air yang sama tempat Lord Drinian melihat wanita itu. Mereka menuju utara, kebanyakan. Dan tidak ada yang pernah kembali, jadi kami tidak bisa benar-benar tahu bagaimana perjalanan mereka selanjutnya.” “Kita barns mulai dengan mencari reruntuhan kota raksasa,” kata Jill. “Kata Aslan begitu.”



54 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Harus mulai dengan menemukannya, bukan?” jawab Puddleglum. “Tidak boleh mulai dengan mencarinya, kukira?” “Itulah yang kumaksudkan, tentu saja,” kata Jill. “Kemudian, ketika kita menemukannya “ “Ya, kalau!” kata Puddleglum sangat datar. “Apakah ada yang tahu di mana letaknya?” tanya Scrubb. “Aku tidak tahu tentang orang lain,” kata Puddleglum. “Dan aku tidak akan bilang aku tidak pernah mendengar Kota Tua itu. Kalian tidak akan mulai dari mata air. Kau harus menyeberangi Ettinsmoor. Di sanalah tempat Kota Tua itu, kalau memang ada. Tapi aku sudah pernah ke arah itu sama seperti orang lain dan tidak pernah melihat reruntuhan apapun, jadi aku tidak man berbohong pada kalian.” “Di mana Ettinsmoor?” tanya Scrubb. “Lihatlah ke arah utara sana,” kata Puddleglum, menunjuk dengan pipanya. “Lihat bukit-bukit itu dan tatahan tebing? Itulah awal Ettinsmoor. Tapi ada sungai di antara tempat itu dan kita, Sungai Shribble. Tidak ada jembatan, tentu saja.” “Kurasa kita bisa menyeberanginya, bukan?” kata Scrubb. “Yah, sungai itu pernah diseberangi,” aku si marsh-wiggle. “Mungkin kita bisa bertemu orang di Ettinsmoor yang bisa memberitahu di mana jalannya,” kata Jill. “Kau benar tentang bertemu orang,” kata Puddleglum. “Orang apa yang tinggal di sana?” tanya Jill. “Bukan pada tempatku untuk berkata mereka tidak baik menurut cara mereka,” jawab Puddleglum. “Kalau kalian menyukai cara mereka.”



55 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Ya, tapi mereka itu apa?” desak Jill. “Ada begitu banyak makhluk aneh di negeri Jill. Maksudku, mereka itu binatang, burung, dwarf, atau apa?” Si marsh-wiggle bersiul panjang. “Fiuu!” katanya. “Apakah kalian tidak tahu? Kupikir burung hantu itu sudah memberitahu kalian. Mereka raksasa.” Jill mengernyit. Dia tidak pernah menyukai raksasa bahkan dalam buku, dan dia pernah bertemu raksasa dalam mimpi. Kemudian dia melihat wajah Scrubb, yang berubah jadi cukup pucat, dan berkata dalam hati, Kurasa keadaan Scrubb lebih parah daripada diriku. Itu membuat Jill merasa lebih berani. “Raja pernah bercerita padaku dulu,” kata Scrubb, “ waktu itu, ketika aku berlayar bersamanya bahwa dia benar-benar mengalahkan raksasa-raksasa itu dalam perang dan membuat mereka menghormatinya.” “Itu benar,” kata Puddleglum. “Raksasa itu menjaga perdamaian dengan kita. Selama kita tetap di sisi Shribble bagian kita, mereka tidak akan mencelakai kita. Di sisi mereka, di Moor-selalu ada kesempatan. Kalau kita tidak mendekati salah satu di antara mereka, dan kalau tidak ada satu pun dari mereka yang lupa diri, dan kalau kita tidak dilihat, mungkin saja kita bisa berjalan jauh.” “Dengar!” kata Scrubb, tiba-tiba kehilangan kesabaran, seperti yang sering dilakukan orang-orang ketika mereka ketakutan. “Aku tidak percaya semua ini seburuk itu saat menjalaninya, tidak lebih buruk daripada tempat tidur dalam wigwam yang katanya keras atau kayu yang katanya basah. Kurasa Aslan tidak akan mengirim kita kalau kesempatannya begitu kecil.” Scrubb membayangkan si marsh-wiggle akan membalasnya dengan marah, tapi dia hanya berkata, “Semangatmu bagus, Scrubb. Seperti itulah kau harus bicara. Beranikan dirimu. Tapi kita semua harus 56 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



sangat hati-hati dengan emosi kita, mengingat semua situasi berat yang harus kita lalui bersama. Tidak ada gunanya bertengkar, tahu bukan. Apa pun, jangan memulainya terlalu cepat. Aku tahu ekspedisi-ekspedisi seperti ini biasa berakhir seperti itu: saling menusuk, aku tidak akan heran, sebelum semua berakhir. Tapi semakin lama kita bisa menahan emosi..” “Yah, kalau merasa semua ini begitu tidak mungkin,” potong Scrubb, “kurasa sebaiknya kau tidak ikut. Pole dan aku bisa pergi sendiri, bukan begitu, Pole?” “Diam dan jangan bodoh, Scrubb,” kata Jill cepat-cepat, takut si marsh-wiggle menyetujui usulan Scrubb. “Jangan takut, Pole,” kata Puddleglum. “Aku ikut, tentu dan pasti. Aku tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini. Ini akan membawa kebaikan bagiku. Mereka semua bilang-maksudku, semua wiggle yang lain bilang-aku terlalu tidak bisa diam, tidak menganggap serius hidup. Kalau mereka sudah mengatakannya sekali, mereka akan mengatakannya seribu kali lagi. 'Puddleglum,' mereka bilang, 'kau ini tidak bisa diam, selalu bergerak dan penuh semangat. Kau harus belajar bahwa hidup tidak hanya terdiri atas setup kodok dan kue belut. Kau harus punya sesuatu yang bisa membuatmu tenang sedikit. Kami mengatakan ini demi kebaikanmu sendiri, Puddleglum. Itulah yang mereka katakan. Nah, pekerjaan seperti ini perjalanan ke utara tepat saat musim dingin mulai, mencari pangeran yang mungkin tidak berada di sana, melalui reruntuhan kota yang belum pernah dilihat siapa pun-itulah yang kubutuhkan. Kalau perjalanan ini tidak membuatku tenang, aku tidak tahu apa lagi yang bisa.” Dan dia menggosokkan kedua tangannya yang seperti kaki katak seolah sedang membicarakan perjalanan menuju pesta atau pertunjukan pantomim. “Dan sekarang,” tambahnya, “mari lihat sampai mana kematangan belut-belut itu.”



57 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Ketika masakan itu siap, rasanya enak dan anak-anak menambah dua kali. Pertama-tama si marsh-wiggle tidak percaya mereka benarbenar menyukainya, dan ketika mereka telah makan begitu banyak, dia harus memercayai mereka, dia kembali berkata masakan itu mungkin akan membuat anak-anak sangat sakit perut. “Makanan yang tepat bagi wiggle mungkin jadi racun bagi manusia, aku tidak heran,” katanya. Setelah makan mereka minum teh, dengan kaleng (seperti yang kaulihat dilakukan orang-orang yang bekerja di jalan), dan Puddleglum minum banyak dari botol hitam yang berbentuk persegi. Dia menawari anak-anak sedikit, tapi mereka merasa minuman itu aneh sekali. Sisa hari itu dihabiskan dengan membuat persiapan bagi keberangkatan pagi-pagi esoknya. Puddleglum, yang paling besar, berkata dia akan memanggul tiga selimut, dengan potongan bacon besar tergulung di dalamnya. Jill harus membawa sisa belut, biskuit, dan kotak korek api. Scrubb harus membawa mantelnya sendiri dan mantel Jill kalau mereka tidak ingin mengenakannya. Scrubb (yang pernah belajar memanah ketika berlayar ke Timur bersama Caspian) membawa busur terbaik kedua Puddleglum, dan Puddleglum membawa busurnya yang terbaik, meskipun dia berkata dengan angin, tall busur yang lembap, pencahayaan yang buruk, dan jari-jari yang kedinginan, kesempatan mereka berdua bisa mengenai apa pun hanya satu berbanding seratus. Dia dan Scrubb sama-sama membawa pedang-Scrubb membawa pedang yang ditinggalkan untuknya dalam kamarnya di Cair Paravel, tapi Jill harus puas dengan pisaunya. Bisa terjadi pertengkaran karena ini, tapi begitu mereka mulai saling membentak, si wiggle menggosokkan kedua tangannya dan berkata, “Ah, ini dia. Memang benar apa yang kupikirkan. Inilah yang biasa terjadi dalam petualangan.” Ini membuat Scrubb dan Pole sama-sama tutup mulut. Mereka bertiga tidur lebih awal dalam wigwam. Kali ini anak-anak tidak bisa tidur nyenyak. Itu karena Puddleglum, setelah berkata, 58 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Kalian sebaiknya berusaha tidur, kalian berdua, bukannya kurasa kita bertiga sama-sama akan bisa menutup mata malam ini,” lalu langsung nyenyak dengan dengkuran yang begitu keras dan tiada henti, sehingga Jill, ketika akhirnya tertidur, bermimpi sepanjang malam tentang pengebor jalanan, air terjun, dan berada dalam kereta ekspres yang melintasi terowongan. ***



59 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB ENAM Tanah Liar yang Kosong di Utara



KIRA-KIRA jam sembilan keesokan paginya tiga sosok bisa dilihat mencari jalan menyeberangi Shribble lewat gunungan pasir atau batu pijakan. Sungai itu dangkal, berair deras, dan bahkan Jill pun tidak sampai basah di atas lututnya ketika mereka mencapai sisi utara. Kirakira lima puluh meter di depan, tanah menanjak ke awal padang rumput gersang, di mana-mana terjal, dan kadang-kadang bahkan membentuk tebing. “Kurasa itulah jalan kita!” kata Scrubb, menunjuk ke kiri dan barat ke tempat sungai mengalir turun dari padang melalui jurang sempit. Tapi si marsh-wiggle menggeleng. “Para raksasa sebagian besar tinggal di sisi jurang itu,” katanya. “Kau bisa bilang jurang itu seperti jalan bagi mereka. Kita lebih baik terus saja, meskipun daerahnya agak terjal.” Mereka menemukan tempat mereka bisa merangkak naik, dan dalam kira-kira sepuluh menit sudah berdiri terengah-engah di atas. Mereka menatap penuh rasa ingin ke lembah Narnia kemudian berbalik ke arah Utara. Padang luas yang sepi membentang tanpa batas sejauh yang bisa mereka lihat. Di sisi kiri mereka terdapat dataran yang lebih berbatu. Jill berpikir itu pasti tepian jurang para raksasa dan tidak terlalu peduli untuk memerhatikan arah itu. Mereka berangkat. Tanah tempat itu empuk dan enak untuk berjalan, dan hari itu diterangi matahari musim dingin yang pucat. Saat mereka semakin jauh dalam padang, kesepian semakin terasa: mereka bisa mendengar suara burung peewit dan kadang-kadang melihat elang. Ketika mereka berhenti di tengah pagi untuk istirahat dan minum di kubangan kecil 60 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



di tepi suatu sungai, Jill mulai merasa dia bisa menikmati petualangan, dan mengatakannya. “Kita belum mengalami apa-apa,” kata si marsh-wiggle. Berjalan setelah istirahat pertama-seperti Pagi hari di sekolah selesai istirahat atau perjalanan kereta api setelah berganti kereta tidak berjalan seperti yang sebelumnya. Ketika mereka berangkat lagi, Jill memerhatikan bahwa sisi berbatu jurang itu semakin dekat. Dan bebatuannya lebih datar, lebih tegak lurus daripada sebelumnya. Bahkan bebatuan itu tampak seperti menara-menara kecil dari batu. Dan betapa aneh bentuknya. Kurasa, pikir Jill, semua kisah tentang raksasa mungkin datang dari bebatuan yang aneh itu. Kalau kau datang ke sini ketika hari sudah setengah gelap, kau bisa dengan mudah menganggap tumpukan batu itu raksasa. Lihat saja yang satu itu, sekarang! Kau hampir bisa membayangkan bongkahan di atas itu kepala. Tumpukan batu itu terlalu besar untuk jadi badannya, tapi sudah cukup untuk jadi raksasa yang jelek. Dan semak-semak itu kurasa itu semak dan sarang burung, sungguh-cukup pantas jadi rambut serta janggutnya. Dan benda yang mencuat di kedua sisi itu cukup mirip telinga. Mereka benar-benar besar, tapi aku berani bilang raksasa-raksasa pasti punya telinga yang besar, seperti gajah. Dan-o-o-o-h! Darah Jill membeku. Benda itu bergerak. Dia raksasa sungguhan. Tidak salah lagi, Jill melihatnya memutar kepala. Dia telah melihat wajah besar, bodoh, berpipi merah. Semua benda itu raksasa, bukan bebatuan. Ada empat puluh atau lima puluh raksasa, semua berbaris, jelas berdiri dengan kaki mereka di dasar jurang dan siku mereka bersandar di tepi jurang, tepat seperti manusia berdiri dan bersandar pada dinding-bermalas-malasan, di pagi yang cerah setelah sarapan.



61 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Jalan terus,” bisik Puddleglum, yang juga sudah melihat mereka. “Jangan memandang mereka. Dan apa pun yang kalian lakukan, jangan lari. Mereka bisa mengejar kita dalam sekejap.” Jadi mereka terus berjalan, berpura-pura belum melihat raksasaraksasa itu. Rasanya seperti berjalan melalui gerbang suatu rumah tempat ada anjing galak, tapi lebih parah. Ada lusinan dan lusinan raksasa. Mereka tidak tampak marah-atau baik-atau tertarik. Tidak ada tanda-tanda mereka sudah melihat para petualang itu. Kemudian wuss-wuss-wuss benda berat melayang di udara, dan bersama dentuman, batu besar jatuh kira-kira dua puluh langkah di depan mereka. Kemudian buk sebongkah batu lagi jatuh enam meter di belakang mereka. “Apakah mereka membidik kita?” tanya Scrubb. “Tidak,” kata Puddleglum. “Kita jauh lebih aman kalau mereka benar-benar membidik kita. Mereka berusaha mengenai itu-tonggak batu di sebelah kanan itu. Mereka tidak akan mengenainya, tahu. Ini cukup aman, bidikan mereka payah sekali. Mereka bermain lempar batu setiap pagi yang cerah. Mungkin ini satu-satunya permainan yang bisa dimengerti dengan tingkat kecerdasan mereka.” Saat itu sangat menakutkan. Sepertinya barisan raksasa itu tanpa akhir, dan mereka tidak pernah berhenti melemparkan batu, beberapa di antaranya jatuh benar-benar dekat. Selain bahaya yang sesungguhnya, pemandangan wajah dan mendengar suara mereka sudah cukup membuat takut siapa pun. Jill berusaha tidak melihat mereka. Setelah kira-kira 25 menit, para raksasa rupanya bertengkar. Ini mengakhiri permainan lempar batu, tapi tidak nyaman rasanya berada dalam jarak dekat dengan raksasa yang bertengkar. Mereka saling berteriak dan mengejek dengan kata-kata tanpa arti yang panjangnya kira-kira dua puluh suku kata tiap-tiap katanya. Mereka berbusa-busa, 62 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



membantah, dan melompat-lompat dalam kemarahan, dan tiap lompatan membuat bumi bergetar seperti ada born yang meledak. Mereka saling memukul kepala dengan palu batu besar yang aneh, tapi tengkorak mereka begitu keras sehingga palu itu membal lagi, kemudian monster yang memukul akan menjatuhkan palunya dan melolong kesakitan karena efek pukulan itu menyakiti jari-jarinya. Tapi dia begitu bodoh sehingga akan melakukan hal yang tepat sama semenit kemudian. In, memiliki akibat jangka panjang yang baik, karena di akhir jam itu semua raksasa kesakitan sehingga mereka duduk dan mulai menangis. Ketika mereka duduk, kepala mereka berada di bawah tepian jurang, sehingga mereka tidak terlihat lagi. Tapi Jill bisa mendengar mereka melolong, terisak, dan menangis seperti bayi besar bahkan setelah tempat itu berjarak satu mil di belakang mereka. Malam itu mereka berkemah di padang terbuka, dan Puddleglum menunjukkan pada anak-anak bagaimana menggunakan selimut mereka semaksimal mungkin dengan tidur saling memunggungi. (Punggung akan saling menghangatkan dan kau bisa menggunakan kedua selimut di atas tubuh kalian.) Tapi mereka tetap merasa kedinginan, dan tanah terasa keras dan lembap. Si marsh-wiggle memberitahu mereka, mereka bisa merasa lebih nyaman kalau saja mereka memikirkan betapa cuaca akan lebih dingin nanti saat mereka lebih jauh ke utara, tapi ini sama sekali tidak menghibur. Mereka berjalan melintasi Ettinsmoor berhari-hari, menghemat bacon dan lebih sering makan ayam padang rumput (mereka tentu saja bukan burung yang bisa berbicara) yang dipanah Eustace dan si wiggle. Jill agak iri pada Eustace karena bisa memanah. Eustace mempelajari hal mi dalam perjalanannya bersama Raja Caspian. Karena ada begitu banyak sungai kecil di padang itu, mereka tidak pernah kekurangan air. Jill berpikir bahwa saat, dalam buku-buku, orang hidup dari buruan mereka, buku-buku itu tidak pernah memberitahumu betapa pekerjaan membului dan membersihkan 63 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



burung hasil buruan itu begitu lama, bau, dan kotor, dan membuat jari-jarimu terasa dingin. Tapi yang menyenangkan adalah mereka hampir tidak bertemu raksasa. Satu raksasa melihat mereka, tapi dia hanya tertawa terbahak-bahak dan pergi mengurus urusannya sendiri. Kira-kira di hari kesepuluh, mereka mencapai tempat daerah itu berubah. Mereka tiba di tepi utara padang dan memandang tebing terjal ke arah daerah yang berbeda dan lebih muram. Di dasar tebing ada jurang: di luarnya, ada daerah pegunungan tinggi, rekah-rekah gelap, lembah-lembah berbatu, jurang-jurang begitu dalam dan sempit sehingga orang tidak bisa melihat jauh ke dalamnya, dan sungaisungai yang keluar dari jurang-jurang bergema jatuh ke kedalaman yang gelap. Tidak perlu dikatakan, Puddleglum-lah yang menunjukkan turunnya salju di tebing yang jauh. “Tapi pasti lebih banyak di sisi utaranya, aku tidak akan heran,” tambahnya. Mereka menghabiskan waktu cukup lama untuk mencapai dasar tebing dan, ketika sudah mencapainya, mereka melihat ke bawah dari tepian jurang ke sungai yang mengalir jauh di bawah mereka dari barat ke timur. Sungai it, dipagari tebing di sisi sebelah sana, juga di sisi sebelah sini, dan airnya tampak hijau tak tersentuh cahaya matahari, penuh riam dan air terjun. Gemuruhnya mengguncangkan tanah bahkan di tempat mereka berdiri. “Kabar baiknya adalah,” kata Puddleglum, “kalau kita mematahkan leher kita saat menuruni tebing, kita akan selamat dari bahaya tenggelam di sungai.” “Apa itu?” kata Scrubb tiba-tiba, menunjuk ke arah hulu di sisi kiri mereka. Kemudian mereka semua menengok dan melihat hal terakhir yang mereka harapkan jembatan. Dan jembatan yang hebat pula! Jembatan itu besar, lengkungan tunggal yang membentang di atas jurang dari puncak tebing ke puncak tebing, dan puncaknya yang 64 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



melengkung tinggi di atas puncak tebing sama seperti kubah St. Paul di atas jalan. “Wah, itu pasti jembatan bangsa raksasa!” kata Jill. “Atau milik penyihir, tepatnya,” kata Puddleglum. “Kita harus berhati-hati pada sihir di tempat seperti ini. Kurasa itu jebakan. Kurasa jembatan itu akan berubah jadi kabut dan mencair tepat ketika kita berada di tengahnya.” “Oh, ya ampun, jangan begitu menyebalkan,” kata Scrubb. “Kenapa itu tidak boleh jadi jembatan sungguhan?” “Apakah kau bisa membayangkan raksasa yang cukup cerdas untuk membangun benda seperti itu?” kata Puddleglum. “Tapi mungkin jembatan itu dibangun raksasa lain?” kata Jill. “Maksudku, raksasa yang hidup ratusan tahun lalu, dan jauh lebih cerdas daripada raksasa sekarang. Mungkin dibangun raksasa yang sama dengan yang membangun kota raksasa yang kita cari. Dan itu berarti kita berada di jalan yang benar-jembatan tua itu mengarah pada kota tua itu!” “Itu benar-benar pintar, Pole,” kata Scrubb. “Pasti begitu. Ayo.” Jadi mereka berbalik dan pergi ke jembatan itu. Dan ketika mereka mencapainya, bangunan itu jelas tampak cukup tua. Satuan batubatunya sebesar batu-batu di Stonehenge dan pasti dipotong tukang yang baik dulu, meskipun sekarang sudah retak dan pecah. Pegangan tangannya ternyata dipenuhi ukiran yang indah, yang beberapa di antaranya tersisa: wajah-wajah samar, dan bentuk-bentuk tubuh raksasa, minotaurus, cumi-cumi, kaki seribu, dan dewa-dewa yang menakutkan. Puddleglum masih belum memercayai jembatan itu, tapi dia bersedia menyeberanginya bersama anak-anak. Perjalanan mendaki ke puncak lengkungan jembatan panjang dan berat. Di banyak tempat batu-batu sudah hilang, meninggalkan 65 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lubang-lubang mengerikan yang menunjukkan pemandangan sungai berbuih ribuan meter di bawah. Mereka melihat elang terbang di bawah kaki mereka. Dan semakin tinggi mereka berjalan, cuaca semakin dingin, dan angin bertiup sehingga mereka hampir tidak bisa mempertahankan pijakan mereka. Sepertinya angin mengguncang jembatan itu. Ketika mencapai puncaknya dan bisa melihat ke sisi menurun jembatan itu, mereka melihat apa yang sepertinya sisa-sisa jalan raksasa kuno membentang dari tempat mereka ke pusat pegunungan. Banyak batu jalan itu telah hilang dan ada petak-petak lebar rumput di antara batu jalanan yang tersisa. Dan berkuda ke arah mereka di atas jalan kuno itu dua orang berukuran manusia dewasa yang normal. “Ayo terus. Berjalanlah ke arah mereka,” kata Puddleglum. “Siapa pun yang kautemui di tempat seperti ini sepertinya bukan musuh, tapi kita tidak boleh menunjukkan pada mereka bahwa kita takut.” Ketika mereka melangkah dari ujung jembatan ke tanah berumput, kedua orang asing itu sudah cukup dekat. Satu di antaranya kesatria yang mengenakan baju besi lengkap dengan pelindung mata diturunkan. Senjata dan kudanya berwarna hitam, tidak ada lambang pada tamengnya dan tidak ada bendera pada tombaknya. Yang lain adalah seorang lady, dia menunggangi kuda putih yang begitu cantik sehingga kau langsung ingin mencium hidungnya dan memberinya sepotong gula. Tapi lady itu, yang menunggang dengan duduk miring dan mengenakan gaun panjang melambai berwarna hijau indah, bahkan lebih cantik lagi. “Selamat pagi, pe-tu-alang,” teriaknya dengan suara yang lebih manis daripada kicauan burung yang paling merdu, memanjangkan suku katanya sehingga enak didengar. “Beberapa di antara kalian masih terlalu muda untuk berjalan melalui tanah yang keras ini.”



66 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Memang benar, Ma'am,” kata Puddleglum sangat kaku dan berhatihati. “Kami mencari reruntuhan kota raksasa,” kata Jill. “Re-run-tuhan kota?” kata lady itu. “Kalian mencari tempat yang aneh. Apa yang akan kalian lakukan setelah menemukannya?” “Kami harus “ kata Jill, tapi Puddleglum memotongnya. “Maafkan kami, Ma'am. Tapi kami tidak mengenal Anda atau teman Anda-dia pendiam sekali, bukan?-dan Anda tidak mengenal kami. Dan kami lebih suka tidak memberitahu urusan kami pada orang asing, kalau Anda tidak keberatan. Bukankah sebentar lagi akan hujan, bagaimana menurut Anda?” Si lady tertawa: suara tawa paling melodik dan kaya, yang bisa kaubayangkan. “Yah, anak-anak,” katanya, “kalian punya penunjuk jalan tua yang bijak dan serius. Aku sama sekali tidak tersinggung karena dia tidak ingin memberitahu urusannya, tapi aku bebas memberitahu urusanku. Aku sering mendengar reruntuhan kota bangsa raksasa, tapi tidak pernah bertemu siapa pun yang bisa menunjukkan jalan ke sana. Jalan ini menuju daerah dan istana Harfang, tempat tinggal raksasa yang baik. Mereka lembut, beradab, cerdas, dan sopan, kebalikan raksasa yang di Ettinsmoor bodoh, ganas, liar, dan mirip binatang. Dan di Harfang kalian mungkin atau tidak mungkin mendengar kabar tentang reruntuhan kota itu, tapi jelas kalian akan menemukan tempat menginap yang baik dan tuan rumah yang ramah. Kalian lebih baik menghabiskan musim dingin di sana, atau, paling tidak, berhenti beberapa hari untuk istirahat dan menyegarkan diri. Di sana kalian bisa mendapat mandi air panas, tempat tidur yang empuk, dan perapian yang terang, dan makanan yang dipanggang, dibakar, yang manis, dan yang keras akan tersedia di meja empat kali sehari.”



67 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Wah!” teriak Scrubb. “Itu menarik sekali! Bayangkan, tidur di tempat tidur lagi.” “Ya, dan mandi air panas,” kata Jill. “Apakah menurutmu mereka akan bersedia menerima kami? Kami bahkan tidak mengenal mereka.” “Katakan saja pada mereka,” jawab lady itu, “bahwa Dia Yang Bergaun Hijau memberi salam pada mereka melalui kalian, dan mengirimkan pada mereka dua anak Selatan yang baik untuk Pesta Musim Gugur.” “Oh, terima kasih, terima kasih banyak,” kata Jill dan Scrubb. “Tapi hati-hati,” kata lady itu. “Di hari apapun kalian mencapai Harfang, jangan tiba di pintu mereka terlalu terlambat. Karena mereka menutup pintu mereka beberapa jam setelah tengah hari, dan kebiasaan istana itu, mereka tidak akan membuka pintu bagi siapa pun setelah menguncinya, betapapun kerasnya pendatang itu mengetuk.” Anak-anak berterima kasih padanya lagi, dengan mata berbinarbinar, dan lady itu melambai kepada mereka. Si marsh-wiggle melepaskan topi kerucutnya dan membungkuk dengan sangat kaku. Kemudian si kesatria bisu dan si lady mulai memajukan kuda mereka mendaki jembatan diiringi dengan suara kaki kuda. “Yah!” kata Puddleglum. “Aku mau memberi banyak untuk mengetahui dari mana dia datang dan ke mana dia pergi. Mereka bukan jenis yang kauharap akan kautemukan di daerah liar para raksasa, bukan? Tidak punya maksud baik, aku berani bilang.” “Oh, diamlah!” kata Scrubb. “Kupikir dia benar-benar hebat. Dan coba pikirkan makanan panas dan kamar yang hangar. Kuharap Harfang tidak jauh.” “Aku juga,” kata Jill. “Dan tidakkah gaunnya indah. Dan kuda itu hebat!” 68 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Biarpun begitu,” kata Puddleglum, “kuharap kita tahu lebih banyak tentang dia.” “Aku baru akan bertanya tentang dirinya,” kata Jill. “Tapi bagaimana aku bisa melakukan itu kalau kau tidak man memberitahunya apa pun tentang kita?” “Ya,” kata Scrubb. “Dan kenapa kau begitu kaku dan tidak ramah? Tidakkah kau menyukai mereka?” “Mereka?” kata si marsh-wiggle. “Siapa mereka? Aku hanya melihat satu.” “Tidakkah kau melihat kesatria itu?” tanya Jill. “Aku melihat baju besi,” kata Puddleglum. “Kenapa dia tidak bicara?” “Kurasa dia pemalu,” kata Jill. “Atau mungkin dia hanya ingin melihat wanita itu dan mendengarkan suaranya yang merdu. Aku yakin aku akan melakukan itu kalau jadi dia.” “Aku ingin tahu,” kata Puddleglum, “apa yang akan benar-benar kaulihat kalau mengangkat pelindung mata helm itu dan memandang ke dalamnya.” “Hentikan,” kata Scrubb. “Pikirkan bentuk baju besi itu! Apa yang bisa berada di dalamnya kecuali seorang pria?” “Bagaimana dengan kerangka?” tanya si marsh-wiggle dengan keriangan yang mengerikan. “Atau mungkin,” tambahnya setelah berpikir, “sama sekali tidak ada apa-apa. Maksudku, tidak ada yang bisa kaulihat. Seseorang yang tidak kelihatan.” “Sungguh, Puddleglum,” kata Jill sambil gemetar, “kau punya ideide yang sangat mengerikan! Bagaimana kau bisa memikirkan semua itu?”



69 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh, masa bodohlah dengan semua idenya!” kata Scrubb. “Dia selalu mengharapkan yang terburuk, dan dia selalu salah. Marl pikirkan para raksasa baik itu dan cara mencapai Harfang secepat yang kita bisa. Coba aku tahu berapa jauh jaraknya.” Dan sekarang mereka hampir melakukan pertengkaran pertama dari yang sudah diramalkan Puddleglum: bukannya Jill dan Scrubb tidak pernah berbantahan dan saling membentak cukup sering sebelumnya, tapi inilah pertengkaran serius yang pertama. Puddleglum sama sekali tidak ingin pergi ke Harfang. Dia bilang dia tidak tahu bagaimana definisi “baik” bagi raksasa, dan selain itu, dalam tanda-tanda dari Asian, sama sekali tidak disebut-sebut tentang tinggal bersama raksasa, baik ataupun tidak. Anak-anak, sebaliknya, sudah bosan dengan angin, hujan, dan ayam padang rumput yang dibakar di atas unggun, juga tanah yang keras dan dingin untuk tidur, sehingga benar-benar ingin mengunjungi para raksasa yang baik. Akhirnya, Puddleglum setuju melakukannya, tapi dengan satu syarat. Anak-anak harus benar-benar berjanji bahwa, kecuali dia mengizinkan, mereka tidak akan memberitahu para Raksasa Baik itu bahwa mereka datang dari Narnia atau bahwa mereka mencari Pangeran Rilian. Dan mereka berjanji, lain berjalan terus. Setelah pembicaraan dengan lady itu, keadaan memburuk dengan dua cara yang berbeda. Pertama-tama, tanah daerah itu menjadi semakin keras. Jalan mengarah melalui lembah-lembah sempit tanpa akhir, angin utara yang kejam tidak henti-hentinya bertiup ke wajah mereka. Tidak ada apa pun yang bisa digunakan sebagai kayu bakar, dan tidak ada cekungan kecil menyenangkan yang bisa digunakan untuk berkemah, seperti yang mereka alami di padang rumput. Dan tanah begitu berbatu, membuat kakimu sakit di akhir hari dan seluruh tubuhmu sakit di malam hari. Yang kedua, apa pun yang lady itu maksudkan dengan memberitahu mereka tentang Harfang, efek nyatanya pada anak-anak sangat buruk. 70 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Mereka tidak bisa memikirkan apa pun kecuali tempat tidur, mandi, makanan hangat, dan betapa menyenangkan berada dalam ruangan. Mereka tidak pernah membicarakan Asian, atau bahkan pangeran yang hilang sekarang. Dan Jill melupakan kebiasaannya mengulang tanda-tanda pada dirinya sendiri setiap malam dan pagi. Dia berkata pada dirinya sendiri, awalnya, bahwa dia terlalu lelah, tapi dia segera melupakan semua tanda itu. Dan meskipun kau mungkin berpikir bayangan akan bersenang-senang di Harfang akan membuat mereka lebih gembira, ternyata itu malah membuat mereka lebih mengasihani dirt mereka, lebih pemarah, dan cepat bertengkar satu sama lain serta dengan Puddleglum. Akhirnya suatu siang mereka mencapai daerah tempat lembah yang mereka lalui melebar dan hutan pohon fir yang gelap tumbuh di kedua sisinya. Mereka memandang ke depan dan melihat mereka telah melewati gunung. DI depan mereka terbentang dataran sepi berbatu: jauh di sana, gunung-gunung lagi yang pucaknya tertutup salju. Tapi di antara mereka dan Pegunungan yang jauh itu berdiri bukit rendah dengan puncak yang datar tak berbentuk. “Lihat! Lihat!” teriak Jill, dan menunjuk ke seberang padang. Dan di sana, di tengah senja Yang turun, dari atas puncak bukit yang rata itu, semuanya melihat cahaya. Cahaya! Bukan sinar bulan, bukan api, tapi barisan jendela yang memancarkan cahaya hangat. Kalau kau tidak pernah berada di alam liar, siang dan malam, selama bermingguminggu, kau tidak akan mengerti bagaimana perasaan mereka. “Harfang!” teriak Scrubb dan Jill dengan suara gembira. Dan “Harfang,” ulang Puddleglum dengan suara bosan yang muram. Tapi dia menambahkan, “Halo! Angsa liar!” dan langsung meraih busur yang tergantung di pundaknya. Dia memanah jatuh dua angsa gemuk. Sudah terlalu terlambat untuk berusaha mencapai Harfang hari itu. Tapi mereka punya makanan hangat dan perapian, dan memulai malam yang terasa lebih hangat daripada yang mereka rasakan lebih 71 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dari seminggu terakhir. Setelah api padam, malam menjadi sangat dingin, dan ketika mereka terbangun keesokan paginya, selimut mereka kaku karena salju beku. “Tidak apa!” kata Jill, mengentakkan kakinya. “Mandi air hangat malam ini!” ***



72 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB TUJUH Bukit Parit Perlindungan yang Aneh



TIDAK bisa dibantah, hari itu buruk sekali. Di atas sana menggantung langit tanpa matahari, terbungkam awan-awan yang berat penuh salju. Di bawah, tanah beku yang hitam, bertiup di atasnya angin yang terasa bisa mengangkat kulitmu sampai lepas. Ketika mencapai padang, mereka menemukan bahwa bagian jalan kuno yang ini jauh lebih rusak daripada yang mereka lihat selama ini. Mereka harus mencari jalan di antara batu-batu besar yang pecahpecah dan di antara bongkahan-bongkahan serta menyeberangi reruntuhan, perjalanan yang sulit bagi kaki yang lelah. Tapi, betapapun lelahnya mereka, cuaca terlalu dingin untuk berhenti. Kira-kira pukul sepuluh, butiran salju kecil yang pertama melayang turun dan hinggap di tangan Jill. Sepuluh menit kemudian salju turun cukup tebal. Dalam dua puluh menit, tanah sudah tampak putih. Dan di akhir setengah jam kemudian, badai salju tanpa akhir, yang tampak sepertinya akan berlangsung sepanjang hari, bertiup menampar muka mereka sehingga mereka tidak bisa melihat. Supaya bisa mengerti apa yang terjadi selanjutnya, kau harus terus ingat betapa sedikit yang bisa mereka lihat. Saat mereka mendekati lembah rendah yang memisahkan mereka dari tempat jendela bercahaya itu terlihat, mereka sama sekali tidak bisa melihatnya dengan jelas. Keadaan saat itu hanya memungkinkan melihat beberapa langkah di depan, dan bahkan untuk itu pun kau harus mengusap matamu. Tidak perlu dikatakan, mereka tidak bicara. Ketika mencapai kaki bukit, mereka melihat sesuatu yang mungkin merupakan bebatuan di kedua sisi-batu berbentuk kotak, kalau kau melihatnya baik-baik, tapi tidak ada yang melakukannya. Semua lebih memikirkan birai tepat di depan mereka yang menghalangi jalan 73 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



mereka. Birai itu kira-kira satu setengah meter tingginya. St marshwiggle, dengan kaki-kakinya yang panjang, tidak menemui kesulitan melompat ke atasnya, kemudian dia membantu yang lain naik. Pekerjaan itu menyebalkan dan basah bagi kedua anak, meskipun tidak begitu bagi si marsh-wiggle, karena salju sekarang cukup tebal di birai itu. Kemudian mereka memanjat dengan gerakan kaku Jill jatuh sekali-mendaki tanah kasar kira-kira sejauh seratus meter, dan mencapai birai kedua. Seluruhnya ada empat birai seperti ini, dengan jarak yang berbeda-beda. Saat mereka berjuang di birai keempat, tidak salah lagi, mereka sekarang di puncak bukit datar itu. Sampai saat itu kemiringan bukit telah memberi mereka semacam perlindungan, di sana, mereka diterpa angin dengan kekuatan Penuh. Karena bukit itu, anehnya, benar-benar datar pada puncaknya seperti yang kelihatan dari jauh: dataran seperti meja luas yang diterpa badai tanpa halangan. DI kebanyakan tempat, salju malah sama sekali belum tertimbun karena angin terus-menerus menerbangkannya dari tanah menjadi kabut dan awan, dan menerbangkannya ke wajah mereka. Dan di sekeliling kaki mereka pusaran kecil salju mengikutimu seperti yang kadang terlihat di atas es. Dan di banyak tempat, permukaan nyaris sehalus es. Tapi lebih parah lagi, es itu dilintasi dan disilangi gundukan atau tanggul tanah, yang kadang-kadang membagi es menjadi petak-petak dan bentuk-bentuk kotak yang aneh. Semua ini tentu saja harus didaki, tinggi mereka bervariasi antara setengah meter sampai satu setengah meter dan tebalnya kira-kira beberapa meter. Di sisi utara tiap gundukan salju sudah tertimbun tebal, dan setelah setiap panjatan, kau turun meninjak timbunan dan menjadi semakin basah. Berjuang maju dengan kerudung terpasang, kepala menunduk, dan tangan mati rasa dalam mantelnya, Jill melihat benda-benda aneh lain di atas dataran mengeri kan itu-benda-benda di kanannya yang tampak mirip c erobong pabrik, dan di sisi kirinya, tebing besar, lebih 74 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



te gak daripada tebing mana pun. Tapi dia sama sekali tid ak tertarik dan tidak memikirkannya. Satu-satunya hal yang dia pikirkan adalah tangannya yang dingin (juga h idung, dagu, dan telinganya), mandi air panas, dan tem pat tidur yang hangat di Harfang. Tiba-tiba Jill terpeleset, tergelincir kira-kira satu setengah meter, dan dengan ketakutan mendapati dirinya merosot ke dalam lorong gelap sempit yang saat itu sepertinya muncul di depannya. Setengah detik kemudian dia mencapai dasarnya. Dia sepertinya berada dalam sejenis sarang atau lubang, yang hanya kira-kira satu meter lebarnya. Dan meskipun kaget karena jatuh, hal pertama yang diperhatikannya adalah rasa lega karena tidak ada angin, karena dinding lubang itu menjulang tinggi di atasnya. Hal berikut yang diperhatikannya adalah, tentu saja, wajah-wajah khawatir Scrubb dan Puddleglum memandang ke bawah ke arahnya dari tepian. “Kau terluka, Pole?” teriak Scrubb. “Kedua kaki patah, pastinya,” teriak Puddleglum. Jill berdiri dan menjelaskan dia baik-baik saja, tapi mereka harus membantunya keluar. “Kau jatuh ke dalam apa?” tanya Scrubb. “Ini sejenis parit, atau mungkin rekahan tanah, atau entahlah,” kata Jill. “Ternyata cukup lurus.” “Benar, ya ampun,” kata Scrubb. “Dan mengarah ke utara! Aku ingin tahu apakah ini sejenis jalan? Kalau ya, kita akan terlindung dari angin jahat ini di bawah sana. Apakah banyak salju di dasar?” “Nyaris tidak ada. Semuanya tertiup ke atas, kurasa.” “Ada apa di ujung yang lebih jauh?” “Tunggu sebentar. Aku lihat dulu,” kata Jill. Dia bangkit dan berjalan sepanjang parit itu, tapi sebelum pergi terlalu jauh, parit itu 75 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berbelok tajam ke kanan. Jill meneriakkan informasi itu kepada yang lain. “Ada apa di balik belokan itu?” tanya Scrubb. Nah, ternyata Jill punya perasaan yang sama pada lorong-lorong yang berbelok-belok dan tempat-tempat gelap di bawah tanah, atau bah kan meskipun belum benar-benar di bawa tanah, seperti perasaan Scrubb ketika berada di tepi jurang. Dia tidak mau berbelok di sudut itu terutama ketika dia mendengar Puddleglum berteriak dari belakangnya: “Hati-hati, Pole. Tempat seperti ini mungkin saja mengarah ke gua naga. Dan di negeri raksasa, bisa saja ada cacing raksasa atau kumbang raksasa.” “Kurasa jalan ini tidak mengarah ke mana-mana,” kata Jill, buruburu kembali. “Aku akan terus melihat,” kata Scrubb. “Apa maksudmu dengan tidak ke mana-mana, aku ingin tahu.” Jadi dia duduk di tepi parit (semuanya sudah terlalu basah sekarang sehingga dia tidak peduli jadi sedikit lebih basah lagi) kemudian melompat turun. Dia maju melewati Jill dan, meskipun dia tidak mengatakan apa-apa, Jill merasa Scrubb tahu dia berbohong. Jadi dia mengikuti Scrubb dekat-dekat, tapi berhati-hati tidak mendahuluinya. Ternyata penyelidikan itu mengecewakan. Mereka berbelok di kelokan ke kanan itu dan maju beberapa langkah. Di sini ada pilihan jalan: lurus lagi, atau belok patah ke kanan. “Tidak ada gunanya,” kata Scrubb menatap kelokan ke kanan itu, “itu akan membawa kita kembali-ke selatan.” Dia maju terus, tapi sekali lagi, dalam beberapa langkah, mereka menemukan kelokan kedua ke kanan. Tapi kali ini tidak ada pilihan arah, karena parit yang mereka ikuti buntu.



76 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Tidak ada gunanya,” gerutu Scrubb. Jill tidak membuang waktu untuk berbalik dan memimpin jalan kembali. Ketika mereka kembali ke tempat Jill pertama jatuh, si marsh-wiggle dengan tangantangannya yang panjang tidak mengalami kesulitan menarik mereka keluar. Tapi rasanya mengerikan berada di atas lagi. Dalam ruang sempit parit itu, telinga mereka mulai merasa lagi. Mereka bisa melihat dengan jelas dan bernapas dengan mudah dan mendengar satu sama lain bicara tanpa harus berteriak. Benar-benar menderita harus kembali dalam rasa dingin yang menggigit itu. Dan rasanya berat ketika Puddleglum memilih saat itu untuk berkata: “Apakah kau masih yakin pada tanda-tanda itu, Pole? Tanda apa yang harus kita ikuti sekarang?” “Oh, ayolah! Masa bodoh dengan tanda-tanda itu,” kata Pole. “Sesuatu tentang seseorang menyebutkan nama Asian, kurasa. Tapi aku tidak akan mengatakan hafalanku di sini.” Seperti yang kautahu, Jill salah menyebutkan urutannya. Itu karena dia telah berhenti mengulangi hafalan tanda-tanda itu tiap malam. Dia sebenarnya masih mengingat, kalau man sedikit bersusah payah berpikir: tapi tidak begitu “rajin” lagi pada tugasnya sehingga tidak bisa yakin mengatakannya dalam urutan yang tepat begitu diminta dan tanpa berpikir. Pertanyaan Puddleglum membuatnya kesal karena, jauh dalam hati, dia sudah kesal pada dirinya sendiri karena tidak mengetahui tugas dari sang singa sebaik yang dia anggap seharusnya diketahuinya. Kekesalan ini, ditambah rasa menderita karena begitu kedinginan dan lelah, membuatnya berkata, “Masa bodoh dengan tanda-tanda itu.” Dia mungkin tidak benar-benar bermaksud begitu. “Oh, itu tanda yang berikut, bukan?” kata Puddleglum. “Sekarang aku jadi bertanya-tanya, apakah kau baik-baik saja? Ingatanmu tertukar-tukar, aku tidak heran. Sepertinya bagiku, bukit ini, daerah 77 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



datar tempat kita berada ini, pantas untuk berhenti dan melihat-lihat. Apakah kalian memerhatikan “ “Oh, ya ampun!” kata Scrubb, “inikah waktu yang tepat untuk berhenti dan mengagumi pemandangan? Ya ampun, marl jalan terus.” “Oh, lihat, lihat, lihat,” teriak Jill dan menunjuk. Semua berbalik, dan melihat. Di kejauhan, di utara, dan jauh lebih tinggi daripada dataran tempat mereka berdiri, sebaris cahaya telah muncul. Kali ini, bahkan lebih jelas daripada ketika para petualang itu melihatnya di malam sebelumnya, itu jendela: jendela-jendela lebih kecil yang membuat seseorang berpikir dengan senang tentang kamarkamar tidur, dan jendela-jendela lebih besar yang membuat orang memikirkan aula-aula luas dengan api besar di perapian dan sup panas atau daging panggang masih mengepulkan asap tersaji di meja. “Harfang!” teriak Scrubb. “Itu semua sangat baik,” kata Puddleglum. “Tapi apa yang akan kukatakan adalah “ “Oh, diam,” kata Jill kesal. “Kita tidak bisa membuang-buang waktu. Tidakkah kau ingat apa yang dikatakan lady itu tentang mereka akan mengunci pintu begitu sore? Kita harus sampai di sana tepat waktu, harus, harus. Kita akan mati kalau berada di luar pada malam seperti ini.” “Yah, ini bukan malam, belum,” kata Puddleglum memulai, tapi kedua anak sama-sama berkata, “Ayo,” dan mulai berjalan di atas dataran yang licin secepat yang kaki mereka bisa. Si marsh-wiggle mengikuti mereka, masih bicara, tapi sekarang mereka melawan angin lagi, sehingga tidak bisa mendengarnya bahkan kalaupun ingin. Dan mereka tidak ingin. Mereka memikirkan mandi, tempat tidur, dan minuman hangar, dan pikiran akan mencapai Harfang terlalu malam dan terkunci di luar nyaris tak tertahankan. 78 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Meskipun buru-buru, mereka butuh waktu lama untuk menyeberangi puncak bukit yang datar itu. Dan bahkan ketika mereka menyeberangi dataran itu, masih ada beberapa birai yang harus dituruni di sisi lain. Tapi akhirnya mereka mencapai dasar dan bisa melihat penampilan Harfang. Bangunan itu berdiri pada tebing terjal yang tinggi, dan meskipun memiliki banyak menara, bangunan itu lebih mirip rumah besar daripada kastil. Jelas, para raksasa baik tidak mengkhawatirkan serangan apa pun. Ada jendela-jendela di sisi luar dinding, cukup dekat ke tanah sesuatu yang tidak akan didapati pada benteng sungguhan. Bahkan ada pintu-pintu kecil di sana-sini, sehingga cukup mudah untuk keluar-masuk kastil tanpa melalui halaman dalam. Ini meningkatkan semangat Jill dan Scrubb. Ini membuat seluruh tempat itu tampak lebih bersahabat dan tidak terlalu menakutkan lagi. Pertama-tama ketinggian dan keterjalan tebing itu menakutkan mereka, tapi kemudian mereka melihat ada jalan menanjak yang lebih mudah di sisi kiri dan jalan itu menuju Harfang. Tanjakan itu sangat menyulitkan, setelah perjalanan yang mereka lakukan, dan Jill hampir menyerah. Scrubb dan Puddleglum harus membantunya beberapa ratus meter terakhir. Tapi akhirnya mereka berdiri di depan pintu kastil. Pintu terali besinya terangkat dan gerbangnya terbuka. Betapapun lelahnya dirimu, butuh keberanian untuk berjalan ke pintu depan rumah raksasa. Meskipun tadinya memberi banyak peringatan tentang Harfang, Puddleglum-lah yang menunjukkan keberanian paling besar. “Pelan-pelan sekarang,” katanya. “Jangan menunjukkan ketakutan kalian, apa pun yang kalian lakukan. Kita sudah melakukan hal paling bodoh di dunia dengan datang, tapi sekarang karena kita sudah ada di sini, lebih baik menghadapinya.”



79 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Dengan kata-kata ini dia maju ke gerbang, berdiri diam di bawah lengkungan tempat gema bisa membantu suaranya, dan memanggil sekeras yang dia bisa. “Ho! Penjaga pintu! Ada tamu minta penginapan.” Dan sementara menunggu sesuatu terjadi, dia membuka topinya dan membuang tumpukan salju berat yang terkumpul di tepiannya yang lebar. “Menurutku,” bisik Scrubb pada Jill. “Dia mungkin sangat menyebalkan, tapi dia punya banyak keberanian-dan kejujuran.” Sebuah pintu terbuka, menunjukkan kilau perapian yang menyenangkan, dan penjaga pintu muncul. Jill menggigit bibirnya karena takut akan berteriak. Dia bu kan raksasa yang benar-benar besar, itu berarti, dia lebi h tinggi daripada pohon apel tapi tidak begitu tinggi sep erti tiang telegram. Dia memiliki rambut merah yang be rantakan, mengenakan rompi kulit dengan piringan besi terpasang di seluruh permukaannya sehingga mirip baj u rantai besi, lututnya telanjang (dan sangat berbulu) d an dia mengenakan sesuatu yang mirip lilitan kain pada kedua kakinya. Dia membungkuk dan menatap Puddle glum. “Kau ini makhluk apa?” katanya. Jill mengumpulkan keberaniannya. “Tolonglah,” katanya, berteriak pada raksasa itu. “Lady Bergaun Hijau memberi salam pada Raja Raksasa yang Baik, dan mengirim kami dua anak dari Selatan dan marsh-wiggle ini (namanya Puddleglum) pada Pesta Muslin Gugur kalian. Kalau tidak mengganggu tentu saja,” tambahnya. “O-ho!” kata penjaga pintu. “Kalau begitu lain ceritanya. Masuk, makhluk-makhluk kecil, masuk. Kalian lebih baik berteduh sementara aku mengirim kabar pada Yang Mulia.” Dia memerhatikan anak-anak dengan penuh rasa ingin tahu. “Wajah-wajah biru,” katanya. “Aku 80 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



tidak tahu wajah bisa berwarna seperti itu. Aku sendiri tidak peduli. Tapi aku berani bilang kalian pasti saling menganggap yang lain manis. Kutu menyukai kutu yang lain, kata orang.” “Wajah kami biru karena kedinginan,” kata Jill. “Sebenarnya warnanya tidak seperti itu.” “Kalau begitu masuk dan hangatkan diri. Masuk, udang-udang kecil,” kata penjaga pintu. Mereka mengikutinya masuk pondok. Dan meskipun cukup mengerikan mendengar pintu sebesar itu terbanting menutup di belakang mereka, mereka melupakannya begitu melihat hal yang mereka inginkan sejak makan terakhir kemarin malam-api. Dan api yang sangat besar! Sepertinya empat atau lima pohon utuh terbakar di dalamnya, dan api itu begitu panas sehingga mereka hanya bisa mendekat beberapa meter darinya. Tapi mereka semua terduduk di lantai bata, sedekat yang mereka bisa menahan panasnya, dan mengembuskan napas lega. “Nah, Nak,” kata si penjaga pintu pada raksasa lain yang duduk di bagian belakang ruangan, menatap tamu-tamu sampai sepertinya matanya akan melompat keluar dari kepalanya, “larilah bawa pesan ini ke rumah utama.” Dan dia mengulangi apa yang dikatakan Jill padanya. Raksasa yang lebih muda itu, setelah memandang terakhir kalinya, dan tertawa keras, meninggalkan ruangan. “Sekarang, kodok,” kata si penjaga pintu pada Puddleglum, “kau kelihatannya butuh dihibur,” Dia mengeluarkan botol hitam sangat mirip dengan milik Puddleglum, tapi berukuran kira-kira dua puluh kali lebih besar. “Coba kulihat, coba kulihat,” kata si penjaga pintu. “Aku tidak bisa memberimu cangkir, karena kau akan menenggelamkan dirimu sendiri. Coba kulihat. Tempat garam meja ini tepat sekali. Kau tidak perlu mengatakan soal ini di rumah utama. Barang perak akan tetap datang ke sini, dan itu bukan salahku.” 81 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Tempat garam meja itu tidak mirip tempat garam meja kita, karena lebih sempit dan lurus, dan menjadi cangkir yang tepat bagi Puddleglum, ketika raksasa itu meletakkannya di lantai, di sebelahnya. Anak-anak berpikir Puddleglum akan menolaknya, karena tidak memercayai raksasa yang baik. Tapi dia bergumam, “Agak terlambat memikirkan untuk berhati-hati sekarang setelah kita berada di dalam dan pintu tertutup di belakang kita.” Kemudian dia mengendus minuman itu. “Aromanya baik-baik saja,” katanya. “Tapi itu tidak berarti apa-apa. Lebih baik meyakinkan,” dan minum satu teguk. “Rasanya juga baik-baik saja,” katanya. “Tapi mungkin tegukan pertama mungkin begitu. Bagaimana selanjutnya?” Dia minum tegukan lebih besar. “Ah!” katanya. “Tapi apakah rasanya sama saja sampai habis?” dan minum seteguk lagi. “Pasti ada sesuatu yang mengerikan di dasarnya, aku yakin,” katanya, dan menghabiskan minuman itu. Dia menjilat bibirnya dan berkata pada anak-anak, “Ini tes, kalian mengerti. Kalau aku meringkuk, meledak, berubah jadi kadal, atau sesuatu, kalian jadi tahu jangan menerima apa pun yang mereka tawarkan pada kalian.” Tapi raksasa itu, yang terlalu tinggi untuk mendengar kata-kata yang dibisikkan Puddlelum, terbahakbahak dan berkata, “Wah, kodok, kau ternyata jantan seperti pria. Lihat, dia menghabiskannya!” “Bukan pria... marsh-wiggle,” jawab Puddleglum dengan suara yang entah bagaimana terdengar kesal. “Bukan kodok juga: marshwiggle.” Dan saat itu pintu terbuka di belakang mereka dan raksasa yang lebih muda masuk sambil berkata, “Mereka harus langsung pergi ke ruang takhta.” Anak-anak berdiri, tapi Puddleglum tetap duduk dan berkata, “Marsh-wiggle. Marsh-wiggle. Marsh-wiggle yang sangat terhormat. Wiggleterhormat.”



82 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Tunjukkan jalan pada mereka, Nak,” kata raksasa penjaga pintu. “Dan lebih baik kau menggendong si kodok. Dia minum lebih banyak daripada yang pantas baginya.” “Tidak ada yang salah padaku,” kata Puddleglum. “Bukan kodok. Tidak ada yang mirip kodok pada diriku. Aku biggleterhormat.” Tapi raksasa muda itu memegang pinggangnya dan memberi tanda pada anak-anak supaya mengikutinya. Dengan cara yang tidak terhormat ini mereka menyeberangi halaman. Puddleglum, dicengkeram dalam tangan si raksasa, dan menendang-nendang di udara, memang tampak mirip kodok. Tapi mereka tidak punya waktu untuk memerhatikan ini, karena tak lama kemudian mereka memasuki gerbang besar ke kastil utama jantung mereka langsung berdebar lebih cepat daripada biasa-dan, setelah menyelusuri beberapa koridor dengan berlari kecil mengikuti langkah-langkah si raksasa, mereka mendapati diri mereka berkedip-kedip dalam cahaya terang ruangan yang sangat besar, tempat lampu-lampu berkilau dan apt berkobar dalam perapian dan keduanya terpantul pada atap miring dan ukiran di dinding. Lebih banyak raksasa dari pada yang bisa mereka hitung berdiri di kirikanan mereka, semua mengenakan mantel yang memesona. Dan di dua singgasana di ujung, duduk dua makhluk besar yang sepertinya Raja dan Ratu. Kira-kira enam meter dari singgasana, mereka berhenti. Scrubb dan Jill berusaha membungkuk dengan kaku (anak-anak perempuan tidak diajar member' hormat di Sekolah Eksperimen) dan raksasa muda itu dengan hati-hati meletakkan Puddleglum di lantai, di sana dia terbalik ke posisi duduk. Dengan kaki-tangannya yang panjang, dia tampak, sejujurnya, anehnya mirip labah-labah besar. ***



83 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB DELAPAN Rumah Harfang



“AYO, Pole, katakan,” bisik Scrubb. Jill merasa mulutnya sangat kering sehingga dia tidak bisa bicara. Dia mengangguk keras-keras kepada Scrubb. Berkata dalam hati dia tidak akan pernah memaafkan Jill (atau juga Puddleglum), Scrubb menjilat bibirnya dan berteriak pada Raja Raksasa. “Maaf, Yang Mulia, Lady Bergaun Hijau memberi salam pada Anda melalui kami dan berkata Anda pasti senang menerima kami untuk ikut pada Pesta Musim Gugur Anda.” Raja dan Ratu Raksasa saling menatap, saling mengangguk, dan tersenyum dengan cara yang tidak disukai Jill. Dia lebih menyukai Raja daripada Ratu. Raja memiliki janggut keriting yang bagus dan hidung lurus yang mirip paruh elang, dan cukup tampan menurut ukuran raksasa. Ratu sangat gemuk dan memiliki wajah gemuk berdagu ganda-bukan hal yang menarik dalam ukuran biasa, dan tentu saja tampak jauh lebih mengerikan ketika berukuran sepuluh kali lebih besar. Kemudian Raja mengeluarkan lidahnya dan menjilat bibirnya. Siapa pun bisa melakukan itu, tapi lidahnya begitu besar dan merah, dan keluar begitu tak terduga, sehingga Jill cukup kaget. “Oh, anak-anak baik!” kata Ratu. (“Mungkin ternyata dialah yang sifatnya lebih baik,” pikir Jill.) “Ya, memang,” kata Raja. “Anak-anak hebat. Kami menyambut kalian di istana kami. Beri aku tangan kalian.” Dia mengulurkan tangan kanannya yang besar ke bawah-sangat bersih dengan beberapa cincin pada jari-jarinya, tapi juga dengan kuku tajam yang mengerikan. Dia terlalu besar untuk berjabat tangan 84 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dengan anak-anak, yang membalas uluran tangannya, tapi dia mengguncang lengan mereka. “Dan apa itu?” tanya Raja, menunjuk Puddleglum. “Biggle yang terhormat,” kata Puddleglum. “Oh!” teriak Ratu, menaikkan gaunnya sampai ke mata kaki. “Makhluk mengerikan itu! Dia hidup!” “Dia baik, Yang Mulia, sungguh, dia baik,” kata Scrubb cepatcepat. “Anda pasti lebih menyukainya kalau sudah mengenalnya. Aku yakin begitu.” Kuharap kalian tidak akan kehilangan ketertarikan pada Jill di sisa buku ini kalau kukatakan pada kalian saat ini dia mulai menangis. Ada banyak alasan baginya. Kaki, tangan, telinga, dan hidungnya baru mulai merasa lagi, salju mencair menetes-netes dari pakaiannya, dia nyaris belum makan dan minum apa pun hari itu, dan kakinya begitu sakit sehingga dia merasa tidak bisa berdiri lebih lama lagi. Yah, tindakan itu membawa akibat lebih baik pada saat itu daripada yang bisa dilakukan tindakan apa pun, karena Ratu berkata: “Ah, anak malang! Yang Mulia, kita bersalah membiarkan tamutamu kita berdiri. Cepat, kalian! Bawa mereka. Beri mereka makanan, anggur, dan air mandi. Buat anak perempuan kecil itu nyaman. Beri dia lolipop, beri dia boneka, beri dia benda-benda lain, beri dia segala yang bisa kaupikirkan -susu hangat, permen buah, wangi-wangian, nyanyian, dan mainan. Jangan menangis, gadis kecil, kalau tidak, kau tidak akan berguna ketika pesta datang.” Jill sama marahnya dengan kau dan aku kalau mendengar mainan dan boneka, dan meskipun lolipop dan permen buah terdengar sangat enak, dia sangat berharap sesuatu yang lebih pantas akan dihidangkan. Tapi pidato bodoh Ratu membawa hasil yang hebat, karena Puddleglum dan Scrubb langsung diangkat pelayan raksasa laki-laki, 85 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dan Jill oleh pelayan raksasa perempuan, dan mereka dibawa ke kamar mereka. Kamar Jill kira-kira seukuran gereja, dan akan agak gelap kalau saja tidak ada apt dalam perapian dan karpet merah tebal di lantai, dan di sini hal-hal menyenangkan mulai terjadi padanya. Dia diberikan pada perawat Ratu yang sudah tua, yang ternyata, dari sudut pandang raksasa, wanita tua kecil yang hampir bungkuk karena usianya, dan dari sudut pandang manusia, raksasa yang cukup kecil untuk masuk kamar biasa tanpa membuat kepalanya terantuk langit-langit. Dia sangat terampil, meskipun Jill berharap dia tidak terus-menerus mendecakkan lidahnya dan mengatakan hal-hal seperti “Oh, la, la! Ups-ayo” dan “Ada bebek” dan “Sekarang baik-baik saja, bonekaku.” Dia mengisi baskom untuk merendam kaki raksasa dengan air hangat dan membantu Jill memasukinya. Kalau kau bisa berenang (seperti Jill) baskom raksasa sangat menyenangkan. Dan handuk raksasa, meskipun agak kasar dan keras, juga menyenangkan, karena luasnya berekar-ekar. Bahkan kau tidak perlu mengeringkan diri, kau hanya perlu berguling di atasnya di depan perapian dan membuat dirimu santai. Dan ketika semua itu selesai, pakaian bersih, segar, dan hangat dipakaikan pada Jill. Pakaian yang sangat indah dan agak kebesaran baginya, tapi jelas dibuat bagi manusia, bukan raksasa kecil. Kurasa kalau wanita bergaun hijau itu datang ke sini, mereka pasti sudah biasa dengan tamu-tamu seukuran kami, pikir Jill. Dia segera melihat bahwa dia benar tentang ini, karena meja dan kursi dengan ukuran yang tepat bagi manusia dewasa biasa diletakkan di depannya, dan pisau, garpu, serta sendok juga berukuran tepat. Sangat menyenangkan untuk duduk, merasa hangat dan bersih akhirnya. Kakinya masih telanjang dan rasanya menyenangkan menginjak karpet raksasa. Kaki Jill tenggelam sampai ke mata kaki dan itu sangat menyenangkan bagi kaki yang sakit. Makanannya-yang kurasa harus kita sebut makan malam, meskipun sebenarnya saat itu 86 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lebih dekat pada waktu minum teh-adalah sup ayam, kalkun panggang panas, puding yang masih mengepul, chestnut panggang, dan buah sebanyak yang bisa kaumakan. Satu-satunya hal yang menyebalkan adalah si perawat yang terus keluar-masuk, dan setiap kali masuk, dia membawa mainan raksasa bersamanya boneka raksasa yang lebih besar daripada Jill sendiri, kuda-kudaan kayu yang beroda, kira-kira seukuran gajah, drum yang kelihatan seperti meteran gas kecil, dan domba wol. Benda-benda itu buatannya kasar dan jelek juga dicat dengan warna-warna sangat terang, dan Jill sebal melihatnya. Dia terus-menerus memberitahu si perawat bahwa dia tidak menginginkannya, tapi si perawat berkata: “Tut-tut-tut-tut. Kau pasti menginginkannya setelah cukup beristirahat, aku tahu! Hi-hi-hi! Da-dah, sekarang. Boneka baik!” Tempat tidurnya bukan tempat tidur raksasa tapi sekadar tempat tidur besar bertiang empat, seperti yan g bisa kaulihat dalam hotel tua, dan tampak sangat kec il dalam ruangan raksasa itu. Jill sangat lega bisa berbar ing di sana. “Apakah salju masih turun, Perawat?” tanya Jill dengan mengantuk. “Tidak. Sekarang hujan, Sayang!” kata si raksasa perempuan. “Hujan akan menghapus semua salju jahat. Boneka kecil akan bisa keluar dan main besok!” Dan dia merapikan selimut Jill lalu mengucapkan selamat malam. Aku tidak tahu apa pun yang lebih menyebalkan daripada dicium raksasa perempuan. Jill punya pikiran yang sama, tapi tertidur lima menit kemudian. Hujan turun terns sepanjang petang dan malam, memukul jendelajendela istana, tapi Jill tidak mendengarnya, dia tidur nyenyak melewati waktu makan malam dan tengah malam. Kemudian



87 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



datanglah waktu paling tenang dalam malam dan tidak ada yang bergerak kecuali tikus dalam rumah para raksasa itu. Saat itulah Jill bermimpi. Baginya seolah dia bangun dalam kamar yang sama dan melihat api, hampir padam dan merah, dan kuda kayu besar itu tampak dalam cahaya api. Dan kuda itu bergerak sendiri, berjalan di atas roda-rodanya menyeberangi karpet, dan berhenti di kepala Jill. Dan sekarang benda itu bukan lagi kuda-kudaan, tapi singa sebesar kuda. Kemudian dia bukan lagi singa mainan, melainkan singa sungguhan, sang singa. Tepat seperti Jill melihatnya di pegunungan, di luar batas tilling dunia. Dan aroma segala hal yang beraroma manis mengisi ruangan. Tapi sesuatu membuat bingung Jill, meskipun dia tidak tahu apa itu, dan air mata mengaliri wajahnya dan membasahi bantalnya. Sang singa menyuruhnya mengulangi tanda-tanda, dan Jill mendapati dia sudah melupakan semuanya. Saat itu, ketakutan yang sangat meliputi dirinya. Dan Aslan membawanya dengan rahangnya (Jill bisa merasakan bibirnya dan napasnya tapi bukan giginya) dan membawanya ke jendela, lalu membuatnya melihat ke luar. Bulan bersinar terang, dan tertulis dalam huruf-huruf besar melintang di bumi atau langit (dia tidak tahu yang mana) adalah kata-kata KE BAWAHKU. Setelah itu, mimpi memudar, dan ketika Jill bangun, sangat siang pagi berikutnya, dia tidak ingat sama sekali bahwa dia bermimpi. Dia bangun, berpakaian, dan menghabiskan sarapan di depan perapian ketika si perawat membuka pintu dan berkata, “Ini temanteman boneka kecil datang untuk bermain bersamanya” Masuklah Scrubb dan si marsh-wiggle. “Halo! Selamat pagi,” kata Jill. “Tidakkah ini menyenangkan? Aku tidur kira-kira lima belas jam, kurasa. Aku merasa lebih baik, kalian begitu pula?” 88 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku ya,” kata Scrubb, “tapi Puddleglum berkata dia merasa pusing. Wah!-jendelamu punya tempat duduk. Kalau bisa memanjat ke sana, kita bisa melihat ke luar.” Dan mereka langsung melakukan itu, dan pada pandangan pertama, Jill berkata, “Oh, betapa mengerikan!” Matahari bersinar, dan kecuali beberapa kubangan, salju telah hampir seluruhnya tersapu bersih hujan. Jauh di bawah mereka, terbentang seperti peta, puncak bukit datar yang mereka lewati dengan susah payah kemarin siang. Dilihat dari istana, tempat itu tidak lain merupakan reruntuhan kota raksasa. Tempat itu tampak datar, seperti yang dilihat Jill sekarang, karena seluruhnya masih ditutupi bata, meskipun di beberapa tempat penutupnya rusak. Tanggul-tanggul yang saling silang adalah sisa-sisa dinding bangunan-bangunan raksasa yang mungkin dulunya istana-istana dan kuil-kuil raksasa. Sepotong dinding, kira-kira 150 meter tingginya, masih berdiri. Itulah yang dipikir Jill jurang. Benda yang tampak seperti cerobong asap pabrik merupakan pilar-pilar besar, terpotong-potong pada tinggi yang tidak sama, potongan mereka teronggok pada dasarnya seperti pohon tumbang berbentuk batu raksasa. Birai-birai yang mereka turuni di sisi utara bukit-juga, pastinya birai-birai yang mereka panjat di sisi selatan-adalah sisa-sisa tangga raksasa. Dan pada puncaknya, tulisan gelap melintang di tengah jalan, KE BAWAHKU. Ketika petualang saling memandang dengan kesal, dan setelah bersiul pendek, Scrubb mengatakan pikiran mereka semua, “Tanda kedua dan ketiga terlewati.” Dan saat itu mimpi Jill kembali dalam ingatannya. “Ini salahku,” katanya dengan nada putus asa. “Aku-aku berhenti menghafalkan tanda-tanda itu setiap malam. Kalau aku memikirkan tanda-tanda itu, aku pasti sudah bisa melihat itulah kota tersebut, meskipun dalam salju.” 89 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku lebih buruk lagi,” kata Puddleglum. “Aku melihatnya, atau hampir. Kupikir tempat itu tampak seperti reruntuhan kota.” “Kaulah satu-satunya yang tidak boleh disalahkan,” kata Scrubb. “Kau mencoba menghentikan kami.” “Tapi tidak mencoba cukup keras,” kata si marsh-wiggle. “Dan aku seharusnya tidak sekadar mencoba. Aku seharusnya melakukannya. Seolah aku tidak bisa menghentikan kalian berdua dengan masingmasing tanganku saja.” “Sebenarnya,” kata Scrubb, “kita begitu ingin mencapai tempat ini sehingga tidak memikirkan hal lain. Paling tidak aku tahu aku begitu. Sejak kita bertemu wanita bersama kesatria yang tidak bicara itu, kita tidak memikirkan hal lain. Kita hampir melupakan Pangeran Rilian.” “Aku tidak heran,” kata Puddleglum, “itulah yang dia inginkan.” “Apa yang tidak kumengerti,” kata Jill, “bagaimana kita tidak melihat tulisan itu? Atau apakah mungkin tulisan itu muncul kemarin malam? Bisakah dia Aslan menempatkannya di sana pada malam hari? Aku mengalami mimpi yang aneh.” Dan dia menceritakannya pada teman-temannya. “Wah, bodoh!” kata Scrubb. “Kita melihatnya. Kita masuk dalam tulisan itu. Tidakkah kau mengerti? Kita masuk huruf dalam KE. Itulah tempatmu jatuh. Kita berjalan sepanjang coretan bawah huruf ke utara-berbelok ke kanan sepanjang garis tegak lurusnya-sampai ke belokan berikut ke kanan-itu coretan yang tengah-kemudian berjalan mencapai puncak sudut kiri, atau (kalau kau lebih suka) sudut timur laut huruf itu, dan kembali. Betapa bodohnya kita.” Dia menendang tempat duduk jendela itu dengan kasar, lalu berkata lagi, “Jadi tidak ada gunanya, Pole. Aku tahu apa yang kaupikirkan karena aku punya pikiran yang sama. Kau berpikir betapa enaknya kalau Aslan tidak 90 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



memasang instruksi pada batu-batu reruntuhan kota sampai kita sudah melewatinya. Kemudian itu akan jadi salahnya, bukan kita. Begitu, bukan? Tidak. Kita harus mengakuinya. Kita hanya tinggal punya empat tanda untuk diikuti, dan kita sudah melewatkan tiga tanda pertama dengan salah.” “Maksudmu, aku yang salah,” kata Jill. “Memang benar. Aku merusak segalanya sejak kau membawaku ke sini. Sama saja-aku sangat menyesal dan sebagainya -sama saja, apa arti instruksi itu? KE BAWAHKU sepertin ya tidak berarti apa-apa.” “Ya, ada artinya,” kata Puddleglum. “Artinya kita harus mencari sang pangeran di bawah kota itu.” “Tapi bagaimana caranya?” tanya Jill. “Itulah pertanyaannya,” kata Puddleglum, meremas tangannya yang seperti kaki katak. Bagaimana kita bisa melakukannya sekarang? Tidak ragu lagi, kalau kita berkonsentrasi pada pekerjaan kita ketika berada di reruntuhan kota, kita pasti sudah ditunjukkan jalannya menemukan pintu kecil, gua, atau terowongan, bertemu seseorang yang bisa membantu kita. Mungkin bahkan (kalian tidak pernah tahu) Aslan sendiri. Kita harus turun ke bawah batu-batu kota itu entah bagaimana. Instruksi Aslan selalu berhasil: tidak pernah ada pengecualian. Tapi bagaimana caranya sekarang-itulah masalahnya.” “Yah, kita harus kembali ke sana, kurasa,” kata Jill. “Mudah, bukan?” kata Puddleglum. “Kita bisa mencoba membuka pintu itu sebagai awalnya.” Kemudian mereka semua menatap pintu dan melihat tidak ada di antara mereka yang bisa mencapai pegangannya, dan hampir pasti tidak ada yang bisa memutarnya kalau bisa mencapainya.



91 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Apakah kaupikir mereka tidak akan mengizinkan kita keluar kalau kita memintanya?” kata Jill. Dan tidak ada yang mengatakannya, tapi semua berpikir, Rasanya tidak. Itu bukan pikiran yang menyenangkan. Puddleglum sama sekali menentang ide memberitahu para raksasa tentang urusan mereka yang sesungguhnya dan meminta diizinkan keluar begitu saja, dan tentu saja anak-anak tidak bisa mengatakan hal itu tanpa persetujuannya, karena mereka sudah berjanji. Dan ketiganya merasa cukup yakin tidak ada kesempatan melarikan diri dari istana di malam hari. Begitu mereka berada dalam kamarkamar mereka dan pintu tertutup, mereka akan menjadi tawanan sampai pagi. Mereka bisa, tentu saja, meminta pintu mereka dibiarkan terbuka, tapi itu akan menimbulkan kecurigaan. “Satu-satunya kesempatan kita,” kata Scrubb, “adalah mencoba menyelinap di siang hari. Mungkin saja ada satu jam di siang hari ketika para raksasa tidur? dan kalau kita bisa lari sampai dapur, mungkin ada pintu belakang yang terbuka?” “Hampir tidak bisa disebut kesempatan,” kata si marsh-wiggle. “Tapi itu satu-satunya kesempatan yang mungkin bisa kita dapatkan.” Sebenarnya, rencana Scrubb tidak seburuk yang mungkin kaupikir. Kalau kau ingin keluar dari rumah tanpa dilihat, tengah hari kadangkadang lebih baik daripada tengah malam. Pintu-pintu dan jendelajendela lebih mungkin terbuka, dan kalau kau tertangkap, kau selalu bisa berpura-pura kau tidak akan pergi jauh dan tidak punya rencana khusus. (Sangat sulit membuat raksasa maupun orang dewasa untuk memercayai ini kalau kau tertangkap basah memanjat keluar jendela kamar tidur pukul satu pagi.) “Kita tidak boleh membuat mereka waspada,” kata Scrubb. “Kita harus berpura-pura senang di sini dan tidak sabar menanti Pesta Musim Gugur.” 92 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Itu akan diadakan besok malam,” kata Puddleglum. “Aku mendengar salah satu dari mereka mengatakan itu. “ “Aku mengerti,” kata Jill. “Kita harus pura-pura sangat tidak sabar menanti acara itu, dan terus-menerus bertanya. Mereka toll menganggap kita benar-benar anak kecil, yang membuat ini lebih mudah.” “Gembira,” kata Puddleglum sambil mendesah. “Itulah yang barns kita tampilkan. Kegembiraan. Seolah kita tidak punya masalah apa pun. Senang. Kalian, anak-anak selalu punya semangat tinggi, aku lihat. Kalian harus melihatku, dan melakukan apa yang kulakukan. Aku akan gembira. Seperti ini “ dan dia menampilkan seringai mengerikan. “Dan senang” lalu dia menunjukkan lompatan yang paling menyedihkan. “Kalian akan cepat terbiasa, kalau melihat contohku. Mereka toll sudah berpikir aku makhluk yang lucu, mengerti bukan. Aku berani bilang kalian berdua berpikir aku mabuk berat kemarin malam, tapi aku yakinkan kalian itu yah, sebagian besar di antaranya-adalah sandiwara. Aku sudah berpikir itu mungkin bisa berguna, entah bagaimana.” Anak-anak, ketika kemudian membicarakan petualangan mereka, tidak pernah yakin apakah pernyataan yang terakhir ini benar, tapi mereka yakin Puddleglum berpikir itu benar ketika mengatakannya. “Baiklah. Bergembiralah kita,” kata Scrubb. “Sekarang, kalau saja kita bisa mendapatkan raksasa untuk membuka pintu. Sementara kita berpura-pura dan bergembira, kita harus mencari tahu sebanyak mungkin tentang istana ini.” Untunglah, saat itu pintu terbuka, dan si perawat raksasa muncul, berkata, “Nah, boneka-bonekaku. Ingin keluar dan melihat Raja serta seluruh anak buahnya berangkat untuk berburu? Pasukan mereka hebat sekali!” 93 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Mereka tidak buang-buang waktu untuk keluar melew ati si raksasa dan menuruni tangga pertama yang mere ka temui. Suara anjinganjing pemburu, terompet, dan r aksasa menuntun mereka, sehingga dalam beberapa m enit mereka sudah mencapai halaman. Para raksasa be rjalan kaki, karena tidak ada kuda raksasa di bagian du nia sana, dan perburuan raksasa dilakukan dengan berj alan kaki, seperti perburuan yang menggunakan anjing beagle di Inggris. Anjing-anjing pemburunya pun berukuran biasa. Ketika melihat tidak ada kuda, awalnya Jill s angat kecewa, karena dia merasa yakin Ratu yang gemuk tidak mungkin mengikuti para anjing pemburu dengan berjalan kaki, dan sama sekali tidak menyenangkan kalau ada sang ratu di istana sepanjang hari. Tapi kemudian dia melihat Ratu dalam usungan yang dipanggul enam raksasa muda. Raksasa tua itu mengenakan pakaian hijau dan membawa terompet di sisi tubuhnya. Dua puluh atau tiga puluh raksasa, termasuk Raja, berkumpul, slap berolahraga, semuanya bicara dan tertawa-tawa sehingga bisa membuatmu tuli: dan jauh di bawah, dekat Jill ada ekor-ekor yang bergoyang, gonggongan, serta hidung dan mulut anjing yang basah menyentuh tanganmu. Puddleglum mulai menunjukkan tingkah yang dipikirnya gembira dan suka bermain-main (yang mungkin bisa merusak segalanya kalau saja ada yang memerhatikan) ketika Jill menampilkan senyum kekanak-kanakannya yang paling menarik, berlari ke usungan Ratu dan berteriak pada raksasa itu. “Oh, tolonglah! Anda akan pergi, bukan? Apakah Anda akan kembali?” “Ya, Sayang,” kata Ratu. “Aku akan kembali malam ini. “Oh, bagus. Betapa menyenangkan!” kata Jill. “Dan kami boleh datang ke pesta besok, bukan? Kami sangat tidak sabar menanti besok malam! Dan kami sangat senang di sini. Dan sementara Anda pergi, 94 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



bolehkah kami berkeliling istana dan melihat segalanya, bolehkah? Tolong katakan ya.” Ratu berkata ya, tapi tawa dari semua pengiringnya hampir membuat suaranya tidak terdengar. ***



95 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB SEMBILAN Bagaimana Mereka Menemukan Sesuatu yang Pantas Diketahui



YANG lain kemudian mengakui bahwa Jill hebat hari itu. Begitu Raja dan kelompok berburunya berangkat, Jill mulai mengelilingi seluruh istana dan menanyakan berbagai hal, tapi melakukan semua itu dengan cara yang sangat lugu dan kekanak-kanakkan sehingga tidak ada yang curiga dia punya rencana terselubung. Meskipun lidahnya tidak pernah diam, kau nyaris tidak bisa menyebutnya bicara: dia merepet dan tertawa. Dia memukau semuanya-para pelayan, para penjaga pintu, para pembantu, para dayang, dan para raksasa tua bangsawan yang sudah tidak bisa ikut berburu lagi. Dia bersedia dicium dan dielus oleh raksasa perempuan mana pun, banyak yang sepertinya kasihan padanya dan menyebutnya “makhluk kecil yang malang” meskipun tidak ada yang menjelaskan kenapa. Dia berteman dengan juru masak dan menemukan fakta penting bahwa ada pintu dari ruang cuci piring langsung ke balik tembok luar, jadi kau tidak harus menyeberangi halaman atau melewati rumah jaga. Di dapur, Jill berpura-pura rakus, dan makan apa pun yang diberikan juru masak dan pembantunya. Tapi di atas, di antara para wanita, dia menanyakan berbagai hal tentang bagaimana dia akan didandani untuk pesta besar itu, dan berapa lama dia akan diizinkan duduk, dan apakah dia akan diizinkan untuk berdansa bersama raksasa yang benar-benar kecil. Kemudian (ini membuat seluruh tubuhnya terasa panas ketika dia mengingatnya kemudian) dia akan menelengkan kepala ke satu sisi dengan cara bodoh yang orang dewasa, raksasa, dan yang lain anggap sangat menarik, dan menggoyangkan rambut keritingnya, menandak-nandak, dan berkata, “Oh, coba saat ini sudah esok malam, bukan? Apakah kaupikir waktu akan berjalan cepat sampai saat itu?” Dan semua raksasa perempuan 96 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berkata dia anak kecil yang sempurna, dan beberapa mengusap mata dengan saputangan raksasa seolah mereka akan menangis. “Mereka semua sangat menyenangkan di usia itu,” kata satu raksasa perempuan pada yang lain. “Rasanya hampir sayang...” Scrubb dan Puddleglum berusaha sebaik mungkin, tapi anak perempuan bisa melakukan hal seperti ini lebih baik daripada anak laki-laki. Bahkan anak laki-laki pun bisa melakukannya lebih baik daripada marsh-wiggle. Saat makan siang, terjadi sesuatu yang membuat mereka bertiga semakin ingin meninggalkan istana Raksasa yang Baik. Mereka makan siang di aula besar di meja kecil tersendiri, dekat perapian. Di meja yang lebih besar, kira-kira dua puluh meter dari sana, setengah lusin raksasa tua sedang makan. Percakapan mereka begitu ribut, dan begitu tinggi di atas mereka, sehingga anak-anak tidak lama kemudian tidak lagi memerhatikannya seperti yang kaulakukan pada bunyi burung di luar jendela atau suara lalu lintas di jalan. Mereka makan daging dingin, sejenis makanan yang belum pernah Jill cicipi, dan dia menyukainya. Tiba-tiba Puddleglum berpaling kepada mereka, dan wajahnya begitu pucat sehingga kau bisa melihat aura pucatnya di bawah warna kulitnya yang seperti lumpur. Dia berkata: “Jangan makan lagi.” “Ada apa?” tanya kedua anak sambil berbisik. “Tidakkah kalian dengar apa yang dikatakan para raksasa itu? 'Daging ini lembut sekali,' kata salah satu di antara mereka. 'Kalau begitu rusa itu berbohong,' kata yang lain. 'Kenapa?' tanya yang pertama. 'Oh,' kata yang lain. 'Mereka bilang ketika dia ditangkap, dia berkata, “Jangan bunuh aku, dagingku alot. Kalian tidak akan menyukaiku.”



97 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Sementara Jill tidak menyadari arti semua itu. Tapi dia lalu mengerti ketika mata Scrubb melebar ketakutan dan dia berkata: “Jadi kita makan rusa yang bisa berbicara.” Kesadaran ini tidak punya efek yang sama pada mereka semua. Jill, yang baru pada dunia itu, merasa kasihan pada rusa yang malang tersebut dan merasa jahat sekali para raksasa membunuhnya. Scrubb, yang pernah datang ke sana sebelumnya dan paling tidak punya seekor binatang yang bisa bicara sebagai sahabatnya, merasa ketakutan. Tapi Puddleglum, yang lahir di Narnia, merasa mual dan ingin pingsan, dan merasa persis sama seperti kau kalau kau mendapati dirimu salah makan bayi. “Kita membuat Aslan marah pada kita,” katanya. “Inilah akibat tidak memerhatikan tanda-tanda. Kita dikutuk, kurasa. Kalau diizinkan, hal paling baik yang bisa kita lakukan adalah mengambil pisau-pisau ini dan menusukkannya pada jantung-jantung kita.” Dan perlahan bahkan Jill pun mulai bisa melihat dari sudut pandangnya. Tidak ada yang ingin makan siang lagi. Dan begitu merasa aman, mereka menyelinap keluar dari aula. Sekarang sudah hampir tiba waktu dalam hari itu ketika mereka berharap bisa lari, dan semuanya merasa gugup. Mereka berjalanjalan di lorong-lorong dan menunggu semua terdengar tenang. Para raksasa di aula duduk sangat lama setelah selesai makan. Satu raksasa botak sedang bercerita. Ketika itu berakhir, ketiga petualang mengendap-endap ke dapur. Tapi masih banyak raksasa di sana, atau paling tidak di ruang cuci piring, mencuci dan membereskan peralatan. Rasanya menderita, menunggu sampai mereka menyelesaikan pekerjaan mereka, dan satu per satu, mengelap tangan lalu pergi. Akhirnya tinggal satu raksasa perempuan yang tinggal di ruangan itu. Dia sibuk di sini, dan sibuk di sana, dan akhirnya ketiga petualang menyadari dengan ketakutan bahwa raksasa itu sama sekali tidak bermaksud pergi. 98 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Nah, Sayang,” katanya pada mereka. “Pekerjaan ini hampir selesai. Mari letakkan ketel di sini. Buat air panas untuk teh yang enak. Sekarang aku bisa sedikit istirahat. Tolong lihat dalam ruang cuci piring, seperti boneka yang baik, dan katakan padaku apakah pintu belakang terbuka.” “Ya, pintunya terbuka,” kata Scrubb. “Bagus. Aku selalu membiarkannya terbuka supaya Puss bisa keluar-masuk. Makhluk malang.” Kemudian raksasa itu duduk di satu kursi dan menump angkan kakinya di kursi yang lain. “Aku tidak tahu tapi aku merasa lelah sekali,” kata raksasa perempuan itu. “Kalau saja kelompok berburu itu tidak kembali terlalu cepat.” Semua semangat mereka naik ketika raksasa itu menyebutkan lelah sekali, namun turun lagi ketika dia menyebutkan kembalinya kelompok berburu. “Memangnya mereka biasa kembali kapan?” tanya Jill. “Kita tidak pernah tahu,” kata si raksasa perempuan. “Tapi sana, pergilah dan diam sebentar, sayangku.” Mereka menjauh ke sudut dapur, dan akan lari menyelinap ke ruang cuci piring saat itu juga, kalau saja si raksasa tidak terduduk tegak, membuka mata, dan mengusir lalat. “Jangan mencoba sampai kita yakin dia benar-benar tidur,” bisik Scrubb. “Kalau tidak segalanya berantakan.” Jadi mereka semua berkumpul di sudut dapur, menunggu dan memerhatikan. Pikiran bahwa para pemburu akan kembali kapan pun terasa mengerikan. Dan raksasa perempuan itu tidak berhenti bergerak. Kapan pun mereka pikir raksasa itu sudah tertidur, dia bergerak.



99 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku tidak tahan lagi,” pikir Jill. Untuk mengalihkan pikirannya, dia mulai melihat-lihat ke sekelilingnya. Tepat di depannya ada meja besar yang bersih dengan dua kulit pie di atasnya, dan buku terbuka. Tentu saja kulit pie itu dibuat dengan ukuran raksasa. Jill berpikir dia bisa berbaring dengan nyaman dalam salah satu di antaranya. Lalu dia memanjat ke bangku di sisi meja untuk melihat buku itu. Dia membaca: MALLARD. Burung yang nikmat ini bisa dimasak dengan berbagai cara. “Ini buku resep,” pikir Jill tidak terlalu tertarik, dan melirik ke balik bahunya. Mata si raksasa perempuan tertutup, tapi tampaknya dia tidak tidur nyenyak. Jill melirik kembali ke buku. Resep-resep diatur secara alfabetis: dan di resep berikutnya jantung Jill seolah berhenti berdetak. Resep itu MANUSIA. Hidangan kecil ini telah lama dianggap kemewahan. Hidangan ini merupakan bagian tradisional dari Pesta Musim Gugur, dan disajikan antara hidangan ikan dan daging Panggang. Setiap manusia. Tapi Jill tidak bisa membaca lebih lanjut. Dia berbalik. Si raksasa perempuan telah bangun dan sedang terbatuk-batuk. Jill menyenggol kedua temannya dan menunjuk buku. Mereka juga memanjat bangku dan membungkuk di atas halaman-halaman luas itu. Scrubb masih membaca bagaimana cara memasak manusia ketika Puddleglum menunjuk resep berikut di bawahnya. Resep itu seperti ini: MARSH-WIGGLE. Beberapa pihak menganggap binatang ini sama sekali tidak cocok untuk dimakan raksasa karena dagingnya yang alot dan rasanya yang seperti lumpur. Tapi rasa lumpur itu bisa dikurangi kalau Jill menyentuh kaki Puddleglum dan Scrubb perlahan. Mereka bertiga melihat kembali pada si raksasa perempuan. Mulutnya agak terbuka dan dari hidungnya keluar suara yang saat itu terdengar lebih merdu bagi mereka daripada musik mana pun. Si raksasa mendengkur. Dan sekarang mereka harus mengendap-endap, tidak berani pergi terlalu cepat, hampir tidak berani bernapas, keluar 100 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



melalui ruang cuci piring (ruang cuci piring raksasa aromanya busuk), akhirnya keluar ke bawah sinar matahari musim dingin yang pucat. Mereka berada di puncak jalan kecil kasar yang mengarah dengan terjal ke bawah. Dan, untunglah, di sisi istana yang tepat. Reruntuhan kota tampak. Dalam beberapa menit mereka sudah kembali pada jalan lebar yang terjal yang mengarah ke bawah dari gerbang utama istana. Mereka juga tampak jelas dari jendela mana pun di sisi itu. Kalau hanya ada satu, dua, atau lima jendela ada kemungkinan cukup besar tidak ada yang sedang melihat keluar. Tapi jendela itu lebih hampir mencapai lima puluh daripada lima. Mereka sekarang juga menyadari bahwa jalan tempat mereka berada, dan daerah antara mereka dan reruntuhan kota, tidak menyediakan banyak tempat bersembunyi. Daerah itu semuanya terdiri atas rumput kasar, kerikil, dan batu-batu datar. Semakin buruk lagi, mereka sekarang mengenakan pakaian yang diberikan raksasa bagi mereka kemarin malam, kecuali Puddleglum, karena tidak ada yang cocok baginya. Jill mengenakan jubah hijau terang, agak kepanjangan baginya, dilapisi mantel merah dengan hiasan bulu putih. Scrubb mengenakan kaus kaki merah, tunik biru dan mantel, pedang bergagang emas, dan topi berhias bulu. “Bagus sekali warna-warna kalian berdua,” gumam Puddleglum. “Tampak jelas dalam hari musim dingin. Pemanah paling buruk di dunia pun tidak mungkin meleset dari kalian kalau kalian berada dalam jarak tembak. Dan omong-omong tentang pemanah, tidak lama lag, kita akan menyesal tidak membawa busur kita, aku tidak akan heran. Lagi pula agak tipis, bukan, pakaian kalian itu?” “Ya, aku sudah kedinginan,” kata Jill. Beberapa menit yang lalu ketika mereka berada di dapur, Jill pikir kalau saja mereka bisa keluar dari istana, maka pelarian mereka sudah selesai. Dia sekarang menyadari bahwa bagian paling berbahaya malah belum dijalani. 101 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Tenang, tenang,” kata Puddleglum. “Jangan melihat ke belakang. Jangan berjalan terlalu cepat. Apa pun yang kalian lakukan, jangan lari. Bertingkahlah seolah-olah kita hanya berjalan-jalan, kemudian, kalau ada yang melihat kita, dia mungkin, mungkin saja, tidak akan mengganggu. Begitu kita kelihatan seperti orang yang melarikan diri, tamatlah riwayat kita.” Di kejauhan reruntuhan kota sepertinya lebih jauh daripada yang bisa dibayangkan Jill. Tapi sedikit demi sedikit mereka mendekatinya Kemudian terdengar suara. Kedua temannya tersentak. Jill, yang tidak mengenalinya, berkata, “Apa itu?” “Terompet berburu,” bisik Scrubb. “Tapi jangan lari sekarang,” kata Puddleglum. “Jangan sebelum aku memberi aba-aba.” Kali ini Jill tidak bisa menahan diri untuk menengok ke balik pundaknya. Di sana, kira-kira setengah mil jauhnya, para pemburu kembali dari arah kiri belakang mereka. Mereka berjalan terus. Tiba-tiba suara berisik para raksasa terdengar: kemudian teriakan-teriakan dan sorakan. “Mereka sudah melihat kita. Lari,” kata Puddleglum. Jill mengangkat rok panjangnya-sama sekali tidak cocok untuk laridan lari. Tidak salah lagi, bahaya mengancam sekarang. Dia bisa mendengar gonggongan anjing-anjing pemburu. Dia bisa mendengar teriakan Raja mengguntur, “Kejar mereka, kejar mereka, kalau tidak kita tidak bisa makan pie manusia besok.” Jill paling belakang sekarang, direpotkan roknya, terpeleset batubatu lepas, rambutnya masuk ke mulut, rasa sakit karena berlari terasa pada dadanya. Anjing-anjing semakin dekat. Sekarang Jill harus lari menanjak, mendaki lereng berbatu yang menuju anak tangga paling bawah pada tangga raksasa. Dia tidak tahu apa yang akan mereka 102 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lakukan setelah sampai di sana, atau bagaimana keadaan mereka bisa lebih baik kalau mereka telah mencapai puncaknya. Tapi dia tidak memikirkan itu. Dia seperti binatang buruan sekarang, selama anjinganjing itu masih mengejarnya, dia harus lari sampai jatuh. Si marsh-wiggle memimpin di depan. Begitu mencapai tangga terbawah dia berhenti, melihat ke sisi kanannya, dan tiba-tiba berlari ke lubang atau rekahan kecil di bawahnya. Kakinya yang panjang menghilang ke dalamnya, tampak sangat mirip labah-labah. Scrubb ragu-ragu kemudian menghilang mengikutinya. Jill, terengah-engah dan kehabisan papas, mencapai tempat itu kira-kira semenit kemudian. Lubang itu tidak menarik-rekahan antara tanah dan batu selebar kira-kira satu setengah meter dan nyaris tidak lebih tinggi daripada tiga puluh centimeter. Kau harus melompat muka duluan dan merangkak masuk. Kau tidak bisa melakukannya cepat-cepat pula. Jill yakin seekor anjing nyaris menggigit kakinya sebelum dia masuk lubang itu. “Cepat, cepat. Batu-batu. Tutupi bukaannya,” terdengar suara Puddleglum dalam kegelapan di sebelahnya. Lubang itu gelap total, kecuali cahaya abu-abu dari bukaan tempat mereka merangkak masuk. Kedua temannya bekerja keras. Jill bisa melihat tangan Scrubb yang kecil dan tangan si marsh-wiggle yang seperti kaki katak dan besar hitam karena menentang cahaya, bekerja keras menumpuk batu-batu. Kemudian dia menyadari betapa penting hal ini dan mulai meraba mencari batu-batu besar, dan memberikannya pada yang lain. Sebelum anjing-anjing mondar-mandir dan menggonggong di mulut gua, mereka sudah cukup menutupinya, dan sekarang, tentu saja tidak ada cahaya sama sekali. “Masuk lebih jauh, cepat,” kata suara Puddleglum. “Mari bergandengan,” kata Jill.



103 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Ide bagus,” kata Scrubb. Tapi mereka butuh waktu cukup lama untuk saling menemukan tangan masing-masing dalam kegelapan. Anjing-anjing mengendus-endus di balik rintangan sekarang. “Mari coba apakah kita bisa berdiri,” usul Scrubb. Mereka mencoba dan ternyata bisa. Kemudian, dengan Puddleglum mengulurkan sebelah tangan ke belakang untuk dipegang Scrubb, dan Scrubb mengulurkan sebelah tangan ke belakang untuk Jill (yang sangat ingin berada di tengah, bukan paling belakang), mereka mulai meraba-raba dengan kaki mereka dan tersaruk-saruk ke depan dalam kegelapan. Tanah di bawah mereka penuh bebatuan. Kemudian Puddleglum mencapai dinding batu. Mereka berbelok sedikit ke kanan dan berjalan terns. Jill tidak bisa merasakan arah sama sekali, dan tidak tahu di mana letak mulut gua. “Pertanyaannya adalah,” terdengar suara Puddleglum dalam kegelapan di muka, “apakah setelah menimbang-nimbang, lebih baik kembali (kalau kita bisa) dan membiarkan para raksasa punya hidangan istimewa dalam pesta mereka, atau tersesat dalam perut bukit tempat, sepuluh banding satu, ada naga, lubang-lubang dalam, gas, air, dan Auw! Lepaskan! Selamatkan kalian. Aku...” Setelah itu semua terjadi cepat sekali. Ada jeritan mengerikan, suara mendesis, serak, dan dalam, suara keretak bebatuan, dan Jill mendapati dirinya tergelincir, tergelincir, tergelincir tanpa harapan, dan tergelincir semakin cepat setiap saat menuruni lereng yang semakin curam. Lereng itu tidak halus dan keras, tapi penuh batu kecil dan tanah. Bahkan kalaupun kau bisa berdiri, pasti tidak ada gunanya. DI mana pun di lereng itu kau menginjakkan kakimu, tanahnya akan lepas dari bawahmu dan membawamu mengelincir ke bawah. Tapi posisi Jill lebih berbaring daripada berdiri. Dan semakin jauh mereka menggelincir, semakin mereka ditimpa bebatuan dan tanah, sehingga seluruh benda yang jatuh itu (termasuk dirt mereka) bergerak semakin cepat, bersuara makin keras, berdebu, dan kotor. 104 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Dari jeritan keras dan kata-kata makian kedua temannya, Jill tahu banyak batu yang terlepas karena dirinya menghantam Scrubb dan Puddleglum cukup keras. Dan sekarang dia bergerak cepat sekali dan yakin dia pasti luka parah kalau sampai di dasar. Tap, ternyata tidak. Mereka memar-memar, dan cairan lengket di wajah Jill ternyata darah. Dan begitu banyak tanah, pasir, serta batubatu besar yang tertumpuk di sekelilingnya (dan sebagian di atasnya) sehingga dia tidak bisa berdiri. Kegelapan begitu total sehingga tidak ada bedanya sama sekali apakah kau membuka mata atau tidak. Tidak ada suara. Dan itulah saat paling menakutkan yang pernah Jill alami dalam hidupnya. Kalau dia sendirian, kalau yang lain... Kemudian dia mendengar gerakan di sekelilingnya. Lalu ketiganya, dalam suarasuara gemetar menjelaskan bahwa tidak ada di antara mereka yang mengalami patah tulang. “Kita tidak akan bisa naik ke sana lagi,” kata suara Scrubb. “Dan sudahkah kalian merasakan betapa hangatnya di sini?” kata suara Puddleglum. “Itu berarti kita jauh di bawah. Mungkin hampir satu mil.” Tidak ada yang bicara. Beberapa saat kemudian Puddleglum menambahkan: “Kotak korek apiku hilang.” Setelah keheningan yang lama lagi, Jill berkata, “Aku sangat haus.” Tidak ada yang mengusulkan tindakan apa pun. Sangat jelas tidak ada yang bisa dilakukan. Saat itu, mereka tidak merasa separah yang dipikirkan orang, itu karena mereka sangat lelah. Lama, lama setelahnya, tanpa peringatan apa pun, suara yang aneh bicara. Mereka langsung tahu itu bukan satu suara di dunia ini yang diam-diam mereka harapkan, suara Aslan. Suara itu berat dan datar-hampir, kalau kau tahu artinya, merupakan suara yang sangat gelap. Dia berkata: “Apa yang membuat kalian datang ke sini, makhluk-makhluk Dunia Atas?” *** 105 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB SEPULUH Perjalanan Tanpa Matahari



“SIAPA itu?” teriak ketiga petualang. “Aku penjaga gerbang Perbatasan Dunia Bawah, dan bersamaku ada seratus earthman bersenjata,” datang jawabannya. “Cepat berirahu aku siapa kalian dan apa urusan kalian di Kerajaan Bawah?” “Kami tidak sengaja jatuh,” kata Puddleglum, cukup jujur. “Banyak yang jatuh, dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari,” kata suara itu. “Bersiaplah untuk ikut aku menghadap Ratu Kerajaan Bawah.” “Apa yang dia inginkan dari kami?” tanya Scrubb hati-hati. “Aku tidak tahu,” kata suara itu. “Keinginannya tidak untuk dipertanyakan, tapi untuk dipatuhi.” Sementara dia mengatakan ini ada suara seperti ledakan pelan dan setelah itu cahaya yang dingin, abu-abu dengan sedikit warna biru, menerangi gua. Semua harapan bahwa yang berbicara tadi hanya menyombongkan diri ketika menyebutkan seratus pengikut bersenjatanya langsung lenyap. Jill mendapati dirinya mengerjap dan menatap kerumunan rapat. Mereka semua terdiri atas berbagai ukuran, mulai dari gnome kecil nyaris tidak lebih dari tiga puluh sentimeter sampai makhluk jangkung yang lebih tinggi daripada manusia. Semuanya membawa tombak bercabang tiga, dan semuanya sangat pucat, dan berdiri sangat diam seperti patung. Selain itu, mereka sangat berbeda, beberapa punya ekor dan yang lain tidak, beberapa berjanggut panjang dan yang lain memiliki wajah bulat yang sangat halus, sebesar labu. Hidung mereka ada yang panjang dan mancung, juga ada yang panjang tapi lemas seperti belalai kecil, lalu 106 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



ada yang besar bulat. Beberapa memiliki tanduk tunggal di dahi mereka. Tapi dalam satu hal mereka semua mirip: seluruh wajah dalam kumpulan seratus makhluk itu merupakan wajah paling sedih yang mungkin ada. Mereka begitu sedih, sehingga pada pandangan pertama, Jill hamper lupa untuk takut pada mereka. Dia merasa ingin menghibur mereka. “Yah!” kata Puddleglum, mengusapkan kedua tangannya. “Ini tepat seperti yang kubutuhkan. Kalau makhluk-makhluk ini tidak bisa mengajariku untuk memiliki pandangan hidup yang serius, aku tidak tahu apa lagi yang bisa. Lihatnya makhluk dengan kumis itu-atau yang itu yang memiliki.” “Bangkit,” kata pemimpin earthman. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Ketiga petualang bangkit berdiri dan bergandengan tangan. Orang ingin memegang tangan teman di saat seperti itu. Dan para earthman mengelilingi mereka, berjalan di atas kaki besar yang lembek, yang beberapa berjari sepuluh, yang lain dua belas, dan yang lain sama sekali tanpa jari. “Jalan,” kata si penjaga gerbang, dan itulah yang mereka lakukan. Cahaya yang dingin itu datang dari bola besar di puncak tongkat panjang, dan makhluk tertinggi membawa tongkat ini di bagian depan iring-iringan. Dengan cahayanya yang menyedihkan mereka bisa melihat mereka berada dalam gua alam. Dinding-dinding dan atapnya berbongkah-bongkah, terpilin-pilin, dan berlubang-lubang menjadi ribuan bentuk fantastis, dan lantai batunya menurun saat mereka maju terus. Keadaan jauh lebih parah bagi Jill daripada bagi yang lain, karena dia membenci tempat-tempat gelap di bawah tanah. Dan ketika, saat mereka berjalan terus, gua semakin rendah dan sempit, dan ketika, akhirnya, si pembawa cahaya berdiri menyingkir, dan para gnome, satu demi satu, membungkuk (semuanya kecuali yang paling



107 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kecil) dan melangkah melalui rekahan kecil yang gelap dan menghilang, Jill merasa tidak tahan lagi. “Aku tidak bisa masuk ke sana, aku tidak bisa! Aku tidak bisa! Aku tidak mau,” dia terengah. Para earthman tidak mengatakan apa pun tapi mereka semua menurunkan tombak mereka dan mengarahkannya pada Jill. “Tenang, Pole,” kata Puddleglum. “Makhluk-makhluk besar itu tidak akan merangkak masuk sana kalau guanya tidak semakin besar nantinya. Dan ada sesuatu yang menyenangkan tentang tempat bawah tanah ini, kita tidak akan kena hujan.” “Oh, kau tidak mengerti. Aku tidak bisa,” tangis Jill. “Pikirkan perasaanku di tepi jurang itu, Pole,” kata Scrubb. “Kau duluan, Puddleglum, dan aku terakhir setelah Jill.” “Benar,” kata si marsh-wiggle, merangkak dengan tangan dan kakinya. “Kau pegang tumitku, Pole, dan Scrubb akan memegang tumitmu. Dengan begitu kita akan merasa nyaman.” “Nyaman!” kata Jill ngeri. Tapi dia merendahkan tubuhnya dan mereka merangkak menggunakan siku mereka. Tempat itu mengerikan. Kau harus merangkak selama sepertinya setengah jam, meskipun mungkin saja sebenarnya hanya lima menit. Tempat itu panas. Jill merasa tubuhnya ditekan dari segala arah. Tapi akhirnya ada cahaya remang-remang di depan, terowongan melebar dan semakin tinggi, dan mereka keluar, kepanasan, kotor, dan gemetar, ke gua yang sangat besar sehingga nyaris tidak seperti gua sama sekali. Gua itu penuh cahaya remang yang membuat mengantuk, sehingga di situ mereka tidak membutuhkan lentera earthman yang aneh. Lantainya lembut karena tertutup sejenis lumut dan banyak lumut yang tumbuh dengan berbagai bentuk aneh, bercabang dan tinggi seperti pohon, tapi lentur seperti jamur. Pohon-pohon ini berdiri 108 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



terlalu berjauhan untuk membentuk hutan, mereka lebih mirip pohon di taman. Cahaya itu (yang hijau keabuan) sepertinya datang dari pohon dan lumut itu, dan tidak cukup kuat untuk mencapai atap gua, yang pasti jauh di atas mereka. Mereka disuruh berjalan menyeberangi tempat yang lembut, halus, dan membuat mengantuk itu. Semua itu sangat menyedihkan, tapi kesedihan yang menenangkan, seperti musik lembut. Di sini mereka melewati berlusin-lusin binatang aneh, berbaring di lumut tebal, entah mati atau tidur, Jill tidak bisa membedakannya. Kebanyakan binatang ini mirip naga atau kelelawar. Puddleglum tidak mengenali satu pun. “Apakah mereka tumbuh di sini?” tanya Scrubb pada penjaga gerbang. Dia sepertinya kaget karena ditanyai, tapi menjawab, “Tidak. Mereka semua binatang yang mencari jalan turun melalui rekahan tanah dan gua-gua, dari Dunia Atas ke Kerajaan Bawah. Banyak yang turun, dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari. Katanya mereka semua akan bangun di akhir dunia.” Mulutnya tertutup seperti kotak ketika dia selesai mengatakan ini, dan dalam keheningan total gua itu anak-anak merasa mereka tidak berani bicara lagi. Kaki-kaki telanjang para gnome, berjalan di atas lumut tebal, tidak membuat suara. Tidak ada angin, tidak ada burung, tidak ada suara air. Tidak ada suara napas dari makhluk-makhluk aneh itu. Ketika mereka telah berjalan beberapa mil, mereka mencapai dinding batu, dan di sana terdapat gerbang lengkung pendek menuju gua lain. Gerbang itu tidak seburuk pintu terakhir dan Jill bisa melewatinya tanpa harus menundukkan kepala. Gerbang itu membawa mereka ke gua yang lebih kecil, panjang dan sempit, kirakira berbentuk dan berukuran seperti katedral. Dan di sini, mengisi hampir seluruh panjangnya, berbaringlah manusia besar yang tidur lelap. Dia jauh lebih besar daripada raksasa mana pun, dan wajahnya 109 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



tidak seperti raksasa, tapi anggun dan tampan. Dadanya naik-turun di bawah janggut putih yang menutupi tubuhnya sampai ke pinggang. Cahaya keperakan yang murni (tidak ada yang melihat dari mana datangnya) meneranginya. “Siapa itu?” tanya Puddleglum. Dan sudah sangat lama sejak terakhir kali ada yang bicara, sehingga Jill bertanya-tanya dari mana marshwiggle itu mendapat keberanian. “Itu Bapak Waktu tua, yang dulu Raja Dunia Atas,” kata si penjaga gerbang. “Dan sekarang dia telah masuk jauh dalam Kerajaan Bawah dan berbaring memimpikan semua hal yang terjadi di dunia atas. Banyak yang masuk, dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari. Mereka berkata dia akan bangun di akhir dunia.” Dan keluar dari gua, mereka melewati gua lain, kemudian gua lain dan gua lain lagi, dan begitu terus sehingga Jill tidak bisa menghitung lagi, tapi mereka selalu berjalan turun dan setiap gua lebih rendah daripada yang sebelumnya, sehingga sekadar pikiran tentang berat dan dalamnya tanah di atasmu bisa membuatmu sesak napas. Akhirnya mereka mencapai tempat si penjaga gerbang memerintahkan lenteranya yang menyedihkan dinyalakan lagi. Kemudian mereka melewati gua yang begitu lebar dan gelap sehingga mereka tidak bisa melihat apa-apa kecuali tepat di depan mereka ada segaris pasir pucat yang berbatasan dengan air tenang. Dan di sana, di sebelah dermaga kecil, ada kapal tanpa tiang atau layar tapi dengan banyak dayung. Mereka disuruh naik ke kapal dan dipandu ke anjungan, di sana ada tempat terbuka di depan para bangku para pendayung dan ada tempat duduk melingkari bagian dalam anjungannya. “Satu hal yang ingin kuketahui,” kata Puddleglum, “apakah ada siapa pun dari dunia kami--dari atas, maksudku--yang pernah melakukan perjalanan ini sebelumnya?” 110 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Banyak yang naik kapal di pantai pucat,” jawab si penjaga gerbang, “dan..” “Ya, aku tahu,” potong Puddleglum. “Dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari. Kau tidak perlu mengatakannya lagi. Kau memang menyebalkan, ya?” Anak-anak duduk merapat di kedua sisi Puddleglum. Mereka merasa dia menyebalkan saat di atas, tapi di bawah sini sepertinya dia satu-satunya hal menenangkan yang mereka miliki. Kemudian lentera bercahaya pucat itu digantung di tengah kapal, para earthman duduk di bangku pendayung, dan kapal mulai bergerak. Cahaya lentera itu tidak memberi penerangan sampai jauh. Saat melihat ke depan, mereka tidak bisa melihat apa pun kecuali air yang tenang dan gelap, menghilang ke dalam kegelapan total. “Oh, apa yang akan terjadi pada kita?” kata Jill putus asa. “Nah, jangan kehilangan semangat, Pole,” kata si marsh-wiggle. “Ada satu hal yang harus 'kauingat. Kita kembali ke jalan yang benar. kita harus pergi ke bawah reruntuhan kota, Jan kita berada di bawahnya. Kita kembali mengikuti instruksi.” Kemudian mereka diberi makan--sejenis kue datar lembek yang nyaris tidak ada rasanya. Dan setelah itu, mereka perlahan-lahan tertidur. Tapi ketika mereka terbangun, semuanya masih sama saja. Para gnome masih mendayung, kapal masih melaju, masih kegelapan total di depan. Seberapa seringnya mereka terbangun, tidur, makan, dan tidur lagi, tidak ada yang bisa ingat. Dan yang terburuk tentang itu adalah kau mulai merasa seolah kau selalu tinggal di kapal itu, dalam kegelapan itu, dan bertanyatanya apakah matahari, langit biru, angin, dan burung-burung bukanlah mimpi. Mereka hampir putus asa dan tidak takut apa pun lagi ketika akhirnya mereka melihat cahaya di depan: cahaya pucat, seperti lentera mereka. Kemudian, cukup tiba-tiba, salah satu cahaya ini 111 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



mendekat dan mereka melihat mereka berpapasan dengan kapal lain. Setelah itu mereka berpapasan dengan beberapa kapal. Kemudian, menatap sampai mata mereka sakit, mereka melihat beberapa cahaya di depan datang dari apa yang tampaknya dermaga, dinding-dinding, menara-menara, dan kumpulan yang bergerak. Tapi tetap hampir tidak ada suara sama sekali. “Ya ampun,” kata Scrubb. “Kota!” dan tak lama kemudian mereka semua melihat dia benar. Tapi itu kota yang aneh. Cahaya begitu sedikit dan berjauhan sehingga pasti datang dari Pondok-pondok yang berjauhan bila di dunia kita. Tapi bagian-bagian kecil yang bisa kaulihat dengan penerangan minim itu menunjukkan pelabuhan besar. Kau bisa melihat di satu tempat ada sekumpulan kapal memunggah atau menurunkan barang, di bagian lain, bertumpuk-tumpuk barang dan gudang-gudang, dan di tempat lain, dinding-dinding dan pilarpilar menampilkan istana-istana megah atau kuil-kuil. Dan selalu, di mana pun cahaya jatuh, kumpulan-ratusan earthman, bertabrakan saat mereka berjalan pelan melakukan urusan masing-masing di jalanjalan sempit, lapangan-lapangan luas, atau mendaki tangga. Gerakan mereka yang terus-menerus membuat sejenis suara gumam pelan yang terdengar ketika kapal semakin dekat dan terus mendekat, tapi tidak ada lagu, teriakan, suara lonceng, gemeretak roda di mana pun. Kota itu hening, dan hampir sama gelapnya, dengan bagian dalam rumah semut. Akhirnya kapal mereka dibawa ke sisi dermaga dan merapat. Ketiga petualang dibawa ke darat dan diantar ke Kota. Kerumunan earthman, sama sekali tidak ada yang mirip, bertabrakan bahu dengan mereka di jalan-jalan yang sesak, dan cahaya muram menerangi banyak wajah sedih dan kaku. Tapi tidak ada yang menunjukkan ketertarikan pada orang-orang asing itu. Setiap gnome sepertinya sama sibuknya selain sedih, meskipun Jill tidak tahu apa yang membuat mereka begitu 112 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



sibuk. Tapi gerakan, dorongan, jalan terburu-buru, dan suara langkah lembut pok-pok-pok itu tanpa henti. Akhirnya mereka mencapai apa yang sepertinya kastil utama, meskipun hanya beberapa jendela yang memancarkan cahaya. Di sini mereka dibawa masuk dan disuruh menyeberangi halaman dalam, dan mendaki banyak tangga. Perjalanan ini akhirnya membawa mereka pada aula besar bersuasana remang-remang. Tapi di satu sudutnya-oh, senangnya!--ada pintu lengkung yang diterangi cahaya yang berbeda, cahaya hangat yang jujur dan kekuningan seperti yang digunakan manusia. Yang ditunjukkan cahaya ini di dalam pintu lengkung itu adalah kaki tangga yang mendaki di antara dindingdinding batu. Cahaya itu sepertinya datang dari atas. Dua earthman berdiri di kedua sisi pintu lengkung itu seperti prajurit, atau penjaga pintu. Si penjaga gerbang mendekati kedua earthman ini, dan berkata, seolah itu kata kunci: “Banyak yang turun ke Dunia Bawah.” “Dan sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari,” jawab mereka, seolah itu sandi balasannya. Lalu mereka bertiga mendekatkan kepala dan bicara. Akhirnya salah satu gnome prajurit itu berkata, “Kukatakan padamu, ratu yang baik sedang pergi melakukan urusannya yang penting. Kita sebaiknya langsung memasukkan orang-orang yang datang dari atas ini ke penjara sampai Ratu kembali. Sedikit yang kembali ke tanah yang diterangi matahari.” Saat itu percakapan terpotong oleh sesuatu yang bagi Jill terasa seperti suara paling indah di dunia. Suara itu datang dari atas, dari puncak tangga, dan terdengar seperti suara manusia yang jernih, bergema, dan sempurna, suara pria muda.



113 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Apa yang kautahan di bawah sana, Mullugutherum?” teriaknya. “Makhluk-makhluk dari Dunia Atas, ha! Bawa mereka kepadaku, sekarang juga.” “Semoga Yang Mulia ingat,” kata Mullugutherum memulai, tapi suara itu memotong ucapannya. “Yang Mulia akan sangat senang kalau dipatuhi, makhluk tua cerewet. Bawa mereka ke sini,” teriaknya. Mullugutherum menggeleng, memberi tanda pada para petualang untuk mengikuti dan mendaki tangga. Di setiap tangga, cahaya semakin terang. Ada permadani hias yang indah tergantung di dinding-dinding. Lampu bersinar keemasan melalui gorden tipis di puncak tangga. Si earthman membuka gorden dan berdiri menyamping. Ketiga petualang melewatinya. Mereka berada dalam ruangan yang indah, berhiaskan permadani gantung, dengan api besar pada perapian yang bersih, serta anggur merah dan gelas berkilau di meja. Pria muda dengan rambut pirang bangkit untuk menyambut mereka. Dia tampan dan tampak berani sekaligus baik hati, meskipun ada sesuatu pada wajahnya yang sepertinya tidak benar. Dia mengenakan pakaian hitam dan secara keseluruhan agak mirip Hamlet. “Selamat datang, makhluk-makhluk Dunia Atas,” teriaknya. “Tapi sebentar! Aku minta maaf! Aku sudah pernah melihat kedua anak ini, dan ini, pengasuh kalian yang aneh sebelumnya. Bukankah kalian bertiga yang bertemu denganku di jembatan di perbatasan Ettinsmoor ketika aku berkuda ke sana bersama lady-ku?” “Oh... kaulah kesatria hitam yang tidak bicara sama sekali?” tanya Jill. “Dan apakah lady itu Ratu Dunia Bawah?” tanya Puddleglum, dengan suara yang tidak terlalu bersahabat. Dan Scrubb, yang juga punya pikiran yang sama, membentak, “Karena kalau memang begitu, 114 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kurasa dia benar-benar bermaksud mengirim kami ke kastil raksasa yang ingin memakan kami. Memangnya kerugian apa yang pernah kami lakukan padanya, aku ingin tahu?” “Bagaimana?” kata Kesatria Hitam sambil mengerutkan dahi. “Kalau kau tidak begitu muda, Nak, kau dan aku harus bertarung sampai mati karena pertengkaran ini. Aku tidak bisa mendengar hinaan apa pun bagi kehormatan lady-ku. Tapi kau bisa yakin akan ini, apa pun yang dia katakan padamu, dia mengatakannya dengan maksud baik. Kau tidak mengenalnya. Dia itu kumpulan segala hal yang baik, kebenaran, kebaikan, konsistensi, kelembutan, keberanian, dan sebagainya. Aku mengatakan apa yang kutahu. Kebaikannya pada diriku saja, yang tidak akan pernah bisa membalasnya, akan membuat cerita yang hebat. Tapi kau harus mengenal dan mencintainya di sini. Sementara itu, apa urusanmu di Dunia Bawah?” Dan sebelum Puddleglum bisa menghentikannya, Jill berkata, “Tolonglah, kami berusaha menemukan Pangeran Rilian dari Narnia.” Kemudian dia menyadari betapa mengerikan risiko yang diambilnya. Orang-orang ini mungkin saja musuh. Tapi kesatria itu tidak tampak tertarik. “Rilian? Narnia?” katanya tak peduli. “Narnia? Negeri apa itu? Aku tidak pernah mendengar namanya. Pasti letaknya beribu kilometer dari bagian Dunia Atas yang kukenal. Tapi fantasi anehlah yang membawa kalian mencari--bagaimana kalian menyebutnya?--Bilian? Trilian?--dalam rumah lady-ku. Bahkan, menurut pengetahuanku, tidak ada pria seperti itu di sini.” Dia tertawa sangat keras pada katakatanya sendiri, dan Jill berpikir, Aku ingin tahu apakah itu yang salah dengan wajahnya? Apakah dia agak gila? “Kami disuruh mencari pesan pada bebatuan Kota Runtuh,” kata Scrubb. “Dan kami melihat kata-kata KE BAWAHKU.”



115 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Kesatria itu tertawa lebih keras lagi. “Kalian benar-benar tertipu,” katanya. “Kata-kata itu tidak berarti apa-apa bagi kalian. Kalau kalian bertanya pada lady-ku, dia bisa memberi kalian saran yang lebih baik. Karena kata-kata itu hanya bagian yang tertinggal dari kalimat yang lebih panjang, yang di masa-masa kuno, seperti yang diingatnya dengan baik, berbunyi begini: Meskipun di bawah Bumi dan tanpa takhta sekarang keadaanku, Tapi saat aku hidup, ke bawahku seluruh Bumi tunduk. “Dari situ jelas bahwa ada raja raksasa kuno yang hebat, yang dikubur di sana, menyuruh kalimat sombong itu dibentuk dengan batu di atas makamnya. Meskipun patahnya beberapa batu, dibawanya batu-batu yang lain untuk bangunan-bangunan baru, dan diisinya potongan-potongan itu dengan reruntuhan, hanya dua kata itu yang tersisa masih bisa dibaca. Bukankah ini lelucon paling lucu di dunia, kalian berpikir kata-kata itu ditulis untuk kalian?” Ini seperti air dingin disiramkan pada punggung Scrubb dan Jill. Karena bagi mereka rasanya sangat mungkin kata-kata itu tidak ada hubungannya sama sekali pada pencarian mereka, dan bahwa mereka masuk ke sana karena kecelakaan belaka. “Jangan pedulikan dia,” kata Puddleglum. “Tidak ada kecelakaan. Penunjuk Plan kita adalah Aslan, dan dia ada di sana ketika raja raksasa itu menyuruh huruf-huruf itu dibentuk, dan dia sudah tahu semua hal yang akan terjadi, termasuk ini.” “Penunjuk Plan kalian ini pasti berumur paniang, teman,” kata si kesatria sambil tertawa lagi. Jill mulai merasa tawa itu mengganggu. 116 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Dan sepertinya bagiku, Sir,” jawab Puddleglum, “bahwa lady-mu ini pasti berumur panjang juga, kalau dia ingat kalimat lengkapnya seperti awal terbentuknya.” “Sangat lucu, Muka--kodok,” kata si kesatria, menepuk bahu Puddleglum dan tertawa lagi. “Dan kau benar. Dia salah satu dari ras murni, dan tidak mengenal masa tua ataupun kematian. Aku sangat berterima kasih padanya bagi kebaikannya pada makhluk fana malang seperti diriku. Karena kau harus tahu, Sir, aku pria di bawah kutukan sangat aneh, dan tidak ada lagi selain kebaikan Ratu yang bisa bersabar menghadapiku. Kesabaran, kataku? Tapi kebaikannya melebihi sekadar kesabaran. Dia menjanjikan padaku kerajaan agung di Dunia Atas, dan, setelah aku jadi raja, dirinya sendiri yang murni menjadi pengantinku. Tapi kisahnya terlalu panjang untuk kalian dengarkan sambil kelaparan dan berdiri. Hai, yang di sana! Bawakan anggur dan makanan dunia atas bagi tamu-tamuku. Mari, duduklah, orang-orang baik. Gadis kecil, duduklah di kursi ini. Kalian akan mendengar semuanya.” ***



117 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB SEBELAS Dalam Kastil yang Gelap



KETIKA makanan (yang terdiri atas pai burung dara, ham dingin, salad, dan kue-kue) dibawa, dan semua menarik kursi masing-masing ke meja dan mulai makan, si kesatria melanjutkan: “Kalian harus mengerti, teman-teman, bahwa aku tidak tahu apa pun tentang siapa diriku dan kapan aku memasuki Dunia Gelap ini. Aku tidak mengingat saat-saat kapan pun aku tidak berada di bawah, seperti sekarang, dalam kerajaan ratu yang sangat baik ini, tapi menurutku dia telah menyelamatkanku dari sejenis kutukan jahat dan membawaku ke bawah perlindungannya yang tak terbatas. (Kaki Kodok yang baik, gelasmu kosong. Biarkan aku mengisinya. Dan bagiku ini sepertinya benar karena bahkan sekarang pun aku masih terikat kutukan, dan hanya lady-ku yang bisa melepaskanku darinya. Setiap malam, datanglah satu jam ketika pikiranku dengan mengerikan berubah, dan setelah pikiranku, tubuhku. Pertama-tama aku menjadi marah dan liar lalu akan berusaha membunuh temanteman terdekatku, kalau saja aku tidak diikat. Dan tak lama setelahnya, aku berubah menjadi sejenis kobra besar, lapar, ganas, dan mematikan. (Sir, silakan ambil sepotong dada burung dara lagi, kumohon. Seperti itulah yang mereka beritahukan padaku, dan mereka pasti jujur, karena ladyku mengatakan hal yang sama. Aku sendiri tidak tahu apa pun tentang itu, karena ketika jam itu lewat, aku terbangun tidak mengingat apa pun tentang kemarahan mengerikan itu dan dalam kondisi sempurna serta pikiran jernih--kecuali entah kenapa aku merasa lelah. (Lady kecil, makanlah satu kue madu itu, yang dibawa bagiku dari tanah barbar di sebelah selatan dunia.) Sekarang Yang Mulia Ratu tahu dari seni yang dikuasainya bahwa aku akan bebas dari kutukan ini begitu dia menjadikanku raja di Dunia Atas dan meletakkan mahkotanya di kepalaku. Tanah itu sudah 118 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dipilih dan di tempat itulah kami akan keluar. Rakyat earthman-nya bekerja siang-malam menggali jalan di bawahnya, dan sekarang sudah berjalan begitu jauh dan tinggi sehingga terowongan itu tinggal kurang dari beberapa meter di bawah rumput yang diinjak rakyat negeri itu. Tidak lama lagi para rakyat Dunia Atas itu harus menerima nasib mereka. Ratu sendiri ada di tempat penggalian malam ini, dan aku mengharapkan pesan darinya. Saat itu atap tipis tanah yang masih menghalangiku dari kerajaanku akan terpecahkan, dan dengan sang ratu untuk memanduku dan seribu earthman mendukungku, aku akan main dengan bersenjata lengkap, menyerang tiba-tiba musuh-musuh kami, membunuh pemimpin mereka, meruntuhkan tempat-tempat penting mereka, dan tak ragu lagi akan dimahkotai sebagai raja dalam waktu empat hari.” “Nasib mereka tidak terlalu baik, bukan?” kata Scrubb. “Kau anak laki-laki yang menakjubkan, sangat cerdas!” teriak si kesatria. “Karena, aku sendiri tidak pernah berpikir begitu sebelumnya. Aku mengerti maksudmu.” Dia tampak sedikit, sangat sedikit khawatir beberapa saat, tapi wajahnya segera jernih lagi dan tawanya yang keras terdengar lagi, “Tapi takutlah pada gravitasi! Bukankah hal paling lucu dan aneh di dunia, memikirkan mereka semua mengerjakan urusan masing-masing dan tidak pernah bermimpi bahwa di bawah ladang-ladang dan lantai-lantai mereka yang tenang, hanya beberapa meter di bawahnya, ada pasukan besar siap menyerang mereka seperti air mancur! Dan mereka pasti tidak pernah menduga! Wah, mereka sendiri, ketika kekagetan pertama karena kekalahan mereka sudah berakhir, pasti tidak bisa melakukan hal lain kecuali tertawa saat memikirkan hal itu!” “Aku sama sekali tidak menganggapnya lucu,” kata Jill. “Kurasa kau ini tiran yang jahat.” “Apa?” kata si kesatria, masih tertawa dan menepuk kepala Jill dengan cara yang mengesalkan. “Apakah gadis kecil kita ini politikus 119 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



jagoan? Tapi jangan takut, Sayang. Saat memerintah tanah itu, aku akan melakukan semua dengan panduan nasihat lady-ku, yang saat itu akan menjadi ratuku juga. Kata-katanya akan menjadi hukumku, bahkan saat kata-kataku akan menjadi hukum bagi orang-orang yang kami kalahkan.” “Di tempat asalku,” kata Jill, yang semakin tidak menyukai si kesatria, “mereka tidak terlalu menyukai pria yang bisa diperintah istrinya.” “Pasti pikiranmu akan berbeda kalau kau sudah punya suami sendiri, kuperingatkan saja,” kata si kesatria, sepertinya menganggap hal ini sangat lucu. “Tapi dengan lady-ku, ini masalah yang berbeda. Aku sangat puas bisa menjalankan perintah dia, yang telah menyelamatkanku dari ribuan bahaya. Tidak ada ibu yang telah menanggung rasa sakit dengan lebih penuh kasih sayang bagi anaknya, daripada kebaikan sang ratu padaku. Wah, lihat dirimu, meskipun dia sangat sibuk dan punya banyak urusan, dia sering berkuda bersamaku di Dunia Atas untuk membiasakan mataku dengan cahaya matahari. Saat itu aku harus bersenjata lengkap dan menurunkan penutup mataku, supaya tidak ada yang melihat wajahku dan aku tidak boleh bicara dengan siapa pun. Karena dia telah mengetahui dari seni ajaib bahwa ini akan menjauhkan kesembuhanku dari kutukan mengerikan yang mengikatku. Bukankah wanita seperti itu pantas mendapat pemujaan laki-laki?” “Sepertinya memang wanita yang sangat baik,” kata Puddleglum dengan nada suara yang berarti tepat sebaliknya. Mereka benar-benar lelah mendengarkan omongan si kesatria sebelum mereka selesai makan. Puddleglum berpikir, Aku ingin tahu permainan apa yang melibatkan pemuda bodoh ini. Scrubb berpikir, Dia sebenarnya bayi besar, terikat pada tali celemek wanita itu. Dia menyedihkan. Dan Jill berpikir, Dia orang paling bodoh, sombong, 120 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dan egois yang pernah kutemui. Tapi ketika acara makan selesai, suasana hati si kesatria berubah. Dia tidak tertawa-tawa lagi. “Teman-teman,” katanya, “jam itu sudah hampir tiba. Aku malu kalian harus melihatku tapi aku takut ditinggal sendirian. Mereka akan datang sebentar lagi dan mengikat tangan serta kakiku ke kursi. Sialnya, ini harus dilakukan, karena dalam kemarahanku, kata mereka padaku, aku akan menghancurkan apa pun yang bisa kuraih.” “Menurutku,” kata Scrubb, “aku sangat prihatin tentang kutukanmu, tentu saja, tapi apa yang akan mereka lakukan pada kami ketika mereka datang untuk mengikatmu? Mereka sudah membicarakan akan memasukkan kami ke penjara. Dan kami tidak terlalu menyukai tempat-tempat gelap itu. Kami lebih suka tetap di sini sampai kau... lebih baik... kalau boleh.” “Ini pikiran yang baik,” kata si kesatria. “Biasanya tidak ada, kecuali sang ratu sendiri, yang tinggal bersamaku di saat-saat perubahanku. Itulah kasih sayangnya yang lembut pada kehormatanku sehingga dia tidak mau mengorbankan telinga yang lain selain telinganya sendiri untuk mendengar kata-kata yang kulontarkan saatsaat kegilaanku itu. Tapi aku tidak bisa dengan mudah membujuk gnome yang menjagaku bahwa kalian bisa dibiarkan tinggal bersamaku. Dan kurasa aku mendengar suara kaki lembut mereka sekarang di tangga. Pergilah melalui pintu itu: itu mengarah ke apartemenku yang lain. Dan di sana, entah menungguku datang ketika mereka telah melepaskanku, atau kalau kalian mau, kembalilah dan duduk bersamaku di saat-saat kemarahanku.” Mereka mengikuti petunjuknya dan keluar dari ruangan itu melalui pintu yang belum mereka lihat terbuka. Pintu itu membawa mereka, mereka senang melihatnya, tidak ke kegelapan tapi ke koridor yang terang. Mereka mencoba berbagai pintu dan menemukan (apa yang benar-benar mereka butuhkan) air untuk membersihkan diri dan bahkan cermin. “Dia tidak menawari kita untuk membersihkan diri 121 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



sebelum makan,” kata Jill sambil mengeringkan wajahnya. “Dasar egois.” “Apakah kita akan kembali untuk melihat kutukan itu, atau lebih baik tetap di sini?” kata Scrubb. “Tetap di sini, menurutku,” kata Jill. “Aku lebih suka tidak melihatnya.” Tapi dia juga agak ingin tahu. “Tidak, kembali,” kata Puddleglum. “Kita bisa mendapat i nformasi, dan kita membutuhkan segala yang bisa kita dapat. Aku yakin ratu itu penyihir dan musuh. Dan eart hman itu akan memukul kita begitu melihat kita. Ada a roma bahaya, kebohongan, sihir, dan pengkhianatan ya ng sangat tajam pada tanah ini, lebih tajam daripada y ang pernah kucium sebelumnya. Kita harus terus memb uka mata dan telinga kita lebar-lebar.” Mereka kembali menelusuri koridor dan pelan-pelan membuka pintu. “Tidak apa-apa,” kata Scrubb, berarti tidak ada earthman yang kelihatan. Lalu mereka semua kembali ke ruangan tempat mereka makan. Pintu utama sekarang tertutup, menyembunyikan gorden tempat mereka pertama datang tadi. Si kesatria duduk di kursi perak yang aneh, di sana dia terikat pada pergelangan kaki, lutut, siku, pergelangan tangan, dan pinggangnya. Dahinya berkeringat, dan wajahnya penuh penderitaan. “Masuklah, teman-teman,” katanya, dengan cepat mendongak. “Serangan itu belum datang. Jangan membuat suara, karena aku memberitahu petugas yang bertanya-tanya bahwa kalian tidur. Sekarang... aku bisa merasakannya datang. Cepat! Dengar ketika aku masih menguasai diriku sendiri. Ketika serangan itu datang, sangat mungkin aku akan memohon dan meminta kalian, dengan permohonan dan ancaman, untuk melepaskan ikatanku. Mereka semua berkata begitu. Aku pasti memohon pada kalian dengan semua 122 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



hal yang paling manis dan paling menakutkan. Tapi jangan dengarkan diriku. Kuatkan hati kalian dan tulikan telinga kalian. Karena selama aku terikat, kalian aman. Tapi begitu aku bangkit dan keluar dari kursi ini, pertama-tama akan datang kemarahanku, dan setelah itu”--dia gemetar--”perubahan menjadi ular kobra yang mengerikan.” “Tidak usah khawatir, kami tidak akan melepaskanmu,” kata Puddleglum. “Kami tidak ingin bertemu orang liar, atau ular kobra.” “Aku juga berpikir begitu,” kata Scrubb dan Jill bersama. “Tetap saja,” tambah Puddleglum dengan berbisik. “Jangan terlalu yakin. Tetaplah berjaga-jaga. Kita sudah merusak semua yang lain, kalian tahu bukan. Dia akan sangat lihai, aku tidak heran, begitu serangannya mulai. Bisakah kita saling memercayai? Apakah kita semua berjanji apa pun yang dia katakan, kita tidak akan menyentuh tali-tali itu? Apa pun yang dia katakan, ingat?” “Tentu!” kata Scrubb. “Tidak ada apa pun di dunia ini yang dia katakan atau lakukan, yang bisa membuatku mengubah pikiranku,” kata Jill. “Sstt! Sesuatu terjadi,” kata Puddleglum. Si kesatria mengerang. Wajahnya sepucat plester tembok, dan dia menggeliat dalam ikatannya. Dan entah karena merasa kasihan, atau karena alasan lain, Jill merasa si kesatria tampak lebih baik daripada sebelumnya. “Ah,” geram si kesatria. “Kutukan, kutukan... jaring sihir jahat yang berat, tumpang tindih, dingin, lembek. Terkubur hidup-hidup. Diseret turun ke bawah tanah, masuk ke kegelapan total... sudah berapa tahun?... Apakah aku hidup sepuluh tahun, atau seribu tahun, dalam lubang? Orang-orang seperti belatung di sekelilingku. Oh, ampunilah. Biarkan aku keluar, biarkan aku pulang. Biarkan aku merasakan angin dan melihat langit... Dulu ada kolam kecil. Ketika kau melihat ke 123 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dalamnya kau bisa melihat pohon-pohon tumbuh terbalik di air, semua hijau dan di atas mereka, langit biru yang dalam, sangat dalam.” Dia bicara dengan suara pelan, sekarang dia mendongak, memfokuskan tatapannya pada mereka, dan berkata dengan keras dan jelas: “Cepat! Aku sadar sekarang. Setiap malam aku sadar. Kalau saja aku bisa keluar dari kursi terkutuk ini, kutukannya akan hilang. Aku akan jadi manusia lagi. Tapi setiap malam mereka mengikatku, jadi setiap malam kesempatanku hilang. Tapi kalian bukan musuh. Aku bukan tawanan kalian. Cepat! Potong tali-tali ini.” “Diam! Tenang,” kata Puddleglum pada kedua anak. “Aku memohon kalian untuk mendengarkanku,” kata si kesatria, memaksa dirinya untuk bicara dengan tenang. “Apakah mereka berkata pada kalian kalau aku dilepaskan dari kursi ini aku akan membunuh kalian dan menjadi ular kobra? Aku melihat dari wajah kalian bahwa mereka melakukannya. Itu bohong. Pada jam inilah pikiranku sadar: di sisa harilah aku terkutuk. Kalian bukan earthman atau penyihir. Kenapa kalian harus memihak mereka? Demi kebaikan hati kalian, potonglah ikatanku.” “Tenang! Tenang! Tenang!” kata ketiga petualang satu sama lain. “Oh, hati kalian dari batu,” kata si kesatria. “Percayalah padaku, kalian melihat makhluk malang, yang telah menderita lebih daripada yang bisa ditanggung makhluk fana mana pun. Kesalahan apa yang telah kulakukan pada kalian, sehingga kalian memihak musuhmusuhku untuk membiarkanku tetap dalam keadaan demikian menderita? Dan waktu berjalan begitu cepat. Sekarang kalian bisa menyelamatkanku, ketika jam ini lewat, aku tidak akan punya kehendak lagi--menjadi mainan dan anjing peliharaan, tidak, lebih mirip bidak dan alat, dari penyihir paling jahat yang pernah 124 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



merencanakan kemalangan manusia. Dan malam ini, dari semua malam yang lain, ketika dia pergi! Kalian menghilangkan kesempatan yang mungkin tidak akan pernah datang lagi!” “Ini mengerikan. Aku lebih suka kita menyingkir sampai semua ini berakhir,” kata Jill. “Tenang!” kata Puddleglum. Suara si tawanan sekarang mengeras menjadi jeritan. “Lepaskan aku, kataku. Beri aku pedangku. Pedangku! Begitu bebas, aku akan melakukan balas dendam yang sangat mengerikan sehingga para earthman di Dunia Bawah akan membicarakannya selama seribu tahun!” “Sekarang kegilaannya dimulai,” kata Scrubb. “Kuharap ikatan itu kuat.” “Ya,” kata Puddleglum. “Dia punya kekuatan dua kali lipat daripada biasanya kalau dia bebas sekarang. Dan aku tidak pandai bermain pedang. Dia akan mengalahkan kita berdua, aku tidak heran, dan kemudian Pole mungkin akan tinggal sendirian untuk menghadapi ular itu.” Si tawanan sekarang begitu memberontak sehingga ikatan-ikatannya mengiris pergelangan tangan dan kakinya. “Hati-hati,” katanya. “Hati-hati. Suatu malam aku bisa melepaskannya. Tapi si penyihir ada saat itu. Kalian tidak memilikinya untuk membantu kalian malam ini. Bebaskan aku sekarang, dan aku teman kalian. Kalau tidak aku akan jadi musuh kalian selamanya.” “Cerdas, bukan?” kata Puddleglum. “Sekali lagi,” kata si tawanan, “aku memerintahkan kalian untuk membebaskanku. Demi semua rasa takut dan cinta, demi langit jernih di Dunia Atas, demi sang singa, Aslan sendiri, aku memerintahkan kalian “ 125 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh!” kata ketiga petualang seolah mereka terluka. “Itulah tandanya,” kata Puddleglum. “Itulah kata-kata tandanya,” kata Scrubb lebih hati-hati. “Oh, apa yang harus kita lakukan?” kata Jill. Itu pertanyaan mengerikan. Apa gunanya saling berjanji bagaimanapun mereka tidak akan membebaskan si kesatria, kalau sekarang mereka harus melakukan itu begitu si kesatria menyebutkan nama yang sangat mereka sayangi? Di sisi lain, apa gunanya menghafalkan tanda-tanda itu kalau mereka tidak akan mematuhinya? Tapi bisakah Aslan benar-benar menginginkan mereka membebaskan seseorang--bahkan orang gila--yang memintanya dalam nama Aslan? Bisakah itu sekadar kecelakaan? Atau bagaimana kalau Ratu Dunia Bawah tahu semua tentang tanda-tanda itu dan membuat si kesatria mengetahui nama ini hanya untuk menjebak mereka? Tapi, bagaimana kalau itu tanda yang sesungguhnya?... Mereka sudah salah melakukan tiga tanda sebelumnya, mereka tidak bisa salah melakukan yang keempat. “Oh, kalau saja kita tahu!” kata Jill. “Kurasa kita tahu sekarang,” kata Puddleglum. “Apakah maksudmu kaupikir semua akan baik-baik saja kalau kita membebaskan dia?” kata Scrubb. “Aku tidak tahu itu,” kata Puddleglum. “Kau tahu, Aslan tidak memberitahu Pole apa yang akan terjadi. Dia hanya memberitahunya apa yang harus dilakukan. Orang itu akan membunuh kita begitu dia bebas, aku tidak heran. Tapi itu tidak berarti kita tidak mau mengikuti tanda.” Mereka bertiga berdiri berpandangan dengan mata berbinar-binar. Itu saat yang memuakkan. “Baiklah!” kata Jill tiba-tiba. “Mari selesaikan. Selamat tinggal, semua...!” Mereka berjabat tangan. Si kesatria sudah berteriak sekarang, ada busa di pipinya. 126 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Ayo, Scrubb,” kata Puddleglum. Dia dan Scrubb menghunus pedang mereka dan mendekati si tawanan. “Dalam nama Aslan,” kata mereka, dan mulai memoton g ikatan. Begitu tawanan itu bebas, dia menyeberangi r uangan dalam satu lompatan dan mengambil pedangny a sendiri (yang dilepaskan dari dirinya dan diletakkan di meja), dan menghunusnya. “Kau dulu!” teriaknya dan menyerang kursi perak. Pedangnya pasti bagus sekali. Perak itu pecah terkena hantamannya, dan sesaat kemudian hanya beberapa potongan aneh, bersinar di lantai, yang tersisa darinya. Tapi begitu kursi itu pecah, dari sana memancar kilat, suara seperti guruh kecil, dan (sesaat) bau memuakkan. “Tetaplah di sana, alat sihir yang jahat,” katanya, “sehingga pemilikmu tidak akan bisa menggunakanmu lagi untuk korban lain.” Kemudian dia berbalik dan memerhatikan para penyelamatnya, dan sesuatu yang salah, apa pun itu, telah menghilang dari wajahnya. “Apa?” teriaknya, berpaling pada Puddleglum. “Apakah aku melihat di depanku marshwiggle--marsh-wiggle Narnia yang sungguhan, hidup, dan jujur?” “Oh, jadi kau pernah mendengar tentang Narnia?” kata Jill. “Apakah aku telah melupakannya ketika di bawah kutukan?” tanya si kesatria. “Yah, itu dan semua kutukan jahat lain sekarang sudah selesai. Kau boleh percaya bahwa aku mengenal Narnia, karena aku Rilian, Pangeran Narnia, dan Caspian raja yang agung adalah ayahku.” “Yang Mulia,” kata Puddleglum, berlutut pada satu kakinya (dan anak-anak juga melakukan hal yang sama), “kami datang ke sini untuk mencarimu.” “Dan siapa kalian, para penyelamatku yang lain?” kata Pangeran pada Scrubb dan Jill. 127 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Kami dikirim Aslan sendiri dari di luar ujung dunia untuk mencari Yang Mulia,” kata Scrubb. “Aku Eustace yang berlayar bersama Raja ke Pulau Ramandu.” “Aku berutang kepada kalian bertiga utang yang lebih besar daripada yang bisa kubayar,” kata Pangeran Rilian. “Tapi ayahku? Apakah dia masih hidup?” “Dia berlayar ke timur lagi sebelum kami meninggalkan Narnia, Yang Mulia,” kata Puddleglum. “Tapi Yang Mulia harus mempertimbangkan bahwa Raja sangat tua. Perbandingannya sepuluh banding satu beliau akan meninggal dalam pelayaran.” “Dia sudah tua, katamu. Berapa lama aku telah dikuasai si penyihir?” “Lebih dari sepuluh tahun sejak Yang Mulia hilang di hutan di sebelah utara Narnia.” “Sepuluh tahun!” kata Pangeran, mengusap wajahnya dengan tangan seolah supaya bisa mengingat masa lalu. “Ya, aku memercayaimu. Karena sekarang setelah menjadi diriku sendiri aku bisa mengingat semua hidup terkutuk itu, meskipun ketika mengalaminya aku tidak bisa mengingat diriku sendiri. Dan sekarang, teman-teman yang baik--tapi tunggu! Aku mendengar suara kaki mereka (suaranya memuakkan sekali, suara langkah yang lembek itu! Euh!) di tangga. Kunci pintunya, Nak. Atau tunggu. Aku punya pikiran yang lebih bagus. Aku akan menipu para earthman ini, kalau Aslan memberiku keberanian. Tunggu aba-abaku.” Dia berjalan dengan langkah tegas ke pintu dan membukanya lebarlebar. ***



128 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB DUA BELAS Ratu Dunia Bawah



DUA earthman masuk, tapi bukannya berjalan ke dalam ruangan, mereka memosisikan diri di tiap sisi pintu, dan membungkuk dalamdalam. Mereka langsung diikuti orang terakhir yang diharapkan atau dipikirkan akan dilihat mereka: Lady Bergaun Hijau, Ratu Dunia Bawah. Dia berdiri diam di ambang pintu, dan mereka bisa melihat matanya bergerak saat dia menyerap seluruh situasi itu--ketiga orang asing, kursi perak yang hancur, dan sang pangeran yang bebas, dan memegang pedang. Wajahnya menjadi sangat pucat, tapi Jill merasa warna putih pucat itu bukan warna wajah orang yang ketakutan tapi wajah orang marah. Sesaat si penyihir menatap sang pangeran, dan tatapannya sangat kejam. Kemudian dia sepertinya berubah pikiran. “Tinggalkan kami,” katanya pada kedua earthman. “Dan jangan biarkan ada yang mengganggu kami sampai aku memanggil, atau kalian kubunuh.” Para gnome itu bergerak pergi dengan patuh, dan si ratu penyihir menutup lalu mengunci pintu. “Bagaimana, Pangeranku Yang Mulia,” katanya, “Apakah serangan malammu belum datang, atau apakah sudah berakhir begitu cepat? Mengapa kau berdiri di sini tanpa terikat? Siapakah orang-orang asing ini? Dan apakah mereka yang telah menghancurkan kursi yang merupakan satu-satunya cara keselamatanmu?” Pangeran Rilian gemetar saat sang ratu bicara padanya. Dan tidak heran: tidak mudah membuang kutukan yang telah memperbudaknya selama sepuluh tahun hanya dalam setengah jam. Kemudian, bicara dengan susah payah, dia berkata:



129 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Madam, kursi itu tidak memiliki kegunaan lagi. Dan kau, yang telah memberitahuku seratus kali betapa kau mengasihaniku karena kutukan yang mengikatku, tentu akan mendengar dengan gembira bahwa kutukan itu sekarang telah berakhir untuk selamanya. Ada, sepertinya, kesalahan kecil pada cara Yang Mulia menangani kutukan itu. Ini, teman-teman sejatiku, telah menyembuhkanku. Aku sekarang berpikiran waras, dan ada dua hal yang ingin kukatakan padamu. Pertama-tama-menyangkut rencana Yang Mulia untuk menjadikanku kepala pasukan earthman yang akan keluar ke Dunia Atas dan di sana, dengan kekerasan, menjadikan diriku raja suatu bangsa yang tidak pernah melakukan kesalahan apa pun padaku--membunuh penguasa sejati mereka dan memangku takhta mereka sebagai tiran asing yang haus darah--sekarang aku tahu sendiri, aku benar-benar merasa jijik dan membenci kekejaman itu. Dan kedua: aku putra Raja Narnia, Rilian, putra tunggal Caspian, yang kesepuluh yang menyandang nama itu, yang juga digelari Caspian si Petualang Samudra. Karena itu, Madam, sudah jadi tujuanku, juga kewajibanku, untuk langsung pergi dari kerajaan Yang Mulia menuju negeriku sendiri. Semoga kau memberi izin padaku dan teman-temanku, dan menjamin keselamatan serta memberi kami penunjuk jalan melalui tanahmu yang gelap.” Sekarang si penyihir tidak mengatakan apa pun, tapi bergerak lembut menyeberangi ruangan, selalu menjaga wajah dan matanya tetap terfokus pada sang pangeran. Ketika mencapai lemari kecil yang menempel di dinding tidak jauh dari perapian, dia membukanya, dan mengeluarkan segenggam bubuk hijau. Bubuk ini dilemparnya ke dalam api. Api tidak berkobar, tapi aroma sangat manis dan membuat mengantuk tercium darinya. Dan meskipun pembicaraan terus berlangsung, aroma itu semakin kuat, dan mengisi ruangan, dan membuat sulit berpikir. Kemudian, wanita itu mengambil instrumen musik mirip mandolin. Dia mulai memainkannya dengan jemarinya-suara yang mantap dan monoton yang tidak akan kauperhatikan setelah beberapa menit. Tapi semakin sedikit kau memerhatikannya, 130 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



suara itu semakin merasuk dalam otak dan darahmu. Ini juga membuat sulit berpikir. Setelah memetik alat musik itu beberapa lama (dan sekarang aroma manis sangat kuat), dia mulai bicara dengan suara manis yang lembut: “Narnia?” katanya. “Narnia? Aku sering mendengar Yang Mulia mengucapkan kata itu saat mengigau. Pangeran tersayang, kau sangat sakit. Tidak ada negeri bernama Narnia.” “Ya, ada, Ma'am,” kata Puddleglum. “Tahu bukan, aku kebetulan tinggal di sana seumur hidupku.” “Begitu,” kata si penyihir. “Beritahu aku, kumohon, di mana negeri itu?” “Di atas sana,” kata Puddleglum, dengan tegas menunjuk ke atas. “Aku--aku tidak tahu di mana tepatnya.” “Bagaimana?” kata sang ratu, dengan tawa lembut yang berlagu. “Apakah ada negeri di atas di antara bebatuan dan lapisan atap?” “Tidak,” kata Puddleglum, sedikit berjuang untuk menarik napas. “Letaknya di Dunia Atas.” “Dan apa, atau di mana, ini... bagaimana kau menyebutnya... Dunia Atas ini?” “Oh, jangan begitu bodoh,” kata Scrubb, yang berjuang keras melawan sihir aroma manis dan suara alat musik itu. “Seolah kau tidak tahu saja! Tempatnya di atas, di atas di mana kau bisa melihat langit, matahari, dan bintang-bintang. Wah, kau sendiri sudah ke sana. Kami bertemu denganmu di sana.” “Aduh, maaf, adik kecil,” kata si penyihir sambil tertawa (kau tidak bisa mendengar tawa yang lebih merdu lagi). “Aku tidak ingat apa pun tentang pertemuan itu. Tapi kita sering menemui teman-teman kita di tempat-tempat aneh saat kita bermimpi. Dan kecuali semua 131 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



orang bermimpi sama, kau tidak bisa meminta orang lain mengingatnya.” “Madam,” kata sang pangeran dengan tegas, “aku sudah memberitahu Yang Mulia bahwa aku putra Raja Narnia.” “Dan kau akan jadi demikian, temanku sayang,” kata si penyihir dengan suara menenangkan, seolah dia sedang menghibur anak kecil, “kau akan menjadi raja banyak tanah impian yang kausukai.” “Kami juga sudah ke sana,” bentak Jill. Dia sangat marah karena bisa merasakan sihir semakin menguasai dirinya. Tapi tentu saja, fakta bahwa dia masih bisa merasakannya, menunjukkan sihir itu belum sepenuhnya bekerja. “Dan kau Ratu Narnia juga, bukankah begitu, anak cantik,” kata si penyihir dengan nada suara separo menghibur separo mengejek. “Aku tidak seperti itu,” kata Jill, mengentakkan kakinya. “Kami datang dari dunia yang lain.” “Wah, ini permainan yang lebih menarik daripada yang lain,” kata si penyihir. “Ceritakan, gadis kecil, di mana dunia lain ini? Kapal dan kereta macam apa yang menghubungkannya dengan dunia kami?” Tentu saja banyak hal langsung menyerbu pikiran Jill: Sekolah Eksperimen, Adela Pennyfather, rumahnya sendiri, perangkat radio, bioskop, mobil-mobil, pesawat terbang, buku kupon, antrean. Tapi hal-hal ini sepertinya berbayang dan jauh. (Tring tring--tring--bunyi denting instrumen si penyihir.) Jill tidak bisa mengingat nama-nama benda di dunia kita. Dan kali ini dia tidak terpikir bahwa dirinya sedang disihir, karena saat itu mantra sedang berkerja dengan kekuatan penuh. Dan tentu saja, semakin tersihir dirimu, semakin kau merasa kau sama sekali tidak kena sihir. Jill mendapati dirinya berkata (dan saat itu lega mengatakan): “Tidak. Kurasa dunia lain itu pasti hanya mimpi.” 132 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Ya. Itu hanya mimpi,” kata si penyihir sambil terus memetik alat musiknya. “Ya, hanya mimpi,” kata Jill. “Tidak pernah ada dunia seperti itu,” kata si penyihir. “Tidak,” kata Jill dan Scrubb, “tidak pernah ada dunia seperti itu.” “Tidak pernah ada dunia selain duniaku,” kata si penyihir. “Tidak pernah ada dunia kecuali duniamu,” kata mereka. Puddleglum masih berjuang keras. “Aku tidak mengerti apa maksudmu dengan dunia,” katanya, bicara seperti orang kehabisan udara. “Tapi kau bisa main alat musik itu sampai jarimu putus, dan kau tetap tidak akan bisa membuatku melupakan Narnia, dan seluruh Dunia Atas. Kami tidak akan pernah melihatnya lagi, aku takkan heran. Kau bisa saja menghapusnya dan mengubahnya jadi gelap seperti ini, menurutku. Tidak ada yang lebih mungkin lagi. Tapi aku tahu aku pernah di sana. Aku pernah melihat langit penuh bintang. Aku pernah melihat matahari terbit dari batik lautan di pagi hari dan tenggelam di belakang gunung-gunung saat malam. Dan aku melihat matahari tinggi di langit tengah hari saat aku tidak bisa menatapnya langsung karena silau.” Kata-kata Puddleglum memberi efek menyadarkan. Ketiga temannya bernapas lagi dan saling memandang seperti orang-orang yang baru dibangunkan. “Wah, itu dia!” teriak sang pangeran. “Tentu saja! Berkat Aslan bagi marsh-wiggle yang jujur ini. Kita semua bermimpi beberapa menit belakangan ini. Bagaimana kita bisa lupa? Tentu saja, kita semua pernah melihat matahari.” “Ya ampun, tentu saja!” kata Scrubb. “Bagus, Puddleglum! Kaulah satu-satunya yang punya pikiran sehat, menurutku.” 133 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Lalu terdengar suara si penyihir, mendekur lembut seperti suara merpati yang hinggap tinggi di pohon elm dalam kebun tua, pukul tiga, di tengah siang musim panas yang membuat mengantuk, dan dia berkata: “Apakah matahari yang kalian bicarakan ini? Apakah kata itu ada artinya?” “Ya, tentu saja,” kata Scrubb. “Bisakah kalian menceritakan seperti apa bentuknya?” tanya si penyihir (tring, tring, tring, bunyi denting musik). “Yang Mulia,” kata sang pangeran dengan sangat dingin dan sopan. “Kau lihat lampu itu. Benda itu bulat, kuning, dan memberi cahaya pada seluruh ruangan, dan tergantung di langit-langit. Benda yang kami sebut matahari itu mirip lampu, tapi jauh lebih besar dan terang. Dia memberi cahaya bagi seluruh Dunia Atas dan tergantung di langit.” “Tergantung di mana, Yang Mulia?” tanya si penyihir, kemudian, ketika mereka semua masih berpikir bagaimana menjawabnya, dia menambahkan, dengan tawa lembutnya yang merdu. “Kalian mengerti? Ketika kalian berusaha memikirkan dengan jelas apakah matahari ini, kalian tidak bisa memberitahuku. Kalian hanya bisa memberitahuku bentuknya seperti lampu. Matahari kalian hanya dalam mimpi, dan tidak ada apa pun dalam mimpi yang tidak dicontoh dari lampu. Lampu itu nyata, matahari hanya dongeng, cerita anak-anak.” “Ya, aku mengerti sekarang,” kata Jill dengan suara berat dan putus asa. “Pasti begitu.” Dan sementara dia mengatakan ini, kata-katanya sepertinya masuk akal. Dengan perlahan-lahan dan nada berat, si penyihir mengulangi, “Tidak ada matahari.” Dan mereka semua tidak mengatakan apa pun. 134 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Si penyihir mengulangi dengan nada yang lebih lembut dan dalam. “Tidak ada matahari.” Setelah berhenti sejenak, dan pergulatan dalam pikiran mereka, mereka berempat berkata bersama, “Kau benar. Tidak ada matahari.” Rasanya sangat melegakan bisa menyerah dan mengatakan hal itu. “Tidak pernah ada matahari,” kata si penyihir. “Tidak. Tidak pernah ada matahari,” kata sang pangeran, si marshwiggle, dan anak-anak. Selama beberapa menit terakhir Jill telah merasa ada sesuatu yang harus dia ingat sekuat tenaga. Dan sekarang dia ingat. Tapi sangat sulit mengatakannya. Dia merasa ada bobot sangat berat di atas bibirnya. Akhirnya, dengan kekuatan yang sepertinya mengeluarkan semua tenaganya, dia berkata: “Ada Aslan.” “Aslan?” tanya si penyihir, denting petikan alat musiknya sedikit mencepat. “Nama yang bagus! Apa artinya?” “Dia Singa Agung yang memanggil kami keluar dari dunia kami,” kata Scrubb, “dan mengirim kami ke sini untuk menemukan Pangeran Rilian.” “Apakah singa itu?” tanya si penyihir. “Oh, minta ampun!” kata Scrubb. “Tidakkah kau tahu? Bagaimana kita bisa menggambarkannya padanya? Apakah kau pernah melihat kucing ?. “Tentu,” kata sang ratu. “Aku suka kucing.” “Yah, singa adalah agak--hanya agak--ingat--mirip kucing besar-dengan surai. Paling tidak, tidak mirip surai kuda, tahu bukan, surainya lebih mirip wig hakim. Dan warnanya kuning. Dan dia sangat kuat.” 135 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Si penyihir menggeleng. “Aku mengerti,” katanya. “kau melakukan hal yang sama dengan singa-mu, begitu nama yang kausebutkan, seperti yang kaulakukan dengan matahari-mu. Kau sudah melihat lampu, jadi kau membayangkan lampu yang lebih besar dan bagus dan menyebutnya matahari. Kau sudah melihat kucing, dan sekarang kau ingin kucing yang lebih besar dan bagus, dan itu disebut singa. Yah, ini bagus untuk dipercaya, tapi sejujurnya, akan lebih cocok kalau kalian semua lebih muda. Dan lihat saja bagaimana kalian tidak bisa mengembangkan imajinasi kalian tanpa mencontohnya dari dunia nyata, duniaku ini, yang satu-satunya dunia. Tapi bahkan kalian pun sudah terlalu tua untuk permainan seperti lni. Sementara untukmu, pangeranku, kau pria dewasa, malulah! Apakah kau tidak malu bermain seperti ini? Ayolah, kalian semua. Tinggalkan permainan kekanak-kanakan ini. Aku punya pekerjaan bagi kalian di dunia nyata. Tidak ada Narnia, tidak ada Dunia Atas, tidak ada langit, tidak ada matahari, tidak ada Aslan. Dan sekarang, semua tidur. Dan mari kita memulai hidup yang lebih bijaksana besok. Tapi, pertama-tama, ke tempat tidur, tidur, tidur nyenyak, bantal-bantal empuk, tidur tanpa mimpi-mimpi bodoh.” Sang pangeran dan anak-anak berdiri dengan kepala tertunduk rendah, pipi mereka merona, mata mereka setengah terpejam. Kekuatan mereka hilang, sihir hampir sempurna. Tapi Puddleglum, dengan susah payah mengumpulkan kekuatannya, berjalan ke api. Kemudian dia melakukan hal yang sangat berani. Dia tahu dia tidak mungkin terluka lebih parah daripada manusia, karena kakinya (yang telanjang) berselaput, keras, dan berdarah dingin seperti kaki bebek. Tapi dia tahu dia pasti tetap terluka cukup parah, dan memang begitu. Dengan kaki telanjangnya dia menginjak-injak api, mematikan sebagian besar sampai menjadi abu di perapian itu. Dan tiga hal langsung terjadi pada saat yang sama. Pertama-tama, aroma manis yang berat semakin berkurang. Karena meskipun belum seluruh api itu padam, tapi sebagian besar sudah, dan 136 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



yang tersisa tercium seperti marsh-wiggle gosong, yang tentu saja sama sekali bukan bau yang memabukkan. Ini langsung membuat otak semuanya jauh lebih jernih. Sang pangeran dan kedua anak mendongak lagi dan membuka mata mereka. Kedua, si penyihir, dengan suara keras dan kasar, sangat berbeda dengan semua nada manis yang digunakannya sampai sekarang, berteriak, “Apa yang kaulakukan? Berani menyentuh apiku lagi, lumpur bau, dan aku akan mengubah darah dalam pembuluhpembuluhmu menjadi api.” Ketiga, rasa sakit itu sendiri membuat pikiran Puddleglum langsung jernih dan dia langsung menyadari apa yang dipikirkannya. Tidak ada yang bisa menghilangkan sihir sebaik kejutan rasa sakit. “Maaf, Ma'am,” katanya, kembali dari perapian, berjalan timpang karena rasa sakit. “Maaf. Semua yang kaukata kan cukup benar, aku tidak heran. Aku seseorang yang selalu lebih suka tahu kemungkinan yang terburuk ke mudian berusaha sebaik mungkin. Jadi aku tidak akan menyanggah apa pun yang kaukatakan. Tapi ada beber apa hal lain yang harus dilakukan. Kalau kami hanya b ermimpi, atau mengarang-ngarang, semua hal itu--poho n-pohon, rumput, matahari, bulan, bintang, dan Aslan se ndiri. Kalau kami melakukan itu. Kalau begitu aku hany a bisa bilang, dalam hal itu, hal-hal yang dikarang itu se pertinya jauh lebih penting daripada yang nyata. Dan itu lucu, kalau dipikir lagi. Kami hanya anak kecil bermain-main, kalau kau benar. Tapi empat anak kecil yang bermain-main bisa membuat dunia mainan yang menghancurkan dunia nyatamu. Karena itulah aku akan tetap berdiri di dunia mainan. Aku di sisi Aslan bahkan kalau tidak ada Aslan untuk memimpin duniaku. Aku akan hidup seperti orang Narnia sebisaku bahkan kalau tidak ada Narnia. Jadi, terima kasih banyak untuk makan malammu, kalau kedua pemuda dan gadis muda ini siap, kami akan langsung meninggalkan negerimu dan merabaraba dalam kegelapan untuk menghabiskan akhir hidup kami mencari 137 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Dunia Atas. Bukannya hidup kami akan cukup panjang, menurutku, tapi tidak ada ruginya kalau dunia tempat yang semembosankan katamu.” “Oh, hore! Puddleglum hebat!” teriak Scrubb dan Jill. Tapi sang pangeran berteriak tiba-tiba, “Hati-hati! Lihat si penyihir.” Ketika mereka melihat, seluruh rambut mereka hampir berdiri tegak. Alat musik jatuh dari tangan si penyihir. Tangannya seolah terikat pada sisi tubuhnya. Kakinya saling menjalin, dan tapaknya telah menghilang. Juntaian gaun hijaunya menebal dan menjadi keras, dan sepertinya menjadi satu dengan pilar hijau jalinan kakinya. Dan pilar hijau bergerak itu menggelung dan mengayun seolah tidak punya persendian, atau malah seluruhnya terdiri atas persendian. Kepalanya sekarang mendongak jauh ke belakang dan sementara hidungnya tumbuh semakin panjang, setiap bagian lain dari wajahnya seolah menghilang, kecuali matanya. Mata besar yang membara, tanpa alis atau bulu mata. Semua mi butuh waktu untuk diceritakan, tapi sebenarnya terjadi begitu cepat sehingga mereka hanya melihatnya sekejap. Lama sebelum ada waktu untuk melakukan apa pun, perubahan itu telah sempurna, dan ular kobra besar jelmaan si penyihir, hijau seperti racun, setebal pinggang Jill, telah menggerakkan gelungan badannya yang menjijikkan membelit kaki Pangeran. Secepat kilat tubuhnya melingkar lagi, berusaha mengikat tangan Pangeran yang memegang pedang. Tapi sang pangeran bertindak tepat waktu. Dia mengangkat tangan dan berhasil membebaskannya: lingkaran hidup itu mengetat di sekeliling dadanya--siap mematahkan rusuk-rusuknya seperti kayu bakar kalau dieratkan lagi. Sang pangeran menangkap leher makhluk itu dengan tangan kirinya, berusaha mencekiknya sampai kehabisan napas. Tindakan ini membuat wajah ular itu (kalau kau bisa menyebutnya wajah) 138 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berhadapan kira-kira sepuluh sentimeter dengan wajahnya sendiri. Lidah bercabang bergetar mengerikan keluar-masuk, tapi tidak bisa mencapainya. Dengan tangan kanannya, Rilian menghantamkan pedangnya dengan pukulan sekeras yang dia bisa. Sementara itu Scrubb dan Puddleglum sudah mengeluarkan senjata mereka dan berlari membantu. Ketiga pukulan itu menghantam pada saat yang sama: pukulan Scrubb (yang bahkan tidak melukai kulit ular itu dan tidak berguna sama sekali) di tubuh si ular di bawah tangan Pangeran, tapi pukulan sang pangeran dan Puddleglum sama-sama jatuh pada leher si ular. Pukulan itu pun tidak mematikan, meskipun ular itu mulai melonggarkan belitannya pada kaki dan dada Rilian. Dengan tebasan berkali-kali mereka memotong kepalanya. Makhluk itu terus bergelung-gelung dan bergerak seperti per lama setelah dia mati, dan lantai, seperti yang kaubayangkan, jadi sangat kotor. Lalu sang pangeran, setelah mengatur napas, berkata, “Temanteman, terima kasih.” Kemudian ketiga pemenang berdiri saling memandang dan terengah-engah, tanpa berkata-kata lagi, dalam waktu lama. Jill dengan sangat bijaksana telah duduk dan diam. Dia berkata pada dirinya sendiri, “Aku benar-benar berharap aku tidak pingsan--atau muntah--atau melakukan sesuatu yang bodoh.” “Ibuku yang terhormat telah terbalaskan dendamnya,” kata Rilian akhirnya. “Ini jelas cacing yang sama yang kukejar tanpa hasil di mata air di hutan Narnia, bertahun-tahun yang lalu. Selama ini aku telah menjadi budak pembunuh ibuku. Tapi aku senang, teman-teman, bahwa penyihir jahat ini akhirnya menjelma menjadi ular akhirnya. Sama sekali tidak sesuai dengan hati, ataupun kehormatanku untuk membunuh seorang perempuan. Tapi lihatlah gadis itu.” Maksudnya Jill. “Aku baik-baik saja, terima kasih,” kata Jill. “Nona,” kata sang pangeran, membungkuk ke arahnya. “Kau sangat berani, dan karena itu, aku tidak ragu, kau pasti keturunan bangsawan 139 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



di duniamu sendiri. Tapi mari, teman-teman. Ini ada sedikit anggur tersisa. Mari kita menyegarkan diri dan saling bersulang. Setelah itu membuat rencana.” “Ide yang sangat bagus, Sir,” kata Scrubb. ***



140 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB TIGA BELAS Dunia Bawah Tanpa Ratu



SEMUA merasa mereka pantas mendapat apa yang Scrubb sebut “saat bernapas”. Si penyihir telah mengunci pintu dan menyuruh para earthman untuk tidak mengganggunya, jadi tidak ada bahaya interupsi saat itu. Urusan pertama mereka, tentu saja, kaki Puddleglum yang terbakar. Beberapa pakaian bersih dari kamar tidur sang pangeran, dirobek-robek memanjang, dan diberi mentega serta minyak sayur tebal-tebal dari meja makan, bisa menjadi pembalut yang cukup baik. Ketika ini telah dilakukan, mereka semua duduk dan menyegarkan diri, dan membicarakan rencana melarikan diri dari Dunia Bawah. Rilian menjelaskan ada cukup banyak jalan keluar yang bisa digunakan untuk naik ke Permukaan tanah, dia pernah dibawa melalui sebagian besar jalan ini. Tapi dia tidak pernah keluar sendiri, selalu bersama si penyihir, dan dia selalu mencapai jalan-jalan keluar ini dengan naik kapal menyeberangi Laut Tanpa Matahari. Apa yang akan dikatakan para earthman kalau dia pergi ke pelabuhan tanpa si penyihir, dan bersama tiga orang asing, dan langsung meminta kapal, tidak ada yang bisa menebak. Tapi sepertinya mereka akan menanyakan berbagai hal. Di sisi lain, jalan keluar baru, yang akan digunakan untuk menyerang Dunia Atas, ada di sisi laut sebelah sini, dan hanya beberapa mil jauhnya. Sang pangeran tahu bahwa jalan itu hampir selesai, hanya beberapa meter tanah yang memisahkan terowongan dari udara bebas. Mungkin saja sekarang terowongan itu sudah selesai. Mungkin si penyihir kembali untuk memberitahukan hal ini padanya dan untuk memulai serangan. Kalaupun bukan ini yang terjadi, mereka mungkin bisa menggali sendiri, dan keluar dari jalan itu dalam beberapa jam--kalau saja mereka bisa mencapainya tanpa 141 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



dihentikan, dan k alau saja mereka menemukan tempat itu tanpa penjag aan. Tapi itulah kesulitannya. “Kalau bertanya padaku--” Puddleglum memulai, tapi Scrubb memotong. “Dengar,” katanya, “suara apa itu?” “Aku sudah cukup lama bertanya-tanya!” kata Jill. Mereka semua, sebenarnya, telah mendengar suara itu. Tapi suara itu mulai dan meningkat begitu bertahap sehingga mereka tidak tahu kapan mereka pertama kali mendengarnya. Selama beberapa saat suara itu sudah menjadi samar-sama hampir teredam seperti angin lembut, atau suara lalu lintas di tempat yang sangat jauh. Kemudian suara itu semakin keras seperti gumam laut. Kemudian terdengar gemuruh dan desis. Sekarang sepertinya ada suara-suara juga geram tetap yang bukan suara. “Demi sang singa,” kata Pangeran Rilian, “sepertinya keheningan tempat ini akhirnya punya lidah juga.” Dia bangkit, berjalan ke jendela, dan menyingkap gordennya. Yang lain berkumpul di sekelilingnya untuk melihat ke luar. Hal pertama yang mereka lihat adalah kilau merah yang besar. Bayangannya membuat petak-petak merah pada atap Dunia Bawah ribuan meter di bawah mereka, sehingga mereka bisa melihat langitlangit berbatu yang mungkin telah tersembunyi kegelapan sejak dunia diciptakan. Kalau itu sendiri datang dari sisi jauh kota sehingga banyak bangunan, kelabu dan besar, berdiri menutupinya. Tapi cahaya itu juga menerangi banyak jalan yang menjulur dari tempatnya ke istana. Dan di jalan-jalan itu sesuatu yang sangat aneh sedang terjadi. Kerumunan earthman yang penuh sesak dan diam telah menghilang.



142 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Sebagai gantinya di sana ada makhluk-makhluk yang bergerak sendiri-sendiri, berdua-dua, atau bertiga-tiga. Mereka bersikap seperti orang yang tidak ingin dilihat: menyelinap dalam bayangan menaramenara jaga atau di ambang-ambang pintu, kemudian bergerak cepatcepat menyeberangi tempat terbuka ke tempat persembunyian yang baru. Tapi hal paling aneh, bagi siapa pun yang pernah mengenal gnome, adalah keributannya. Teriakan dan jeritan terdengar dari mana-mana. Tapi dari pelabuhan datang raungan dalam dan bergemuruh yang semakin lama semakin keras dan sudah mengguncangkan seluruh kota. “Apa yang terjadi pada para earthman?” kata Scrubb. “Apakah mereka yang berteriak?” “Ini hampir tidak mungkin,” kata sang pangeran. “Aku tidak pernah mendengar satu pun makhluk itu bicara dengan suara keras dalam tahun-tahun menyedihkan saat aku ditahan. Ada kutukan barn, aku tidak ragu.” “Dan cahaya merah di sana itu apa?” tanya Jill. “Apakah ada yang terbakar?” “Kalau kalian bertanya padaku,” kata Puddleglum, “menurutku ada api utama di Bumi yang keluar untuk membuat kawah barn. Kita berada tepat di tengahnya, aku tidak heran.” “Lihat kapal itu!” kata Scrubb. “Kenapa dia main begitu cepat? Tidak ada yang mendayungnya.” “Lihat, lihat!” kata sang pangeran. “Kapal itu sudah mencapai sisi jauh pelabuhan dia berada di jalan. Lihat! Semua kapal bergerak ke kota! Ya ampun, taut pasang. Banjir akan melanda kita. Demi Aslan, untung istana ini di dataran yang lebih tinggi. Tapi air naik sangat cepat.”



143 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Oh, apa yang akan terjadi?” jerit Jill. “Air dan api dan semua makhluk itu memenuhi jalan.” “Kuberitahu apa itu,” kata Puddleglum. “Si penyihir telah menebar mantra sehingga kapan pun dia terbunuh, di saat yang sama kerajaannya akan hancur berkeping-keping. Dia jenis orang yang tidak keberatan mati kalau dia tahu orang yang membunuhnya akan terbakar, terkubur, atau tenggelam beberapa menit kemudian.” “Benar sekali, wiggle yang baik,” kata sang pangeran. “Ketika pedang kita memenggal kepala si penyihir, pukulan itu mengakhiri semua sihirnya, dan sekarang Dunia Bawah hancur berkeping-keping. Kita sedang melihat akhir dari Dunia Bawah.” “Benar, Sir,” kata Puddleglum. “Kecuali kalau ternyata ini juga akhir seluruh Bumi.” “Tapi apakah kita akan diam di sini dan--menunggu?” gagap Jill. “Tidak menurutku,” kata sang pangeran. “Aku mau menyelamatkan kudaku, Coalblack, dan kuda si penyihir, Snowflake (kuda yang hebat dan pantas mendapat majikan yang lain) yang dikandangkan di halaman. Setelah itu, mari buat rakit untuk pergi ke dataran yang lebih tinggi dan berdoa semoga kita menemukan jalan keluar. Tiap kuda bisa membawa dua orang kalau perlu, dan kalau kita memaksa mereka, mereka bisa mengarungi banjir.” “Maukah Yang Mulia mengenakan baju besi?” tanya Puddleglum. “Aku tidak menyukal itu”--dan dia menunjuk ke jalanan di bawah. Semuanya memandang ke bawah. Lusinan makhluk (dan sekarang setelah mendekat, mereka jelas para earthman) bergerak dari arah pelabuhan. Tapi mereka tidak bergerak seperti kerumunan tanpa tujuan. Mereka bertingkah seperti prajurit modern sedang menyerang, bergerak cepat dan berlindung, berusaha supaya tidak terlihat dari jendela-jendela istana. 144 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku tidak berani melihat bagian dalam baju best itu lagi,” kata sang pangeran. “Aku memakainya seperti ruang bawah tanah yang bisa bergerak, dan baunya busuk penuh sihir dan perbudakan. Tapi aku akan membawa tamengnya.” Dia meninggalkan ruangan dan kembali dengan binar aneh di matanya beberapa saat kemudian. “Dengar, teman-teman,” katanya, mengulurkan tameng itu ke arah mereka. “Sejam yang lalu warnanya hitam dan tanpa hiasan, dan sekarang, ini.” Tameng itu telah berubah secemerlang perak, dan padanya, lebih merah daripada darah atau buah ceri, ada gambar sang singa. “Tak ragu lagi,” kata sang pangeran, “ini berarti Aslan akan menjadi pembimbing yang baik, entah dia berkehendak kita hidup atau mati. Dan itu saja sudah cukup. Sekarang, menurutku, kita harus berlutut dan berdoa, kemudian semua saling berjabat tangan, seperti temanteman baik yang sebentar lagi akan berpisah. Kemudian, mari turun ke kota dan menghadapi petualangan yang ada di depan kita.” Dan mereka semua melakukan yang dikatakan sang pangeran. Tapi ketika Scrubb berjabat tangan dengan Jill, dia berkata, “Sampai berjumpa lagi, Jill. Maaf aku menyebalkan dan begitu cerewet. Kuharap kau bisa pulang dengan selamat,” dan Jill berkata, “Sampai berjumpa lagi, Eustace. Dan aku minta maaf aku begitu mengesalkan.” Dan inilah pertama kalinya mereka menggunakan nama depan mereka, karena mereka tidak terbiasa melakukannya di sekolah. Sang pangeran membuka pintu dan mereka semua menuruni tangga: ketiga pemuda dengan pedang terhunus dan Jill dengan pisau terhunus. Para penjaga telah menghilang dan ruang besar di kaki tangga ruang Pangeran kosong. Lampu suram dan menyedihkan itu masih menyala dan dengan cahayanya mereka tidak menemui 145 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kesulitan melewati lorong demi lorong. Suara-suara dari luar istana tidak mudah terdengar di sini, tidak seperti ketika mereka berada di ruangan di atas. Di dalam istana segalanya masih hening, dan sepi. Saat mereka berbelok di sudut menuju aula utama di lantai dasarlah mereka bertemu earthman yang pertama--makhluk gemuk berkulit putih dengan wajah sangat mirip babi yang sedang menghabiskan semua sisa makanan di meja. Dia menjerit (jeritannya juga sangat mirip jeritan babi) dan berlari ke bawah bangku, melambaikan ekor panjangnya di luar raihan tangan Puddleglum tepat waktu. Lalu dia berlari melalui pintu yang jauh, terlalu cepat untuk diikuti. Dari aula mereka keluar ke halaman. Jill, yang ikut sekolah berkuda di saat liburan, baru saja menangkap aroma kandang kuda (aroma yang terasa sangat manis, jujur, seperti rumah ketika ditemui di tempat seperti Dunia Bawah) ketika Eustace berkata, “Ya ampun! Lihat itu!” Roket besar terbang entah dari mana di luar dindingdinding istana dan pecah menjadi bintang-bintang hijau. “Kembang api!” kata Jill dengan nada heran. “Ya,” kata Eustace, “tapi kau tidak mungkin membayangkan para earthman itu memasangnya untuk bersenang-senang! Itu pasti tanda.” “Dan pasti artinya tidak bagus bagi kita, menurutku,” kata Puddleglum. “Teman-teman,” kata sang pangeran, “ketika seseorang sudah memulai petualangan seperti itu, dia harus mengucapkan selamat tinggal pada harapan dan ketakutan, kalau tidak kematian atau penyelamatan akan datang terlambat untuk menyelamatkan kehormatan dan akal sehatnya. Ho, kudaku yang cantik.” (Sekarang dia membuka pintu kandang.) “Hei, saudara! Tenang, Coalblack! Tenang sekarang, Snowflake! Kau tidak akan dilupakan.”



146 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Kedua kuda ketakutan karena cahaya-cahaya dan suara-suara yang aneh. Jill, yang begitu ketakutan masuk di lubang hitam antara satu gua dan gua lain, maju tanpa takut di antara kedua binatang yang mengentak-entakkan kaki dan mendengus-dengus itu, dan dia serta sang pangeran memasang pelana dan kekang dalam beberapa menit saja. Kedua hewan itu tampak sangat gagah ketika keluar ke halaman, menggelengkan kepala mereka. Jill menunggangi Snowflake, dan Puddleglum naik ke belakangnya. Eustace naik ke belakang sang pangeran di punggung Coalblack. Kemudian dengan gema ketukan kaki yang menggemuruh, mereka keluar dari gerbang utama ke jalanan. “Tidak banyak bahaya akan terbakar. Itu sisi bagusnya,” kata Puddleglum mengamati, menunjuk ke kanan. Di sana, kurang dari seratus meter jauhnya, mencercah ke dinding-dinding rumah, air. “Beranilah!” kata sang pangeran. “Jalan ke sana menurun curam. Air baru naik sampai tengah bukit paling besar kota ini. Air bisa naik setinggi itu dalam setengah jam pertama dan tidak bisa naik lebih tinggi lagi dalam dua jam berikutnya. Aku lebih mengkhawatirkan itu “ dan dia menunjuk dengan pedangnya ke arah earthman tinggi besar yang membawa gading babi hutan, diikuti enam earthman dengan berbagai bentuk dan ukuran yang baru saja keluar dari jalan samping dan melangkah ke bayangan rumah tempat tidak ada yang bisa melihat mereka. Sang pangeran memimpin mereka, selalu menuju ke arah cahaya merah tapi sedikit ke arah kirinya. Rencananya adalah mengitari api (kalau itu memang api) ke arah dataran yang lebih tinggi, dengan harapan mereka bisa menemukan jalan ke lorong yang baru digali. Tidak seperti ketiga temannya, Rilian hampir seperti sedang bersenang-senang. Dia bersiul sambil berkuda, dan menyanyikan bagian-bagian lagu lama tentang Corin si Tinju Petir dari Archenland. Sebenarnya, dia begitu senang terbebaskan dari kutukan yang begitu 147 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lama sehingga semua bahaya lain menjadi seperti permainan belaka. Tapi teman-temannya merasa perjalanan itu mengerikan. Di belakang mereka ada suara tabrakan dan tumbukan kapal-kapal, serta gemuruh bangunan-bangunan runtuh. Di atas mereka ada petakpetak besar cahaya suram di langit-langit Underworld. Di depan ada kilau cahaya misterius, yang sepertinya tidak mendekat. Dan arah yang sama samar-samar datang jeritan, teriakan, panggilan, tawa, pekikan, dan bentakan yang terus-menerus. Dan berbagai macam kembang api terbang ke udara. Tidak ada yang bisa menebak apa artinya. Lebih dekat pada mereka, sebagian kota diterangi cahaya merah, dan sebagian dengan cahaya yang sa ngat berbeda yang datang dari lampu-lampu gnome ya ng mengerikan. Tapi ada banyak tempat yang tidak dit erangi cahaya mana pun, dan tempat-tempat itu gelap total. Dan keluar masuk tempat-tempat itu para earthm an mengendap dan menyelinap, selalu dengan tatapan menusuk para petualang, selalu berusaha menyembun yikan diri mereka sendiri. Ada wajah-wajah yang besar dan yang kecil, mata-mata yang besar seperti ikan dan kecil seperti beruang. Ada bulu-bulu dan rambut-rambut kaku, tanduk dan taring, hidung tipis dan dagu begitu panjang sehingga tampak seperti janggut. Sesekali sekelompok earthman terlalu besar atau terlalu dekat. Kemudian sang pangeran akan menghunus pedangnya dan berpurapura akan mengejar mereka. Dan makhluk-makhluk itu, dengan segala jenis cicitan, jeritan, dan decakan, akan menghilang dalam kegelapan. “Tapi ketika mereka telah mendaki banyak jalanan curam dan sudah jauh dari banjir, dan nyaris keluar dari kota di sisi datarannya, situasi menjadi semakin gawat. Mereka sekarang sudah dekat cahaya merah itu dan hampir sejajar dengannya, meskipun mereka belum bisa melihat apa sesungguhnya sumber cahaya itu. Tapi dengan sinarnya 148 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



mereka bisa melihat para musuh dengan lebih jelas. Ratusan-mungkin ribuan--gnome semua bergerak ke arahnya. Tapi mereka melakukannya dengan bergelombang, dan kapan pun mereka berhenti, mereka berpaling dan menatap para petualang. “Kalau Yang Mulia minta pendapatku,” kata Puddleglum, “menurutku mereka bermaksud memotong Plan kita di depan.” “Itu juga yang kupikirkan, Puddleglum,” kata sang pangeran. “Dan kita tidak akan bisa menembus berigu banyak. Beranilah! Marl kita maju sampai ke ujung rumah itu. Dan saat mencapainya, berlindunglah pada bayangannya. Gadis ini dan aku akan maju sedikit lagi. beberapa makhluk jahat ini akan mengikuti kami, aku tidak ragu. Mereka rapat di belakang kita. Kau, yang bertangan panjang, hajarlah sebanyak mungkin, saat mereka melewati persembunyianmu. Kita bisa mendapat cerita yang sesungguhnya atau tahu apa yang membuat mereka ingin menyerang kita.” “Tapi tidakkah yang lain akan menyerang kita untuk menyelamatkan yang kita tangkap?” tanya Jill dengan suara yang tidak seberani yang diusahakannya. “Kalau begitu, Madam,” kata sang pangeran, “kau akan melihat kami mau di sekelilingmu, dan kau harus menyerahkan dirimu pada sang singa. Sekarang, Puddleglum yang baik.” Si marsh-wiggle menyelinap ke dalam baying-bayang secepat kucing. Yang lain, selama beberapa saat yang memualkan, terus maju dengan tenang. Kemudian tiba-tiba dari belakang mereka terdengar jeritan yang mengerikan, bercampur dengan suara familier Puddleglum, berkata, “Nah! Jangan menjerit sebelum disakiti, atau kau akan benar-benar disakiti, tahu? Siapa pun bisa mengira itu jeritan babi disembelih.” “Perburuan yang baik,” puji sang pangeran, langsung memutar Coalblack dan kembali ke sudut rumah. “Eustace,” katanya, 149 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“tolonglah, pegang kendali Coalblack.” Kemudian dia turun, dan ketiganya menatap dalam diam ketika Puddleglum menarik tangkapannya ke luar ke bawah penerangan cahaya. Gnome itu sangat kecil dan menyedihkan, hanya kira-kira setinggi satu meter. Dia memiliki semacam jengger ayam (tapi keras), di bagian atas kepalanya, mata merah muda yang kecil, dan mulut serta dagu begitu besar dan bundar sehinga wajahnya tampak seperti kuda nil mini. Kalau saja mereka tidak berada dalam situasi yang begitu gawat, mereka pasti tertawa terbahak-bahak ketika melihatnya. “Nah, earthman,” kata sang pangeran, berdiri di depannya dengan pedang diacungkan sangat dekat dengan leher si tawanan, “bicaralah, seperti gnome yang jujur, dan kau boleh bebas. Berbohong pada kami, dan kau akan mati. Puddleglum yang baik, bagaimana dia bisa bicara kalau kau mendekap mulutnya begitu erat?” “Tidak bisa bicara, dan dia tidak bisa menggigit juga,” kata Puddleglum. “Kalau saja aku punya tangan manusia yang payah dan lembek (maafkan aku, Yang Mulia) aku pasti sudah berdarah-darah sekarang. Tapi bahkan marshwiggle pun capek digigit-gigit.” “Baiklah,” kata sang pangeran pada si gnome, “sekali gigit dan kau mati. Buka mulutnya, Puddleglum.” “Oo-ee-ee,” cicit si earthman, “bebaskan aku, bebaskan aku. Bukan aku. Aku tidak melakukannya.” “Tidak melakukan apa?” tanya Puddleglum. “Apa pun yang Yang Mulia katakan aku lakukan,” jawab makhluk itu. “Beritahu namamu,” kata sang pangeran, “dan apa yang para earthman lakukan hari ini.” “Oh, ampun, Yang Mulia, tolong, orang-orang baik,” gagap si gnome. “Berjanjilah jangan beritahu Ratu apa pun yang kukatakan.” 150 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Sang Ratu, seperti kau menyebutnya,” kata sang pangeran tegas, “sudah mati. Aku sendiri yang membunuhnya.” “Apa?” jerit si gnome, membuka mulutnya yang aneh lebar-lebar karena terkejut. “Mati? Penyihir itu sudah mati? Dan dibunuh Yang Mulia!” Dia mengembuskan napas lega dan menambahkan, “Wah, kalau begitu Yang Mulia teman kami!” Sang pangeran menurunkan pedangnya sedikit. Puddleglum membiarkan makhluk itu duduk. Dia menatap berkeliling ke keempat petualang dengan mata merahnya yang berkejap-kejap, tertawa sekalidua kali, dan memulai. ***



151 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB EMPAT BELAS Dasar Dunia



“NAMAKU Golg,” kata si gnome. “Dan aku akan memberitahu Yang Mulia semua yang kuketahui. Kira-kira satu jam yang lalu kami semua sedang melakukan pekerjaan kami--pekerjaan wanita itu, aku harus bilang--sedih dan diam, sama seperti yang kami lakukan seharihari selama bertahun-tahun. Kemudian terdengar ledakan dan dentuman keras. Begitu mereka mendengarnya, semua berkata pada dirinya sendiri, aku sudah sangat lama tidak bernyanyi, menari, atau menjerit, apa itu? Dan semuanya berpikir sendiri, Wah, aku pasti dikutuk. Kemudian semua berkata pada dirinya sendiri, Aku sam a sekali tidak tahu mengapa aku membawa beban ini, dan aku tidak akan membawanya lebih jauh lagi: itu sa ja. Dan kami semua membuang karung, bungkusan, da n peralatan kami. Kemudian semua berbalik dan meliha t cahaya merah besar di situ. Dan semua berkata pada dirinya sendiri, Apa itu? Dan semuanya menjawab send iri dan berkata, Itu rekahan atau retakan yang terbuka dan cahaya hangat yang menyenangkan datang dari d alamnya dari Dunia yang Sangat Dalam, ribuan meter d i bawah kita.” “Ya ampun,” kata Eustace, “apakah ada negeri lain lebih di bawah?” “Oh, ya, Yang Mulia,” kata Golg. “Tempat-tempat yang indah, kami menyebutnya Tanah Bism. Negeri tempat kita berada sekarang, negeri si penyihir, adalah apa yang kami sebut Tanah Dangkal. Ini terlalu dekat dengan permukaan bagi kami. Ugh! Kau bahkan hampir merasa tinggal di atas, di permukaan itu sendiri. Mengertilah, kami gnome malang dari Bism yang dipanggil si penyihir ke sini dengan sihir untuk melakukan pekerjaan baginya. Tapi kami melupakan semua itu sampai ledakan itu terdengar dan kutukan dipatahkan. Kami 152 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



tidak tahu siapa kami atau di mana tempat kami. Kami tidak bisa melakukan apa pun, atau memikirkan apa pun, kecuali apa yang dia masukkan ke kepala kami. Dan hal-hal suram dan menyedihkanlah yang dia masukkan di sana bertahun-tahun ini. Aku hampir lupa bagaimana bercanda atau menari. Tapi begitu ledakan itu terdengar dan rekahan terbuka dan taut mulai naik, semua itu kembali. Dan tentu saja kami semua pergi secepat yang kami bisa untuk menuruni rekahan dan pulang ke tempat kami sendiri. Dan kau bisa melihat mereka di sana meluncurkan roket dan berdiri dengan kepala untuk menyatakan kegembiraan. Dan aku sangat memohon pada Yang Mulia supaya segera membebaskanku supaya bisa bergabung dengan mereka.” “Kurasa ini hebat sekali,” kata Jill. “Aku sangat senang kita juga membebaskan para gnome selain diri kita sendiri ketika kita memenggal si penyihir! Dan aku sangat gembira mereka tidak lagi mengerikan dan suram seperti sang pangeran dulu--yah, penampilannya dulu.” “Itu semua bagus sekali, Pole,” kata Puddleglum hati-hati. “Tapi para gnome itu tidak tampak seperti kumpulan yang sedang melarikan diri bagiku. Mereka lebih mirip formasi militer, kalau menurutku. Tatap wajahku, Mr Golg, dan beritahu aku kau tidak sedang mempersiapkan perang?” “Tentu saja kami mempersiapkan perang, Yang Mulia,” kata Golg. “Tahu bukan, kami tidak tahu si penyihir sudah mati. Kami pikir dia akan memerhatikan dari istana. Kami berusaha menyelinap pergi tanpa dilihat. Kemudian ketika kalian berempat keluar dengan pedang terhunus dan kuda, tentu saja semua orang berkata pada dirinya sendiri, Perang dimulai, karena tidak tahu bahwa Yang Mulia tidak berpihak pada si penyihir. Dan kami sudah memutuskan untuk berjuang sekuat tenaga daripada kehilangan harapan untuk kembali ke Bism.” 153 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku percaya gnome ini jujur,” kata sang pangeran. “Bebaskan dia, Puddleglum. Aku sendiri, Golg yang baik, telah dikutuk seperti dirimu dan teman-temanmu, dan baru saja mendapat kesadaranku lagi. Dan sekarang, satu pertanyaan lagi. Apakah kau tahu jalan ke lorong yang baru digali itu, yang dimaksudkan si penyihir untuk menjadi jalan tentara ke Dunia Atas?” “Ee-ee-ee!” cicit Golg. “Ya, aku tahu jalan mengerikan itu. Aku akan menunjukkan awalnya bagi kalian. Tapi tidak ada gunanya Yang Mulia memintaku ikut dengan kalian ke sana. Aku lebih baik mati.” “Kenapa?” tanya Eustace gugup. “Apa yang sangat mengerikan di sana?” “Terlalu dekat ke permukaan, ke luar,” kata Golg, menggigil. “Itulah hal paling buruk yang dilakukan si penyihir pada kami. Kami akan disuruh ke luar--ke dunia luar. Mereka bilang tidak ada atap di sana, hanya kekosongan raksasa mengerikan yang disebut langit. Dan penggalian sudah begitu jauh sehingga beberapa ayunan pacul bisa membawamu ke sana. Aku tidak berani pergi ke dekatnya.” “Hore! Kenapa tidak bilang dari tadi?” teriak Eustace, dan Jill berkata, “Tapi di sana sama sekali tidak mengerikan. Kami menyukainya. Kami tinggal di sana.” “Aku tahu kalian, rakyat Dunia Atas, tinggal di sana,” kata Golg. “Tapi kupikir itu karena kalian tidak bisa menemukan jalan ke bawah ini. Kau tidak mungkin benar-benar menyukainya--merangkakrangkak ke sana kemari seperti serangga di atas tanah!” “Bagaimana kalau menunjukkan jalan itu kepada kami sekarang juga?” kata Puddleglum. “Saat yang baik,” teriak sang pangeran. Seluruh rombongan berangkat. Sang pangeran kembali menunggangi kudanya, Puddleglum naik di belakang Jill, dan Golg memimpin di depan. 154 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Sambil berjalan, dia terus-menerus meneriakkan kabar baik bahwa si penyihir sudah mati dan keempat orang Dunia Atas ini tidak berbahaya. Dan mereka yang mendengarnya dari Golg meneriakkannya pada yang lain, sehingga dalam beberapa menit seluruh Dunia Bawah penuh teriakan dan jerikan, dan ratusan bahkan ribuan gnome, melompat, berputar-putar, berdiri dengan kepala, bermain lompat kodok, dan melepaskan kembang api besar, mengerumuni Coalblack dan Snowflake. Dan sang pangeran harus menceritakan kisah kutukan dan pembebasannya sendiri paling tidak sepuluh kali. Dengan cara ini mereka mencapai sisi rekahan. Rekahan itu kirakira tiga ratus meter panjangnya dan mungkin enam puluh meter lebarnva. Mereka turun dari kuda dan mendekati tepiannya, dan melihat ke dalamnya. Panas yang kuat menerpa wajah mereka, bercampur aroma yang tidak mirip apa pun yang pernah mereka cium. Aroma itu kaya, tajam, menyenangkan, dan membuatmu bersin. Dalamnya rekangan itu begitu terang sehingga awalnya membuat silau mata dan mereka tidak bisa melihat apa-apa. Ketika sudah terbiasa, mereka merasa bisa melihat sungai api, dan, di tepian sungai itu, sesuatu yang mirip lading-ladang dan kebun-kebun yang berpendar panas tak tertahankan--meskipun mereka tampak suram bila dibandingkan dengan sungai. Ada warna biru, merah, hijau, dan putih semua berbaur jadi satu: kaca bias yang sangat baik dengan matahari tropis menyinarinya di tengah hari bisa memberikan efek yang sama. Menuruni sisi kasar rekahan itu, tampak hitam seperti lalat dalam semua cahaya terang itu, ratusan earthman sedang bergerak. “Yang Mulia,” kata Golg (dan ketika mereka berpaling untuk melihatnya, mereka tidak bisa melihat apa pun kecuali kegelapan beberapa saat, mata mereka harus membiasakan diri). “Yang Mulia, kenapa kalian tidak ikut turun ke Bism? Kalian akan jauh lebih bahagia di sana daripada di negeri dingin, tanpa perlindungan, dan 155 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



telanjang di atas. Atau paling tidak, turunlah untuk sekadar kunjungan singkat.” Jill berpikir yang lain tidak akan mendengarkan tawaran itu sama sekali. Tapi dengan ketakutan dia mendengar sang pangeran berkata: “Sungguh, Golg yang baik, aku setengah berpikir akan turun ke sana bersamamu. Karena ini petualangan yang sangat menarik, dan mungkin tidak pernah ada manusia fana yang melihat Bism sebelum ini atau punya kesempatan ini lagi. Dan aku tidak tahu bagaimana, saat tahun-tahun berlalu, aku bisa menanggung ingatan bahwa aku pernah mendapat kesempatan untuk masuk ke bagian terdalam Bumi dan tidak mengambil kesempatan itu. Tapi bisakah manusia tinggal di sana? Kau tidak berenang di sungai api itu, bukan?” “Oh, tidak, Yang Mulia. Kami tidak melakukannya. Hanya salamander yang tinggal dalam api.” “Binatang apa salamander kalian itu?” tanya sang pangeran. “Sulit menjelaskannya, Yang Mulia,” kata Golg. “Karena mereka begitu panas sehingga putih dan sulit dilihat. Tapi mereka mirip naganaga kecil. Mereka bicara pada kami dari dalam api. Mereka sangat pandai bicara: sangat cerdik dan bisa bicara dengan jelas.” Jill melirik cepat kepada Eustace. Dia merasa yakin temannya itu bahkan lebih tidak menyukai ide masuk ke rekahan itu daripada dirinya. Semangatnya hilang ketika melihat wajah Eustace agak berbeda. Dia lebih mirip sang pangeran daripada Scrubb lama di Sekolah Eksperimen. Karena semua petualangannya, dan hari-hari ketika dia berlayar bersama Raja Caspian, kembali padanya. “Yang Mulia,” katanya. “Kalau teman lamaku, Reepicheep si tikus ada di sini, dia pasti berkata kita tidak bisa menolak petualangan ke Bism tanpa kehilangan kehormatan kita.”



156 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Turun di sini,” kata Golg, “aku bisa menunjukkan pada kalian emas sungguhan, perak sungguhan, berlian sungguhan.” “Huh!” kata Jill kasar. “Seolah kita tidak tahu bahwa kita berada di bawah tambang paling dalam bahkan di sini pun.” “Ya,” kata Golg. “Aku pernah mendengar goresan-goresan kecil di pasir yang kalian Orang-orang Atas sebut tambang. Tapi di situlah kalian mendapat emas mati, perak mati, batu-batu mulia mati. Di Bism sana kami memilikinya hidup dan berkembang. Di sana aku akan memetikkan segerumbul batu delima yang bisa kalian makan dan memeraskan secangkir penuh jus berlian. Kalian tidak akan peduli lagi pada harta karun yang dingin dan mati dari tambangtambang dangkal kalian setelah mencoba yang masih hidup di Bism.” “Ayahku pergi ke ujung dunia,” kata Rilian sampai berpikir. “Bukankah hebat kalau putranya pergi ke dasar dunia.” “Kalau Yang Mulia ingin melihat ayahmu saat dia masih hidup, yang kurasa pasti akan membuatnya senang,” kata Puddleglum, “sudah saatnya kita kembali ke jalur penggalian itu.” “Dan aku tidak mau turun ke lubang itu, apa pun yang dikatakan orang,” tambah Jill. “Wah, kalau Yang Mulia memang sudah siap kembali ke Dunia,” kata Golg, “ada sebagian jalan yang lebih rendah daripada ini. Dan mungkin, kalau banjir masih terus naik “ “Oh, ayo, ayo, ayo jalan!” kata Jill memohon. “Aku khawatir itulah yang harus kita lakukan,” kata sang pangeran sambil mendesah. “Tapi aku meninggalkan setengah hatiku di Tanah Bism.” “Tolonglah!” kata Jill memohon. 157 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Di mana jalannya?” tanya Puddleglum. “Ada lampu sepanjang jalan ke sana,” kata Golg. “Yang Mulia bisa melihat awal jalan itu di sisi jauh rekahan ini.” “Berapa lama lampu itu akan menyala?” tanya Puddleglum. Saat itu suara mendesis seperti suara api (mereka bertanya-tanya setelahnya apakah itu suara salamander) datang mengambang dari kedalaman Bism. “Cepat! Cepat! Cepat! Ke jurang, ke jurang, ke jurang!” katanya. “Rekahan ini menutup. Dia menutup. Dia menutup. Cepat! Cepat!” Dan di saat yang sama, dengan derakan yang menulikan telinga, batu-batu bergerak. Saat mereka memerhatikan, rekahan itu sudah semakin sempit. Dari setiap sisi para gnome yang terlambat berlari ke arahnya. Mereka tidak menunggu untuk menuruni tebingnya. Mereka melompat kepala terlebih dulu dan, entah karena semburan udara panas yang begitu kuat dari bawah, atau alasan yang lain, mereka bisa terlihat mengambang turun seperti daun-daun. Semakin banyak dan semakin banyak mereka mengambang, sehingga kegelapan hampir menutupi sungai api dan kilauan batu-batu mulia yang hidup. “Selamat tinggal, Yang Mulia. Aku pergi,” teriak Golg, dan melompat. Hanya sedikit yang tinggal untuk mengikutinya. Rekahan itu sekarang tidak lebih lebar daripada kali kecil. Sekarang dia setipis rekahan di pilar. Sekarang dia hanya seutas benang yang sangat terang. Kemudian, dengan getar seperti ribuan kereta menabrak ribuan pasang bemper, bibir batu itu menutup. Aroma panas yang membuat gila itu menghilang. Para petualang sendirian di Dunia Bawah yang sekarang tampak jauh lebih gelap daripada sebelumnya. Pucat, remang-remang, dan mati, lampu-lampu memberi tanda arah jalan.



158 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Sekarang,” kata Puddleglum, “sepuluh banding satu kita sudah tinggal terlalu lama, tapi lebih baik kita tetap mencoba. Lampu-lampu itu akan mati dalam beberapa menit lagi, aku tidak heran.” Mereka memacu kuda sampai berlari dan berderap di jalan yang gelap dengan gagah. Tapi jalan itu hampir langsung menurun lagi. Mereka pasti berpikir Golg menunjukkan arah yang salah kalau saja tidak melihat, di sisi lain lembah, lampu-lampu berjajar mendaki sejauh yang bisa mereka lihat. Tapi di dasar lembah lampu-lampu menerangi air yang bergerak. “Hati-hati,” kata Pangeran. Mereka berlari menuruni bukit. Keadaan pasti cukup menakutkan di dasar lima menit kemudian karena air naik merambah lembah seperti berkejaran, dan kalau harus berenang, kuda-kuda tidak mungkin menang. Tapi saat itu air baru tiga puluh sampai lima puluh sentimeter tingginya, dan meskipun air menamparnampar kaki-kaki kedua kuda, mereka bisa mencapai sisi seberang dengan selamat. Lalu dimulailah perjalanan naik yang lambat dan melelahkan tanpa pemandangan apa pun kecuali lampu-lampu pucat yang mendaki dan terus mendaki sejauh yang bisa dilihat. Ketika mereka melihat ke belakang mereka bisa melihat air meluas. Seluruh bukit di Dunia Bawah sekarang menjadi pulau, dan hanya di pulau-pulau itulah lampu tetap menyala. Setiap saat ada lampu yang padam. Tidak lama kemudian ada kegelapan total di mana-mana kecuali di jalan yang mereka ikuti, dan bahkan di bagian yang lebih rendah di belakang mereka, meskipun belum ada lampu yang mati, cahaya lampu menerangi air. Meskipun mereka punya alasan yang kuat untuk terburu-buru, kedua kuda tidak bisa terus tanpa istirahat. Mereka berhenti: dan dalam keheningan mereka bisa mendengar suara debur air.



159 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Aku ingin tahu apakah--siapa namanya itu--Bapak Waktu--sudah tenggelam sekarang,” kata Jill. “Dan semua binatang yang tidur itu.” “Kurasa kita belum setinggi itu,” kata Eustace. “Tidakkah kauingat bagaimana kita harus berjalan turun terus untuk mencapai laut tanpa matahari? Kurasa air belum mencapai gua Bapak Waktu.” “Itu mungkin saja,” kata Puddleglum. “Aku lebih tertarik pada lampu-lampu di jalan Kelihatannya agak pucat, bukan?” “Mereka selalu begitu,” kata Jill. “Ah,” kata Puddleglum. “Tapi mereka lebih hijau sekarang.” “Kau tidak berpikir mereka akan mati, bukan?” teriak Eustace. “Yah, bagaimanapun cara kerja mereka, kau tidak bisa berharap mereka bisa bertahan selamanya, bukan?” jawab si marsh-wiggle. “Tapi jangan biarkan itu merusak semangatmu, Scrubb. Aku juga memerhatikan air, dan kurasa air tidak naik secepat tadi.” “Itu cukup menghibur, teman,” kata sang pangeran. “Kalau kita tidak bisa menemukan jalan keluar. Aku minta maaf. Akulah yang harus disalahkan karena kesombongan dan fantasiku yang menunda perjalanan kita di mulut jalan masuk ke Tanah Bism. Nah, sekarang mari kita terus.” Selama kira-kira sejam selanjutnya, Jill kadang-kadang berpikir Puddleglum benar tentang lampu-lampu, dan kadang-kadang berpikir itu hanya imajinasinya. Sementara itu, dataran berubah. Langit-langit Dunia Bawah begitu dekat sehingga bahkan dengan cahaya temaram itu mereka sekarang bisa melihatnya dengan cukup jelas. Dan dinding-dinding kasar raksasa Dunia Bawah bisa dilihat semakin mendekat di kedua sisi. Jalan itu membawa mereka ke terowongan terjal. Mereka mulai melewati pacul, sekop, kereta dorong, dan tandatanda lain bahwa penggali baru saja meninggalkan kerja mereka. Kalau mereka bisa yakin akan keluar, ini semua sangat 160 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



menggembirakan. Tapi pikiran akan masuk ke lubang yang akan semakin sempit dan semakin sempit, dan sulit berbalik kembali, sangat tidak menyenangkan. Akhirnya langit-langit begitu rendah sehingga kepala Puddleglum dan sang pangeran menghantamnya. Mereka turun dari kuda dan menuntunnya. Jalan tidak rata dan mereka harus maju dengan hatihati. Saat itulah Jill memerhatikan kegelapan yang semakin merata. Tidak ragu lagi sekarang. Wajah-wajah teman-temannya tampak aneh dan menakutkan dalam cahaya hijau. Kemudian tiba-tiba (dia tidak bisa menahannya) Jill menjerit pelan. Lampu-lampu, yang di depan mereka, mati semua. Lampu-lampu di belakang mereka juga. Kemudian mereka berada dalam kegelapan total. “Beranilah, teman-teman,” terdengar suara Pangeran Rilian. “Entah kita hidup atau mati, Aslan akan melindungi kita.” “Itu benar, Sir,” kata suara Puddleglum. “Dan kalian harus selalu ingat bahwa ada satu hal baik dalam terperangkap dl bawah ini: kita menghemat biaya penguburan.” Jill diam saja. (Kalau kau tidak ingin yang lain tahu betapa takutnya dirimu, ini selalu tindakan bijaksana untuk dilakukan, karena suaramulah yang akan mengkhianatimu.) “Kita bisa saja terus atau tetap berdiri di sini,” kata Eustace. Dan ketika mendengar getar dalam suara temannya, Jill tahu betapa bijaksana dirinya untuk diam saja. Puddleglum dan Eustace maju terlebih dulu dengan tangan diulurkan ke depan, karena takut akan menabrak sesuatu. Jill dan sang pangeran mengikuti, sambil menuntun kuda-kuda. “Wah,” terdengar suara Eustace lama kemudian, “apakah mataku yang aneh atau ada petak cahaya di sana?”



161 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Sebelum yang lain bisa menjawabnya, Puddleglum berteriak, “Stop. Aku mencapai jalan buntu. Dan ini tanah, bukan batu. Apa yang kaukatakan, Scrubb?” “Demi sang singa,” kata sang pangeran, “Eustace benar. Ada sejenis “ “Tapi bukan cahaya siang,” kata Jill. “Itu cahaya biru yang dingin.” “Lebih baik daripada tidak sama sekali,” kata Eustace. “Bisakah kita keluar mencapainya?” “Letaknya tidak tepat di atas,” kata Puddleglum. “Cahaya itu di atas kita, tapi letaknya dalam dinding yang kutabrak ini. Bagaimana, Pole, kalau kau naik ke bahuku dan mencari tahu apakah kau bisa meraihnya?” ***



162 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB LIMA BELAS Jill Hilang



PETAK cahaya itu tidak menerangi apa pun dalam kegelapan tempat mereka berdiri. Yang lain hanya bisa mendengar, bukan melihat, upaya Jill naik ke punggung si marsh-wiggle. Mereka mendengarnya berkata, “Kau tidak perlu mencolokkan jarimu ke mataku,” dan, “Atau memasukkan kakimu ke mulutku,” dan, “Ya, sudah benar,” dan, “Sekarang, aku akan memegangi kakimu. Jadi tanganmu bebas untuk berpegangan pada dinding tanah.” Kemudian mereka mendongak dan segera melihat siluet hitam kepala Jill di petak cahaya itu. “Bagaimana?” mereka semua berteriak gugup. “Ini lubang,” teriak suara Jill. “Aku bisa keluar dari situ kalau lebih tinggi.” “Apa yang kaulihat melaluinya?” tanya Eustace. “Belum banyak,” kata Jill. “Puddleglum, lepaskan kakiku supaya aku bisa berdiri di bahumu bukannya duduk. Aku bisa menyeimbangkan diriku dengan berpegangan di dinding.” Mereka bisa mendengar dia bergerak kemudian lebih banyak bagian dirinya yang kelihatan di bawah cahaya abu-abu lubang itu. Bahkan seluruh tubuhnya sampai ke pinggang. “Hore..” Jill memulai, tapi tiba-tiba kata-katanya terpotong jeritan: bukan jeritan keras. Kedengarannya mulutnya tertutup atau ada sesuatu yang disumbatkan kepadanya. Setelah itu suaranya kembali dan sepertinya Jill berteriak sekeras mungkin, tapi mereka tidak bisa mendengar kata-katanya. Dua hal terjadi pada saat yang sama. Petak cahaya itu tertutup sama sekali beberapa saat, dan mereka bisa 163 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



mendengar suara derakan dan perkelahian, dan suara si marsh-wiggle berteriak, “Cepat! Tolong! Pegang kakinya! Ada yang menariknya. Ini! Tidak, di sini. Terlambat!” Lubang itu, dan cahaya yang dingin yang mengisinya sekarang jelas lagi. Jill menghilang. “Jill! Jill!” teriak mereka panik, tapi tidak ada jawaban. “Kenapa kau melepaskan kakinya?” kata Eustace. “Aku tidak tahu, Scrubb,” gerutu Puddleglum. “Aku sudah kacau sejak lahir, aku tidak heran. Nasib. Nasib menjadi pembunuh Pole, sama seperti sudah nasibku makan Rusa yang Bisa Berbicara di Harfang. Bukannya itu salahku juga, tentu saja.” “Ini peristiwa paling memalukan dan menyedihkan yang terjadi pada kita,” kata sang pangeran. “Kita telah mengirimkan gadis pemberani itu ke tangan musuh dan tinggal di belakang demi keamanan.” “Jangan menganggapnya seburuk itu, Sir,” kata Puddleglum. “Kita belum selamat dari kematian karena kelaparan di lubang ini.” “Aku ingin tahu apakah aku cukup kecil untuk melalui lubang yang dilalui Jill?” kata Eustace. Yang sebenarnya terjadi pada Jill adalah ini. Begitu dia mengeluarkan kepalanya dari lubang dia mendapati dirinya melihat ke bawah seolah dari jendela lantai atas, bukannya ke atas seolah dari pintu ruang bawah tanah. Dia sudah begitu lama berada dalam kegelapan sehingga awalnya matanya tidak bisa mengenali apa yang mereka lihat, kecuali bahwa dia tidak melihat di siang hari, kepada dunia yang begitu ingin dilihatnya. Udara rasanya sangat dingin, dan cahayanya pucat kebiruan. Juga ada banyak suara dan banyak benda putih beterbangan di udara. Saat itulah dia berteriak pada Puddleglum untuk membiarkannya berdiri pada bahu temannya itu. 164 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Setelah melakukannya, dia bisa melihat dan mendengar jauh lebih baik. Suara-suara yang didengarnya ternyata ada dua jenis: entakan ritmis beberapa kaki, dan musik empat alat gesek, tiga seruling, dan sebuah drum. Dia juga bisa menempatkan diri dengan lebih baik. Dia sedang melihat keluar dari lubang di gundukan terjal yang menurun dan dasarnya kira-kira lima meter di bawahnya. Semuanya sangat putih. Banyak orang bergerak. Kemudian Jill tersentak! Orang-orang itu faun-faun kecil yang kurus, dan dryad dengan rambut berkibar bermahkota daun. Sesaat mereka tampak seolah bergerak begitu saja, kemudian Jill melihat mereka sebenarnya berdansa-dansa dengan begitu banyak gerakan kaki yang sulit dan gerakan yang butuh waktu untuk dimengerti. Lalu tiba-tiba sekali dia menyadarinya, cahaya biru pucat itu cahaya bulan, dan benda putih di tanah adalah salju. Dan tentu saja! Ada bintang-bintang bersinar di langit hitam beku di atas sana. Dan bendabenda hitam tinggi di belakang para penari adalah pohon-pohon. Mereka bukan saja mencapai dunia luar, tapi juga keluar di tengah Narnia. Jill merasa bisa pingsan karena senang, dan musik itu-- musik liar itu, sangat manis tapi juga agak menakutkan , penuh sihir baik seperti musik si penyihir penuh sihir jahat--membuatnya lebih menyadari keberadaannya. Semua ini butuh waktu lama untuk diceritakan, tapi tentu saja hanya butuh sedikit waktu untuk dilihat. Jill berbalik hampir seketika untuk berteriak pada yang lain, “Hore! Tidak apa-apa. Kita sudah di luar, dan kita sudah sampai di rumah.” Tapi alasan dia tidak pernah mengatakan lebih dari “Hore” adalah ini. Mengeliling para penari adalah para dwarf, semua mengenakan pakaian yang terbaik, kebanyakan berwarna merah dengan tudung berpinggiran bulu serta pita emas dan bot besar berpinggiran bulu. Saat berjalan berkeliling, dengan rajin mereka melempari bola-bola salju. (Itulah benda-benda putih yang Jill lihat beterbangan di udara.) Mereka tidak 165 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



melemparkan bola-bola salju itu pada para penari seperti yang mungkin dilakukan anak-anak nakal di Inggris. Mereka melemparkan bola-bola salju itu di atas para penari dengan pengaturan waktu sangat tepat dengan musiknya dan dengan bidikan yang sangat baik sehingga semua penari berada pada tempat yang tepat di saat yang tepat, sehingga tidak ada yang akan kena lemparan. Ini disebut Tari Salju Besar dan dilakukan setiap tahun di Narnia di malam terang bulan pertama ketika tanah telah tertutup salju. Tentu saja ini juga sejenis permainan selain tarian, karena sesekali beberapa penari akan bergerak agak salah dan wajah mereka akan kena lemparan bola salju, kemudian semua akan tertawa. Tapi tim penari, dwarf, dan pemusik yang baik bisa berjalan terus berjam-jam tanpa sekali pun ada yang kena lempar. Di malam yang cerah ketika udara dingin, pukulan genderang, suara burung hantu, dan cahaya bulan membangkitkan darah hutan mereka yang liar dan membuatnya semaki n liar, mereka akan berdansa sampai fajar. Aku berhar ap kau bisa melihatnya sendiri. Yang telah menghentikan Jill ketika mengatakan “Hore” adalah tentu saja bola salju cukup besar yang melayang melintasi para penari dari dwarf di sisi seberang dan menghantamnya tepat di mulut. Dia tidak keberatan, dua puluh bola salju pun tidak bisa merusak suasana hatinya saat itu. Tapi betapa gembiranya pun dirimu, kau tidak bisa bicara dengan mulut penuh salju. Dan ketika, setelah meludah-ludah, dia bisa bicara lagi, dia begitu gembira sehingga lupa bahwa yang lain, masih dalam kegelapan di belakangnya, masih belum tahu kabar gembira itu. Dia merangkak sejauh mungkin keluar lubang, dan berteriak ke arah para penari. “Tolong! Tolong! Kami terperangkap dalam bukit. Tolong bantu kami keluar.” Orang-orang Narnia yang tidak memerhatikan lubang kecil di sisi bukit, tentu saja sangat terkejut, dan memandang ke beberapa arah 166 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



yang salah sebelum menemukan sumber suara itu. Tapi ketika melihat Jill, mereka semua berlari ke arahnya, dan banyak yang merangkak naik ke gundukan tanah, dan lebih dari selusin tangan diulurkan untuk membantunya. Dan Jill memegang mereka dan dengan demikian keluar dari lubang dan mulai menuruni gundukan tanah itu kepala terlebih dulu, kemudian bangkit dan berkata: “Oh, tolong bantu yang lain keluar. Ada tiga orang lain, selain kudakuda. Dan salah satunya adalah Pangeran Rilian.” Jill sudah berada di tengah kerumunan ketika mengatakan ini, karena selain para penari ada berbagai makhluk yang menonton tarian itu, dan tidak dilihatnya sebelumnya, yang berlari datang. Bajingbajing keluar dari pepohonan begitu banyak sehingga seperti hujan, begitu juga para burung hantu. Landak berjalan secepat kaki pendek mereka bisa membawa mereka. Beruang dan musang mengikuti dengan langkah lebih pelan. Panther besar, menggerak-gerakkan ekornya dengan gembira, adalah yang terakhir mengikuti rombongan itu. Tapi begitu mengerti apa yang dikatakan Jill, mereka semua langsung sibuk. “Pacul dan sekop, anak-anak, pacul dan sekop. Lari ambil peralatan kita!” kata para dwarf, dan berlari masuk hutan secepat mungkin. “Bangunkan Tikus Tanah, mereka hebat soal menggali. Mereka hampir sama baiknya dengan dwarf,” kata seseorang. “Apa yang dikatakannya tentang Pangeran Rilian?” kata yang lain. “Hus!” kata si panther. “Anak malang itu gila, dan tidak heran setelah tersesat dalam bukit. Dia tidak tahu apa yang dia katakan.” “Benar,” kata seekor beruang tua. “Wah, dia bilang Pangeran Rilian itu kuda!”



167 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Tidak, dia tidak bilang begitu,” kata seekor bajing dengan nada sangat kurang ajar. “Ya, dia bilang begitu,” kata bajing yang lain bahkan lebih kurang ajar lagi. “Itu b-b-b-benar. Ja-ja-jangan begitu bodoh,” kata Jill. Dia bicara seperti itu karena giginya sekarang bergemeletuk karena dingin. Dengan segera salah satu dryad memberinya mantel bulu yang dijatuhkan dwarf ketika dia berlari untuk mengambil peralatan tambangnya, dan faun yang baik berlari di antara pepohonan ke tempat Jill bisa melihat cahaya api di mulut gua, untuk mengambilkan minuman hangat baginya. Tapi sebelum faun itu kembali, semua dwarf datang lagi dengan membawa sekop serta pacul dan langsung bekerja di dinding bukit. Kemudian Jill m endengar teriakan “Hai! Apa yang kalian lakukan? Turun kan pedang itu,” dan, “Dia yang paling ganas, bukan?” Jill buru-buru mendekat dan tidak tahu harus tertawa at au menangis ketika melihat wajah Eustace, sangat puc at dan kotor, tampak dari kegelapan lubang itu, dan tan gan kanan Eustace memegang pedang yang diayunkannya pada siapa pun yang mendekatinya. Karena tentu saja Eustace mengalami hal yang sangat berbeda dengan Jill beberapa menit terakhir itu. Dia telah mendengar Jill berteriak dan melihatnya menghilang entah ke mana. Seperti sang pangeran dan Puddleglum, dia berpikir musuh menangkap Jill. Dan dari bawah sana dia tidak bisa melihat bahwa cahaya biru pucat itu cahaya bulan. Dia berpikir lubang itu hanya mengarah ke gua lain, yang memiliki penerangan fosfor dan penuh makhluk-jahat-entah-apa yang menghuni Dunia Bawah. Jadi ketika dia membujuk Puddleglum untuk memanggulnya, menghunus pedangnya, dan mengeluarkan kepalanya, dia melakukan 168 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



hal yang sangat berani. Yang lain mau saja melakukannya lebih dulu, tapi lubang itu terlalu kecil bagi mereka. Eustace sedikit lebih besar, dan jauh lebih kaku daripada Jill, jadi ketika dia melihat keluar dia menghantamkan kepalanya pada puncak lubang dan membuat salju runtuh ke wajahnya. Sehingga, ketika dia bisa melihat lagi, dan melihat selusin makhluk mendatanginya secepat mereka bisa berlari, tidak mengherankan dia berusaha mengusir mereka. “Stop, Eustace, stop,” teriak Jill. “Mereka teman. Tidakkah kaulihat? Kita keluar di Narnia. Semuanya baik-baik saja.” Kemudian Eustace mengamati, dan minta maaf pada para dwarf (dan para dwarf bilang tidak apa-apa), dan selusin tangan dwarf yang kekar dan berbulu membantunya keluar seperti mereka membantu Jill beberapa menit sebelumnya. Kemudian Jill merangkak naik gundukan tanah itu dan memasukkan kepalanya pada lubang gelap itu dan meneriakkan kabar gembira tersebut pada para tawanan. Saat menjauh, dia mendengar Puddleglum bergumam, “Ah, Pole yang malang. Ini semua terlalu berat baginya. Membuatnya gila, aku tidak heran. Dia mulai melihat hal-hal yang tidak ada.” Jill bergabung dengan Eustace dan mereka saling berjabat tangan serta menghirup udara tengah malam dalam-dalam. Dan mantel hangat dibawakan bagi Eustace juga minuman hangat, bagi keduanya. Sementara mereka minum, para dwarf sudah membongkar tumpukan salju dan tanah pada bukit itu di sekitar lubang awal, dan sekarang suara sekop dan pacul bekerja sama riangnya dengan suara entakan kaki faun dan dryad ketika menari sepuluh menit sebelumnya. Hanya sepuluh menit! Tapi Jill dan Eustace telah merasa semua bahaya yang mereka hadapi dalam gelap, panas, rasa tanah pasti hanya mimpi. Di luar sini, dalam udara dingin, dengan bulan dan bintang-bintang di atas (bintang-bintang Narnia lebih dekat daripada bintang-bintang di dunia 169 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kita) dan dengan wajah-wajah ramah dan gembira di sekeliling mereka, tidak ada yang bisa memercayai adanya Dunia Bawah. Sebelum mereka menghabiskan minuman panas mereka, kira-kira selusin tikus tanah, baru dibangunkan, masih sangat mengantuk, dan tidak begitu gembira, tiba. Tapi begitu mereka mengerti permasalahannya, mereka bergabung dengan penuh semangat. Bahkan para faun pun membuat diri mereka berguna dengan membawa tanah dalam keranjang-keranjang kecil, dan para bajing berdansa dan melompat ke sana kemari dengan gembira, meskipun Jill tidak pernah benar-benar mengerti apa sebenarnya yang mereka lakukan. Beruang-beruang dan burung hantu cukup puas dengan memberikan saran-saran, dan terus bertanya pada anak-anak apakah mereka ingin masuk gua (di sanalah Jill melihat api tadi), menghangatkan diri, dan makan malam. Tapi anak-anak tidak bisa pergi sebelum melihat teman-teman mereka bebas. Tidak ada orang di dunia kita yang bisa mengerjakan apa yang dilakukan para dwarf dan Tikus Tanah yang Bisa Berbicara di Narnia, tapi tentu saja, tikus tanah dan dwarf tidak menganggapnya pekerjaan. Mereka suka menggali. Karena itulah tidak lama sebelum mereka bisa membuka rekahan lebar gelap di sisi bukit. Dan dari kegelapan keluarlah ke cahaya bulan--ini akan cukup mengerikan kalau mereka tidak tahu siapa kedua makhluk itu pertama-tama, sosok tinggi, berkaki panjang, bertopi kerucut, si marsh-wiggle, kemudian, menuntun kedua kuda, Rilian sang pangeran. Saat Puddleglum muncul, teriakan-teriakan terdengar dari segala arah. “Wah, itu wiggle--wah, itu Puddleglum tua--Puddleglum tua dari Rawa Timur--apa yang telah kaulakukan, Puddleglum?--ada kelompok yang mencarimu--Lord Trumpkin memasang pengumuman--ada hadiahnya!” Tapi semua ini terhenti, serentak, menjadi keheningan, sama cepatnya suara menghilang di asrama yang



170 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



nakal kalau kepala sekolah membuka pintu. Karena sekarang mereka melihat sang pangeran. Tidak ada yang meragukan siapa dirinya. Ada banyak binatang, dryad, dwarf, dan faun yang mengingatnya dari hari-hari sebelum dia dikutuk. Ada beberapa yang cukup tua dan bisa mengingat bagaimana ayahnya, Raja Caspian, waktu masih muda, dan melihat kemiripannya. Tapi kurasa dia pasti mengenalinya. Meskipun dia pucat karena penahanan yang lama di Dunia Bawah, berpakaian hitam, berdebu, kusut, dan lelah, ada sesuatu pada wajahnya yang tidak mungkin salah dimengerti. Itulah pancaran karisma semua Raja Narnia yang sejati, yang memerintah dengan berkah Aslan dan duduk di Cair Paravel dl takhta Peter sang Raja Agung. Segera semua kepala tertunduk dan semua lutut tertekuk, sesaat kemudian semua berteriak dan menjerit, melompat-lompat dan menari-nari gembira, berjabat tangan, berciuman, dan berpelukan, sehingga mata Jill berkaca-kaca. Hasil perjalanan mereka ternyata pantas bagi semua rasa sakit yang mereka alami. “Kumohon, Yang Mulia,” kata dwarf yang paling tua, “ada upaya menyediakan makan malam di gua di sana, disiapkan untuk akhir Tari Salju “ “Tentu saja, dwarf yang baik,” kata sang pangeran. “Karena belum pernah ada pangeran, kesatria, orang-orang baik, atau beruang yang begitu lapar seperti yang kami berempat alami malam ini.” Seluruh kerumunan itu mulai bergerak melalui pepohonan ke arah gua. Jill mendengar Puddleglum berkata pada mereka yang mengelilinginya. “Tidak, tidak, ceritaku harus menunggu. Tidak ada yang pantas dibicarakan tentang diriku. Aku ingin mendengar berita. Jangan menceritakannya padaku dengan hati-hati, karena aku lebih suka mendengar semuanya sekaligus. Apakah kapal sang raja karam? Ada kebakaran hutan? Tidak ada perang di perbatasan Calormen? Atau ada beberapa naga, aku tidak akan heran?” Dan semua makhluk 171 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



itu tertawa keras-keras dan berkata, “Bukankah itu benar-benar katakata marsh-wiggle?” Kedua anak hampir jatuh karena lelah dan lapar, tapi kehangatan gua, dan penampilannya saja, dengan perapian di dinding, lemari, cangkir-cangkir, piring-piring saji, dan piring-piring makan di lantai batu yang halus, sama seperti dalam dapur rumah pertanian, menyegarkan mereka sedikit. Tapi tetap saja, mereka sudah lelap ketika makan malam disiapkan. Dan sementara mereka tidur, Pangeran Rilian menceritakan seluruh petualangannya pada binatangbinatang dan dwarf yang lebih tua dan bijaksana. Dan sekarang mereka semua mengerti, bagaimana si penyihir jahat (tidak ragu lagi pasti sejenis dengan Penyihir Putih yang membuat Musim Dingin Panjang di Narnia dulu sekali) telah merencanakan semua ini, pertama-tama membunuh ibu Rilian kemudian mengutuk Rilian sendiri. Dan mereka mengerti bagaimana si penyihir telah menggali ke bawah Narnia dan akan menyerang lalu memimpinnya melalui Rilian: dan bagaimana Rilian tidak pernah membayangkan bahwa negeri yang diberikan si penyihir padanya (dia menjadi raja, tapi sebenarnya tetap budak si penyihir) adalah negerinya sendiri. Dan dari cerita anak-anak, mereka melihat bagaimana si penyihir bersekutu dan berteman dengan para raksasa berbahaya di Harfang. “Dan pelajaran bagi kita semua, Yang Mulia,” kata dwarf yang paling tua, “adalah semua penyihir dari utara itu punya maksud yang sama, tapi setiap zaman mereka punya rencana yang berbeda untuk memperolehnya.” ***



172 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



BAB ENAM BELAS Penyembuhan



KETIKA bangun keesokan paginya dan mendapati dirinya berada dalam gua, untuk sesaat yang mengerikan, Jill mengira dirinya kembali berada di Dunia Bawah. Tapi ketika melihat dia berbaring di kasur isi tanaman heather dengan mantel bulu menyelimuti dirinya, dan melihat api yang menyenangkan menyala (seolah baru dinyalakan) di perapian baru dan, lebih jauh lagi, sinar matahari pagi datang dari mulut gua, dia ingat semua keadaan yang menyenangkan itu. Mereka telah makan malam dengan enak, semua berdesakan dalam gua itu, meskipun sudah sangat mengantuk sebelum semua berakhir. Samar-samar dia ingat para dwarf berkumpul di sekeliling api dengan penggorengan lebih besar daripada diri mereka sendiri, dan suara desis serta aroma nikmat sosis. Dan bukan sosis payah yang separonya terisi kacang kedelai pula, tapi benar-benar sosis daging berbumbu, gemuk, panas, dan hanya sedikit gosong. Dan gelas besar penuh cokelat panas, dan kentang panggang, chestnut panggang, apel bakar dengan kismis mengisi tempat yang tadinya berisi bijinya, dan es untuk menyegarkanmu setelah semua makanan panas itu. Jill duduk dan memandang ke sekeliling. Puddleglum dan Eustace berbaring tidak jauh, keduanya masih tidur nyenyak. “Hai, kalian berdua!” teriak Jill keras-keras. “Kapan kalian akan bangun?” “Sstt, sstt!” kata suara mengantuk dari atasnya. “Waktu untuk istirahat. Tidur nyenyak, kuu-kuu, kuu-kuu. Tidak usah bekerja. Kuukuu!” “Wah, kurasa,” kata Jill, melirik sekumpulan bulu yang bertengger di atas jam besar di sudut gua, “Kurasa ini Glimfeather!” 173 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Benar, benar,” gumam si burung hantu, mengangkat kepalanya dari bawah sayap dan membuka sebelah mata. “Aku datang dengan membawa pesan untuk sang pangeran kira-kira jam dua pagi. Bajingbajing membawa kabar gembira. Kabar untuk sang pangeran. Dia sudah pergi. Kalian juga akan menyusul. Selamat pagi “ kemudian kepalanya kembali menghilang. Karena sepertinya tidak ada harapan akan mendapat informasi apa pun dari burung hantu itu, Jill bangun dan mulai melihat berkeliling untuk mencari tempat cuci muka dan sarapan. Tapi hampir seketika faun kecil masuk ke gua, kaki kambingnya membuat suara ketakketuk pada lantai batu. “Ah! Kau sudah bangun akhirnya, Putri Hawa,” katanya. “Mungkin kau lebih baik membangunkan Putra Adam. Kalian harus berangkat beberapa menit lagi dan dua centaurus sudah berbaik hati akan membiarkan kalian naik di punggung mereka kembali ke Cair Paravel.” Dia menambahkan dengan suara pelan, “Tentu saja, kau pasti tahu itu kehormatan sangat spesial dan belum pernah terjadi, diizinkan naik ke punggung centaurus. Aku tidak tahu apakah pernah ada yang melakukannya sebelumnya. Tidak baik membiarkan mereka menunggu.” “Di mana sang pangeran?” adalah pertanyaan pertama yang diajukan Eustace dan Puddleglum begitu mereka terbangun. “Dia sudah pergi untuk menemui sang raja, ayahnya, di Cair Paravel,” jawab si faun, yang namanya Orruns. “Kapal Yang Mulia diharapkan akan merapat sebentar lagi. Sepertinya Raja bertemu Aslan--aku tidak tahu hanya penampakan atau bertemu langsung-sebelum dia pergi jauh, dan Aslan menyuruhnya kembali dan memberitahunya dia akan menemukan putranya yang sudah lama hilang menunggunya ketika dia kembali ke Narnia.”



174 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Eustace sekarang sudah bangun dan Jill membantu Orruns menyiapkan sarapan. Puddleglum disuruh tetap di tempat tidur. Centaurus bernama Cloudbirth, penyembuh yang terkenal, atau (seperti yang dikatakan Orruns) “dukun”, masuk untuk melihat kaki marsh-wiggle itu yang terbakar. “Ah!” kata Puddleglum dengan nada hampir senang, “dia akan memotong kakiku pada lutut, aku tidak heran. Kalian lihat saja.” Tapi dia cukup senang bisa tetap di tempat tidur. *** Sarapan terdiri atas telur orak-arik dan roti panggang dan Eustace makan seolah dia tidak baru saja makan besar tengah malam kemarin. “Menurutku, Putra Adam,” kata si faun, menatap heran pada mulut Eustace yang penuh. “Tidak perlu terburu-buru seperti itu. Kurasa para centaurus belum menyelesaikan sarapan mereka sendiri.” “Kalau begitu mereka pasti bangun sangat siang,” kata Eustace. “Aku berani bertaruh sekarang sudah sekitar jam sepuluh.” “Oh tidak,” kata Orruns. “Mereka bangun sebelum matahari terbit.” “Kalau begitu mereka pasti menunggu waktu siang sebelum mulai sarapan,” kata Eustace. “Tidak,” kata Orruns. “Mereka mulai sarapan begitu bangun.” “Ya ampun!” kata Eustace. “Apakah mereka makan banyak sekali saat sarapan?” “Wah, Putra Adam, tidakkah kau mengerti? Centaurus punya perut manusia dan perut kuda. Dan tentu saja keduanya ingin sarapan. Jadi pertama-tama dia makan bubur, ikan, ginjal, bacon, telur orak-arik, ham dingin, roti panggang, selai jeruk, kopi, dan bir. Dan setelah itu dia mengurus bagian kuda dari dirinya dengan merumput selama kirakira sejam dan menyelesaikannya dengan dedak hangat, gandum, dan 175 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



sekantong gula. Karena itulah sangat merepotkan kalau mengajak centaurus menginap di akhir minggu. Benar-benar sangat merepotkan.” Saat itu terdengar suara kaki kuda mengetuk batu di mulut gua, dan anak-anak mendongak. Kedua centaurus, satu dengan janggut hitam dan yang lain dengan janggut pirang emas menutupi dada bidang mereka yang telanjang, berdiri menunggu mereka, menundukkan kepala mereka sedikit supaya bisa melihat ke dalam gua. Kemudian anak-anak menjadi sangat sopan dan menyelesaikan sarapan mereka dengan cepat. Tidak ada yang menganggap centaurus lucu ketika melihatnya. Mereka makhluk yang khidmat dan ajaib, penuh kebijaksaan kuno yang mereka pelajari dari bintang-bintang, tidak mudah dibuat gembira atau marah, tapi kemarahan mereka merupakan gelombang mengerikan kalau datang. “Selamat tinggal, Puddleglum sayang,” kata Jill, mendekati sisi tempat tidur si marsh-wiggle. “Aku menyesal menyebutmu menyebalkan.” “Aku juga,” kata Eustace. “Kau teman terbaik di dunia.” “Dan aku berharap bisa bertemu denganmu lagi,” tambah Jill. “Tidak banyak kesempatan untuk itu, menurutku,” jawab Puddleglum. “Kurasa aku juga tidak akan melihat wigwam tuaku lagi. Dan pangeran itu--dia baik--tapi apakah kalian pikir dia cukup kuat? Pikirannya sudah dihancurkan kehidupan di bawah tanah, aku tidak heran. Sepertinya kegilaannya bisa muncul kapan pun.” “Puddleglum!” kata Jill. “Kau memang menyebalkan. Kau terdengar seperti orang yang menghadiri pemakaman tapi aku percaya kau benar-benar gembira. Dan kau bicara seolah takut segalanya, padahal kau sebenarnya sama beraninya dengan--singa.”



176 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



“Nah, omong-omong tentang pemakaman,” kata Puddleglum, tapi Jill, yang mendengar kedua centaurus mengetuk dengan kaki mereka di belakangnya, mengagetkan Puddleglum dengan memeluk lehernya yang kurus dan mencium wajahnya yang seperti lumpur, sementara Eustace menjabat tangannya. Kemudian mereka berdua berlari kepada para centaurus, dan si marsh-wiggle kembali berbaring, berkata pada dirinya sendiri, “Yah, aku tidak bermimpi gadis itu akan melakukan itu. Meskipun aku memang tampan.” Menunggang centaurus, tentu saja, kehormatan besar (dan selain Jill dan Eustace, mungkin tidak ada manusia lain di dunia yang pernah melakukannya) tapi sangat tidak nyaman. Karena tidak ada orang yang masih menyayangi hidupnya akan mengusulkan untuk memasangkan pelana pada centaurus, dan menungga ng tanpa pelana sama sekali tidak menyenangkan, teru tama kalau, seperti Eustace, kau tidak pernah belajar menunggang kuda. Para centaurus sangat sopan denga n cara yang khidmat, anggun, dan dewasa, dan saat m ereka berlari melalui hutan-hutan Narnia mereka bicara, tanpa menoleh, menceritakan pada anak-anak keguna an daun-daun dan akar-akaran, pengaruh planet-planet, dan kesembilan nama Aslan dengan artinya masing-masing, dan hal-hal seperti itu. Tapi bagaimanapun kaku dan lelahnya kedua anak manusia itu, mereka mau memberikan. apa pun untuk mengulangi perjalanan itu: untuk melihat padang-padang dan tebing-tebing itu berkilau karena salju kemarin malam, untuk bertemu kelinci-kelinci, bajing-bajing, dan burung-burung yang mengucapkan selamat pagi padamu, untuk menghirup lagi udara Narnia dan mendengar suara pohonpohon Narnia. Mereka mencapai sungai, mengalir jernih dan biru dalam cahaya matahari musim dingin, jauh di bawah jembatan terakhir (yang berada di kota kecil beratap merah Beruna) dan dibawa menyeberang di rakit oleh pengemudi feri, yang marsh-wiggle, karena marsh-wigglelah 177 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



yang melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan air dan ikan di Narnia. Dan ketika telah menyeberang, mereka meneruskan perjalanan di sisi selatan sungai dan akhirnya mencapai Cair Paravel itu sendiri. Dan ketika tiba, mereka melihat kapal besar yang mereka lihat ketika pertama menginjakkan kaki di Narnia, berlayar di sungai seperti burung besar. Seisi istana sekali lagi berkumpul di padang antara istana dan teluk untuk menyambut kedatangan Raja Caspian. Rilian, yang telah mengganti pakaian hitamnya, dan sekarang mengenakan mantel merah di atas baju rantai perak, berdiri di dekat tepian air, dengan kepala tanpa topi, untuk menyambut ayahnya. Si dwarf Trumpkin duduk di sebelahnya di atas kursi yang ditarik keledainya. Anak-anak melihat tidak mungkin mendekati sang pangeran karena kerumunan orang, selain itu, mereka juga merasa agak malu. Jadi mereka meminta pada para centaurus apakah mereka boleh duduk di punggung mereka lebih lama lagi sehingga bisa melihat segalanya dari atas kepala kerumunan itu. Dan para centaurus mengizinkan. Suara terompet perak terdengar melintasi air dari dek kapal. Para pelaut melempar talitemali, tikus-tikus (yang bisa bicara, tentu saja) dan marsh-wiggle cepat-cepat menambatkannya, lalu kapal berhenti. Para pemusik, tersembunyi di suatu tempat dalam kerumunan, mulai memainkan lagu yang khidmat dan bernada kemenangan. Dan tak lama kemudian sekoci Raja sudah siap dan para tikus menjalankannya ke dermaga. Jill membayangkan akan melihat raja yang sudah tua akan menaiki sekoci itu. Tapi ternyata sesuatu terjadi. Seorang bangsawan berwajah pucat menepi dan berlutut di depan sang pangeran dan Trumpkin. Mereka bertiga bicara dengan kepala berdekatan beberapa menit, sehingga tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka katakan.



178 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



Musik terus bermain, tapi kau bisa merasakan semuanya merasa tidak tenang. Kemudian empat kesatria membawa sesuatu dan bergerak sangat pelan, muncul dari sekoci. Ketika mereka mulai melangkah di dermaga, kau bisa melihat apa yang mereka bawa: sang raja tua di tempat tidur, sangat pucat dan diam. Mereka meletakkannya. Sang pangeran berlutut di sisinya dan memeluknya. Mereka bisa melihat Raja Caspian mengangkat tangannya untuk memberkati putranya. Dan semuanya bersorak, tapi ini sorakan yang tidak terlalu bersemangat, karena mereka semua merasa ada yang salah. Kemudian tiba-tiba kepala sang raja kembali tergolek di bantalnya, para pemusik berhenti bermain dan ada keheningan. Sang pangeran, berlutut di sisi tempat tidur sang raja, menyandarkan kepalanya ke sana dan menangis. Terdengar bisik-bisik dan gerakan-gerakan gelisah. Kemudian Jill melihat semua yang mengenakan topi, kerudung, helm, atau tudung melepaskannya--termasuk Eustace. Kemudian Jill mendengar suara gemeresik dan kibaran di atas istana, ketika dia mendongak dia melihat bendera besar bergambar singa emas diturunkan ke setengah tiang. Dan setelah itu, dengan perlahan, hati-hati, dengan denting sedih dan tiupan terompet yang mengiris hati, musik dimulai lagi, kali ini dengan nada yang membuat hatimu berduka. Mereka berdua turun dari centaurus masing-masing (yang tidak memerhatikan mereka). “Aku ingin berada di rumah,” kata Jill. Eustace mengangguk, tanpa kata, dan menggigit bibirnya. “Aku datang,” kata suara berat di belakang mereka. Mereka berbalik dan melihat sang singa sendiri, begitu cemerlang, nyata, dan kuat sehingga semuanya langsung mulai tampak pucat dan tidak nyata bila dibandingkan dengannya. Dan dalam waktu yang 179 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



lebih singkat daripada yang dibutuhkan untuk bernapas Jill melupakan Raja Narnia yang baru saja meninggal dan hanya ingat bagaimana dia membuat Eustace jatuh dari tebing, dan bagaimana dia telah melupakan hampir semua tanda, dan tentang semua pertengkaran dan bentakan. Dan dia ingin berkata, “Maafkan aku,” tapi tidak bisa bicara. Kemudian sang singa memanggil mereka mendekat melalui tatapannya, dan menunduk lalu menyentuh wajah pucat mereka dengan lidahnya, dan berkata: “Jangan pikirkan itu lagi. Aku tidak selalu marah. Kau telah melakukan pekerjaan yang kutugaskan pada kalian di Narnia.” “Tolonglah, Aslan,” kata Jill, “bolehkah kami pulang sekarang?” “Ya. Aku datang untuk membawa kalian pulang,” kata Aslan. Kemudian dia membuka mulutnya dan meniup. Tapi kali ini mereka tidak merasa melayang di udara, mereka malah tetap diam, dan tiupan liar Aslan menjauhkan kapal, jenazah Raja, istana, salju, dan langit musim dingin. Semua itu melayang di udara seperti asap, dan tiba-tiba mereka berdiri di terik matahari tengah musim panas, di padang rumput halus, di antara pepohonan besar, dan di sebelah sungai jernih dan segar. Kemudian mereka melihat bahwa mereka sekali lagi berada di puncak Gunung Aslan, tinggi di atas akhir daratan tempat Narnia berada. Tapi anehnya musik duka bagi Raja Caspian masih terdengar, meskipun tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Mereka berjalan di tepi sungai dan sang singa berjalan di depan mereka, dan dia menjadi begitu indah, dan musiknya begitu sedih, sehingga Jill tidak tahu mana yang membuat matanya berkaca-kaca. Kemudian Aslan berhenti, dan anak-anak melihat ke sungai. Dan di sana, di pasir emas dasar airnya, terbaringlah Raja Caspian, mati, dengan air mengalir di atasnya seperti kaca hidup. Janggutnya yang putih panjang bergerak seperti rumput laut. Dan mereka bertiga 180 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



berdiri dan menangis. Bahkan sang singa menangis: air mata singa yang besar-besar, setiap air mata lebih berharga daripada sebutir berlian keras di dunia. Dan Jill memerhatikan bahwa Eustace tampak tidak seperti anak kecil menangis, atau anak yang menangis dan berusaha menyembunyikan, tapi seperti orang dewasa menangis. Paling tidak, itulah yang paling mirip menurutnya, tapi sebenarnya, seperti yang dia katakan, orang sepertinya tidak punya umur tertentu di gunung itu. “Putra Adam,” kata Aslan, “pergilah ke semak-semak itu dan petiklah duri yang akan kautemukan di sana, dan bawakan padaku.” Eustace menurut. Duri itu sepanjang tiga puluh sentimeter dan setajam anggar. “Tusukkan pada telapak kakiku, Putra Adam,” kata Aslan, mengulurkan kaki depan kanannya dan mengembangkan cakar besarnya kepada Eustace. “Haruskah?” kata Eustace. “Ya,” kata Aslan. Kemudian Eustace mengetatkan giginya dan menusukkan duri itu ke telapak sang singa. Dan dari sana muncul tetes besar darah, lebih merah daripada merah yang pernah kaulihat atau bayangkan. Dan darah itu jatuh ke sungai di atas jenazah sang raja. Di saat yang sama musik yang menyedihkan itu berhenti. Dan raja yang mati itu mulai berubah. Janggut putihnya menjadi abu-abu, dan dari abu-abu menjadi kuning, dan semakin pendek, lain menghilang seluruhnya. Dan pipinya yang tirus semakin berisi dan segar, dan semua kerutkerutnya menjadi halus, lalu matanya terbuka dan berbinar gembira, sementara bibirnya tersenyum, dan tiba-tiba dia melompat dan berdiri di hadapan mereka-pria yang sangat muda, bahkan masih anak-anak.



181 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



(Tapi Jill tidak bisa menentukan yang mana, karena orang tidak memiliki umur tertentu di negeri Aslan. Bahkan di dunia ini anakanak paling bodohlah yang paling kekanak-kanakan dan orang dewasa paling bodohlah yang paling dewasa.) Dan dia buru-buru menghampiri Aslan dan mengembangkan tangannya sejauh yang dia bisa untuk memeluk leher yang besar itu, dan dia memberi Aslan ciuman kuat seorang raja, dan Aslan memberinya ciuman liar seekor singa. Akhirnya Caspian berpaling pada yang lain. Dia tertawa keras kaget dan gembira. “Wah! Eustace!” katanya. “Eustace! Jadi kau sudah mencapai akhir dunia juga. Bagaimana dengan pedang kedua terbaikku yang kaupatahkan pada ular laut itu?” ™ Eustace melangkah maju dengan kedua tangan mengembang, tapi kemudian berhenti dengan ekspresi kaget. “Lihat ini” katanya gugup. “Ini semua bagus sekali. Tapi bukankah kau--? Maksudku tidakkah kau “ “Oh, jangan begitu menyebalkan,” kata Caspian. “Tapi,” kata Eustace, memandang Aslan. “Tidakkah dia sudah-ehmeninggal?” “Ya,” kata sang singa dengan suara sangat tenang, hampir (menurut Jill) seolah dia tertawa. “Dia sudah meninggal. Kebanyakan orang begitu, tahu bukan. Bahkan aku pun sudah. Hanya sedikit yang belum.” “Oh,” kata Caspian, “aku mengerti apa yang membuatmu takut. Kaupikir aku hantu, atau omong kosong seperti itu. Tapi tidakkah kau lihat? Aku akan jadi hantu kalau muncul di Narnia sekarang, karena aku tidak boleh berada di sana lagi. Tapi seseorang tidak bisa jadi 182 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



hantu di negerinya sendiri. Aku mungkin akan jadi hantu kalau datang ke negerimu. Aku tidak tahu. Tapi kurasa itu juga bukan negerimu, karena kau sekarang di sini.” Harapan besar mengembang di hati anak-anak. Tapi Aslan mengelengkan kepalanya. “Tidak, sayangku,” katanya. “Saat kalian bertemu lagi denganku di sini, kalian akan tinggal. Tapi tidak sekarang. Kalian harus kembali ke dunia kalian sementara waktu.” “Sir,” kata Caspian, “aku selalu ingin melihat sekilas saja dunia mereka. Apakah itu salah?” “Kau tidak bisa berbuat salah lagi, karena kau sudah meninggal, anakku,” kata Aslan. “Dan kau boleh melihat dunia mereka--selama lima menit waktu mereka. Kau tidak melakukan apa pun dalam waktu itu.” Kemudian Aslan menjelaskan pada Caspian apa yang akan menyambut Jill dan Eustace dan segalanya tentang Sekolah Eksperimen. Sepertinya dia mengenal tempat itu sama baiknya dengan anak-anak. “Putri,” kata Aslan pada Jill, “petik cabang pada semak itu.” Jill melakukannya, dan begitu cabang itu berada di tangannya, dia berubah menjadi cambuk berkuda yang baru. “Sekarang, Putra-putra Adam, hunus pedang kalian,” kata Aslan. “Tapi hanya gunakan sisi yang tumpul, karena yang akan kalian hadapi ini pengecut dan anak-anak, bukan kesatria.” “Apakah kau akan ikut kami, Aslan?” kata Jill. “Mereka hanya akan melihat punggungku,” kata Aslan. Dia memimpin mereka dengan cepat melalui hutan, dan sebelum berjalan jauh, dinding Sekolah Eksperimen muncul di depan mereka. Kemudian Aslan mengaum sehingga matahari bergetar di langit dan sembilan meter dinding runtuh di depan mereka. Mereka melihat 183 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



melalui lubang itu, ke bawah ke halaman sekolah dan ke atas ke atap gimnasium, semua di bawah langit musim gugur yang membosankan yang mereka lihat sebelum petualangan mereka dimulai. Aslan berpaling pada Jill dan Eustace lalu meniup mereka dan menyentuh dahi mereka dengan lidahnya. Kemudian dia berbaring di depan lubang yang telah dia buat di dinding dan menghadapkan punggungnya yang keemasan ke Inggris, dan wajahnya yang anggun ke arah tanahnya sendiri. Di saat yang sama Jill melihat orang-orang yang sangat dia kenal berlari melintasi lapangan ke arah mereka. Kebanyakan anggota geng ada di sana--Adela Pennyfather dan Cholmondely Major, Edith Winterblott, “Spotty” Sorrier, Bannister besar, dan si kembar Garrett yang menjijikkan. Tapi tiba-tiba mereka berhenti. Wajah-wajah mereka berubah, dan semua kekejaman, kesombongan, kejahatan, dan kelicikan hampir menghilang dalam satu ekspresi ketakutan. Karena mereka melihat dinding runtuh, dan singa seukuran gajah kecil berbaring di lubangnya, dan ketiga orang berpakaian berkilauan dan membawa senjata mengejar mereka. Karena, dengan kekuatan Aslan dalam diri mereka, Jill melecutkan cambuknya ke arah anak-anak perempuan dan Caspian serta Eustace memukulkan bagian tumpul pedang mereka ke arah anak-anak laki-laki begitu hebatnya sehingga dalam dua menit para penindas itu berlarian sambil berteriak-teriak, “Pembunuh! Fasis! Singa! Ini tidak adil.” Kemudian Kepala Sekolah (yang omong-omong, seorang wanita) datang berlari-lari untuk melihat apa yang terjadi. Dan ketika dia melihat sang singa, dinding yang runtuh, Caspian, Jill, dan Eustace (yang tidak dikenalinya) dia berteriak histeris lalu kembali ke sekolah dan mulai menelepon polisi dengan cerita tentang singa yang lari dari sirkus, narapidana yang lari dari penjara dan merobohkan dinding serta membawa pedang. Dalam semua keributan ini Jill dan Eustace menyelinap diam-diam ke dalam dan mengganti pakaian indah 184 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



mereka ke baju biasa, dan Caspian kembali ke dunianya sendiri. Dan dinding itu, dengan perintah Aslan, utuh kembali. Ketika polisi tiba, dan menemukan tidak ada singa, tidak ada dinding runtuh, dan tidak ada narapidana, dan Kepala Sekolah yang bertingkah seperti orang gila, ada penyelidikan tentang semuanya. Dan dalam penyelidikan itu semua hal tentang Sekolah Eksperimen terungkap, dan kira-kira sepuluh anak dikeluarkan. Setelah itu, temanteman Kepala Sekolah merasa dia tidak bisa menjadi Kepala Sekolah lagi, jadi mereka mengangkatnya menjadi Inspektur Sekolah supaya merepotkan para kepala sekolah lain. Dan ketika mereka melihat dia bahkan tidak bisa melakukan itu dengan baik, mereka memasukkannya ke Parlemen tempat wanita itu hidup bahagia selamanya. Eustace menguburkan pakaian indahnya diam-diam suatu malam di halaman sekolah, tapi Jill menyelundupkan pakaiannya ke rumah dan mengenakannya pada pesta kostum liburan berikutnya. Dan mulai hari itu berbagai hal berubah menjadi semakin baik di Sekolah Eksperimen, dan tempat itu menjadi sekolah yang cukup baik. Dan Jill serta Eustace selalu berteman. Tapi jauh di Narnia, Raja Rilian menguburkan ayahnya, Caspian si Navigator, raja yang kesepuluh yang memakai nama itu, dan berduka baginya. Dia sendiri memerintah Narnia dengan baik dan negeri itu makmur di masa pemerintahannya, meskipun Puddleglum (yang kakinya sembuh sempurna dalam waktu tiga minggu) sering kali mengatakan bahwa pagi hari yang cerah bisa berubah jadi berhujan di siangnya, dan kau tidak bisa mengharapkan masa bahagia akan berlangsung terus. Rekahan di bukit itu masih terbuka, dan sering kali di hari musim panas yang panas rakyat Narnia masuk ke sana membawa kapal dan lentera dan turun ke air, berlayar ke sana kemari, bernyanyi, di atas laut bawah tanah yang dingin dan gelap, bertukar cerita tentang kota185 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m



kota yang ada jauh di dasar sana. Kalau kau cukup beruntung untuk pergi ke Narnia, jangan lupa berkunjung ke gua-gua itu. -END-



E-Book by Ratu-buku.blogspot.com -



186 | R a t u - b u k u . b l o g s p o t . c o m