Kusta [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENYAKIT KUSTA DI PAPUA



Disusun oleh kelompok 4: Rahmanita M. S. O. Termas Challista Dian F. I. R. Tadung Rosaliyan F. Maitimu Muhammad Zainul Wafa



Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih 2019/2020



BAB 1 PENDAHULUAN



1. Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Bakteri ini memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul 1 hingga 20 tahun setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita.Predileksi awal penyakit ini adalah saraf perifer dan kulit, selanjutnya dapat mengenai mukosa saluran pernafasan dan organorgan lain, tetapi tidak mengenai saraf pusat (Menaldi, 2015). Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease” karena penyakit ini seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir mirip dengan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta sendiri mengalami proses pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan lebih (Kemenkes RI, 2018). Indonesia merupakan negara penyumbang insiden kusta ke-3 tertinggi di dunia setelah India dan Brazil (World Health Organization, 2014). Menurut WHO pada tahun 2015 sampai 2017 di provinsi Papua di temukan jumlah kasus baru yaitu, tahun 2015 sebanyak 1.084 jiwa, tahun 2016 sebanyak 1.267 jiwa, dan tahun 2017 sebanyak 968 jiwa. Prevalensi kusta per 10.000 penduduk di provinsi Papua tahun 2017 yaitu 4,06%.



2. Tujuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Untuk menjelaskan definisi kusta Untuk menjelaskan penyebab penyakit kusta Untuk menjelaskan sumber infeksi kusta Untuk menjelaskan gejala kusta Untuk menjelaskan mekanisme penularan kusta Menjelaskan klasifikasi kusta Menjelaskan dampak kusta Menjelaskan upaya pencegahan dan pengendalian



3. Manfaat 1. Manfaat Bagi Masyarakat ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk mengenal penyakit kusta dan mengetahui persepsi dan pengalaman penderita kusta selama melakukan pengobatan sehingga masyarakat lebih mengerti keadaan penderita kusta. 2. Manfaat bagi mahasiswa dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan serta sebagai mengembangkan Ilmu Kesehatan Masyarakat.



BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. SEJARAH Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf perifer dan kulit, selanjutnya dapat mengenai mukosa saluran pernafasan dan organorgan lain, tetapi tidak mengenai saraf pusat (Menaldi,2015). Indonesia merupakan negara penyumbang insiden kusta ke-3 tertinggi di dunia setelah India dan Brazil (World Health Organization, 2014). Konon penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan dibelahan dunia ,seperti India,dan Vietnam. Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga ditekhusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya.Melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta.Bukti pertama kali penyakit Kusta ini menjangkit manusia dari hasil penelitian sebuah kerangka berumur 4.000 tahun yang ditemukan di India memiliki bukti arkeologis paling awal kusta. Sebuah studi baru melaporkan. Temuan, rinci pada 27 Mei jurnal online PLoS ONE, juga merupakan bukti pertama untuk penyakit pada prasejarah India dan menyoroti bagaimana penyakit mungkin telah menyebar dalam sejarah manusia awal. Padahal tidak ada lagi ancaman kesehatan publik yang signifikan di sebagian besar belahan dunia, kusta masih menjadi salah satu penyakit menular yang paling sedikit dipahami. Studi dari gen bakteri ini, rinci pada Isu Jurnal Science di tahun 2005, telah menyarankan dua asal usul penyakit kusta ini, Satu berpendapat penyakit ini mungkin berasal di Afrika selama masa Late Pleistocene dan kemudian menyebar dari Afrika saat setelah 40.000 tahun yang lalu, ketika kepadatan populasi manusia yang kecil. Penelitian yang lain menunjukkan



penyakit ini bermigrasi dari india saat pengembangan pusat pusat kota besar. Sumbersumber sejarah mendukung penyebaran awal penyakit dari Asia ke Eropa dengan Alexander tentara besar setelah 400 SM, Referensi tertulis paling awal untuk penyakit ini diduga berada di dalam Atharva Veda, teks suci Umat Hindu sebelum milenium pertama teks ini berisi set himne Sansekerta yang ditujukan untuk menggambarkan masalah kesehatan, penyebab dan perawatan yang tersedia di Indiakuno. Tetapi bukti skeletal untuk penyakit sebelumnya terbatas pada jangka waktu 300 hingga 400 SM di Mesir dan Thailand. Bukti lainnya terdapat pada Kerangka baru ditemukan dimakamkan sekitar tahun 2000 SM di Rajasthan, India, di lokasi Balathal. Dari 3700-1800 SM, Balathal merupakan pemukiman agraria besar di pinggiran pendudukan Indus (atau Harappa).



2. MORFOLOGI a) Bentuk utuh (solid) dengan dinding yang tidak terputus dan menyerap zat warna secara merata b) Bentuk pecah-pecah atau terputus-putus (fragmented) dengan dinding terputus sebagian atau seluruhnya. c) Bentuk butir-butir (granulated): seperti titik-titik (butir-butir) tersusun membentuk garis lurus atau berkelompok. d) Bentuk globus : sejumlah kuman kusta (50 – 200 kuman) yang utuh (solid) atau putus-putus (fragmented) atau butir-butir (granulated) berkelompok dalam suatu bentuk ikatan atau lingkaran. e) Bentuk kelompok (clumps) : sejumlah kuman kusta bentuk butir-butir (granulated) membentuk kelompok (pulau-pulau) tersendiri dengan lebih dari ± 500 BTA. 3. DISTRIBUSI DAN FREKUENSI PENDERITA KUSTA a. Distribusi dan Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Penyakit kusta dapat menyerang semua orang. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1 kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.Menurut penelitian yang dilakukan Posmaria Naibaho (2001) di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan Sumatera Utara ditemukan 108 penderita kusta, dengan proporsi penderita laki-laki 61,10% dan penderita perempuan 38,90%.8 Hasil penelitian yang dilakukan Nurlaya Hutahayan (2008) di Rumah Sakit Kusta Hutasalem Laguboti terdapat 125 penderita kusta, dengan proporsi penderita laki-laki 58,40% dan penderita perempuan 41,60%.



b. Disttribusi dan Frekuensi Menurut Umur Penyakit kusta dapat menyerang semua umur.Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun didapatkan ± 13 %, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun.Menurut penelitian yang dilakukan Posmaria Naibaho (2001) di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan Sumatera Utara ditemukan 108 penderita kusta dengan golongan umur terbanyak adalah golongan umur 17-24 tahun (proporsi 30,60%).Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian yang dilakukan Nurlaya Hutahayan (2008) di Rumah Sakit Kusta Hutasalem Laguboti ditemukan 125 penderita kusta dengan golongan umur terbanyak adalah golongan umur 20-39 tahun (proporsi 56,80%).



4. Perkembagan di Provinsi Papua Menurut WHO pada tahun 2015 sampai 2017 di provinsi Papua di temukan jumlah kasus baru yaitu, tahun 2015 sebanyak 1.084 jiwa, tahun 2016 sebanyak 1.267 jiwa, dan tahun 2017 sebanyak 968 jiwa. Prevalensi kusta per 10.000 penduduk di provinsi Papua tahun 2017 yaitu 4,06%. Kasus baru kusta di Papua menurut jenis kelamin tahun 2017 laki-laki sebanyak 540 jiwa dan perempuan sebanyak 428 jiwa. penyakit kusta di Papua menduduki urutan ketiga nasional setelah Papua Barat dan Maluku(Arry,2014). Angka kusta ditemukan di 17 kabupaten di Papua, di antaranya Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Biak Numfor, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Jaya Wijaya. Menurut dia, belum semua kabupaten di Papua didatangi guna pengobatan kusta, terutama kabupaten yang berada di daerah pegunungan seperti Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak.



BAB III PEMBAHASAN I.



Definisi Kusta



Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M leprae) yang intra seluler obligat menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas kemudian ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit kusta dikenal juga dengan nama Morbus Hansen atau lepra. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha yang berarti kumpulan gejalagejala kulit secara umum.(1,11) Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut) saluran pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis, tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.



II.



Etiologi Penyakit Kusta



Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae yang berbentuk batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 mikron x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak, tidak berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok. Pada pemeriksaan langsung secara mikroskopis, tampak bentukan khas adanya basil yang mengerombol seperti ikatan cerutu, sehingga disebut packet of cigars (globi). 12 Basil ini diduga berkapsul tetapi rusak pada pewarnaan menggunakan karbon fukhsin. Organisme tidak tumbuh pada perbenihan buatan.13 Penyakit kusta bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa tunasnya rata-rata 25 tahun. Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut.M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin, dan dihirup oleh orang lain. Namun penyakit ini tidak mudah untuk ditularkan, perlu beberapa bulan kontak yang sering dengan penderita kusta, sehingga penyakit ini dapat ditularkan.



Sebelum ditemukan pada tahun 1873 bahwa kusta disebabkan oleh kuman, penyakit ini sangat erat dengan stigma negatif, yaitu suatu hukuman atau kutukan yang diberikan kepada penderita karena dosa atau kesalahan yang diperbuat oleh orang tersebut. Dampak stigma tersebut berlanjut hingga saat ini, sehingga penderita seringkali mengalami diskriminasi dan dikucilkan dari kehidupan sosial.



III.



Epidemiologi



Sumber infeksi kusta adalah penderita dengan banyak basil yaitu tipe multibasiler (MB). Cara penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Masa tunas kusta bervariasi,40 hari sampai 40 tahun. Kusta menyerang semua umur dari anakanak sampai dewasa. Faktor sosial ekonomi memegang peranan, makin rendah sosial ekonomi makin subur penyakit kusta, sebaliknya sosial ekonomi tinggi membantu penyembuhan. Sehubungan dengan iklim, kusta tersebar di daerah tropis dan sub tropis yang panas dan lembab, terutama di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Jumlah kasus terbanyak terdapat di India, Brazil, Bangladesh, dan Indonesia.



IV.



Gejala Kusta



Gejala dan tanda kusta tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat. Bahkan, gejala kusta bisa muncul 20 tahun setelah bakteri berkembang biak dalam tubuh penderita. Beberapa di antaranya adalah: 1) Mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan ataupun rasa sakit. 2) Muncul lesi pucat dan menebal pada kulit. 3) Muncul luka tapi tidak terasa sakit. 4) Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut. 5) Kelemahan otot sampai kelumpuhan, terutama otot kaki dan tangan. 6) Kehilangan alis dan bulu mata. 7) Mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta dapat menimbulkan kebutaan. 8) Hilangnya jari jemari.



9) Kerusakan pada hidung yang dapat menimbulkan mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung.



Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu:







Intermediate leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang sembuh dengan sendirinya, namun dapat berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.







Tuberculoid leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di antaranya berukuran besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat terkena. Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa berlangsung cukup lama atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.







Borderline tuberculoid leprosy. Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi yang ada pada tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil dan lebih banyak. Kusta jenis borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama atau berubah menjadi jenis tuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis kusta yang lebih parah lagi. Pembesaran saraf yang terjadi pada jenis ini hanya minimal.







Mid-borderline leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa sedang, serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.







Borderline lepromatous leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak (termasuk lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama seperti mid-borderline leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.







Lepromatous leproy. Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi yang mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan saraf, anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk. Kerusakan yang terjadi pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali seperti semula.



V.



Patofisiologi



Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium leprae menderita kusta, Iklim (cuaca panas dan lembab) diet, status gizi, status sosial ekonomi dan genetik Juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab. Dua pintu keluar dari Micobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa menunjukan adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimana masih belum dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun telah ditemukan bakteri tahan asam di epidermis. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukan bakteri tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium leprae yang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae telah ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung penderita. Devey dan Rees mengindikasi bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari. Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas menjadi gerbang masuknya bakteri. Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasi kusta, masa inkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non endemik. Secara umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.



VI.



Klasifikasi Klasifikasi menurut WHO: a) Tipe PB (Pausibasiler) Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate), TT (tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Jopling dan hanya



mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit. Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular. b) Tipe MB (Multibasiler) Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling dengan jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.



VII.



Dampak a. Bagi penderita kusta Penyakit kusta akan berdampak kepada penderita kusta dari berbagai aspek dan juga berakibat pada kualitas hidup yang semakin menurun. 1) Fisik Mycobacterium leprae sebagai bakteri penyebab penyakit kusta dapat mengakibatkan kerusakan saraf sensori, otonom, dan motorik. Pada saraf sensori akan terjadi anestesi sehingga terjadi luka tusuk, luka sayat, dan luka bakar. Pada saraf otonom akan terjadi kekeringan kulit yang dapat menga kibatkan kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder. 2) Psikologi Paradigma masyarakat beranggapan bahwa penyakit kusta adalah penyakit keturunan, penyakit yang bisa menular lewat apapun, dan tidak bias disembuhkan. Stigma masyarakat yang seperti itu akan membuat penderita kusta mengalami depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri (Bakrie,2010). 3) Ekonomi Kemiskinan adalah salah satu dampak dari penyakit kusta yang begitu besar. Perilaku penderita kusta cenderung negatif, diantaranya penderita kusta banyak yang manjadi pengemis dan pengangguran. Penderita kusta yang yang berusia produktif yang mengalami kecacatan akan memberikan dampak yang negatif seperti pengangguran (Djaiman, 1999). 4) Sosial . Masalah sosial muncul akibat ketakutan yang dialami penderita kusta dimasayarakat (leprophobia), rendahnya pengetahuan, kurang bersosialisasi dimasyarakat, dan stigma buruk di mayarakat, sehingga berakibat pada kurangnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit kusta (Suryanda, 2007). b. Bagi Keluarga Dampak yang muncul dalam keluarga diantaranya keluarga panik saat salah satu anggota keluarga mendapat diagnose penyakit kusta, berusaha untuk mencari pertolongan ke dukun, keluarga takut akan tertular penyakit kusta sehingga tidak jarang penderita kusta diusir dari rumah, keluarga takut diasingkan oleh masyarakat dan jika anggota keluarga yang menderita kusta adalah kepala keluarga, akan berdampak pada sosial ekonomi keluarga tersebut. Dampak yang dirasakan oleh keluarga akan mempengaruhi keluarga dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta.



c. Bagi Masyarakat Dampak yang muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut terhadap penderita kusta, masyarakat menjauhi penderita kusta dan keluarganya, dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya penderita kusta sehingga berusaha untuk menyingkirkan dan mengisolasi penderita kusta.



VIII.



Upaya pencegahan dan pengendalian Upaya pencegahan dan pengendalian meliputi: a. promosi kesehatan Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud untuk memberdayakan masyarakat agar mampu berperan aktif dalam mendukung perubahan perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian Kusta. Kegiatan promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam bentuk:  memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala dini Kusta, serta teknis kegiatan Penanggulangan Kusta;  mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat untuk penghapusan stigma dan menghilangkan diskriminasi pada Penderita Kusta dan orang yang pernah mengalami Kusta;  mempengaruhi pemangku kepentingan terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan Penanggulangan Kusta, khususnya penghapusan stigma dan diskriminasi, serta pembiayaan; dan  membantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam penemuan dan tata laksana Penderita Kusta, pelaksanaan Kemoprofilaksis, dan kegiatan penelitian dan pengembangan. b. Surveilans Kegiatan Surveilans sebagaimana dimaksud untuk penemuan Penderita Kusta dan penanganan secara dini serta mengetahui besaran masalah di suatu wilayah. Pengumpulan data melalui penemuan Penderita Kusta secara aktif paling sedikit dilakukan melalui survei cepat desa, intensifikasi penemuan Penderita Kusta, pemeriksaan anak sekolah, dan pemeriksaan kontak serumah, tetangga, dan sosial. Pengumpulan data melalui penemuan Penderita Kusta secara pasif dilaksanakan dengan cara menerima data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat, dan sumber data lainnya.



c. Kemoprofilaksi Kemoprofilaksis sebagaimana dimaksud untuk mencegah penularan Kusta pada orang yang kontak dengan Penderita Kusta, dilaksanakan dalam bentuk pemberian obat rifampisin dosis



tunggal pada orang yang kontak dengan Penderita Kusta yang memenuhi kriteria dan persyaratan. Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud,meliputi: a. penduduk yang menetap paling singkat 3 (tiga) bulan pada daerah yang memiliki Penderita Kusta; b. berusia lebih dari 2 (dua) tahun; c. tidak dalam terapi rifampisin dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; d. tidak sedang dirawat di rumah sakit; e. tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati; f. bukan suspek tuberkulosis; g. bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta; dan h. bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif d. Tata laksana Tata laksana Penderita Kusta sebagaimana dimaksud untuk mengobati Penderita Kusta secara dini dan mencegah disabilitas akibat Kusta,namun Penderita Kusta yang telah dinyatakan selesai pengobatan harus tetap dilakukan pemantauan oleh petugas Puskesmas untuk menghindari reaksi Kusta yang dapat menyebabkan disabilitas.



Upaya Pencegahan dan Pengendalian di Papua: Tercatat kasus kusta masih tersebar di 7.548 desa/kelurahan/kampung yang ada di 341 kabupaten/kota di Indonesia. Kasus kusta, dia menambahkan, terbanyak terjadi di wilayah Indonesia timur seperti Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara dan belum eliminasi kasus penyakit ini.Akses yang sulit dan petugas kesehatan yang terbatas menyebabkan penyakit yang diakibatkan oleh kuman Mycobacterium leprae itu masih tinggi di wilayah-wilayah itu.Untuk mempercepat eliminasi kasus ini, dia menambahkan, Kemenkes fokus pada daerah tinggi penyebaran kasus kusta yaitu di Papua dan Papua Barat. Ia menyebut Kemenkes melakukan penguatan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan melatih sumber daya manusia dan terus mencari penderitanya. Sampai saat ini,upaya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Jayapura menggelar sosialisasi program pencegahan dan pengendalian penyakit kussta dan frambusia yang dihadiri lintas sector Pemerintahan Kabupaten Jayapura. Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel HoreX Sentani, Pada hari, Selasa, tanggal, 04 September 2018. Wakil Bupati Kabupaten Jayapura, Giri Wijayantoro, mengatkan, kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang sehat dan sejahtera serta bebas dari penyaki kusta dan frambusia.



BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Bakteri ini memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh. Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul 1 hingga 20 tahun setelah bakteri menginfeksi tubuh penderita. Sumber infeksi kusta adalah penderita dengan banyak basil yaitu tipe



multibasiler (MB). Cara penularan belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Masalah sosial muncul akibat ketakutan yang dialami penderita kusta dimasayarakat (leprophobia), rendahnya pengetahuan, kurang bersosialisasi dimasyarakat, dan stigma buruk di mayarakat, sehingga berakibat pada kurangnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit kusta. Upaya pencegahan dan pengendalian



meliputi promosi kesehatan, surveilans, kemoprofilaksi,dan tata laksana



Saran 1.Bagi Penderita Kusta - Sebaiknya meningkatkan rasa percaya dirinya dan mulai membuka diri dengan masyarakat di sekitar lingkungannya untuk melakukan interaksi dan bersikap aktif dalam kegiatan kemasyarakatan agar mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya dimasyarakat serta hubungan mereka dengan masyarakat sekitar dapat terjadi dengan baik. - Tetap menjalankan upaya penyembuhan penyakit utuk memutuskan rantai penularan agar tidak ada anggota keluarga lain yang tertular penyakit kusta. 2.Bagi Keluarga - Turut membantu penderita kusta dalam upaya penyembuhan dengan selalu memberikan dukungan kepada penderita serta melakukan perawatan kepada penderita sampai penderita sembuh. 3.Bagi Masyarakat - Turut berperan serta dalam pemberantasan penyakit kusta. - Melakukan upaya deteksi dini penyakit kusta.



4.Bagi Instansi Kesehatan - Seharusnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai penyakit kusta untuk meluruskan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta untk menghilangkan stigma mengenai penyakit kusta di masyarakat.



Daftar Pustaka http://scholar.unand.ac.id/5143/2/BAB%20I%20MIA%20EKA%20PUTRI.pdf https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/download/10473/7350 https://dinkes.kalbarprov.go.id/penyakit-kusta-dan-sejarahnya/ http://eprints.ums.ac.id/44318/3/BAB%20I.pdf https://www.alodokter.com/kusta#targetText=Kusta%2C%20yang%20juga%20dikenal%20deng an,saluran%20pernapasan%20atas%2C%20serta%20mata.&targetText=Tanda%20dan%20gejal a%20kusta%20bisa,setelah%20bakteri%20menginfeksi%20tubuh%20penderita. https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/14/04/01/n3ct6q-penyakit-kusta-dipapua-urutan-ketiga-nasional http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22370/Chapter%20II.pdf?sequence=4 &isAllowed=y http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/22370/Chapter%20II.pdf?sequence=4 &isAllowed=y https://sains.kompas.com/read/2019/09/09/073100623/penyebab-dan-penyebaran-kustayang-perlu-anda-ketahui?page=all http://makalahtugasmu.blogspot.com/2015/09/makalah-penyakit-kusta.html https://www.jogloabang.com/kesehatan/permenkes-no-11-tahun-2019-penanggulangan-kusta file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/infoDatin-kusta-2018%20(2).pdf http://digilib.unila.ac.id/6730/13/BAB%20II.pdf http://eprints.undip.ac.id/42543/2/BAB_II.pdf https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/lepra/patofisiologi https://www.jubi.co.id/upaya-perangi-kusta-di-papua-terhambat-oleh-reaksi-obat-rekomendasi-who/ https://jayapurakab.go.id/kemenkes-dan-dinkes-bahas-pencegahan-kusta-dan-frambusia.html